ASPEK HUKUM DALAM ASPEK HUKUM DALAM KONTRAK BISNISKONTRAK BISNIS
Dr. MAHMUL SIREGAR, SH.,M.HUMDr. MAHMUL SIREGAR, SH.,M.HUM
pentingnya kontrak bisnis
Internasionalisasi kegiatan ekonomi
Semakin beragamnya variasi transaksi bisnis
Kepastian dalam transaksi
Minimalisasi resiko transaksi
pengertian kontrak (1)
Buku III KUHPerdata di Indonesia tentang Perikatan tidak menggunakan kata ”kontrak”, tetapi menggunakan kata Perjanjian (verbintenis).
Pasal 1313 memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
pengertian kontrak (2)
Kontrak adalah perjanjian yang mengikat dan yang memiliki konsekwensi hukum bila tidak dipenuhi (Ricardo Simanjuntak)
Perjanjian yang tidak memiliki akibat hukum, bukanlah sebuah kontrak. Contohnya : perjanjian antar teman untuk bertemu bermain bola.
pengertian kontrak (3)
Dalam praktek di Amerika Serikat, kata "kontrak" lazim digunakan untuk menandakan salah satu dari tiga konsep yang berbeda:
(1) rangkaian tindakan-tindakan yang digunakan oleh pihak-pihak untuk menyatakan persetujuannya atas suatu perjanjian;
(2) dokumen yang mereka tandatangani untuk membuktikan persetujuan mereka; atau
(3) hubungan hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan mereka yang menimbulkan hak terhadap suatu pihak dan kewajiban terhadap pihak lain.
asas-asas dalam hukum kontrak (1)
Asas konsensualisme Asas kebebasan berkontrak Asas itikad baik Asas kesimbangan
asas-asas dalam hukum kontrak (2)Asas konsensualisme
Suatu perjanjian sudah terjadi dan karenanya sudah mengikat para pihak yang membuatnya sejak ada kata sepakat tentang unsur pokok dari perjanjian yang dibuatnya.
asas-asas dalam hukum kontrak (3)Asas kebebasan berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata Para pihak memiliki kebebasan menentukan secara otonom bentuk dan isi perjanjian Tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum
asas-asas dalam hukum kontrak (4)Asas itikad baik
Pasal 1338 ayat (3) dari KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Tidak ada batasan yang berlaku umum tentang pengertian itikad baik
Hakim sangat menentukan batasan itikad baik dalam sengketa kontrak
asas-asas dalam hukum kontrak (5)Asas itikad baik
P.L. Wry
” bahwa kedua belah pihak harus berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut saja antara orang-orang sopan, tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa akal-akalan, tanpa mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja, tetapi juga melihat kepentingan pihak lain.
asas-asas dalam hukum kontrak (6)Asas keseimbangan
Idealnya kedudukan para pihak dalam kontrak adalah seimbang
Seimbang hak dan kewajiban masing-masing pihak
sarat sahnya sebuah kontrak (1)
Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan (4) empat syarat :
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri Kecakapan para pihakHal yang tertentu Causa yang halal.
sarat sahnya sebuah kontrak (2)
Apabila Pasal 1320 KUPerdata tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut memiliki akibat hukum :
Para pihak menjadi terikat pada isi perjanjian (vide Pasal 1338, 1339 dan Pasal 1340 KHUPerdata).Para pihak tidak saja terikat pada perjanjian, tetapi juga kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (vide Pasal 1338, 1339 dan Pasal 1340 KHUPerdata) Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak (vide Pasal 1338 ayat (3) KHUPerdata.
Wanprestasi (1)
Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan prestasi yang menjadi objek perikatan antara mereka dalam kontrak.
Wanprestasi seorang debitur dapat didasarkan empat alasan yakni :
• Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya ;• Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan• Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat• Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya
Akibat wanprestasi (2)
Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan sebagai berikut :
”Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
tuntutan ganti rugi (1)Pasal 1239 KUH Perdata diatur bahwa apabila pihak yang wanprestasi tidak menenuhi kewajibannya, maka si berutang diwajibkan memberikan penggantian biaya rugi, dan bunga.
Yang akan diganti rugi oleh si berutang menurut pasal 1243 KUH Perdata adalah kerugian yang telah diderita oleh pihak yang dirugikan atas kontra tersebut dan kerugian yang diderita atas batalnya kreditur tersebut untuk menikmati keuntungan yang sedianya pasti diperolehnya apabila kontra tersebut berjalan dengan semestinya.
Hal ini berbeda bila dalam kontrak telah secara tegas memperjanjikan suatu jumlah uang tertentu sebagai jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh debitur kepada krediturnya dalam hal terjadinya wanprestasi.
tuntutan ganti rugi (2)
Bila besaran bunga telah disepakti para pihak, sepanjang masih memenuhi azas kepatutan yang diatur dalam pasal 1339 KUH Perdata, ketentuan tersebut menjadi ukuran besarnya bunga yang dilekatkan pada kewajiban pembayaran ganti rugi.
Akan tetapi, bila tidak dengan tegas diperjanjikan, maka ketentuan bunga yang diberlakukan akan diperhitungkan berdasarkan ketentuan bunga undang-undang yang diatur dalam Lembaran Negara tahun 1848 No. 22 yaitu 6 (enam) persen pertahun, seperti yang diatur dalam pasal 1767 dan 1578 KUH Perdata.
pembatalan kontrak (1)Selain hak untuk menuntut ganti rugi, wanprestasi juga memberikan hak kepada kreditur untuk membatalkan kontrak yang disepakati, sehingga masuk pada keadaan seakan kontrak tersebut tidak pernah disepakati.
Pasal 1266 KUH Perdata menegaskan peran peradilan dalam pembatalan suatu kontrak beserta konsekuensi hukumnya, sebagai berikut :
”Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbalbailk, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi huku, akan tetapi pembatalan harus dimintakan hakim. “
pembatalan kontrak (2)Perbedaan pendapat tentang Pasal 1266 KUH Perdata
Kontrak harus dibatalkan melalui putusan pengadilan
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan sifat Buku III KUHPerdata yang menganut sistim terbuka, Pasal 1266 dapat dikesampingkan
Kontrak dapat diputuskan secara sepihak tanpa putusan pengadilan.
Sangat tergantung pada keyakinan hakim
Keadaan memaksa (1)• Pasal 1244 KUHPerdata :
“ Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum untuk mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tidak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruklah ada pada pihaknya “ (Pasal 1244 KUHPerdata).
• Pasal 1245 KUHPerdata :
“ Tidaklah biaya rugi dan bunga harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan terlarang”
Keadaan memaksa (2)
Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure) tersebut haruslah dibuktikan oleh debitur (pihak yang tidak melaksanakan prestasi),
Ukuran dari overmacht atau force majeure
Keadaan memaksa (3)Secara teoritis tidak ada ukuran overmacht atau force majeure yang dapat diterima oleh semua ahli hukum.
Prof. Subekti : pada awalnya pengertian overmacht atau force majeure dipahami para ahli hukum sebagai halangan yang muncul dari kejadian hebat dan menimbulkan akibat besar dan luas dan permanen. Misalnya bencana alam, wabah penyakit, peperangan, atau kekacauan yang begitu hebat sehingga debitur tidak mungkin sama sekali untuk memenuhi prestasinya.
Dalam perkembangannya ,ternyata pemahaman tersebut lebih pada pengertian secara umum, karena overmacht atau force majeure mencakup kejadian-kejadian penghalang yang tidak bersifat mutlak atau bersifat sementara.
Penyelesaian sengketa
Kebebasan para pihak untuk memilih dan menentukan cara menyelesaian sengketa
Musyawarah
Melalui pengadilan
Alternatif penyelesaian sengketa : negosiasi, mediasi dan konsiliasi
Arbitrase
penutupBagaimana pun cermatnya suatu kontrak dirumuskan, namun tidak pernah ada kontrak yang sempurna. Tetap saja di dalam naskah kontrak terdapat celah-celah hukum yang berpotensi melahirkan resiko bagi para pihak dan akhirnya menimbulkan sengketa.
para pihak harus benar-benar memahami substansi kontrak sebelum memberikan persetujuan.
Di samping itu, para pihak juga harus memberikan fleksibilitas atau ruang bagi mereka untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan dalam pelaksanaan kontrak,
Bersengketa melalui pengadilan adalah pilihan yang paling akhir.
itikad baik masing-masing pihak dalam melaksanakan kontrak adalah sesuatu yang harus ditonjolkan oleh para pihak.
Kontrak yang baik, jika tidak dilandaskan pada itikad yang baik, maka potensi risiko persengketaannya juga akan sangat terbuka.
penutup