Pancasila Sebagai Masa Depan Bangsa

  • Upload
    yho-tie

  • View
    307

  • Download
    36

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai landasan fundamental ideology Bangsa Indonesia yang pada rezim orde baru telah diubah menjadi Dasar Falsafah Negara dan merupakan satu-satunya sumber dari segala sumber hukum diIdonesia, ternyata mempunyai sejarah panjang dan dijadikan pijakan atas pembenaran kebijakan politik bagi para penguasa.1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dipaparkan adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:

1. Bagaimana pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa?2. Apa saja nilai yang terkandung pada tiap sila dalam Pancasila?

3. Apakah pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa dapat di jalankan sebagai mana mestinya?1.3 Tujuan

Merujuk dari rumusan masalah yang ada, adapun tujuan dari pembuatan karya tulis ini antara lain:1. Mengetahui fungsi dari Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa

2. Mengetahui nilai yang terkandung pada tiap sila dalam Pancasila3. Mengetahui peranan Pancasila sebagai symbol dari suatu perjanjian luhur suatu negara yang tidak hanya sebagai simbolis yang terpajang tanpa arti. 1.4 Manfaat

Melihat tujuan dari penulisan karya tulis ini, maka manfaat yang dapat dipaparkan antara lain:1. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pembaca mengenai fungsi dari Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pembaca mengenai nilai-nilai yang terkandung pada tiap sila dalam Pancasila

3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pembaca bahwa Pancasila merupakan symbol dari suatu perjanjian luhur suatu negara yang tidak hanya sebagai simbolis yang terpajang tanpa arti.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Pengimplementasian pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa, adapun masalah yang diangkat adalah:

1. Makalah ini hanya membahas tentang pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa serta fungsi pancasila serta aspek aspek yang terkandung didalamnya.

Batasan masalah yang timbul dari makalah ini adalah:

1. Tidak membahas tentang pancasila dalam kontek ketatanegaraan RI

2. Tidak membahas tentang pancasila dan masa depan bangsa

3. Tidak membahas tentang tantangan nasional dalam Era Reformasi yang dapat mengancam integritas NKRI.

4. Tidak membahas tentang pancasila Menjawab Globalisasi

1.6Sistematika Penulisan

BAB I

: PENDAHULUAN

Menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan batasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Menjelaskan teori dasar yang dapat menunjang dan mendukung dalam pembahasan antara lain: Tinjauan Pancasila Dari Berbagai Segi, Tinjauan Historis, Tinjauan Yuridis-Konstitusional, serta Tinjauan Tentang Sifat Dasar Pancasila.

BAB III:MATERI DAN METODE

Membahas mengenai tempat dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data serta alur analisis.

BAB IV:HASIL DAN PEMBAHASAN

Menguraikan dan menjelaskan mengenai Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa, nilai-nilai yang terkandung pada tiap sila dalam Pancasila, serta peranan Pancasila sebagai symbol dari suatu perjanjian luhur suatu negara yang tidak hanya sebagai simbolis yang terpajang tanpa arti.

BAB V:PENUTUP

Merupakan penutup dari penulisan makalah ini, yang berisi simpulan beserta saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pancasila Dari Berbagai Segi

Mempelajari Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan pendapat dalam memberikan isi Pancasila yang benar dan sesungguhnya.

Dalam rangka mempelajari Pancasila, Laboratorium Pancasila IKIP Malang (1986:9-14) menyarankan dua pendekatan yang semestinya dilakukan untuk memperoleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis-konstitusional dan pendekatan komprehensif.

Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga negara Indonesia.

Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Telaah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain merupakan philosphische grondslaag (Bld), dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau pandangan hidup bangsa (Ing: way of life; Jer: weltanschauung). Maka tinjauan historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung Pancasila sebagai suatu sistem filsafat. Pancasila adalah keniscayaan sejarah yang dinamis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kendati demikian, tinjauan filosofis tidak hendak mengabaikan sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek religius dalam Pancasila (Lapasila, 1986:13-14): Dengan tercantumnya Ketuhanan yang mahaesa sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah membentuk dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi. Karena hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup pembahasan tentang Ketuhanan yang mahaesa. Dengan demikian secara inheren Pancasila mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan filosofis dan religius adalah konsekuensi dari essensia Pancasila sendiri yang mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum relevan dengan Pancasila.2.2 Tinjauan Historis

Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:

1)

Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);

2)

Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.

Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih alamiah. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel.

Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.

2.2.1 Sidang BPUPKI 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara.

Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut: 1) Kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Dan dalam pidato yang disambut gegap gempita itu, ia mengatakan: saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanja ialah Pantja Sila (Anjar Any, 1982:26).2.2.2 Piagam Jakarta 22 Juni 1945Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut kemudian dikembangkan oleh Panitia 9 yang lazim disebut demikian karena beranggotakan sembilan orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr. Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin. Rumusan sistematis dasar negara oleh Panitia 9 itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, yaitu: 1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukknya; 2) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5) Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia. Rancangan tersebut khususnya sistematika dasar negara (Pancasila) pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

2.2.3 Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950)Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara lebih singkat menjadi: 1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan; 5) Keadilan sosial.

Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat; 5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

2.2.4 Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

2.3 Tinjauan Yuridis-KonstitusionalMeskipun nama Pancasila tidak secara eksplisit disebutkan dalam UUD 1945 sebagai dasar negara, tetapi pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 itu secara jelas disebutkan bahwa dasar negara Indonesia adalah keseluruhan nilai yang dikandung Pancasila.

Dengan demikian tepatlah pernyataan Darji Darmodihardjo (1984) bahwa secara yuridis-konstitusional, Pancasila adalah Dasar Negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur-menyelenggarakan pemerintahan negara. Mengingat bahwa Pancasila adalah Dasar Negara, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai sifat imperatif/ memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk-taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai Dasar Negara, ia harus ditindak menurut hukum, yakni hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

Pernyataan tersebut sesuai dengan posisi Pancasila sebagai sumber tertinggi tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, segala hukum di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, sehingga dalam konteks sebagai negara yang berdasarkan hukum (Rechtsstaat), Negara dan Pemerintah Indonesia tunduk kepada Pancasila sebagai kekuasaan tertinggi.

Dalam kedudukan tersebut, Pancasila juga menjadi pedoman untuk menafsirkan UUD 1945 dan atau penjabarannya melalui peraturan-peraturan operasional lain di bawahnya, termasuk kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan pemerintah di bidang pembangunan, dengan peran serta aktif seluruh warga negara.

Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa seluruh undang-undang, peraturan-peraturan operasional dan atau hukum lain yang mengikutinya bukan hanya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana dimaksudkan oleh Kirdi Dipoyudo (1979:107): tetapi sejauh mungkin juga selaras dengan Pancasila dan dijiwai olehnya sedemikian rupa sehingga seluruh hukum itu merupakan jaminan terhadap penjabaran, pelaksanaan, penerapan Pancasila.

Demikianlah tinjauan historis dan yuridis-konstitusional secara singkat yang memberikan pengertian bahwa Pancasila yang otentik (resmi/ sah) adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan dan pengamanannya sebagai dasar negara bersifat imperatif/ memaksa, karena pelanggaran terhadapnya dapt dikenai tindakan berdasarkan hukum positif yang pada dasarnya merupakan jaminan penjabaran, pelaksanaan dan penerapan Pancasila.

Pemilihan Pancasila sebagai dasar negara oleh the founding fathers Republik Indonesia patut disyukuri oleh segenap rakyat Indonesia karena ia bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri atau yang dengan terminologi von Savigny disebut sebagai jiwa bangsa (volkgeist). Namun hal itu tidak akan berarti apa-apa bila Pancasila tidak dilaksanakan dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedemkian rupa dengan meletakkan Pancasila secara proporsional sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya bangsa dan pandangan hidup bangsa.

2.4 Tinjauan Tentang Sifat Dasar PancasilaSecara yuridis-konstitusional, Pancasila adalah dasar negara. Namun secara multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai pula dengan esensi dan eksistensinya sebagai Krista.lisasi nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila sering disebut dan dipahami sebagai: 1 ) Jiwa Bangsa Indonesia; 2 ) Kepribadian Bangsa Indonesia; 3 ) Pandangan Hidup Bangsa Indonesia; 4 ) Dasar Negara Republik Indonesia; 5 ) Sumber Hukum atau Sumber Tertib Hukum bagi Negara Republik Indonesia; 6 ) Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada waktu mendirikan Negara; 7 ) Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia; 8 ) Filsafat Hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.

Sebutan yang beraneka ragam itu mencerminkan kenyataan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang bersifat terbuka. Pancasila tidak bersifat kaku (rigid), melainkan luwes karena mengandung nilai-nilai universal yang praktis (tidak utopis) serta bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka keanekaragaman fungsi Pancasila tersebut merupakan konsekuensi logis dari esensinya sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking) milik sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara (dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau ideologi negara/ staatside).

Meskipun demikian, dalam tugas dan kewajiban luhur melaksanakan serta mengamankan Pancasila sebagai dasar negara itu, kita perlu mewaspadai kemungkinan berjangkitnya pengertian yang sesat mengenai Pancasila yang direkayasa demi kepentingan pribadi dan atau golongan tertentu yang justru dapat mengaburkan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu tepatlah yang dianjurkan Darji Darmodihardjo berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara kita, yaitu bahwa dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.

Pancasila diharapkan tidak dimengerti melulu sebagai indoktrinasi yang bersifat imperatif karena fungsi pokoknya, tetapi yang juga perlu diintenalisasi ke dalam batin setiap dan seluruh warga negara Indonesia karena fungsi penyertanya yang justru merupakan sumber Pancasila sebagai dasar negara.

Dipandang dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam pengertian yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena pelaksanaan dan pengamalannya sudah terkandung pula di dalamnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan Pancasila secara multidimensional.Sebagaimana kita ketahui dari sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari sosio-budaya Indonesia, baik secara perorangan maupun kolektif, kemudian ditetapkan secara implisit sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan Pancasila yang bersifat kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar negara), Ir. Soekarno mengatakan: Sudah jelas, kalau kita mau mencari suatu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia.

Namun Pancasila bukanlah dasar negara yang hanya bersifat statis, melainkan dinamis karena ia pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional, kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber tertib hukum, tujuan negara, perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan pengamanannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam praksis kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, peranan atau implementasi Pancasila secara multidimensional itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara penyelenggaraan negara dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menghidupi dan dihidupi oleh bangsa Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh tentang segala pola pikir, karsa dan karyanya terhadap ada dan keberadaan sebagai manusia Indonesia, baik secara individual maupun sosial. Pancasila merupakan pegangan hidup yang memberikan arah sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia.

Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum, azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Sebagai ideologi nasional, Pancasila tidak hanya mengatur hubungan antarmanusia Indonesia, namun telah menjadi cita-cita politik dalam dan luar negeri serta pedoman pencapaian tujuan nasional yang diyakini oleh seluruh bangsa Indonesia.

Sebagai kepribadian bangsa, Pancasila merupakan pilihan unik yang paling tepat bagi bangsa Indonesia, karena merupakan cermin sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri sejak adanya di bumi Nusantara. Secara integral, Pancasila adalah meterai yang khas Indonesia.

Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam tata perundang-undangan negara Republik Indonesia. Segala peraturan, undang-undang, hukum positif harus bersumber dan ditujukan demi terlaksananya (sekaligus pengamanan) Pancasila.

Sebagai tujuan negara, Pancasila nyata perannya, karena pemenuhan nilai-nilai Pancasila itu melekat erat dengan perjuangan bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga kini dan di masa depan. Pola pembangunan nasional semestinya menunjukkan tekad bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Sebagai perjanjian luhur, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri, disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik yang harus diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia. Melalaikannya berarti mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga mengingkari hakikat dan harkat diri kita sebagai manusia.BAB IIIMATERI DAN METODE

Bab metode dan materi ini memaparkan tempat dan waktu penelitian, analis data, alur analisis, sumber data

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam tugas akhir ini penulisannya dilakukan melalui studi literarur yang dimulai pada 20 Mei 2014 hingga 26 Mei 2014.3.2Data

3.2.1Sumber Data

Data diperoleh dari buku-buku, e-book dan artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan Pancasila sebagai masa depan bangsa, baik itu sejarah Pancasila maupun nilai-nilai dan hukum Pancasila di Indonesia.

3.2.2Bentuk Data

Bentuk data untuk analis ini menggunakan data skunder. Data Sekunderadalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal. Tentunya yang berhubungan dengan pembahasan mengenai pancasila sebagai masadepan bangsa

3.2.3Teknik Pengumpulan Data

Dalam analisis yang dilakukan, pengumpulan data diperoleh dengan metode kepustakaan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan membaca buku-buku literature, e-book dan artikel-artikel dari internet yang berkaitan dengan teori sejarah pancasila Pancasila dan Pancasila sebagai masa depan bangsa.3.3Analisis Data

Pada pembahasan akan dilakukan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1.Mengkaji secara teoritis mengenai Pancasila sebagai masa depan bangsa.

2.Mengkaji secara teoritis nilai-nilai yang terkandung pada tiap sila dalam Pancasila.

3.Mengnalisis sifat dasar Pancasila dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai masa depan bangsa.

4.Menarik kesimpulan.

3.4Alur Analisis

BAB IV

ANALISIS DATA

4.1 Analisis Permasalahansebelum Pancasila yang di ikrarkan oleh Presiden Soekarno pada pidato spontannya pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian digunakan sebagai ideologi dasar negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Beberapa benih atau bibit butir dari Pancasila sudah diikrarkan oleh isi Sumpah Pemuda yang kala itu lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Dan bahkan Sumpah Pemuda pun juga memiliki keterkaitan dari ikrar, serta kebiasaan yang telah dilaksanakan, dilakukan, juga diterapkan oleh pendahulu alias nenek moyang bangsa Indonesia. Jadi intinya adalah, Sumpah Pemuda adalah ibarat Ibu Kandung dari Pancasila, yang saling terkait dan memiliki keterikatan satu sama lain. Karena seluruh ikrar yang pernah didengung-dengungkan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu, tidak hanya Sumpah Pemuda dan Pancasila, memiliki keterkaitan satu sama lain. Artinya, sejarah panjang itu tercipta secara garis besarnya ingin memiliki Indonesia yang utuh dan sepenuhnya, dengan seluruh warga negara yang saling bahu-membahu atau gotong royong satu sama lain demi tegaknya Indonesia di masa depan.Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan,dan hingga sekarang di era globalisasi,Negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus menjadi acuan Negara dalam menghadapi tantangan global dunia yang terus berkembang.Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat.Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa indonesia,jika kita dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia.

Dari faktor-faktor tersebutlah di butuhkan peranan pancasila sebagai dasar dan pedoman negara dalam menghadapi tantangan global yang terus meningkat dan sebagai tombak pegangan untuk menjadi masa depan bangsa.4.2 Ukuran nasional warga indonesiarasa kesetiaaan, rasa nasionalisme, dan patriotisme warga negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dari sikap, tindakan, menghayati, mengamalkan Pancasila yang mana sebagai sendi, azas, serta dasar ideologi negara ini yang juga mengatur pola perilaku dan tingkah laku warga negaranya ke arah yang baik. Dalam artian baik disini ialah, seluruh insan manusia dalam satu ikatan negara, negara Indonesia, bersama-sama mampu untuk menciptakan sikap yang menjunjung tinggi butir-butir amalan Pancasila. Karena dengan berpegang teguh kepada Pancasila diharapkan, apapun itu pengaruh yang datangnya dari luar. Dalam kata lain, pengaruh budaya negara lain berupa kebiasaan atau tren kekinian yang tengah populer atau digandrungi masyarakat internasional yang berpotensi untuk merusak amalan Pancasila, tidak akan pernah mampu menggoyahkan semangat Pancasila di dalam hati sanubari kita.4.3 Nilai - Nilai PancasilaBukti dari ikrar yang pernah didengungkan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu dan memiliki keterkaitan hubungan satu sama lain, salah satunya adalah Pancasila. Istilah Pancasila itu sendiri telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit berkuasa pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dikutip dari buku Sutasoma, Pancasila selain mempunyai arti Berbatu sendi yang lima (Sansekerta). Pancasila juga memiliki arti Pelaksanaan kesusilaan yang

lima. Rumusannya ialah:1 Tidak boleh melakukan kekerasan2. Tidak boleh mencuri3. Tidak boleh berjiwa dengki4. Tidak boleh berbohong5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang4.4 Pengertian PancasilaPancasila yang juga mengatur kehidupan bernegara dan pemerintahan, yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sesungguhnya telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia di masa lalu. Rumusan Pancasila seperti tercantum dalam paragraf ke-4preambuleUUD 1945:

1. Ketuhanan Yang Maha EsaBangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradabMengakui harkat martabat, persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

3. Persatuan IndonesiaMampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilanSebagai warga negara Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, serta tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat IndonesiaMengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

4.5 Pengaruh Luar/Globalisasi dan Peran Pancasila Sebagai Identitas BangsaHidup di zaman sekarang ini setelah masa kemerdekaan, menuntut kita untuk menjaga amalan Pancasila dari ancaman degradasi yang disebabkan pengaruh globalisasi. Sehingga dalam prosesnya, bak virus penyakit yang nampak tak berbahaya, namun akan mampu menghancurkan secara perlahan-lahan Pancasila yang telah dipegang teguh serta dilaksanakan oleh seluruh pahlawan/orang-orang Indonesia di masa lalu, hingga orang-orang Indonesia di masa kini. Dan kemudian virus penyakit itu akan menghilangkan amalan Pancasila, sehingga identitas bangsa akan koma dengan sendirinya.

Di zaman ini, teknologi informasi dan komunikasi adalahbig factor(faktor terbesar), ataumain factor(faktor utama) dalam pengaruh globalisasi. Karena di zaman ini, tren teknologi semakin meningkat secara pesat atau berada pada titik maksimal, sehingga segala macam informasi dapat diakses melalui media komputer yang terhubung dengan jaringan internet, yang dapat kita baca dan temukan di banyak portal/website berita, lalusocial media online(jaringan sosial) seperti Facebook, Twitter dan lainnya. Maka setelah berkaca akan hal itu, pengaruh globalisasi tidak akan dapat dihindari. Namun kita bisa memproteksi ancaman pengaruh globalisasi yang juga mengancam amalan Pancasila dengan cara mengambil sikap atas sisi positif yang ada dengan menyerapnya, dan membuang jauh sisi negatif yang mampu mengancam kita menjauh dari amalan Pancasila.

4.6 Adapun sisi positif pengaruh era globalisasi antara lain misalnya :1. Dengan dimulainya pasar internasional, maka itu secara langsung dapat membuka lahan pekerjaan atau kesempatan kerja, serta meningkatkan devisa negara.

2. Dengan beragamnya informasi yang kita serap melalui banyak media, kita dapat meniru pola berpikir yang baik dari kebiasaan masyarakat internasional. Seperti : harus memiliki sikap etos kerja dan displin yang tinggi.

3. Belajar mengikuti. Dengan cara belajar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang sudah diaplikasikan ke dalam bentuk yang nyata oleh suatu negarayang terbukti dapat meningkatkan suatu urusan/masalah ke arah yang lebih baik.

4.7 Adapun sisi negatif pengaruh era globalisasi antara lain misalnya :1. Hilangnya amalan Pancasila karena mempercayai suatu paham seperti Liberalisme, atau Komunisme, atau lainnya.

2. Selalu menggunakan produk luar atau dari negara lain. Sehingga dengan ini akan mematikan pasar lokal, dan juga menghilangkan rasa kecintaan kita terhadap produksi dalam negeri/buatan asli Indonesia.

3. Karena akibat terlalu banyak menyerap dan meniru budaya, kebiasaan, atau tren kekinian yang diciptakan oleh budaya luar, sehingga kita kebablasan.

4. Timbulnya kesenjangan sosial yang dalam antara si kaya dan si miskin, sehingga sila ke-5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia hanya tinggal kata-kata yang tak mempunyai arti.

5. Munculnya sikap individualistis dalam banyak hal, sehingga banyak dari butir-butir sila Pancasila yang menekankan pada kebersamaan dan gotong royong akan koma dengan sendirinya.

4.8 Pembahasan

Negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu ; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang. Negara kebangsaan kita juga terbentuk atas upaya besar founding fathers, yang tanpa kenal lelah keluar masuk penjara memantapkan rasa kebangsaan Indonesia yang resminya lahir pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Negara kebangsaan Indonesia lahir melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yang pada bagian pembukaannya memuat Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat kita yang beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu, Indonesia. Dengan hal tersebut dimaksudkan dapat mengartikulasikan sebagai Negara/bangsa yang merdeka, yaitu : berdaulat dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan berkepribadian dalam hal budaya. oleh karena itu pada era saat ini sangatlah penting untuk melakukan revitalisasi terhadap Pancasila yang bertujuan guna mewujudkan kemandirian bangsa.1. Paradigma fungsiSosiolog Talcott Parsons dalam buku Social System menyatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan : Pertama, pattern maintenance, yaitu kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut karena budaya adalah endapan perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat kemudian, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang dianggapnya luhur, karena tanpa hal itu akan terbentuk masyarakat baru yang lain. Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi, karena dunia yang kerapa berubah dengan cepat. Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dunia. Masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan serta memanfaatkan peluang yang timbul akan unggul. Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beraneka ragam secara terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang kian menyatukan masyarakat itu. setiap masyarakat bangsa, lebih-lebih yang sangat hydrogen seperti bangsa kita, senantiasa memiliki entropi bangsa, yaitu unsur-unsur dalam Negara yang oleh dinamika internalnya berkembang secara desduktrif, menghancurkan negaranya sendiri. sama seperti sel-sel yang membentuk tubuh kita yang dapat berubah menjadi kanker yang dapat membinasakan tubuhnya sendiri. berkembangnya secara ekstrim dan sempit etnosentrisme, primordialisme dan fanatisme golongan, merosotnya pluralisme dan toleransi, serta merosotnya kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai friksi secara santun adalah bentuk-bentuk entropi bangsa yang dapat mencerai-berraikan bangsa yang hydrogen ini. Dari sanalah kemudian memacu kaum Pancasilasi untuk mencegah entropi didalam bangsa kita. Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para pemimpinnya. Jika negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu, maka ke depan perlu dimantapkan oleh kesamaan cita-cita, pandangan, harapan, dan tujuan tentang masa depannya.2. Pudarnya ideologi PancasilaSebuah negara bangsa membutuhkan Weltanschauung atau landasan filosofis. Atas dasar Weltanschauung itu, disusunlah visi, misi, dan tujuan negara. Tanpa itu, negara bergerak seperti layangan putus, tanpa pedoman. Dalam perspektif negara bangsa, four function paradigm yang harus terus dilaksanakan masyarakat Indonesia agar dapat hidup dan berkembang, kerangka sistemiknya termanifestasikan dalam Pancasila yang merupakan Weltanschauung bangsa Indonesia. Akhir-akhir ini, terasa pamor Pancasila sedang menurun. Pancasila juga dapat dipandang sebagai ideologi negara kebangsaan Indonesia. Mustafa Rejai dalam buku Political Ideologies menyatakan, ideologi itu tidak pernah mati, yang terjadi adalah emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi).Tampaknya, sejak awal orde baru hingga reformasi saat ini sedang terjadi declining (kemunduran) pamor ideologi Pancasila seiring meningkatnya liberalisasi dan demokratisasi dunia. salah satu penyebabnya adalah sosialisasi Pancasila di masa lalu yang difungsikan hanya untuk memperoleh sertifikat dan kemudian menjadi persyaratan dalam promosi jabatan ; telah menjadikan Pancasila hafalan ; dan tidak mewujud secara substansial pada perikehidupan sehari-hari masyarakatnya.3. Membangkitkan kembali ideologi PancasilaDalam buku The Meaning of The 20th Century, Kenneth E Boulding menyatakan, Kebenaran yang diakui benar oleh semua orang bukan ideologi yang patut diperjuangkan. Kebenaran yang diakui benar oleh sebagian orang adalah ideologi yang patut diperjuangkan. Agar Pancasila sebagai ideologi bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan, kita perlu menerima kenyataan belum diterimanya Pancasila oleh semua pihak. Dunia juga tampak belum yakin pada kelangsungan dan kemajuan sebuah negara bangsa bernama Indonesia. Pancasila perlu disosialisasikan agar dipahami oleh dunia sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.Sebagai ideologi nasional, ia harus diperjuangkan untuk diterima kebenarannya melewati batas-batas negara bangsa kita sendiri. Tentu bentuk perjuangan ideologi pada waktu ini berbeda dengan zaman berbenturannya nasionalisme dengan imperialisme, sosialisme dengan kapitalisme, dan antara demokrasi dengan totaliterianisme. Keberhasilan Pancasila sebagai suatu ideologi akan diukur dari terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang mantap dari seluruh rakyat Indonesia. Pada prinsip yang paling sederhana, bangsa kita harus berani seperti Amerika Serikat yang menyebarkan idiologi demokrasi nasionalnya yang berintikan liberty (kebebasan), fraternity (persaudaraan), dan egality (kesetaraan) yang telah menempatkan AS sebagai Negara terkemuka di dunia, karena bukan saja sebagai legalisasi posisinya sebagai Negara yang dirujuk dan dihormati, tetapi juga menempatkannya sebagai sumber inspirasi banyak bangsa.Kedepan. dengan mencapai kondisi bangsa yang maju, sejahtera, dan bersatu sajalah Indonesia dapat menjadi salah satu rujukan dunia. Saat itulah Pancasila berpotensi untuk diterima oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kondisi itu adalah hal yang mungkin terjadi yang perlu diwujudkan ; menjadi mission sacre (tugas suci) kita sebagai suatu bangsa. Dan tugas kita semua untuk mengartikulasikan keinginan rakyat untuk maju dengan mewarnai Pancasila yang memiliki rumusan tajam di segala bidang untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi bangsa dan negara kita. Konsepsi dan praktik kehidupan yang Pancasilais terutama harus diwujudkan dalam keseharian kaum elite, para pemimpin, para penguasa, para pengusaha, dan kaum terpelajar Indonesia untuk menjadi pelajaran masyarakat luas.4. Pancasila sebagai pandangan hidupPersaingan idiologis dalam dimensi global telah mengalami perubahan bentuk berkali-kali, dalam prosesnya dunia sering diisi oleh siasat mensiasati, dan makin lama upaya mensiasati bangsa yang lemah semakin canggih, hal ini dibuktikan dengan kerapnya exploitation de lhomme par lhomme dus exploitation de nation par nation. dari sana maka kita bisa berkaca bahwa letak geografis dan kekayaan alam Negara kita amatlah memikat untuk dikuasai bangsa-bangsa lain, belum lagi secara analisa ekonomi-politik bahwa kelompok kuat berusaha mengatur ekonomi kelompok berkembang, sehingga dapat menjadikan ekonominya tergantung dan mudah dikuasai, belum lagi dalam konteks kebangsaan bahwa persolan tersebut juga melibatkan lembaga-lembaga internasional yang dipercaya selama ini akan membantu dari krisis yang berkepanjangan.Dalam pemahaman awal (yang akan dikupas dalam pertemuan selanjutnya) bahwa pandangan hidup diartikan dan difungsikan untuk Membangun Wacana dan Paradigma berpikir masyarakat, agar Negara bisa berhasil membangun kemandiriannya dalam menumbuhkan kebanggaan pada warganya dan mendorong untuk berprestasi secara maksimal bagi kemajuan dalam membentuk konstruksi sumber daya manusia Indonesia, baik bangsa maupun bernegara. karena dengan kemandirian itulah sama dengan meningkatkan itegritas dan kapabilitas bangsa untuk dapat secara cerdas menentukan pilihan dan mewujudkan cita-cita membangun Negara modern yang bertumpu pada kemampuannya sendiri, seraya mewujudkan dirinya sebagai warga dunia yang terhormat dalam pergaulan internasional. Bung Karno, bapak bangsa dan tokoh politik dunia, tidak mengajarkan kita untuk menjadi nasionalis yang sempit, chauvinist, tetapi nasionalis yang Pancasilais. karena internasionalisme tidak dapat hidup subur jika tidak berakar dibuminya nasionalisme, dan nasionalisme juga tidak dapat hidup subur jika tidak hidup dalam taman-sarinya internasional, karena dengan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan menjadikan Pancasila sebagai paham yang anthropocosmic (memandang kehidupan secara menyeluruh), jadi tidak anthroposentric (memandang kehidupan secara sempit).BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengantisipasi serta memproteksi kita dari pengaruh globalisasi yang dapat mengancam eksistensi nilai-nilai Pancasila ialah:

Melaksanakan ajaran agama yang dipercayai dengan sebaik-baiknya.

Selalu berpedoman teguh terhadap Pancasila, dengan cara mengamalkannya.

Selalu menggunakan produk lokal, sehingga menumbuhkan semangat mencintai produk dalam negeri.

Menegakkan hukum dengan seadil-adilnya.

Membuang jauh sisi negatif pengaruh globalisasi, dan menyerap sisi positifnya untuk kemajuan bangsa.

Dengan itu, akan ada benteng tangguh yang dapat menghalau pengaruh globalisasi yang dapat menghinggapi siapapun, sehingga akan mencederai Pancasila dalam prosesnya.

5.2 Saran

Untuk menjaga agar Pancasila tetap terjaga dan lestari, maka harus dilakukan peningkatan pemahaman pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih penting lagi, para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila. Pancasila akan menjadi ideologi yang kuat serta luhur apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menuju negara aman, damai, tentram, adil, makmur dan sejahtera dalam semua aspek kehidupan terutama dalam penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)..MULAI

Sejarah Pancasila

Sifat dasar Pancasila

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

Memaparkan kajian Pancasila sebagai masa depan bangsa

Memaparkan kajian nilai-nilai yang terkndung dalam Pancasila

Mengnalisis sifat dasar Pancasila dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa

Telah berjalannya Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa sesuai dengan sifat dasar Pancasila

SELESAI