1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di
dunia, sehingga sangat rentan terhadap risiko kerugian karena genangan pesisir dan
kenaikan muka air laut, sekitar 42 juta orang Indonesia tinggal di daerah yang
terletak kurang dari 10 meter di atas permukaan laut (BAPPENAS, 2010). Daerah
kumuh perkotaan sangat rentan, selain ancaman khusus pesisir mereka rentan
terhadap kekeringan, tanah longsor, banjir bandang dan dampak terhadap kesehatan
(BAPPENAS, 2014). Sehingga Indonesia merupakan salah satu negara dengan
tingkat kerentanan yang relatif tinggi dari dampak perubahan iklim (Fankhauser,
McDermott, dan Costa, 2016). Dampak perubahan iklim dapat mengakibatkan
kenaikan temperatur yang terlalu tinggi, curah hujan tinggi, kenaikan permukaan
air laut, penurunan ketahanan pangan, keanekaragaman bahari berkurang, yang
dapat meningkatnya kejadian bencana seperti banjir, longsor, kekeringan dan
kurangnya ketersediaan air bersih (World Bank, 2010). Dampak perubahan iklim
ini secara global dapat terjadi di berbagai wilayah mana saja, tidak menutup
kemungkinan Kota Bandar Lampung sebagai kota pesisir juga memiliki risiko lebih
tinggi dari dampak perubahan iklim.
Kota Bandar Lampung yang merupakan ibu kota dari Provinsi Lampung
memiliki peran penting dan strategis dalam memenuhi kebutuhan wilayah
sekitarnya, tumbuh dan bergerak pada sektor perdagangan dan jasa yang sejalan
dengan visi Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan dan jasa bagian
selatan Sumatera (BAPPEDA, 2011). Pertumbuhan kota yang cepat dengan jumlah
penduduk 1.003.803 Jiwa pada akhir tahun 2018 dengan kepadatan 5242 jiwa/ha
(BPS, 2019). Pertumbuhan penduduk setiap tahunnya juga menyebabkan masalah
terkait ketersediaan lahan yang terus berkurang akibat adanya konversi lahan,
terutama untuk digunakan sebagai tempat tinggal. Hal tersebut didukung juga
dengan karakteristik Kota Bandar Lampung yang pusat perkotaannya berada di
wilayah pesisir, wilayah yang merupakan kawasan padat penduduk dengan tingkat
2
kerentanan cukup tinggi dari dampak perubahan iklim (Mukhlis, Putri, dan
Purnawaty, 2011).
Berdasarkan laporan Climate Resilient Cities (2009) diprediksi bahwa
pada tahun 2030 mendatang lebih dari 61% penduduk dunia tinggal di perkotaan
dan kemiskinan yang dulu tersebar akan terkonsentrasi pada permukiman informal
dan ilegal di kawasan perkotaan (Fankhauser et al., 2016). Menurut Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2010, bahwa 70%
dikontribusikan oleh permukiman kampung, hal tersebut mengindikasikan bahwa
fenomena informal juga memegang peranan penting dalam eksistensi kota-kota di
Indonesia sekaligus mengindikasikan adanya peningkatan kerentanan masyarakat
terhadap bahaya alam, perselisihan sipil, dan dampak perubahan iklim (Fankhauser
et al., 2016).
Penduduk Kota Bandar Lampung juga memiliki karakteristik yang sama
yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggalnya, mereka membangun
rumah di lahan hasil penimbunan pantai sehingga terjadi adanya penambahan
daratan. Banyak dari para pemukim juga tidak memiliki bukti kepemilikan tanah
secara hukum, kondisi-kondisi seperti ini akan menjadi salah satu masalah yang
serius dari dampak perubahan iklim (Mukhlis, Putri, dan Purnawaty, 2011).
Kelurahan Kangkung dan Kota Karang merupakan dua dari beberapa kelurahan
yang berada di kawasan pesisir Kota Bandar Lampung yang memiliki karakteristik
yang sama, sehingga banyak penduduk kota yang berada di kelurahan tersebut
bertempat tinggal di permukiman informal juga bekerja di sektor-sektor informal.
Selain itu Kelurahan Kota Karang dan Kangkung berada di kawasan yang
berdekatan dengan pusat kegiatan perdagangan dan jasa Kota Bandar Lampung,
sehingga banyak dari warga yang memiliki aktivitas atau berkegiatan pada kawasan
perdagangan juga bertempat tinggal di sana. Kawasan informal tersebut termasuk
ke dalam kawasan yang kumuh dan liar, dengan permukiman orang-orang miskin
di sempadan sungai, permukiman kelas menengah di sempadan pantai dan
pemukiman nelayan yang berada di atas laut. Permukiman informal ini memenuhi
sepanjang area pantai bahkan menjorok dari tepi laut di kedalaman 10-50 meter
yang sudah berlangsung selama 20 tahun yang lalu (Taylor, 2010). Kondisi inilah
yang dapat meningkatkan terjadinya kerugian bagi penduduk maupun pemerintah
3
kota terhadap dampak perubahan iklim yang saat ini menjadi momok yang
menakutkan bagi Kota Bandar Lampung.
Perubahan iklim ini juga tervalidasi dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh PPGT UI dan Perhimpi Lampung tahun 2013 yang menunjukkan
bahwa Kota Bandar Lampung jauh lebih terpapar oleh risiko iklim dengan nilai
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Jakarta karena kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap kondisi iklimnya saat ini (Manik, Syaukat,
Fauzan, dan Indratmoko, 2013). Fenomena ini merupakan salah satu indikasi yang
nyata dari dampak perubahan iklim. Bandar Lampung sebagai kota pesisir memiliki
kemungkinan yang lebih besar akan terpengaruh secara serius oleh perubahan
iklim, terutama dari curah hujan ekstrem dan kenaikan permukaan air laut yang
dapat memperburuk kejadian banjir. Sampai saat ini bencana utama yang dimiliki
Kota Bandar Lampung meliputi banjir, tanah longsor, banjir rob, tsunami, gempa
bumi, kebakaran pemukiman, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, dan konflik
sosial (BNPB, 2013).
Kerentanan wilayah dan jumlah penduduk yang terus meningkat menjadi
kombinasi yang sangat mengkhawatirkan bagi Kota Bandar Lampung terhadap
dampak perubahan iklim. Upaya mitigasi seolah tidak cukup untuk membuat Kota
Bandar Lampung menjadi berketahanan, karena sudah seharusnya diperlukan juga
peningkatan kapasitas adaptasi dalam menghadapi bencana itu sendiri, kejadian
bencana yang berulang sebenarnya dapat meningkatkan tingkat adaptif masyarakat,
hal ini dapat menjadi modal ketangguhan masyarakat yang berada di kawasan
rawan bencana untuk mewujudkan ketahanan kota, sebagaimana yang dimaksud
oleh 100 Resilient Cities (100RC) bahwa ketahanan kota dapat dinilai dari kapasitas
individu, masyarakat, institusi, bisnis, dan sistem dari sebuah kota untuk bisa
bertahan, beradaptasi, dan tumbuh terhadap tekanan dan guncangan yang ada di
wilayah tersebut. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk
mengidentifikasi berbagai aspek ketahanan pada kawasan informal terhadap
dampak perubahan iklim di pesisir Kota Bandar Lampung, sehingga penelitian ini
dapat merekomendasikan berbagai pendekatan sesuai dengan teori dan hasil
lapangan untuk mewujudkan ketahanan dalam mendukung keberlangsungan Kota
Bandar Lampung.
4
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung merupakan kelurahan
yang tingkat kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dari semua kelurahan
yang berbatasan langsung dengan pesisir Kota Bandar Lampung menurut data BPS
Kota Bandar Lampung Dalam Angka Tahun 2018. Selain itu berdasarkan hasil
kajian Asian Cities Climate Change Resilience Network/ACCCRN (2010)
Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung merupakan kelurahan dengan
kepadatan penduduk paling tinggi dari setiap kelurahan di kecamatan yang sama,
presentasi penduduk miskin dan bangunan squater/tidak legal dan tidak layak huni
yang tinggi. Kelurahan tersebut juga merupakan 2 dari 14 kelurahan di Kota Bandar
Lampung yang memiliki tingkat kerentanan yang relatif lebih tinggi dari dampak
perubahan iklim yang juga menjadi dua kelurahan yang dijadikan pilot project
kajian ketahanan kota terhadap perubahan iklim oleh ARUP 2008-2010 dan
memiliki bencana yang lebih buruk dari dampak perubahan iklim seperti bencana
banjir rob dan banjir bandang. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung yang
terus meningkat memungkinkan untuk terus terjadi pemanfaatan lahan yang
berlebihan, sehingga ada kecenderungan penduduk memilih untuk bertempat
tinggal area pinggiran kota, hal itu menunjukkan bahwa ada kemungkinan risiko
guncangan dan tekanan dampak perubahan iklim yang lebih tinggi mengingat
karakteristik Kota Bandar Lampung sebagai kota pesisir yang pusat kegiatan berada
di kawasan pesisir, masyarakat sehingga masyarakat terkonsentrasi bertempat
tinggal di wilayah yang rentan akan dampak perubahan iklim, sehingga kondisi ini
sangat mengkhawatirkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sana dan secara
tidak langsung akan merugikan Kota Bandar Lampung itu sendiri. Namun
berdasarkan penelitian World Bank (2010) menunjukkan bahwa masyarakat yang
bertempat tinggal di kawasan dengan tingkat kerentanan yang jauh lebih tinggi
memiliki intensitas terdampak terhadap bencana, justru dapat meningkat kapasitas
adaptifnya, yang kemungkinan dapat menjadi modal ketahanan dalam mewujudkan
ketahanan Kota Bandar Lampung di masa depan. Adapun kawasan informal yang
perlu disoroti karena kawasan ini semakin tahun komunitas semakin besar dan
padat di area perkotaan pesisir Kota Bandar Lampung yang mana rentan terhadap
dampak perubahan iklim lebih besar akibat status yang ilegal dan berada di area
5
yang rentan seperti di sempadan sungai, sempadan pantai, dan di atas lautan. Upaya
mereka dapat bertahan hingga saat ini di tengah kondisi yang tidak menguntungkan
penting untuk mengetahui ketahanan pada kawasan informal tersebut. Berdasarkan
rumusan masalah peneliti ini merumuskan pertanyaan penelitian yang selanjutnya
akan dijawab pada tujuan penelitian sebagai berikut :
“Bagaimana Tingkat Ketahanan Kawasan Informal Terhadap Dampak Perubahan
Iklim di Pesisir Kota Bandar Lampung ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Pertanyaan penelitian di atas dapat dirumuskan tujuan yaitu :
“Mengkaji Tingkat Ketahanan Kawasan Informal Terhadap Dampak Perubahan
Iklim di Pesisir Kota Bandar Lampung”.
1.4 Sasaran Penelitian
1. Teridentifikasinya karakteristik kawasan informal di sebagian Kelurahan
Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
2. Teridentifikasinya modal ketahanan pada kawasan informal di sebagian
Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
3. Teridentifikasinya tingkat dan dimensi prioritas ketahanan pada kawasan
informal di sebagian Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat di dibedakan ke dalam dua kelompok manfaat,
adapun manfaat dalam penelitian ini adalah manfaat praktis dan manfaat akademis.
Penjelasan lebih rinci sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Menjadi salah satu pembelajaran bagi masyarakat dengan mengetahui
ketahanan dari berbagai karakteristik bencana pada kawasan informal oleh
dampak perubahan iklim untuk mampu memahami dan menyikapi sebagai
peningkatan adaptif masyarakat untuk dapat berketahanan. Serta menjadi
6
salah satu pertimbangan pemerintah untuk melakukan pengambilan
keputusan dalam suatu kebijakan dalam mewujudkan ketahanan Kota
Bandar Lampung dari sisi masyarakat informal terhadap dampak perubahan
iklim.
2. Manfaat Akademis
Menjadi salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pada bidang ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan beberapa disiplin ilmu
lainnya yang berkaitan, memberikan temuan penelitian tentang tingkat daya
tahan masyarakat pesisir dan pengembangan penelitian lainnya mengenai
ketahanan dari dampak perubahan iklim.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibuat untuk menunjukkan lingkup yang akan
dibahas dalam penelitian. Adapun ruang lingkup tersebut meliputi spasial,
substansial, dan temporal.
1.6.1 Ruang Lingkup Spasial
Ruang Lingkup spasial pada penelitian ini merupakan batasan ruang yang
meliputi kawasan pemukiman informal yang berada di pesisir Kota Bandar
Lampung yang mana kawasan informal sendiri merupakan kawasan dengan
karakteristik pekerjaan dan permukiman informal yang cukup tinggi pada suatu
kawasan, kawasan tersebut berada di sebagian Kelurahan Kota Karang dan
Kangkung yang dekat dengan pusat kota dan juga masuk ke dalam 2 dari 14
kelurahan terentan di Provinsi Lampung terhadap dampak perubahan iklim
berdasarkan dokumen kajian ACCCRN (2010) yang memiliki bencana lebih dari
satu yaitu banjir rob karena berbatasan langsung dengan pesisir teluk Lampung dan
banjir bandang karena dilalui dua sungai utama yang diperparah dengan kepadatan
bangunan yang tinggi dan pengelolaan sampah yang kurang baik sehingga
membuat daerah ini menjadi kumuh. Kawasan Informal ini dilihat dari dua sisi yaitu
tempat tinggal/pemukiman mereka informal (ilegal) atau tidak memiliki izin
berdasarkan hasil kajian Jhon Taylor (2010) yaitu masyarakat yang tinggal di
7
sempadan sungai (5-10 meter dari bibir sungai berdasarkan Permen Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015), sempadan pantai (100 meter
dari titik pasang tertinggi ke arah darat berdasarkan Perpres No. 51 Tahun 2016
yang di detailkan pada Permen Kelautan dan Perikanan No. 21 Tahun 2018), dan
di atas laut (di atas air saat surut terendah). Selain itu permukiman ilegal dengan
kepadatan tinggi, kumuh dan masyarakat berpenghasilan rendah pada sektor-sektor
informal seperti buruh lepas dan buruh nelayan yang termasuk dalam ciri sektor
informal yang diterjemahkan oleh Urip Swarno dan Hidayat (1979) dan jenis mata
pencaharian yang dijabarkan oleh Hart (1973) dalam Jurnal Informal Income
opportunities and Urban Employment in Ghana. Hal tersebut muncul karena
ketidakmampuan sektor formal kota dalam merespons kebutuhan masyarakat
(Hernando De Soto, 1941) sehingga dinilai sebagai upaya/ perilaku bertahan hidup
pada urbanism menurut Roy pada buku Urban Informality (2005). Karakteristik
kawasan informal tersebut berpengaruh terhadap peran strategis kota pesisir Bandar
Lampung sebagai pusat perdagangan dan jasa membuat kebutuhan masyarakat
sehingga terindikasi meningkatkan kawasan-kawasan informal ini terus tumbuh di
pusat dan kawasan sekitar kota untuk memenuhi kebutuhan kota seperti yang
disebutkan oleh Hamid Sirvani (1984) dalam Roy (2005) mengenai Social Equity
yang mana masyarakat informal “mereka yang kerja di sektor formal namun tinggal
di permukiman informal dan sebaliknya” memproduksi barang untuk pasar global
sehingga hampir tidak ada batas antara sektor informal dan formal. Ruang lingkup
spasial secara lengkap ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
8
Sumber : RTRW Kota Bandar Lampung 2011-2031
GAMBAR 1.1
PETA RUANG LINGKUP WILAYAH PENELITIAN
9
1.6.2 Ruang Lingkup Substansial
Ruang lingkup substansial akan berfungsi sebagai batasan substansi yang
akan dibahas, dalam penelitian ini ruang lingkup substansial meliputi karakteristik
ketahanan dan dampak perubahan iklim serta klasifikasi tingkat dan prioritas
dimensi ketahanan pada kawasan informal di sebagian Kelurahan Kota Karang dan
Kelurahan Kangkung. Secara spesifik batasan substansi meliputi:
Sasaran 1, mengidentifikasi karakteristik kawasan informal pada daerah
studi untuk meninjau kondisi fisik dan non fisik serta bencana dan perubahan iklim
sehingga didapatkan kondisi yang nyata pada kawasan informal baik fisik maupun
non fisiknya sebagai gambaran umum wilayah dan masukan dalam membantu
analisis selanjutnya.
Sasaran 2, mengidentifikasi modal ketahanan dengan mengetahui bentuk-
bentuk adaptasi dan mitigasi serta karakteristik ketahanan kota yang ada pada
daerah studi sebagai modal ketahanan yang saat ini miliki. Modal ketahanan
tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan observasi dengan melihat kondisi saat
ini dari sudut pandang/persepsi dan juga pengalaman masyarakat yang merupakan
objek utama dari suatu risiko dan ancaman dalam menghadapi dampak perubahan
iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dampak perubahan
iklim terindikasi oleh kajian PPGT UI mengenai urban heat island dan Kajian oleh
ACCCRN dengan melihat trend curah hujan dan suhu serta proyeksi sea level rise
pada Dokumen Kajian Strategi Ketahanan Kota Bandar Lampung Tahun 2011-
2030 yang ditemukan bahwa bahaya iklim yang paling berpengaruh pada daerah
studi yaitu kenaikan muka air laut dan curah hujan ekstrem yang dapat
meningkatkan intensitas terjadinya banjir dan penurunan kualitas air bersih.
Kondisi itu yang menjadi acuan penulis dalam mengidentifikasi modal-modal
ketahanan yang ada berdasarkan tujuh karakteristik ketahanan kota dan upaya
adaptasi dan mitigasi yang dimiliki saat ini berdasarkan definisi Undang-undang
No. 27 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana mengenai manajemen risiko
bencana.
Sasaran 3, mengklasifikasikan tingkat ketahanan dan dimensi prioritas
dalam meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim yang merujuk
pada konsep ketahanan dari Coastal Community Resilient, Climate Disasater
10
Resilient Index dan City Resilience Framework yang terlebih dahulu dilakukan
sintesis pada seluruh elemen ketahanan dengan sudut pandang “masyarakat” karena
ketahanan dan bencana sangat berkaitan dengan People Center Development yang
terindikasi dari berbagai konsep ketahanan yang selalu melibatkan aspek sosial baik
di tingkat masyarakat lokal maupun kota.
1.6.3 Ruang Lingkup Temporal
Ruang lingkup Temporal dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi
karakteristik dan modal ketahanan serta tingkat ketahanan dan dimensi prioritas
menggunakan data terkini. Data pendukung lain yaitu data statistika 10-30 tahun ke
belakang yaitu periode tahun 1989-2019 untuk mencari variasi iklim mengetahui
anomali cuca sebagai indeks terjadi perubahan iklim dengan membandingkan hasil
pengukuran beberapa dekade menurut dirjen pengendalian perubahan iklim di
Indonesia.
1.7 Metodologi Penelitian
Metode penelitian berfokus pada pendekatan induktif kualitatif-kuantitatif
eksplanatif paradigma fenomenologi. Menurut Bryman (1988) dalam Mulyadi
(2011) pendekatan ini dilakukan dengan menggabungkan dua desain penelitian,
pertama menjelaskan fenomena berdasarkan pengalaman dan sudut pandang
dengan adanya berbagai kejadian yang terjadi melalui wawancara, observasi dan
kedua melakukan uji statistik inferensial dengan angket questionare based
interview (Mulyadi, 2011). Kawasan pesisir Kota Bandar Lampung yang
berbatasan langsung dengan laut juga merupakan kawasan perkotaan yang memiliki
kepadatan tinggi, sehingga dipilih sebagai lokasi penelitian karena diduga memiliki
karakteristik kerentanan dan risiko iklim yang relatif lebih tinggi, hal ini menjadi
menarik untuk diteliti dari sisi perencanaan wilayah dan kota.
11
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua yaitu pengumpulan data
sekunder dan pengumpulan data primer. Data primer adalah data yang diambil
secara langsung di lapangan bisa dengan kuesioner, wawancara, ataupun observasi.
Sedangkan data sekunder dapat melakukan permintaan data di berbagai instansi
seperti badan, dinas, atau kantor kelurahan, sesuai dengan kebutuhan data yang
diminta.
A. Kebutuhan Data
Pada penelitian ini diperlukan data-data pendukung berupa data sekunder
maupun data primer. Data-data tersebut diperlukan sebagai bahan analisis untuk
menjawab berbagai sasaran yang ingin dicapai.
1. Jenis Data
Data berdasarkan sifatnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Adapun jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data
kualitatif dan kuantitatif yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar
(Sugiyono, 2015). Data kualitatif pada penelitian ini berupa:
i. Data karakteristik berdasarkan aspek fisik dan non fisik, serta aspek
bencana dan perubahan iklim. Data fisik dimulai dari kondisi lokasi,
material penyusun, konstruksi hunian, bentuk hunian, sanitasi hunian,
dan penghijauan. Lalu prasarana umum meliputi akses ke fasilitas
umum, akses ke permukiman, dan jenis jalan. Dan terakhir sarana
umum seperti fasilitas sosial berupa sarana peribadatan, kesehatan, dan
pendidikan. Fasilitas umum yaitu utilitas berupa air bersih, listrik, dan
telekomunikasi serta penerangan jalan, dan ruang publik. Sedangkan
aspek non fisik yaitu mata pencaharian penduduk, budaya, tradisi, adat
istiadat, dan tata kelola dan program-program. Terakhir aspek bencana
dan perubahan iklim berupa data kejadian bencana.
ii. Data karakteristik 7 (tujuh) ketahanan kota yaitu reflective, resourceful,
robust, redundant, flexibel, inclusive, dan intergrated dan bentuk-
bentuk adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.
12
b. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan (Sugiyono, 2015). Data kuantitatif pada penelitian kali ini
berupa:
i. Data indeks ketahanan kota.
ii. Data luas wilayah dan jumlah penduduk.
iii. Data fasilitas umum dan fasilitas sosial.
iv. Data Suhu, Curah Hujan, dan Sea Level Rise.
2. Sumber Data
Adapun data berdasarkan sumbernya yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer. Berikut adalah penjelasan terkait data primer
dan data sekunder :
a. Data primer adalah data yang langsung didapatkan melalui objek
peneliti (Suyanto dan Sutinah, 2005). Data primer diperoleh dengan
observasi, wawancara, dan kuesioner.
b. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari instansi-instansi terkait
baik dalam bentuk tabulasi maupun deskriptif (Suyanto dan Sutinah,
2005).
Berdasarkan sumber dan jenis data yang dibutuhkan pada penelitian ini,
selengkapnya peneliti tulis pada matriks kebutuhan data yang dapat dilihat pada
Tabel 1.1.
13
TABEL I.1
KEBUTUHAN DATA PENELITIAN
Sasaran
Input Metode
Pengumpulan Data
Sumber Teknik
Analisis Output
Jenis Dan Kebutuhan Data
Sasaran 1 : Mengidentifikasi
Karakteristik Kawasan Informal
Di Kelurahan Kota Karang
Aspek Fisik
Permukiman/Kondisi Bangunan (Kondisi Lokasi, Material
Penyusun, Konstruksi Hunian, Bentuk Hunian, Sanitasi
Hunian, Penghijauan)
Kajian Dokumen
dan Observasi
BPS
Analisis
Deskriptif
Kualitatif
Karakteristik Kawasan Informal
Observasi Primer
Prasarana Umum (Aksesibilitas yaitu : Akses ke Fasilitas
Umum, Akses ke Permukiman, dan Jenis Jalan)
Kajian Dokumen
dan Observasi
Primer/ KOTAKU
Sarana Umum ( Fasilitas sosial : Peribadatan, Kesehatan, dan
Pendidikan. Fasilitas umum : Air Bersih, Listrik, dan Komunikasi. Penerangan Jalan dan Ruang Publik.)
Kajian Dokumen
dan Observasi
Primer/ KOTAKU
Aspek Non Fisik
Kondisi Ekonomi (Mata Pencaharian dan Kegiatan Ekonomi serta Aset Penduduk)
Kajian Dokumen dan Wawancara
Primer/Kelura
han
Sejarah, Budaya, Tradisi dan Adat Istiadat Observasi dan
Wawancara
Primer
Tata kelola dan program-program Observasi dan
Wawancara
Primer
Aspek Bencana dan Perubahan
Iklim
Kejadian Bencana dan Permasalahan yang Sering
Terjadi/Setiap Hari Dirasakan
Kajian Dokumen
dan Wawancara
Primer/
BPBD
Curah Hujan dan Temperatur serta Sea Level Rise data 30
tahun (1989-2019) Dokumen
LAPAN
Sasaran 2 : Mengidentifikasi
modal ketahanan pada kawasan
informal di Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung
Bentuk Adaptasi dan Mitigasi
Bencana
Adaptasi dan Mitigasi Bencana Dampak Perubahan Iklim Wawancara dan
Observasi
Primer
Analisis Deskriptif
Kualitatif
Modal Ketahanan Manajemen Bencana
Wawancara dan
Observasi
Primer
Karakteristik
Ketahanan Kota 7 Karakteristik Ketahanan Kota : Reflective, Resourceful,
Robust, Redundant, Flexibel, Inclusive dan Integrated.
Wawancara dan
Observasi
Primer
Sasaran 3 : Mengklasifikasikan
Tingkat dan Dimensi Prioritas
Ketahanan Terhadap Dampak Perubahan Iklim
Tingkat Ketahanan Kota
Indeks Ketahanan Kuesioner
Primer Analisis Statistik
Deskriptif
Tingkat Ketahanan
(Spiderchart)
Dimensi Prioritas Primer Analisis Kuadran
Utama
Dimensi Prioritas
14
B. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan survei data primer
yang didapatkan langsung kepada objek penelitian dan survei data sekunder yaitu
data yang tidak didapatkan langsung kepada objek penelitian. Berikut teknik
pengumpulan data yang akan dilakukan:
1. Data Primer
Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara semi
struktur, kuesioner dan observasi.
A. Metode Wawancara
Pada metode ini dilakukan wawancara untuk mengetahui kondisi di
lapangan melalui pandangan dan pengalaman orang-orang yang berada di lapangan.
Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara semi struktur yaitu wawancara
dilakukan oleh peneliti dengan urutan pertanyaan yang boleh tidak berurutan
sehingga terkesan lebih santai (Suyanto dan Sutinah, 2005), sehingga diharapkan
dapat memperoleh pengetahuan mengenai karakteristik dan bentuk-bentuk mitigasi
dan adaptasi dampak perubahan iklim serta manajemen bencana yang dilakukan
masyarakat berdasarkan pendekatan 7 karakteristik ketahanan kota secara
mendalam. Wawancara ini akan dilakukan kepada tim kota pada badan/dinas Kota
Bandar Lampung, LSM/NGO, lurah, rukun tetangga dan tokoh masyarakat. Untuk
memperkuat wawancara ini dilakukan metode snowball di dalam menentukan
responden kunci. Responden kunci ini akan berkembang dari identifikasi di awal.
Responden kunci ini berdasarkan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut dan
sudah lama tinggal sehingga dirasa telah terdampak dari perubahan iklim dengan
umur/lama tinggal lebih 30 tahun mengacu pada pengukuran yang dilakukan Dirjen
PPI untuk melihat variasi iklim/perubahan iklim dan kriteria lainnya adalah
masyarakat yang bekerja atau beraktivitas di sana. Panduan wawancara
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
B. Metode Observasi
Metode observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
kondisi saat ini, situasi dan permasalahan yang lebih akurat dan sekaligus
membandingkan atau mencocokkan data dari instansi dengan kondisi nyata di
lapangan. Observasi ini dilakukan untuk mengamati pola, bentuk dan mekanisme
adaptasi masyarakat lokal terhadap risiko bencana di wilayah pesisir terhadap
15
kondisi iklim saat ini dengan cara melakukan dokumentasi dan geotagging
sehingga dapat mengetahui kondisi pada wilayah penelitian. Panduan observasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
C. Metode Kuesioner
Pada metode kuesioner ini akan dilakukan pengambilan sampel untuk
mengetahui kondisi eksisting melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan oleh
peneliti terhadap responden. Kuesioner dilakukan untuk memperoleh data
kuantitatif dalam menentukan tingkatan ketahanan kota berdasarkan indikator
ketahanan kota. Kuesioner ditunjukkan kepada masyarakat yang tinggal pada
kawasan informal di sebagian Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
Panduan kuesioner selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
2. Data Sekunder
Survei data sekunder adalah metode perolehan data dalam bentuk
dokumen yang tidak berhubungan langsung dengan objek penelitian. Data sekunder
ini dapat berupa dokumen-dokumen seperti regulasi, kebijakan pemerintah, atau
dokumen lain yang memberikan gambaran wilayah studi. Data sekunder dapat
diperoleh dari perpustakaan, naskah akademik, instansi pemerintah, dan media
internet. Pengumpulan data sekunder pada penelitian ini didapatkan dari dinas
instansi pemerintah seperti data suhu dan curah hujan, kondisi fisik dan geografis,
penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun, fasilitas umum dan fasilitas
sosial, kelembagaan, sosial kependudukan dan sosial ekonomi.
C. Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian ini menggunakan penarikan sampel sebagai jumlah sampel
yang digunakan dalam pengambilan data secara langsung terhadap objek penelitian.
Penentuan sampel ini juga bertujuan untuk memudahkan peneliti karena tidak dapat
mengamati seluruh populasi, sehingga sangat berguna untuk menghemat biaya,
tenaga dan waktu. Sampel ini digunakan untuk pengambilan data primer yaitu
dengan cara penyebaran kuesioner kepada seluruh masyarakat yang berada di
kawasan tersebut. Teknik pengambilan sampel pada sasaran pertama dan kedua
yaitu dengan teknik purposive sampling yang diperkuat dengan teknik snowball
untuk mendapatkan informasi dari informan/narasumber yang telah ditetapkan
berdasarkan pengalaman penulis sebelumnya saat survei lokasi penelitian dengan
16
kriteria Responden kunci ini berdasarkan masyarakat yang tinggal di kawasan
tersebut dan sudah lama tinggal sehingga dirasa telah terdampak dari perubahan
iklim dengan umur/lama tinggal lebih 30 tahun mengacu pada pengukuran yang
dilakukan Dirjen PPI untuk melihat variasi iklim/perubahan iklim dan masyarakat
yang bekerja atau beraktivitas di sana. Berikut merupakan profil dari masing-
masing informan/narasumber yang dituju dapat dilihat pada Tabel I.2.
TABEL I.2
PROFIL INFORMAN/NARASUMBER
Lokasi Informan Informan/Narasumber Keterangan
Provinsi Lampung Dinas Kelautan dan Perikanan Perencanaan dan Perizinan
Kota Bandar Lampung
BPBD Kota Bandar Lampung Tim Kota
Dinas Lingkungan Hidup Tim Kota
BAPPEDA Kota Bandar
Lampung Tim Kota
LSM Watala, Mitra Bentala
dan Walhi Lampung Tim Kota
Kelurahan Kota Karang
H Zainal Arifin
Tokoh Masyarakat
Pangeran Sai Batin
Nurfaidah Kader Bank Sampah
Ibu Nuraini Ketua PKK
Zul Kifli Lurah Kel. Kota Karang
Kepala RT RT Kota Karang
Kelurahan Kangkung
Muhidin dan Sudiri Tokoh Masyarakat
H Mistar Tokoh Masyarakat
Ediyalis Lurah Kangkung
Kepala RT RT Kel. Kangkung
Kelurahan Pesawahan Pak Nana Pemilik Air Suteng
Sedangkan pada sasaran ketiga penelitian ini menggunakan jenis
probability dengan kriteria yang bertempat tinggal dan bekerja pada sektor informal
di kawasan tersebut yang dengan sederhana didapatkan secara acak dan
menggunakan proporsional dengan besar kecilnya jumlah unit pada masing-masing
sub populasi dengan perbandingan antara jumlah keseluruhan populasi (Suyanto
dan Sutinah, 2005). Penarikan sampel ini menggunakan rumus lemeshow karena
jumlah populasi tidak diketahui pasti pada suatu kawasan (Lemeshow, W. Hosmer
Jr, Klar, dan K.Lwanga, 1990). Berikut rumus lemeshow yaitu:
n = 𝑍2.𝑃 (1−𝑃)
𝐸2
Keterangan :
17
n = jumlah sampel
Z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96
p = maksimal estimasi = 0,5
E = alpha (0,10) atau sampling error = 10%
Melalui rumus di atas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:
n = 𝑍2.𝑃 (1−𝑃)
𝐸2
n = [1,962 . 0,5 (1-0,5)]/0,12
n = 96,04
Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah
96,04 dan ditambahkan 10% kemungkinan error yang ditemukan sehingga 10%
dari total minimal sampling yang ditambahkan yaitu 9 sampel, sehingga pada
penelitian ini setidaknya penulis harus mengambil data dari sampel sekurang-
kurangnya sejumlah 105 orang kawasan (Lemeshow, W. Hosmer Jr, Klar, dan
K.Lwanga, 1990). Jumlah tersebut dibagi berdasarkan sub populasi karena kawasan
difokuskan pada 2 (dua) kelurahan saja yaitu Kelurahan Kangkung dan Kota
Karang. Berikut perhitungan sampel dan pembagian berdasarkan proporsi sampel
dari sub populasi yang secara rinci dituliskan pada Tabel I.3.
TABEL I.3
PROPORSI SAMPEL DARI SUBPOPULASI
Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah sampel proporsi sub
populasi
Jumlah
Sampel
Kangkung 14517 105
56,011 56
Kota Karang 12697 48,989 49
Total 27214 105 105 105
Sumber: Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kota Bandar Lampung, 2019
Hasil proporsi dari sub populasi ini akan disebar secara acak berdasarkan
kriteria masyarakat yang tinggal berdasarkan ruang lingkup spasial yang
sebelumnya telah dijelaskan dengan pembagian Rukun Tetangga (RT) dan
Lingkungan (LK) di Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung yang
menjadi lokasi pengambilan sampel, yaitu tersebar pada 10 RT dari 2 LK di
Kelurahan Kota Karang yaitu LK-1 RT 09, 10, 11, dan 12 (Sempadan Sungai) serta
LK-2 RT 01, 02, 03, dan 04 (Sempadan Sungai). LK-2 RT 05, 06, dan 07
18
(Sempadan Pantai dan di Atas Laut). Sehingga setiap RT akan ada 5-6 orang yang
mewakili dan Kelurahan Kangkung tersebar pada 16 RT dari 2 LK yaitu LK-2 RT
06 (Sempadan Sungai). LK-2 RT 07, 08, 09, 10, 11, dan 12 ( Sempadan Pantai dan
di Atas Laut) serta LK-3 RT 15, 17, 18, 19, 23, 24, 25, 26, dan 27( Sempadan Pantai
dan di Atas Laut). Sehingga pada setiap RT ada 3-4 orang yang mewakili 1 RT.
Berikut proporsi sampel dari kriteria lokasi dituliskan secara rinci berdasarkan
pembagian proporsi sampel dari kriteria lokasi pada Tabel I.4.
TABEL I.4
PROPORSI SAMPEL DARI KRITERIA LOKASI
Kelurahan
Kota
Karang
Lingkungan Total
Sampel
35% Sempadan
Sungai
35% Sempadan
Pantai 30% di Atas Laut
1
49
17 Responden
(RT 09, 10, 11, 12) - -
2 17 Responden
(RT 01, 02, 03, 04)
17 Responden
RT 05, 06, 07
15 Responden
RT 05, 06, 07
Kelurahan
Kangkung
2
56
16 Responden
(RT 06)
20 Responden
(RT 07, 08, 09, 10, 11, 12)
3 - 20 (Responden)
RT 15, 17, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27
1.7.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian digunakan sebagai acuan dalam menentukan tingkat
ketahanan dan variabel prioritas berdasarkan indikator dan parameter yang
digunakan yang sebelumnya di sintesis terlebih dahulu pada bab dua.
Berikut adalah variabel yang digunakan dalam kuesioner penelitian yang
dapat dilihat pada Tabel I.5.
TABEL I.5
INDIKATOR DAN PARAMETER KETAHANAN KAWASAN INFORMAL
TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI PESISIR KOTA
No Elemen Dimensi Variabel
1
Sosial
dan
Ekonomi
Kesehatan dan
Kesejahteraan
(KK)
• Pendapatan, tabungan, investasi, dan asuransi.(X1.1)
• Ketergantungan pada pekerjaan sektor tunggal kecil. (X1.2)
• Memiliki jaminan dan akses kesehatan yang terjangkau.(X1.3)
• Kemampuan memiliki rumah yang aman dan pangan yang baik.
(X1.4)
• Pemenuhan kebutuhan energi yang cukup Akses yang inklusif
dalam memenuhi kebutuhan air minum dan sanitasi. (X1.5)
Pengetahuan
Risiko • Kesadaran, pengetahuan serta penilaian publik.(X2.1)
19
No Elemen Dimensi Variabel
(PR) • Pendidikan dan pelatihan yang memadai menyeluruh untuk
kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat.(X2.2)
• Penilaian risiko bahaya pantai
• diselesaikan pada skala yang sesuai dengan masyarakat dan
diperbarui secara rutin.(X2.3)
• Penilaian risiko pesisir bersifat menyeluruh dan memasukkan
risiko terhadap semua unsur ketahanan (misalnya mata
pencaharian, sumber daya pantai, penggunaan lahan, dan
sebagainya.(X2.4)
• Informasi dari penilaian risiko dapat diakses dan digunakan oleh
masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat berpartisipasi dalam penilaian risiko.(X2.5)
2
Fisik dan
Lingkung
an
Infrastruktur
dan
Lingkungan/
Alam
(ILA)
• Pilihan moda-transportasi yang beragam dan terjangkau.(X3.1)
• Teknologi komunikasi yang andal.(X3.2)
• Infrastruktur Bencana (Tanggul, Sumur Resapan, Jalur Evakuasi
dll).(X3.3)
• Menyimpan kapasitas cadangan.(X3.4)
• Layanan dasar (mis. Air, transportasi, keamanan, dll.) dapat
diakses oleh semua sektor masyarakat.(X3.5)
Guna Lahan dan
Desain Struktur.
(GLDS)
• Infrastruktur kritis yang terletak di luar daerah berisiko tinggi
dan dibangun untuk mengatasi risiko dari bahaya prioritas. Para
pengembang dan masyarakat memasukkan pengurangan risiko
ke dalam lokasi dan desain bangunan. (X4.1)
• Program pendidikan, program penyuluhan, dan pelatihan
dibentuk untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan
penggunaan lahan dan standar pembangunan.(X4.2)
• Bangunan rumah kokoh dan adaptif (Panggung, meningkatkan
lantai, terdapat kolong langit).(X4.3)
• Menggunakan bahan-bahan di alam sekitar untuk pembangunan.
(X4.4)
• Kesesuaian zonasi dan guna lahan. (X4.5)
3 Tata
Kelola
Strategi dan
Kepemimpinan.
(SK)
• Proses perencanaan yang konsultatif.(X5.1)
• Melakukan perencanaan yang strategis proses penetapan
perencanaan.(X5.2)
• Mekanisme untuk hubungan masyarakat dengan
pemerintah.(X5.3)
• Legalitas dan Sistem regulasi.(X5.4)
• Rencana dan kebijakan pembangunan yang terintegrasi.(X5.5)
Manajemen
Sumber daya
pesisir.
(MSDP)
• Kebijakan dan rencana diimplementasikan dan dimonitor untuk
secara efektif mengelola sumber daya pantai alam.(X6.1)
• Habitat pantai yang sensitif, ekosistem, dan unsur-unsur alam
dilindungi dan dijaga untuk mengurangi risiko bahaya pantai.
.(X6.2)
• Masyarakat secara aktif terlibat dalam perencanaan dan
menerapkan kegiatan pengelolaan sumber daya pantai. .(X6.3)
• Masyarakat dan pemerintah setempat menghargai dan
berinvestasi dalam pengelolaan dan konservasi untuk
mempertahankan sumber daya alam mereka. .(X6.4)
• Masyarakat menjaga alam dengan perilaku hidup bersih dan
sehat. .(X6.5)
Peringatan dan
Evakuasi.
(PE)
• Sistem peringatan dini masyarakat dan sistem evakuasi,
kebijakan, rencana, dan prosedur sedang dibuat.(X7.1)
• Memiliki peran dan bertanggungjawab mampu memperingatkan
penduduk yang rentan secara tepat pada waktunya. (X7.2)
• Peringatan masyarakat dan infrastruktur evakuasi sudah di
tempat dan di pelihara. (X7.3)
• Masyarakat siap menanggapi peringatan bahaya dengan tindakan
yang pantas. (X7.4)
20
No Elemen Dimensi Variabel
• Mengerti tindakan pertama yang harus dilakukan saat terjadi
bencana. (X7.5)
Tanggap darurat
(TD)
• Peran dan tanggung jawab yang telah ditentukan ditetapkan
untuk segera bertindak di semua tingkatan.(X8.1)
• Kegiatan persiapan (latihan dan simulasi) terus berlangsung
untuk melatih dan mendidik masyarakat. (X8.2)
• Layanan darurat dan bantuan dasar tersedia. (X8.3)
• Organisasi dan sukarelawan ditetapkan dengan sumber teknis
dan keuangan untuk mendukung kegiatan tanggap darurat.
(X8.4)
• Terdapat organisasi masyarakat atau lainnya yang biasa
menangani dengan cepat. (X8.5)
Pemulihan
Bencana
(PB)
• Rencana pemulihan bencana telah ditetapkan bahwa keprihatinan
ekonomi, lingkungan, dan sosial dari masyarakat.(X9.1)
• Proses pemulihan bencana dimonitor, dievaluasi, dan diperbaiki
pada selang waktu tertentu. (X9.2)
• Mekanisme koordinasi di tingkat internasional, nasional, dan
lokal sudah ditetapkan untuk pemulihan bencana. (X9.3)
• Sumber-sumber teknis dan keuangan tersedia untuk mendukung
proses pemulihan. (X9.4)
• Memiliki modal untuk membangun kembali kerusakan yang
terjadi ( Kas, Tabungan Pribadi maupun kelompok dll). (X9.5)
1.7.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan menjawab tujuan dan sasaran-sasaran yang
telah di rumuskan sebelumnya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis deskriptif kualitatif, analisis statistik deskriptif dan analisis
kuadran utama. Penjelasan analisis akan dijelaskan per sasaran yaitu sebagai
berikut:
Sasaran 1 : Mengidentifikasi karakteristik kawasan informal di Kelurahan
Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
Pada sasaran pertama dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif dalam mengidentifikasi karakteristik kawasan informal
berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui observasi dan kuesioner
yang selanjutnya di deskripsikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar.
Perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi serta
perhitungan persentase untuk memberikan gambaran terkait karakteristik kawasan
informal.
Sasaran 2 : Mengidentifikasi modal ketahanan pada kawasan informal di
Kelurahan Kota Karang dan Kelurahan Kangkung.
Pada sasaran kedua dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif menurut (Sugiyono, 2015) menjelaskan bahwa metode analisis deskriptif
21
merupakan metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan
variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri
sendiri) tanpa membuat perbandingan dan mencari hubungan variabel itu dengan
variabel yang lain. Dari pengertian menurut Sugiyono ini dapat diartikan bahwa
metode ini dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis dan menjelaskan fakta-fakta terkait hubungan
antar variabel yang dicari dengan cara pengumpulan data, mengolah data,
menganalisis data, serta menginterpretasikan data hasil dari wawancara dan
observasi lapangan, untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Penyajian data
dapat menggunakan tabel, grafik, perhitungan statistik sederhana seperti rata-rata
perhitungan persentase untuk melakukan pengurutan. Analisis deskriptif kualitatif
digunakan untuk mendeskripsikan hasil karakteristik ketahanan dan mitigasi yang
telah dimiliki yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan tinjauan literatur.
Analisis yang akan dilakukan terhadap data dan informasi yang didapatkan dengan
diperoleh melalui data coding.
Menurut Tesch (1990) dalam Craswell (2016) Tahapan Analisis Deskriptif
Kualitatif sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dan melakukan transkrip wawancara dan observasi.
2. Membaca seluruh transkrip wawancara dengan memahami dan mengambil
gagasan inti.
3. Pilih wawancara paling menarik dan singkat untuk memahami makna
dasarnya dan tulis gagasan tersebut.
4. Tabulasi topik berdasarkan kesamaan seperti topik adaptasi topik mitigasi,
dan topik ketahanan ke dalam kolom-kolom khusus.
5. Topik tersebut kembali ke data lalu ringkas topik menjadi kode-kode, lalu
tulis kode tersebut ke dalam segmen/kategori.
6. Masukanlah materi-materi data ke dalam setiap kategori dan mulai analisis
awal.
22
7. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi akan
melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail.
8. Menampilkan hasil analisis atau narasi menggunakan visual lain seperti
gambar hasil observasi dan tabel-tabel.
9. Menganalisis data adalah menginterpretasi atau memaknai data dengan
menarik benang merah apa yang didapatkan dari semua ini sehingga
tertuang esensi dari suatu gagasan.
Sasaran 3 : Mengklasifikasi tingkat dan variabel prioritas ketahanan pada
kawasan informal pesisir Kota Bandar Lampung terhadap dampak
perubahan iklim.
Pada sasaran ketiga pada penelitian ini menggunakan Analisis kuantitatif
dengan pengambilan data dengan questionnaire-based interview hasilnya akan
dilakukan scoring dan pembobotan untuk mengidentifikasi nilai performa variabel
dan indikator ketahanan, akumulasi sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan
sebelumnya dari indikator ketahanan. Perumusan indikator-variabel untuk resiliensi
kawasan informal pesisir dalam studi ini dilakukan menurut Coastal Community
Resilience, City Resilience Framework dan Climate Disaster Resilient Index karena
dianggap dapat merepresentasikan kondisi lapangan atau lokasi penelitian yaitu
pesisir kota teluk Bandar Lampung di mana tolak ukur yang digunakan berfokus
pada social and cultural capacity. Peninjauan konteks “masyarakat” pada studi ini
adalah terkait dengan masyarakat yang tinggal di pemukiman informal dan pekerja
sektor informal di sana. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan uji normalitas
dan statistik deskriptif yang selanjutnya dilakukan analisis kuadran utama untuk
mencari variabel prioritas dengan menggunakan aplikasi SPSS.
Terdapat tiga probabilitas respons yang akan diberikan oleh responden
“ya”, “tidak” atau “tidak tahu”. Jika responden tidak tahu maka jawaban tidak
dipertimbangkan dalam penilaian. Tanggapan “tidak” memberikan nilai nol untuk
pertanyaan spesifik tetapi jika jawabannya adalah "ya", maka para pewawancara
meminta narasumber untuk memberikan nilai dalam skala satu sampai lima untuk
pertanyaan spesifik tersebut. Nilai lima adalah “sangat baik” dan satu adalah
kondisi “tidak baik”. Terdapat sembilan dimensi dengan 45 variabel ketahanan
yang dinilai pada kuesioner yang akan diberi nilai berdasarkan kriteria keterangan
23
ketahanan pada buku A Guide for Evaluating Coastal Community Resilience to
Tsunamis and Other Coastal (2007) yang dapat dilihat pada Tabel 1.6.
TABEL I.6
PENILAIAN SKORING UNTUK MASING-MASING DIMENSI
KETAHANAN Nilai Keterangan Presentasi Ketahanan
5 Memuaskan 81-100%
4 Sangat Baik 61-80%
3 Baik 41-60%
2 Cukup 21-40%
1 Kurang 1-20%
0 Kondisi Tidak Ada/Tidak Tahu
Sumber : (U.S. Indian Ocean Tsunami Warning System Program, 2007)
Setelah memilih skor, responden kembali diminta untuk membenarkan
nilai mereka pada isu tersebut lalu dilakukan pembobotan dengan keterangan
sebagai berikut: skor 1-2 memiliki bobot 1, skor 3 memiliki bobot 3 dan skor 4-5
memiliki bobot 5. Maka didapatkan hasil dengan skor dan persentase nilai dari
masing-masing dimensi ketahanan dengan keterangan yang dapat dilihat pada
Tabel I.7.
TABEL I.7
PEMBOBOTAN NILAI MASING-MASING VARIABEL Keterangan Nilai Pengali
/Nilai Bobot
Skor
Bobot
Pembagi
(Bobot Maksimal)
Presentasi
Ketahanan
Memuaskan 5 5 25
25
100%
Sangat Baik 4 5 20 80%
Baik 3 3 9 36%
Cukup 2 1 2 8%
Kurang 1 1 1 2,5%
Pembobotan tersebut dilakukan sebelum menentukan klasifikasi tingkat
ketahanan berdasarkan masing-masing kelas tingkatan yang sudah ditentukan.
Presentasi ketahanan pada setiap variabel tersebut digunakan kembali untuk
menentukan tingkat ketahanan kawasan. Presentasi ketahanan didapatkan dengan
cara merata-ratakan nilai pada masing-masing variabel ketahanan setiap dimensi,
sehingga nilai tersebut menjadi presentasi ketahanan dimensi, dan dirata-ratakan
24
kembali pada setiap kawasan, sehingga diperoleh tingkat ketahanan kawasan.
Selengkapnya rumus perhitungan sederhana yang digunakan sebagai berikut:
Rumus:
Presentasi Ketahanan Variabel = ((Skor Total Variabel/Total Responden *Bobot)/25)*100%
Presentasi Ketahanan Dimensi = (Presentasi Ketahanan Variabel Total/5)
Presentasi Ketahanan Kawasan = (Presentasi Ketahanan Dimensi Total/9)
Selanjutnya didapatkan tingkat ketahanan berdasarkan klasifikasi tingkat
yang dibagi menjadi tiga kelas, rendah, sedang dan tinggi yang selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel I.8.
TABEL I.8
KLASIFIKASI TINGKAT KETAHANAN Klasifikasi Tingkat Ketahanan
Merah High Resilience 61%-100%
Kuning Intermediate 41-60%
Hijau Low Resilience 0-40%
Sumber : (Farida & Rahayu, 2017)
Hasil skoring dan pembobotan dalam menentukan tingkat ketahanan ini
akan digambarkan melalui spiderchart pada setiap dimensi dan variabel ketahanan
yang digunakan berdasarkan daerah studi. Berdasarkan hasil penilaian 105
responden terhadap sembilan dimensi dan 45 variabel ketahanan dilakukan rata-rata
skor seperti pada Tabel 1.9.
TABEL I.9
NILAI RATA-RATA DIMENSI INPUTAN SPSS Kode Dimensi x1 x2 x3 x4 x5
KK Kesehatan dan Kesejahteraan 1,897436 3,737179 4,051282 3,094551 4,358974
PR Pengetahuan Risiko 3,649038 2,758013 2,346154 3,133013 3,504808
ILA Infrastruktur dan
Lingkungan Alam 3,217949 3,972756 3,375 2,397436 3,564103
GLDS Guna Lahan dan Desain
struktur 2,205128 2,432692 4,129808 2,863782 2,323718
SK Strategi dan
Kepemimpinan 2,636218 2,333333 3,639423 2,774038 2,741987
MSDP Manajemen Sumber daya
Pesisir 2,346154 2,269231 2,217949 2,24359 2,336538
PE Peringatan dan Evakuasi 3,076923 2,733974 3,74359 2,996795 4,009615
TD Tanggap Darurat 3,761218 2,49359 3,214744 3,060897 2,346154
PB Pemulihan Bencana 2,745192 3,304487 3,791667 2,179487 2,826923
Metode PCA bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati
dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan
25
korelasi di antara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke
variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali. Mengenai layak atau tidaknya
analisis faktor, maka perlu dilakukan uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Barlett
Test. Apabila nilai KMO berkisar antara 0,5 sampai dengan 1 maka analisis faktor
layak digunakan. Namun, jika nilai KMO kurang dari 0,5 maka analisis faktor tidak
layak dilakukan. MSA memiliki nilai di atas 0,5. Artinya analisis dapat dilanjutkan.
Selanjutnya untuk menentukan dimensi prioritas berdasarkan analisis
kuadran utama melalui analisis faktor Principal Component Analysis/Analisis
Komponen Utama yang digambarkan dengan membagi kepada empat kuadran
utama dan memilih kuadran satu dan tiga sebagai dimensi yang diprioritaskan
seperti pada Gambar 1.2
GAMBAR 1.2
DIAGRAM PEMBAGIAN KUADRAN UTAMA
a. Kuadran I : dimensi-dimensi yang berada pada kuadran I artinya dimensi pada
kuadran ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan namun butuh dilakukan
intervensi untuk meningkatkan ketahanan, sehingga dapat dijadikan prioritas
utama untuk dikembangkan.
26
b. Kuadran II : dimensi-dimensi yang berada pada kuadran II dimensi ini memberi
pengaruh yang cukup signifikan dengan nilai performa yang juga sudah baik,
jadi kondisi butuh dipertahankan.
c. Kuadran III : dimensi-dimensi yang berada pada kuadran III artinya variabel ini
tidak terlalu memberikan pengaruh yang cukup signifikan namun butuh
dilakukan intervensi (peningkatan nilai performa) agar meningkat ketahanan.
d. Kuadran IV : dimensi-dimensi yang berada pada kuadran IV artinya dimensi ini
tidak terlalu memberi pengaruh yang cukup signifikan dan nilai performa juga
sudah cukup baik jadi tidak terlalu dibutuhkan intervensi pada aspek tersebut.
1.8 Rumusan Metodologi Penelitian
Rumusan metodologi dibuat untuk mengurutkan proses penelitian dari
setiap sasaran hingga mencapai tujuan dan mempermudah penjelasan pada bab
hasil pembahasan. Berdasarkan informasi yang ingin didapatkan, cara mendapatkan
informasi tersebut, sampai analisis yang digunakan untuk mendapatkan output yang
dinginkan. Selengkapnya rumusan metodologi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.3.
27
GAMBAR 1.3
RUMUSAN METODOLOGI PENELITIAN
28
1.9 Penelitian Terdahulu
Maksud dari dibuatnya tabel penelitian terdahulu ini untuk memperlihatkan pentingnya penelitian ini dilakukan dan dengan
melihat kesamaan tema penelitian dan juga dapat membedakan penelitian yang saat ini dilakukan dengan yang terdahulu sehingga
dapat diambil pembelajaran dalam menentukan lokasi, tujuan, variabel, metodologi dan hal lainnya. Berikut merupakan tabel keaslian
penelitian dari berbagai sumber yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel I.8.
TABEL I.6
PENELITIAN TERDAHULU No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metodologi Hasil/Pembahasan/Fokus
1
Guruh
Krisnantara
(2019)
Ketahanan Kota
Yogyakarta terhadap
Bencana Alam
Menentukan indeks
ketahanan di
Yogyakarta melalui
perbandingan indeks
kapasitas dan indeks
kerentanan,
mengidentifikasi
strategi ketahanan
pada masing-masing
unit kelurahan, dan
mengetahui
keberlanjutan strategi
ketahanan yang ada
Indeks ketahanan dibentuk oleh perbandingan antara
kapasitas dan kerentanan yang ada di masing-masing
unit kelurahan. Variabel kerentanan merupakan hasil
elaborasi dari empat sumber yaitu Cutter dkk. (2008),
Cutter dkk. (2010), BNPB (2012), dan Kusumastuti
dkk. (2014), sedangkan variabel kapasitas didasarkan
pada jumlah kampung/desa/kelurahan berketahanan.
Identifikasi strategi ketahanan menggunakan
wawancara terhadap pengurus kelurahan,
kampung/desa/kelurahan berketahanan. Analisis
keberlanjutan strategi ketahanan adalah menggunakan
IPA skala prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas
rendah, pertahankan prestasi, dan berlebih.
Yogyakarta memiliki indeks ketahanan bencana alam yang
cukup baik karena banyak komunitas yang terkait dengan
penanganan bencana alam. Faktor yang diidentifikasi
mempengaruhi indeks ketahanan tinggi dan rendah termasuk
indeks kerentanan dan indeks kapasitasnya sendiri sebagai
faktor pembentuk indeks ketahanan dan selain itu dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal seperti kedekatan dengan bencana,
difusi ruang kota, dan terkait perencanaan tata ruang kota. Oleh
karena itu, dalam merealisasikan suatu kawasan untuk
pengembangan kota atau pusat kegiatan juga perlu
memperhatikan pembangunan kapasitas menghadapi bencana
baik dari segi infrastruktur fisik yang terkait dengan bencana
maupun dengan pembangunan kapasitas atau modal sosial
masyarakat.
2
Chirstania
H.T
Watung,
Rieneke L.
E Sela dan
Linda
Tingkat Ketangguhan
dan Ketahanan Kota
Manado Terhadap
Bencana
Mengidentifikasi
sebaran daerah-daerah
rawan bencana banjir,
gunung api, tsunami,
gempa bumi dan
longsor Kota Manado
dan mengukur tingkat
Metode Analisis Spasial dan analisis deskriptif untuk
menghasilkan peta-peta serta informasi landasan
penilaian tingkat ketangguhan dan ketahanan Kota
Manado terhadap Bencana. Data yang digunakan data
sekunder berupa peta rawan bencana, tata ruang,
infrastruktur dasar, fasilitas publik, perencanaan dan
perizinan, manajemen donasi dan data mengenai
Hasil analisis menunjukkan dari 9 kriteria di dalamnya yang
memiliki capaian tertinggi adalah kriteria fasilitas pelayanan
publik, diikuti dengan kriteria kesiapsiagaan stakeholder,
perencanaan dan perizinan, tata ruang, kelembagaan dan
anggaran kemampuan dasar stakeholder, sosial ekonomi,
penelitian, teknologi dan ekosistem serta kriteria infrastruktur
yang memiliki capaian paling rendah.
29
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metodologi Hasil/Pembahasan/Fokus
Tondobala
(2018)
ketangguhan dan
ketahanan Kota
Manado terhadap
bencana banjir, erupsi
gunung api, tsunami,
gempa bumi dan
longsor melalui
kriteria penilaian
ketangguhan dan
ketahanan Kota
kelompok sadar bencana. Data primer survei lapangan
EWS, Kuesioner pelaksanaan penelitian dan
kemajuan teknologi, peraturan dan perizinan,
pemahaman serta penyebaran informasi pada
stakeholder, kemampuan dan pemahaman
stakeholder, pendanaan dan anggaran, metode analisis
spasial dan deskriptif penjabaran kepada data
sekunder, sedangkan primer dengan 9 kriteria, 27 sub
kriteria dan 65 indikator penilaian dan 120 indikator
oprasional dengan penilaian 1-5 rendah-sangat tinggi.
3
Budi Satria,
Mutia Sari
(2017)
Tingkat Resiliensi
Masyarakat di Area
Rawan Bencana
Mengetahui tingkat
resiliensi masyarakat
di area bencana
Metode analisis deskriptif eksploratif dengan
pendekatan crossectional study Teknik Pengumpulan
data 100 sampel dengan cara purposive sampling
dalam bentuk dichotomus choice 35 pertanyaan
Ya/Tidak .dengan alat ukur CD-RISC 10 dengan
Resilience Quotient dari Reivich dan Shate (2002)
dengan (alpha conbach = 0,885). Uji Validitas
instrumen penelitian menggunakan Conten Validity
meliputi Face Validity serta Contrusct Validity.
Resiliensi masyarakat terhadap bencana berada pada kategori
tinggi 63%. Diharapkan pada pemerintah, keluarga serta
masyarakat untuk dapat meningkatkan resiliensi dengan
demikian masyarakat dapat menjalankan hidupnya dengan lebih
baik terutama masyarakat yang masih tinggal di area rawan
bencana
4
Mery Ana
Farida,
Harkunti
Pertiwi
Rahayu
(2016)
Kajian Tingkat
Resiliensi Kawasan
Pariwisata Sanur
terhadap Tsunami
ditinjau dari Aspek
Atraksi, Aktivitas,
dan Amenitas
Menganalisis
resiliensi kawasan
pariwisata sanur
terhadap tsunami
Metode analisis data terdiri dari skoring dan
pembobotan dengan metode PCA, analisis kuadran
important-performance analysis, dan korelasi, dengan
pengumpulan data questionnaire-based interview
jumlah sampling dengan rumus lemeshow yaitu 68
responden tetapi responden pada penelitian ini ada 72.
tingkat resiliensi kawasan ini berpacu pada framework
coastal community resilence (CCR)
Hasil analisis didapat bahwa terdapat 5 elemen resiliensi yang
tergolong masih low resilience yaitu elemen governance, society
& economy, land use & structural design, risk knowledge dan
emergency response. Sedangkan elemen warning & evacuation
tergolong dalam kategori intermediate. Kemudian elemen
coastal resource management dan disaster recovery termasuk
dalam kategori high resilience.
6
Edi Bagus
Yuniawan
(2015)
Tingkat Ketangguhan
Terhadap Dampak
Perubahan Iklim di
Kawasan Pesisir Kota
Semarang
Mengetahui tingkat
ketangguhan sektor-
sektor strategis terkait
sensitivitas terhadap
perubahan iklim yang
tinggi
Metode analisis deduktif kuantitatif deskriptif terkait
sensitvitas terhadap perubahan iklim yang tinggi yaitu
sektor air bersih, kesehatan, banjir, persampahan,
mangrove dan juga perikanan Mengukur tingkat
ketangguhan terhadap perubahan iklim oleh ARUP
dan I-S-E-T dengan pendekatan 4R (Resourceulness,
Redundancy, Rapdity, dan Robustness)
Hasil penelitian menunjukan sektor mangrove yang dikatakan
tangguh terhadap dampak perubahan iklim. selain itu, elemen
yang menyebabkan ketangguhan kawasan pesisir tersebut
adalah elemen agen, dimana elemen ini menggambarkan
ketangguhan pelaku serta atau stakeholders yang seharusnya
dapat menjadi penggerak elemen lainnya yaitu elemen sistem
dan institusi pada masing-masing sektor. Sumber: 1. (Krisnanatar Guruh,2019) 2. (Watung, Sela, & Lind, 2018) 3. (Satria & Sari, 2017) 4. (Farida & Rahayu, 2017) 5. (Sitadevi, 2016) 6. Yuniawan Bagus Edi, 2015
30
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah terletak
pada wilayah penelitian yaitu berupa kawasan yang berada di pesisir Kota Bandar
Lampung yaitu kawasan informal di sebagian Kelurahan Kota Karang dan
Kelurahan Kangkung yang spesifik pada permukiman yang berada di sempadan
pantai, sempadan sungai, dan di atas laut. Konsep ketahanan yang diambil dari 3
(tiga) sumber berbeda Coastal Community Resilient, Climate Disasater Resilient
Index dan City Resilience Framework dengan fokus terhadap dampak dari
perubahan iklim, kawasan pesisir dan ketahanan kota.
Metode penelitian yang digunakan dengan menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan kuesioner yang bermaksud untuk mencari tahu
karakteristik wilayah dan ketahanan dari suatu kawasan tersebut berdasarkan
fenomena yang terjadi. Pada penelitian ini juga digali berdasarkan dua jenis dan
sumber pengambilan data yaitu data sekunder dan primer dengan metode campuran
dalam menganalisis data yang didapatkan berdasarkan data kualitatif dan
kuantitatif. Namun lebih cenderung pada kualitatif karena data kuantitatif pada
kuesioner dalam uji statistik dalam menentukan tingkat ketahanan dan dimensi
prioritas merupakan data persepsi dan sebagai penguat untuk melakukan analisis
lanjutan dalam memberikan sebuah rekomendasi yang sesuai berdasarkan teori dan
hasil yang didapatkan di lapangan.
31
1.10 Kerangka Berpikir
GAMBAR 1.4
KERANGKA BERPIKIR
32
1.11 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti menuliskan berbagai pemikiran yang rasional dalam
pemilihan tema ketahanan kota sebagai objek penelitian dan beberapa alasan yang
logis dalam merumuskan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan, sasaran, dan manfaat. Pada bab ini juga terdapat sub bab keaslian penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti menuliskan berbagai teori-teori pendukung sebagai
landasan penelitian dengan topik seperti teori mengenai ketahanan, kawasan
informal, kawasan pesisir, dan perubahan iklim.
BAB IV GAMBARAN WILAYAH
Pada bab ini peneliti mendeskripsikan wilayah penelitian dengan aspek-
aspek yang berkaitan dengan topik seperti kondisi fisik lingkungan, sosial budaya
kependudukan, ekonomi wilayah, dan kelembagaan serta kondisi iklim kota.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil analisis yang didapatkan dari pengambilan data
secara primer dan sekunder. Penjelasan identifikasi karakteristik fisik dan non fisik
kawasan informal pesisir serta aspek bencana dan perubahan iklim, identifikasi
karakteristik ketahanan dan bentuk-bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,
tingkat ketahanan serta dimensi prioritas ketahanan di kawasan informal pesisir
Kota Bandar Lampung.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi terhadap penelitian yang
dilakukan. dijelaskan juga mengenai keterbatasan studi, rekomendasi studi serta
saran studi lanjutan yang dapat dilakukan untuk melengkapi penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA