BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan manusia hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan jika manusia
tersebut terpapar terhadap factor lingkungan pada tingkat yang tidak dapat ditenggang
keberadaannya. Seorang tokoh di dunia kedokteran Hipokrates (460-377 SM) adalah
tokoh yang pertama-tama berpendapat bahwa penyakit itu ada hubungannya dengan
fenomena alam dan lingkungannya.
Salah satunya penyakit rabies merupakan jenis penyakit yang didapat karena
fenomena alam dan lingkungan tersebut. Rabies disebabkan oleh gigitan anjing, kera dan
kucing serta hewan yang berdarah yang berada disekitar kita. Hal ini adalah jelas bahwa
bintang tersebut merupakan fenomena yang jelas-jelas berada di sekeliling kita.
Rabies merupakan saru di antara zoonosis penting di Indonesia. Arti penyakit ini
tidak saja dampak kematian manusia yang ditimbulkannya tetapi juga dampak psikologis
(kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan) pada orang-
orang yang terpapar serta kerugian ekonomi pada daerah yang tertular seperti biaya
pendidikan, pengendalian yang harus dibelanjakan pemerintah serta pendapatan negara
dan masyarakat yang hilang akibat pembatalan kunjungan wisatawan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian gigitan anjing?
b. Apakah etiologi dari gigitan anjing?
c. Apakah manifestasi klinis dari gigitan anjing?
d. Apakah Komplikasi dari gigitan anjing?
e. Apakah Penatalaksanan dari gigitan anjing?
f. Apakah Pathway dari gigitan anjing?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian gigitan anjing?
b. Untuk mengetahui etiologi dari gigitan anjing?
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari gigitan anjing?
1
d. Untuk mengetahui Komplikasi dari gigitan anjing?
e. Untuk mengetahui Penatalaksanan dari gigitan anjing?
f. Untuk mengetahui Pathway dari gigitan anjing?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat
kekerasan (Mansjoer, 2000)
2. Jejas gigit (Bite Mark) dapat berupa luka lecet tekan berbentuk garis lengkung
terputus-putus hematoma tau luka robek dengan tepi rata, luka gigitan umumnya
masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat beruba bentuk
akibat elastisitas kulit (Mansjoer,2000)
3. Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar
yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)
B. Etiologi
Gigitan Anjing, virus rabies yang bersifat neurotropik dan menyebabkan ensefalitis
virus serta infeksi melalui saliva dan gigitan anjing, kucing, rubah, srigala, kelelawar
yang menderita rabies
C. Manifestasi Klinik
Terdiri dari beberapa stadium :
1. Stadium Prodromal
2. Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang kemudian
diikuti dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit hipersensitif, serak dan
pembesaran kelenjar limfe regional
3. Masa Perangsangan Akut (Agitasi), stadium ini ditandai adanya kecemasan,
berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias, insomnia, nervouseness,
spasme otot kerongkongan, tercekik, sukar menelan cairan atau ludah, hidrofobia,
kejang-kejang, kaku
4. Masa Kelumpuhan, terjadi akibat kerusakan sel saraf, penderita menjadi
kebingungan, sering kejang-kejang, inkontinensiaurin, stupor, koma, kelumpuhan
otot-otot dan kematian
3
D. Komplikasi
Gigitan anjing menyebabkan kerusakan sel syaraf, kelumpuhan otot-otot serta kematian
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibodi netraslisasi rabies yang
positif dan
2. Diagnosis pada hewan ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara otopsi. Pada
otopsi otak akan ditemukan badan inklusivirus (Negri’s bodies) didalam sel saraf
F. Penatalaksanan
Pertolongan pertama bila digigit hewan:
1. Gigitan berupa luka ringan tanpa kemungkinan rabies
a. Cuci luka dengan sabun dan air
b. Oleskan krim antibiotik untuk mencegah infeksi
c. Tutuplah luka tersebut dengan perban bersih
2. Gigitan berupa luka yang dalam
a. Jika menyebabkan luka yang dalam pada kulit atau kulit robek parah dan
berdarah , tekanlah luka dengan menggunakan kain bersih dan kering untuk
menghentikan perdarahan
b. Setelah dilakukan tindakan pertama untuk menghentikan perdarahan, nyeri,
kemerahan segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat
3. Gigitan yang menimbulkan luka infeksi
Jika melihat adanya tanda-tanda infeksi seperti pembengkakan, nyeri, kemerahan
segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat
4. Gigitan luka dengan dugaan rabies
Jika mencurigai gigitan disebabkan oleh hewan yang mungkin membawa virus
rabies , segera cuci luka dengan air mengalir yang dicampur sabun atau detergen.
Segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat. yang mungkin membawa virus
rabies , segera cuci luka dengan air mengalir yang dicampur sabun atau detergen.
Segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat.
4
Cara lain :
1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara blok atau
umum
4. Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5. Berikan ATS atau HTIG
6. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka
Jika mendapat gigitan dari binatang yang diduga terinfeksi rabies, ada beberapa
tindakan yaitu:
1. Segera cuci luka dengan air mengalir menggunakan sabun atau detergen
2. Seger bawa ke pusat kesehatan atau rabies center untuk pemberian vaksin abti
rabies (VAR)
3. Lanjutkan terus pengobatan dengan melakukan pemeriksaan, karena masa
inkubasi rabies laam, perlu waktu 2 minggu untuk melihat hasil suntikan vaksin
apakah ada gejala rabies
4. Jika positif, maka harus kembali diulang pemberian vaksinnya selama 4 tahapan
(mulai nol lagi, hari ke 7, hari ke 14 dan diberi vaksin booster pada hari ke 60).
7. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka
5
G. PATOFLOW
Etiologi vulnus morsum (gigitan manusia,
binatang, dll )
↓
Traumatik jaringan
↓
Kerusakan kulit
↓
Rusaknya barier tubuh
↓
Terpapar dengan lingkungan
↓
Resti infeksi
Terputusnya kontinuitas jaringan
↓
Kerusakan syaraf perifer
↓
Menstimulasi pengeluaran neurotransmitter
(prostaglandin, histamine, bradikinin, serotonin)
↓
Serabut eferen
↓
Medula spinalis
↓
Korteks serebri
↓
Serabut aferen
↓
Perdarahan berlebih
↓
Perpindahan cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
↓
Keluarnya cairan tubuh (ketidakseimbangan)
↓
Kekurangan volume cairan
↓
Resti syok hipovolemik
Nyeri
↓
Kemempuan ambang batas tubuh tidak menahan
↓
Aktifitas motorik terbatas
↓
6
Stress
↓
Ansietas
↓
Gangguan pola istirahat dan
tidur
Syok neurogenik Kekuatan otot menurun
↓
Gangguan mobilisasi fisik
Defisit perawatan diri
7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kedaruratan
a. Pengkajian
1. Airway
· Tidak adanya sputum atau secret
· Tidak adanya lender dan darah
· Tidak adanya benda asing pada saluran pernafasan
b. Breathing
· Tidak adanya sesak nafas ataupun tidak menggunakan nafas tambahan, seperti
retraksi dan pernafasan cuping hidung serta apneu
· Frekuensi nafas dalam batas normal
· Irama teratur tidak dalam maupun dangkal
· Nafas tidak berbunyi dan suara nafas vesicular tidak wheezing dan ronchi
· Reflek batuk ada
· AGD dalam batas normal (PO2 35-45 mmhg dan PCO2 80-100 mmhg)
c. Circulation
· Nadi menurun dan teratur
· Tekanan menurun
· Distensi vena jugularis tidak kiri dan kanan tidak ada
· Crt dalam batas normal
· Warna kulit kemerahan dan edema
· Sianosis
· Sirkulasi jantung (irama jantung teratur, bunyi jantung jantung normal S1dan S2,
nyeri dada tidak ada)
d. Disability
8
· Terjadi penurunan kesadaran (GCS) pada pada daerah ekstremitas
· Drugs, pemberian antivenin (anti bisa), analgetik (petidine)
e. Exposure
· Adanya edema
· Adanya kemerahan
· Kekakuan otot
f. Fluid
· Output, nausea vomiting, anoreksia dan , berkeringat.
g. Good Vital
· Terjadi penurunan pada tekanan darah
· Pada nadi terjadi penurunan
· Pernafasan dalam batas normal
· Suhu dalam batas normal
8. Head to-toe
1. Kepala :
Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut.
1. Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor
2. Hidung : Bentuk simetris
3. Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan
4. Bibir : Bentuk simetris
5. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah
bening
6. Dada : Paru-paru : frekuensi > 24x/mnt, irama teratur
7. Jantung : Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun
8. Abdomen :
1. Bentuk : simetris
2. Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt)
3. Ada mual dan muntah
9. Ekstremitas :
9
1. Akral dingin
2. Edema
3. Kekakuan otot
4. Nyeri
5. Kekuatan otot menurun
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan , gangguan perfusi jaringan perifer tidak
terjadi dengan kriteria :
- Nadi teratur (60-100 x/menit)
- TD dalam batas normal
- Tidak ada edema
No Intervensi Rasional
1 Obsevasi warna, sensasi, gerakan nadi
perifer melalui dopler dan pengisian kapiler
pada ekstremitas luka, bandingakan dengan
ekstremitas yang tidak sakit
Pembentukan odema dapat
secara cepat menekan
pembuluh darah sehingga
mempengaruhi sirkulasi
2 Tinggikan eksteremitas yang sakit dengan
tepat
Meningkatkan sirkulasi
sistemik atau aliran balik
vena dan dapat menurunkan
edema
3 Ukur TD pada ekstremitas yang
mengalami luka, lepaskan manset TD
setelah mendapatkan hasil
Dapat mengetahui secara
berkesinambungan TD dan
menentukan intervensi yang
10
tepat, dengan dibiarkan
manset pada tempatnya dapat
meningkatkan pembentukan
edema
4 Dorong latihan gerak aktif pada bagian
tubuh yang tidak sakit
Meningkatkan sirkulasi local
dan sistemik
5 Observasi nadi secara tertur Disritmia jantung dapat
terjadi akibat perpindahan
elektrolit
Diagnosa 2
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Berikan isolasi atau pantau pengunjung
sesuai indikasi
agar pasien tidak terkena infeksi
dari luar
2 Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas
terhadap klien
mencegah gangguan integritas kulit
pada bagian yang terus tertekan
3 Batasi penggunaan alat atau prosedur
infasive jika memungkinkan
mencegah terjadinya luka
4 Lakukan infeksi terhadap luka alat infasif
setiap hari
mencegah paparan kuman dari luar
kepada pasien
5 Lakukan tehnik steril pada waktu
penggantian balutan
mencegah kontaminasi kuman pada
luka pasien
6 Gunakan sarung tangan pada waktu
merawat luka yang terbuka atau antisipasi
dari kontak langsung dengan ekskresi atau
sekresi
mencegah tertularnya kuman dari
pasien ke perawat/tenaga medis
lainnya
7 Pantau kecenderungan suhu mengigil dan
diaforesis
mencegah infeksi menjalar ke
bagian lain
8 Berikan obat antiinfeksi (antibiotic) membantu proses penyembuhan
pasien dan pertahanan pasien dari
11
kuman yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Salemba Medika : Jakarta
2. Brunner and suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume
1. Jakarta : EGC
3. ................................ 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta : EGC
4. ................................ 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC
5. Cecily. L. Betz (2002). Buku Saku Keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : ECG
6. Corwin. J. Elizabeth (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
7. Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
12