ANALISIS RESPONS PENAWARAN KOMODITAS
KARET ALAM DI SULAWESI SELATAN
ANDI RIKA NURALYA
105961119416
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ANALISIS RESPONS PENAWARAN KOMODITAS KARET
ALAM DI SULAWESI SELATAN
ANDI RIKA NURALYA
105961119416
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Analisis Respons Penawaran Komoditas Karet Alam di
Sulawesi Selatan
Nama : Andi Rika Nuralya
Stambuk : 105961119416
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Disetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Mohammad Natsir, S.P., M.P. Firmansyah Jalal, S.P., M.Si.
NIDN. 0911067001 NIDN. 0930097503
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis
Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P.
NIDN. 0912066901 NIDN. 0921037003
iv
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul : Analisis Respons Penawaran Komoditas Karet Alam di
Sulawesi Selatan
Nama : Andi Rika Nuralya
Stambuk : 105961119416
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
KOMISI PENGUJI
Nama Tanda Tangan
1. Dr.Mohammad Natsir, S.P., M.P
Ketua Sidang
2. Firmansyah Jalal, S.P., M.Si
Sekretaris
3. Dr. Abdul Halil, S.P., M.P
Anggota
4. Asriyanti Syarif, S.P., M.Si
Anggota
Tanggal Lulus : 25 November 2020
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Respons
Penawaran Komoditas Karet Alam di Sulawesi Selatan adalah benar
merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Makassar, November 2020
Andi Rika Nuralya
105961119416
vi
ABSTRAK
ANDI RIKA NURALYA. 105961119416. Analisis Respons Penawaran
Komoditas Karet Alam di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh MOHAMMAD
NATSIR dan FIRMANSYAH JALAL.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi respons penawaran terhadap luas areal dan produktivitas karet
alam di Sulawesi Selatan serta menganalisis elastisitas penawaran karet alam
dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dengan deret waktu (time series) selama 21 tahun (1997-2017), maka penelitian
dilakukan dengan mengambil seluruh data yang berhubungan dengan respons
penawaran karet berupa data tahunan (t). Penelitian ini menggunakan model
distribusi beda kala (time lagged) dengan metode penyelesaian model Nerlove
berupa persamaan tunggal regresi berganda. Metode analisis permasalahan dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan
mempengaruhi respons luas areal karet alam di Sulawesi Selatan adalah
produktivitas tahun sebelumnya. Sedangkan, pada respons produktivitas karet
alam di Sulawesi Selatan tidak ada satu pun variabel yang signifikan. Respons
penawaran karet alam terhadap harga karet alam dalam jangka pendek dan
panjang bernilai yaitu 0,29 dan 0,49 menunjukkan nilai yang inelastis ( E < 1 ).
Respons penawaran karet alam dalam jangka panjang lebih besar dibandingkan
dengan respons penawaran jangka pendek. Hal tersebut berpeluang untuk
peningkatan luas areal dan produktivitas karet alam dalam jangka panjang lebih
baik daripada peluang pada jangka pendek. Nilai tersebut diuraikan bahwa setiap
perubahan sau persen variabel independen dari masing-masing model respons
akan terjadi perubahan pada variabel dependen berkurang satu persen. Kondisi ini
menunjukkan bahwa petani kurang memberi respons atas perubahan harga.
Kata kunci: Elastisitas Penawaran, Karet Alam, Respons Penawaran
vii
ABSTRACT
ANDI RIKA NURALYA. 105961119416. Analysis of Natural Rubber
Commodity Supply Response in South Sulawesi. Guided by MOHAMMAD
NATSIR and FIRMANSYAH JALAL.
This study aims to identify the factors that influence the supply response to
the area and productivity of natural rubber in South Sulawesi and analyze the
elasticity of natural rubber offerings in the long and short term.
The type of data used in this study is secondary data with time series for
21 years (1997-2017), so the research was conducted by taking all data related to
rubber supply response in the form of annual data (t). This study used a time
lagged distribution model with the Nerlove model solving method in the form of a
single multiple regression equation. Problem analysis method in this research
using descriptive-quantitative research method.
The results showed that a significant variable affecting the response area
of the natural rubber area in South Sulawesi was productivity the previous year.
Meanwhile, in the natural rubber productivity response in South Sulawesi there is
not a single significant variable. The response of natural rubber offerings to the
price of natural rubber in the short and long term is worth 0,29 and 0,49 indicates
an inelastis value (E < 1). The response of natural rubber offerings in the long run
is greater than the short-term supply response. This has the opportunity to increase
the area and productivity of natural rubber in the long term is better than the
opportunity in the short term. The value is described that each change of sau
percent of variables independent of each response model will occur changes to
dependent variables decreased by one percent. This condition indicates that
farmers are less responsive to price changes.
Keywords: Elasticity Deals, Natural Rubber, Response Offers
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan
salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga,
sahabat dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Respons Penawaran Komoditas Karet Alam di Sulawesi
Selatan”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat.
1. Bapak Dr. Mohammad Natsir, S.P., M.P selaku Pembimbing I dan Bapak
Firmansyah Jalal, S.P., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa
meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P, selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix
4. Kedua orangtua Bapak Andi Suaedi dan Ibu Rukayah, dan kakak saudaraku
Andi Darni, Andi Sartika, Andi Muh. Akram, dan segenap keluarga yang
senantiasa memberikan bantuan, baik moril maupun materiel sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada
penulis.
6. Sahabat seperjuangan Mahasiswa Agribisnis angkatan 2016, Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan LKIM-PENA yang telah menjadi
tempat penulis mengasah potensi.
7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir
yang penulis tidak dapat sebut satu per satu.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga
kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Aamiin.
Makassar, November 2020
Andi Rika Nuralya
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1 Tanaman Karet Alam ....................................................................... 7
2.2 Teori Penawaran ............................................................................... 8
2.3 Elastisitas Penawaran ....................................................................... 11
2.4 Teori Model Cobb-Douglas.............................................................. 13
2.5 Teori Respons Penawaran ................................................................ 16
2.6 Respons Beda Waktu (lagged) pada Komoditi Pertanian ................ 19
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................................. 20
2.8 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 23
III.METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 25
3.2 Teknik Penentuan Sampel ................................................................ 25
xi
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 25
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 25
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 26
3.6 Defenisi Operasional ........................................................................ 32
IV.GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .............................. 33
4.1 Letak Geografis ............................................................................... 33
4.2 Kondisi Demografis ........................................................................ 34
4.3 Kondisi Pertanian ............................................................................ 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 39
5.1 Respons Luas Areal Karet Alam Sulawesi Selatan ......................... 39
5.2 Respons Produktivitas Karet Alam Sulawesi Selatan ..................... 42
5.3 Respons Penawaran Karet Alam Sulawesi Selatan ......................... 44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 47
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 47
6.2 Saran ............................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Luas Areal dan Produksi Karet Menurut Provinsi Tahun 2018 ........... 4
2. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................................... 20
3. Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 dan 2019 ................................ 34
4. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019 ................................................ 35
5. Penduduk Usia Produktif yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2018-Februari 2020 (orang) .... 36
6. Persentase Penduduk Usia Produktif Menurut Tingkat
Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi
Sulawesi Selatan 2019 ......................................................................... 37
7. Luas Areal/Panen dan Produksi Hasil Pertanian di
Provinsi Sulawesi Selatan, 2018-2019 ................................................. 38
8. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2018-2019 ..................................................... 38
9. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Tanaman
Karet Alam di Sulawesi Selatan........................................................... 40
10. Hasil Estimasi Parameter Produktivitas Tanaman
Karet Alam di Sulawesi Selatan........................................................... 42
11. Respons Penawaran Karet Alam di Sulawesi Selatan ......................... 44
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kurva Penawaran ................................................................................. 11
2. Hubungan Fungsional Produksi Fisik dan
Faktor Produksi .................................................................................... 13
3. Kerangka Pemikiran Analisis Respons Penawaran
Komoditas Karet Alam di Sulawesi Selatan ........................................ 24
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Karet Alam
Sulawesi Selatan 1997-2017 ................................................................ 52
2. Hasil Logaritma Natural (Ln) ............................................................. 53
3. Pendugaan Model Respons Luas Areal ............................................... 54 55
4. Pendugaan Respons Penawaran Karet Alam di Sulawesi Selatan ....... 55
5. Perhitungan Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang ............... 56
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan besar dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2019 terkait ekonomi Indonesia pada
triwulan II-2019 dibandingkan triwulan I-2019 terjadi peningkatan sebesar 4,20
persen. Pertumbuhan tertinggi dari sisi produksi terdapat pada lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 13,80 persen.
Daya saing komoditas pertanian yang meningkat menjadi hal urgen dalam
pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat serta menjadi peluang dalam
membuka lapangan pekerjaan. Atika dan Afifuddin (2015) berpendapat bahwa
salah satu subsektor dari pertanian yang memiliki potensi cukup besar adalah
subsektor perkebunan. Perkebunan merupakan segala kegiatan pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin,
budidaya, panen pengolahan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.
Karet menjadi salah satu tanaman komoditi perkebunan yang termasuk
dalam tanaman tahunan dan penyegar disamping tanaman kelapa, jambu mete,
kakao, kelapa sawit, sagu, kemiri, kopi, dan teh . Karet menjadi sumber penghasil
devisa negara serta dinilai cukup penting dalam pertumbuhan perekonomian
Indonesia. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) pada tahun 2018 yaitu sekitar 3,30 persen dan merupakan urutan pertama
di sektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian (BPS, 2019).
2
Karet alam begitu dikenal oleh masyarakat dengan kualitas elastisnya yang
dimiliki dan menjadi bahan utama pada kebanyakan produk maupun peralatan di
seluruh dunia, mulai dari produk-produk rumah tangga sampai dengan produk
industri yang kecil dan besar. Karet terdiri dari dua jenis yang biasa
didistribusikan yakni karet alam dan karet sintetis. Kedua jenis karet ini saling
mempengaruhi di pasar internasional dalam persoalan harga.
Bagaimanapun keunggulan karet alam tetap belum bisa ditandingi oleh
karet sintetis terutama daya elastisitas dan plastisitasnya yang lebih bagus.
Industri apapun tetap memerlukan karet alam disamping karet sintetis sehingga
kedua jenis karet ini memiliki pasar sendiri. Setiap jenis karet tidak bersifat saling
mematikan, tetapi justru saling melengkapi (Setiawan dan Andoko, 2008).
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perkebunan (2020) bahwa surplus
perdagangan internasional komoditas perkebunan selama periode lima tahun
terakhir menunjukkan tren positif meskipun di tahun 2019 terjadi penurunan
sampai titik terendah. Adanya penurunan dipengaruhi gejolak harga Crude Palm
Oil (CPO) dan karet. Isu karet terkait adanya kelebihan pasokan di negara
konsumen utama karet seperti di negara Tiongkok, Amerika, Jepang dan Uni
Eropa (UE). Disparitas harga karet antara tahun 2019 dan 2017 sangat mencolok.
Harga karet pada tahun 2019 hanya Rp 9.000 per kilogram, sedangkan di tahun
2017 berkisar Rp 16.000 per kilogram. Sehingga di tahun 2017 mengalami
surplus tertinggi dibanding tahun sebelum dan sesudahnya. Sinclair dan Bakce
(2015) berpendapat bahwa harga karet alam Indonesia dipengaruhi oleh tingkat
ekspor karet alam dan harga peubah pada tahun sebelumnya.
3
Menurut Sugiarto et.al (2007), semakin tinggi suatu harga komoditas
maka semakin banyak jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh para penjual.
Sebaliknya, ketika harga suatu komoditas semakin rendah maka akan sedikit
jumlah barang yang akan ditawarkan oleh para penjual. Permintaan yang tidak
disertai dengan penawaran barang atau jasa, maka tidak terjadi transaksi jual beli.
Hal ini bermaksud bahwa penjual menawarkan barang atau jasa yang diperlukan
oleh pihak yang membutuhkannya. Boerhendhy dan Amypalupy (2016)
menambahkan, upaya dalam meningkatkan perkaretan nasional, pengembangan
karet di Indonesia terutama ditujukan pada perkebunan rakyat. Hal tersebut karena
perkebunan rakyat mempunyai peran yang sangat penting tetapi masih
menghadapi masalah dan kendala.
Perkebunan karet tersebar di berbagai daerah di Indonesia karena tanaman
karet sesuai dengan iklim tropis. Perkebunan karet di Indonesia terdiri dari
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan
Besar Swasta (PBS). (Claudia et al., 2016). Perkebunan rakyat merupakan
perkebunan yang dikelola oleh rakyat yang dikelompokkan dalam usaha kecil
tanaman perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat yang
tidak berbadan hukum.
Perkebunan Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR) karet tersebar di
beberapa provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, dan
Maluku (DITJENBUN, 2020). Luas perkebunan karet di Indonesia di tahun 2017
meningkat seluas 3.659.090 ha dengan jumlah produksi 3.680.428 ton
4
dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 3.357.951 ton (KEMENTAN RI, 2019).
tahun 2018 luas areal dan produksi karet berdasarkan provinsi dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Karet Menurut Provinsi Tahun 2018
No Provinsi
Per. Besar Swasta Per. Rakyat
Luas areal
(ha)
Produksi
(ton)
Luas areal
(ha)
Produksi
(ton)
1 Aceh 3.704 3.993 79.971 76.654
2 Sumatera Utara 82.473 118.791 274.945 246.137
3 Sumatera Barat - - 130.331 152.508
4 Riau 1.018 1.407 309.847 31.734
5 Jambi - - 378.695 315.724
6 Sumatera Selatan 38.136 50.586 788.766 926.538
7 Bengkulu 13.454 17.104 75.893 97.585
8 Lampung 12.713 15.320 133.854 136.832
9 Bangka Belitung - - 47.286 59.478
10 Kepulauan Riau 2.586 2.995 20.646 26.140
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 23.001 31.052 8.071 7.037
13 Jawa Tengah 4.346 5.009 4.077 2.208
14 D.I Yogyakarta - - 29 36
15 Jawa Timur 7.036 8.597 - -
16 Banten 6.918 6.718 10.173 10.392
17 Bali 375 396 - -
18 N T B - - - -
19 N T T - - - -
20 Kalimantan Barat 24.500 4.211 350.658 250.776
21 Kalimantan Tengah 1.482 2.019 271.496 147.922
22 Kalimantan Selatan 13.589 11.261 166.695 164.285
23 Kalimantan Timur 3.595 2.609 49.241 59.042
24 Kalimantan Utara - - 1.652 773
25 Sulawesi Utara - - - -
26 Sulawesi Tengah 0 0 3.828 2.628
27 Sulawesi Selatan 5.724 6.498 2.711 4.163
28 Sulawesi Tenggara - - 441 73
29 Gorontalo - - - -
30 Sulawesi Barat - - - -
31 Maluku 1.400 177 - -
32 Maluku Utara - - - -
33 Papua Barat - - - -
34 Papua - - 4.112 4.182
Sumber: BPS, 2018
5
Apabila dilihat berdasarkan luas areal perkebunan swasta tahun 2018,
Sulawesi Selatan berada pada urutan ke-12, dimana Sumatera Utara menempati
posisi pertama. Dari segi banyaknya produksi Sulawesi Selatan berada pada
urutan ke-9. Sedangkan pada perkebunan rakyat Sulawesi Selatan berada di
urutan ke-20, sementara untuk produksi berada pada posisi ke-18.
Selama periode 2014-2017 produktivitas karet di Sulawesi Selatan
menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan jumlah 1.395 kg/ha dengan total
produksi 11.433 ton di tahun 2017. Luas areal perkebunan karet tahun 2017 yaitu
7.904 yang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Total ekspor
karet di Sulawesi Selatan pada tahun 2017 sebanyak 1.693.440 kg dengan nilai
US$ 3.466.814. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengusaha perkebunan karet
dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dalam melakukan produksi maupun
penggunaan faktor-faktor produksi dengan pendekatan pada respons luas areal
tanaman dan produktivitas. Selain itu, perlu diketahui respons penawaran
pengusaha perkebunan karet alam terhadap kondisi pasar seperti dari segi harga
komoditi itu sendiri maupun komoditi substitusi.
Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi dasar pertimbangan penulis
atas kondisi komoditi karet alam di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, penulis
memilih judul penelitian “Analisis Respons Penawaran Komoditas Karet
Alam di Sulawesi Selatan” untuk menganalisis perkembangan penawaran karet
alam Sulawesi Selatan.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respons penawaran terhadap
luas areal dan produktivitas karet alam di Sulawesi Selatan ?
2. Bagaimana elastisitas penawaran karet alam dalam jangka panjang dan
jangka pendek ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi respons penawaran
terhadap luas areal dan produktivitas karet alam di Sulawesi Selatan
2. Menganalisis elastisitas penawaran karet alam dalam jangka panjang dan
jangka pendek
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian sebagai berikut.
1. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan
pengelolaan karet alam guna meningkatkan produktivitas karet alam.
2. Menjadi referensi bagi peneliti dan mahasiswa khususnya dalam
pembuatan karya tulis ilmiah.
3. Memberikan pengetahuan baru bagi penulis mengenai perkembangan
karet alam di Sulawesi Selatan
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet Alam
Karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik
spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Adapun sifat-sifat atau
kelebihan karet alam (Setiawan dan Andoko, 2008) sebagai berikut.
a. Sangat plastis, sehingga mudah diolah
b. Tidak mudah panas
c. Tidak mudah retak
Sementara kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi
kebutuhan pasar. Ketika pasar membutuhkan pasokan karet yang tinggi, karet
alam tidak mampu memenuhi produksi dalam waktu singkat, sehingga harga yang
ditawarkan cenderung lebih tinggi.
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak
ditanam dan diminati beberapa daerah di Indonesia. Tanaman karet dikelola oleh
perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Perkebunan besar
karet di Indonesia baru dimulai di Pulau Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa
pada tahun 1906. Sejak itu, terjadi perluasan yang cepat, walaupun terjadi pula
masa suram. Selain perkebunan besar yang diusahakan oleh para pengusaha
perkebunan, berkembang pula perkebunan rakyat (petani karet) di luar Jawa yang
masih banyak tanah ladang yang mudah dijadikan perkebunan karet
(Setyamidjaja, 1993).
8
Keberadaaan perkebunan karet memiliki dampak positif terhadap ekologi.
Kondisi udara akan lebih bersih dan segar karena tanaman karet dapat menyerap
karbondioksida serta menghasilkan oksigen yang baik untuk pernapasan manusia.
Selain itu, dari segi keindahan perkebunan karet bisa menjadi tempat wisata
disamping menghasilkan keuntungan dari sisi ekonomi.
2.2 Teori Penawaran
Penawaran adalah berbagai jumlah barang yang mau dan dapat dijual
(ditawarkan) pada berbagai kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu,
ceteris paribus yaitu jumlah produsen, harga faktor produksi, teknik produksi,
harga barang lain, harapan dan perkiraan akan masa depan (Gilarso, 2004).
Menurut Pracoyo (2006), penawaran adalah jumlah komoditas atau output, baik
berupa barang maupun jasa yang akan dijual oleh pengusaha kepada konsumen.
Penawaran (supply) menunjukkan jumlah (maksimum) yang mau dijual
pada berbagai tingkat harga (minimum) yang masih mendorong penjual untuk
menawarkan berbagai jumlah dari suatu barang. Titik beratnya pada kerelaan atau
kesediaan untuk menjual, bukan berapa jumlah barang yang sungguh-sungguh
terjual (Hanafie, 2010).
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai penawaran, dapat dikatakan
bahwa penawaran sebagai bentuk menarik para konsumen atas barang atau jasa
yang dimiliki oleh penjual dengan didukung berbagai faktor dan latar belakang
atas tindakannya untuk memenuhi kebutuhan para konsumen. faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran (Kurniawan dan Budhi, 2015) sebagai berikut.
9
a. Biaya Input
Apabila biaya input berubah menjadi menjadi lebih murah atau menurun, hal
ini menunjukkan pergeseran ke kanan dari kurva penawaran karena dengan
harga yang sama menghasilkan kuantitas produk barang yang lebih besar
dengan catatan semua faktor lainnya yang dianggap konstan.
b. Teknologi atau Produktivitas
Terobosan perbaikan teknologi biasanya akan mengurangi biaya marginal dari
produksi barang sehingga produsen bisa memasok lebih banyak. Unit barang
ini terefleksikan dari pergeseran ke kanan pada kurva penawaran.
c. Pajak dan Subsidi
Pajak barang yang dibayar perusahaan sebagai tambahan biaya produksi,
sehingga akan menurunkan kurva penawaran atau bergeser ke kiri. Subsidi
pada dasarnya adalah anti-pajak atau subsidi pajak per unit barang dari
pemerintah yang akan menurunkan biaya per satuan produksi.
d. Ekspektasi harga
Kesediaan produsen untuk menyuplai hari ini kemungkinan akan
mempengaruhi harga hari esok dengan harapan dapat menjual barang dengan
harga yang lebih tinggi.
e. Harga dan Hasil Lain
Suatu perusahaan dapat memberdayakan sumber daya yang sama untuk
menghasilkan barang yang berbeda. Apabila barang A meningkat dan
pendapatan peluang keuntungan bagi produsen A, maka suplai barang dari
makanan B akan menurun dan suplai barang A naik.
10
A
F
E
D
C
B
6
5
4
2
1
7
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Qx
Px
Sx
f. Jumlah Pemasok
Banyaknya produsen yang terlibat akan menyebabkan kurva penawaran
bergeser ke arah kanan sehingga barang yang disuplai bertambah dengan harga
yang sama.
g. Harga Dasar dan Harga Atas
Harga dasar adalah harga minimum yang ditetapkan pemerintah untuk jenis
barang atau jasa. Harga atas adalah harga maksimum yang ditetapkan
pemerintah untuk jenis barang atau jasa. Pemerintah menetapkan harga dasar
dan atau harga atas saat pelaku ekonomi berada pada posisi perpotongan kurva
permintaan dan suplai, dimana tidak ada manfaat bagi masyarakat secara
keseluruhan. Pemerintah melakukannya untuk menjaga agar tidak terjadi
jumlah kelebihan dan kekurangan.
Cara untuk menggambarkan kaitan antara harga dan jumlah barang yang
akan ditawarkan adalah dengan menggunakan kurva penawaran seperti pada
gambar berikut ini.
Gambar 2. Kurva Penawaran
11
Gambar 3 menunjukkan kurva penawaran mempunyai kemiringan (slope)
positif, yaitu miring dari kiri bawah ke kanan atas. Hal ini berarti bahwa antara
harga X dan jumlah penawaran barang X mempunyai hubungan searah. Jika harga
barang X mengalami kenaikan, maka jumlah barang X yang ditawarkan akan
bertambah, dan sebaliknya jika harga barang X mengalami penurunan, maka
jumlah barang X yang ditawarkan akan berkurang.
Pada dasarnya, dalam melihat sifat hubungan antara barang atau jasa serta
kuantitas barang atau jasa yang ditawarkan maka digunakan hukum penawaran.
Hukum penawaran mengatakan “apabila harga suatu barang meningkat, maka
jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah, sebaliknya apabila harga suatu
barang menurun maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan berkurang”
dengan asumsi ceteris paribus atau hal-hal lain dianggap tetap (Nuraini, 2016).
2.3 Elastisitas Penawaran
Konsep respons penawaran dapat diketahui melalui elastisitas penawaran.
Adanya elastisitas penawaran dapat mengukur kuantitas yang ditawarkan terhadap
peubah yang mempengaruhinya dengan nilai antara nol sampai nilai yang tak
terhingga. Menurut Ghatak dan Ingersent (dalam Lukiawan, 2009), pendugaan
respons penawaran sederhana dapat didekati melalui konsep bahwa jumlah
produksi pertanian merupakan hasil perkalian antara luas areal tanam dengan
produktivitas. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
Q = A.Y...............................................................................................(2.3.1)
Dimana, Q menunjukan jumlah produksi, A adalah luas areal, dan Y
menunjukkan produktivitas.
12
Berdasarkan hal tersebut, perubahan produksi dari petani karet
dipengaruhi oleh perubahan luas areal dan perubahan produktivitas yang ada akan
mempengaruhi penawaran karet alam. Demikian luas areal dan produktivitas
masing-masing dipengaruhi oleh faktor lainnya. Menurut Lipsey (dalam
Oktavianto, 2009) jika kurva penawaran vertikal, maka jumlah yang ditawarkan
tidak akan berubah dengan adanya perubahan harga atau elastisitas penawaran
sama dengan nol. Sebaliknya, kurva penawaran yang horizontal memiliki
elastisitas penawaran yang tingginya tak terhingga, dimana penurunan harga
sedikit saja dapat menurunkan jumlah yang akan ditawarkan oleh produsen dari
jumlah yang tak terhingga besarnya menjadi nol.
Respons penawaran dapat diturunkan dari persamaan (2.3.1) dengan
mendiferensiasikannya terhadap harga, menjadi
∂Q
∂P = Y
∂A
∂P + A
∂Y
∂P..................................................................................(2.3.2)
dengan mengasumsikan tingkat pengembalian yang konstan (constant return to
scale) kemudian membagi kedua ruas dengan Q/P, maka didapatkan
dQ/dP
Q/P =
Q
A.∂A
∂P
Q/P +
Q
Y.∂Y
∂P
Q/P.................................................................................(2.3.3)
eQP =
∂A
∂P
A/P +
∂Y
∂P
Y/P....................................................................................(2.3.4)
maka,
eQP = eAP + eYP .....................................................................................(2.3.5)
dimana:
eQP = elastisitas (respons) penawaran karet alam terhadap harga
eAP = elastisitas (respons) areal tanaman terhadap harga
13
eYP = elastisitas (respons) produktivitas terhadap harga
2.4 Teori Model Cobb-Douglas
Barang yang telah jadi dan diperoleh kemudian digunakan merupakan
hasil produksi. Dalam sistem industri modern, produksi didefinisikan sebagai
suatu proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output. Hubungan
antara input dan output dapat dicirikan melalui suatu fungsi produksi (Gaspers,
1996).
Fungsi produksi merupakan fungsi yang dapat menunjukkan hubungan
teknis antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input)
yang dikenal dengan istilah Factor Relationship (FR). Secara matematis, fungsi
produksi dapat dijabarkan sebagai berikut (Hanafie, 2010).
Y = f(X1, X2, X3 ........ Xn)......................................................................(2.4.1)
Dimana Y adalah output dan X1, X2, X3 ........ Xn adalah faktor-faktor produksi.
Sementara simbol f menunjukkan hubungan dari perubahan input menjadi output.
Sumber: Hanafie, 2010
Gambar 3. Hubungan Fungsional Produksi Fisik dan Faktor Produksi
14
Berdasarkan grafik, kurva melengkung dari kiri bawah ke kanan atas sampai titik
tertentu dan berubah arah sampai titik maksimum kemudian turun kembali
menunjukkan fungsi produksi.
Fungsi produksi yang paling banyak dipakai oleh para ekonom adalah
fungsi produksi Cobb-Douglas dengan bentuk linear-logaritmik. Fungsi produksi
Cobb-Douglas adalah suatu persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih,
variabel tersebut yakni variabel independen dan variabel dependen. Secara
matematis, bentuk persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas (Situmorang, 2007)
adalah sebagai berikut.
Y = a X1b1 X2
b2 ..........Xibi...........Xn
bn eu..............................................(2.4.2)
Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan antara Y dan X,
maka persamaannya:
Y = f(X1, X2, .......... Xi........Xn)...........................................................(2.4.3)
dimana:
Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable)
X = variabel yang menjelaskan (independent variabel)
a, b = besaran yang akan diduga
u = galat (disturbance term)
e = logaritma natural, e = 2, 718
Dalam memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas, maka
persamaan tersebut diubah menjadi linier berganda dengan cara menjadikannya
bentuk logaritma berikut.
Y = f(X1, X2), dan
15
Y = a X1b1 X2
b2 eu................................................................................(2.4.4)
dimana:
Y = output
X1, X2 = jenis input
a = indeks efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output
b1, b2 = elastisitas produksi dari input yang digunakan
logaritma dari persamaan (2.4.4) adalah:
Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u
Y* = a* + b1X1 + b2X2 + u..................................................................(2.4.5)
Persamaan hasil logaritma di atas dapat diselesaikan dengan cara regresi
berganda dalam memudahkan perhitungan dengan mentransformasikan logaritma
natural (ln), sehingga persamaan menjadi
Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + u.............................................(2.4.6)
Berdasarkan pada persamaan tersebut, terlihat bahwa b1 dan b2 adalah tetap
meskipun variabel yang terlibat telah berbentuk logaritma karena b1 dan b2 pada
fungsi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Penyelesaian fungsi
Cobb-Douglas yang selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsi liniernya,
maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi
produksi Cobb-Douglas, antara lain:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
b. Dalam fungsi produksi perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada
tiap pengamatan (non neutral difference in the respectives technologies).
16
c. Variabel input berada pada perfect competition.
d. Faktor-faktor lain yang tidak tercakup pada model seperti iklim sudah
diperhitungkan dalam u.
2.5 Teori Respons Penawaran
Respons penawaran menunjukkan pengaruh harga dari barang produksi
yang ditawarkan dengan menganggap faktor-faktor lainnya seperti teknologi dan
faktor input dianggap konstan atau tetap. Jika kurva supply menggambarkan
hubungan antara harga dan kuantitas dengan asumsi ceteris paribus atau
menganggap semua faktor lain konstan, maka respons penawaran
menggambarkan respons output terhadap perubahan harga dengan tidak menahan
faktor lain konstan.
Menurut Ghatak dan Ingersent (dalam Oktavianto, 2009) bahwa dalam
ilmu ekonomi, respons penawaran berarti variasi dari output pertanian dan luas
areal panen dan kaitannya dengan perubahan harga. Secara sistematis, fungsi
respons penawaran dituliskan sebagai berikut.
Qt = f (Pt-1, At, Wt, Ut)...........................................................................(2.5.1)
Dimana Q menunjukkan jumlah dari hasil produk pertanian, P sebagai tingkat
harga suatu produk, A merupakan luas areal panen, W menunjukkan keadaan
cuaca, T adalah periode waktu dan U adalah istilah error pada suatu statistik.
Dalam mengestimasi respons penawaran komoditi pertanian, model
ekonometrik yang sering digunakan dalam ilmu ekonomi ialah model Nerlove.
Model nerlove bersifat dinamis dengan asumsi bahwa output sebagai fungsi harga
yang telah ditentukan, penyesuaian areal, dan beberapa variabel eksogen lainnya.
17
Menurut Gujarati (dalam Lukiawan, 2009), sebuah model dikatakan dinamis jika
nilai berikutnya dari variabel dependen dipengaruhi oleh nilai pada periode
sebelumnya. Bentuk yang tereduksi (reducted form) dari model Nerlove akan
berbentuk model autoregressive karena model tersebut memasukkan nilai lag
dari variabel dependen diantara variabel-variabel penjelasnya. Model Nerlove
membuat hipotesis terhadap reaksi petani atas dasar harga yang diinginkan dan
penyesuaian parsial areal (produksi).
Menurut Braulke (1982), dalam versi paling sederhana dari model Nerlove
terdiri dari tiga persamaan sebagai berikut.
At* = α0 + α1Pt* + ut............................................................................(2.5.2)
Pt*= P*t-1 + β (Pt-1 − P*t-1)....................................................................(2.5.3)
At = At-1 + (A*t − At-1).....................................................................(2.5.4)
Dimana At dan A*t adalah area aktual yang diinginkan di bawah penanaman (atau
kadang-kadang keluaran atau hasil) pada waktu t. Pt, dan P*t adalah harga aktual
dan yang diharapkan pada waktu t. β, dan adalah koefisien penyesuaian dan
yang diharapkan masing-masing. Eliminasi variabel A* dan P* mengarah
langsung sehingga reduced form-nya menjadi :
At = b0 + b1Pt-1 + b2At-1 + b3At-2 + vt ....................................................(2.5.5)
dengan
b0 = α0 β, b1 = α1 β, b2 = (1 − β) + (1 − ), b3 = −(1 − β) (1 − )
dan
vt = (ut − (1 − β)ut-1)
18
darimana parameter kunci α1 dapat diambil dengan menggunakan identitas α1 =
b1/(1−b2−b3). Penetapan harga jangka panjang kemudian biasanya dihitung
seperti berikut.
= α1 P
Ā =
b1
1−b2−b3
P
Ā ............................................................................(2.5.6)
Bukan rasionalisasi ekonomi dari model (2.5.2) hingga model (2.5.4)
ataupun masalah estimasi yang berhubungan dengan munculnya variabel-variabel
dependen dan kemungkinan korelasi berantai mengenai gangguan jangka waktu
(2.5.5) yang bukan masalah disini. Pada kenyataannya, pada apa yang mengikuti
korelasi serial seperti itu di antara gangguan akan diasumsikan jauh dalam
mengisolasi lebih efek dugaan masalah kolinearitas. Kolinearitas ini muncul
karena tampilan simultan dari variabel Pt-1 dan At-1 pada model (2.5.5). Dalam
banyak aplikasi praktis dua variabel ini akan berhubungan dengan fungsi
permintaan melambat satu periode,
Pt-1 = δ0 + δ1At-1 + wt-1 ........................................................................(2.5.7)
Dimana wt-1 merupakan beberapa istilah acak, δ1 adalah negatif dan δ0 mewakili
determinan permintaan lain seperti jumlah penduduk atau pendapatan.
Sebenarnya, jika pasar yang sedang dipertimbangkan tidak dikuasai oleh
pemerintah atau didominasi oleh pasar daerah sekitar atau pasar dunia, orang akan
berharap output sebenarnya pada t-1 untuk mengikuti secara dekat areal aktual At-1
dan demikian sebuah korelasi negatif ada diantara At-1 dan Pt-1.
19
2.6 Respons Beda Waktu (Lagged) pada Komoditi Pertanian
Respons produksi komoditas pertanian terhadap perubahan harga dan
faktor penentu lainnya memerlukan tenggang waktu atau time lagged (Adnyana,
2013). Sehingga proses produksi komoditi merupakan fungsi dari waktu
disamping faktor-faktor peubah lainnya. Kenaikan harga dari suatu komoditas
pertanian pada saat faktor lain tidak berubah akan mendorong produsen untuk
meningkatkan jumlah komoditas yang akan ditawarkan. Sebaliknya, jika harga
komoditas pertanian turun maka akan mendorong produsen untuk mengurangi
jumlah komoditas yang akan ditawarkan. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan
bahwa produsen bertindak rasional dengan berusaha memaksimalkan keuntungan.
Produsen akan menggunakan input sampai batas dimana biaya per satu input sama
dengan nilai tambahan per satuan output.
Nuryanti (2016) menyatakan, penawaran tidak hanya ditentukan oleh
variabel ekonomi pada waktu yang bersamaan, tetapi juga ditentukan oleh
variabel pada waktu sebelumnya. Dalam sektor pertanian terdapat tenggang waktu
antara pengambilan keputusan produksi dengan realisasi produksi. Keputusan
produksi dibuat satu periode sebelum realisasi penjualan produk. Apabila
keputusan produksi diambil pada waktu t berdasarkan pada harga yang terjadi
pada waktu t, yaitu Pt, produk tidak terealisasi pada waktu t, sehingga Pt
berpengaruh terhadap produksi tahun t atau Qt melainkan Qt+1. Tenggang waktu
tanggapan tersebut dapat ditulis dalam persamaan berikut ini
Qst+1 = f(Pt) atau Qst+1 = f(Pt-1)............................................................(2.6.1)
20
Selain itu, penawaran tahun ini juga dipengaruhi oleh penawaran dan harga input
tahun sebelumnya, sehingga fungsi penawaran menjadi
Qst+1 = f(Qst, Pt, Pft) atau Qst = f(Qst-1, Pt-1, Pft-1).................................(2.6.2)
Respons penawaran terjadi karena seluruh kegiatan produksi ditentukan
oleh faktor-faktor penentu pada waktu sebelumnya. Ketika tanaman karet ditanam
pada waktu t akan menghasilkan pada waktu t+5 atau t+6. Jika lahan karet
dijadikan peubah bebas dan hasil sebagai peubah tidak bebas, maka pengaruh
peubah bebas tidak akan terlihat pada waktu yang sama tetapi justru akan
disebarkan pada waktu yang akan datang.
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu menjadi bahan pertimbangan pada penelitian yang
dilakukan dengan melihat perbedaan dan persamaan penelitian yang relevan.
Berikut beberapa hasil penelitian mengenai respons penawaran komoditi
pertanian.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu yang Relevan
No Nama Judul Hasil Penelitian
1 Mohammad
Natsir
(2015)
Analisis Supply
Response Jagung
di Daerah Sentra
Produksi Utama
Indonesia
1. Perkembangan jagung Indonesia
dengan periodisasi musim tanam
jagung terjadi perbedaan setiap
dekade pada tren luas panen,
produksi dan produktivitas
2. Peningkatan luas panen
dipengaruhi oleh peningkatan
harga jagung impor dan harga
pakan, kemudian penurunan harga
beras dan ubi kayu. Peningkatan
produktivitas dipengaruhi oleh
peningkatan harga jagung, harga
benih jagung dan harga pupuk
TSP, kemudian penurunan harga
21
pupuk urea dan harga jagung dari
harga maksimum sebelumnya.
3. Penawaran jagung periode
sebelumnya selalu direspons positif
oleh petani jagung Indonesia.
4. Elastisitas penawaran jagung
Indonesia secara umum inelastis
terhadap perubahan harga jagung,
tetapi dalam jangka panjang lebih
elastis karena adanya penyesuaian
kebiasaan petani.
2 Lukman
Kresno
Oktavianto
(2009)
Analisis Respon
Penawaran Kelapa
Sawit di Indonesia
1. Faktor-faktor yang berpengaruh
nyata terhadap respon luas areal
tanaman kelapa sawit adalah luas
areal lag 1 tahun sebelumnya,
harga CPO, dan harga karet alam.
Faktor-faktor yang berpengaruh
nyata terhadap respon produktivitas
kelapa sawit adalah produktivitas
lag 1 tahun sebelumnya, harga
CPO, harga pupuk urea, dummy
kebijakan inti plasma, dan harga
pestisida
2. Respon luas areal kelapa sawit di
Indonesia terhadap harga CPO
bertanda positif baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Respon produktivitas kelapa sawit
terhadap harga CPO bertanda
positif baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
3. Respon penawaran kelapa sawit di
Indonesia bertanda positif baik
dalam jangka pendek maupun
jangka panjang dan bersifat
inelastis
3 Reza
Lukiawan
(2009)
Analisis Respon
Penawaran Kopi di
Indonesia
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan luas areal kopi adalah
harga kopi tahun sebelumnya,
harga kelapa sawit tahun
sebelumnya dan luas areal tahun
sebelumnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi respon
produktivitas adalah harga kopi
dan upah buruh perkebunan.
2. Respon penawaran kopi terhadap
22
harga kopi dalam jangka pendek
sebesar 0,1715, sedangkan, respon
penawaran kopi terhadap harga
kopi dalam jangka panjang sebesar
0,3679.
4 Dedi
Wahyu
Wicaksono
(2011)
Analisis
Penawaran
Cengkeh di
Karanganyar
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran cengkeh dengan
pendekatan luas areal tanam adalah
luas areal tanam cengkeh tahun
sebelumnya, harga cengkeh tahun
sebelumnya, kebijakan pemerintah
mengenai pembentukan BPPC, dan
adanya serangan penyakit BPKC di
Kabupaten Karanganyar.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran cengkeh dengan
pendekatan produktivitas adalah
produktivitas tahun sebelumnya,
harga pupuk NPK, rata-rata curah
hujan, kebijakan pemerintah
mengenai pembentukan BPPC, dan
serangan penyakit BPKC terhadap
produktivitas cengkeh di
Kabupaten Karanganyar.
3. Elastisitas penawaran cengkeh di
Kabupaten Karanganyar bersifat
elastis baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Diantara
elastis jangka pendek dan jangka
panjang lebih elastis jangka
panjang.
5 Nurul
Fadlillah
(2012)
Analisis
Penawaran Karet
di Provinsi Jawa
Tengah
1. Faktor-faktor yang secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap
karet di Provinsi Jawa Tengah
adalah harga karet pada tahun
sebelumnya, rata-rata curah hujan
pada tahun berjalan, luas areal
karet pada tahun berjalan, variabel
dummy ITRO dan produksi karet
tahun sebelumnya
2. Faktor-faktor yang secara individu
berpengaruh nyata terhadap
penawaran di provinsi Jawa
Tengah adalah harga ekspor karet
pada tahun sebelumnya, rata-rata
curah hujan pada tahun berjalan,
23
variabel dummy ITRO, dan
produksi karet tahun sebelumnya.
3. Elastisitas penawaran terhadap
variabel harga karet tahun
sebelumnya, dan rata-rata curah
hujan tahun berjalan baik pada
jangka pendek maupun jangka
panjang bersifat inelastis.
Sedangkan elastisitas penawaran
karet tahun sebelumnya pada
jangka pendek bersifat inelastik
dan pada jangka panjang bersifat
inelastis.
2.8 Kerangka Pemikiran
Tanaman karet alam merupakan tanaman tahunan yang dibudidayakan
untuk diolah menjadi bahan atau peralatan rumah tangga maupun industri-industri
kecil dan besar pada beberapa perusahaan nasional maupun internasional. Sebab
karet alam dikenal dengan teksturnya yang elastis sehingga memiliki banyak
kegunaan dalam kehidupan. Produksi karet alam dibentuk oleh faktor-faktor
produksi seperti tenaga kerja, luas areal, pupuk, pestisida, dan jumlah bibit yang
akan ditanam dengan mempertimbangkan banyak hal sebelum dijual atau
ditawarkan kepada konsumen.
Upaya dalam mengetahui respons penawaran pengusaha karet alam dapat
diketahui melalui adanya perubahan produksi dengan pendekatan luas areal dan
produktivitas. Dimana produksi adalah perkalian antara luas areal dan
produktivitas. Agar mengetahui tingkat perubahan produksi karet alam, maka
perlu ditelusuri peubah-peubah bebas yang mempengaruhi luas areal dan
produktivitasnya.
24
Komoditas pertanian memiliki respons beda kala (lagged), dalam hal ini
termasuk perkebunan karet alam. Sehingga, masing-masing luas areal dan
produktivitas akan dimasukkan peubah lag dari peubah-peubah bebas dengan
menggunakan model Nerlove. Penggunaan model Nerlove akan diketahui
bagaimana respons areal dan respons produktivitas karet alam baik dalam jangka
panjang maupun pada jangka pendek. Kemudian, hasil kalkulasi dapat diketahui
respons (elastisitas) penawaran karet alam di Sulawesi Selatan. Sehingga dapat
dibentuk kerangka pemikiran sebagai berikut.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Analisis Respons Penawaran Komoditas Karet
Alam di Sulawesi Selatan
Komoditas
Karet Alam
Luas Areal
Karet Alam
Produktivitas
Karet Alam
Respons Luas Areal
Karet Alam
Respons Produktivitas
Karet Alam
Respons Penawaran
Karet Alam
Harga
Karet Alam
25
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pemilihan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) karena Sulawesi
Selatan merupakan salah satu daerah penghasil karet di Indonesia. Adapun waktu
penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2020.
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Mengacu pada penelitian yang berdasarkan pada sumber data sekunder,
maka penelitian dilakukan dengan mengambil seluruh data yang berhubungan
dengan respons penawaran karet berupa data tahunan (t). Penentuan sampel data
karet alam diambil dari periode tahun 1997-2017 (21 tahun).
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan deret waktu (time
series) selama 21 tahun (1997-2017). Data sekunder yang diambil merupakan data
mengenai karet alam yang diperoleh peneliti dari Badan Pusat Statistik, Direktorat
Jenderal Tanaman Perkebunan, Kementerian Pertanian, serta website resmi yang
berkaitan dengan penelitian ini yaitu jurnal, skripsi, dan e-book.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni
dengan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi berupa pengumpulan data-data
26
yang dianggap relevan dengan penelitian respons penawaran karet alam yaitu
harga karet alam, , harga pupuk urea, jumlah produksi karet alam, produktivitas
karet alam, luas areal karet alam, dan kondisi iklim.
3.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model distribusi beda kala (time lagged)
dengan metode penyelesaian model Nerlove berupa persamaan tunggal regresi
berganda serta menggunakan fungsi Logaritma Natural (ln) untuk menganalisis
respons penawaran karet alam di Sulawesi Selatan. Adapun metode analisis
permasalahan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif-kuantitatif dengan model ekonometrika. Dalam mempermudah analisis
data, maka dibuat spesifikasi model analisis sebagai berikut.
a. Model Respons Luas areal (A)
Produksi karet alam dipengaruhi oleh luas areal dan produktivitas,
sementara untuk mengetahui respons penawaran karet alam digunakan respons
luas areal melalui variabel-variabel yang mempengaruhinya. Variabel yang akan
dimasukkan adalah luas areal tahun sebelumnya, harga karet alam tahun
sebelumnya, dan iklim curah hujan pada tahun sekarang dengan model time
lagged berikut ini.
𝐴𝑡 = 𝑎0 + 𝑎1𝐴𝑡−1+ 𝑎2𝐻𝐾𝐴𝑡−1 + 𝑎3𝐶𝐻𝑡 + 𝑒𝐴𝑡..............................................3.5.1)
Kemudian ditransformasikan ke dalam model ln:
𝑙𝑛𝐴𝑡 = 𝑎0 + 𝑎1𝑙𝑛𝐴𝑡−1+ 𝑎2𝑙𝑛𝐻𝐾𝐴𝑡−1 + 𝑎3𝑙𝑛𝐶𝐻𝑡 + 𝑒𝐴𝑡..............................(3.5.2)
dimana:
27
A = luas areal (ha/thn)
𝐴𝑡−1 = luas areal tahun sebelumnya(ha)
𝐻𝐾𝐴𝑡−1= harga karet alam (Rp/kg)
𝐶𝐻𝑡 = iklim curah hujan tahun sekarang (mm)
𝑎0 = konstanta persamaan regresi
𝑎1-𝑎3 = parameter dugaan
𝑡−1 = tahun sebelumnya
t = rangkaian tahun
e = logaritma natural
b. Model Respons Produktivitas (Y)
Variabel yang dimasukkan dalam respons produktivitas yakni
produktivitas tahun sebelumnya, harga karet alam tahun sebelumnya, dan harga
pupuk urea tahun sebelumnya dengan model time lagged berikut ini..
𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + 𝑏2𝐻𝐾𝐴𝑡−1 + 𝑏3𝐻𝑃 𝑡−1 + 𝑒𝑌𝑡 .........................................(3.5.3)
Kemudian ditransformasikan ke dalam model ln:
𝑙𝑛𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑙𝑛𝑌𝑡−1 + 𝑏2𝑙𝑛𝐻𝐾𝐴𝑡−1 + 𝑏3𝑙𝑛𝐻𝑃 𝑡−1 + 𝑒𝑌𝑡 ...........................(3.5.4)
dimana:
Y = produktivitas karet alam (kg/ha)
𝑌𝑡−1 = produktivitas tahun sebelumnya (ton/ha)
𝐻𝐾𝐴𝑡−1 = harga riil karet alam (Rp/kg)
𝐻𝑃𝑡−1 = harga riil pupuk urea (Rp/kg)
28
c. Model Respons Penawaran
Respons penawaran dapat diketahui berdasarkan hasil respons luas areal
dan produktivitas karet alam. Respons tersebut dapat dilihat pada persamaan
sebelumnya (2.3.5) yaitu:
eQP = eAP + eYP
Pendugaan respons penawaran karet alam (eQP) terhadap harga sendiri dapat
diketahui melalui respons penawaran luas areal (eAP) dan produktivitas (eYP)
terhadap harga sendiri. Elastisitas penawaran jangka pendek dan jangka panjang
luas areal dan produktivitas dapat dihitung sebagai berikut.
1) Elastisitas respons luas areal
𝐸𝑝𝑑= 𝛿𝐴
𝑋𝑖 *
𝑋𝑖
𝐴 =
𝛿 𝑙𝑛 𝐴
𝛿 𝑙𝑛 𝑋𝑖
𝐸𝑝𝑗= 𝐸𝑝𝑑
𝑑 =
𝐸𝑝𝑑
(1−𝑏𝑡−1) .......................................................................(3.5.6)
2) Elastisitas respons produktivitas
𝐸𝑝𝑑 = 𝛿𝑌
𝑋𝑖 *
𝑋𝑖
𝑌 =
𝛿𝑌
𝛿 𝑙𝑛 𝑋𝑖
𝐸𝑝𝑗 = 𝐸𝑝𝑑
𝑑 =
𝐸𝑝𝑑
(1−𝑏𝑡−1) ......................................................................(3.5.7)
𝐸𝑝𝑑 = elastisitas jangka pendek
𝐸𝑝𝑗 = elastisitas jangka panjang
A = luas areal
Y = produktivitas
Xi = peubah bebas ke-i
𝑏𝑡−1 = koefisien peubah lag endogen
δ = koefisien penyesuaian (0 < δ > 1)
29
dengan kriteria:
a) Es > 1 (elastis), berarti setiap perubahan variabel X dalam 1 satuan
yang mempengaruhi penawaran karet alam, maka perubahan penawaran
karet alam lebih besar dari 1 satuan.
b) Es < 1 (inelastis), berarti setiap perubahan variabel X dalam 1 satuan
yang mempengaruhi penawaran karet alam, maka perubahan penawaran
karet alam kurang dari 1 satuan
c) Es = 1 (unitary elastis), berarti setiap perubahan variabel X dalam 1
satuan yang mempengaruhi penawaran karet alam, maka penawaran
akan sama dengan 1 satuan.
d) Pengujian Model
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) hasil yang menunjukkan pengaruh dari variabel
bebas (independent variabel) terhadap variabel tak bebas (dependent
variabel). Semakin besar nilai determinasi (R2) yakni jika nilai R2 semakin
mendekati nilai 1, maka suatu regresi semakin layak untuk dijadikan acuan
untuk memprediksi hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas.
Dalam menghitung koefisien determinasi dapat dihitung dengan rumus
berikut.
R2 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
30
2. Uji Simultan (Uji-f)
Uji f digunakan untuk untuk menguji secara bersama-sama bagaimana
tingkat pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel tak bebas, dengan
menggunakan hipotesis berikut.
H0 : b1 = b2 = b3... = bi=0
(tidak ada pengaruh nyata variabel-variabel)
H1 : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ ...≠bi ≠ 0
(minimal ada salah satu bi ≠ 0)
Dengan kriteria uji:
a) Probability F-statistic < taraf nyata (α) maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang berarti variabel bebas secara bersama berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas.
b) Probability F-statistic > taraf nyata (α) maka H0 diterima dan H1 ditolak
yang berarti variabel bebas secara bersama tidak mempunyai pengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh nyata variabel bebas tertentu
(parsial) terhadap variabel tak bebas. Pengujian ini (uji t) dengan
menggunakan hipotesis berikut.
Uji satu arah:
H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0
H1 : bi > 0 atau bi < 0
31
Jika t hitung > tα , tolak H0 dan H1 diterima yang berarti variabel
berpengaruh pada taraf α.
Uji dua arah:
H0 : b1= b2 = ... = bi = 0
H1 : minimal ada salah satu variabel ≠ 0
Jika t hitung > tα/2, tolak H0 dan H1 diterima yang berarti variabel
berpengaruh terhadap taraf α.
32
3.6 Defenisi Operasional
1. Karet alam adalah komoditas perkebunan yang menjadi objek penelitian
untuk melihat respons penawarannya.
2. Respons penawaran karet alam adalah pengaruh harga dan pengaruh
variabel lainnya. Respons penawaran dapat diketahui dari hasil respons
luas areal dan produktivitas karet alam.
3. Respons luas areal karet alam adalah pengaruh harga dari variabel bebas
dan variabel tak bebas. Variabel bebas yang dimasukkan adalah luas areal
tahun sebelumnya, harga karet alam tahun sebelumnya, dan iklim curah
hujan pada tahun sekarang.
4. Respons produktivitas karet alam adalah pengaruh harga dari variabel
bebas dan variabel tak bebas. Variabel bebas yang dimasukkan dalam
respons produktivitas yakni produktivitas karet alam sebelumnya, harga
karet alam tahun sebelumnya, dan harga pupuk urea tahun sebelumnya.
5. Elastisitas penawaran adalah tingkat kepekaan atau respons terhadap
perubahan harga harga karet alam.
33
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Secara astronomis, Sulawesi Selatan terletak antara 0o 12’ Lintang Selatan
dan antara 116o 48’ – 122o 36’ Bujur Timur dan dilalui oleh garis khatulistiwa
yang terletak pada garis lintang 00. Berdasarkan posisi geografisnya, provinsi
Sulawesi Selatan memiliki batas-batas:
1. Bagian Utara : Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah
2. Bagian Selatan : Laut Flores
3. Bagian Barat : Selat Makassar
4. Bagian Timur : Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara
Berdasarkan pada letak geografis, Sulawesi Selatan mempunyai dua kabupaten
kepulauan, yaitu Kepulauan Selayar dan Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep).
Sulawesi Selatan terdiri dari 24 kabupaten/kota yang terdiri dari 21
kabupaten dan 3 kota, yaitu: Kepulauan Selayar, Bulukumba, Jeneponto, Takalar,
Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang,
Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Toraja Utara, Kota
Makassar, Kota Pare-Pare dan Kota Palopo.
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 46.717,48 km persegi
yang meliputi 21 kabupaten dan 3 kota. Kabupaten Luwu Utara kabupaten terluas
dengan luas 7.502,58 km persegi atau luas kabupaten tersebut merupakan 16,06
persen dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Sementara itu, Kota Pare-Pare
34
merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil dengan luas 99,33 km persegi
atau 0,21 persen dari wilayah Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data pada tahun 2019 rata-rata suhu udara 27,10o C di Kota
Makassar dan sekitarnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Suhu udara
maksimum di Kota Makassar 32,20oC. Kelembaban udara di Kota Makassar rata-
rata 80 persen dan minimum 71 persen.
4.2 Kondisi Demografis
1. Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan
laju pertumbuhan yang beragam pula. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah
satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Jumlah penduduk
Sulawesi Selatan mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk berjumlah 8.060,4 ribu jiwa, lalu tahun 2019 meningkat dengan laju
pertumbuhan 1,05% menjadi 8.851,2 ribu jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk
provinsi Sulawesi Selatan tertinggi berada di Kota Makassar dengan jumlah
1.526,7 ribu jiwa dan jumlah penduduk terendah berada di Kepulauan Selayar
dengan jumlah penduduk 135,6 ribu jiwa.
Tabel 3. Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2010 dan 2019
Tahun Jumlah
penduduk
Laju Pertumbuhan per
Tahun (%)
Kepadatan Penduduk
per km2
2010 8.060,4 1,19 176
2019 8.851,2 1,05 193
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020
35
2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan kelompok umur, penduduk terbanyak di Provinsi Sulawesi
Selatan berada di kelompok umur 5-9 tahun. Tahun 2019, rasio jenis kelamin
yang dimiliki provinsi Sulawesi Selatan berjumlah 95,6 % dengan jumlah laki-
laki 4.326.409 jiwa dan perempuan 4.524.831 jiwa.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2019
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 420.691 404.024 824.715
5-9 423.310 407.118 830.428
10-14 409.791 392.082 801.873
15-19 405.550 388.070 793.620
20-24 398.854 389.880 788.734
25-29 345.642 356.975 702.617
30-34 306.753 330.160 636.913
35-39 289.129 322.228 611.357
40-44 282.734 309.984 592.718
45-49 266.342 289.913 556.255
50-54 226.790 252.188 478.978
55-59 178.011 205.061 383.072
60-64 137.048 159.195 296.243
65-69 99.534 119.401 218.935
70-74 67.287 90.829 158.116
75+ 68.943 107.723 176.666
Sulawesi Selatan 4.326.409 4.524.409 8.851.240
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020
3. Mata Pencaharian
Berdasarkan pada pengelompokan kategori utama jenis pekerjaan, pada
Februari 2020 penduduk Sulawesi Selatan paling banyak bekerja pada sektor
pertanian sekitar 1,43 juta orang atau sebesar 36,35 persen dari total penduduk
36
yang bekerja. Sementara jasa pendidikan paling sedikit menyerap tenaga kerja.
Sektor industri pengolahan dan administrasi pemerintah mengalami peningkatan
jumlah pekerja.
Tabel 5. Penduduk Usia Produktif yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama, Februari 2018-Februari 2020 (orang)
No. Kegiatan
Utama
Februari
2018
Februari
2019
Februari
2020
Perubahan
feb 2018-
feb 2019
Perubahan
feb 2019-
feb 2020
1. Pertanian 1.617.680 1.513.552 1.428.532 -104.128 -85.020
2. Perdagangan 652.232 739.575 730.328 87.343 -9.247
3. Industri
Pengolahan
304.224 317.478 322.208 13.254 4.730
4. Adm.
Pemerintah
262.878 257.238 266.130 -5.640 8.892
5. Jasa
Pendidikan
253.103 233.565 231.355 -19.538 -2.210
6. Konstruksi 236.673 241.897 244.571 5.224 2.674
7. Lainnya 622.506 631.252 685.057 8.746 53.805
Jumlah 3.949.296 3.934.557 3.908.181 -14.739 -26.376
BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk menjadi
salah satu indikator dari tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). Tahun 2019
persentase tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Sulawesi
Selatan terbanyak berada pada kategori SD-SMP, yaitu sebesar 44,00 persen dan
terkecil pada kategori tidak punya ijazah sebesar 15,17 persen. Semakin
bertambahnya persentase penduduk yang menamatkan jenjang pendidikan SMA
ke atas jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemajuan
Sulawesi Selatan dalam hal pendidikan
37
Berdasarkan dari sudut pandang gender bahwa tidak ada lagi tendensi
diskriminatif terhadap kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan.
Ketimpangan pemerataan tingkat pendidikan yang ditamatkan perempuan hanya
unggul pada tingkat pendidikan SLTP ke bawah. Pada tingkat SLTA ke atas
tingkat pendidikan kaum perempuan sangat minim.
Tabel 6. Persentase Penduduk Usia Produktif Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Sulawesi Selatan 2019
Kategori Jenis Kelamin Persentase Penduduk
Umur 15 Tahun ke Atas Laki-laki Perempuan
Belum Punya Ijazah 15,10 % 15,64 % 15,17 %
SD-SMP 39,61 % 41,18 % 40,43 %
SMA ke atas 45,29 % 43,58 % 44,00 %
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2019
4.3 Kondisi Pertanian
Luas panen tanaman padi di Sulawesi Selatan tahun 2019 seluas
1.010.188,75 ha dengan produksi 5.054.166,96 ton. Daerah produksi tanaman
pangan padi terbanyak berada di Kabupaten Bone Selain tanaman pangan,
Sulawesi Selatan juga penghasil tanaman hortikultura dan tanaman hias. Tanaman
hias terbanyak berada di daerah Kabupaten Gowa. Sementatara dari hasil
perkebunan pada tahun 2019 di Sulawesi Selatan ialah kelapa sawit 80.804 ton,
kelapa 56.889 ton, karet 297 ton, kopi 32.197 ton, kakao 118.775 ton, tebu 2.125
ton, dan tembakau 1.335 ton.
38
Tabel 7. Luas Areal Panen dan Produksi Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi
Selatan, 2018-2019
Subsektor
Pertanian
Luas Panen (ha, m2) Produksi (ton, kg)
2018 2019 2018 2019
Tanaman
Pangan
(padi)
1.185.484,10
ha
1.010.188,75
ha
5.952.616,45
ton
5.054.166,96
ton
Tanaman
Sayuran
76.669 ha 54.559 ha 4.531.248 ton 4.868946 ton
Tanaman
Biofarmaka
7.535.022 m2 6.626.535 m2 24.460.750 kg 26.798.611 kg
Tanaman
Perkebunan
440.061 ha 428.232` ha 327.448 ton 292.422 ton
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2019
Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki tanaman perkebunan yang
beragam dan menjadi tanaman unggulan seperti kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao,
karet, tebu, dan sebagainya. Terlihat bahwa tanaman perkebunan lebih unggul
dibandingkan tanaman lainnya. Berikut disajikan luas areal (ha) dan produksi
(ton) tanaman perkebunan Sulawesi Selatan.
Tabel 8. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2018-2019
No
Jenis tanaman
Tahun 2018 Tahun 2019
Luas Areal
(ha)
Produksi
(ton)
Luas Areal
(ha)
Produksi
(ton)
1 Kelapa Sawit 30 729,00 90 490,00 30 729,00 80 804,00
2 Kelapa 102 303,00 74 210,00 100 933,00 56 889,00
3 Karet 4 671,00 2 136,00 4 413,00 297,00
4 Kopi 71 580,00 31 857,00 69 657,00 32 197,00
5 Kakao 225 114,00 124 332,00 217 020,00 118 775,00
6 Tebu 2 763,00 3 134,00 2 582,00 2 125,00
7 Tembakau 2 901,00 1 289,00 2 898,00 1 335,00
Sumber: Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020
39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis respons penawaran karet di Sulawesi Selatan dilakukan melalui
hasil dari analisis respons luas areal, dan respons produktivitas tanaman karet
alam. Apabila harga karet alam tinggi maka sikap petani adalah melakukan upaya
peningkatan produksi dengan cara meningkatkan intensifikasi luas areal agar
produktivitas karet alam meningkat. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan harga
maka berpengaruh terhadap sikap petani dalam melakukan perubahan aktivitas
produksinya. Selain itu, faktor iklim merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan karet alam sehingga berdampak pada hasil
produksi.
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian dimulai dengan hasil
analisis dari respons luas areal, respons produktivitas, dan respons penawaran.
Dalam mengetahui respons penawaran karet alam dalam jangka pendek dan
jangka panjang dapat terlihat dari elastisitas respons luas areal dan produktivitas,
karet alam Provinsi Sulawesi Selatan.
5.1 Respons Luas Areal Karet Alam Sulawesi Selatan
Variabel-variabel yang dimasukkan pada respons luas areal tanaman karet
alam adalah luas areal tahun sebelumnya (𝐴𝑡−1), harga karet alam tahun
sebelumnya (𝐻𝐾𝐴𝑡−1), dan iklim curah hujan tahun sekarang. Pada uji statistik,
data hasil estimasi dianalisis menggunakan uji-f (uji simultan), uji-t (uji parsial),
dan uji goodness of fit (R-Square). Hasil pendugaan parameter persamaan luas
areal karet alam dapat dilihat pada tabel berikut ini.
40
Tabel 9. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Tanaman Karet Alam di Sulawesi
Selatan
Variabel Koefisien Standard
Error t Stat Prob.
Intercept 6,5767 3,1543 2,0850 0,0535
Ln𝐴𝑡−1 0,5747 0,2092 2,7471 0,0143*
Ln𝐻𝐾𝐴𝑡−1 0,1366 0,1780 0,7674 0,4540
Ln𝐶𝐻𝑡 (0,4616) 0,3880 (1,1897) 0,2515
Fhitung = 3,7360
Prob. Fhitung = 0,0329
R2 = 0,4119
Keterangan: *: signifikan nyata pada taraf α = 5 %
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan hasil estimasi respons luas areal karet alam pada tabel 9,
dapat dilihat bahwa model tersebut mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar
0,4119. Hal ini menunjukkan variabel luas areal karet alam (dependent variabel)
dapat dijelaskan oleh variabel independen (independent variabel) sebesar 41,19
persen atau ada 58,81 persen keragaman dalam respons luas areal yang tidak
mampu dijelaskan oleh seluruh variabel independen yang ada.
Hasil uji-f diperoleh bahwa variabel-variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependen yang ditunjukkan oleh nilai probabilitasnya
sebesar 0,0329 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 5
persen (α = 5%). Nilai ini menandakan bahwa persamaan tersebut telah
mendukung keabsahan model.
Hasil uji-t dapat ditunjukkan bahwa variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen pada taraf nyata 5 persen (α =
5%) adalah variabel luas areal pada tahun sebelumnya (𝐴𝑡−1). Sedangkan pada
41
variabel harga karet alam tahun sebelumnya (𝐻𝐾𝐴𝑡−1) dan iklim curah hujan pada
tahun sekarang (𝐶𝐻𝑡) tidak menunjukkan nilai yang signifikan terhadap
perubahan luas areal dengan hasil nilai nilai probabilitasnya masing-masing
0,4540 dan 0,2515.
Tanda koefisien sebagai nilai luas areal yang ditawarkan. Pada variabel
luas areal tahun sebelumnya (𝐴𝑡−1) memiliki nilai koefisien positif sebesar
0,5747 yang berarti apabila luas areal meningkat 1 ha/thn maka respons luas areal
yang akan ditawarkan meningkat sebesar 0,5747 ha/tahun. Nilai tersebut terlihat
nyata (0,0143) bahwa peningkatan luas areal pada tahun sebelumnya akan
menggerakkan petani untuk lebih meningkatkan luas areal pada tahun berikutnya.
Hal demikian menunjukkan terjadinya peningkatan luas areal dari tahun ke tahun.
Koefisien harga karet alam menunjukkan nilai yang positif sebesar 0,1366
yang menunjukkan bahwa apabila harga karet alam naik 1 Rp/Kg maka petani
akan meningkatkan luas areal senilai 0,8098 ha/tahun. Namun, nilai tersebut tidak
nyata (0,4540 ) karena diketahui bahwa apabila harga karet alam meningkat pada
tahun sebelumnya, maka petani karet alam akan lebih semangat untuk
meningkatkan luas areal. Sehingga, produksi karet alam akan diperoleh hasil yang
lebih banyak ketika luas areal meningkat.
Pada koefisien curah hujan tahun sekarang (𝐶𝐻𝑡) bernilai negatif yaitu
(0,4616). Nilai tersebut menjelaskan apabila curah hujan meningkat 1 mm/thn
maka respons luas areal yang ditawarkan menurun sebesar (0,4616). Namun, nilai
tersebut tidak nyata (0,2515) mengingat bahwa curah hujan Curah hujan
merupakan faktor alam yang berubah-ubah sehingga diperlukan penyesuaian
42
terhadap pola tanam. Menurut Siagian (2015) bahwa daerah yang cocok untuk
pertanaman karet adalah pada zona antara 1500 LS dan 150 LU dan sangat sesuai
ditanam pada wilayah yang memiliki curah hujan 1.600 – 2.500 mm/tahun. Curah
hujan yang terlalu tinggi (>3.500 mm/tahun) biasanya kinerja penyadap menurun
dalam melakukan panen, dan resiko penyakit gugur daun pun mengancam. Selain
itu curah hujan tahunan tinggi dan merata sepanjang tahun akan mendukung
pertumbuhan patogen penyebab penyakit gugur daun sekunder.
5.2 Respons Produktivitas Karet Alam Sulawesi Selatan
Adapun variabel-variabel independen yang dimasukkan dalam respons
produktivitas yakni produktivitas tahun sebelumnya (𝑌𝑡−1), harga karet alam
tahun sebelumnya (𝐻𝐾𝐴𝑡−1), dan harga pupuk urea tahun sebelumnya (𝐻𝑃𝑡−1).
Pada uji statistik, data hasil estimasi dianalisis menggunakan uji-f (uji simultan),
uji-t (uji parsial), dan uji goodness of fit (R-Square). Hasil pendugaan parameter
produktivitas karet alam di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10. Hasil Estimasi Parameter Produktivitas Tanaman Karet Alam di
Sulawesi Selatan
Variabel Koefisien Standard Error t Stat Prob.
Intercept 6,5236 2,5636 2,5447 0,0216
Ln𝑌𝑡−1 0,1538 0,2617 0,5877 0,5649
Ln𝐻𝐾𝐴𝑡−1 0,1476 0,1504 0,9811 0,3411
Ln𝐻𝑃𝑡−1 (0,2496) 0,2302 (1,0842) 0,2943
Fhitung = 0,9051
Prob. Fhitung = 0,4604
R2 = 0,1451
Sumber: Lampiran 3
43
Berdasarkan pada respons produktivitas, hasil menunjukkan tidak satu pun
nilai yang signifikan terhadap produktivitas karet alam. Diketahui koefisien
determinasi (R2) senilai 0,1451 yang sangat rendah. Kondisi tersebut berarti
variabel independen sangat lemah untuk menjelaskan variabel dependen pada
persamaan sebesar 14,51 persen dan selebihnya sebesar 85,49 persen yang
dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya di luar model persamaan.
Hasil uji-f diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,4604 yang tidak signifikan
artinya bahwa variabel independen tidak memiliki pengaruh nyata terhadap
variabel dependen (produktivitas). Begitu pun pada hasil uji-t menunjukkan nilai
yang tidak signifikan. Pada uji-t, variabel produktivitas menunjukkan hasil yang
tidak signifikan sehingga dalam memberikan penjelasan pada variabel tidak bisa
dilakukan secara tegas artinya bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara
produktivitas karet alam pada tahun sebelumnya dan tahun berikutnya. Hal
demikian mengindikasikan bahwa grafik produktivitas setiap tahun cenderung
konstan dan menurun.
Harga karet alam dan harga pupuk pun menunjukkan hasil yang tidak
berpengaruh signifikan. Sebagian besar perkebunan rakyat relatif jarang
menggunakan pupuk urea untuk memupuk tanamannya. Keadaan tersebut
disebabkan oleh harga pupuk urea untuk perkebunan lebih mahal dibandingkan
dengan pupuk urea untuk tanaman pertanian lainnya.
44
5.3 Respons Penawaran Karet Alam Sulawesi Selatan
Konsep respons penawaran dapat dilihat berdasarkan elastisitas penawaran
karet alam di Sulawesi Selatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Oleh karena itu, dilakukan analisis nilai elastisitas dari luas areal, produktivitas,
dan respons penawaran terhadap harga karet alam. Hasil perhitungan masing-
masing nilai elastisitas tersebut dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Respons Penawaran Karet Alam di Sulawesi Selatan
Keterangan Respons luas areal
panen karet alam
terhadap harga
karet alam 𝑒𝐴𝑃
Respons
produktivitas karet
alam terhadap
harga karet alam
𝑒𝑌𝑃
Respons
penawaran karet
alam terhadap
harga karet alam
𝑒𝑄𝑃
Koefisien
adjustment 0,43 0,85
Elastisitas
jangka pendek 0,14 0,15 0,29
Elastisitas
jangka panjang 0,32 0,17 0,49
Keterangan: 𝑒𝑄𝑃 = 𝑒𝐴𝑃 + 𝑒𝑌𝑃
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan pada tabel 11 diketahui bahwa respons dari produktivitas
terhadap harga karet alam dalam jangka pendek lebih besar dibandingkan pada
respons luas areal. Sehingga, apabila terjadi kenaikan harga karet alam maka
keputusan yang baik untuk meningkatkan respons penawaran karet alam dalam
jangka pendek yang diambil adalah meningkatkan produktivitas karet alam.
Upaya peningkatan produktivitas bisa dilakukan dengan pemberian pupuk pada
tanaman karet secara teratur, pemberantasan hama dan penyakit, dan reboisasi
tanaman karet yang sudah tua agar tanaman bisa lebih produktif.
45
Pada respons penawaran produktivitas dan luas areal dalam jangka
panjang menunjukkan bahwa respons luas areal lebih besar dibandingkan pada
respons produktivitas terhadap harga karet alam. Oleh karet itu, keputusan untuk
meningkatkan respons penawaran tanaman karet alam yang baik adalah dengan
meningkatkan luas areal panen yang berarti jika terjadi kenaikan harga karet alam
maka keputusan yang tepat untuk meningkatkan respons penawaran karet alam
dalam jangka panjang adalah dengan meningkatkan luas areal panen.
Nilai elastisitas dari respons luas areal tanaman karet alam, respons
produktivitas karet alam, dan respons penawaran karet alam dalam jangka pendek
dan jangka panjang berada pada nilai antara nol dan satu yang berarti respons
penawaran bersifat inelastis (E < 1). Nilai tersebut diuraikan bahwa setiap
perubahan sau persen variabel independen dari masing-masing model respons
akan terjadi perubahan pada variabel dependen berkurang satu persen. kondisi ini
menunjukkan bahwa petani kurang memberi respons atas perubahan harga.
Respons penawaran karet alam terhadap harga karet alam dalam jangka
pendek sebesar 0,29 menunjukkan nilai yang inelastis (E < 1). Sedangkan,
respons penawaran karet alam terhadap harga karet alam dalam jangka panjang
sebesar 0,49 yang juga menunjukkan nilai inelastis (E < 1). Menurut Pracoyo
(2006) bahwa penawaran yang bersifat tidak elastis terjadi ketika faktor produksi
yang dibutuhkan sangat sulit diperoleh. Sebaliknya, bila biaya yang dikeluarkan
tidak terlalu besar maka penambahan penawaran menyebabkan kurva penawaran
menjadi elastis.
46
Terlihat bahwa respons penawaran karet alam dalam jangka panjang lebih
besar dibandingkan dengan respons penawaran jangka pendek. Hal tersebut
berpeluang untuk peningkatan luas areal dan produktivitas dalam jangka panjang
lebih baik daripada peluang pada jangka pendek. Hasil ini sejalan dengan
pendapat Hariyati (2007) bahwa melakukan produksi dan jumlah penawaran lebih
mudah ditingkatkan dalam jangka panjang sehingga penawaran lebih elastis
dengan memiliki konsekuensi bahwa faktor produksi tetap dapat berubah menjadi
variabel produksi yang variabel artinya variabel tetap dapat berubah dengan
perubahan jumlah produk.
47
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai analisis respons
penawaran karet alam di Sulawesi Selatan selama periode 1997-2017, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Variabel yang signifikan mempengaruhi respons luas areal karet alam di
Sulawesi Selatan adalah produktivitas tahun sebelumnya. Sedangkan, pada
respons produktivitas karet alam di Sulawesi Selatan tidak ada satu pun
variabel yang signifikan.
2. Respons penawaran karet alam terhadap harga karet alam dalam jangka pendek
dan panjang bernilai yaitu 0,29 dan 0,49 menunjukkan nilai yang inelastis ( E
< 1 ). Respons penawaran karet alam dalam jangka panjang lebih besar
dibandingkan dengan respons penawaran jangka pendek. Sehingga, peluang
untuk peningkatan luas areal dan produktivitas dalam jangka panjang lebih
baik daripada peluang pada jangka pendek.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran peneliti kepada
para peneliti selanjutnya terkait fokus penelitian respons penawaran karet alam
adalah dengan memasukkan variabel-variabel yang belum terinput dalam
penelitian ini sehingga dapat mencakup pembahasan yang lebih bersifat khusus
dan jelas. Adapun variabel-variabel yang dimaksud adalah harga tanaman
komplementer karet alam, harga pestisida, harga SP-36 dan upah tenaga kerja.
48
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M. O. 2013. Penerapan Model Penyesuaian Parsial Nerlove dalam
Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian, 4(1).
Atika, S., dan Afifuddin, S. 2015. Analisis Prospek Ekspor Karet Indonesia ke
Jepang. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 3(1).
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2019. Statistik Pendidikan
Provinsi Sulawesi Selatan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2020. Sulawesi Selatan Dalam
Angka.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. Produksi Tanaman Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis Tanaman di Provinsi Sulawesi Selatan (ton)
2015, Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2019. Analisis Komoditas Ekspor 2012-2018, Sektor
Pertanian, Industri, dan Pertambangan, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Karet Indonesia 2018, Jakarta.
Boerhendhy, I., dan Amypalupy, K. 2016. Optimalisasi Produktivitas Karet
Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi dan
Peremajaan Tanaman. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
30(1), 23-30.
Braulke, M. 1982. A Note On The Nerlove Model Of Agricultura Supply
Response. International economic review. 241-244.
Claudia, G., Yulianto, E., dan Mawardi, M. K. 2016. Pengaruh Produksi Karet
Alam Domestik, Harga Karet Alam Internasional, dan Nilai Tukar
Terhadap Volume Ekspor Karet Alam (Studi pada Komoditi Karet Alam
Indonesia Tahun 2010-2012). Jurnal Administrasi Bisnis, 35(1), 165-171.
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2020. Pembangunan
Perkebunan 2019. Jakarta
Fadillah, N. 2012. Analisis Penawaran Karet di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi.
UNS, Surakarta.
Gaspers, V. 1996. Ekonomi Manajerial. Gramedia Pustaka Utama.
Ghatak dan Ingersent dalam Lukiawan, R. 2009. Analisis Respon Penawaran
Kopi di Indonesia. Skripsi. IPB, Bogor.
49
Ghatak dan Ingersent dalam Oktavianto, L. K. 2009. Analisis Respon Penawaran
Kelapa Sawit di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
IPB, Bogor.
Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Gujarati, D dalam Lukiawan, R. 2009. Analisis Respon Penawaran Kopi di
Indonesia. Skripsi. IPB, Bogor.
Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Hariyati, Y., 2007. Ekonomi Mikro (Pendekatan Matematis dan Grafis).
Kementerian Pertanian RI. Ekspor Komoditi Pertanian Menurut Provinsi tahun
2017, Jakarta.
Kementerian Pertanian RI. Indikator Luas Area dan Produksi Perkebunan Karet
Nasional 2015-2018, Jakarta.
Kurniawan, P dan Budhi, M. K. S. 2015. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Lipsey dalam Oktavianto, L. K. 2009. Analisis Respon Penawaran Kelapa Sawit
di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB, Bogor.
Natsir, M. 2015. Analisis Supply Response Jagung di Daerah Sentra Produksi
Utama Indonesia. Disertasi. UGM, Yogyakarta.
Nuraini, I. 2016. Pengantar Ekonomi Mikro. UMMPress, Malang.
Nuryanti, S. 2016. Analisa Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan
Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 23(1), 71-81.
Pracoyo, T. K., dan Pracoyo, A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Penerbit PT
Grasindo, Jakarta.
Setiawan, H. D dan Andoko, A. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Siagian, I.N., 2015. Cara Modern Mendongkrak Produktivitas Tanaman Karet.
AgroMedia.
Sinclair, A. S., dan Bakce, D. 2015. Analisis Respon Penawaran dan Permintaan
Karet Alam Indonesia. IJEA (Jurnal Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia),
6(1), 29-38.
Situmorang, J. 2007. Analisis Produktivitas dengan Menggunakan Fungsi
Produksi Cobb-Douglas dalam Menentukan Return to Scale pada PT.
Perkebunan Nusantara IV Sawit Langkat. Skripsi. USU, Medan.
50
Sugiarto., Herlambang, T., Brastoro., Sudjana, R., dan Kelana, S. 2007. Ekonomi
Mikro. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wicaksono, D.W. 2011. Analisis Penawaran Cengkeh di Kabupaten Karanganyar.
Skripsi. UNS, Surakarta.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Karet Alam Sulawesi
Selatan 1997-2017
Karet Sulawesi Selatan
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha)
1997 7.639 7.599 1350
1998 8.321 6.521 1163
1999 9.720 9.473 1371
2000 13.395 8.932 841
2001 12.192 8.646 965
2002 12.553 8.681 968
2003 12.175 10.097 977
2004 5.686 5.513 1204
2005 5.848 5.910 1198
2006 19.475 7.979 1311
2007 19.901 8.299 1345
2008 20.350 8.169 1382
2009 19.900 7.282 1262
2010 19.893 7.794 1352
2011 19.571 8.761 1601
2012 19.652 8.873 1607
2013 6.771 7.514 1527
2014 7.654 7.482 1391
2015 7.660 2.983 531
2016 7.966 2.990 523
2017 7.904 11.433 1935
53
Lampiran 2. Hasil Logaritma Natural (Ln)
LnY LnA LnQ LnHKA LnHPU LnCHU
7,207859871 8,941021984 8,935771939 6,828712072 6,035911962 7,578145472
7,058758153 9,026537719 8,782783017 7,397791759 6,327329143 7,472387037
7,22329568 9,181940897 9,156200926 7,439849165 7,153546591 8,373969263
6,734651111 9,502636782 9,097395613 7,472673644 7,254962971 7,822444729
6,871630568 9,408535278 9,064852065 7,684109896 7,472484037 8,313582623
6,875676204 9,43771496 9,068892008 7,9026778 7,626856031 7,667205049
6,884169304 9,407139948 9,219993629 7,141296954 6,739854513 8,024174741
7,093404626 8,645762292 8,614864219 7,503627697 6,745066777 7,765993079
7,088408779 8,673855001 8,68440111 7,882446757 6,911457677 7,961021466
7,178545484 9,876886871 8,984568369 8,358029896 7,006693894 7,693937326
7,204149292 9,898525261 9,023890305 8,598259701 7,089533537 8,12474302
7,231287004 9,920836191 9,008101781 8,403839944 6,53550531 7,80710329
7,140453043 9,898475011 8,893160829 8,166263076 6,586597322 7,975220839
7,209340257 9,89812319 8,961109486 8,504051897 6,639584244 8,227909838
7,378383713 9,881804158 9,078065333 8,647909039 6,988966932 8,150467912
7,382124366 9,885934393 9,090768237 8,671146733 7,151390426 7,821242084
7,331060305 8,820404065 8,924523226 8,725837686 7,2119322 8,287276756
7,237778192 8,942983666 8,920255415 8,418731792 7,008015858 7,915348169
6,274762021 8,943767263 8,000684785 8,373031659 7,051868587 8,126222529
6,259581464 8,982937764 8,003028666 8,34551448 7,080760203 8,199464198
7,567862605 8,975124239 9,34425919 8,531784842 7,124191153 8,159088655
54
Lampiran 3. Pendugaan Model Respons Luas Areal
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,6418
R Square 0,4119
Adjusted R
Square 0,3017
Standard Error 0,3874
Observations 20
ANOVA
df SS MS F Significance
F
Regression 3 1,6822 0,5607 3,7360 0,0329
Residual 16 2,4014 0,1501
Total 19 4,0835
Coefficients Standard
Error t Stat
P-
value
Intercept 6,5767 3,1543 2,0850 0,0535
LnAt-1 0,5747 0,2092 2,7471 0,0143
LnHKAt-1 0,1366 0,1780 0,7674 0,4540
LnCHt (0,4616) 0,3880 (1,1897) 0,2515
55
Lampiran 4. Pendugaan Model Respons Produktivitas
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,3809
R Square 0,1451
Adjusted R
Square (0,0152)
Standard Error 0,3392
Observations 20
ANOVA
df SS MS F Significance
F
Regression 3 0,3124 0,1041 0,9051 0,4604
Residual 16 1,8408 0,1150
Total 19 2,1531
Coefficients Standard
Error t Stat P-value
Intercept 6,5236 2,5636 2,5447 0,0216
LnYt-1 0,1538 0,2617 0,5877 0,5649
LnHKAt-1 0,1476 0,1504 0,9811 0,3411
LnHPUt-1 (0,2496) 0,2302 (1,0842) 0,2943
56
Lampiran 5. Perhitungan Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Diketahui:
Koefisien adjustment (A) = 1 - 𝑏𝑡−1 = 1 - 0,5747= 0,43
Koefisien adjustment (Y) = 1 - 𝑏𝑡−1 = 1 - 0,2549 = 0,85
1) Elastisitas Respons Luas Areal
𝐸𝑝𝑑= δ ln A
δ ln Xi = 0,14
𝐸𝑝𝑗= Epd
(1-bt-1 ) =
0,14
0,43 = 0,32
2) Elastisitas Respons Produktivitas
𝐸𝑝𝑑 = δY
δ ln Xi = 0,15
𝐸𝑝𝑗 = Epd
(1-bt-1 ) =
0,15
0,85 = 0,17
57
RIWAYAT HIDUP
ANDI RIKA NURALYA. Penulis dilahirkan di Bulukumba tanggal 16
Oktober 1998 dari ayah Andi Suaedi dan ibu Rukayah. Penulis merupakan anak
bungsu dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah
SMAN 5 Bulukumba dan lulus tahun 2016. Pada tahun yang sama, penulis lulus
seleksi masuk Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Penelitian
Serealia Kabupaten Maros. Penulis melakukan pengabdian kepada masyarakat
melalui Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Jeneponto. Penulis pernah
menjadi mentor Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ) tahun 2017-2019.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Statistika
semester ganjil 2019/2020 dan 2020/2021.
Selain itu, penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang
telah melalui tingkat pengkaderan DAD, DAM, dan LID. Amanah di IMM yakni
departemen bidang SPM periode 2017-2018, Kabid Immawati Periode 2018-
2019, dan Kabid Kader periode 2019-2020. Penulis juga aktif di Lembaga
Kreativitas Ilmiah Mahasiswa Penelitian dan Penalaran (LKIM-PENA) sebagai
Staf Bidang Penelitian dan Penalaran Periode 2018-2019 dan Wakil Ketua Umum
periode 2019-2020. Selama berorganisasi penulis telah menorehkan beberapa
prestasi yakni sebagai Finalis LKTIN di Universitas Riau tahun 2019, Juara 1
LKTIN IMM Gold di Unismuh Makassar tahun 2019, serta meloloskan karya dan
didanai oleh DIKTI pada skim PKM Penelitian Sosial Humaniora tahun 2020.