1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada
setiap jenjang pendidikan. Sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses
pembelajaran di kelas, guru dengan kondisi dan kemampuan siswa serta sesuai
dengan kurikulum 2013. Kompetensi siswa yang sesuai dengan kurikulum 2013
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam kompetensi
pengetahuan, siswa dituntut memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan
kejadian yang tampak mata (Kemendikbud, 2013: 34).
Dalam Permendikbud nomor 58 tahun 2014 dijelaskan bahwa salah satu
tujuan matematika adalah agar siswa memahami konsep matematika maka,siswa
harus menguasai kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan tersebut, pembelajaran
matematika diharapkan dapat membantu siswa dalam keterkaitan antar konsep
dari suatu materi. Aktivitas mengaitkan antar konsep matematika tersebut disebut
dengan koneksi matematika.
Menurut National Council of Teacher of Mathematic/NCTM (2000:52-67)
menyebutkan terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan
standar pembalajaran dalam matematika, yaitu belajar untuk memecahkan
masalah (problem solving); belajar untuk bernalar dan membuktikan (reasoning
2
and proof); belajar untuk berkomunikasi (communication); belajar untuk membuat
koneksi (connections); dan belajar untuk mempersentasikan (representation).
Salah satu dari kemampuan dasar matematika yang perlu dicapai adalah
kemampuan koneksi matematika.
Suherman (2008) menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis
adalah kemampuan untuk mengaitkan konsep/aturan matematika yang satu
dengan yang lainnya, dengan bidang studi lain, atau dengan aplikasi pada dunia
nyata.
Menurut NCTM (2000: 64) Koneksi matematika dibagi ke dalam tiga
aspek kelompok koneksi yaitu aspek koneksi antar topik matematika, koneksi
dengan disiplin ilmu lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Pada aspek
koneksi antar topik matematika dapat membantu siswa menghubungkan konsep–
konsep matematika untuk menyelesaikan suatu situasi permasalahan matematika.
Pada aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain menunjukkan bahwa matematika
sebagai suatu disiplin ilmu, selain dapat berguna untuk pengembangan disiplin
ilmu yang lain, juga dapat berguna untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaitan dengan bidang studi lainnya. Pada aspek koneksi dengan kehidupan
sehari–hari menunjukkan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk
menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupan sehari–hari.
Menurut NCTM (2000:64) Siswa menunjukkan kemampuan koneksi
matematika ketika mereka memberikan bukti bahwa mereka dapat memenuhi
indikator koneksi matematis yaitu :
a. Mengenali dan menggunakan hubungan antar ide-ide dalam matematika.
3
b. Memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan
yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh.
c. Mengenali dan mengaplikasikan matematika ke dalam dan lingkungan di luar
matematika.
Pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki kemampuan koneksi
matematis dengan baik khususnya dalam hal menyelesaiakan masalah
matematika. Untuk kemampuan koneksi matematis siswa yang masih rendah
menurut penelitian yang dikukan oleh Sugiman (2008) diperoleh bahwa tingkat
kemampuan koneksi matematik siswa baru mencapai 58%. Capaian ini tergolong
rendah. Adapun rata-rata persentase penguasaan untuk setiap aspek koneksi
adalah koneksi inter topik matematika 63%, antar topik matematika 41%,
matematika dengan pelajaran lain 56%, dan matematika dengan kehidupan 55%.
Selain itu berdasarkan penelitian lain yang dilakukanPitriyani(2018),
diperoleh bahwa: 1) Siswa dengan kepercayaan diri tinggi melakukan kesalahan
pada mengidentifikasi hubungan satu prosedur ke prosedur lain dalam
representasi yang sama serta dalam menjelaskan penerapan topik matematika
dalam konten bidang studi lain atau masalah sehari-hari.; 2) Siswa dengan
kepercayaan diri sedang melakukan kesalahan pada mengidentifikasi hubungan
satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang sama dan kesalahan dalam
mengidentifikasi hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur
matematika; dan 3) Siswa dengan kepercayaan diri rendah melakukan kesalahan
dalam mengidentifikasi hubungan satu prosedur ke prosedur lain dalam
representasi yang sama. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
kemampuan koneksi matematik siswa ditinjau dari self confidence masih rendah.
4
Penelitian menurut Pitriyani (2018) ini menekankan analisis kemampuan koneksi
matematis siswa yang dilihat dari kesalahan siswa, sedangkan penelitian yang
ingin saya lakukan adalah tentang kemampuan koneksi matematissiswa yang di
analisis dari indikator kemampuan koneksi menurut NCTM berdasarkan subjek
penelitian kepercayaaan diri tinggi, sedang dan rendah.
Dari penelitian tersebut ditarik kesimpulan bahwa kemampan koneksi
matematika merupakan kemampuan mendasar yang hendaknya dikuasai siswa
dalam belajar matematika dan kemampuan koneksi juga berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa karena siswa akan mampu melihat matematika sebagai suatu
ilmu yang antar topiknya saling kait mengait serta bermanfaat dalam mempelajari
pelajaran lain dalam kehidupan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari Sabtu,
tanggal 23 Februari 2019 di SMPN 1 Muaro Jambi dengan memberikan soal
terhadap satu siswa di kelas VII dapat diuraikan kemampuan koneksi
matematisnya dalam menyelesaikan masalah kontekstual pada materi himpunan
sebagai berikut. Adapun soal yang diberikan oleh peneliti yaitu:
Gambar 1.1 Jawaban Siswa Menyelesaikan Soal (Himpunan)
Dari gambar 1.1 tersebut dapat diinformasikan jawaban-jawaban siswa
sebagai berikut:
5
Pada indikator mengenali dan menggunakan hubungan antar ide-ide dalam
matematika dari jawaban siswa, menunjukkan bahwa dapat di lihat siswa tidak
bisa mengenali antar ide-ide dalam matematika, yang di gunakan dalam soal
tersebut, siswa tidak merepresentasikan soal cerita menjadi model matematika,
dan belum dirubah kedalam bentuk yang lebih operasional. Siswa sudah
menuliskan apa yang diketahui, tetapi tidak lengkap dimana siswa hanya
menyalin kembali dari soal, kemudian siswa juga tidak menuliskan apa yang
ditanyakan pada soal. Siswa juga tidak dapat menggunakan hubungan antar ide-
ide dalam matematika seperti rumus irisan yang sudah dipelajari nya untuk
menyelesaikan soal tersebut terbukti dari jawaban siswa yang salah. Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut.
Gambar 1.2 Jawaban Siswa pada indikator kemampuan koneksi pertama
Pada indikator memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk
ide satu dengan yang lain sehingga, menghasilkan suatu keterkaitan yang
menyeluruh dari jawaban siswa menunjukkan bahwa, siswa belum benar dalam
memahami keterkaitan ide-ide matematika, dengan tidak menentukan rumus yang
digunakan dengan tepat dan menggambarkan diagram venn nya salah seharusnya
pada jawaban ini menggunakan rumus irisan namun siswa tidak menggunakannya
karna ia tidak memahami soal dengan baik, serta siswa belum benar membentuk
6
ide satu dengan yang lain sehingga, menghasilkan suatu keterkaitan yang tidak
menyeluruh, yaitu pada saat menyelesaikan soal tersebut untuk mencari jumlah
siswa yang menyukai kedua pelajaran yaitu MTK dan Bahasa Inggris, tidak
melakukan langka-langkah dengan benar hanya saja siswa menjumlahkan dari
angka-angka yang ada pada soal.Siswa tidak meminsalkan terlebih dahulu siswa
yang menyukai pelajaran matematika itu dengan varibael minsalnya x dan yang
menyukai pelajaran bahasa inggris itu varibel y baru kemudian seharusnya
mengurangkan dengan jumlah siswa yang menyukai kedua pelajaran tersebut
untuk jawaban yang dikerjakan siswa dibawah ini belum lah benar.Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 1.3 berikut.
Gambar 1.3 Jawaban Siswa pada indikator kemampuan koneksi kedua
Pada indikator Mengenali dan mengaplikasikan matematika ke dalam dan
lingkungan di luar matematika, dari jawaban siswa menunjukkan bahwa siswa
belum mampu mempresentasikan jawaban yang di peroleh kedalam bentuk
diagram venn nya dan siswa belum mampu menerjamahkan masalah yang
diberikan ke dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak menuliskan kesimpulan
dari jawaban yang di peroleh dari soal tersebut minsalnya menyimpulkan seperti
jadi siswa yang menyukai pelajaran bahasa inggris adalah dan yang menyukai
matematika adalah namun karna siswa tidak memahami soal dengan baik dan
7
belum mampu dalam mengaitkan antar konsep-konsep yang telah dipelajarinya
sehingga siswa tidak bisa menyelesaikan soal dengan baik maupun
menerjemahkan soal ini kedalam dunia nyata.Hal tersebut dapat dilihat pada
gambar 1.4 berikut.
Gambar 1.4 Jawaban Siswa pada indikator kemampuan koneksi ketiga
Dari penjelasan tentang kemampuan koneksi matematis yang telah
dijelaskan sebelumnya hal ini menunjukkan bahwa subjek belum memiliki
kemampuan koneksi matematis dengan baik dilihat dari indikator-indikator dari
kemampuan koneksi matematis yang tidak terpenuhi.
Menurutt NCTM (Herdian, 2010:1) bahwa ada dua tipe unum koneksi
matematis yaitu modeling connections dan mathematical connections. Modeling
connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul didalam
dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematikanya,
sedangkan mathematical connections hubungan antara dua representasi yang
ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. Dari
keterangan NCTM tersebut peneliti menggunakan tipe koneksi matematis yaitu
modeling connections dimana bentuk soal yang diberikan ialah masalah
kontekstual.
8
Menurut Hudojo (2005:123) Masalah kontekstual adalah masalah atau
situasi yang pernah dialami siswa atau sebagai masalah nyata yang dekat dengan
kehidupan siswa.Dengan menyelesaikan masalah kontekstual matematika, siswa
secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Hudojo
(2005:166) yang menyatakan bahwa melalui penyelesaian masalah salah satunya
masalah kontekstual, siswa-siswa dapat berlatih dan mengitegrasikan konsep-
konsep,teorema-teorema dan keterampilan yang telah dipelajari. Jadi,jika siswa
dilatih atau terus diberikan latihan-latihan tentang masalah kontekstual maka hal
itu akan melatih kemampuan matematika siswa salah satunya kemampuan
koneksi matematika.
Dalam menyelesaikan masalah kontekstual dibutuhkan beberapa
kemampuan seperti yang tercantumkan dalam indikator koneksi matematis.
Kemampuan mengaitkan antar topik matematika,tentunya dalam menyelesaikan
masalah kontekstual dibutuhkan sekali untuk merencanakan penyelesaian suatu
masalah, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali proses dan hasil
penyelesaian. Sebab tanpa mengaitkan antar topik matematika penyelesaian
masalah kontekstual tidak dapat dilakukan dengan baik. Merencanakan
penyelesaian dalam suatu penyelesaian masalah akan dilakukan dengan baik jika
sisiwa mampu mengaitkan antar konsep matematika.
Kemampuan untuk menyelesaikan masalah matematis merupakan
kemampuan yang penting untuk dikuasai dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran
matematika adalah sesuatu yang kita lakukan mulai dari perhitungan yang
sederhana hingga kompleks. Ketika matematika disebutkan, banyak orang akan
bicara bahwa mereka tidak memiliki kemampuan bermatematika yang baik, takut
9
terhadap matematika atau tidak suka matematika. Mengapa sebagian orang
merasa matematika itu mudah dan sebagian yang lain mengatakan matematika itu
sulit ? Hal ini berpengaruh pada self-confidence atau kepercayaan diri seseorang
pada kemampuan dirinya. Contohnya, jika siswa percaya akan kemampuan
dirinya mereka akan lebih banyak bertanya atau menjawab pertanyaan lebih
sering daripada siswa yang tidak percaya akan kemampuan dirinya, mereka akan
lebih banyak diam dan cenderungtakut. Tentunya hal ini akan mempengaruhi
belajar mengajar (Koriyah & Harta, 2015).
Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 muaro Jambi bahwa kemampuan
koneksi matematika siswa masih sangat rendah dan persepsi siswa terhadap mata
pelajaran matematika juga cenderung negatif yang dapat dilihat dari tidak
terpenuhinya indikator kemampuan koneksi matematis. Adapun dengan
kepercayaan diri siswa juga masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari
kepercayaan diri siswa dalam mengerjakan soal- soal yang diberikan guru,
menjawab pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan, berlatih menjelaskan hasil
pekerjaannya kepada teman yang lain serta bekerjasama dan berhubungan dengan
siswa lain dirasakan masih sangat kurang. siswa merasa kurang percaya diri dan
selalu berusaha mengetahui hasil kerja teman lain pada saat menerima tugas dari
guru. Didukung juga dengan penelitian Malinda (2018) dalam penelitiannya yang
berjudul pengaruh self confidence terhadap kemampuan koneksi matematis siswa
SMP Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa self confidence
siswa memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis yaitu
sebesar 36,9% dan 63,1% dipengaruhi oleh faktor lain di luar self confidence
siswa.
10
Untuk mengaitkan beberapa konsep dalam matematika atau dengan bidang
ilmu lainnnya, maka diperlukan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Kepercayaan diri merupakan
kepercayaan setiap individu terhadap kemampuan yang dimiliki serta merasa
yakin dan benar atas apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Menurut Rakhmat
(2000) mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah suatu keyakinaan akan
kemampuan dirinya yang diterapkan pada kehidupannya, serta bagaimana
individu tersebut memandang dirinya sebagai suatu individu yang utuh dan
mengacu pada konsep diri. Adapun pernyataan menurut Heruman (2017: 160)
bahwa self confidence adalah pembentukan pemahaman berdasarkan keyakinaan
dan perasaan siswa tentang kemampuan yang dimilikinya pada aspek-aspek
keyakinaan akan kemampuan dirinya. Tanpa adanya Self Confidence
(kepercayaan diri)siswa akan merasa ragu-ragu dalam menyelesaikan soal-soal
yang diberikan, yang pada akhirnya siswa dalam menjawab soal-soal yang
diberikan kurang maksimal.
Kepercayaan diri merupakan kepercayaan setiap individu terhadap
kemampuan yang dimiliki serta merasa yakin dan benar atas apa yang dilakukan
dirinya sendiri. Menurut Rahayu,dkk (2017:160) bahwa self-confidence adalah
pembentukan pemahaman berdasarkan keyakinan dan perasaan siswa tentang
kemampuan dirinya. Menurut Utari (Hendriana, 2017) mengemukakan beberapa
indikator kepercayaan diri antara lain: 1) Percaya kepada kemampuan sendiri,
tidak cemas, merasa bebas dan bertanggungjawab atas perbuatannya; 2) Bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan; 3) Memiliki konsep diri yang positif,
hangat dan sopan, dapat menghargai dan menerima orang lain; 4) Memiliki
11
dorongan untuk berprestasi serta berani mengungkapkan pendapat; 5) Mengenal
diri sendiri atas kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
Parsons Croft & Harrison (2011) membedakan self-confidence dalam tiga
domain yaitu (1) percaya pada matematika secara keseluruhan, maksudnya adalah
kepercayaan seseorang terhadap matematika dan ketika seseorang kurang percaya
diri dengan matematika mungkin dia akan mengatakan ‘saya tidak memiliki
kemampuan dalam matematika’, (2) kepercayaan pada topik, maksudnya adalah
kepercayaan seseorang terhadap beberapa topik matematika saja, (3) kepercayaan
pada pengaplikasian, maksudnya adalah kepercayaan diri seseorang untuk
menerapkan matematika pada lingkungan dan kehidupannya.
Berdasarkan uraian diatas, kemampuan koneksi matematis dipengaruhi
oleh pengetahuan sebelumnya dan self-confidence siswa. Antara kemampuan
koneksi matematis dan self-confidence memiliki korelasi yang moderat
(Hendriana,dkk 2014). Hal ini juga di kemukakan oleh (Nurhayati, 2014) tentang
fakta bahwa kemampuan koneksi matematis dan self-confidence siswa merupakan
aspek yang penting dalam pembelajaran matematika. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Pipit Pitriyani menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis
ditinjau dari self-confidence siswa MTs masih rendah (Pitriyani dkk, 2018).
Sehingga dipandang perlu untuk mengkaji dan meneliti kemampuan koneksi
matematis dan self-confidence pada pembelajaran matematika. Oleh sebab itu
peneliti ingin meneliti tentang kemampuan koneksi matematis ditinjau dari self-
confidence pada siswa SMP, karena pada usia ini siswa sudah remaja dan
seharusnya memiliki self-confidence yang kuat. Sesuai dengan uraian diatas
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan
12
kemampuan koneksi matematis ditinjau dari self-confidence (kepercayaaan diri)
siswa khusunya pada masalah kontekstualyang dilakukan di SMPN 1 Muaro
Jambi.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan mengenai kemampuan koneksi
matematika siswa yang dianalisis berdasarkan indikator kemampuan koneksi
matematika dalam menyelesaikan masalah kontekstual ditinjau dari kepercayaan
diri siswa sangatlah menarik bagi peneliti, Sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Koneksi
Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ditinjau dari
kepercayaan Diri siswa di kelas VII SMPN 1 Muaro Jambi”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana kemampuan koneksi matematika
siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual ditinjau dari kepercayaan diri
siswa di kelas VII SMPN 1 muaro Jambi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan koneksi matematika siswa
dalam menyelesaikan masalah kontekstual ditinjau dari kepercayaan diri siswadi
kelas VII SMPN 1 muaro Jambi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Guru, yaitu sebagai masukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
koneksi matematis siswa ditinjau dari kepercayaan diri nya sehingga dapat
13
menindaklanjutinya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat dan
tidak berpeluang untuk menimbulkan masalah yang serupa.
2. Siswa,dapat memberikan motivasi untuk lebih giat belajar matematika
termasuk dalam menyelesaikan masalah kontekstual matematika.
3. Pembaca, memberikan informasi khususnya pendidik mengenai
kemampuan koneksi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah
kontekstual ditinjau dari kepercayaan diri siswa.
4. Bagi peneliti lain, yaitu sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan
penelitian yang berkaitan dengan kemampuan koneksi matematis siswa
dalam menyelsaikan masalah kontekstual ditinjau dari kepercayaan diri
siswa.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.5.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah siswa di kelas VII SMP Negeri
1 muaro Jambi semester genap tahun ajaran 2018/2019. Subjek
penelitian yang dipilih berdasarkan tes angket self confidence untuk
mengkategorikan tingkat kepercayaan diri siswa ( tinggi,sedang dan
rendah). Kemudian peneliti memberikan instrumen tes koneksi
matematika yang terdiri dari 3 soal untuk dianalisis kemampuan
koneksi dalam menyelesaikan masalah kontekstual ditinjau dari
kepercayaan diri siswa. Pembahasan lebih lanjut kemampuan
koneksi matematika siswa di peroleh dari hasil wawancara peneliti
dengan subjek penelitian.
14
1.5.2 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini dibatasi pada kemampuan koneksi matematika
siswa ditinjau dari kepercayaan diri siswa.
b. Pengkategorian self confidence diperoleh dengan menggunakan
skala Likert (tinggi,sedang dan rendah).
c. Penelitian ini dibatasi pada kemampuan koneksi matematika
siswa dalam menyelesaikan masalah kontektual.
d. Tes kemampuan koneksi matematis yang digunakan dalam
penelitian ini berupa soal essay/uraian masalah kontekstual.
e. Tes angket self confidence menggunakan angket dari sumber
yang telah ada yaitu dari hendriana,dkk (2017) yang akan
dimodifikasi peneliti.
1.6 Definisi Istilah
Agar terhindar dari penafsiran yang berbeda terhadap istilah dalam tulisan
ini, maka dipandang perlu menjelaskan beberapa istilah yang digunakan
sebagai berikut:
1. Analisis adalah penyelidikan secara sistematis terhadap suatu peristiwa
unuk mengetahui fakta atau keadaan sebenar nya dan hubungannya.
2. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-
konsep matematika baik antar konsep dalam matematika itu sendiri
maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang
lainnya .
15
3. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang yang mampu
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Percaya diri
adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri, keyakinan akan adanya
suatu maksud di dalam kehidupan, dan kepercayaan bahwa mereka akan
mampu melaksanakan apa yang mereka inginkan, rencanakan, dan
harapkan dengan menggunakan akal budi (Davies,2004)
4. Masalah kontekstual adalah masalah nyata yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari siswa yang dapat diamati atau dibayangkan oleh siswa. Dalam
penelitian ini masalah kontekstual yang diberikan adalah masalah yang
berkaitan dengan perbandingan karena masalah tersebut sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari.