7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Tanaman Pare (Momordica charantia L)
Sistematika tanaman pare (Momordica charantia L) menurut Subahar (2004)
yaitu:
Classis : Dicotiled one
Ordo : Curcubitales
Familia : Curcubitales
Genus : Momordica
Species : Momordica charantia L
2.1.1 Morfologi Pare
Buah pare merupakan salah satu jenis buah yang telah lama dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan penyebaran yang cukup luas. Pare
memiliki rasa pahit terutama pada daun dan buahnya, hal ini disebabkan
karena kandungan zat sejenis glikosida yang disebut momordicin dan
charantin. Meskipun memiliki rasa yang pahit buah ini cukup banyak
diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi ataupun digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit seperti luka, demam, campak, hepatitis dan
diabetes (Subahar, 2004).
Buah pare memiliki nama lain sesuai dengan sebutan bahasa dalam
masing-masing bahasa yang digunakan di Indonesia. Contohnya paria
(Makassar), popare (Manado), kepare (Ternate), papare (Halmahera),
kambeh (Minangkabau) dan Paria (Batak Toba). Di beberapa negara
buah ini juga memiliki nama sesuai dengan bahasa yang digunakan.
Contohnya kǔguā (Mandarin), pavayka atau kappayka (Melayu), goya
atau nigguri (Jepang) (Subahar, 2004).
8
Pare merupakan tanaman semak semusim yang dapat tumbuh di dataran
rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan,
ataupun dapat ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar.
Pare tumbuh menjalar atau merambat dengan sulur yang berbentuk
spiral, daunnya berbentuk tunggal, berbulu, berbentuk lekuk, dan
bertangkai sepanjang ± 10 cm serta bunganya berwarna kuning muda.
Batang pare dapat mencapai panjang ± 5 cm dan berbentuk segilima.
Memiliki buah menyerupai bulat telur memanjang dan berwarna hijau,
kuning sampai jingga dengan rasa yang pahit (Suwarto, 2010).
Permukaan buah berbintil-bintil, dengan daging buah yang agak tebal
dan di dalamnya terdapat sejumlah biji yang keras berwarna coklat
kekuningan. Biji buah pare ini digunakan sebagai alat perbanyakan
tanaman secara generatif. Pare dapat tumbuh baik di daerah tropis
sampai pada ketinggian 500 m/dpl, suhu antara 18°C - 24°C,
kelembaban udara yang cukup tinggi antara 50% - 70% dan dengan
curah hujan yang relatif rendah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan
subur sepanjang tahun dan tidak tergantung kepada musim. Tanah yang
paling baik bagi pare adalah tanah lempung berpasir yang subur,
gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi, dan drainase yang
baik (Kristiawan, 2011).
2.1.2 Kandungan Pare
Bagian-bagian dari tanaman pare mempunyai kandungan kimia masing -
masing. Buah pare mengandung albuminoid, karbohidrat, zat warna,
karantin, hydroxytryptamine, vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian
buah yang dapat dimakan mengandung 29 kilo kalori; 1,1 gr protein; 0,3
gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi;
180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan 91,2 gr air.5,11.
Selain itu juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid,
triterpenoid, momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam
9
butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat. Daun pare
mengandung momordisina, momordina, karantina, resin, asam
trikosanik, asam resinat, saponin, vitamin A, dan vitamin C serta minyak
lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan
oleostearat. Biji pare mengandung saponin, alkanoid, triterpenoid, asam
momordial dan momordisin. Sedangkan akar pare mengandung asam
momordial dan asam oleanolat (Sudarsono dkk, 2002).
2.1.3 Khasiat Pare
Sebagai obat tradisional tanaman pare banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Akar dan ekstrak daun pare dapat digunakan sebagai
antibiotik. Bunganya dapat merangsang enzim pencernaan, sedangkan
buahnya dapat dimanfaatkan sebagai obat batuk, pembersih darah,
penambah nafsu makan, penurun panas, penyegar badan serta
menunjukkan aktivitas antidiabetes (Jaya, 2007).
2.1.4 Dosis
Pertimbangan dosis ekstrak buah pare (Momordica charantia L)
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lawrence L, dkk
(2009) menyatakan bahwa sebanyak 200 mg ekstrak buah pare diminum
dua kali sehari untuk terapi tambahan diabetes militus.
2.2 Ekstrak
2.2.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sedian kental yang di peroleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisa nabati atau simplisa hewani menggunakan
pelarut yang sesuai (Anonim, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok, diluar
10
pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk (Anonim, 2014).
Menurut Anonim, (2000) ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya
yaitu:
1) Ekstrak encer
adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang.
2) Ekstrak kental
adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya
kandungan ainya menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena
cemaran bakteri.
3) Ekstrak kering
adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan mudah dituang.
Sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4) Ekstrak cair
adalah ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian
simplisa sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.
2.2.2 Metode Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat
pada simplisa. Ragam ekstraksi yang tepat yaitu tergantung pada tekstur
dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis
senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan
tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis,
karena pada simplisa mengandung senyawa aktif yang berbeda – beda,
sehingga metode didalam penarikan senyawa aktif didalam simplisa
harus memperhatikan faktor sepert: udara, suhu, cahaya, logam berat.
11
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan
ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Keloko,
2013).
Proses ekstraksi dapat melalui beberapa tahap, diantaranya: pembuatan
serbuk, pembasahan, penyariran, dan pemekatan (Anonim, 2000).
Macam – macam metode penyairan dan ekstraksi yang dapat dilakukan
menurut Anonim, 2000:
1) Ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau penghalusan mekanik.
2) Ekstraksi dengan pelarut :
2.2.2.1 Cara dingin
a) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstrksi simplisia menggunkan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur
ruangan (Anonim, 2000).
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan
sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi
dingin, jadi pada metode ini pelarut dan sampel tidak
mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk
senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas
(Hamdani, 2014).
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exchaustie extraction) yang umumnya
12
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari
tahapan penetesan dan penampungan ekstrak secara terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (Anonim, 2000).
Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang
menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi
banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas
(Sulaiman, 2007).
2.2.2.2 Cara panas
a) Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian
berulang-ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua
komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti
sokletasi adalah pengekstrakan berulang-ulang (continuous
extraction) dari sampel pelarut (Tobo, 2001).
Sokletasi adalah ekstraksi continue menggunakan alat soklet
dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Anonim, 2000).
Kelebihan ekstraksi dengan metode sokletasi adalah proses
ekstraksi berlangsung secara kontinu, kekurangan ekstraksi
dengan metode sokletasi adalah hanya dapat digunakan untuk
senyawa yang termostabil (Tobo, 2001).
b) Infudasi
Infudasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara
mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu
90°C selama 15 menit (Anonim, 2014).
13
Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan
untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati. Prosesini dilakukan pada suhu 90°C
selama 15 menit (Anonim, 2000).
2.2.3 3 Macam-Macam Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistensinya:
2.2.3.1 Ekstrak cair
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, ekstrak cair adalah
sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai
pelarut atau sebagai pengawet.
Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap
ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang
memenuhi syarat (Anonim, 2000).
2.2.3.2 Ekstrak Kental
Ekstrak kental adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).
2.2.3.3 Ekstrak kering
Ekstrak kering adalah sediaan padat yang memiliki bentuk
serbuk yang didapatkan dari penguapan oleh pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk (Anonim, 2000).
14
2.3 Tablet
2.3.1 Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata
atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat
atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2008).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet adalah sediaan yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Tablet (Siregar, 2010)
2.3.2.1 Keuntungan
a) Dapat menutupi rasa yang pahit, atau kurang enak jika
dibandingkan dengan jenis sediaan serbuk dan cairan.
b) Tablet memiliki ketepatan dosis dalam tiap unit pemakaian.
c) Sifat tablet yang sangat mendasar adalah mudah dibawa,
bentuk kompak, stabilitas yang memadai dan ekonomis jika
dibandingkan dengan bentuk sediaan lain.
d) Tablet lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba
karena berada dalam bentuk kering dengan kadar air yang
rendah
e) Pada umumnya, pengemasan dan pengiriman sediaan tablet
paling mudan dan paling murah.
2.3.2.2 Kekurangan
a) Kesulitan menelan pada anak-anak, penderita dengan sakit
yang parah dan penderita lanjut usia.
b) Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit
terbasahi, tidak larut, serta disolusi yang kurang baik.
c) Kerja obat (onset of action) sediaan tablet lebih lambat
dibandingkan dengan sediaan parenteral (injeksi) dan larutan
oral.
15
2.3.3 Macam-Macam Jenis Sediaan Tablet (Siregar, 2010).
2.3.3.1 Berdasarkan prinsip pembuatan
Berdasarkan prinsip pembuatan, sediaan tablet terdiri atas tablet
cetak dan tablet kempa
a) Tablet cetak
Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan
tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Kepadatan tablet
tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses
pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan
yang diberikan.
b) Tablet kempa
Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul kering dengan menggunakan mesin tablet.
2.3.3.2 Berdasarkan jenis bahan penyalut.
a) Tablet salut biasa/salut gula (Dragee): disalut dengan gula
dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut
seperti pati, kalsium karbohidrat, talk atau titanium dioksida
yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.
Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan lama dan
perlu penyalut tahan air. Hal ini akan memperlambat disolusi
dan memperbesar bobot tablet.
b) Tablet salut selaput (Film Coated Tablet/FCT): disalut
dengan hidroksipropil metilselulosa, hidros propil selulosa,
Na-cmc dan campuran selulosa asetat ftalat dengan P.E.G
yang tidak mengandung air atau mengandung air.
c) Tablet salut kempa: tablet yang disalut secara kempa cetak
dengan massa granulat yang terdiri dari laktosa, kalsium
fosfat dan zat laim yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti,
kemudian dicetak kembali bersama granulat kelompok lain
sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet). Tablet
ini sering digunakan untuk pengobatan secara repeat action.
16
d) Tablet salut elektrik (enteric coated tablet): disebut juga
tablet lepas tunda. Jika obat dapat rusak atau inaktif karena
cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung,
diperlukan penyalut enterik yang bertujuan untuk menunda
pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
e) Tablet lepas lambat (sustained release): disebut juga tablet
dengan efek diperpanjang, efek pengulangan atau tablet lepas
lambat. Dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan
tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.
2.4 Bahan Tambahan
2.4.1 Bahan Tambahan Pembuatan Tablet
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet terdiri dari:
2.4.1.1 Bahan Pengisi (Diluent)
Bahan pengisi ditambahkan untuk menjamin tablet memiliki
ukuran atau massa yang dibutuhkan. Bahan pengisi diperlukan
bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk, dapat juga
ditambah untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat
dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan bahan pengisi adalah netral
terhadap zat yang berkhasiat, inert/stabil secara farmakologi,
serta tidak boleh berbahaya atau tidak tercampur dengan bahan
berkhasiat. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah mudah larut
sehingga dapat membentuk larutan yang jernih. Bahan pengisi
yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa, amilum,
kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (Anonim, 2014).
Zat pengisi atau pengencer adalah suatu zat inert secara
farmakologis yang ditambahkan kedalam suatu formulasi
sediaan tablet yang bertujuan untuk penyesuaian bobot,
membantu memudahkan dalam pembuatan tablet dan
17
meningkatkan mutu sediaan tablet. Dalam hal ini, penyesuaian
bobot dilakukan untuk menambah bobot sediaan tablet jika dosis
zat aktif tidak cukup untuk memenuhi ruah tablet (Siregar,
Charles, 2010).
2.4.1.2 Bahan Pengikat (binder)
Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk
sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya
kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat dapat
ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika
ditambahkan dalam bentuk larutan. Bahan pengikat yang biasa
digunakan antara lain sukrosa, jenis pati, gelatin, turunan
selulosa, gom arab dan povidon (Anonim, 2014).
Bahan pengikat adalah zat yang ditambahkan untuk menambah
kohesivitas atau kualitas ikatan dari serbuk bahan tablet untuk
menjamin tablet tidak mudah pecah sesudah pencetakan
(Siregar, Charles, 2010).
2.4.1.3 Bahan Pelicin (lubricant)
Fungsi utama pelicin adalah untuk mengurangi friksi antar
partikel dan antara permukaan tablet dan dinding die selama
pencetakan. Seringkali pelicin juga berfungsi sebagai
antiadherent dan glidan. Antiadherent berfungsi untuk
mencegah perlengketan ke punch dan dinding die. Sedang
glidan berfungsi untuk memperbaiki aliran granul/serbuk.
Pemakaian pelicin serta waktu pencampuran yang tidak tepat
dapat menurunkan efektivitas disintegran (Siregar, Charles,
2010).
Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi
antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama
kompresi dan ejeksi. Lubrikan ditambahkan pada pencampuran
18
akhir/final mixing, sebelum proses pengempaan. Lubrikan dapat
diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam air yaitu larut
dalam air dan tidak larut dalam air (Ben, 2008).
2.4.1.4 Bahan Penghancur (Disintegran)
Zat penghancur ditambahkan guna memudahkan pecahnya atau
hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran
pencernaan. Dapat juga berfungsi menarik air ke dalam tablet,
mengembang dan menyebabkan tablet pecah. Bahan penghancur
yang dapat digunakan adalah pati dan selulosa yang
termodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal,
dan povidon (Syamsuni, 2007).
Disintegran adalah bahan yang digunakan untuk memecahkan
tablet bila tablet terpapar pada lingkungan berair. Pemilihan
disintegran yang baik umumnya akan mengantar pada
peningkatan kecepatan disolusi. Secara umum dikenal enam
golongan disintegran yaitu golongan amilum, ‘clay’, selulose,
alginat, ‘gum’ dan lain-lain (Siregar, 2010).
2.4.2 Metode Pembuatan Tablet
Terdapat 3 metode pembuatan tablet kompresi yaitu:
2.4.2.1 Metode Granulasi Basah (Wet Granulation)
Granulasi basah adalah proses penambahan cairan pada suatu
serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi
dengan pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau
granul (Siregar, 2010).
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat
pengisi dan zat penghancur hingga homogen, lalu dibasahi
dengan larutan pengikat, dan bila perlu ditambahkan zat pewarna.
19
Selanjutnya campuran diayak menjadi granul, lalu dikeringkan
dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering
granul diayak lagi untuk memperoleh ukuran yang diperlukan,
kemudian ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet
dengan mesin tablet (Agoes, 2008).
Metode granulasi basah basah ini memiliki keuntungan dan
keterbatasan. Keuntungannya adalah memiliki sifat alir yang
lebih baik, meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk,
untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran
tinggi dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang
menyebabkan bobot tablet lebih besar. Sedangkan
keterbatasannya adalah tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada zat aktif yang sensitif terhadap kelembapan dan panas serta
disolusi obat lebih lambat. Pada metode ini memerlukan
peralatan dan penanganan khusus serta tenaga yang cukup besar
(Siregar, 2010).
2.4.2.2 Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)
Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin
digranulasi basah karena tidak stabil atau peka terhadap panas,
lembap atau juga tidak mungkin dikempa langsung menjadi
tablet karena zat aktif terlalu besar untuk dikempa langsung.
sebagai contoh, asetosal dan vitamin pada umumnya dibuat
menjadi tablet dengan granulasi kering (Siregar, 2010).
Granulasi kering dibuat dengan mengempa langsung seluruh
campuran ingredien formulasi dengan tekanan tinggi
menggunakan suatu mesin pembuat bongkah (slugging machine)
atau mesin kompaktor (Siregar, 2010).
20
Metode granulasi kering ini memiliki keuntungan dan
keterbatasan. Keuntungannya adalah tidak memerlukan panas
dan kelembapan dalam proses granulasi, serta penggunaan
alatnya lebih sederhana. Sedangkan keterbatasannya adalah
menghasilkan tablet yang kurang tahan lama dibandingkan
dengan metode granulasi basah (Agoes, 2008).
2.4.2.3 Metode Kempa Langsung
Istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses
ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif
dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, disentegran dan
lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam kedalam lubang
kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Siregar,
2010).
Metode ini dilakukan apabila jumlah zat berkhasiat per tabletnya
cukup untuk dicetak, mempunyai sifat alir yang baik dan
berbentuk kristal yang memiliki sifat alir baik. Bahan pengisi
untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah
selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, sukrosa yang dapat
dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi (Agoes, 2008).
Keuntungan penggunaan metode kempa langsung ini adalah
waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan
yang tidak tahan lembab. Sedangkan keterbatasannya adalah
sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu
partikel turun dari hopper ke die sehingga terjadi ketidak
seragaman bahan aktif (Siregar, 2010).
2.4.3 Permasalahan Selama Proses Pembuatan Tablet
Pada pembuatan tablet sering timbul masalah-masalah yang
menyebabkan tablet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan
21
kualitas, menurut Charles Siregar, 2010 masalah-masalah tersebut antara
lain:
2.4.3.1 Kaping (Capping)
Kaping adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pemisahan sebagian atau keseluruhan
“mahkota” atas atau bawah suatu tablet dari tubuh utama tablet.
Kaping terjadi apabila bagian atas tablet berpisah dari bagian
utama tablet dan terlepas sebagai suatu topi.
2.4.3.2 Laminasi (Lamination)
Laminasi adalah pemisahan tablet menjadi dua atau lebih lapisan
berbeda. Penyebab laminasi sama dengan penyebab kaping,
kecuali jika tablet membelah, pecah pada sisi serta pada saat
dikeluarkan menjadi dua bagian.
2.4.3.3 Perlekatan Pada Dinding Die (Sticking)
Sticking biasanya terjadi karena pengeringan yang tidak memadai
atau granulasi yang dilubrikasi sehingga permukaan tablet
melekat pada permukaan punch. Hal ini menyebabkan
permukaan tablet tumpul, tergores atau berbintik.
2.4.3.4 Perlekatan Pada Permukaan Punch Atas (picking)
Picking adalah istilah yang digunakan untuk tablet yang
permukaannya hilang karena sejumlah kecil material yang
dikempa melekat pada permukaan punch atas.
2.4.3.5 Perlekatan Pada Dinding Ruang Cetak (Binding)
Binding adalah kerusakan pada tablet dimana tablet menempel di
dinding ruang cetak pada saat pengeluaran tablet, dikarenakan
adanya ketidaksesuaian pada pengaturan pencetakan dan dapat
juga disebabkan oleh granul yang terlalu lembab atau dapat juga
disebabkan kurang atau tidak cocoknya akan penambahan suatu
bahan pelincir atau anti lengket.
22
2.4.3.6 Retak Pada Tablet (Cracking)
Cracking adalah istilah yang diberikan untuk tablet yang
mengalami keretakan kecil baik dibagian atas, bawah, maupun
didinding samping. Kerusakan pada tablet ini dapat diatasi
dengan pengeringan kembali dari granulat, ketidaksesuaian
penggunaan lubrikan yang dapat diatasi dengan mengganti
lubrikan, serta faktor mekanik yang terjadi akibat ketidak
sesuaian punch.
2.4.3.7 Bintik Pada Tablet (Mottling)
Mottling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
distribusi warna yang tidak merata dipermukaan tablet, berbintik
terang atau gelap. Penyebab utama bintik pada tablet adalah
warna zat aktif berbeda dengan bahan tambahan, terjadi migrasi
zat aktif selama proses pengeringan atau zat warna yang
ditambahkan tidak terbagi merata.
2.4.3.8 Kesan Ganda (Double Impression)
Kesan ganda terjadi pada permukaan tablet yang dibuat dengan
punch yang berlogo. Penyebab utama kesan ganda adalah adanya
free rotation salah satu punch selama pengeluaran tablet.
2.5 Granul
2.5.1 Pengertian Granul
Granul merupakan gumpalan partikel-partikel yang lebih kecil umumnya
berbentuk tidak merata dan seperti partikel tunggal yang lebih besar.
Granulasi adalah proses pembesaran ukuran partikel kecil yang
dikumpulkan bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih
besar, secara fisik lebih kuat dan partikel orisinil masih teridentifikasi
dan membuat agregat mengalir bebas (Siregar, Charles, 2010).
23
2.5.2 Uji Sifat Fisik Granul
2.5.2.1 Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur105°C selama 30 menit atau sampai
berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal
khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa
pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara
terbuka (Fajriah, 2011)
Dalam farmasi istilah susut pengeringan adalah suatu pernyataan
kandungan lembap berdasarkan bobot basah, yang sering disebut
Lose of Drying (LOD) yang dihitung sebagai berikut:
LOD (%) =
Ukuran lembap yang lain dalam solid basah didasarkan pada
perhitungan bobot kering. Nilai disebut kandungan
lembap/Moisturizer of Contents (MC) dengan persyaratan uji
Mc yaitu 2-4%.
MC (%) =
2.5.2.2 Sifat Alir
Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan bila sejumlah
granul dituangkan pada suatu alat kemudian dialirkan. Sifat alir
granul memegang peran penting dalam pembuatan tablet.
Apabila granul mudah mengalir, maka tablet yang dihasilkan
mempunyai keseragaman bobot yang baik. Kecepatan aliran
24
granul sangat penting karena berpengaruh pada keseragaman
bobot tablet. Apabila 100 gram serbuk mempunyai waktu alir
lebih dari 10 detik, akan mengalami kesulitan pada saat
penabletan (Siregar, Charles, 2010).
2.5.2.3 Sudut Diam
Sudut diam merupakan sudut maksimal yang mungkin terjadi
antara permukaan suatu tumpukan serbuk dan bidang horizontal.
Bila sudut diam lebih kecil dari 30° menunjukkan bahwa bahan
dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan
45° biasanya mengalirnya kurang baik (Siregar, Charles, 2010).
2.6 Monografi Bahan Tambahan Pembuatan Tablet
2.6.1 Laktosa (Bahan pengisi)
Laktosa adalah disakarin yang diperoleh dari susu, bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat, berbentuk serbuk atau massa
hablur, keras, putih atau putih krim, tidak berbau dan memiliki tingkat
kemanisan relative sama dengan 0,2 kali tingkat kemanisan sukrosa.
Stabil diudara tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah (dan pelan-
pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat
sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
(Anonim, 2014).
2.6.2 Gelatin (Bahan pengikat)
Gelatin merupakan pengikat yang baik, larutan gelatin harus digunakan
panas untuk mencegah terbentuknya gel. Dalam penelitian ditunjukkan
bahwa peningkatan kandungan gelatin dalam tablet menyebabkan
peningkatan kekerasan dan waktu hancur. Jika diperlukan pengikat yang
lebih baik, larutan gelatin 1-10% dapat digunakan. Larutan gelatin dibuat
dengan membiarkan gelatin terhidrasi dalam air dingin untuk beberapa
jam atau semalam, kemudian campuran dipanaskan sampai mendidih.
Larutan gelatin harus dibiarkan panas hingga selesai digunakan sebab
25
larutan akan membentuk gel dalam keadaan dingin (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
2.6.3 Amprotab (Bahan penghancur)
Amprotab disebut juga dengan Amilum Manihot atau pati singkong
adalah pati yang diperoleh dari umbi manihot utilissima pohl (Familia
euphorbiaceae). Pemerian serbuk sangat halus, putih. Kelarutan praktis
tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (Anonim, 2014).
2.6.4 Avicel (Adsorben)
Avicel (Microcrystalin Cellulosa) adalah serbuk Kristal berwarna putih,
tidak berbau dan berasa, sukar larut dalam NaOH 5% b/v dan praktis
tidak larut dalam air. Avicel dapat digunakan sebagai bahan pengisi,
penghancur, pengikat dan zat adsorben pada tablet dengan konsentrasi
20-90% (Siregar, Charles, 2010).
2.6.5 Talkum (Bahan pelicin sebagai glidant dan antiadherent)
Talkum adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang
mengandung sedikit amilum silikat. Pemerian serbuk sangat halus, putih
atau putih kelabu. Mengkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari
butiran (Anonim, 2014).
2.6.6 Magnesium Stearat (Bahan pelicin sebagai lubrikan)
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran
asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri
dari magnesium stearate dan magnesium palmitat dalam berbagai
perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan
tidak lebih dari 8,3% MgO. Pemerian serbuk halus, putih dan
voluminous; bau lemah khas; mudah melekat dikulit; bebas dari butiran.
Kelarutan tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter (Anonim,
2014).
26
2.7 Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet
2.7.1 Uji keseragaman bobot
Sebanyak 20 tablet dari masing-masing formula ditimbang dan dihitung
bobot rata-ratanya. Kemudian ditimbang satu persatu. Persyaratan
keseragaman bobot adalah tidak boleh lebih dari 2 tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
pada kolom “A’’ dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom “B’’. Jika
perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun
yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dalam kolom “A’’ maupun kolom “B’’ (Anonim, 2014).
Tabel 2.1 Tabel Syarat Keseragaman Bobot Bobot rata-rata tablet Selisih bobot rata-rata dalam (%)
A B
25 mg atau kurang
26 - 150 mg
151 – 300 mg
Lebih dari 300 mg
15%
10%
7,5%
5%
30%
20%
15%
10%
2.7.2 Uji kekerasan tablet
Kekerasan tablet mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan,
diukur dengan cara memberikan tekanan terhadap diameter tablet. Alat
yang digunakan untuk mengukur kekerasan tablet adalah hardness
tester. Kekerasan tablet yang baik antara 4-8 kg (Lannie & Ahmad,
2013).
2.7.3 Uji kerapuhan tablet
Awalnya 20 tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang, lalu masukkan
20 tablet tersebut kedalam alat dan jalankan alat dengan kecepatan 25
rpm selama 4 menit (100 kali putaran), kemudian keluarkan tablet
bersihkan dari debu dan timbang kembali. Hitung selisih berat sebelum
dan sesudah perlakuan. Pada uji kerapuhan, jika terjadi kerapuhan yang
tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih
terdapat pada tablet (Sulaiman, 2007).
27
a. Total bobot tablet sebelum diuji
b. Total bobot tablet setelah diuji
Persyaratan uji kerapuhan yaitu kerapuhan tidak boleh lebih dari 1%
2.7.4 Uji Waktu Hancur
Waktu hancur tablet merupakan parameter yang menggambarkan
seberapa lama obat atau tablet bisa hancur didalam tubuh atau saluran
cerna yang ditandai dengan sediaan menjadi larut, terdispresi atau
menjadi lunak. Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut
adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik
kurang dari 30 menit, sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh
hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam dan harus segera
hancur dalam medium basa (Sulaiman, 2007).
2.8 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal khusus, serta model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana
seorang peneliti menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap
penting dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Formulasi tablet ekstrak
buah pare dengan
menggunakan variasi
konsentrasi bahan
penghancur amprotab
secara granulasi basah
Melakukan uji evaluasi
tablet:
1. Uji kekerasan
2. Uji kerapuhan
3. Uji keseragaman
bobot
4. Uji waktu hancur
Sesuai
persyaratan
farmakope
Tidak sesuai
persyaratan
farmakope