1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masa depan bangsa dan gereja sangat ditentukan oleh kualitas
anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus, itu sebabnya mengapa ada
pihak-pihak yang menangani bidang pendidikan dan pembinaan untuk
anak-anak dan remaja seperti lembaga sekolah, gereja, dan yang terutama
orang tua sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap masa
depan anak mereka. Dalam proses pembinaan terhadap anak-anak
dibutuhkan banyak biaya agar anak memiliki masa depan yang baik dan
pada akhirnya masa depan anak tersebut dapat menyumbang bagi kebaikan
masyarakat, bangsa, dan gereja.
Dalam banyak kasus, terdapat banyak anak dan remaja yang tidak
mendapatkan apa yang menjadi hak mereka dalam hal pendidikan, karena
orang tua tidak memiliki kemampuan ekonomis, sehingga mereka pasti
mengalami kesulitan dalam membangun masa depan mereka, khususnya
melalui bidang pendidikan. Syukur, ada banyak organisasi yang mencoba
menolong anak-anak yang memiliki orang tua tidak mampu untuk keluar
dari masalah ini, dan salah satu contoh lembaga yang ada di Indonesia
adalah Compassion.
Keunikan dari Compassion yaitu, lembaga ini tidak hanya
mendukung anak-anak secara finansial atau secara ekonomi saja, tetapi
juga memberikan perhatian dan pembinaan kepada anak secara holistik.
Pembinaan terhadap orang tua anak juga tak luput dari perhatian
Compassion.
2
Compassion merupakan salah satu lembaga sosial internasional
yang telah mencoba menjadi bagian dalam upaya perubahan ini. Sebagai
salah satu yayasan tingkat dunia yang telah aktif lebih dari 20 tahun di
Indonesia, Compassion selama ini mendasarkan semua aktivitasnya pada
misi ” Sebagai tanggapan atas Amanat Agung, Compassion hadir sebagai
pembela anak, untuk membebaskan mereka dari kemiskinan rohani,
ekonomi, sosial, dan jasmani serta memampukan mereka menjadi orang-
orang Kristen dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab1.
Compassion juga memiliki visi dan misi, yaitu: menjadi lembaga
yang
a. Child Focus (Fokus pada Perkembangan Anak-anak)
b. Bekerja Sama dengan Komunitas Lokal.
c. Menjunjung tinggi integritas2.
Misi Compassion yaitu:
a. Saat anak-anak menyadari bahwa mereka harus diperlakukan
sama seperti kita.
b. Anak-anak yang mengetahui peran mereka di masa yang akan
datang.
c. Anak-anak dididik dan menjadi subjek yang paling potensial
dalam melawan kemiskinan di kemudian hari di bangsanya.
Compassion melakukan aktivitas pelayanannya di Indonesia
dengan cara menjalin kerjasama dengan gereja-gereja yang ada di
Indonesia. Bentuk kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Pusat
Pengembangan yang diperuntukan bagi anak-anak berlatar belakang
1 Buku Panduan Kemitraan, Versi 2.0, Compassion Indonesia, 2012. 1
2 Ibid
3
ekonomi kurang mampu. Di Salatiga terdapat 15 Pusat Pengembangan
Anak (PPA), dan salah satu di antaranya adalah Pusat Pengembangan
Anak (PPA) IO-805 Eklesia yang terletak di jalan Buksuling no Salatiga.
PPA ini merupakan salah satu dari sekian banyak PPA yang disponsori
oleh Compassion. Dalam penelitian pendahuluan yang penulis lakukan,
penulis menemukan beberapa temuan sebagai berikut. Jumlah rata-rata
anak binaan di setiap Pusat Pengembangan Anak adalah 150 sampai 160
anak. Terdapat 948 anak yang terdaftar menjadi anak didik di PPA
(Pusat Pengembangan Anak) cluster Salatiga yang berusia 14 sampai usia
21 tahun. Dalam hal ini tujuan aktivitas Pusat Pengembangan Anak
adalah melakukan pelayanan sosial yang bersifat holistik kepada anak-
anak yang berada pada taraf kehidupan yang rendah.
Hakikat pendidikan holistik sebagai bentuk tampilan kegiatan
yang dilakukan Pusat Pengembagan Anak (PPA), merupakan suatu
filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya
seorang individu dapat menentukan identitas, makna dan tujuan hidup
melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan dan nilai-nilai
spiritual. Pendidikan holistik secara eksplisit ditujukan untuk
mengembangkan seluruh dimensi manusia, yaitu aspek akademik
(kognitif), emosi, sosial, spiritual, motorik, dan kreatifitas. Proses
pembelajaran pendidikan karakter secara integralistik bisa dibenarkan
karena sejauh ini muncul keyakinan bahwa anak akan tumbuh dengan
baik jika dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar yang terpadu.
Istilah terpadu pada pembelajaran terpadu atau integrated adalah ...
respositioning of learning experiences into meaningful contexs. Dengan
4
demikian pembelajaran terpadu menekankan pengalaman belajar dalam
konteks yang bermakna. Pembelajaran terpadu juga didefinisikan
sebagai: “suatu konsep depan dikatakan sebagai pendekatan belajar
yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman
yang bermakna pada anak”3
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapati bahwa
pembinaan yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Anak (PPA)
selama ini dilakukan dengan cara pembinaan Kristen. Terdapat kurang
lebih 5% dari populasi anak PPA adalah beragama Islam, hal ini berarti
bahwa pembinaan tidak hanya diperuntukan bagi masyarakat beragama
Kristen, tetapi terbuka bagi semua orang.
Selain itu dari hasil wawancara dengan beberapa anak didik
Pusat Pengembangan Anak IO-805 dan koordinator Pusat
Pengembangan Anak IO-805 Eklesia, yang dilakukan sebagai penelitian
pendahuluan, peneliti menemukan beberapa informasi, diantaranya,
masalah kemiskinan merupakan salah satu fenomena umum yang
terjadi di Indonesia, keberadaan Compassion di Indonesia adalah salah
satu bentuk kepedulian mereka terhadap anak-anak. Dalam
menjalankan pelayanannya Compassion bermitra dengan gereja lokal
untuk melayani anak. Semua gereja mitra dipilih berdasarkan proses
dan kriteria sistematis yang menunjukan mitra mana yang paling
mungkin agar lebih efektif dalam pelayanan pengembangan anak secara
holistik. Kehadiran Compassion di Indonesia dikenal dengan Yayasan
Compassion Indonesia (YCI). Pemberdayaan ekonomi menjadi salah
3Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta:kencana, 2011), 264.
5
satu motif pelayanan yang dilakukan Yayasan Compassion Indonesia
(YCI). Anak binaan Pusat Pengembangan Anak (PPA) tidak semua
beragama Kristen. Pembinaan yang diberikan Pusat Pengembangan
Anak (PPA) semuanya dengan pembinaan Kristen. Dengan
menggunakan metode pembinaan secara holistik Pusat Pengembangan
Anak (PPA) melakukan tugas pelayanannya terhadap anak-anak yang
berlatar belakang ekonomi tidak mampu4.
Target pembinaan Pusat Pengembangan Anak (PPA) adalah
memberdayakan anak dari keluarga kurang mampu secara ekonomi
agar mempunyai kesempatan yang sama dengan anak lain untuk meraih
cita-cita5.
Pembinaan holistik yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan
Anak (PPA) memusatkan perhatian kepada aspek kerohanian, fisik,
sosio-emosi, serta kognitif anak. Pengembangan terhadap keempat
aspek tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal bagi
anak di masa yang akan datang. Keberhasilan seseorang di masa yang
akan datang sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh berkembangnya
keempat aspek tersebut, namun keberhasilan seseorang juga perlu
didukung oleh kualitas karakter manusia itu. Menurut Lickona “
Dengan mengangkat masalah-masalah moral yang muncul, mulai dari
masalah ketamakan dan ketidak jujuran hingga tindak kekerasan dan
pengabaian diri, seperti penyalahgunaan narkoba dan tindakan bunuh
diri. Pandangan baru tentang kosep pendidikan moral pun akhirnya
mencapai suatu kesepakatan. Saat ini di seluruh dunia, mulai dari
4 Wawancara dengan ketua Cluster Pusat Pengembangan Anak Salatiga, YWN, Rabu, 27 Agustus
2014 5 Ibid
6
individu sampai dengan organisasi kemasyarakatan, baik kaum liberal
maupun konservatif telah meminta sekolah-sekolah untuk melibatkan
peran pendidik moral sebagai bagian dari pendidikan anak-anak.”6
Menurut Lickona pendidikan moral perlu dilakukan di
sekolah untuk membentuk moral yang baik. Lebih jauh lagi Lickona
menulis “ Rasa hormat dan tanggung jawab- dan seluruh nilai lainnya
yang berasal dari kedua nilai ini – memberikan muatan moral yang
dapat dan harus diajarkan oleh sekolah dalam suatu demokrasi. Namun,
sekolah memerlukan lebih dari sekadar daftar nilai. Sekolah
memerlukan suatu konsep karakter dan komitmen untuk
mengembangkan konsep tersebut dalam diri para siswanya.”7
Senada dengan konsep di atas, M. Noor, dalam The Hidden
Curriculum, menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-
upaya untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat8.
Pembangunan karakter juga menjadi salah satu gerakan nasional saat
ini. Hal tersebut dinyatakan dalam sosialisasi kebijakan nasional
pembangunan karakter bangsa. Dalam kebijakan tersebut secara
filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan
6 Lickona Thomas,Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar Dan
Baik, (Bandung: Nusa Media,2014)hal 6. 7 Lickona Thomas,Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar Dan
Baik, (Bandung: Nusa Media,2014)hal 66.
8 M. Noor, Rohinah, The Hidden Curriculum: Membangun Karakter Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler, (Yogyakarta: Insan Madani) 2012, hal 58.
7
asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki
karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis9. Adapun ruang lingkup
sasaran pembangunan karakter bangsa meliputi10
: 1. Lingkup keluarga,
2. Lingkup satuan pendidikan, 3. Lingkup pemerintahan, 4. Lingkup
masyarakat sipil, 5. Lingkup masyarakat politik, 6. Lingkup dunia
usaha dan industri, 7. Lingkup media massa. Berdasarkan pada
Sosialisasi Kebijakan Nasional tersebut, PPA sebagai salah satu bentuk
organisasi sosial kemasyarakatan termasuk dalam lingkup masyarakat
sipil.
Pembinaan holistik yang dilakukan PPA dalam rangka
memberikan perhatian kepada anak dalam hal perkembangan
kerohanian, sosio-emosi, kognitif dan aspek fisik anak dilakukan
dengan memberikan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan aspek
kerohanian, sosio-emosi, kognitif, dan aspek fisik yang dimiliki anak.
Dalam melakukan pembinaan secara holistik kepada anak memiliki arti
yang sangat luas, dengan demikian muncul pertanyaan apakah
pembinaan “holistik” itu juga dipahami mencakup pembinaan karakter
di dalamnya? karena jika pembinaannya hanya mencakup bidang
intelektual anak, sosio-emosi, kerohanian, dan fisik anak saja, dapat
dikatakan bahwa masa depan yang dicita-citakan Compassion untuk
menjadikan anak menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, bangsa
dan negara tidak akan tercapai, karena hanya orang yang berkarakter
baik yang bisa membawa dampak perubahan bagi negara. Karena itu
saya tertarik untuk meneliti, pertama, apakah dimensi karakter telah
9 Kebijakan Nasional, Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, Pemerintah Republik
Indonesia, 2010, 1. 10
Ibid, 6.
8
tersentuh dalam pembinaan anak di PPA?, kedua, apakah kegiatan-
kegiatan pembinaan di PPA ini juga mengarahkan pada pembangunan
karakter? dan yang ketiga, apakah pembinaan-pembinaan yang
dilakukan selama ini, membawa perubahan sebagaimana dipersepsikan
oleh orang tua, pembina, dan anak. Sehingga judul penelitian ini adalah
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK
STUDI KASUS TENTANG DAMPAK PELAYANAN ANAK
PPA IO-805 EKLESIA TERHADAP PERKEMBANGAN
KARAKTER ANAK MENURUT PERSEPSI PEMBINA, ORANG
TUA, DAN ANAK
1.2.Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan beberapa fenomena di atas, penulis melakukan
penelitian berkaitan dengan pembentukan karakter melalui pembinaan Pusat
Pengembangan Anak Cluster Salatiga. Dalam penelitian ini, yang menjadi
perhatian adalah Pembentukan Karakter pada Anak. Dan dari gambaran di
atas, maka penelitian ini dilakukan dengan riset question:
a. Bagaimana gambaran kegiatan pembinaan yang dilakukan PPA
terhadap anak-anak, yang berkaitan dengan pembangunan karakter
anak-anak?
b. Apakah dimensi karakter terintegrasi dalam kegiatan-kegiatan
pembinaan yang dilakukan PPA?
c. Apakah kegiatan pembinaan PPA membawa perubahan terhadap
karakter anak menurut persepsi orang tua, pembina dan anak-anak?
9
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka tujuan umum penelitian ini
adalah untuk mengkaji dan mendeskripsikan bagaimana gambaran kegiatan Pusat
Pengembangan Anak (PPA) dalam membangun karakter anak binaan Pusat
Pengembangan Anak (PPA) di Salatiga.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
dimensi karakter terintegrasi dalam kegiatan-kegiatan pembinaan yang dilakukan
PPA, dan untuk mengetahui bagaimana peranan kegiatan pembinaan yang
dilakukan PPA membawa perubahan terhadap karakter anak menurut persepsi
orang tua, pemimpin PPA dan anak-anak binaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Akademis
Secara akademis akan ada sumbangan teori dari penelitian ini,
meski sumbangan tersebut sangat sederhana, yaitu berkaitan dengan
pembentukan karakter anak dalam konteks pendidikan dan masyarakat di
Indonesia. Hasil penelitian ini akan menambah wawasan teori melalui
penelitian yang dilakukan dibidang karakter. Dengan penelitian ini pula
maka kita dapat memberikan kontribusi pada perluasan dan perbaikan teori
karakter.
1.4.2. Manfaat Praktis
Bagi para praktisi, Penelitian ini akan menolong PPA untuk
memperhatikan dimensi karakter supaya PPA dapat menyumbang kepada
pencapaian Visi dan Misi Compassion. Sehingga pembinaan yang
10
dilakukan Pusat Pengembangan Anak (PPA) betul-betul berorientasi pada
karakter.
1.5. Unit Amatan dan Unit Analisis
Dalam penelitian ini yang menjadi unit amatan penelitian adalah
Pusat Pengembangan Anak (PPA) IO-805 Eklesia Salatiga. Selanjutnya
unit analisis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang tua,
pemimpin, dan anak-anak binaan Pusat Pengembangan Anak tersebut.
1.6. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Salatiga, di Pusat Pengembangan
Anak IO-805 Jl. Buksuling Salatiga. Penentuan tempat tersebut didasarkan
pada pertimbangan bahwa tempat tersebut dapat mewakili gambaran
karakter anak PPA di Salatiga.
1.7. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
metode pendekatan kualitatif. Pendeskripsian dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh pembinaan yang
dilakukan PPA terhadap pembangunan karakter anak.
1.7.1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan dua teknik pengumpulan data,
pertama menggunakan teknik wawancara dan yang kedua dengan
pengamatan langsung. wawancara akan dilakukan kepada orang tua anak,
dan pemimpin PPA. Kedua nara sumber tersebut akan menjadi “Key”
11
sumber dalam penelitian ini. Selanjutnya wawancara juga dilakukan
kepada anak-anak binaan.
Wawancara menjadi salah satu cara yang dipakai oleh peneliti
dalam menggali informasi dari objek penelitian ini. Interview menurut
Esterberg dalam Sugiyono mendefinisikannya sebagai berikut:
“ A meeting of two persons to exchange information and idea
through question and responses. Resulting in communication and joint
construction of meaning about a particular topic11
”.
Wawancara dalam hal ini dapat diartikan sebagai pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Peneliti
melakukan wawancara dengan narasumber yang telah ditetapkan di Pusat
Pengembangan Anak.
Metode ini dipilih untuk digunakan dalam proses pengumpulan
data karena teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan
tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaknya pada pengetahuan dan
keyakinan pribadi.
Menurut Esterberg, wawancara dapat dibagi menjadi tiga
macam12
: yaitu Structured interview, Semistructure interview,
Unstructured intervew. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan
Structured interview. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh13
. Dalam
11
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D)
(Bandung : Alfabeta, 2006), 317. 12
Ibid, 319-320. 13
Ibid
12
melakukan wawancara, pengumpulan data juga menggunakan beberapa
alat bantu, diantaranya tape recorder, dan kamera sebagai alat
dokumentasi kegiatan.
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan, mengacu
kepada indikator-indikator dalam teori Thomas Lickona tentang good
characters component.
1.7.2. Penetapan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek penelitian ditentukan dengan
purposive sample atau teknik sampel bertujuan. This type of nonscientific
sampling is based on selecting the individuals as samples according to the
purpose of the researcher as his controls. An individual is selected as part
of the sample due to good evidence that he is a representative of the total
population14
. Teknik penentuan subjek penelitian ini dipilih karena
keunggulan teknik tersebut menjadikan narasumber yang dipilih menjadi
informan dianggap cukup mewakili populasi yang ada. Dalam penelitian
ini persepsi orang tua dan pimpinan sebagai pihak terdekat anak, di PPA
IO-805 Eklesia, dianggap cukup mewakili keadaan populasi secara
keseluruhan populasi anak PPA di Salatiga.
1.7.3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian dipilih orang
tua dari anak-anak binaan PPA kelas usia 19 sampai 22 tahun yang
berjumlah 7 (tujuh) anak. Selain melakukan penggalian informasi dari
14
Et, Al, Calmorin, Research Methods And Thesis Writing, (Rex Bookstore, Inc,2007), 104.
13
orang tua, peneliti juga melakukan wawancara dengan anak, mentor dan
ketua koordinator PPA tersebut.
Pemilihan subjek penelitian tersebut didasarkan atas
pertimbangan bahwa anak-anak kelas usia 19 sampai 22 tahun merupakan
anak-anak yang telah mendapatkan pembinaan paling lama. Nara sumber
penelitian tersebut dapat diwawancarai, dan dapat memberikan informasi
yang lengkap, namun jika ditemukan keraguan dalam informasi yang
diperoleh, maka peneliti akan melakukan penggalian informasi dari pihak
lain. Selanjutnya dari nara sumber tersebut dapat saling melengkapi satu
sama lain dalam menjelaskan tentang fenomena sosial yang terjadi.
1.7.4. Metode Analisis
Langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah dengan membuat catatan lapangan dalam bentuk verbatim
wawancara tentang persepsi orang tua, pimpinan, serta anak-anak binaan,
selanjutnya dilakukan reduksi data atau melakukan penghilangan data
yang bersifat tidak relevan dengan tujuan penelitian ini. Selanjutnya
peneliti melakukan pengkategorikan data dan mengklasifikasikan data
berdasarkan komponen karakter yang baik sesuai dengan teori.
Selanjutnya dilakukan penafsiran dengan mencari hubungan tiap-tiap
kategori data yang diperoleh.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis data menggunakan
teori-teori yang relevan dari beberapa ahli untuk melihat bagaimana
gambaran karakter anak-anak binaan Pusat Pengembangan Anak (PPA) di
Salatiga, dan bagaimana proses pembentukan tersebut terjadi.
14
1.7.5. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan tesis ini terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut:
1. Bab I, berisi pendahuluan yang mengantar pada latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan karya ilmiah, pentingnya penelitian,
ruang lingkup, metode dan prosedur penelitian, unit amatan dan unit
analisis penelitian, dan sistematika penulisan;
2. Bab II, Karakter dan Pembangunannya dalam Konteks Komunitas
Iman;
3. Bab III, bab ini berisi temuan hasil penelitian lapangan, yaitu Persepsi
Tentang Dampak Pembinaan PPA di Salatiga terhadap pembentukan
karakter anak didik ;
4. Bab IV, berisi analisis data atau tinjauan kritis;
5. Bab V, berisi kesimpulan dan saran.