20
Bab 3
Analisis Data
Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh Shinto dalam Aoba Matsuri,
khususnya pada Hon Matsuri berdasarkan kegiatan dalam matsuri tersebut, yakni :
analisis pengaruh Shinto pada tujuan diadakannya Aoba Matsuri, arak-arakan Aoba Jinja
Mikoshi Togyo, dan parade sebelas yamaboko.
3.1. Analisis Hubungan antara Shinto dengan Tujuan diadakannya Aoba Matsuri
Aoba Matsuri adalah matsuri yang diadakan di kota Sendai, prefektur Miyagi.
Aoba Matsuri dilaksanakan untuk memperingati kematian Date Masamune. Date
Masamune adalah orang yang dianggap pahlawan karena telah berjasa membangun kota
Sendai. Matsuri ini diadakan pada setiap minggu ketiga di bulan Mei. Saat ini, Aoba
Matsuri menjadi salah satu dari tiga matsuri besar di Sendai. Matsuri ini terdiri dari Yoi
Matsuri dan Hon Matsuri. Perayaan Aoba Matsuri berlangsung selama dua hari. Yoi
Matsuri diadakan pada hari Sabtu yang berisi Geinou Sai (pertunjukkan festival
kebudayaan) dan kontes Suzume odori, sedangkan Hon Matsuri diadakan pada hari
Minggu yang merupakan acara utama dari Aoba Matsuri. Pada acara ini dapat dilihat
Aoba Jinja Mikoshi Togyo dan parade sebelas kereta tradisional (yamaboko).
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam tujuan diselenggarakannya
Aoba Matsuri, yakni tujuan dilaksanakannya matsuri tersebut untuk menghormati Date
Masamune, yang merupakan orang yang dianggap pahlawan karena telah berjasa
membangun kota Sendai, yang kemudian dihormati sebagai kami. Menurut Ono (1998 :
6), Kami merupakan objek penyembahan dalam Shinto. Menurut Danandjaja (1997 :
192-193), bentuk dewa Shinto bisa beragam, adakalanya berwujud tokoh. Menurut
21
Agency for Cultural Affairs (1990 : 14), yang dikatakan sebagai kami adalah gunung,
sungai, batu karang, pohon, burung, dan manusia yang mempunyai mutu yang luar biasa,
seperti kaisar, pahlawan, uji atau keluarga leluhur juga dikenal sebagai kami.
Menurut Yanagita dalam Madubrangti (2008 : 22), matsuri pada hakekatnya
adalah kegiatan yang diyakini atau dipercayai oleh masyarakat Jepang sebagai ritual
terhadap pemujaan kepada para leluhur dan kepada alam semesta. Orang memohon dan
memanjatkan rasa syukur atas kemakmuran, kesejahteraan dan keselamatan yang
diperolehnya.
3.2. Analisis Pengaruh Shinto pada Arak-arakan Aoba Jinja Mikoshi Togyo dalam
Aoba Matsuri
Mikoshi, yaitu miniatur kuil Shinto yang dapat dibawa-bawa. Biasanya mikoshi
berbentuk bangunan miniatur dengan palar, dinding dan atap. Bagian utamanya terdiri
dari dua sisi tiang untuk diusung. Mikoshi biasanya dihias dengan sangat menarik.
Menurut Picken (1994 : 179), mikoshi merupakan miniatur kuil yang dapat
diangkat dan dipindahkan. Mikoshi dapat dikategorikan sebagai salah satu peralatan
yang dipakai dalam Shinto. Biasanya mikoshi diangkat dan diarak-arak keliling jalan
dengan penuh semangat.
Gambar 3.2 : Mikoshi
Sumber : http://www.armour.org.uk/worldreligion/
shinto/images/mikoshi.jpg
22
Aoba Jinja Mikoshi Togyo adalah mikoshi dari kuil Aoba untuk memperingati klan
pemimpin Sendai, yaitu Date Masamune, orang yang dianggap pahlawan dan dihormati
sebagai kami. Aoba Jinja Mikoshi Togyo diangkat oleh ujiko (jemaat kuil). Para ujiko
tersebut memakai pakaian putih. Upacara ini dilaksanakan di kuil Aoba di Sendai.
Gambar 3.3 : Aoba Jinja Mikoshi Togyo
Sumber : http://pepepapa.main.jp/sounyu/aoba/0001.jpg
Penganut Shinto mempercayai bahwa mikoshi adalah miniatur kuil yang membawa
kami ketika parade tersebut diselenggarakan. Sewaktu berlangsung parade, para peserta
membawa mikoshi di pundak mereka. Mereka membawa mikoshi dari kuil dan mulai
berkeliling di sekitar pemukiman di mana para penduduknya bersembahyang di sekitar
kuil tersebut.
Menurut analisis saya, dalam Aoba Jinja Mikoshi Togyo terdapat pengaruh Shinto
karena mikoshi tersebut adalah miniatur kuil Shinto yang dipergunakan saat Aoba
Matsuri berlangsung. Mikoshi ini berfungsi sebagai tempat tinggal sementara kami. Hal
23
ini sesuai dengan pendapat Ono (1998 : 68), yang mengatakan bahwa mikoshi adalah
tempat tinggal sementara kami.
3.3. Analisis Pengaruh Shinto pada Parade Sebelas Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Dalam sub bab ini, saya akan menganalisis pengaruh Shinto pada parade sebelas
buah yamaboko dalam Aoba Matsuri, yakni Masamunekou Yamaboko, Masamunekou
Kabuto Yamaboko, Goshinsen Yamaboko, Karajishi Yamaboko, Odai Yamaboko, Ebisu
Yamaboko, Daikokuten Yamaboko, Shichifuku Odaiko Yamaboko, Aobagoma Yamaboko,
Miyabi Yamaboko, Hayashi Yamaboko.
3.3.1. Analisis Pengaruh Shinto pada Masamunekou Yamaboko dalam Aoba
Matsuri
Masamunekou Yamaboko adalah yamaboko urutan pertama dalam parade.
Masamunekou Yamaboko ini panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,8 meter.
Masamunekou Yamaboko adalah simbol dari kemuliaan Date Masamune yang memulai
pembangunan jalan baru untuk kota Sendai. Pada yamaboko ini terdapat lambang dari
kota Sendai, karena Date Masamune adalah orang yang membangun kota Sendai.
Dulunya yamaboko ini merupakan kendaraan yang dipakai oleh Date Masamune. Date
Masamune lahir pada tanggal 5 September 1657 dan meninggal dunia pada tanggal 27
Juni 1636. Dia adalah seorang samurai Jepang pada zaman Azuchi-Momoyama.
Yamaboko ini dipersembahkan untuk menghormati Date Masamune yang telah berjasa
dalam membangun kota Sendai.
Yamaboko berasal dari kata yama dan hoko. Yama yaitu kereta hias yang memuat
patung-patung dalam ukuran manusia yang melambangkan tokoh-tokoh sejarah maupun
mitologi. Hoko yaitu kereta hias yang mempunyai roda-roda raksasa.
24
Gambar 3.4 : Yamaboko
Sumber : Shinto Japan’s Spiritual Roots
Menurut Ozawa (1999 : 114), yamaboko digunakan untuk menghalau iblis yang
bertanggung jawab atas penyebab wabah dan bencana alam lainnya.
Menurut analisis saya, dalam Masamunekou Yamaboko terdapat pengaruh Shinto
karena yamaboko ini dipersembahkan untuk Date Masamune yang dianggap pahlawan
karena telah berjasa dalam membangun kota Sendai, yang kemudian dihormati sebagai
kami. Dalam Shinto, arwah nenek moyang dan para pahlawan dihormati sebagai kami.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ono (1998 : 7), yang mengatakan bahwa di antara
objek dan fenomena yang telah ada pada zaman dahulu, yang dikatakan sebagai kami
adalah kualitas pertumbuhan, kesuburan dan produktivitas; fenomena alam, seperti angin
dan guntur; objek alam, seperti matahari, gunung, sungai, pohon dan batu karang;
25
beberapa binatang dan roh-roh leluhur, seperti roh kaisar, roh keluarga bangsawan dan
roh pahlawan nasional.
Gambar 3.5 : Masamunekou Yamaboko
Sumber : http://www.aoba-matsuri.com/2007/img/1001s.jpg
3.3.2. Analisis Pengaruh Shinto pada Masamunekou Kabuto Yamaboko dalam
Aoba Matsuri
Masamunekou Kabuto Yamaboko adalah yamaboko urutan kedua dalam parade.
Yamaboko ini panjangnya 6,3 meter dan tingginya 5 meter. Pada yamaboko ini terdapat
patung Date Masamune yang berwujud dari kepala sampai dada. Tinggi dari patung ini
yaitu 7 meter. Patung ini terbuat dari baja. Hal ini sesuai dengan namanya yaitu
Masamunekou Kabuto Yamaboko. Kabuto disini berarti topi baja, karena Date
Masamune dulunya sering memakai topi baja. Date Masamune adalah seorang samurai
dari periode Azuchi- Momoyama sampai awal periode Edo. Dia merupakan ahli waris
dari daimyo terkuat di daerah Tohoku, dia juga menjadikan kota Sendai sebagai kota
yang modern. Dia merupakan seorang ahli taktik dan membuat gayanya sendiri dengan
26
penutup matanya dan dipanggil dengan sebutan dokuganryu atau naga bermata satu.
Date Masamune adalah anak tertua dari Date Terumune. Pada tahun 1584 di umur 18
tahun, Date Masamune menjadi pengganti ayahnya yang pensiun sebagai daimyo. Date
Masamune lebih dikenal daripada daimyo lainnya, hal ini karena dia memakai helm
perang dengan hiasan bulan sabit yang menandakan keganasan dan kekejamannya.
Semasa kecil, dia kehilangan mata kanannya karena penyakit mata yang parah dan
mengharuskan organ matanya diambil.
Gambar 3.6 : Date Masamune Kabuto
Sumber : http://www.oriental-weaponry.co.uk/acatalog/HW2088Close-date-
masamune-helmet.jpg
Yamaboko ini dipersembahkan untuk Date Masamune dan istrinya, yaitu Date
Megohime. Di dalam yamaboko ini juga terdapat seorang gadis berusia 12 tahun yang
berperan sebagai Megohime, karena pada waktu umur 12 tahun Megohime menikah
dengan Date Masamune. Klan Date telah membangun aliansi dengan klan tetangga
dengan cara menikahkan keluarganya dengan keluarga lain. Oleh karena itu Date
27
Masamune dinikahkan dengan Megohime. Pada yamaboko ini terdapat juga lambang
klan Date.
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Masamunekou Kabuto
Yamaboko. Pada Masamunekou Kabuto Yamaboko terdapat patung Date Masamune
yang berwujud dari kepala sampai dada. Dalam Shinto, patung merupakan benda yang
digunakan untuk menghormati kami. Hal ini sesuai dengan perkataan Ono (1998 : 34),
yang mengatakan bahwa dalam Shinto, patung merupakan salah satu benda yang
digunakan untuk menghormati kami. Biasanya patung dari pahlawan lokal atau beberapa
tokoh terkemuka yang berhubungan dengan masyarakat setempat.
Gambar 3.7 : Masamunekou Kabuto Yamaboko
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html
3.3.3. Analisis Pengaruh Shinto pada Goshinsen Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Goshinsen Yamaboko adalah yamaboko urutan ketiga dalam parade. Yamaboko ini
panjangnya 6,4 meter dan tingginya 5,5 meter. Yamaboko ini bentuknya seperti kapal
28
laut dan yamaboko ini dipersembahkan untuk tujuh dewa keberuntungan (Shichifukujin).
Pada yamaboko ini terdapat orang-orang yang bergaya seperti Shichifukujin (tujuh dewa
keberuntungan).
Menurut Frances (1999), Shichifukujin adalah sekelompok dewa yang paling
populer di puja di Jepang. Masyarakat kota Sendai juga memuja Shichifukujin. Dewa ini
terdiri dari dewa-dewa yang berasal dari India, Cina dan Jepang. Shichi berarti tujuh,
fuku berarti keberuntungan dan jin berarti dewa. Jadi Shichifukujin berarti tujuh dewa
keberuntungan. Kecuali satu dewa (Ebisu), yang lainnya bukan berasal dari Jepang, tiga
dari mereka berasal dari India (Daikokuten, Bishamonten dan Benzaiten) dan tiga dari
Cina (Hotei, Jurojin dan Fukurokuju). Ke tujuh dewa ini memberikan kesejahteraan,
kemakmuran dan keinginan dari semua orang yang datang memujanya. Shichifukujin
masuk ke Jepang pada abad ke-14 (zaman Muromachi) dan menjadi populer di Jepang
pada abad ke-17 (zaman Edo).
Gambar 3.8 : Shichifukujin
Ebisu Daikokuten Bishamonten
Benzaiten Fukurokuju Jurojin
29
Hotei
Sumber : http://home.inter.net/eds/oldtokyo/shichifukujin.html
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Goshinsen Yamaboko,
karena yamaboko ini dipersembahkan untuk tujuh dewa keberuntungan (Shichifukujin).
Shichifukujin merupakan dewa Shinto. Hal ini sesuai dengan konsep dasar Shinto adalah
kepercayaan terhadap kedewaan, maka di dalam Shinto juga terdapat dunia para dewa.
Dewa-dewa yang berada di dunia adalah dewa-dewa yang dipuja oleh para pengikut
Shinto. Menurut Honda (2006 : 148), beberapa di antara dewa-dewa Shinto tersebut
adalah Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan), yang di dalamnya termasuk :
1. Ebisu (恵比須), yaitu dewa kemakmuran.
2. Daikokuten (大黒天), yaitu dewa kekayaan.
3. Benzaiten (弁財天), yaitu dewa kesusastraan, kesenian dan ilmu pengetahuan.
4. Bishamonten (毘沙門天), yaitu dewa keberuntungan.
5. Hotei (布袋), yaitu dewa kebahagiaan.
6. Fukurokuju (福禄寿), yaitu dewa umur panjang.
30
7. Jurojin (寿老人), yaitu dewa kebijaksanaan.
Menurut Picken (1994 : 120), Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan) berlayar
dengan menggunakan kapal harta karun Takarabune. Di dalam kapal itu berisi topi yang
membuat orang menjadi tidak kelihatan dan tas uang yang tidak akan pernah kosong.
Gambar 3.9 : Goshinsen Yamaboko
Sumber : http://dobashi.jp/machikado/images/245.jpg 3.3.4. Analisis Pengaruh Shinto pada Karajishi Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Karajishi Yamaboko adalah yamaboko urutan keempat dalam parade. Yamaboko
ini panjangnya 6,4 meter dan tingginya 5,3 meter. Karajishi berarti patung singa atau
disebut juga komainu (anjing koma). Di Jepang, patung singa awalnya diletakkan di
istana kaisar. Sewaktu baru dikenal di Jepang, patung singa disebut shishi komainu.
Shishi yang mulutnya terbuka diletakkan di sebelah kiri, sedangkan komainu yang
mulutnya tertutup diletakkan di sebelah kanan. Karajishi masuk ke Jepang pada abad ke-
7. Pada yamaboko ini terdapat karajishi, yaitu patung singa.
31
Gambar 3.10 : Karajishi
Sumber : http://eos.kokugakuin.ac.jp/modules/xwords/entry.php?entryID=259
Menurut analisis saya, pada Karajishi Yamaboko terdapat pengaruh Shinto, karena
pada yamaboko ini terdapat Karajishi, yakni patung singa. Dalam Shinto, patung singa
diletakkan di depan pintu masuk kuil. Patung singa ini digunakan untuk menakuti roh
jahat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ono (1998 : 33), yang mengatakan bahwa di
pintu masuk kuil Shinto biasanya dijaga oleh sepasang patung singa dan anjing. Patung
singa yang sebelah kiri mulutnya terbuka, sedangkan patung anjing yang di sebelah
kanan mulutnya tertutup. Patung ini ditaruh di depan pintu kuil untuk menakuti roh jahat.
Menurut Schumacher (1995), dalam Shinto dikatakan bahwa karajishi digunakan untuk
mengusir roh jahat. Karajishi secara kebiasaan ditempatkan di dekat seorang bayi yang
baru lahir karena kekuatan gaib singa dipercaya dapat melindungi anak bayi tersebut
dari roh-roh jahat dan kemalangan.
32
Gambar 3.11 : Karajishi Yamaboko
Sumber : http://homepage2.nifty.com/ku0926/maturi/mat0121.htm
3.3.5. Analisis Pengaruh Shinto pada Odai Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Odai Yamaboko adalah yamaboko urutan kelima dalam parade. Yamaboko ini
panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,5 meter. Kata odai (大鯛 ) berasal dari kanji
ookii (大 ) yang berarti besar dan kanji tai (鯛 ) yang berarti ikan kakap merah. Jadi
oodai berarti ikan kakap merah yang besar. Odai Yamaboko adalah yamaboko yang
ditujukan sebagai permohonan kepada kami agar kebahagiaan terus berlanjut. Pada
yamaboko ini terdapat patung ikan tai dan jala. Di sekitar jala terdapat banyak gambar
kuda yang digambar pada sebuah lembaran kayu yang berbentuk segi lima, yang disebut
dengan ema.
Gambar 3.12 : ikan tai
33
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Odai Yamaboko. Dalam
Odai Yamaboko terdapat patung ikan tai. Patung ikan pada Odai Yamaboko sama
dengan ikan yang dibawa oleh dewa Ebisu, yaitu ikan tai. Menurut Honda (2006 : 148),
beberapa di antara dewa-dewa Shinto tersebut adalah Shichifukujin (tujuh dewa
keberuntungan), yang di dalamnya termasuk Ebisu (恵比須). Menurut Tanaka (1997 :
325), ikan tai melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Biasanya digunakan pada
saat acara-acara yang membahagiakan, seperti pernikahan.
Gambar 3.13 : Ema
Sumber : http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://upload.wikimedia.org
Ema merupakan salah satu benda yang dianggap penting dalam Shinto. Menurut
Picken (1994 : 183), satu lagi yang utama dari kuil, yaitu lembaran kayu yang
didalamnya ditulis permohonan atau doa. Lembaran kayu ini disebut dengan ema, yang
berarti gambar kuda. Dahulu, kuda merupakan persembahan tradisional untuk kami. Saat
ini, sebagai penggantinya di kuil dijual ema.
34
Gambar 3.14 : Odai Yamaboko
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html
3.3.6. Analisis Pengaruh Shinto pada Ebisu Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Ebisu Yamaboko adalah yamaboko urutan keenam dalam parade. Yamaboko ini
panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,4 meter. Ebisu Yamaboko adalah yamaboko yang
namanya diambil dari nama salah satu dewa dalam Shichifukujin (tujuh dewa
keberuntungan), yaitu dewa Ebisu dan yamaboko ini dipersembahkan untuk
menghormati dewa Ebisu. Pada yamaboko ini terdapat patung dewa Ebisu. Patung dewa
Ebisu pada Ebisu Yamaboko digambarkan dengan menggunakan kimono, celana lebar
atau hakama dan sebuah topi tinggi yang terlipat setengah yang disebut dengan kazaori
eboshi. Selain itu dia juga memegang alat pancing ikan atau kail di tangan kanannya dan
membawa seekor ikan tai di tangan kirinya.
35
Gambar 3.15 : Dewa Ebisu
Sumber : http://photos22.flickr.com/33884190_b28c9326d4_b.jpg
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto pada Ebisu Yamaboko dalam
Aoba Matsuri, yakni terdapatnya patung dewa Ebisu dalam yamaboko tersebut. Dewa
Ebisu adalah dewa Shinto yang dipercaya sebagai dewa kemakmuran yang membawa
berkat-berkatnya dari laut. Oleh sebab itu Ebisu digambarkan memegang alat pancing
ikan atau kail di tangan kanannya dan membawa seekor ikan tai di tangan kirinya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Honda (2006 : 148), beberapa di antara dewa-dewa Shinto
tersebut adalah Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan), yang di dalamnya termasuk
Ebisu (恵比須). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Picken (1994 : 119- 120), yang
mengatakan bahwa dewa Ebisu adalah satu-satunya dewa dari ketujuh dewa yang ada
dalam Shichifukujin yang berasal dari Jepang. Dewa Ebisu sangat populer sebagai dewa
36
kemakmuran yang membawa berkat-berkatnya dari laut. Dalam Shinto, Ebisu sama
dengan Kotoshironushi no mikoto. Ebisu pada umumnya digambarkan memegang alat
pancing ikan atau kail di tangan kanannya dan membawa seekor ikan tai di tangan
kirinya.
Gambar 3.16 : Ebisu Yamaboko
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html
3.3.7. Analisis Pengaruh Shinto pada Daikokuten Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Daikokuten Yamaboko adalah yamaboko urutan ketujuh dalam parade. Yamaboko
ini panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,2 meter. Daikokuten Yamaboko adalah
yamaboko yang namanya diambil dari nama salah satu dewa dalam Shichifukujin, yaitu
dewa Daikokuten dan yamaboko ini dipersembahkan untuk menghormati dewa
Daikokuten. Pada yamaboko ini terdapat patung dewa Daikokuten. Patung dewa
Daikokuten pada Daikokuten Yamaboko digambarkan bertubuh gemuk dan berwajah
tersenyum. Dia digambarkan sedang berdiri atau duduk di atas dua karung beras dan
memegang sebuah palu kayu ajaib pengabul keinginan yang disebut uchide no kozuchi
37
di tangan kanannya dan membawa tas karung besar yang berisi harta yang digantungkan
di pundak kirinya.
Gambar 3.17 : Dewa Daikokuten
Sumber : http://sentabi.da-te.jp/c545_1.html
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto pada Daikokuten Yamaboko dalam
Aoba Matsuri, yakni terdapatnya patung dewa Daikokuten dalam yamaboko tersebut.
Dewa Daikokuten adalah dewa Shinto yang dipercaya sebagai dewa kekayaan dan
merupakan salah satu dari tujuh dewa keberuntungan (Shichifukujin) dalam Shinto. Oleh
sebab itu Daikokuten digambarkan sedang berdiri atau duduk di atas dua karung beras
dan memegang sebuah palu kayu ajaib pengabul keinginan yang disebut uchide no
kozuchi di tangan kanannya dan membawa tas karung besar yang berisi harta yang
digantungkan di pundak kirinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Honda (2006 : 148),
yang mengatakan bahwa beberapa di antara dewa-dewa Shinto tersebut adalah
Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan), yang di dalamnya termasuk Daikokuten (大
38
黒天). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Picken (1994 : 120), yang mengatakan
bahwa Daikokuten adalah salah satu dari tiga dewa yang berasal dari India yang terdapat
dalam Shichifukujin. Dalam Shinto, Daikokuten sama dengan Okuninushi no Mikoto.
Daikokuten biasanya digambarkan bertubuh gemuk dan berwajah tersenyum. Dia
digambarkan sedang berdiri atau duduk di atas dua karung beras dan memegang sebuah
palu kayu ajaib pengabul di tangan kanannya dan membawa tas karung besar yang berisi
harta yang digantungkan di pundak kirinya. Dewa Daikokuten merupakan dewa
kekayaan.
Gambar 3.18 : Daikokuten Yamaboko
Sumber : http://sentabi.da-te.jp/c545_1.html
3.3.8. Analisis Pengaruh Shinto pada Shichifuku Odaiko Yamaboko dalam Aoba
Matsuri
Shichifuku Odaiko Yamaboko adalah yamaboko urutan kedelapan dalam parade.
Yamaboko ini panjangnya 6,4 meter dan tingginya 5,4 meter. Odaiko (大太鼓) berasal
39
dari kanji ookii (大) yang berarti besar dan kanji taiko (太鼓) yang berarti genderang
besar. Sesuai dengan namanya, pada yamaboko ini terdapat taiko. Diameter dari taiko ini
adalah 2,2 meter. Taiko adalah genderang besar. Pada zaman dahulu, ada kebiasaan
memberitahu waktu melalui genderang besar di dada. Yamaboko ini memelihara tradisi
tersebut. Yamaboko ini diarak-arak untuk membagi keberuntungan pada orang-orang.
Gambar 3.19 : Taiko
Sumber : http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://bp1.blogger.com
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto pada Shichifuku Odaiko
Yamaboko, yakni adanya sebuah taiko sebagai salah satu bentuk persembahan untuk
menghibur kami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudjianto (2002 : 107), yang
mengatakan bahwa alat musik taiko berasal dari Cina, di Jepang pada mulanya
dimainkan oleh para petani dan nelayan sebagai media untuk memanjatkan doa agar
memperoleh hasil panen atau hasil nelayan dengan baik, atau dimainkan untuk
40
menenangkan arwah nenek moyang mereka. Menurut Picken (1994 : 183), Dalam Shinto,
taiko diletakkan di semua kuil dan bunyi dari taiko merupakan tanda dimulainya ritual.
Gambar 3.20 : Shichifuku Odaiko Yamaboko
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html
3.3.9. Analisis Pengaruh Shinto pada Aobagoma Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Aobagoma Yamaboko adalah yamaboko urutan kesembilan dalam parade.
Yamaboko ini panjangnya 6,4 meter dan tingginya 5,3 meter. Pada yamaboko ini
terdapat patung miharu goma, yakni patung kuda. Pada waktu zaman Nara sampai
dengan zaman Heian terdapat festival yang bertujuan untuk memilih kuda terbaik dan
mempersembahkannya ke istana.
Menurut Munsterberg (2000 : 95), Miharu goma adalah kuda kayu yang berasal
dari daerah Tohoku. Miharu goma digunakan sebagai jimat yang dipercaya saat anak
kecil bermain dengan kuda tersebut, mereka tidak akan jatuh sakit dan anak yang lemah
akan memperoleh kekuatan.
41
Gambar 3.21 : Miharu goma
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Aobagoma Yamaboko,
karena pada Aobagoma Yamaboko terdapat patung miharu goma, yakni patung kuda. Di
dalam Shinto, kuda merupakan salah satu binatang yang dianggap suci. Menurut Picken
(1994 : 183), dahulu kala, kuda biasanya dipersembahkan sebagai persembahan
tradisional untuk kami. Menurut Ono (1998 : 33), patung kuda merupakan simbol dari
kuda tunggangan kami.
Gambar 3.22 : Aobagoma Yamaboko
Sumber : http://piakitten.hp.infoseek.co.jp/aoba.html 3.3.10. Analisis Pengaruh Shinto pada Miyabi Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Miyabi Yamaboko adalah yamaboko urutan kesepuluh dalam parade. Yamaboko ini
panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,5 meter. Miyabi Yamaboko adalah yamaboko
42
yang dibuat seperti kuil Osaki Hachimangu. Miyabi berasal dari kanji ga (雅) yang
berarti keindahan atau kemewahan. Oleh karena itu, Yamaboko ini dibuat dengan indah
dan megah. Yamaboko ini merupakan salah satu persembahan untuk kami.
Kuil Osaki Hachimangu dibangun oleh Date Masamune pada tahun 1607. Kuil
Osaki Hachimangu di bangun di kota Sendai. Sekarang kuil Osaki Hachimangu menjadi
harta benda nasional Jepang. Kuil Osaki Hachimangu baru-baru ini dipugar dan
diperbaharui strukturnya. Aula dari kuil ini di cat dengan warna hitam, emas dan orange.
Gambar 3.23 : Kuil Osaki Hachimangu
Sumber : http://www.SendaiTravelOsakiHachimanguShrine.mht
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Miyabi Yamaboko, yakni
Miyabi Yamaboko dibuat menyerupai kuil Osaki Hachimangu yang merupakan kuil
Shinto. Kuil Osaki Hachimangu dibangun oleh Date Masamune. Yamaboko ini
dipersembahkan untuk menghormati Date Masamune, karena Date Masamune adalah
orang yang telah membangun kuil Osaki Hachimangu. Bagi masyarakat kota Sendai,
Date Masamune dianggap sebagai kami, karena jasa-jasanya terhadap kota Sendai. Hal
43
ini sesuai dengan pernyataan Ono (1998 : 7), yang mengatakan bahwa di antara objek
dan fenomena yang telah ada pada zaman dahulu, yang dikatakan sebagai kami adalah
kualitas pertumbuhan, kesuburan dan produktivitas ; fenomena alam, seperti angin dan
guntur; objek alam, seperti matahari, gunung, sungai, pohon dan batu karang; beberapa
binatang dan roh-roh leluhur, seperti roh kaisar, roh keluarga bangsawan dan roh
pahlawan nasional.
Gambar 3.24 : Miyabi Yamaboko
Sumber : http://www.travelblog.org/Photos/2329827.html
3.3.11. Analisis Pengaruh Shinto pada Hayashi Yamaboko dalam Aoba Matsuri
Hayashi Yamaboko adalah yamaboko urutan terakhir, yaitu urutan kesebelas.
Yamaboko ini panjangnya 6,35 meter dan tingginya 5,7 meter. Yamaboko ini adalah
yamaboko dengan iringan musik yang ramai. Hal ini sesuai dengan namanya, yaitu
44
hayashi yang berarti iringan musik yang ramai. Pada yamaboko ini tidak hanya terdapat
iringan musik saja, melainkan terdapat juga kagura (tarian-tarian suci), drama (Noh) dan
nyanyian. Parade yamaboko dalam Aoba Matsuri bertujuan untuk menghormati Date
Masamune (orang yang berjasa dalam pembangunan kota Sendai) sebagai kami. Date
Masamune adalah budayawan yang menghargai seni.
Gambar 3.25 : Hayashi Yamaboko
Sumber : http://homepage2.nifty.com/ku0926/maturi/mat0121.htm
Menurut analisis saya, terdapat pengaruh Shinto dalam Hayashi Yamaboko, yakni
terdapatnya iringan musik dan kagura serta drama dan nyanyian sebagai bentuk hiburan
yang bertujuan untuk dipersembahkan kepada kami. Dalam Shinto berbagai bentuk
hiburan dilakukan untuk dipersembahkan kepada kami. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan Ono (1998 : 55), berbagai bentuk dari pertunjukkan, seperti tarian, drama, seni
memanah dan gulat, adalah beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menghormati dan
menyembah kami.
45
Menurut Ono (1998 : 83), bahwa berbagai bentuk hiburan yang diadakan di kuil
Shinto antara lain tarian-tarian suci (kagura), musik klasik (gagaku), nyanyian, tarian-
tarian klasik (bugaku) dan drama (noh).
Menurut Picken (1994 : 178), kagura merupakan tarian Jepang klasik yang
dimainkan oleh gadis kuil (miko). Tarian mempunyai tempat yang sangat penting dalam
Shinto, tarian itu merupakan tarian yang membuat Amaterasu keluar dari gua. Tarian ini
dilakukan untuk membuat dewa senang. Sedangkan bugaku merupakan aliran lain dari
tarian Jepang klasik dengan musik spesial. Biasanya bugaku sering diadakan di kuil.
Cerita dari drama noh merupakan akar dalam Shinto. Dalam drama noh, kami
digambarkan dalam berbagai macam syair kepahlawanan.