1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut
relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa
termasuk bahasa Jawa, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau
relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang satu dengan kata satuan
bahasa lainnya.
Ilmu tentang makna dapat dijumpai dalam semantik yang merupakan salah
satu bagian penting dalam kebahasaan. Salah satu kajian semantik adalah masalah
homonimi. Homonimi (dari bahasa Latin homo yang berarti sama dan nomos yang
berarti nama) adalah dua leksem atau lebih yang wujud lahirnya (pelafalan dan
penulisan) sama namun arti leksikalnya berbeda, (Edi Subroto, 2011: 81).
Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan
sama, maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau
bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’
dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’ dan antara kata mengurus yang berarti
‘mengatur’ dan kata mengurus yang berarti ‘menjadi kurus’ (Abdul Chaer, 2006:).
2
2
Homonimi merupakan ungkapan (kata atau frasa atau kalimat) yang
bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan makna di
antara kedua ungkapan tersebut (Mansoer Pateda,2001: 211).
Sesuai dengan hasil pengamatan terhadap homonimi dalam bahasa Jawa yang
sekarang ada, dapat ditampilkan contoh-contoh sebagai berikut.
Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda
motor dari kantornya’ (saka bermakna dari) dan omah joglo duwe saka cacahe papat
‘rumah joglo mempunyai tiang berjumlah empat’ (saka bermakna tiang). Terkait
dengan contoh homonimi saka (dari atau tiang), dari segi bentuk merupakan bentuk
tunggal. Maksudnya homonimi-homonimi tersebut di atas tidak dapat dicari bentuk
yang lebih kecil atau sudah merupakan bentuk dasar. Disisi lain terdapat pula contoh
homonimi sebagai berikut. Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang
batu itu bernama Supri’ (nyekel atau memegang berarti membawa). Kawasan terminal
iki sing nyekel bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang memegang bang Jarot’ (nyekel
atau memegang berarti menguasai). Contoh hominimi nyekel atau memegang adalah
contoh homonimi yang berbentuk kompleks sehingga masih dapat dicari bentuk yang
lebih kecil lagi. Maka dalam bahasa Jawa dapat ditemui homonimi cekel atau pegang.
1. Kajian Terdahulu
“Sinomin Nomina dalam Bahasa Jawa” oleh Wahyuni (2011). Hasil
penelitian ini berisi tentang tipe-tipe pembeda sinonim nomina konkret dalam bahasa
Jawa, ciri pembeda semantik sinomin nomina dalam bahasa Jawa.
3
3
“Sistem Kesinoniman dalam Bahasa Jawa” oleh Suwadji, dkk (1992). Hasil
penelitian ini berisi tentang kesinoniman bahasa Jawa melalui pasangan-pasangan
sinonim yang ada pada kelas kata nomina, verba, ajektiva, dan kata tugas.
“Antonimi dalam Bahasa Jawa” oleh Santi Anggraeni (2014). Hasil
penelitian ini berisi tentang keantoniman Bahasa Jawa, yang mengkaji tentang
bagaimanakah bentuk antonimi, tipe antonimi, dan kelas kata antonimi dalam bahasa
Jawa.
“Polisemi dan Homonimi pada Novel Harry Potter and Prisoner of Azkaban
karya J.K.Rrowling” oleh Anah Sofianah (2013). Peneltian ini menganalisis polisemi
dan homonimi yang terdapat pada novel Harry Potter and Prisoner of Azkaban karya
J.K.Rrowling, makna yang terkandung dalam homonimi dan polisemi,
mengidentifikasi penggunaan yang dominan di antara homonimi atau polisemi yang
terdapat pada novel tersebut.
“Homonimi Terjemahan Kata Kufr terhadap Terjemahan Versi H.B Jassin
dan Mahmud Yunus” oleh Deni Wahyudin (2012). Penelitian ini berisi tentang
penerjemahan kata Kufr, analisis perbandingan atau komparatif antara terjemahan
Alqur’an versi H.B. Jassin dan Mahmud Yunus.
“Analisis Homonimi Kata Nafs dalam Al Qur’an Terjemahan Hamka” oleh
Ahmad Fauzi (2011). Penelitian ini berisi tentang ketepatan terjemahan kata Nafs
dalam Alqur’an terjemahan Hamka, serta juga menjelaskan tentang faktor
kehomonimian terhadap kata Nafs karya Hamka dalam penerjemahan Alqur’an.
4
4
Pada kajian terdahulu kajian mengenai homonimi masih terbatas, serta belum
banyak peneliti yang mengakaji homonimi dalam bahasa Jawa, peneliti mengkaji
tentang bentuk, relasi, serta jenis homonimi untuk melengkapi penelitian tentang
homonimi yang terdahulu khususnya homonimi dalam bahasa Jawa.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan pendidikan, manfaat
ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan
dijabarkan sebagai berikut.
1) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori linguistik,
khususnya homonimi bahasa Jawa.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang homonimi dalam
bahasa Jawa sehingga dapat menambah materi pelajaran. Dan menambah
penelitian linguistik, khususnya semantik Jawa.
B. Rumusan masalah
permasalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah bentuk homonimi dalam bahasa Jawa?
2) Bagaimanakah relasi homonimi dalam bahasa Jawa?
3) Apa saja jenis homonimi dalam bahasa Jawa?
5
5
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1) mendeskripsikan bentuk hoomonimi dalam bahasa Jawa.
2) mendeskripsikan relasi homonimi dalam bahasa Jawa; dan
3) mendeskripsikan jenis homonimi dalam bahasa Jawa.
D. Ruang Lingkup
Penelitian ini menganalisis homonimi dalam bahasa Jawa. Adapun masalah
yang akan dikaji mengenai bentuk homonimi, relasi homonimi dan jenis homonimi
dalam bahasa Jawa.
E. Landasan Teori 1. Pengertian semantik
Semantik (berasal dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda,
penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna
yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata
lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan
dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang
lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada
konteks tertentu (Wikipedia.org/wiki/semantik) diakses tanggal 23 april 2015.
6
6
Semantik adalah bagian dari stuktur bahasa yang berhubungan dengan makna
dari ungkapan serta sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada
umumnya (Harimurti K. 1982).
Semantik adalah bagian dari tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa
tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata (Gorys Keraf,
1982:192).
Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk
bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal
yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi,
gramatika, dan semantik (Abdul Chaer, 1990: 2).
Dari beberapa definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa semantik adalah
ilmu yang menelaah tentang makna suatu kebahasaan dan tanda baca yang
menyertainya.
2. Pengertian Homonimi
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’
dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai
‘nama sama untuk benda lain’.
Secara sematik, Verhaar (1983) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan
(berupa kata atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa
kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.
7
7
Homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola
bunyi yang sama. Karena merupakan butir leksikal yang berbeda, pasangan
berhomonimi memiliki makna yang berbeda (I Dewa Putu Wijana:2008). Beberapa
kata diucapkan persis sama tapi artinya berbeda (Chaedar Alwasilah 1987:150). Maka
homonim adalah istilah untuk kajian semantik yang yang mengacu pada adanya
kesamaan bentuk ujaran namun memiliki makna yang berbeda.
Dari beberapa uraian mengenai homonimi diatas dapat disimpulkan bahwa
homonimi adalah ungkapan yang mempunyai bentuk dan pelafalan yang sama namun
memiliki makna yang berbeda.
Sedangkan polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata) yang memiliki
makna lebih dari satu (Abdul Chaer 1990: 104). Polisemi adalah kata yang
mengandung makna yang lebih dari satu (Mansoer Pateda 2001:214). Polisemi
merupakan sebuah kata yang memiliki beberapa makna namun makna yang dimiliki
masih tercakup dalam satu cakupan arti pokok (Edi Subroto 2011:74).
Perbedaan homonimi dengan polisemi ialah homonimi bukanlah sebuah kata,
melainkan dua buah kata atau lebih yang bentuknya sama. tentu saja karena
homonimi bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda, makna-makna dalam
homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara makna satu dengan
yang lain, sedangkan makna-makna yang berpolisemi masih ada hubugannya karena
memang dikembangkan dari komponen-komponen makna dari kata-kata tersebut.
8
8
Teori tersebut bila terkait dengan homonimi bahasa Jawa dapat ditampilkan
contoh : timbang (daripada atau diukur beratnya) dan wong tua (orang tua atau
paranormal).
3. Pengertian Makna
Makna adalah arti yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan
bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak dapat
dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa
memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984). Dalam KBBI, arti merupakan
makna, maksud yang terkandung (dalam perkataan, lukisan, atau kalimat). Arti adalah
konsep atau pengertian umum sebagai hasil generalisasi terhadap segala sesuatu
(benda, peristiwa, perbuatan, hal, sifat atau kualitas, keadaan, jumlah) yang memiliki
seperangkat ciri fondamental yang sama (Edi Subroto, 2011).
Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah
disepakati bersama olah para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti
(Aminudin, 1988: 53). Terdapat tiga unsur pokok yang terdapat dalam batasan di atas
yakni makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, penentuan
hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai bahasa, dan perwujudan makna
dapat digunakan untuk menyampaikan informasi. Jadi makna adalah suatu maksut
yang terdapat di dalam bahasa itu sendiri, terutama kata-kata.
4. Kelas Kata
9
9
Kelas kata adalah pengelompokan atau penggolongan kata untuk menemukan
suatu sistem dalam bahasa.
Berikut akan di uraikan beberapa jenis kelas kata menurut (Soepomo 1979).
a. Kata benda (nomina) yaitu suatu jenis kata yang menandai atau menamai
suatu benda atau bisa diikuti dengan kata sing ‘yang’ dan kata sifat
(ajektiva).
b. Kata kerja (verba) yaitu jenis kata yang menunjukkan tindakan atau
perbuatan suatu benda, atau bisa diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan
kata sifat (ajektiva).
c. Kata sifat(ajektiva) merupakan kata yang menyatakan keadaan atau bisa
dibentuk menjadi prefiks sa ‘se’, reduplikasi, sufiks e ‘nya’.
d. Kata Tugas merupakan kata yang bisa menjelaskan atau member
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
e. Kelas kata bilangan merupakan suatu jenis kata yang menunjukkan suatu
jumlah, tingkatan, atau urutan.
Sedangkan menurut (Abdul chaer 2008) adalah sebagai berikut:
a. Nomina, ciri kelas kata nomina adalah tidak dapat didahului kata tidak,
agak, sangat, wajib, dan dapat diikuti kata sebuah, seekor, dan selembar.
10
10
b. Verba, ciri kelas kata verba adalah dapat didampingi negasi tidak, semua
adverb frekuensi (sering, jarang, kadang), kala (sudah, sedang,
lagi),keselesaian(baru, belum, sudah), dan tidak dapat didampingi kata
bilangan, adverb derajat (agak, cukup, kurang).
c. Ajektiva, ciri kelas kata ajektiva adalah dapat didampingi adverb derajat
(agak, cukup, lebih, sangat, paling), kepastian (pasti, tentu, mungkin), dan
tidak dapat didampingi adverb frekuensi (kadang, sering, jarang), jumlah
(banyak, sedikit, baru), dan kala (hendak, mau, akan).
d. Numeralia adalah kata yang menyatakan bilangan, jumlah, nomor, urutan,
dan himpunan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua pendapat mengenai
kelas kata tersebut dan mengkombinasikannya dalam menentukan bentuk
kelas kata dalam penelitian mengenai Homonimi dalam Bahasa Jawa.
5. Bentuk Homonimi
Bentuk homonimi dalam bahasa Jawa ada dua , yaitu:
a. Bentuk tunggal (morfem tunggal) yaitu bentuk yang tidak bisa dicari
bentuk yang lebih kecil dan sudah mampu berdiri sendiri
(Poedjosoedarmo, 1979: 6). Berikut adalah homonimi yang berbentuk
tunggal. Tata ‘tata’ (merapikan atau aturan), pethik ‘petik’ (mengambil
buah/ bunga atau mengambil kesimpulan/ intisari).
11
11
b. Bentuk kompleks (morfem kompleks) yaitu bentuk kata yang sudah
mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau
afiksasi (Poedjosoedarmo, 1979: 6). Berikut adalah homonimi yang
berbentuk kompleks. Mancing ‘memancing’ dengan bentuk dasar pancing
(mengail ikan atau mencari perhatian), nggarap ‘menyelesaikan’ dengan
bentuk dasar garap (menyelesaikan atau menjahili). Masing-masing kata
tersebut menujukkan kegandaan makna.
6. Relasi Homonimi
Seperti halnya sinonimi dan antonimi, maka relasi homonimi berlaku dua
arah. Di samping itu homonimi juga dapat dikelompokkan menjadi empat jenis
(Verhaar. 1983, 135-136) yaitu:
a. Homonimi antarmorfem misal bukune ‘bukunya’ (parafrasanya buku
orang itu) dan bukune ‘bukunya’ (parafrasanya buku tertentu).
b. Homonimi antarkata misal kursi ‘kursi’ yang bermakna tempat duduk dan
kursi ‘kursi’ yang bermakna kedudukan.
c. Homonimi antarfrasa misal wong pinter ‘orang pintar’ yang bermakna
orang pandai dan wong pinter ‘orang pintar’ yang bermakna paranormal.
d. Homonimi yang terjadi antarkalimat misal anake pak Bejo sing nakal iku
| Ayu ‘anaknya pak Bejo yang nakal itu | Ayu’( dengan parafrasa yang
menjelaskan yang nakal itu pak Bejo) dan anake pak Bejo | sing nakal iku
12
12
Ayu ‘anaknya pak Bejo | yang nakal itu Ayu’ (dengan parafrasa yang
menerangkan yang nakal adalah Ayu).
7. Jenis Homonimi
Di samping homonimi ada pula istilah homofoni dan homografi. Ketiga istilah
ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan
(Simpson.1979,179).
a. Homofoni adalah dua leksem yang atau lebih yang pelafalan dan
pengucapannya sama, tulisan berbeda, arti leksikalnya berbeda. Contoh:
pang dan punk, yang berbunyi persis sama namun maknanya berbeda.
pang bermakna ranting , sedangkan punk adalah sebutan untuk komunitas
orang yang ingin menunjukkan jati diri dan hidup dengan cara mereka
sendiri .
b. Homografi adalah dua leksem atau lebih yang bentuk tulisannya sama,
pelafalannya berbeda, sehingga arti leksikalnya berbeda. pethel bermakna
rajin dan pethel yang bermakna sejenis kapak mempunyai tulisan persis
sama namun bunyi berbeda dan maknanya berbeda.
F. Sumber Data
1. Data dan Sumber Data
Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan
langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 5).
13
13
Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan data tulis, data lisan sebagai
data primer sedangkan data tulis sebagai data sekunder. Data lisan berupa tuturan
yang mengandung homonimi, sedangkan data tulis berupa kata, frasa, dan kalimat
yang terdapat di artikel, buku, dsb yang membahas mengenai homonimi.
Sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa yang sekaligus tentu
saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya disebut dengan
narasumber (Sudaryanto: 1993: 35).
Dalam penelitian ini, sumber data lisan berasal dari tuturan yang mengandung
homonimi dari informan yang terpilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun
kriteria informan adalah:
a. Penutur asli bahasa Jawa.
b. Memiliki alat ucap yang lengkap.
c. Menguasai bahasa Jawa dengan baik.
d. Memiliki kemampuan bahasa Indonesia cukup baik.
e. Berusia 15 – 50 tahun.
Data tulis berupa kata, frasa, dan kalimat yang mengandung homonimi yang
terdapat pada artikel, buku, dsb yang membahas mengenai homonimi.
2. Populasi dan Sampel
Pada penelitian linguistik, populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu
dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992).
14
14
Populasi pada penelitian ini adalah semua leksikon bahasa Jawa yang
mengandung homonimi atau pengertian ganda yang terdapat pada data.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian
langsung yang mewakili atau dianggap mewakili secara keseluruhan (Edi Subroto,
1992).
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel secara selektif, sumber data, data mengarah produktif
disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini.
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian tuturan yang berupa kata atau
kalimat yang mengandung homonimi yang diperoleh dari informan. serta kata-kata
pada buku-buku refensi yang mengandung kegandaan makna yang mewakili populasi.
G. Metode dan Teknik
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat
individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 1996).
Penelitian dengan metode deskriptif semata-mata hanya berdasarkan pada
fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena yang memang secara empiris hidup
15
15
dalam diri penuturnya sehingga apa yang dihasilkan adalah paparan apa adanya
(Sudaryanto, 1992: 62). Data yang terkumpul berupa kata-kata dalam bentuk
kalimat dan bukan angka-angka. Sedangkan penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang data-datanya berwujud konsep-konsep, kategori-kategori dan bersifat
abstrak, serta metode penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain
menggunakan metode satistik (Edi Subroto, 1992).
Pada penelitian ini taraf (tingkatan) penelitiannya merupakan penelitian
deskripktif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif, yaitu peneliti mencatat dengan
teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar/foto,
catatan harian, memorandum, video tape (Edi Subroto, 1992).
Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa penelitian
deskriptif kualitatif adalah metode atau prosedur penelitian untuk menjabarkan
fenomena dan fakta-fakta dengan apa adanya dengan data yang berwujud uraian
kalimat bukan angka.
2. Alat Penelitian
Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai alat utama riset, kelenturan
sikap peneliti mampu menggapai, menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo,
2002: 35- 36).
Mampu tidaknya si peneliti membagi data secara baik menjadi beberapa unsur
mula-mula bergantung pada ketajaman intuisinya, kemudian penggunaan jeda
16
16
tertentu. Intuisi kebahasaan dapat dimengerti sebagai kesadaran penuh terhadap apa
dan bagaimananya kenyataan lingual (Sudaryanto, 1993: 31-32).
Peneliti dengan intuisi lingual atau kebahasaan, peneliti bisa bekerja secara
sertamerta menghayati bahasa yang diteliti secara utuh (Edi Subroto, 1990).
Alat bantu dalam penelitian ini berupa buku-buku referensi, alat tulis,
komputer, flashdisk, dan alat penunjang lainnya.
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dalam suatu penelitian diperlukan karena faktor metode berfungsi
untuk menentukan seorang peneliti menuju pembenaran atau penolakan hipotesisnya
atau menuntun tujuan penelitian (Sudaryanto, 1992).
Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih
dalam melaksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau
menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan
keserangkaian atau perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sampel,
teknik pemerolehan data dan analisis data (Edi Subroto, 1992).
Pengumpulan data lisan dilakukan dengan teknik simak libat cakap, yaitu
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik dasarnya menggunakan
teknik pancing yaitu si peneliti ikut serta dalam pembicaraan dengan cara memancing
lawan tutur untuk memperoleh data. Teknik yang terakhir menggunakan teknik catat
yang dilakukan langsung ketika teknik pertama atau kedua selesai digunakan, dan
17
17
dengan menggunakan alat tulis tertentu. Dengan adanya kemajuan teknologi,
pencatatan itu dapat memanfaatkan flasdisk (Sudaryanto, 1993: 133- 135).
4. Metode dan Teknik Analisis Data
1) Metode distribusional
Metode distribusional (agih) yaitu metode analisis data yang alat penentunya
unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri, (Sudaryanto, 1993: 15). Metode
distribusional (agih) digunakan untuk menganalisis bentuk homonimi dan jenis
homonimi dalam bahasa Jawa.
Teknik dasarnya yaitu teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini
digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur (Sudaryanto,
1993: 31). Teknik lanjutannya adalah teknik perluas. Perluasan itu hanya dua macam:
ke kiri (ke depan) atau ke kanan (ke belakang). Hal itu sesuai dengan sifat bahasa
yang linear (Sudaryanto, 1993:55). Kemudian teknik oposisi dua-dua digunakan
untuk menganalisis makna. Contoh:
1) Contoh bentuk homonimi
a. Bentuk tunggal: kalong
Contoh dalam kalimat: katese entek dipangan kalong ‘pepayanya habis
dimakan kelelawar’ dengan duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘uangku
berkurang sepuluh ribu untuk makan tadi’. Pada contoh diatas kalong bermakna
kelelawar pada kalimat pertama dan termasuk kedalam kelas kata benda (nomina)
karena menandai atau menamai suatu benda dan kalong yang bermakna kurang, pada
18
18
kalimat kedua termasuk kedalam kelas kata sifat (ajektiva) karena kata yang
menunjukkan keadaan. Contoh tersebut merupakan contoh bentuk tunggal, karena
tidak dapat dicari bentuk yang lebih kecil, dan mampu berdiri sendiri.
Contoh lain dalam kalimat: Simbah priksa nang puskesmas amarga gerah
waja ‘Simbah pergi ke puskesmas karena sakit gigi’ dengan Bapak ndandake waja
ning pande ‘bapak memperbaiki besi di tukang besi’. Pada contoh kalimat pertama
kata waja bermakna ‘gigi’ sedangkan kata waja pada contoh kalimat kedua bermakna
‘besi’ dan keduanya termasuk kedalam kelas kata benda (nomina) karena menandai
atau menamai suatu benda.
b. Bentuk kompleks: mancing
Contoh dalam kalimat: Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di
waduk’ dengan Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya
memicu kerusuhan’ pada contoh kalimat pertama kata mancing menunjukkan makna
‘mengail ikan’ dan mancing yang bermakna ‘memicu’ pada kalimat kedua. Kata
mancing pada contoh kalimat pertama dan kedua sama-sama merupakan kelas kata
kerja (verba) karena menunjukkan tindakan atau perbuatan. contoh tersebut
merupakan homonimi bentuk kompleks karena masih dapat dicari bentuk yang lebih
kecil. Bentuk homonimi mancing berasal dari kata pancing yang mendapat imbuhan
nasal (m). dengan demikian bentuk homonimi mancing merupakan bentuk kompleks.
19
19
Contoh lain dalam kalimat: Bapak lagi ngukuri sirahe ‘bapak sedang
menggaruk kepalanya’ dan bapak lagi ngukuri dalan ‘bapak sedang mengukur jalan’.
Pada contoh kalimat pertama kata ngukuri menunjukkan makna ‘menggaruk’
sedangkan kata ngukuri pada klimat kedua bermakna ‘mengukur’. Kata ngukuri pada
contoh kalimat pertama dan kedua merupakan kelas kata kerja (verba) karena
menunjukkan tindakan atau perbuatan. contoh tersebut merupakan homonimi bentuk
kompleks karena masih dapat dicari bentuk yang lebih kecil. Homonimi ngukuri
berasal dari dua kata berbeda yaitu kukur dan ukur yang mendapatkan imbuhan prefik
‘ng’ dan infiks ‘I’ sehingga menjadi bentuk yang sama, dengan demikian homonimi
ngukuri merupakan bentuk kompleks.
2) Jenis Homonimi
a. Homofoni:
dewe (sendiri) dan dhewe (paling)
Contoh dalam kalimat: Toni lagi makan dewe ‘Toni sedang makan sendiri
dengan Toni awake gedhe dhewe ‘Toni tubuhnya paling besar’. Pada contoh diatas
terdapat pelafalan yang sama, penulisannya berbeda dan arti leksikalnya berbeda.
Contoh lain dalam kalimat: Bapak lagi ngunjuk kopi ‘bapak sedang minum
kopi’ dan pilme lagi tak copy telu ‘pilmnya baru saya copy tiga’. Pada contoh diatas
20
20
terdapat kata kopi dan copy memiliki pelafalan yang sama, penulisan berbeda dan arti
leksikalnya pun juga berbeda, kata kopi yang bermakna jenis minuman dan copy yang
bermakna memperbanyak.
b. Homografi
Gègèr dan gêgêr
Contoh dalam kalimat: dik Raka karo Nana gègèr amarga rebutan yoyo ‘dik
Raka sama Nana ribut karena rebutan yoyo’ dengan bapak lagi ngukuri gêgêr ‘Bapak
sedang menggaruk punggung’. Pada contoh diatas penulisannya sama, pelafalan
berbeda, dan arti leksikalnya pun berbeda.
Contoh homografi lain: cêmêng dan cêmèng
Kemudian diperluas menjadi Tiyang punika ngagem busana cêmêng ‘orang
itu memakai busana hitam’ dan Aku sowan budhe ajeng nyuwun cêmèng kalih ‘saya
mengunjungi budhe akan meminta anak kucing dua’. Pada contoh diatas penulisannya
sama, pelafalan berbeda, dan arti leksikalnya pun berbeda.
2) Metode Padan
Metode padan yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang alat
penentunya diluar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan
(Sudaryanto, 1993: 13) metode padan digunakan untuk menganalisis relasi homonimi.
21
21
Teknik dasar yang digunakan adalah teknik referensi yaitu teknik yang
digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi beberapa jenis teknik
lanjutannya berupa teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Alat penentunya
referen berupa hal-hal, keadaan di luar bentuk lingual yang mempunyai makna ganda.
Contoh:
a. Homonimi antarmorfem: tukua
Contoh dalam kalimat: Tukua obat ning apotik ‘belilah obat di apotik’ dengan
Tukua sing anyar sisan ‘seumpama beli yang baru sekalian. Morfem tukua (belilah,
seumpama beli) mempunyai dua pengertian yang berbeda yakni, tukua yang
bermakna belilah menunjukkan perintah, dan tukua yang bermakna seumpama beli
menunjukkan pilihan.
Contoh lain dalam kalimat: Bukune Hendra keri ning kelas ‘bukunya Hendra
ketinggalan di meja’ dan arep sinau nanging bukune urung ana ‘mau belajar tetapi
bukunya belum ada’. Morfem bukune bermakna kepemilikan pada contoh kalimat
pertama dan morfem bukune pada contoh kalimat kedua bermkana buku tertentu.
b. Homonimi antarkata: bledug
Contoh dalam kalimat: Platarane disapu supaya ora bledug ‘terasnya disapu
agar tidak debu’ dengan Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘anak gajah yang kecil itu
sedang tidur’. Pada contoh kalimat pertama kata bledug bermakna debu, sedangkan
pada contoh kalimat kedua bledug bermakna sebutan untuk anak gajah.
22
22
Contoh lain dalam kalimat: Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? ‘nanti kalau
ibu marah bagaimana mbak?’ dan Bocah ditakoni kok mung duka wae ‘anak di tanya
kok tidak tahu terus’. Pada contoh kalimat pertama kata duka bermakna marah,
sedangkan pada contoh kalimat kedua duka bermakna tidak tahu.
c. Homonimi antarfrasa: kandhang menjangan
Contoh dalam kalimat: Bapak lagi nggawe kandhang menjangan ‘Bapak
sedang membuat kandang menjangan’ dengan Wingi ana konser ning kandhang
menjangan ‘kemarin ada konser di markas Kopasus Solo. Pada contoh pertama frasa
kandang menjangan bermakna kandang dari hewan menjangan, sedangkan pada
contoh kedua kandang menjangan bermakna sebutan untuk markas Kopasus di Solo.
Contoh lain dalam kalimat: Ibu lagi mbuang buntut urang ‘ibu sedang
membuang buntut urang’ dan Rambute adik ana buntut urange ‘rambutnya adik ada
rambut yang memanjang dibagian belakang kepala’. Pada contoh pertama frasa buntut
urang bermakna ekor udang, sedangkan pada contoh kedua buntut urang bermakna
bagian rambut yang memanjang di belakang kepala.
d. Homonimi antarkalimat
Homonimi antarkalimat dapat ditunjukan pada kalimat berikut: Bojone
tentara | sing nakal kuwi lunga ‘istinya tentara yang nakal itu | pergi’, dengan Bojone
| tentara sing nakal kuwi lunga ‘bojone | tentara yang nakal itu pergi’. Pada contoh
kalimat pertama menjelaskan bahwa yang nakal adalah istri tentara, sedangkan pada
contoh kedua menjelaskan bahwa yang nakal adalah tentaranya.
23
23
Contoh lain, Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’ pada
kalimat ini bermakna motor baru milik Kepala desa, dan Motor Lurah sing anyar
‘Motor Kepala Desa yang baru’ dapat juga bermakna motor milik kepala desa yang
baru saja di angkat.
5. Metode Penyajian Hasil Data
Metode yang digunakan untuk memaparkan hasil analisis data adalah
menggunakan metode informal, yaitu dengan bentuk penyajian data berupa uraian
berwujud kalimat-kalimat yang diikuti pemerian secara terperinci (Sudaryanto, 1993:
145).
Hasil analisis disajikan dalam bentuk rumusan yang disertai contoh-contoh
tentang penggunaan homonimi dalam bahasa Jawa. Kemudian teknik perluasan
digunakan untuk mempermudah memahami makna dari bentuk-bentuk yang
mengandung kegandaan arti dengan memperluas dalam bentuk konteks.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika merupakan cara penyajian suatu hal yang mengacu pada aturan
yang sistematis. Sistematika diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai
langkah-langkah penelitian. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Bab pertama yaitu pendahulan yang mencangkup beberapa sub bab antara
lain: a) latar belakang masalah yang berisi gambaran umum tentang topik bahasan,
telaah pustaka atau kajian pustaka, dan manfaat penelitian karya ilmiah, b) rumusan
24
24
masalah berisi tentang masalah pokok yang akan dibahas c) tujuan pembahasan berisi
tentang upaya yang di kerjakan dalam memecahkan masalah, d) ruang lingkup/
pembatasan masalah berisi tentang batatasan-batasan masalah yang akan dibahas, e)
teori berisi tentang prinsip-prinsip teori yang akan menggambarkan langkah dan arah
analisis, f) sumber data berisi tentang penentuan jumlah dan mutu data, g) metode dan
teknik berisi metode-metode serta teknik yang dipakai, h) serta sistematika penulisan.
Bab kedua Analisis Data, mengenai bentuk homonimi, relasi homonimi, dan
jenis homonimi dalam bahasa Jawa.
Bab ketiga Penutup, berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Daftar Pustaka, berisi tentang sumber-sumber data dari teori-teori yang
digunakan dalam penelitian.
Lampiran, berisi data yang dijadikan bahan penelitian dan daftar informan.
I. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian homonimi bahasa Jawa, kerangka berpikir dalam penelitian
ini di awali dengan menentukan objek-objek penelitian berupa kata-kata bahasa Jawa
yang mengandung kegandaan arti. Sampel adalah kata-kata bahasa Jawa yang
mengandung pengertian yang ganda.
Setelah melakukan pemahaman yang sungguh- sungguh, tahap selanjutnya
adalah menemukan permasalahan- permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang
25
25
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bentuk, relasi homonimi serta jenis
homonimi dalam bahasa Jawa.
Tahap selanjutnya adalah menentukan teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data, yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan
tersebut. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak,
dengan teknik dasar berupa teknik simak dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya.
Tahap akhir adalah simpulan yaitu menyimpulkan hasil dari penelitian dengan
didasarkan pada analisis bentuk homonimi, relasi homonimi, dan jenis homonimmi
dalam bahasa Jawa.
26
26
Dari sumber data tulis yaitu buku yang mengandung homonimidan data lisan dari tuturan informan
Homonimi dalam bahasa Jawa
Jenis homonimidalam bahasa
Jawa
Relasi homonimidalam bahasa
Jawa
Bentuk dan kelaskata homonimidalam bahasa
Metodedistribusional(agih) denganteknik dasar BULdan tekniklanjutannyateknik perluas
Metode padandengan teknikdasar PUP denganteknik lanjutan
Metode analisis data
Data lisan: metodecakap denganteknik cakap
Data tulis:metode simakdengan teknik
Metode pengumpulan data
27
27
Bagan 1 kerangka berpikir
Kesimpulan