1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia, sebagai sebuah negara berdaulat
berbentuk negara kesatuan, memilih sistem
pemerintahan demokrasi untuk mencapai tujuan
bernegara. Selama puluhan tahun, Indonesia masih
mencari dan memformulasi serta mengartikan
sistem demokrasi secara luas dan
bertanggungjawab, dalam masa itu pula mengalami
dinamika dalam kehidupan berdemokrasi.
Dalam pengertian yang lebih partisipatif,
demokrasi merupakan konsep kekuasaan dari, oleh,
untuk dan bersama rakyat. Artinya, kekuasaan itu
pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan
karena itu rakyatlah yang memberikan dan
menentukan arah serta yang sesungguhnya
menyelenggarakan kehidupan bernegara.1
Salah satu implementasi demokrasi adalah
pengisian jabatan dalam suatu tatanan kenegaraan
yakni pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah(selanjutnya disebut KDH dan
WKDH). Secara normatif, Pengisian jabatan KDH
1 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Sekjen dan kepaniteraan MK RI, Jakarta: 2006.
2
dan WKDH ini diatur dalam norma publik dan non-
publik.2
Norma publik3 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah terkait pengisian pejabat
pemerintahan di daerah meliputi Pasal 18 ayat (4)
Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut
UUD 1945);4 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dengan beberapa
perubahan melalui Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008;5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
2 Norma publik dan non-publik telah menjadi perdebatan
dikalangan ahli hukum, hal ini berkaitan dengan pernyataan Kelsen yang menyebut bahwa pada dasarnya hukum merupakan
kepentingan perseorangan sehingga penggolongan hukum publik
dan non-publik tidaklah benar. Akan tetapi, menurut L.J. van
Apeldoorn bahwa kepentingan umum(yang diatur oleh hukum
publik) dan kepentingan khusus(yang diatur dalam hukum non-
publik) dapat digolongkan meskipun tidak secara hitam-putih karena didalam hukum yang mengatur kepentingan umum
memegang peranan yang aktif terhadap segala peraturan hukum,
ia tersangkut secara aktif pada segala hukum sehingga keduanya sejalan. (lebih lanjut lihat L.J. van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum,Pradnya Paramitha, Jakarta: 2008. Hal 171-174). 3 Norma publik adalah peraturan-peraturan hukum yang obyeknya adalah kepentingan- kepentingan umum dan yang karena itu, soal
mempertahankannya dilakukan oleh pemerintah.( L.J. van Apeldoorn.,Ibid. Hal 174). 4 Perubahan kedua atas UUD 1945 yang menyatakan “ Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” 5 Sebelumnya telah muncul beberapa Peraturan Perundangan
terkait hal ini yaitu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dalam TAP MPRS tanggal 5 Juli 1966 No.
XI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-luasnya
kepada Daerah; Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah; Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI; untuk melaksanakan ketetapan MPR tersebut dibentuklah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
3
yang disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik;
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan
Pemberhentian KDH dan WKDH. Peraturan
Perundang-undangan tersebut ditindaklanjuti
dengan beberapa Peraturan Komisi Pemilihan
Umum(selanjutnya disebut PKPU) sebagai contoh
PKPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum KDH
dan WKDH; PKPU Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil
Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan
Umum KDH dan WKDH oleh Panitia Pemilihan
Kecamatan, Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota, dan Komisi Pemilihan Umum
Provinsi, serta Penetapan Calon Terpilih,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pelantikan.
Sementara, norma non-publik6 terdapat dalam
Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga masing-
masing partai politik ; pedoman teknis yang sengaja
dibuat oleh partai politik untuk keperluan
Pemerintahan Daerah; UU No. 22 Tahun 1999 disempurnakan
menjadi UU No 32 Tahun 2004, lebih lanjut lihat : Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Sinar
Grafika, Jakarta: 2010. 6 Norma non-publik adalah peraturan-peraturan hukum yang obyeknya adalah kepentingan khusus dan yang soal akan
dipertahankannya atau tidak diserahkan kepada yang berkepentingan(Pradnya Paramitha, Jakarta: 2008. Hal 174).
Norma ini dibuat oleh organisasi maupun institusi yang
keberlakuannya kedalam.
4
rekrutmen calon KDH dan WKDH yang akan
dicalonkan melalui partai politik bersangkutan.
Teknis Tahapan Pemilihan KDH dan WKDH dibagi
dalam dua tahap yaitu masa persiapan dan tahap
pelaksanaan. Masa persiapan meliputi
pemberitahuan oleh DPRD kepada Kepala Daerah
dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan
Kepala Daerah bersangkutan, penetapan tata cara
dan jadwal pelaksanaan Pemilihan Umum KDH dan
WKDH, pembentukan perangkat Pemilihan Umum
KDH dan WKDH (Panitia pengawas, PPK, PPS dan
KPPS), Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
Sedangkan tahap pelaksanaannya sendiri meliputi
penetapan daftar pemilih ( DPT ), Pendaftaran dan
penetapan calon KDH dan WKDH, kampanye,
pemungutan suara, penghitungan suara dan
penetapan, pengesahan serta pelantikan calon KDH
dan WKDH terpilih.7
Pemilihan Umum KDH dan WKDH secara
langsung telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga
saat ini, selama kurang lebih 7 tahun
pelaksanaannya di Indonesia terdapat problematika
secara umum a.l: pragmatisme partai politik dalam
rekrutmen pasangan calon yang lebih
mengedepankan kepemilikan modal;8 kemunculan
program-program oleh calon incumbent menjelang
7 UU No 32 tahun 2004, pustaka pelajar, Jogjakarta: 2005. Lebih
lanjut tata cara pelaksanaan diatur oleh KPUD dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. 8 Amril Amarullah, Tujuh Rekomendasi RAKORNAS PDIP, Vivanews.com, 6 Agustus 2010
5
Pemilihan KDH dan WKDH; banyaknya realisasi
program pemerintah menjelang Pemilihan KDH dan
WKDH;9 Penggunaan dana APBD oleh pasangan
calon incumbent untuk pembiayaan kampanye;
money politics dengan biaya sendiri oleh pasangan
calon bukan incumbent;10 penetapan Daftar Pemilih
Tetap(DPT) yang bermasalah oleh KPU; rendahnya
netralitas Pegawai Negeri Sipil;11 rendahnya tingkat
partisipasi pemilih; serta penggunaan hak pilih
berkali-kali.12
Problematika yang terjadi secara nasional muncul
pula dalam pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga
tahun 2011 a.l: penolakan oleh DPP PDIP atas
usulan pasangan calon dari DPC PDIP;13 Pencalonan
salah satu kader senior GOLKAR yaitu Rosa Maria
Delima Sri Darwanti, SH, M. Si oleh partai politik
lain; pelanggaran terhadap ketentuan teknis
penyusunan DPT; pelanggaran terhadap ketentuan
kampanye; laporan dugaan money politic; laporan
dugaan pelanggaran tata cara pemungutan suara;
serta rendahnya tingkat partisipasi masyarakat
9 Awasi Pilkada, Bawaslu gandeng KPK, vivanews.com, 18 Februari
2010. 10 Pipiet T. N & Syahrul A, MK:Sistem Pilkada Suburkan Money Politic, Vivanews.com, 3 Feb 2012 11 Arif B. A &, Moh. Adam, Ini Biang Semua Sengketa Pemilu dan Pilkada, Vivanews.com, 21 Feb 2012 12 Maryadie, Kalah, Enam Kandidat Minta Pilkada Ulang,
Vivanews.com, 29 Oktober 2008 13 DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang
metro. 7 Januari 2011
6
dalam pengawasan proses pelaksanaan Pemilihan
KDH dan WKDH.14
Dari problematika hukum yang muncul dalam
Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga 2011
menarik untuk dikaji dengan parameter Pemilihan
KDH dan WKDH yang demokratis yang
dikemukakan oleh Joko J. Prihatmoko,15 bahwa
parameter untuk mengamati terwujudnya Pemilihan
KDH dan WKDH yang demokratis adalah
terpenuhinya asas penyelenggaraan Pemilu yang
tertuang dalam PP No. 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan
Pemberhentian KDH dan WKDH yaitu : (1)
Langsung; (2) Umum; (3) Bebas; (4) Rahasia; (5)
Jujur; (6) Adil.16
Topo Santoso dari tim peneliti PERLUDEM
mengemukakan 15 standar penyelenggaraan
Pemilihan Umum yang demokratis berdasarkan
sumber utama standar internasional pemilu
demokratis yakni berbagai deklarasi dan konvensi
internasional maupun regional. Berdasarkan
dokumen-dokumen tersebut, dirumuskan 15 aspek
pemilu demokratis, yaitu penyusunan kerangka
hukum; pemilihan sistem pemilu; penetapan daerah
pemilihan; hak untuk memilih dan dipilih; badan
penyelenggara pemilu; pendaftaran pemilih dan
14 Tim Panwaslu, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Salatiga tahun 2011,Panwaslu, Salatiga 2011. 15 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2005. 16 Loc. cit. hal 206 – 208.
7
daftar pemilih; akses kertas suara bagi partai politik
dan kandidat; kampanye pemilu yang demokratis;
akses ke media dan kebebasan berekspresi;
pembiayaan dan pengeluaran; pemungutan suara;
penghitungan dan rekapitulasi suara; peranan wakil
partai dan kandidat; pemantauan pemilu;
kepatuhan terhadap hukum; dan penegakan
peraturan pemilu.17
Berdasarkan asas serta standar internasional
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang demokratis
dapat dikaji problematika hukum yang muncul
dalam Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga
tahun 2011 dengan perspektif tersebut sehingga
menjadi suatu bahan evaluasi terhadap
penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH di Kota
Salatiga.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, beberapa
permasalahan yang akan diteliti antara lain sebagai
berikut.
1. Apa saja problematika hukum yang muncul
dalam Pemilihan KDH dan WKDH di Kota
Salatiga tahun 2011?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi
problematika-problematika, sebagaimana
dimaksud dalam poin (1) dalam penyelenggaraan
17 Topo Santoso, dkk., Penegakan Hukum PEMILU – Praktik PEMILU 2004, Kajian PEMILU 2009-2014, Tim PERLUDEM, Jakarta: 2006.
8
Pemilihan KDH dan WKDH di Kota Salatiga tahun
2011?
3. Bagaimana solusi atas problematika hukum
Pemilihan KDH dan WKDH di Kota Salatiga
2011?
C. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian berkaitan Pemilihan Umum
KDH dan WKDH telah ditulis Ciptono dalam tesis
berjudul Problem Konstitusionalitas Pemilihan
Umum Kepala Daerah Secara Langsung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
– Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-
073/PUU-II/2004. Tesis ini fokus membahas
pertimbangan hakim konstitusi dalam putusan
Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Pemilihan
Umum KDH dan WKDH secara langsung.18 Selain
tesis tersebut terdapat penelitian lain yang
dilakukan oleh Yanuar Arjuna dalam skripsi
berjudul Implementasi Tugas dan Wewenang Desk
Pemilihan KDH dan WKDH – Studi Kasus
Pelaksanaan Pemilihan KDH dan WKDH Langsung
di Salatiga. Skripsi ini membahas bagaimana Desk
Pemilihan KDH dan WKDH dalam menjalankan
tugas dan wewenang, apakah terdapat benturan
antara Desk Pemilihan KDH dan WKDH dengan
18 Ciptono, Problem Konstitusionalitas Pemilihan Umum Kepala Daerah Secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 – Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072 073/PUU-II/2004, Tesis, PPs-UKSW, Salatiga: 2010.
9
KPUD?19 Sementara itu, Seto Herwandito pernah
melakukan penelitian terkait Pemilihan KDH dan
WKDH Kota Salatiga tahun 2006 dengan judul
Political Marketing: Studi pada Pemilihan KDH dan
WKDH Salatiga 2006. Dalam penelitian tersebut Seto
membahas kemenangan Totok Mintarto-John
Manoppo dari perspektif political marketing.20
Sementara, penelitian mengenai problematika
hukum Pemilihan Umum KDH dan WKDH di
Salatiga khususnya tahun 2011 belum pernah
dilakukan penelitian secara menyeluruh berkaitan
dengan asas-asas penyelenggaraan Pemilihan Umum
KDH dan WKDH yang demokratis.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan
dalam bidang hukum ketatanegaraan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu
bahan kajian hukum untuk pembuatan suatu
model ideal dari penyelenggaraan Pemilihan KDH
dan WKDH.
19 Y Arjuna, Implementasi Tugas dan Wewenang Desk Pilkada Studi Kasus Pelaksanaan Pilkada Langsung di Salatiga, Skripsi, FH
UKSW, Salatiga: 2008. 20 S Herwandito, Political Marketing: Studi pada Pilkada Salatiga 2006, Kritis, vol. XIX. No. 1, PPs-UKSW, Salatiga: April 2007.
10
E. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi problematika yang muncul
dalam Pemilihan KDH dan WKDH di Kota
Salatiga tahun 2011.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya problematika hukum Pemilihan KDH
dan WKDH di Kota Salatiga tahun 2011.
3. Merumuskan solusi metode menyelesaikan
problematika hukum dalam Pemilihan KDH dan
WKDH di Kota Salatiga tahun 2011.
F. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
problematika hukum Pemilihan Umum KDH dan
WKDH adalah segala perbuatan hukum yang
menyimpang, bertentangan, atau melanggar
peraturan perundang-undangan pemilu dalam
proses pelaksanaan pemilu, termasuk adanya pihak
yang merasa dirugikan dalam proses pelaksanaan
pemilu.21
G. Kerangka Teori
Teori Berlakunya Hukum, Pembahasan
mengenai keberlakuan hukum sebagai suatu sistem
yang dipengaruhi oleh sub-sistem lainnya
menjadikan hukum(normatif) tidak berlaku secara
21 Topo Santoso, dkk., Penegakan Hukum PEMILU – Praktik PEMILU 2004, Kajian PEMILU 2009-2014, Tim PERLUDEM, Jakarta: 2006.
11
absolut melainkan keberlakuaannya dipengaruhi
sub-sistem politik, ekonomi, sosial dan sub-sistem
lain yang mungkin muncul dalam kaitannya dengan
sistem Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga
tahun 2011.
Teori Negara Hukum dan Negara Hukum
Pancasila, Pembahasan mengenai Pemilihan Umum
dalam sebuah negara mencakup sistem hukum
sebagai dasar pelaksanaan Pemilihan Umum.
Konsep negara hukum sendiri memberikan landasan
filosofis dari negara yang anti-otoritarianisme dan
berpihak pada negara demokrasi konstitusional
seperti diungkapkan Cicero: “Omnes legume servi
sumus ut liberi esse posimus”(kita semua harus
tunduk kepada hukum jika kita tetap ingin hidup
bebas)22, ungkapan tersebut merupakan ungkapan
mengenai konsep negara hukum (Rechstaat) yang
dianut banyak negara termasuk Indonesia dimana
kebebasan masyarakat tercipta dengan adanya
hukum dan hukum merupakan dasar dari segala
tindakan masyarakat.
Lebih lanjut dibawah akan dikemukakan
konsep-konsep dalam negara hukum Pancasila yang
melandasai pemikiran kaitannya dengan Pemilihan
Umum KDH dan WKDH.
Teori Demokrasi Konstitusional, dalam konsep
negara hukum modern banyak negara kemudian
22 Ungkapan Cicero yang dikutip oleh Munir Fuady dalam bukunya M. Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Refika Aditama, Bandung:
2009. Hal 1.
12
meninggalkan sistem otoritarianisme yang berpusat
pada kekuasaan penguasa. Negara modern banyak
menganut sistem demokrasi konstitusional dimana
konstitusi menjadi dasar dalam sistem
ketatanegaraan suatu negara.
Perkembangan pemikiran tentang demokrasi
berkembang dari masa ke masa, yang pada akhirnya
memunculkan suatu konsep demokrasi
konstitusional atau konstitusionalisme. Konsep ini
memberikan peranan kepada eksekutif untuk
menjalankan pemerintahan berdasarkan konstitusi
yang telah dibuat oleh rakyat melalui perwakilan
parlemen sehingga pembatasan kekuasaan eksekutif
dapat dijangkau oleh rakyat. Hal ini berarti dalam
suatu negara hukum menghendaki adanya
supremasi konstitusi. Supremasi hukum disamping
merupakan konsekuensi dari konsep negara
hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan
demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi.23
Pemilihan Umum KDH dan WKDH merupakan
salah satu alat terwujudnya demokrasi
konstitusional atau dalam negara Indonesia disebut
demokrasi Pancasila yang dicitakan sehingga lebih
lanjut akan dibahas mengenai negara demokrasi
Pancasila kaitannya dengan Pemilihan KDH dan
WKDH.
23 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Sekjen dan kepaniteraan MK RI, Jakarta: 2006. Hal 152-162.
13
Teori Pemerintahan Daerah, sistem
ketatanegaraan Indonesia menganut negara
kesatuan(unitary) sejak diproklamasikan 17 Agustus
1945, hal ini berarti Negara Indonesia tidak
menerapkan sistem negara serikat(federasi). Meski
Negara Indonesia menganut sistem negara kesatuan,
hadirnya pemerintahan dalam cakupan yang lebih
sempit(pemerintahan daerah) tidak serta merta
merubah sistem ketatanegaraan Indonesia. Alasan
hadirnya pemerintahan daerah dikemukakan oleh
Umbu Rauta yaitu:24
1. Perwujudan fungsi negara modern, yang lebih
menekankan pada kesejahteraan umum(welfare state) sehingga diperlukan campur tangan
pemerintah yang lebih luas hingga ke ranah lokal.
2. Pemencaran kekuasaan negara (dispersed of power)
dari tingkatan suprastruktur hingga infrastruktur.
3. Dari perspektif manajemen pemerintahan, adanya
kewenangan yang diberikan kepada daerah yaitu
keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan
mengurus pemerintahannya, merupakan
perwujudan dari adanya tuntutan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat demi
mewujudkan kesejahteraan umum.
Dalam pembahasan mengenai Pemilihan
Umum KDH dan WKDH teori pemerintahan daerah
membahas dari perspektif historis konsep
pemerintahan daerah yang pernah
diimplementasikan di Indonesia dari masa ke masa
yang pada akhirnya melandasi proses Pemilihan
KDH dan WKDH secara langsung.
24 Umbu Rauta, Bunga Rampai hukum Tata Negara Indonesia, FH-
UKSW, Salatiga: 2000.
14
Teori Pengisian Jabatan, Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah merupak suatu jabatan politik
yang pergantiannya memiliki siklus periodik. Sistem
pengisian jabatan politik ini merupakan suatu
fenomena yang pasti terjadi dalam suatu birokrasi
pemerintahan. Pengisian terkait jabatan publik (dan
atau politis) sebagai KDH dan WKDH pun tak lepas
dari sistem pengisian jabatan ini. Sistem pengisian
jabatan KDH dan WKDH tersebut dibagi menjadi
dua bagian besar yakni penunjukan langsung dan
sistem pemilihan. Sedangkan sistem pemilihan
sendiri dibagi lagi dalam sistem pemilihan melalui
perwakilan dan pemilihan langsung.25
Dalam studi ilmu politik, dikenal dua model
dalam rekrutmen politik,26 yakni sistem terbuka dan
sistem tertutup. Dalam sistem terbuka, semua
warga negara yang memenuhi syarat tertentu (umur,
kemampuan/kecakapan, dan pendidikan)
mempunyai peluang yang sama untuk mengisi
jabatan politik. Sementara, dalam sistem tertutup,
pengisian jabatan politik hanyalah melibatkan
sekelompok kecil kalangan elite.27
25 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2005. Hal 102-106. 26 Menurut Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar,
Jogjakarta:2004, Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan politik dalam sebuah negara, agar sistem politik dapat
memfungsikan dirinya dengan sebaik-baiknya, guna memberikan
pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. 27 Mosche Czudnowski, Political Recruitment, dalam fredderick
Greenstein-Nelson W. Polsby, Handbook of Political Science, Vo 2, dalam Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2005.
15
Dibawah ini dibahas mengenai teori pengisian
jabatan publik yang mendasari dipilihnya Pemilihan
Umum KDH dan WKDH secara langsung oleh
rakyat. Dibawah ini juga diberikan diagram
pemetaan penggunaan teori hukum dalam analisa
problematika hukum yang muncul dalam Pemilihan
Umum KDH dan WKDH Kota Salatiga tahun 2011.
16
Diagram alir 1. Bagan penggunaan teori Hukum
Pemilu KDH dan WKDH
Problematika
Hukum
SOLUSI
Netralitas
PNS
Partai
Politik
Pemilih
Penyelenggara
Pasangan
Calon
Teori keberlakuan Hukum; neg.hukum
dan neg.hukum Pancasila; demokrasi;
pem.daerah; pengisian jabatan
Teori keberlakuan Hukum; neg.hukum
dan neg.hukum Pancasila; demokrasi;
pem.daerah; pengisian jabatan
Teori keberlakuan Hukum; neg.hukum
dan neg.hukum Pancasila; demokrasi;
pem.daerah; pengisian jabatan
Teori keberlakuan Hukum; neg.hukum
dan neg.hukum Pancasila; demokrasi;
pem.daerah; pengisian jabatan
Teori keberlakuan Hukum; neg.hukum
dan neg.hukum Pancasila; demokrasi;
pem.daerah; pengisian jabatan
17
H. Metode Penelitin
1. Tipe Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, tesis ini
merupakan penelitian “fact-finding” dan
penelitian “problem-solution”28. Lebih lanjut,
penelitian ini mengacu pada penelitian sosiologis
untuk mengidentifikasi problematika hukum
dengan metode wawancara yang dilakukan pada
beberapa tokoh politik (Ketua Parpol maupun
pengurus), Panitia Pemilihan Umum KDH dan
WKDH, penyelenggara dalam hal ini KPU, serta
Bawaslu. Selain itu pula dilakukan studi pustaka
dengan menelaah laporan pertanggungjawaban
KPU dan Panwaslu. Acuan penelitian normatif
juga digunakan karena dalam penelitian ini
meneliti mengenai asas-asas hukum
penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH yang
demokratis, sehingga lebih tepat bila penelitian
ini disebut penelitian yuridis-sosiologis.
2. Pendekatan Masalah
Merujuk pada Soentandyo Wignjosoebroto
yang membagi penelitian nondoktrinal dengan
beberapa pendekatan, maka dalam ini dilakukan
pendekatan makro teori struktural-fungsional29.
Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan
28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press,
Jakarta: 1942. 29
Soentandyo Wignjosoebroto(Ragam-ragam Penelitian Hukum)
dalam buku metode penelitian hukum;konstelasi dan refleksi, JHMP-FHUI editor Sulistyowati Irianto & Sidharta, Jakarta: 2009.
18
sebagai suatu gejala empiris yang teramati di
alam nyata.
“Secara substansinya, hukum terlihat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris wujudnya, namun terlahir secara sah, dan bekerja dengan hasil yang mungkin saja efektif akan tetapi
mungkin pula tidak untuk memola perilaku-perilkau aktual warga masyarakat. Sementara dari segi strukturnya, hukum terlihat sebagai suatu institusi peradilan yang kerjanya mentransformasi masukan-masukan menjadi keluaran-keluaran yang dengan cara demikian mempengarui interaksi
yang terjadi di masyarakat”
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa yuridis-sosiologis dimana temuan
problematika hukum dilapangan diuraikan
berdasarkan argumentasi hukum yang dikaitkan
dengan Undang-Undang dan peraturan yang
berlaku untuk kemudian ditarik kesimpulan
dengan penalaran nondoktrinal-induktif,30 yaitu
suatu proses penalaran yang berangkat dari
suatu kalimat umum untuk tiba pada suatu
simpulan yang akan dapat menjawab suatu
pertanyaan.
I. Sistematika Penulisan
Bab II akan membahas mengenai pengertian
dan ruang lingkup Pemilihan Umum KDH dan
WKDH yang didalamnya membahas tentang sistem
hukum, teori hukum, serta asas - asas yang
30 Soentandyo Wignjosoebroto(Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian Ilmiah) dalam buku metode penelitian hukum;konstelasi dan refleksi, JHMP-FHUI editor Sulistyowati
Irianto & Sidharta, Jakarta 2009
19
digunakan dalam Pemilihan Umum KDH dan
WKDH.
Bab III akan membahas mengenai
problematika hukum Pemilihan Umum KDH dan
WKDH dimana akan diuraikan fakta dilapangan
berdasarkan hasil observasi serta telaah laporan
Pertanggungjawaban KPU dan Panwaslu berkaitan
pelanggaran yang terjadi dengan perbandingan
Undang-undang serta peraturan yang mengatur
tentang Pemilihan umum KDH dan WKDH. Bab IV
berisi saran dan kesimpulan.
20
21
22