1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) merupakan kondisi komplikasi serius yang
menyerang pada semua usia. DM termasuk gangguan endokrin yang dicirikan
dengan hiperglikemik dan diderita 4,4% populasi. Jumlah penderita diabetes
diperkirakan mengalami peningkatan dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366
juta pada tahun 2030 (Moon, 2010). Survei WHO membuktikan pada tahun 2004,
Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Diperkirakan dengan prevalensi 8,6%,
pada tahun 2025 di Indonesia jumlah penderita diabetes akan meningkat menjadi
12,4 juta penderita (Zulhipri et al., 2007).
Diabetes melitus didefinisikan dengan peningkatan gula darah karena tidak
adanya atau ketidakmampuan insulin dengan atau tanpa penurunan kemampuan
aksi dari insulin. Insulin diproduksi oleh sel β langerhans yang terletak pada
kelenjar pankreas. Insulin berfungsi sebagai hormon penyimpan dan pengatur
glukosa (Katzung et al., 2009). Secara umum DM dikategorikan menjadi dua,
yakni DM tipe 1 dan DM tipe 2 resisten insulin (Guyton & Hall, 2006).
Diabetes melitus dicirikan dengan intoleransi glukosa yang menghasilkan
terjadinya hiperglikemi dan gangguan dalam metabolisme lipid dan protein.
Abnormalitas metabolisme lipid ini disebut dengan dislipidemia, yang mana juga
dapat membentuk atherosklerosis yang mengakibatkan penyakit jantung koroner
dan arteri koroner, peningkatan serum trigliserida, kolesterol, LDL serta
2
penurunan serum HDL. Hipertrigliseridemia adalah suatu komponen esensial
yang berhubungan dengan gangguan metabolisme, yang mana juga termasuk
rendahnya kadar HDL, resisten insulin, hipertensi dan obesitas abdomen.
Keparahan dari hipertrigliseridemia dapat meningkatkan komplikasi pada
gangguan metabolit atau diabetes melitus tipe 2 (Koda-Kimble et al., 2009).
DM tipe 2 diderita oleh 90% dari total penderita diabetes. Resistensi
jaringan terhadap insulin, obesitas dan gangguan metabolisme serta
dikombinasikan dengan rendahnya sekresi insulin merupakan salah satu penyebab
terjadinya DM tipe 2. Meskipun insulin tetap diproduksi namun pada pasien DM
tipe 2 tidak mampu untuk mengatasi mekanisme kerja insulin sehingga glukosa
darah meningkat (Guyton & Hall, 2006; Katzung, 2009). Resistensi insulin sendiri
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat insulin normal atau meningkat
namun respon biologisnya menurun. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya
intoleransi glukosa, dislipidemia, peningkatan agen inflamasi serta metabolisme
asam urat yang abnormal (Subramanian et al., 2008).
Kelebihan karbohidrat yang dikonsumsi akan di cerna menjadi glukosa
sehingga kadar glukosa darah meningkat. Insulin akan disekresi dan akan
mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang dapat disimpan dalam hati
maupun otot. Kelebihan glukosa kemudian disimpan dalam bentuk trigliserida.
Hiperglikemi dan hiperlipidemia akan berpengaruh pada komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler, yang mana merupakan penyebab kematian
terbesar dari diabetes (Basciano et al., 2005).
3
Hipertrigliseridemia memberikan dampak yang besar pada kesehatan,
terutama pada kejadian DM tipe 2 resisten insulin. Oleh karena itu perlu dilakukan
kontrol lipid dalam tubuh dengan pengaturan gaya hidup serta penggunaan obat
jika diperlukan. Kontrol trigliserida tubuh tidak cukup hanya dengan satu atau dua
kali pengobatan, butuh jangka waktu panjang untuk menurunkan serta
menjaganya dalam batas normal. Melihat banyaknya resiko efek samping yang
mungkin ditimbulkan oleh obat-obat sintetik, maka sebisa mungkin
penggunaannya dibatasi dan digantikan dengan obat-obat dari bahan alam yang
dipercaya lebih aman dengan resiko efek samping yang relatif kecil (Katno,
2002). Senyawa turunan tanaman banyak dijadikan alternatif pilihan, sebab telah
memberikan perhatian besar sebagai agen aktif biokimia pada terapi
antihiperglikemia dan antihiperlipidemia. Sehingga banyak obat herbal yang
dimanfaatkan sebagai sumber antidiabetik alami (Ozsoy-Sacan et al., 2004).
Gynura procumbens (Lour.) Merr. atau yang dikenal dengan sambung
nyawa, merupakan tumbuhan rendah seperti semak yang tumbuh tahunan, dan
banyak tumbuh di daerah Asia Tenggara, terutama Indonesia, Malaysia, dan
Thailand. Secara tradisional, tumbuhan ini digunakan sebagai pengobatan
penyakit ginjal, penurun demam, pengobatan inflamasi, reumatik, dan infeksi
virus (Wiart, 2006), disentri, menghentikan perdarahan, mengatasi tidak datang
haid dan gigitan binatang berbisa (Sudarsono et al., 2002).
Fraksi heksan, etil asetat dan n-butanol dari daun sambung nyawa
menyebabkan hipoglikemik pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin
(June et al., 2012). Penelitian Zhang & Tan (2000) membuktikan bahwa ekstrak
4
etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. secara signifikan mampu memberikan
efek penurunan trigliserida dan kolesterol darah pada tikus diabetes dengan
induksi streptozotosin, maka akan diteliti apakah ekstrak memberikan efek
penurunan trigliserida pada keadaan resisten insulin karena pengaruh pemberian
fruktosa dan diet lemak tinggi. Penelitian ini dapat digunakan untuk
mengembangkan Gynura procumbens (Lour.) Merr. sebagai obat herbal Indonesia
yang mempunyai khasiat menurunkan trigliserida darah pada gangguan
metabolisme diabetes melitus yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak etanolik daun Gynura
procumbens (Lour.) Merr. pada penurunan kadar trigliserida serum darah tikus
jantan galur wistar DM tipe 2 resisten insulin?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui manfaat dari ekstrak etanolik
daun Gynura procumbens (Lour.) Merr. terhadap penurunan kadar trigliserida
darah dalam keadaan DM tipe 2 resisten insulin yang mampu digunakan sebagai
alternatif menurunkan kadar trigliserida, sehingga ke depannya dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas penderita diabetes melitus dan hipertrigliserida.
5
D. MANFAAT PENELITIAN
Tingginya biodiversitas di Indonesia disebabkan karena terletak diantara
dua benua dan dua samudra serta didukung oleh iklimnya yang tropis. Curah
hujan yang cukup serta intensitas sinar matahari yang memadai mendukung
pertumbuhan aneka ragam flora dan fauna secara optimal. Indonesia merupakan
salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih
dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, dan sekitar 7000 spesies telah
diketahui khasiatnya. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek
botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa
68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang
mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari
80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan
mereka (Saifudin et al., 2011).
Pada penelitian ini dilakukan uji terhadap ekstrak etanolik tanaman
sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dalam penurunan kadar
trigliserida serum darah. Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai aktivitas ekstrak etanolik daun sambung nyawa
dalam menurunkan kadar trigliserida khususnya pada keadaan DM tipe 2
resistensi insulin.
6
E. TINJUAN PUSTAKA
1. Tanaman sambung nyawa
Kedudukan tanaman sambung nyawa dalam sistematika tumbuhan adalah
sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Divisi :Angiospermae
Kelas :Dicotyledonae
Bangsa :Asterales (Campanulatae)
Suku :Asteraceae (Compositae)
Marga :Gynura
Jenis :Gynura procumbens (Lour.) Merr.
(Backer & Van Den Brink, 1965)
Gambar 1. Tanaman Sambung nyawa
Tanaman Gynura procumbens (Lour.) Merr. merupakan tanaman perdu
tegak bila masih muda dan dapat merambat setelah cukup tua. Daun berbentuk
bulat telur memanjang, tunggal dan tersebar, memiliki panjang 3,5-12,5 cm, lebar
1-5,5 cm, ujung tumpul, meruncing, pangkal membulat atau rompang. Tepi daun
bergelombang atau agak bergerigi, tangkai daun 0,5-1,5 cm, permukaan daun
7
berambut halus, permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah berwarna
hijau muda mengkilat. Tulang daun menyirip serta menonjol pada permukaan
daun bawah. Pada tiap pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau
kekuningan. Batang dapat memanjat, rebah atau merayap, bersegi, berdaging,
warna hijau keunguan. Bunga tersusun secara majemuk, dengan mahkota tipe
tabung panjang dengan panjang 1-1,5 cm, warna jingga-kuning. Daun yang
diremas akan mengeluarkan bau aromatis (Backer & Van Den Brink, 1965;
Sudarsono et al., 2002).
Nama lain dari tanaman ini adalah sambung nyawa, ngokilo atau beluntas
cina (Sudewo, 2004) akar sebiak (Malaysia) serta sabungai (Filipina) (Wiart,
2006). Tumbuhan ini banyak ditemukan di Asia Tenggara seperti Indonesia
terutama pulau Sumatra dan Jawa (Sudarsono et al., 2002), Malaysia, Thailand
(Rosidah et al., 2009) pada ketinggian 1-1200 m dpl, tumbuh dengan baik pada
ketinggian 500 m dpl. Ditemukan tumbuh di selokan, semak belukar, hutan terang
dan padang rumput. Daun sambung nyawa mengandung flavonoid (DepKes,
2011), tanin, saponin, steroid, triterpenoid. Hasil kromatografi lapis tipis
menunjukkan keberadaan senyawa fenolik (antara lain flavonoid), polifenol,
sterol, triterpen dan minyak atsiri. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol
daun adalah flavon/flavonol (3-hidroksi flavon) dengan gugus hidroksil pada
posisi 4’, 7 dan 6 atau 8 dengan substitusi gugus 5-hidroksi. Diduga juga terdapat
isoflavon dengan gugus hidroksil pada posisi 6 atau 7,8 (cincin A) tanpa gugus
hidroksil pada cincin B (Sudarsono et al., 2002).
8
Manfaat yang diperoleh dari tanaman ini adalah untuk pengobatan
penyakit ginjal, penurun demam, pengobatan inflamasi, reumatik, dan infeksi
virus (Wiart, 2006), disentri, menghentikan perdarahan, mengatasi tidak datang
haid dan gigitan binatang berbisa (Sudarsono et al., 2002), hipertensi, diabetes
melitus (Kaur et al., 2012).
Penelitian Zhang & Tan (2000) dengan ekstrak etanol dari daun sambung
nyawa, dilaporkan memiliki kemampuan sebagai anti diabetik terhadap tikus yang
diinduksi streptozotosin (STZ), serta menurunkan kadar serum trigliserida dan
kolesterol darah secara signifikan (P<0,05). Pada penelitian yang dilakukan
Hassan et al. (2010), dilaporkan bahwa ekstrak air daun sambung nyawa tidak
hanya menurunkan level glukosa darah tetapi juga mampu meningkatkan uptake
glukosa pada jaringan otot pada tikus yang diinduksi STZ. Namun belum terdapat
penelitian yang menunjukkan jalur biosignaling yang tepat untuk menjelaskan
efek hipoglikemik dari Gynura procumbens (Lour.) Merr.
2. Penyiapan simplisia dan ekstraksi
Simplisia secara umum merupakan suatu produk hasil pertanian tanaman
obat setelah proses pasca panen dan preparasi sederhana menjadi produk
kefarmasian untuk langsung digunakan atau sebagai bahan awal proses
selanjutnya, kecuali dinyatakan lain simplisia berupa bahan yang telah
dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan kontak langsung dengan sinar
matahari atau menggunakan oven, yang dimaksudkan untuk mengurangi
katabolisme sehingga kandungan zat aktifnya stabil. Pengeringan menggunakan
oven merupakan cara paling baik karena dapat mengontrol suhu serta mencegah
9
kontaminasi. Pembuatan simplisia menjadi serbuk dimaksudkan agar penyarian
akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan
cairan semakin luas (DepKes, 1986).
Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut
dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung
zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,
protein dan lain-lain. Zat aktif didalam sel akan terlarut dengan pelarut kemudian
ditarik keluar melewati dinding sel melalui peristiwa difusi. Kecepatan melewati
batas serbuk simplisia dengan cairan penyari dipengaruhi oleh derajat perbedaan
konsentrasi, tebal lapisan batas serta koefisien difusi (DepKes, 1986). Ekstraksi
mengikuti prinsip like dissolve like yang berarti senyawa polar akan mudah larut
dalam pelarut polar dan sebaliknya (Sudjadi, 1988). Cara penyarian dibedakan
menjadi infundasi, maserasi, perklorasi dan penyarian berkesinambungan serta
dapat pula dilakukan modifikasi untuk memperoleh hasil yang lebih baik
(DepKes, 1986). Pelarut yang diperbolehkan, kecuali dinyatakan lain, adalah
etanol (DepKes, 1995). Pelarut organik selain etanol memiliki potensi toksisitas
yang lebih tinggi. Etanol memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang
lebar mulai dari senyawa non polar hingga polar. Penyari air lebih sulit diuapkan
pada suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif atau
terbentuknya senyawa lain karena pemanasan (Saifudin et al., 2011), penyari air
juga dapat menyebabkan tumbuhnya kapang (DepKes, 1986).
Maserasi merupakan penyarian yang baik digunakan untuk bahan yang
berupa serbuk halus, selain itu cara ini cukup sederhana untuk dilakukan.
10
Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel maka larutan yang
terlarut didesak ke luar. Peristiwa ini akan terus berlangsung hingga
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Maserasi
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Hasil ekstraksi
yang diperoleh disaring dan selanjutnya pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh
ekstrak kental atau kering (DepKes, 1986; Saifudin et al., 2011).
Jenis ekstrak dibedakan dari kandungan air atau pelarut didalamnya,
ekstrak cair memiliki kadar air/pelarut lebih dari 30%, ekstrak kental antara 5-
30%, dan ekstrak kering kurang dari 5%. Penyimpanan ekstrak sebaiknya
dilakukan di dalam ruang berpengatur udara, dan tidak disarankan di dalam
freezer bersuhu 0oC (Saifudin et al., 2010).
3. Diabetes melitus
Diabetes melitus diartikan sebagai peningkatan glukosa darah yang diikuti
ketiadaan atau ketidakmampuan pankreas mensekresi insulin dengan atau tanpa
adanya gangguan aksi insulin. Diabetes melitus merupakan kejadian dimana
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan
karena kekurangan sekresi insulin. Diabetes diklasifikasikan menjadi empat
kategori yaitu: tipe 1, diabetes tergantung insulin (insulin-dependent diabetes
11
mellitus, IDDM); tipe 2, diabetes tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent
diabetes mellitus, NIDDM); tipe 3, lainnya; dan tipe 4, diabetes melitus
gestasional (Katzung, 2009). Namun secara umum terdapat dua jenis diabetes
melitus yaitu DM tipe 1 yang disebabkan karena kurangnya sekresi insulin dan
DM tipe 2 resisten insulin (Guyton & Hall, 2006).
Insulin yang telah disekresikan akan mengikat ligan, sehingga reseptor
akan mengalami fosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang telah terfosforilasi
akan memicu fosforilasi pada substrat reseptor insulin (Insulin Reseptor Substrate,
IRS) di residu tirosin. IRS yang terfosforilasi akan berikatan dengan domain
homologi Src 2 (SH 2) yang spesifik, yang meliputi enzim penting seperti
fosfatidilinositol-3-kinase (PI-3 kinase). PI-3 kinase ini akan mengakibatkan
translokasi dari GLUT-4 ke membran plasma yang selanjutnya akan melakukan
uptake terhadap glukosa darah (Murray et al., 2006; Wilcox, 2005).
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena kerusakan sel β pankreas dan
kekurangan insulin secara absolut atau parah. Penyebabnya karena infeksi virus,
proses autoimun, atau faktor genetik. Pada pasien DM tipe 1, terapi penggantian
insulin dibutuhkan selama hidupnya, dengan cara menginjeksikan insulin
menggunakan injektor manual melewati jaringan subkutan. Jika terjadi gangguan
terapi insulin tersebut maka dapat menyebabkan diabetes ketoasidosis atau
kematian, yang disebabkan karena kekurangan atau ketiadaan insulin dan hasil
dari kelebihan penggunaan asam lemak yang secara berangsur-angsur membentuk
formasi badan keton yang toksik (Katzung et al., 2009).
12
DM tipe 2 erat kaitannya dengan resistensi insulin, obesitas dan gangguan
metabolisme. Konsumsi karbohidrat dan gula secara berlebih dan dalam jangka
waktu lama akan meningkatkan jumlah lemak yang disimpan di dalam otot.
Kelebihan inilah yang mengakibatkan seseorang menjadi over weight. Pada
penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa pada pasien obesitas memiliki lebih
sedikit reseptor insulin terutama pada otot skelet, liver dan jaringan adiposa, akan
tetapi resistensi insulin lebih banyak diakibatkan karena abnormalitas pada jalur
signaling yang berhubungan dengan aktivasi reseptor pada sel (Guyton & Hall,
2006).
Tingginya asam lemak di otot atau penurunan metabolisme intraseluler
asam lemak mengakibatkan peningkatan metabolit asam lemak seperti
diasilgliserol, asil-KoA dan seramid. Metabolit ini akan mengaktifkan
serin/treonin kinase cascade sehingga mengakibatkan fosforilasi serin/treonin
pada substrat reseptor insulin (IRS-1 dan IRS-2), sehingga mengurangi substrat
insulin reseptor untuk mengaktifkan PI-3 kinase. Akibatnya proses transportasi
glukosa ke dalam sel berkurang (Murray, et al., 2006; Wilcox, 2005).
Sel β pankreas akan meningkatkan sekresi insulin untuk mengatasi
permasalahan tersebut, sehingga terjadi peningkatan jumlah insulin di sirkulasi.
Gangguan signaling tersebut merupakan awal terjadinya penurunan sensitivitas
reseptor jaringan di otot terhadap insulin. Resistensi insulin, meskipun dibantu
dengan meningkatkan produksi insulin akan tetap kesulitan dalam mengatur
regulasi glukosa darah, sehingga mengakibatkan hiperglikemia utamanya setelah
diet tinggi karbohidrat. Pada akhirnya obesitas dan resistensi insulin akan
13
mengakibatkan DM tipe 2 dan gangguan metabolisme lainnya, termasuk
gangguan kardiovaskuler (Guyton & Hall, 2006).
Gangguan kerja insulin juga berpengaruh pada metabolisme lemak,
menghasilkan peningkatan asam lemak bebas dan level trigliserida dan
menurunkan HDL (Katzung et al., 2009). Efek insulin pada metabolisme lemak,
dalam jangka panjang sangat penting. Kekurangan insulin dalam jangka panjang
dapat menyebabkan atherosklerosis, yang mana akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan gangguan pada pembuluh darah lainnya (Guyton & Hall,
2006). Pasien DM tipe 2 kebanyakan tidak membutuhkan injeksi insulin untuk
terapi, tetapi lebih dari 30% mendapat manfaat lebih dari penggunaan insulin
sebagai terapi untuk mengatur glukosa darah (Katzung et al., 2009).
4. Fruktosa
Gambar 2. Struktur kimiawi glukosa dan fruktosa
Fruktosa merupakan monosakarida yang banyak terkandung dalam buah
dan sayur. Secara kimiawi mirip dengan glukosa (C6H12O6) namun berbeda pada
struktur kimiawinya. Fruktosa memiliki cincin dengan 5 atom karbon dengan
keton sebagai gugus fungsi dan terikat pada karbon kedua, sedangkan glukosa
Glukosa Fruktosa
14
memiliki cincin dengan 6 atom karbon dengan gugus aldehid pada karbon
pertama. Fruktosa terdapat dalam makanan dalam bentuk disakarida sukrosa, yang
berikatan dengan glukosa pada salah satu molekul fruktosa melalui ikatan 1-4
glikosida (Tran et al., 2009). Fruktosa saat ini digunakan oleh industri pemanis
dan secara berlebih dikonsumsi oleh sebagian orang di dunia (Miller & Adeli,
2008).
Metabolisme fruktosa berbeda dengan glukosa dan terjadi melalui
mekanisme insulin-independent. Dalam saluran cerna, fruktosa secara cepat
diabsorbsi ke dalam usus. Di dalam liver, fruktosa difosforilasi oleh fruktokinase
menjadi fruktosa 1-fosfat yang mana selanjutnya akan dikonversi menjadi
gliseraldehid dan dihidroksiaseton fosfat oleh aldolase B. Gliseraldehid kemudian
difosforilasi oleh triokinase membentuk gliseraldehid-3-fosfat. Gliseraldehid-3-
fosfat dan dihidroksi aseton fosfat diuraikan melalui proses glikolisis menjadi
piruvat. Rate-limiting step dalam metabolisme glukosa melibatkan fosforilasi dari
fruktosa 6-fosfat menjadi bentuk fruktosa 1,6-bifosfat, yang dikatalisis oleh
fosfofruktokinase. Reaksi ini diregulasi negatif oleh sitrat dan ATP yang mana
secara alosterik menghambat fosfofruktokinase, dengan demikian mencegah
uptake glukosa lebih lanjut ke dalam hati. Namun fruktosa dapat melewati tahap
tersebut, kemudian intermediet reaksinya dapat memasuki jalur glikolisis
(Basciano et al., 2005; Sholihah, 2013; Tran et al., 2009).
Piruvat dengan bantuan piruvat dehidrogenase terbentuk asetil-KoA, yang
merupakan sumber karbon utama untuk pembentukan asam lemak. Penumpukan
gliserol-3-fosfat dan asetil-KoA, kemudian dikonversi menjadi asil-KoA
15
kemudian masuk ke dalam jalur lipogenesis de novo dan membentuk asam lemak
rantai panjang yang mana akan diesterifikasi menjadi trigliserida. Ketika tidak
terjadi glikolisis oleh glukosa, maka fruktosa akan masuk secara tidak terkontrol
sehingga tetap menghasilkan laktat dan piruvat (Basciano et al., 2005; Sholihah,
2013; Tran et al., 2009).
Gambar 3. Metabolisme fruktosa dan glukosa di hati. Metabolisme glukosa dibatasi oleh ATP
dan sitrat melalui penghambatan umpan balik. Fruktosa tidak dibatasi oleh keduanya
sehingga terjadi penumpukan asetil-KoA dan gliserol 3-fosfat yang merupakan substrat
lipogenik (Tran et al., 2009).
Pada diet glukosa seakan tidak mempengaruhi produksi trigliserida
ataupun induksi terhadap sintase asam lemak (fatty acid synthetase, FAS), karena
glukosa memiliki kemampuan memproduksi trigliserida dan juga menghilangkan
FRUKTOSA
FRUKTOSA1-P
GLUKOSA ASAM URAT
FRUKTOSA 6-P
GLUKOSA 1-P
DIHIDROKSIASETON
FOSFAT GLISERALDEHID
ATP
SITRAT
GLISEROL 3-P
GLISERALDEHID 3-P
PIRUVAT
Asil
Gliserol Asil KoA
LAKTAT
Sitrat Asetil KoA
FRUKTOSA 1,6-bisP
16
trigliserida untuk menjaga homeostasis. Berbeda dengan fruktosa yang hanya
dapat memproduksi dan tidak dapat menghilangkan. Oleh karena itu terjadi
keadaan dislipidemia hasil pemecahan fruktosa (Kazumi et al., 1997). Konsumsi
fruktosa jumlah besar secara tidak langsung meningkatkan produksi trigliserida
yang dapat meningkatkan kejadian dislipidemia, obesitas, resistensi insulin dan
gangguan jantung. Stimulasi lipogenesis dan akumulasi trigliserida dapat
menyebabkan penurunan sensitivitas insulin dan resistensi insulin hepatik atau
intoleransi glukosa. Fruktosa memiliki kemampuan untuk meregulasi sintesis
glikogen dan uptake glukosa liver, selanjutnya akan meningkatkan katalisis yang
mengarah pada glukokinase hepatik dan memfasilitasi uptake glukosa.
Kemampuan lain fruktosa sebagai lipogenic properties dapat menyebabkan
malabsorbsi glukosa dan fruktosa serta meningkatkan pengeluaran trigliserida dan
kolesterol dibandingkan dengan karbohidrat lainnya (Basciano et al., 2005; Tran
et al., 2009).
Uji yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan diet fruktosa dengan
resistensi insulin, terdapat berbagai pendapat dan faktor yang turut menyebabkan
terjadinya resistensi insulin. Penggunaan fruktosa secara berkepanjangan dapat
menurunkan respon adiponektin. Hormon adiposit (adiponektin) memainkan
peran penting dalam homeostasis lemak dan aksi insulin. Agonis yang
mensensitisasi insulin, reseptor PPAR-γ dan adiponektin, secara nyata
berpengaruh pada mekanisme agonis dalam menurunkan sirkulasi asam lemak dan
meningkatkan oksidasi lemak. Pada dasarnya mereka membantu menurunkan
17
jumlah trigliserida dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin (Basciano et al.,
2005).
Penggunaan fruktosa juga dapat menyebabkan inflamasi yang
meningkatkan progresivitas terjadinya gangguan metabolisme. Fruktosa dapat
meningkatkan produksi TNF-α dan aktivasi c-jun amino-terminal kinase (JNK)
yang merupakan mediator jalur inflamasi, serta mengaktifkan mediator inflamasi
STAT-3 (signal transducer and activator of transcription-3) pada tikus serta
diikuti dengan peningkatan nuclear factor-κB yang juga merupakan mediator
inflamasi. Agen-agen inflamasi tersebut menurunkan jumlah PPAR-γ sehingga
menurunkan oksidasi asam lemak dan meningkatkan akumulasi lemak. Studi lain
menunjukkan bahwa pada pemberian agonis PPAR-γ dapat meningkatkan level
mRNA adiponektin yang mana jumlahnya menurun pada pemberian diet fruktosa
(Miller & Adeli, 2008).
5. Trigliserida
Lipid plasma terdiri dari triasilgliserol atau trigliserida (16%), fosfolipid
(30%), kolesterol (14%) dan ester kolesterol (36%) serta sedikit asam lemak rantai
panjang tak teresterifikasi (asam lemak bebas, FFA) (4%). Lemak kurang padat
daripada air, densitas lipoprotein menurun seiring dengan peningkatan proporsi
lipid terhadap protein. Lipoprotein dibagi menjadi empat kelompok utama, yakni
kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Triasilgliserol merupakan lipid utama pada
kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid masing-masing adalah
lipid utama pada LDL dan HDL (Murray et al., 2006).
18
Trigliserida atau triasilgliserol merupakan ester trihidrat alkohol gliserol
dan asam lemak. Trigliserida merupakan penggabungan dari asam lemak yang
berantai 14-18 atom karbon, kemudian berikatan dengan gliserol sehingga
terbentuk trigliserida. Lipid seperti trigliserida dan kolesterilester tidak larut
dalam air dan ditranspor dalam plasma dalam inti partikel (lipoprotein) yang
mempunyai cangkang hidrofilik terdiri dari fosfolipid dan kolesterol bebas.
Lapisan permukaan ini distabilisasi oleh satu atau lebih apolipoprotein yang juga
berperan sebagi ligan untuk reseptor permukaan sel (Guyton & Hall, 2006;
Murray et al., 2006; Neal, 2005).
Seseorang yang memiliki kelebihan asupan karbohidrat, glukosa, lemak
maupun protein, di dalam tubuh akan diubah menjadi bentuk asetil-KoA. Asetil-
KoA selanjutnya akan diubah menjadi bentuk asil-KoA yang nantinya masuk
dalam jalur lipogenesis membentuk trilgiserida melalui ikatan dengan gliserol
(Guyton & Hall, 2006; Murray et al., 2006).
Triasilgliserol jaringan adiposa merupakan cadangan bahan bakar utama
bagi tubuh. Pendistribusian lemak dan kolesterol melalui dua jalur, yakni jalur
eksogen dan endogen. Jalur eksogen terjadi diluar hati, biasanya pada organ
pencernaan seperti usus. Lipid dalam makanan terutama berupa triasilgliserol,
akan mengalami hidrolisis menjadi monoasilgliserol dan asam lemak di usus,
yang kemudian mengalami re-esterifikasi di mukosa usus. Gliserol adalah suatu
substrat untuk glukogenesis. Asam lemak akan dikemas bersama protein dan
diekskresikan ke dalam sistem limfe lalu ke aliran darah sebagai kilomikron.
19
Jalur endogen terjadi didalam hati, trigliserida akan disekresikan ke dalam
darah sebagai VLDL atas bantuan insulin. Selanjutnya VLDL tersebut akan
dimetabolisme menjadi LDL yang kaya kolesterol. Trigliserida yang terdapat
dalam kilomikron dan VLDL akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase
didalam otot dan jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas. Asam lemak
diserap oleh sebagian besar jaringan (kecuali otak dan eritrosit). Asam lemak
bebas yang menembus jaringan lemak bawah kulit dan sel otot akan dioksidasi
sehingga menjadi sumber energi atau disimpan sebagai cadangan. Asam lemak
bebas tersebut akan diubah kembali menjadi trilgiserida didalam otot. Oksidasi
parsial asam lemak di hati menyebabkan terbentuknya badan keton (ketogenesis).
Badan keton diangkut ke jaringan ekstrahepatik, tempat badan-badan keton ini
bekerja sebagai bahan bakar dalam keadaan puasa lama dan kelaparan (Neal,
2005; Murray et al., 2006).
6. Simvastatin
Pengaturan kadar lemak dalam darah tidak hanya melalui penggunaan
obat-obat sintetik tetapi juga melalui pengaturan gaya hidup, kebiasaan, dan
lainnya. Kolesterol dan lemak jenuh serta lemak trans adalah penyebab utama
peningkatan LDL, sedangkan lemak total, alkohol, dan kelebihan kalori akan
berpengaruh pada trigliserida. Sukrosa dan fruktosa dapat meningkatkan VLDL
(Katzung et al., 2009).
Simvastatin termasuk dalam golongan obat sintetik penurun lipid yang
bekerja menghambat enzim HMG-KoA reduktase. Golongan statin merupakan
obat hipolipidemik yang mana tidak hanya menurunkan kadar kolesterol tetapi
20
juga trigliserida. Kemampuan menurunkan kolesterol melalui mekanisme
penghambatan biosintesis de novo dan menghambat secara kompetitif terhadap
enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril KoA reduktase (HMG-KoA). Inhibisi terhadap
HMG-KoA reduktase dapat memblok sintesis mevalonat menjadi kolesterol
didalam hati. Mekanisme penurunan trigliserida dalam darah oleh golongan statin
berhubungan dengan kemampuannya dalam meningkatkan lipoprotein lipase yang
akan mengeliminasi trigliserida yang terdapat di darah (Katzung et al., 2009;
Schoonjans et al., 1999).
Statin menghambat enzim HMG-KoA sehingga kolesterol tidak terbentuk.
Pada saat kolesterol hati turun, statin meningkatkan jumlah SREBP (Sterol
Regulatory Element Binding Protein) yang bekerja menjaga kadar kolesterol
dalam darah, sehingga adanya penurunan kolesterol dalam hati karena pengaruh
simvastatin tidak menyebabkan kolesterol dalam hati turun secara drastis.
Hepatosit mengkompensasi penurunan kolesterol dengan meningkatkan sintesis
reseptor LDL melalui aktivasi SREBP tersebut. Reseptor LDL dalam tubuh dapat
menangkap LDL yang disirkulasikan dalam tubuh yang mengandung trigliserida
dan kolesterol, sehingga konsentrasi LDL sirkulasi menurun, bersamaan dengan
peningkatan klirens dari plasma meningkat. Kadar HDL juga dapat meningkat
karena simvastatin dapat membantu pembentukan HDL (Ballantyne et al., 2001;
Neal, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Schoonjans et al. (1999)
menunjukkan bahwa pemberian simvastatin selama empat hari dapat menurunkan
kadar trigliserida darah secara signifikan serta meningkatkan HDL. Penurunan
21
trigliserida ini disebabkan karena penurunan LDL yang juga mengandung
trigliserida didalamnya.
Kerja golongan Statin dapat dikatakan secara tidak langsung dalam
menurunkan kadar trigliserida. Mekanisme penurunan trigliserida oleh golongan
statin juga berhubungan dengan kemampuannya dalam meningkatkan lipoprotein
lipase yang akan mengeliminasi trigliserida yang terdapat di darah (Ballantyne et
al., 2001; Neal, 2005; Schoonjans et al., 1999). Kombinasi statin dengan resin
pengubah ion dapat meningkatkan penurunan LDL. Efek samping dapat terjadi
namun kejadiannya jarang, yakni gangguan pada otot skelet. Efek ini ditingkatkan
dengan mengkombinasikan statin dengan golongan asam fibrat (Lullmann et al.,
2000). Berbagai keuntungan dan efek samping yang cukup kecil menjadikan obat
ini banyak diresepkan sebagai penurun lipid.
F. LANDASAN TEORI
Diabetes melitus merupakan kejadian dimana terjadi gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan karena kekurangan
sekresi insulin. DM tipe 1 lebih disebabkan pada kerusakan sel β pankreas karena
infeksi virus, proses autoimun, atau faktor genetik sehingga terapi hanya dapat
dilakukan dengan pemberian injeksi insulin secara subkutan. DM tipe 2 lebih
banyak diderita pasien diabetes melitus. Faktor penyebabnya bermacam-macam,
salah satunya yakni obesitas yang diawali dengan hipertrigliserida serta
hiperlipidemia. Terapi yang diberikan tidak harus berupa insulin, namun juga
22
dapat berupa obat-obatan yang mampu mengatur jumlah insulin dalam darah.
Terapi lain yang perlu dilakukan adalah pengaturan kadar lemak dalam tubuh.
Peningkatan diet fruktosa dan lemak baik dari bahan makanan alami
maupun buatan dapat meningkatkan resiko resistensi insulin. Paparan fruktosa
dalam jumlah tinggi dapat mengakibatkan stimulasi lipogenesis dan akumulasi
trigliserida. Trigliserida merupakan penggabungan dari asam lemak dan gliserol.
Trigliserida akan dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan monogliserida
didalam lumen intestinal. Trigliserida di sirkulasi banyak ditemui dalam bentuk
VLDL dan kilomikron. Enzim lipoprotein lipase akan menghidrolisis trigliserida
yang terdapat dalam VLDL menjadi asam lemak bebas sehingga mudah masuk ke
jaringan adiposa. Asam lemak bebas tersebut akan diubah kembali menjadi
trigliserida sebagai simpanan dalam jaringan adiposa. Kelebihan trigliserida ini
akan memicu berbagai mekanisme yang pada akhirnya mengganggu signaling
reseptor insulin di otot sehingga mengakibatkan resistensi.
Gynura procumbens (Lour.) Merr. merupakan salah satu tanaman yang
banyak di temukan di Indonesia. Tanaman ini sudah sejak lama dipercaya mampu
memberikan efek pengobatan pada berbagai macam penyakit, salah satunya
diabetes melitus dan hipertrigliseridemia. Tanaman ini mengandung berbagai zat
kimia aktif didalamnya, seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri, polifenol dan
lainnya. Pada studi terdahulu, kandungan flavonoid dari berbagai tanaman
berkhasiat dalam pengobatan, salah satunya dalam menurunkan trigliserida dan
alternatif pengobatan diabetes melitus.
23
G. HIPOTESIS
Ekstrak etanolik daun Gynura procumbens (Lour.) Merr. memiliki potensi
menurunkan kadar trigliserida pada keadaan diabetes melitus tipe 2 resisten
insulin yang diinduksi fruktosa dan diet lemak tinggi.