1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu hal yang dilakukan oleh negara sedang
berkembang untuk menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Pembangunan yang sering dilakukan oleh negara sedang berkembang adalah
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sendiri memiliki berbagai
definisi, salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima
adalah pendapat Meiser (Kuncoro,1997;17 dalam Subandi, 2014;9) yaitu:
“Suatu proses di mana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama
kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di
bawah „garis kemiskinan absolut‟ tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak
semaki timpang”.
Indonesia sebagai negara kepulauan dalam upaya menciptakan
pembangunan nasional dengan cara membagi wilayah atas 34 provinsi, dan
provinsi ini dibagi lagi menjadi 410 kabupaten serta 98 kota. Masing-masing
provinsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintah daerah yang diatur dengan
undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pembangunan di
setiap daerah agar pembangunan nasional Indonesia dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat, dan hasil-hasil yang dicapai dapat dinikmati
secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan nasional dalam pengoptimalan pembangunan daerah
diperkuat dengan adanya undang-undang yang mengatur, yaitu UU Nomor 32
tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Adanya undang-undang ini untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya termasuk
pembangunan dalam bidang ekonominya. Pembangunan ekonomi di daerah
sebagian besar mengacu pada pertumbuhan ekonomi wilayah di setiap daerah
sesuai dengan kekhasan daerah. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
2
wilayah ini tentu merangsang dan/ atau mengalami perkembangan ekonomi
wilayah. Perkembangan ekonomi wilayah yang terjadi diharapkan merupakan
perkembangan ekonomi yang baik, dimana Pendapatan Nasional Bruto (GNP)
per-kapita riil (harga konstan) harus lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk. Selain itu juga, menurut Muta’ali, 2014:121
“perkembangan ekonomi wilayah selain dicirikan dengan pendapatan per
kapita dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi dan stabil, serta hasil
pembangunan terdistribusi merata ke seluruh wilayah dan semakin mempersempit
kesenjangan antar wilayah dan pembangunan lebih adil”.
Kabupaten Bantul dipilih sebagai wilayah kajian karena Kabupaten Bantul
menerapkan Kebijakan Pembangunan Ekonomi setelah terjadi Gempa Bumi tahun
2006 yang meluluhlantahkan sendi sendi ekonomi masyarakat. Perbedaan
karakter wilayah yang dimiliki ke tujuh belas kecamatan di Kabupaten Bantul, di
antaranya kondisi fisik wilayah atas perbukitan dan dataran, fungsi wilayah atas
perkotaan dan perdesaan, serta Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) atas SWP I
sampai dengan VI dengan fungsi wilayah pengembangan yang berbeda-beda yang
termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul
menyebabkan perbedaan perkembangan ekonomi di masing-masing wilayah di
Kabupaten Bantul.
Perbedaan perkembangan ekonomi wilayah diindikasikan dengan perbedaan
perkembangan wilayah di Kabupaten Bantul, di mana di wilayah bagian utara
yang berdekatan dengan Kota Yogyakarta lebih berkembang dari pada wilayah
bagian selatan yang jauh dari Kota Yogyakarta. Adanya Kesenjangan wilayah
tersebut terlihat dari padatnya bangunan-bangunan tinggi berorientasi tempat
tinggal dan jasa-jasa di wilayah bagian utara di banding di wilayah bagian selatan
yang dominan pertanian. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bantul tahun 2014,
jumlah penduduk kecamatan tertinggi tahun 2013 berada di tiga kecamatan
pinggiran kota (37,40%) dengan kepadatan penduduk wilayah terbangun lebih
dari 56 jiwa per hektar yang merupakan kepadatan tertinggi diantara 14
kecamatan yang lain. Selain itu dari PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013
tiga kecamatan tersebut memiliki sumbangan PDRB tertinggi terhadap PDRB
3
Kabupaten Bantul yaitu lebih dari 1,71 Triliun Rupiah dengan sektor penyumbang
terbesar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran
Perbedaan itulah yang menarik untuk dilakukan Analisis Perkembangan
Ekonomi Wilayah di Kabupaten Bantul agar dapat diketahui penyebab dan
pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakter wilayah yang dimiliki.
1.2. Rumusan Masalah
Pembangunan Ekonomi telah banyak dilaksanakan oleh negara-negara
dunia ketiga (baru berkembang), termasuk Indonesia. Pada umumnya
pembangunan ekonomi dipusatkan pada usaha-usaha untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini ditempuh dengan alasan bahwa; pertama,
keterbelakangan di bidang ekonomi memang paling dirasakan, dan kedua,
pembangunan di bidang ekonomi diyakini dapat mendorong perubahan-perubahan
dan pembaharuan dalam bidang-bidang kehidupan lainnya di masyarakat sehingga
diharapkan mampu mendukung/ mempercepat pencapaian tujuan pembangunan
nasional (Subandi, 2014).
Upaya pencapaian pembangunan nasional kini bergeser dari pembangunan
yang bersifat sentralistis menjadi desentralisasi melalui Otonomi Daerah yang
termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya
termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. Keberhasilan pembangunan
ekonomi wilayah dapat dilihat dari wilayah mengalami perkembangan ekonomi.
Peningkatan ekonomi wilayah diharapkan memicu perkembangan wilayah.
Idealnya perkembangan ekonomi wilayah dapat meningkat stabil serta merata
untuk setiap wilayah dan untuk setiap pendapatan perkapita sehingga
perkembangan ekonomi dapat dirasakan manfaatnya bagi setiap wilayah dan
masyarakat di dalamnya.
Namun kenyataan yang terjadi, perkembangan ekonomi wilayah mengalami
dinamika ekonomi (naik turun). Selain itu perkembangan ekonomi untuk setiap
wilayah pun berbeda-beda sehingga menyebabkan terjadi kesenjangan wilayah
dan ketimpangan pendapatan. Oleh karenanya analisis perkembangan ekonomi
4
wilayah perlu dilakukan agar diketahui penyebabnya dan pengembangan wilayah
yang sesuai dengan karakter wilayah yang dimiliki.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:
1. menganalisis dinamika perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten
Bantul.
2. menganalisis tingkat perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul.
3. menganalisis pergeseran struktur ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul.
4. menganalisis distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul.
5. menganalisis model hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi
wilayah dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul.
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. karya penelitian ilmiah yang dijadikan sebagai syarat akademik untuk
menyelesaikan program sarjana S1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada.
2. hasil penelitian secara perspektif ekonomi regional dapat menjadi bahan
untuk evaluasi dalam perencanaan pembangunan wilayah dan menghemat
waktu serta biaya dalam upaya pembangunan ekonomi wilayah.
3. penulis memperoleh tambahan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan
dalam mempraktekkan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah dan
selanjutnya dapat menjadi sumber informasi atau bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
5
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1 Geografi dan Pembangunan Wilayah
Geografi berasal dari dua kata “geo” dan “grafi” di mana “Geo”
berarti bumi atau earth dan “grafi” atau graphein yang berarti to discribe
atau pencitraan, sehingga secara sederhana geografi merupakan suatu ilmu
yang menulis dan menggambarkan tentang keadaan bumi. Menurut Bintarto
(1968), Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to
describe), menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan
penduduk, serta mempelajari corak yang khas mengenai kehidupan dan
berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu.
Terdapat empat hal yang sangat penting dalam geografi, yaitu (1) pencitraan
(description), (2) penjelasan (explanation), (3) penganalisaan (analising),
dan (4) penerapan (application). Selain itu geografi tidak dapat dipelajari
hanya dari literatur (indoor study), tetapi perlu sekali melihat dan
mempelajarinya langsung dari alam sekitar (outdoor study). Juga unsur-
unsur “what-where-why-and how to solve problem” perlu dan selalu
melekat dalam geografi. Menurut M. Yeates, 1968 dalam Bintarto dan
Surastopo (1979) dalam salah satu definisi geografi masa kini, Geografi ---
a science concerned with the rational development, and location of various
characteristics on the surface of the earth”. Menururt Hagget, 1965 dalam
Bintarto dan Surastopo (1979) bahwa geografi “It is relevant to note that
geography enquires in recent years concern mainly with; (a) the ecological
system and (b) the spatial system. The first relates man to his environment
while the second deals with linkages between regions in a complex
interchange of flows. In both systems movements and contacs are of
fundamental importance.” Intinya geografi berkaitan dengan sistem ekologi
dan sistem keruangan serta keduanya memiliki hubungan timbal balik yang
kompleks dari gerakan pertukaran.
Sementara, Yunus (2004) mengemukakan bahwa Geografi tidak
lepas dari 3 pendekatan utama geografi yang saat ini diikuti oleh
geografiwan dunia, yaitu diantaranya:
6
1. Pendekatan keruangan (spatial approach) merupakan suatu metode
analisis yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space)
sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam
menjelaskan fenomena geosfer. Oleh karena obyek studi geografi
adalah geospheric phenomena, maka segala sesuatu yang terkait dengan
obyek dalam ruang dapat disoroti dari berbagai matra lain (1) pola
(pattern); (2) struktur (structure); (3) proses (process); (4) interaksi
(interaction); (5) organisasi dalam sistem keruangan (organisation
within the spatial system); (6) asosiasi (association); (7) tendensi atau
kecenderungan (tendency or trends), (8) pembandingan (comparition)
dan (9) sinergisme keruangan (spatial sinergism). Dengan demikian,
minimal ada 9 tema analisis dalam spatial approach yang
dikembangkan oleh disiplin Geografi, yaitu:
1. Spatial pattern analysis;
2. Spatial structure analysis;
3. Spatial process analysis;
4. Spatial inter-action
analysis
5. Spatial association analysis
6. Spatial organisation analysis
7. Spatial tendency/ trends analysis
8. Spatial comparison analysis
9. Spatial synergism analysis
2. Pendekatan ekologis (ecological approach) merupakan suatu metode
analisis yang menekankan interrelasi antara manusia dan/ atau
kegiatannya dengan lingkungannya, sehingga pendekatan ekologi
mempunyai 4 tema analisis utama, yaitu:
a. Human behaviour – environment theme of analysis
b. Human activity (performance) – environment theme of analysis
c. Physico natural features (performance) – environment theme of
analysis
d. Physico artificial features (performance) – environment theme of
analysis
3. Pendekatan komplek wilayah (regional complex approach) merupakan
integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis.
7
Pemakaian istilah regional complex mengisyaratkan adanya
pemahaman yang mendalam tentang property yang ada dalam wilayah
yang bersangkutan dan merupakan regional entity. Kompleksitas gejala
menjadi dasar pemahaman utama dari eksistensi wilayah di samping
efek internalitas dan eksternalitas dari padanya.
Ketiga pendekatan itulah yang digunakan sebagai pegangan dalam
pembangunan wilayah, dimana pembangunan wilayah sendiri yang
diartikan sebagai sebuah langkah untuk mengembangkan suatu kawasan
secara holistik. Holistik yang dimaksud tak lain adalah pembangunan yang
bersifat menyeluruh tidak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial
ekonomi namun juga mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan
wilayah lain dan tentunya dengan koordinasi semua pihak serta sesuai
dengan kondisi (kondisi geografis, sosial, ekonomi, maupun kultural),
potensi, dan isu permasalahan di wilayah yang bersangkutan, sehingga
menghasilkan pola pengembangan yang sesuai dengan masing-masing
wilayah (Susanto, 2011).
1.5.2. Geografi dan Ekonomi Regional
Ruang dalam pendekatan geografi merupakan prasyarat mutlak
dalam analisis ekonomi dan perencanaan pembangunan pada tingkat
wilayah. Lebih-lebih lagi pada negara yang mempunyai daerah cukup luas
dengan potensi geografis sangat bervariasi, aspek ruang menjadi sangat
penting. Hal ini digunakan untuk pengambilan keputusan baik ekonomi
maupun bisnis terkait keuntungan lokasi dan pengaruh ruang agar keputusan
yang diambil lebih realistis dan tidak salah (Sjafrizal, 2012). Sementara
menurut Hoover dan Guarantani (1991) dalam Dodi Widianto (2006)
memberikan penilaian pentingnya aspek ruang dalam kegiatan/ aktivitas
ekonomi adalah kerangka kerja mengenai karakter suatu wilayah menurut
sistem perekonomian yang ada serta fokus pada kajian mengidentifikasi
peran kebijakan pemerintah dalam pendistribusian aktivitas ekonomi di
berbagai lokasi dan mengetahui perubahan distribusinya.
8
Berdasarkan hal tersebut, ilmu ekonomi wilayah dapat didefinisikan
sebagai cabang ilmu ekonomi yang menekankan analisisnya pada pengaruh
aspek ruang ke dalam analisis ekonomi dengan fokus pembahasan pada
tingkat wilayah, seperti provinsi dan kabupaten. Dubey Vinod, 1964 dalam
Sjafrizal (2012) mendefinikan Ilmu Ekonomi Regional yang lebih luas dan
lengkap. Dalam hal ini Ilmu Ekonomi Regional didefinisikan sebagai:
“the study from the point of view economics, of the differentiation and
interrelationships of areas in a universe of unevenly distributed and
imperfecly mobile resources, with particular emphasis in application on the
planning of the social overhead capital investments to mitigate the social
problems created by these circumstances.”
Hal tersebut terlihat bahwa Ilmu Ekonomi Wilayah sebenarnya lebih
banyak menekankan analisisnya pada pemecahan masalah (problem solving) yang
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh suatu wilayah dari pada
pengembangan ilmu ekonomi murni yang bersifat teoritis dan konseptual. Biasanya
dalam analisis ekonomi wilayah menggunakan asumsi sebagai landasan analisis
agar tidak menjadi sangat kompleks (Sjafrizal, 2012).
1.5.3. Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah
Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk meningkatkan
seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus
merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan
negara untuk mewujudkan tujuan Nasional. Pelaksanaan pembangunan
mencakup aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah
terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan
kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar
dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Oleh karena itu,
sesungguhnya pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak
untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia.
9
Upaya untuk mencapai pembangunan nasional adalah dengan
Pembangunan Daerah. Sesuai UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan pengertian tersebut,
Otonomi daerah memiliki tujuan memberikan keleluasaan (discretionary
power) kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah yang
mengandung makna adanya perubahan kepada kehidupan pemerintahan
daerah yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat, dalam upaya
mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, dan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya secara keseluruhan (Sumaryadi,
2005).
1.5.4. Pembangunan Ekonomi dan Perkembangan Ekonomi Wilayah
Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak
diterima adalah:
Suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat
selama kurun waktu yang panjang dengan catatan bahwa jumlah
penduduk yang hidup di bawah “garis kemiskinan absolut” tidak
meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meieser:7
dalam Mudrajad Kuncoro, 2010)
Maksud dari kata proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan
tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain,
pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses
pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi diikuti dengan
perubahan (growth plus change) dalam: Pertama, perubahan struktur
ekonomi: dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan
kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri
(Kuncoro, 2010).
Pembangunan ekonomi mempengaruhi perkembangan ekonomi
wilayah. Perkembangan ekonomi wilayah diharapkan dapat meningkat
10
stabil serta merata untuk setiap wilayah dan untuk setiap pendapatan
perkapita sehingga perkembangan ekonomi dapat dirasakan manfaatnya
bagi setiap wilayah dan masyarakat di dalamnya. Namun, kenyataan yang
terjadi perkembangan ekonomi wilayah mengalami dinamika dan adanya
ketimpangan wilayah. Hal ini tidak lain dari aktivitas distribusi pendapatan
regional yang tidak merata. Berbagai faktor yang menyebabkan distribusi
pendapatan regional tidak merata menurut Sjafrizal (2012), diantaranya
perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan kondisi demografis,
kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi
wilayah, dan alokasi dana pembangunan antar wilayah.
Salah satu indikator perkembangan ekonomi wilayah adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) baik harga konstan maupun harga
berlaku. Perkembangan ekonomi ini dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Muta’ali, 2000 dalam Firdaus,
2013 seperti berikut,
PDRBx – PDRB(x-1)
LPE = X 100
PDRBx-1
Keterangan :
PDRBx = Produk Domestik Regional Bruto Pada Tahun x
PDRBx-1 = Produk Domestik Regional Bruto Pada Tahun sebelumnya
(x-1)
Menghitung dengan menggunakan laju pertumbuhan ekonomi dalam
kurun waktu tertentu maka dapat diketahui dinamika perkembangan
ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Perkembangan ekonomi yang selalu
meningkat dalam kurun waktu tertentu maka perkembangan ekonomi
tersebut baik, begitu sebaliknya apabila perkembangan ekonomi semakin
menurun maka perkembangan ekonomi di suatu wilayah tersebut buruk atau
mengalami kemerosotan.
Perkembangan ekonomi ditandai dengan perubahan struktur
ekonomi ke arah industri. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi yang
11
terjadi melalui perubahan struktur ekonomi dapat menggunakan analisis
shift-share. Analisis shift-share merupakan sebuah alat tradisional untuk
membandingkan antar wilayah (interregional), mengukur dan mengevaluasi
hasil sektoral, atas tiga komponen; national, industry-mix, and regional shift
effect. (Marquez, Miguel A., Ramajo, Julian., and Hewings, Geoffrey J.D.
2009). Analisis shift-share lebih intensif untuk mengukur pengurangan
komponen perkembangan ekonomi bukan pertumbuhan pada sektor basis
atau perbedaan pengaruh sektor industri basis dan wilayah. Pengurangan ini
merepresentasikan perkembangan ekonomi dari dinamisasi dan
attractiveness wilayah (McDonough, Carol C and Sihag, Balbir S, 2009).
Shift-Share juga dapat digunakan untuk membuktikan perbedaan tipe
kontribusi dari pendapatan regional. Struktur spasial wilayah berintegrasi
dengan komponen ekonomi ruangnya, dan seperti sebagai satu harapan
organisasi ruang pada ekonomi ruang dalam perkembangan ekonomi
wilayah. Struktur ruang suatu wilayah dapat dikategorikan dengan berbagai
cara. Ekonomi wilayah dapat dijabarkan ke dalam area geografi seperti
struktur tempat tinggal yang sama, ekonomi basis, pola penyedia, produsen,
dan konsumen, pasar tenaga kerja, pola kepemilikan dan pengaturan, dan
sebagainya (Hanham, Robert Q and Banasick, Shawn. 2000).
Menurut Tarigan (2003), Analisis shift-share juga membandingkan
perbedaan laju pertumbuhan seperti metode LQ, namun metode ini lebih
tajam dari pada metode LQ karena metode shift-share memperinci penyebab
perubahan atas beberapa variabel sedangkan metode LQ tidak. Analisis
shift-share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah.
Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data
harga konstan dengan tahun yang sama. Rumus analisis shift-share untuk
sektor nilai tambah adalah sebagai berikut:
National Share (Nsi) adalah seandainya pertambahan pendapatan
sektor i sama dengan pertambahan pendapatan nasional secara rata-rata.
Ns i,t = E r,i,t-n (E N,t / E N,t-n) – E r,i,t-n
12
Proportional Shift (Pr,i) adalah melihat pengaruh sektor i secara
nasional terhadap pertumbuhan sektor i pada region yang dianalisis.
P r,i,t = {(E N,i,t / EN,i,t-n) – (EN,t / EN,t-n)} x Er,i,t-n
Differential Shift (Dr,i) menggambarkan penyimpangan antara
pertumbuhan sektor i di wilayah analisis terhadap pertumbuhan sektor i
secara nasional.
Dr,i,t = {Er,i,t – (EN,i,t / EN,i,t-n) Er,i,t-n}
Pertambahan pendapatan sektor i dapat diperinci atas pengaruh dari
National Share, Proportional Shift, dan Differential Shift.
ΔE r,i,t = (Ns i + P r,i + Dr,i)
Keterangan:
N = Wilayah yang lebih tinggi jenjangnya
R = Region atau wilayah analisis
E = PDRB Harga Konstan
i = Sektor ekonomi
t = Tahun
t-n = Tahun awal
P = Proportional Shift
D = Differential Shift
1.5.5. Perkembangan Ekonomi Wilayah dan Distribusi Pendapatan
Regional
Perkembangan ekonomi wilayah selain dicirikan dengan pendapatan
per kapita dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi dan stabil, serta
hasil pembangunan terdistribusi merata ke seluruh wilayah dan semakin
mempersempit kesenjangan antar wilayah dan pembangunan lebih adil
(Muta’ali, 2014). Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan
regional dibagi jumlah penduduk di suatu daerah untuk tahun yang sama.
Akan tetapi, angka ini sering kali tidak diperoleh sehingga diganti dengan
total PDRB baik dalam harga konstan maupun berlaku tergantung pada
kebutuhan (Robinson, 2003). Sementara distribusi pendapatan regional hasil
13
pembangunan yang dapat dinyatakan merata ataupun tidak dapat dianalisis
menggunakan Theil Index. Data yang digunakan untuk menghitung yaitu
PDRB per Kapita dan jumlah penduduk untuk setiap wilayah. Untuk
penafsiran yaitu bila indeks mendekati 1 artinya sangat timpang dan
sebaliknya bila indeks mendekati 0 berarti sangat merata. Formulasi Theil
Index (Td) tersebut adalah sebagai berikut:
Di mana: Yij = PDRB per kapita Kecamatan
Y = Jumlah PDRB per kapita total (Kabupaten)
n = Jumlah penduduk kecamatan
N = Jumlah penduduk total (Kabupaten)
Menurut Sjafrizal (2012), Theil Index sebagai ukuran ketimpangan
antar wilayah mempunyai kelebihan tertentu. Pertama, indeks ini dapat
menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus,
sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas. Kedua, dengan menggunakan
indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam persentase) masing-masing
daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan
sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup penting. Perlu
diketahui bahwa kurva ketimpangan antar-wilayah seperti huruf U terbalik
(reserve U-shape curve), dimana akan semakin naik sampai pada titik
puncak dan turun seiring dengan pembangunan yang berlanjut.
1.5.6. Wilayah dan Pewilayahan
Pembangunan wilayah tidak terlepas dari unsur wilayah sebagai
obyek pembangunannya. Pengertian wilayah secara umum menurut UU
Nomor 27 Tahun 2007 dan PP Nomor 26 Tahun 2007 serta PP Nomor 26
Tahun 2008 dalam Muta’ali, 2013 merupakan ruang atas kesatuan geografis
14
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Menurut
Minshul (1970) dalam Sabari (1991) pengertian wilayah tersebut dapat
dikategorikan dalam konsepsi wilayah ditinjau dari rank atau hirarkinya,
yaitu klasifikasi wilayah berdasarkan urutan atau orde wilayah yang
membentuk satu kesatuan, dengan pertimbangan size (ukuran), form
(bentuk), dan function (fungsi). Wilayah berdasarkan rank atau hirarki
tersebut, diantaranya RT, RW, Dusun, Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan
Provinsi.
Analisis wilayah dikenal dengan pewilayahan. Pewilayahan atau
regionalisasi merupakan proses menguji, memahami, identifikasi, dan
analisis kenampakan pembangunan wilayah seperti ekonomi, politik, atau
sosial, dan interaksi di antara keduanya, atas pembangunan ekonomi,
sebaran pola wilayah dan tingkah laku dari suatu pembangunan.
Regionalisasi fokus pada proses dan lebih ke arah eksplorasi, sehingga teori
regionalisasi dapat menjadi kunci dalam menciptakan pemahaman yang
lebih besar pada dinamisasi fenomena integrasi wilayah (Cox, S.M. 2014).
Pengertian lain dari Pewilayahan yaitu usaha untuk membagi-bagi bagian
permukaan bumi berdasarkan pada kriteria tertentu, seperti administratif,
politis, ekonomis, sosial, kultural, fisik, geografis, dan lainnya (Muta’ali,
2014). Dimana pewilyahan tersebut secara umum bertujuan untuk
mempermudah penganalisaan serta memberikan jawaban terhadap
persoalan-persoalan yang ada pada kelompok-kelompok wilayah tersebut.
Di Indonesia sendiri pewilayahan dalam hal pembangunan bertujuan untuk;
(1) Menyebaratakan pembangunan sehingga dapat dihindarkan adanya
pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebih-lebihan di daerah tertentu;
(2) Menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan
pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah; (3) Memberikan pengarahan
kegiatan pembangunan bukan saja pada aparatur pemerintah, baik pusat
maupun daerah, tetapi juga kepada masyarakat umum dan para pengusaha
(Hariri Hady, 1974 dalam Sabari, 1991).
15
Metode yang digunakan dalam pewilayahan ada dua, yaitu
penyamarataan wilayah (regional generalization) dan klasifikasi wilayah
(regional classification). Penyamarataan wilayah merupakan usaha
menggolongkan wilayah berdasarkan unsur yang sama dengan cara
menghilangkan faktor tertentu yang kurang relevan. Sedangkan klasifikasi
wilayah merupakan usaha menggolongkan wilayah dengan tujuan mencari
deferensiasi (perbedaan) antar bagian-bagian wilayah, sehingga semua
unsur, kriteria, dan individu diperhitungkan agar diperoleh perbedaan.
Teknik penentuan wilayah tersebut dapat dilakukan dengan cara kualitatif
maupun kuantitatif. Secara kualitatif dengan cara deskriptif maupun
interpretasi foto udara, sedangkan kuantitatif dengan bantuan komputer
maupun statistik (Muta’ali, 2003).
1.6. Keaslian Penelitian
Sebagai pertimbangan dan rujukan, penelitian ini menggunakan beberapa
skripsi dan jurnal hasil penelitian sebelumnya. Secara umum penelitian ini
mengambil tema ekonomi regional. Apabila penelitian sebelumnya sebagian besar
lebih menitikberatkan pada perkembangan ekonomi dalam lingkup kajian
penelitian yang lebih luas atau Provinsi serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan wilayah maupun ketimpangan wilayah. Penelitian
ini lebih menitikberatkan pada perkembangan ekonomi wilayah dalam lingkup
kajian lebih sempit yaitu Kabupaten yang memiliki karakter wilayah yang unik
berdasarkan fisik/ topografi, fungsi, dan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)
yang termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul.
Selain itu penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan ekonomi wilayah
dari dinamika perkembangan ekonomi wilayah, tingkat perkembangan ekonomi
wilayah, pergeseran struktur ekonomi wilayah, dan distribusi pendapatan regional,
serta model hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi wilayah dengan
distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul atas masing-masing wilayah,
perbedaan fisik/ topografi, fungsi, dan Satuan Wilayah Pengembangan.
16
Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
Analisis Perkembangan
Ekonomi Kabupaten/
Kota Provinsi Maluku
Utara Tahun 2004-2008.
(Boki Rabu)
2010 1 Mengetahui tipologi ekonomi
wilayah berdasarkan tipologi
klassen Kabupaten/ Kota di Provinsi
Maluku Utara
2 Menganalisis kesenjangan ekonomi
wilayah berdasarkan indeks
Williamson Kabupaten/ Kota di
Provinsi Maluku Utara.
3 Mengkaji faktor-faktor pengaruh
perbedaan laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten/ Kota di
Provinsi Maluku Utara.
4 Membuat suatu arahan kebijakan
yang sesuai dalam pengembangan
ekonomi Kabupaten/ Kota di
Provinsi Maluku Utara
Data: PDRB/
Kapita, Jumlah
penduduk, jumlah
tamat pendidikan,
jumlah angkatan
kerja, jumlah
investasi riil
penanaman modal
dalam negeri.
Analisis: Tipologi
Klassen, Indeks
Williamson, LPE.
1 Provinsi Maluku Utara memiliki
tiga tipologi ekonomi wilayah
yaitu: daerah maju dan tumbuh
cepat: Kota Ternate, Kota Tidore,
dan Kabupaten Halmahera Timur,
daerah maju tapi tertekan:
Kepulauan Sula, dan daerah relatif
tertinggal: Kabupaten Halmahera
Selatan dan Halmahera Tengah
2 Ketimpangan ekonomi wilayah di
Provinsi Maluku Utara Cukup
besar namun terjadi penurunan
ketimpangan dalam lima tahun
kedepan.
3 Penduduk, Jumlah lulusan
pendidikan, Tingkat partisipasi
angkatan kerja berpengaruh
signifikan pada pertumbuhan
ekonomi.
4 Arahan kebikan diantaranya
penanganan dari pihak pemerintah,
adanya program mengurangi
kesenjangan ekonomi, identifikasi
faktor2 yang mempengaruhi.
Tabel 1.1 Matriks Penelitian Sebelumnya
17
Ketimpangan
Perkembangan Ekonomi
di Kabupaten Gunung
Kidul Tahun 2003-2007.
(Afah Muntazah).
2011 1 Mengetahu besarnya ketimpangan
di daerah penelitian
2 Mengetahui sektor yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan
perkembangan ekonomi di wilayah
penelitian
3 Mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan terhadap besarnya
ketimpangan di daerah penelitian
Data: PDRB
Analisis: Theil
Indeks, LQ,
correlation
1 Ketimpangan perkembangan
ekonomi di Kabupaten Gunung
Kidul relatif tingggi yaitu dengan
indeks ketimpangan (Indeks
Entropi Theil) yakni lebih besar
dari pada satu dengan tren yang
naik dari tahun 2003 hingga tahun
2007.
2 Sektor yang paling unggul di Zona
Pegunungan Sewu adalah sektor
pertanian, di Zona Ledok
Wonosari sektor yang paling
unggul adalah sektor keuangan,
sewa, dan jasa perusahaan, dan di
Zona Pegunungan Baturragung
sektor yang paling unggul adalah
sektor pertambangan dan
penggalian.
3 Ketimpangan perkembangan
ekonomi wilayah berhubungan
positif dengan topografi wilayah,
jumlah penduduk, dan nilai PDRB
per kapita, sedangkan persebaran
pertambangan, jumlah fasilitas
pendidikan, dan ketersediaan air
tidak terlalu berhubungan.
18
Variasi Spasial
Perkembangan Ekonomi
Antar Kabupaten/ Kota
di Provinsi Jawa Tengah.
(Firdaus)
2013 1 Mengetahui tingkat perkembangan
ekonomi wilayah antar kabupaten/
kota di Provinsi Jawa Tengah
periode 2004-2008
2 Mengetahui klasifikasi tipologi
perkembangan ekonomi wilayah
antar kabupaten/ kota provinsi Jawa
Tengah periode 2004-2008
3 Menganalisis variasi dan pola
spasial trends spesialisasi dari
perkembangan ekonomi wilayah
antar kabupaten/ kota di Provinsi
Jawa Tengah periode 2004-2008
4 Mengetahui hubungan dan faktor-
faktor yang mempengaruhi
perbedaan tingkat perkembangan
ekonomi wilayah antar kabupaten/
kota di provinsi jawa tengah
5 Menganalisis arah kebijakan yang
relevan untuk pengembangan
ekonomi antar kabupaten/ kota
Provinsi Jawa Tengah
Data: PDRB
menurut sektor
ekonomi
Analisis: LPE,
Tipologi Wilayah,
LQ, Shift Share
Classic, Analisis
statistik korelasi
pearson product
moment, regresi
linear berganda,
dan analisis
lokasi/ zona.
1 Terjadi perbedaan dinamika dan
struktur perekonomian yang terjadi
di masing-masing zona
pemanfaatan lahan yang tinggi,
terutama pada kawasan khusus dan
potensial.
2 Spesialisasi dan keunggulan
sektoral kabupaten masih
mengandalkan sektor pertanian
dengan angka total pertumbuhan
nasional yang merata di kabupaten
baik di zona utara, tengah, maupun
selatan.
3 Faktor pengaruh perkembangan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah,
diantaranya laju pertumbuhan
penduduk, human development
index/ IPM, Dependency Rattio,
sektor industri dan pengolahan,
sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
19
1.7. Kerangka Pemikiran
Pembangunan merupakan suatu proses mencapai kondisi yang lebih baik,
baik dalam aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya, serta aspek
pertahanan dan keamanan dimana keempat aspek tersebut saling berkaitan sama
lain. Pembangunan dalam aspek ekonomi atau sering dikenal dengan
pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dalam kurun
waktu yang panjang (terjadi perkembangan ekonomi) disertai dengan distribusi
pendapatan merata untuk setiap wilayah.
Namun kedua hal tersebut selain dipengaruhi oleh ketiga aspek yang lain
juga dipengaruhi oleh pembangunan yang memperhatikan karakter wilayah
masing-masing, seperti yang diketahui bahwa setiap wilayah memiliki karakter
yang berbeda-beda. Karakter tersebut, baik dari segi fisik/ topografi, fungsi,
maupun Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW. Sehingga terjadi
perbedaan perkembangan ekonomi baik dari dinamika perkembangan ekonomi,
tingkat perkembangan ekonomi, dan pergeseran struktur ekonomi, serta perbedaan
distribusi pendapatan regional.
Masing-masing dapat dianalisis dengan menggunakan rumus, seperti
dinamika perkembangan ekonomi menggunakan Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) dan Pendapatan per Kapita, Tingkat perkembangan ekonomi menggunakan
Tipologi Klassen, dan pergeseran struktur ekonomi menggunakan Shift-Share,
serta distribusi pendapatan regional menggunakan Theil Index. Selanjutnya untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi
wilayah dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul dilakukan
analisis model hubungan tingkat perkembangan ekonomi wilayah dengan
distribusi pendapatan regional menggunakan Korelasi Pearson, sehingga dapat
diperoleh arahan pengembangan ekonomi wilayah yang sesuai dengan karakter
wilayah yang dianalisis.
20
Aspek
Politik
Aspek
Sosial &
budaya
Aspek
Pertahanan &
Keamanan
Pembangunan
Aspek
Ekonomi Karakter Wilayah
- Fisik
- Fungsi
- RTRW (SWP)
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Perkembangan
ekonomi
meningkat
Distribusi
Pendapatan
merata
LPE & Pendapatan
per Kapita
Shift-Share
Theil Index
Tipologi Klassen
Model Hubungan Tingkat Perkembangan
Ekonomi Wilayah dengan Distribusi
Pendapatan Regional
Korelasi Pearson
9 Sektor Ekonomi:
1. Pertanian
2. Pertambangan dan Penggalian
3 Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas, & Air bersih
5. Bangunan
6.Perdagangan, Hotel, & Restoran
7. Pengangkutan & Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan, & Jasa
Perusahaan
9. Jasa-Jasa
Tingkat Perkembangan
Ekonomi Wilayah
Pergeseran
Struktur Ekonomi
Wilayah
21
1.8. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana dinamika laju pertumbuhan ekonomi tiap-tiap wilayah di
Kabupaten Bantul atas perbedaan fisik, fungsi, dan satuan wilayah
pengembangan?
2. Bagaimana tingkat perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul
atas perbedaan fisik, fungsi, dan satuan wilayah pengembangan?
3. Bagaimana pergeseran struktur ekonomi di tiap-tiap wilayah di Kabupaten
Bantul?
4. Bagaimana distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul atas;
a. Tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Bantul?
b. Perbedaan fisik/ topografi wilayah di Kabupaten Bantul?
c. Perbedaan fungsi dan/ atau struktur wilayah di Kabupaten Bantul?
d. Perbedaan Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW Kabupaten
Bantul
5. Bagaimana model hubungan tingkat perkembangan ekonomi wilayah
dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul?
a. Tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Bantul?
b. Perbedaan fisik/ topografi wilayah di Kabupaten Bantul?
c. Perbedaan fungsi wilayah di Kabupaten Bantul?
d. Perbedaan Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW Kabupaten
Bantul