REFERAT ANASTESI UMUM
Disusun oleh :BIMANTORO SAPUTRO 1102010050
dr. UUS RUSTANDI Sp.Andr. RUBY SATRIA NUGRAHA Sp.An, M.Kes
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIKEPANITERAAN ANESTESIOLOGI RSUD
ARJAWINANGUN CIREBON2015
ANESTESI UMUM
• suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral yang dihasilkan ketika pasien diberikan obat-obatan untuk amnesia, analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi
DEFINISI
Faktor yang mempengaruhi
anestesi
Faktor respirasi (untuk obat
inhalasi)
Makin tinggi perbedaan tekanan parsiel makin cepat
terjadinya difusi
Faktor sirkulasi
pengangkutan gas anestesi dari paru ke jaringan dan
sebaliknya
Faktor jaringan. Faktor obat anestesI
I. Penilaian pra bedah
Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah
akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan
dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan
foto thoraks.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang
terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk
meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3
jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
anestesia.
Analgesik narkotik
Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB
Analgesik non narkotik
Ponstan
Tramol
Toradon
Hipnotik
Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2
mg/kgBB
Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6
mg/kgBB
Sedatif
Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis
0,1 mg/kgBB
Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15
mg),dosis 0,1mg/kgBB
Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg),
dosis 2,5 mg/kgBB
Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis
0,1 mg/kgBB
PREMEDIKASI
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
II. persiapan induksi anestesi
Metode pemberian
anestesi umum
Parenteral Pentothal Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6
mg/kg BB danselanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram.Ketalar
(Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc.Dosis: IV 1-3
mg/kgBB,IM 8-13 mg/kgBB1-3 menit setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.
Perektal
Perinhalasi Induksi halotan
Induksi sevofluran
Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran ( foran, aeran
tiopental atau midazolam
Mencuri N2O
• stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran
Stadium I
• stadium delirium atau stadium exitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur
Stadium II • Disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas.
Stadium III
• Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian
Stadium IV
III. Rumatan Anestesi (Maintainance)
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB.Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
IV. Tatalaksana Jalan NapasA. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat
mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas
pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas
spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut
atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung
menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa
trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk
menjaga supaya tetap paten.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube).
Indikasi intubasi trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi
dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Komplikasi intubasi
• Selama intubasi• Trauma gigi geligi• Laserasi bibir, gusi, laring• Merangsang saraf simpatis• Intubasi bronkus• Intubasi esophagus• Aspirasi• Spasme bronkus
• Setelah ekstubasi• Spasme laring• Aspirasi• Gangguan fonasi• Edema glottis-subglotis• Infeksi laring, faring,
trakea
Kesulitan intubasi
• Leher pendek berotot• Mandibula menonjol• Maksila/gigi depan
menonjol• Uvula tak terlihat• Gerak sendi temporo-
mandibular terbatas• Gerak vertebra servikal
terbatas
Ekstubasi
• Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:• Intubasi kembali akan
menimbulkan kesulitan• Pasca ekstubasi ada risiko
aspirasi• Ekstubasi dikerjakan pada
umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.
• Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya.
Anestesi Intravena
Anestesi Intravena
Tiopental
Sediaan 500-100mg, larutkan dalam aquades 2,5% (1ml=25mg), dosis
3-7mg/kgBB
Propofol
Sediaan 1ml=10mg. Menyebabkan nyeri saat penyuntikan. Dosis induksi
2-2,5mg/kg, dosis rumatan 4-12mg/kg/jam, dosis sedasi
0,2mg/kG
Ketamin
ES takikard, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi mual-
muntah, pandangan kabur, mimpi buruk. Dosis IV 1-2mg/kg, IM 3-10mg
Opioid
Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan.
Respirasi kendali/respirasi terkontrol /balance anestesi:
pernafasanpenderita sepenuhnya tergantung bantuan kita.
berdasar respirasinya, anestesi umum dibedakan
dalam 3 macam
Assisted Respirasi: penderita bernafas spontan tetapi masih kita
berikan sedikit bantuan.
System Rebreath
ing
Reservoir
bag
Sodalim
e
Tingkat
polusi kamar
operasi
Tingkat
keborosan
obat
Open - - - ++++ +++
Semi open - + + +++ ++
Semi
closed
+ + + ++ +
Closed + + + + -
Berdasar sistim aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi, anestesi dibedakan menjadi 4 sistem, yaitu :
Hal yang dinilai Nilai
Kesadaran:
Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon
2
1
0
Respirasi:
Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat
batuk
Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan
Apnoe
2
1
0
Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesi
Perbedaan +- 20
Perbedaan +- 50
Perbedaan lebih dari 50
2
1
0
Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas
perintah:
4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak dapat
2
1
0
Warna kulit
Normal
Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik
Cyanotic
2
1
0
Pemulihan anestesi
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
terus diobservasi dengan cara menilai
Aldrette’s score nya, nilai 8-10 bisa
dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8
observasi secara ketat, kurang dari 5
pindahkan ke ICU
Recommended