TUGAS MAKALAH PENYAKIT TROPIK
TANAMAN DAN HEWAN BERACUN DI DAERAH TROPIK
“ROSARY PEA”
ARINA ROSYIDA
25010110130212
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan tropik kaya akan flora dan fauna, sebagian bermanfaat
bagi manusia tapi sebagian juga dapat menimbulkan masalah terutama
bagi kesehatan manusia. Flora dan fauna tersebut oleh karena berduri
atau mengandung racun, dari yang menimbulkan dampak ringan hingga
menyebabkan kematian pada manusia maupun pada hewan dan
tumbuhan lainnya.
Fauna berbahaya dan beracun mencakup hewan-hewan laut
maupun darat yang bila kontak dengan manusia kana menyebabkan
gangguan, sakit, maupun kematian. Sedangkan flora beracun, baik yang
berasal dari darat maupun dari laut ataupun air tawar juga dapat
menyebabkan dampak yang berbahaya bagi manusia.
Sering kali terjadi kasus-kasus keracunan akibat bahan makanan,
baik yang berupa infeksi makanan maupun yang keracunan makanan.
Keracunan makanan dapat sebagai akibat menyantap bahan makanan
yang berasal dari tumbuhan beracun.
Dari lima tanaman paling beracun di dunia, salah satunya adalah
rosary pea atau kacang polong rosary yang memiliki nama ilmiah Abrus
precatorius. Tanaman ini tersebar di seluruh wilayah tropik. Warna biji
tanaman ini sangat menarik yaitu kombinasi merah terang dengan hitam,
namun kandungan racun yang terdapat dalam bijih tersebut dapat
menyebabkan efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia bahkan
dapat menyebabkan kematian.
B. Tujuan
1. Mendeskripsikan definisi dan morfologi rosary pea.
2. Mendeskripsikan kandungan toksin yang terkandung dalam rosary
pea.
3. Mendeskripsikan mekanisme racun rosary pea pada tubuh manusia.
4. Mendeskripsikan gejala akibat terkena racun dari rosary pea.
5. Menjelaskan cara pertolongan pertama apabila terkana racun dari
rosary pea.
6. Menjelaskan pencegahan agar tidak terkana racun dari rosary pea.
7. Mendeskripsikan secara epidemiologis mengenai rosary pea.
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui lebih
mendalam mengenai tanaman beracun yang salah satunya adalah rosary
pea. Dengan membahas kandungan toksin, mekanisme racun dalam
tubuh, dan gejala yang diakibatkan, maka dapat diambil tindakan
pencegahan serta pertolongan pertama dalam menangani racun tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tanaman rosary pea atau abrus precatorius adalah benih yang
cantik dilihat dengan perpaduan warna merah dan hitam, sehingga sering
diguanakan untuk perhiasan dan instrumen perkusi. Di Indonesia
tanaman ini sering disebut saga rambat atau saga manis. Tanaman ini
asli Indonesia dan tumbuh di daerah tropis dan subtropis di dunia. Biji
tanaman ini mengandung racun khusus yang disebut abrin dan akan
berbahaya jika lapisan benih rusak atau tergores. Karenanya pembuat
perhiasan lebih rentan terkena racun dibanding pemakainya. Tanaman ini
bisa mencapai tinggi 20 meter dan menyebar di seluruh negara terutama
negara beriklim tropis dan sub-tropis.
Scientific name Abrus precatorius L.
Family Leguminosae
Common name(s) Abrus seed
Aivoeiro
Arraccu-mitim
Buddhist rosary bead
Carolina muida
Crabs eye
Deadly crab's eye
Indian bead
Indian liquorice
Jequirite
Jequirity Bean
Jumble beads
Juquiriti
Lucky bean
Prayer beads
Precatory bean
Rosary beads
Rosary Pea
Ruti
Tentos da America
Tentos dos mundos
Weather plant
Wild liquorice
Tanaman saga merambat (Abrus precatorius) merupakan
tanaman perdu, merambat, tumbuh liar di hutan, ladang atau pekarangan.
Tanaman ini tumbuh baik di daerah kering dengan ketinggian sampai
1.000 m di atas permukaan laut dan di tempat yang agak terlindung.
Tinggi tanaman mencapai 2 - 5 m dan batangnya kecil.
Tanaman saga termasuk famili Leguminosae. Daun berukuran
kecilkecil berwarna hijau, berbentuk bulat telur menyerupai daun asam
jawa yaitu daun majemuk menyirip genap (Abrupte pinnatus). dengan
panjang 6.025 mm, lebar 3 - 8 mm, anak daun 8 - 18 pasang.
Bunga saga termasuk bunga majemuk bentuk tandan, kecil-kecil
dengan mahkota berbentuk kupukupu berwarna putih dan ungu muda,
bagian bawah berkelamin dua, bagian atas hanya terdiri dari bunga
jantan, kelopak bergerigi, pendek, berbulu, benang sari menyatu pada
tabung, tangkai sari kurang lebih 1 cm, putik kepala sari kuning, tajuk
bunga bersayap.
Buahnya termasuk buah polong dengan panjang 2 – 5 cm,
berwarna hijau setelah tua berwarna cokelat. Di dalam buah terdapat biji-
biji yang berwarna merah dengan titik hitam mengkilat dan licin bentuknya
bulat telur, kecil dan keras.
Kandungan kimia saga: glisirhizin, prekatorina, abrin, trigonelina,
kholina, zat beracun toksalbumin glikosida dan hemoglutinin. Daun,
batang dan biji A. precatoriusmengandung saponin dan flavonoida, di
samping itu batangnya juga mengandung polifenol dan bijinya juga
mengandung tanin, sedangkan akarnya mengandung alkaloida, saponin
dan polifenol.
B. Kandungan Toksin
Bagian yang palaing beracun dari tanaman Abrus precatorius
adalah benihnya yang memiliki panjang 0,6 cm dan berbentuk oval.
Biasanya berwarna merah cerah dan hitam legam. Kulit biji atau testa
halus dan mengkilap.
Racun yang terdapat dalam benih Abrus precatorius yaitu zat
abrin, yang terdiri dari aglutinin abrus, dan lectin beracun [a] hingga [d]
yang merupakan lima glikoprotein beracun yang terkandung dalam benih
tersebut (Budavari, 1989).
Lima glikoprotein telah dimurnikan dari biji Abrus precatorius, yaitu
aglutinin abrus, dan lectin beracun [a] hingga [d]. Abrus agglutinin adalah
tetramer dengan berat molekul dari 134.900. Hal ini tidak beracun untuk
sel hewan dan ampuh sebagai haemagglutinator. Abrins a sampai d
memiliki berat molekul 63.000 – 67.000 yang terdiri dari rantai dua
disulfida-polipeptida. Semakin besar sub-unit, yang merupakan rantai
netral B memiliki berat molekul sekitar 35.000. Sub-unit lain yang
merupakan rantai-A asam memiliki berat molekul sekitar 30.000
(Windholz, 1983; Budavári, 1989).
Stabilitas dari toksin tersebut yaitu: abrin murni berbentuk bubuk
amorf dengan warna putih kekuningan. Bagian beracun memiliki panas
yang stabil untuk inkubasi pada suhu 60 ° C selama 30 menit. Pada 80 °
C sebagian besar toksisitas menghilang dalam 30 menit (Budavári, 1989).
Karakteristik fisiko-kimia lainnya yaitu, abrin murni dengan bentuk
bubuk amorf dengan warna putih kekuningan. Abrin larut dalam larutan
natrium klorida, biasanya dengan kekeruhan (Budavári, 1989).
Abrin dapat disebarkan melalui:
a. Udara dalam ruang: abrin bisa dilepas ke udara dalam ruangan
sebagai partikel halus (aerosol).
b. Air: abrin dapat digunakan untuk mencemari air.
c. Makanan: abrin dapat digunakan untuk mengkontaminasi makanan.
d. Udara di luar ruang: abrin bisa dilepas ke udara luar sebagai partikel
halus (aerosol).
e. Pertanian: Jika abrin dilepaskan ke udara sebagai partikel halus
(aerosol), ia memiliki potensi untuk mencemari produk pertanian.
C. Mekanisme Racun dalam Tubuh
Abrin dapat diserap ke dalam tubuh melalui konsumsi, inhalasi,
atau kontak mata. Abrin dapat diserap melalui kulit terkelupas atau
melalui luka, tapi mungkin tidak melalui kulit utuh, kecuali yang dibawa
dalam suatu pelarut yang meningkatkan penyerapan. Abrin juga dapat
ditularkan melalui kulit melalui pelet kecil atau proyektil yang dirancang
untuk membawa racun. Racun abrin dapat juga masuk melalui parental
yaitu injeksi subkutan dari infus kering yang terbuat dari benih, injeksi ini
telah digunakan sebagai racun ternak dan manusia di India (Hart, 1963).
Abrin sangat stabil pada saluran pencernaan, zat ini diserap
secara perlahan di dalam tubuh. Paparan racun secara oral lebih tidak
beracun dibandingkan melalui injeksi parental. Abrin dapat tersebar ke
seluruh jaringan tubuh.
Abrin memberikan racun dengan memasukkan dirinya ke dalam
membran sel. Racun abrin langsung memberikan efek pada sel parenkim
seperti hati dan sel ginjal serta sel darah merah. Kedua sub-unit yang
berasal dari abrin [a] hingga [d] dibuat untuk meningkatkan efek racun.
Semakin besar sub-unit, rantai B (haptomere) akan mengikat reseptor
galactosyl-terminated ke dalam membran sel, dengan syarat masuknya
sub-unit lain yaitu rantai A (effectomere). Kemudian racun ini akan
membuat ribosom tidak bekerja, menghentikan sintesis protein, dan
menyebabkan kematian sel (Stirpe & Barbieri, 1986). Rantai A
menyerang 60S sub-unit ribosom dan dengan memotong faktor elongasi
EF2 dapat menghentikan sintesis protein. Aglutinin abrus dapat
mengaglutinasi sel darah merah dengan menggabungkannya dengan sel
stroma (Hart, 1963).
D. Gejala
Temuan fisik dan tanda-tanda paparan abrin dapat terjadi setelah
(laten) periode bebas gejala dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Efek setelah mengkonsumsi abrin agak cepat di awal, umumnya terjadi
dalam beberapa jam setelah menelan. Berdasarkan studi inhalasi risin
pada hewan, efek awal (demam, batuk, dan akumulasi cairan di paru-
paru [edema paru]) diharapkan terjadi dalam waktu 18 sampai 24 jam,
gangguan pernapasan dan kematian dapat terjadi dalam waktu 36 hingga
72 jam.
Efek jangka pendek (kurang dari 8-jam) yaitu abrin meracuni sel-
sel tubuh dengan menghalangi (menghambat) pembentukan (sintesis)
komponen penting dari sel (protein). Kontak dari abrin dengan kulit, mata,
paru-paru, atau lapisan lembab bagian tubuh dan rongga (membran
mukosa) dapat menyebabkan iritasi parah, peradangan, dan pendarahan
internal (perdarahan). Efek kesehatan yang disebabkan oleh abrin
tergantung pada rute eksposur dan jumlah abrin yang terkena oleh pasien
/ korban. Menelan abrin dapat menyebabkan muntah (emesis) dan diare
yang dapat menyebabkan dehidrasi yang serius (syok hipovolemik) dan
sistem multi-kegagalan organ mempengaruhi gastrointestinal (GI)
saluran, ginjal, hati dan pankreas, efek ini berpotensi fatal. Selain batuk
dan demam, menghirup abrin dapat menyebabkan akumulasi cairan di
paru-paru (pulmonary edema) dan gangguan pernapasan, efek ini
berpotensi fatal. Penyakit akibat paparan abrin tidak dapat ditularkan dari
orang ke orang (tidak menular).
Efek paparan racun melalui mata:
1. Ringan sampai sedang: produksi air mata (lakrimasi), pembengkakan,
kemerahan, dan radang selaput (konjungtivitis).
2. Parah: kerusakan jaringan parah, kemungkinan perdarahan dari
selaput di bagian belakang mata (pendarahan retina), gangguan
penglihatan, dan kebutaan. Kontak dengan mata dapat
mengakibatkan toksisitas pada seluruh tubuh (sistemik) dan mungkin
kematian, berdasarkan penelitian hewan terkena racun risin pabrik
serupa.
Efek paparan racun melalui pencernaan:
Nyeri terbakar di mulut, tenggorokan, dan kerongkongan, mual, kesulitan
menelan (disfagia), muntah (emesis), muntah darah (hematemesis),
diare, tinja berdarah (melena), perut (epigastrium) kram / nyeri,
peradangan parah pada lapisan lambung dan usus (gastroenteritis),
perdarahan pada lambung dan usus, mengantuk, disorientasi,
kelemahan, pingsan, kejang, haus berlebihan (polidipsia), darah dalam
urin (hematuria), mengurangi ekskresi urin (oliguria), sistem multi-
kegagalan organ, runtuhnya pembuluh darah (vascular collapse), syok,
dan kematian.
Efek paparan racun melalui pernapasan:
Menghirup zat bisa menyebabkan iritasi atau sensitisasi saluran
pernapasan. Menghirup abrin dapat menyebabkan tanda fisik muncul
dalam beberapa jam. Tanda-tandanya antara lain kesulitan bernapas
(gangguan pernapasan), demam, batuk, mual, dan sesak di dada.
Berkeringat berat, cairan membangun, kulit kebiruan (sianosis), tekanan
darah rendah, dan kegagalan pernafasan dapat mengikuti dan
menyebabkan kematian.
Efek paparan racun melalui kulit:
Risiko toksisitas abrin melalui kulit rendah. Abrin dapat diserap melalui
kulit yang teriritasi, rusak, atau cedera atau melalui kulit normal jika
dibantu oleh pelarut. Ada potensi untuk reaksi alergi pada kulit, tanda-
tanda mencakup kemerahan (eritema), terik (bengkak), iritasi, dan nyeri.
Implikasi jangka panjang akibat terkena Abrin yaitu:
1. Pengobatan medis
Jika pasien / korban dapat cepat diangkut ke gawat darurat
setelah dekontaminasi, memompa perut (lavage lambung) dapat
dipertimbangkan setelah jalan nafas telah diamankan. Gastric lavage
dianjurkan hanya setelah konsumsi dalam jumlah yang mengancam jiwa
dari agen, dan hanya jika hal itu bisa dilakukan segera setelah konsumsi
(biasanya dalam waktu 1 jam). Risiko memburuknya cedera pada lapisan
gastrointestinal (GI) saluran harus dipertimbangkan. Keseimbangan
cairan dan elektrolit harus dimonitor dan dikembalikan jika abnormal.
2. Efek tertunda dari paparan:
Informasi tidak tersedia tentang efek jangka panjang dari paparan
abrin. Namun, berdasarkan kesamaannya dengan risin, diharapkan
komplikasi fase akhir terkait dengan membunuh sel-(sitotoksik) efek abrin
di hati, sistem saraf pusat (SSP), ginjal, dan kelenjar adrenal. Komplikasi
biasanya terjadi 2 sampai 5 hari setelah terpapar. Pasien / korban
mungkin tidak menunjukkan gejala (mungkin asimtomatik) selama
sebelumnya 1 sampai 5 hari.
3. Pengaruh Kronis
Informasi tidak tersedia tentang karsinogenisitas, perkembangan
toksisitas, atau toksisitas reproduksi dari paparan kronis akibat abrin.
Berdasarkan kesamaan abrin untuk risin, diyakini bahwa paparan kronis
atau berulang-ulang untuk abrin dapat mengakibatkan sindrom alergi
ditandai dengan hidung dan tenggorokan kemacetan, gatal mata dan
penyiraman, sesak dada.
E. Pertolongan Pertama
Hal yang paling utama dilakukan adalah pengobatan. Tidak ada
penawar untuk keracunan abrin.
Mata: Segera lepaskan pasien / korban dari sumber paparan.
Segera cuci mata dengan sejumlah besar air hangat selama minimal 15
menit. Mencari peetolongan medis segera.
Tertelan: Segera lepaskan pasien / korban dari sumber paparan.
Pastikan bahwa jalan nafas pasien / korban terbuka. Jangan
memaksakan muntah (emesis). Berikan arang sebagai lumpur (240 mL
water/30 g arang). Dosis umum: 25 sampai 100 g pada orang dewasa /
remaja, 25 sampai 50 g pada anak-anak (1-12 tahun), dan 1 g / kg pada
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Mencari pertolongan medis segera.
Terhisap: Segera lepaskan pasien / korban dari sumber paparan.
Evaluasi fungsi pernafasan dan denyut nadi. Pastikan bahwa jalan napas
pasien / korban tidak terhalang. Jika sesak napas terjadi atau sulit
bernafas (dyspnea), perlu mengelola oksigen. Berikan ruang cukup agar
korban mendapat oksigen. Selalu gunakan penghalang atau perangkat
bag-valve-mask. Jika pernapasan telah berhenti (apnea), berikan
pernapasan buatan. Pantau pasien / korban untuk tanda-tanda akumulasi
cairan di paru-paru (edema paru), seperti kesulitan bernapas atau sesak
napas (dyspnea) dan sesak dada. Mencari pertolongan medis segera.
Kulit: Segera lepaskan pasien / korban dari sumber paparan. Lihat
bagian dekontaminasi untuk prosedur dekontaminasi pasien / korban.
Mencari pertolongan medis segera.
F. Pencegahan
Pertama, segera mendapatkan udara segar dengan meninggalkan
daerah yang telah terkontaminasi abrin. Pindah ke daerah dengan udara
segar adalah cara yang baik untuk mengurangi kemungkinan kematian
akibat paparan abrin. Jika paparan abrin berada di luar, menjauh dari
daerah di mana abrin ini berasal. Jika paparan abrin berada di dalam
ruangan, segera keluar dari gedung.
Jika mengira telah terkena abrin, maka harus segera mengganti
pakaian, cepat mencuci seluruh tubuh dengan sabun dan air, dan
mendapatkan perawatan medis secepat mungkin. Mengganti pakaian:
Melepaskan pakaian yang telah terkena abrin secepat mungkin.
Membersihkan tubuh: Secepat mungkin membersihkan tubuh dari
paparan abrin dengan sejumlah besar air dan sabun. Cuci dengan sabun
dan air akan membantu melindungi orang dari setiap bahan kimia pada
tubuh mereka.
Jika mata terbakar atau penglihatan menjadi kabur, bilas mata
dengan air biasa selama 10 sampai 15 menit. Jika mengenakan
kacamata, maka cuci kacamata tersebut dengan sabun dan air.
Membuang pakaian: Setelah pakaian dicuci, letakkan pakaian
dalam kantong plastik. Hindari menyentuh daerah yang terkontaminasi
dari pakaian. Jika tidak dapat menghindari menyentuh daerah yang
terkontaminasi, atau tidak yakin di mana daerah yang terkontaminasi,
memakai sarung tangan karet atau meletakkan pakaian dalam tas
menggunakan jepitan, gagang perkakas, tongkat, atau benda serupa.
Apa pun yang menyentuh pakaian yang terkontaminasi juga harus
ditempatkan dalam kantong. Seal tas, dan kemudian segel tas yang di
dalam kantong plastik yang lain. Membuang pakaian dengan cara ini
akan membantu melindungi Anda dan orang lain dari bahan kimia apapun
yang mungkin pada pakaian Anda.
Jangan pernah mencoba untuk mengkonsumsi kacang polong
rosary ini karena sangat beracun hingga menyebabkan kematian.
Pencegahan:
1. Jangan biarkan anak-anak bermain dengan biji Abrus precatorius.
2. Jauhkan benih atau ornamen yang terbuat dari biji dari anak.
3. Jangan menanam tanaman Abrus precatorius di kebun rumah.
4. Mendidik anak-anak dan masyarakat mengenai bahaya menelan biji
Abrus precatorius.
G. Epidemiologi
Distribusi dari tanaman Abrus precatorius ini tumbuh di iklim
tropis seperti India, Sri Lanka, Thailand, Kepulauan Filipina, Cina Selatan,
Afrika tropis dan Hindia Barat. Hal ini juga tumbuh di semua daerah tropis
atau subtropis termasuk di Indonesia.
Situasi yang berisiko tinggi dapat terkena racun dari tanaman
saga ini yaitu: Anak-anak tertarik dengan biji berwarna cerah dan
mungkin mengunyah, menghisap, atau menelannya. Karena benih
matang bersifat keras dan memiliki kulit yang relatif kedap air, maka akan
jauh kurang beracun jika tertelan keseluruhan. Tanaman ini lebih
berbahaya ketika benih yang dikunyah atau dihisap karena unsur-unsur
beracun dalam biji diekstrak dan bercampur dengan enzim. Ketika benih
digunakan sebagai hiasan, seperti kalung, maka akan dibentuk lubang
pada benih tersebut sehingga menyebabkan kandungan racun dalam
benih dapat keluar dan mengenai kulit. Keadaan lain yang dilaporkan
adalah minum minuman di mana benih dari kalung telah direndam. Jika
tertelan, biji ini mudah menyebabkan keracunan (Jouglard, 1977).
Beberapa lopran kasus dari kejadian keracunan Abrus precatorius
yaitu sebagi berikut:
1. Dewasa:
a. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa abrin telah terserap
oleh usus. Namun, ada memiliki laporan tentang berat, toksisitas
subletal pada orang dewasa setelah konsumsi hanya satu-
setengah sampai dua biji (Hart, 1963).
b. Seorang pria 37-tahun itu keracunan parah setelah menelan
setengah benih (Gunsolus, 1955).
c. Seorang gadis 19 tahun meninggal setelah ia dirawat karena
trachoma dengan infus jequirity (Gunsolus, 1955).
d. Seorang dewasa yang mengkonsumsi 20 biji yang diblender
meninggal (Davis, 1978).
2. Anak-anak: Kematian pada anak-anak telah dilaporkan di
Florida, Amerika Serikat, pada tahun 1949, 1958 dan 1962 setelah
menelan satu atau lebih biji. Pada tahun 1955, dua biji menyebabkan
efek keracunan yang berat tetapi non-fatal (Hart, 1963). Di Missouri,
Amerika Serikat, seorang anak yang tertelan tepat satu setengah biji
segera dipaksa muntah. Sisa menelan setengah biji yang kulitnya
rusak, ditemukan pada muntahan tersebut. Dia diberikan pertolongan
segera dan tidak mengelami gejala apapun (Kinamore,1980). Dalam
sebagian besar kasus, jumlah benih tertelan telah digambarkan
sebagai dosis yang mematikan pada anak-anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rosary pea merupakan salah satu tanaman paling beracun di
dunia dan terdapat di daerah tropis.
2. Racun yang terdapat dalam rosary pea yaitu racun abrin yang
terkandung dalam biji rosary pea. Racun tersebut yang terdiri dari
aglutinin abrus dan lectin beracun [a] hingga [d].
3. Abrin memberikan racun dengan memasukkan dirinya ke dalam
membran sel. Racun abrin langsung memberikan efek pada sel
parenkim seperti hati dan sel ginjal serta sel darah merah.
4. Kontak dari abrin dengan kulit, mata, paru-paru, atau lapisan
lembab bagian tubuh dan rongga (membran mukosa) dapat
menyebabkan iritasi parah, peradangan, dan pendarahan internal.
5. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber paparan dan kontak, pastikan jalur napas
terbuka, dan segera menghubungi rumah sakit.
6. Pencegahan: tidak memakan biji Abrus precatorius, tidak
menggunakan ornamen yang terbuat dari biji tersebut, tidak
menanamnya di kebun rumah, dan berikan edukasi terhadap
masyarakat mengenai bahayanya.
7. Distribusi dari tanaman ini adalah di seluruh wilayah tropis. Telah
ditemukan kasus keracunan bahkan hingga meninggal di
beberapa negara.
B. Saran
1. Pelajarilah mengenai berbagai macam tanaman agar kita dapat
membedakan antara yang beracun dan yang tidak sehingga dapat
melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi keracunan.
DAFTAR PUSTAKA
Budavari S ed. (1989) The Merck Index: an encyclopedia of chemicals, drugs,
and biologicals, 10th ed. Rahway, New Jersey, Merck and Co., Inc.
CDC. 2003. Facts about Abrin. [online]
http://www.bt.cdc.gov/agent/abrin/basics/facts.asp (diunduh 23 April 2013)
CDC. 2013. Abrin: Biotoxin. [online]
http://www.cdc.gov/niosh/ershdb/EmergencyResponseCard_29750000.htm
l (diunduh 23 April 2013)
Gunsolus JM (1955). Toxicity of Jequirity beans. J Amer Med Assoc, 157: 779.
Hart M (1963). Jequirity bean Poisoning. N Engl J Med, 268: 885-886.
Jouglard J (1977). Intoxications d'origine vegetale In: Encycl. Med. Chir.;
Intoxication Paris, Editions Techniques, 16065 A-10-A-20.
Stripe F & Barbieri L (1986). Symposium: Molecular Mechanisms of Toxicity,
Toxic Lectins from Plants. Human Toxicology, 5(2): 108-109.
Windholz M. ed (1983) The Merck Index: an encyclopedia of chemicals, drugs,
and biologicals, 10th ed. Rahway, New Jersey, Merck and Co., Inc.