1
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN FIRE-UP TERHADAP
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIK SISWA SMP 9
PAYAKUMBUH
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika
Oleh:
NUR ARIFIN
NIM. 2411.010
Dosen Pembimbing
M. Imamuddin, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal yang berjudul Penerapan Strategi Pembelajaran Fire-Up
Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Matematik Siswa SMP 9 Payakumbuh.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibunda tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan
dalam berbagai hal.
2. Bapak M. Imamuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada
mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3. Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan,
masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi Ibunda, Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini
bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk
perkembangan pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Bukittinggi, November 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................................................ 7
D. Perumusan Masalah ................................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 8
F. Defenisi Operasional ................................................................................................ 9
G. Kegunaan Penelitian................................................................................................. 10
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran Matematika..................................................................... 11
B. Strategi Pembelajaran FIRE-UP .............................................................................. 14
C. Berpikir Kritis dalam Matematika ........................................................................... 21
D. Pemahaman Konsep Matematis .............................................................................. 23
E. Pembelajaran Konvensional ..................................................................................... 24
F. Aktivitas Siswa ........................................................................................................ 29
G. Hasil Belajar Matematika ......................................................................................... 30
H. Penelitian Yang Relevan.......... ..... .............................................. ............... 32
I. Kerangka Konseptual ............................................................................................... 32
4
J. Hipotesis
……………………………………………………………………………34
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................................... 35
B. Rancangan Penelitian ............................................................................................... 35
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................ 36
D. Variabel dan Data ..................................................................................................... 41
E. Prosedur Penelitian................................................................................................... 42
F. Instrumen Penelitian................................................................................................. 46
G. Teknik Analisa Data ................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya alam yang banyak dan melimpah pada suatu negara belum
merupakan jaminan bahwa negara tersebut akan makmur, jika pendidikan
sumber daya manusianya terabaikan. Suatu negara yang memiliki sumber daya
alam yang banyak jika tidak ditangani oleh manusia yang berkualitas maka pada
suatu saat akan mengalami kekecewaan.
Upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia merupakan tugas besar
dan memerlukan waktu yang panjang. Meningkatkan sumber daya manusia tidak
lain harus melalui proses pendidikan yang baik dan terarah. Masa depan suatu
negara sangat ditentukan oleh bagaimana negara tersebut memperlakukan
pendidikan.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung
sepanjang kehidupan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yaitu:
...
Artinya : .. niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Mujadalah : 11) 1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur.an dan Terjemahnya, (Bandung : cv.Penerbit Diponegoro,
2006), hal. 434.
6
Jadi sebagai mukmin kita diwajibkan menuntut ilmu termasuk
Matematika. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua
siswa dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan di
Perguruan Tinggi. Pengajaran matematika di SD hingga SMA adalah untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika secara tepat dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut pandangan National Council of Teacher Mathematics (NCTM),
“ Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan
dapat mengerjakan Matematika akan memiliki kesempatan dan
pilihan yang banyak dalam menentukan masa depannya. Kemampuan
dalam Matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang
produktif. Lemah dalam Matematika membiarkan pintu tersebut
tertutup”.2
Sedangkan menurut Dinas Pendidikan Sumatera Barat Drs.Syamsul Rizal pada
sambutannya dalam acara pembukaan Pekan Seni Bermatematika pada 8-11
Februari 2012 di UNAND, Matematika adalah pelajaran yang penting karena
dasar bagi mata pelajaran lainnya.3
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari mulai dari
tingkat pendidikan dasar sampai ketingkat perguruan tinggi, karena matematika
sangat mempengaruhi kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi. Sebagai contoh,
dalam bidang informatika, teknik civil, elektronika, sistem perbankan dan lain-
lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman menyatakan “matematika
2 John A.Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga, 2008), cet ke-
6, h.1 3 Supadilah, “Bikin Fun dengan Matematika”, Singgalang, (Padang), 11 Maret 2012, h.A-10
7
tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu, juga untuk melayani
kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya”4. Tujuan
pembelajaran matematika tidak saja menambah ilmu pengetahuan guna
mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi juga
berguna bagi kehidupan sehari-hari dan untuk ilmu pengetahuan lainnya. Tujuan
pembelajaran matematika adalah5 :
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikana
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematik, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran matematika selain peranan guru, juga sangat
penting adanya kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung siswa dalam
pemahaman konsep. Kegiatan ini akan membantu siswa untuk memahami konsep
4 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2003), h.25 5 Sri Wardhan, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi
Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Depdiknas,2008). h.8
8
dan materi yang dipelajari dengan baik. Namun, kenyataannya di lapangan
(sekolah-sekolah), pembelajaran matematika masih jauh dari harapan dan belum
mencapai hasil yang diharapkan. Diantaranya adalah kurangnya kesiapan siswa
terhadap materi yang akan dipelajari. Hal ini akan menyebabkan siswa akan
kesulitan dalam menyerap informasi dan tidak mampu untuk merespon apa yang
dijelaskan guru.
Selain itu, pemahaman siswa terhadap konsep matematika masih rendah.
Hal ini disebabkan karena siswa kurang memanfaatkan sumber daya yang ada
untuk memperoleh informasi, seperti membaca buku, bertanya pada teman
ataupun guru. Ini dapat dilihat ketika guru memberikan kesempatan siswa untuk
bertanya, sedikit sekali siswa yang mau bertanya. Ada yang malu bertanya dan
tidak percaya diri untuk bertanya sehingga mereka menemukan kesulitan pada
saat mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Keadaan ini mengakibatkan guru
tidak mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, apakah siswa
sudah mengerti atau belum, karena siswa diam ketika ditanya dan diam ketika
disuruh bertanya.
Masalah lain yang terlihat yaitu kurangnya aktivitas belajar siswa.
Diantaranya yaitu siswa tidak mau berusaha untuk memecahkan masalah yang
ada dalam soal-soal latihan yang diberikan guru dan hanya menyalin pekerjaan
temannya tanpa berusaha mengerjakan sendiri bahkan ada yang tidak membuat
sama sekali. Mereka hanya menunggu jawaban siswa lain yang telah
9
menyelesaikan di depan kelas atau jawaban dari guru. Pelajaran akan lebih
bermakna dan bertahan lama dalam memori siswa jika mereka ikut serta
beraktivitas dalam proses pembelajaran. Sardiman mengungkapkan “tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas”.6 Jadi keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar mengajar menyebabkan pelajaran itu akan lebih bermakna bagi
siswa.
Berdasarkan keterangan dan permasalahan di atas, perlu kiranya diterapkan
pembaharuan dalam strategi pembelajaran matematika. Menurut Wina Sanjaya
“strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat di capai secara efektif dan
efisien”.7 Guru harus dapat melaksanakan strategi pembelajaran yang menarik
siswa untuk aktif dan terlibat secara mental sehingga motivasi belajar siswa akan
lebih baik, aktivitas siswa harus merupakan ciri dalam proses belajar mengajar.
Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas L. Madden, salah satu alternatif
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa aktif dan
dapat membantu siswa belajar dengan cepat dan mudah dalam proses
pembelajaran yaitu strategi pembelajaran FIRE-UP (Foundation, Intake
Information, Real Meaning, Express Your Knowledge, Use Available Recources,
Plan of Action). Strategi pembelajaran FIRE-UP merupakan proses belajar yang
6 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h.95 7 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), h.126
10
memaksimalkan efisiensi otak agar dapat menyerap informasi dan memahaminya
dengan lebih baik sehingga bisa meningkatkan hasil dan bisa mempercepat proses
belajar.
Pada strategi pembelajaran FIRE-UP ini, sebelum proses belajar mengajar
berlangsung siswa terlebih dahulu diberi tugas di rumah untuk membaca dan
mempelajari materi yang akan dipelajari sebagai pengetahuan dasar siswa
(Fondation). Hal ini dilakukan sebagai persiapan bagi siswa. Dengan adanya
persiapan, siswa tahu apa yang harus dipelajari dan dapat memfokuskan perhatian
pada informasi yang paling sesuai untuk mengurangi hal-hal yang tidak diketahui.
Ini akan diperoleh ketika guru menerangkan materi pelajaran baru dan disini
siswa akan menyerap informasi tersebut (Intake information). Agar informasi
dapat disimpan dalam memori jangka panjang maka makna yang sebenarnya
(Real Meaning) harus diberikan pada informasi itu. Makna yang sebenarnya
diciptakan ketika siswa dapat meng-”Asimilasi” atau mengaitkan informasi baru
ke dalam pengetahuan dasar yang dimiliki saat ini. Hal penting lainnya adalah
mengungkapkan pengetahuan kepada orang lain (Express Your Knowledge) dapat
melengkapi proses asimilasi. Dengan mengungkapkan pengetahuan yang baru,
kepercayaan diri siswa akan semakin bertambah. Kemudian, untuk memperluas
dan memperkuat pengetahuan, maka perlu memanfaatkan sumber-sumber daya
yang tersedia. Seperti: mentor, guru, teman, keluarga dan lain-lain. Akhirnya baru
adanya tindakan perencanaan (Plan of action).
11
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian
yang berjudul : ”Penerapan Strategi Pembelajaran FIRE-UP Terhadap
Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII di SMP 9
Payakumbuh .
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat diidentifikasi masalah:
1. Kurangnya kesiapan siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
2. Siswa tidak mampu untuk merespon apa yang dijelaskan guru.
3. Pemahaman siswa terhadap konsep matematika masih rendah.
4. Kurangnya aktivitas belajar siswa.
5. Hasil belajar matematika siswa rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka permasalahan dibatasi pada :
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VII di SMP 9 Payakumbuh
12
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah aktivitas belajar matematika siswa kelas VII SMP 9
Payakumbuh yang menggunakan Strategi Pembelajaran FIRE-UP?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP 9 Payakumbuh yang
menggunakan strategi pembelajaran FIRE-UP lebih baik dari pada hasil
belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika siswa kelas
VII SMP 9 Payakumbuh yang menggunakan Strategi Pembelajaran FIRE-
UP .
2. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP 9
Payakumbuh yang menggunakan strategi pembelajaran FIRE-UP lebih
baik dari pada hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
13
F. Defenisi Operasional
1. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat di capai secara
efektif dan efisien
2. Strategi pembelajaran FIRE-UP menitikberatkan pada usaha pengembangan
dan penyeimbangan cara memperoleh pengetahuan dengan keterampilan
berfikir atau cara kerja otak yang dilengkapi dengan alat-alat dan teknik-
teknik untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi tersebut. Strategi
pembelajaran FIRE-UP dalam penerapannya dalam proses belajar atau
pembelajaran terdapat enam langkah proses belajar yang dilakukan oleh
siswa:
a. F- Foundations (Pondasi)
b. I- Intake Information (menyerap informasi)
c. R- Real Meaning (makna yang sebenarnya)
d. E- Express Your Knowledge (ungkapkan pengetahuan anda)
e. U- Use Available Resources (manfaatkan sumber-sumber daya yang
tersedia)
f. P- Plan of Action (perencanaan tindakan)
3. Aktivitas belajar matematika adalah aktivitas yang dilakukan siswa secara
individu atau berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika
14
atau untuk menemukan konsep matematika yang mencakup keterampilan
dasar.
4. Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan
pembelajaran dan merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap
apa yang telah dipelajari. Hasil belajar yang dimaksud disini adalah hasil
belajar yang diperoleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran FIRE-UP.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi guru, sebagai alternatif dalam upaya membantu siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
2. Bagi penulis, sebagai tambahan pengalaman sebagai calon guru matematika
dimasa mendatang.
15
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Kajian teori
1. Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran adalah dua kegiatan yang berbeda (mengajar dan
belajar), tetapi antara keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya. Ahmad Sabri (2007:31) mengungkapkan:
”Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain . Belajar menunjukan apa yang harus dilakukan seseorang
sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan
mengajar menunjukan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar”
Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan
lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta konsep ataupun teori.
Sehingga proses belajar mengajar merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi
karena hasil pengalaman, sehingga dapat dikatakan terjadi proses belajar apabila
seseorang menunjukan tingkah laku yang berbeda. Perubahan itu meliputi tiga
ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan pandangan
James W Zanden dalam Ramayulis (2006:237) menyatakan bahwa belajar
16
adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen atau perubahan
kemampuan sebagai hasil dari pengalaman.
Sardiman(2003:47) mengemukakan:
“Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik dan
diartikan juga sebagai suatu akivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar mengajar. Sedangkan proses belajar
merupakan intaraksi dari berbagai faktor dalam proses mulai dari faktor
utama seperti siswa, guru dan materi belajar maupun faktor pendukung
seperti sarana dan prasarana”.
Belajar mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dan
siswa dalam pembelajaran. Dalam peristiwa tersebut terjadi hubungan timbal
balik antara guru dan siswa, dan keberhasilan guru dalam mengajar matematika
akan menyebabkan kemungkinan sebahagian besar siswanya akan berhasil pula.
Tugas seorang guru dalam pembelajaran matematika dituntut untuk
membekali peserta didiknya dengan kemampuan berfikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif. Dengan demikian yang penting dalam mengajar
bukan upaya guru menyampaikan bahan dan materi pelajaran saja, tetapi juga
bagaimana upaya guru agar siswa itu dapat mempelajari bahan sesuai dengan
tujuan, membangkitkan dan memotivasi siswa agar berinisiatif dan berperan
serta dalam proses belajar serta dapat memperoleh hasil pembelajaran yang
baik. Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika, menurut Muliyardi
17
(2003: 3) pembelajaran matematika adalah usaha membantu siswa untuk
mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip
itu terbangun kembali. Dari pendapat Muliyardi ini terlihat bahwa siswa lebih
berperan aktif, siswalah yang membangun atau mengkonstruksi pengetahuan
bagi dirinya.
Untuk itu pembelajaran lebih ditekankan kepada bagaimana upaya guru
mendorong dan memfasilitasi siswa belajar, bukan pada apa yang dipelajari
siswa. Sehingga siswa lebih banyak berperan dalam mengkontruksikan
pengetahuan bagi dirinya, dan bahwa pengetahuan itu bukan hanya hasil proses
tranformasi dari guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru hanya mendorong
dan memberikan fasilitas kepada siswa. Dalam memberikan fasilitas kepada
siswa guru diharapkan dapat menciptakan strategi pembelajaran yang sesuai dan
terjadi interaksi yang baik. Menurut Sabri (2007: 1) “Strategi dimaksudkan
sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna.”
Dengan demikian untuk menerapkan pembelajaran matematika secara
tepat tentunya harus menggunakan strategi yang baik. Strategi yang digunakan
dalam pembelajaran matematika haruslah memberikan kemungkinan seluas-
18
luasnya kepada para siswa untuk berpartisipasi aktif, berfikir atau kedua-duanya
untuk dipakai dalam belajar.
Keterlibatan siswa secara aktif tidak terlepas dari peran dan usaha guru
dalam pembelajaran siswa. Guru hanya sebagai fasilitator dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan menerapkan ide mereka
sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang cocok adalah menerapkan strategi
pembelajaran FIRE-UP yang memungkinkan siswa mengembangkan
pengetahuan dasarnya dengan menyerap informasi dari berbagai sumber
kemudian diasimilasi dengan keterangan yang diberikan guru dan pada akhirnya
mampu memberikan hasil yang memuaskan.
2. Strategi Pembelajaran FIRE-UP
Strategi pembelajaran FIRE-UP merupakan proses belajar yang
dipercepat, bukan berarti belajar lebih cepat, namun maksud sebenarnya adalah
belajar yang memaksimalkan efisiensi otak agar dapat menyerap informasi dan
memahaminya dengan lebih baik sehingga bisa meningkatkan hasil dan bisa
mempercepat proses belajar.
Menurut Thomas L. Madden (2002:11), strategi pembelajaran FIRE-UP
menitikberatkan pada usaha pengembangan dan penyeimbangan cara
memperoleh pengetahuan dengan keterampilan berfikir atau cara kerja otak
yang dilengkapi dengan alat-alat dan teknik-teknik untuk mengembangkan dan
memanfaatkan potensi tersebut. Strategi pembelajaran FIRE-UP dalam
19
penerapannya dalam proses belajar atau pembelajaran terdapat enam langkah
proses belajar yang dilakukan oleh siswa, dimana setiap huruf dari F-I-R-E-U-P
mewakili masing-masing keenam langkah tersebut, yaitu:
a. F- Foundations (Pondasi)
Pondasi adalah pengetahuan dasar siswa. Sebelum materi dijelaskan oleh
guru, siswa diberikan tugas untuk membaca, memahami, dan mencari
informasi tentang materi tersebut dari berbagai sumber sebagai dasar
pengetahuan awal siswa dan persiapan untuk menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru.
Dengan pemberian tugas sebagai pengetahuan dasar ini, siswa dapat
menyerap informasi yang disampaikan guru dengan baik. Karena ketika guru
menyampaikan informasi baru, maka otak akan membuka file-file yang
memiliki informasi serupa (Madden (2002: 73). Sehingga siswa dapat
berkonsentrasi dan tidak merasa asing dengan informasi yang disampaikan
guru.
b. I- Intake Information (menyerap informasi)
Dalam proses pembelajaran siswa akan menyerap atau menangkap informasi
yang disampaikan guru saat menjelaskan pelajaran.
20
Ada 5 gaya menyerap informasi yang sifatnya tradisional (Madden,
2002:143) adalah :
1) Indera penglihatan (Visual); kebutuhan untuk melihat apa yang
dipelajari.
2) Indera pendengaran (Auditori); kebutuhan untuk mendengar apa
yang dipelajari atau apa yang diajarkan guru.
3) Indera peraba (Kinestetis); kebutuhan untuk menyentuh atau
mengalami sesuatu yang dipelajari.
4) Indera penciuman (Olfaktori); kebutuhan untuk mencium atau
membau sesuatu yang dipelajari.
5) Indera pengecap (Gustatori); kebutuhan untuk merasakan sesuatu
yang dipelajari.
Dari kelima indera tesebut yang paling sering digunakan adalah indera
penglihatan, pendengaran, dan peraba. Dalam hal ini Silberman (2006:28)
mengatakan ada 3 gaya belajar, adalah;
1) Visual; siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat
orang lain melakukannya, mereka menyukai penyajian informasi
yang runtut dan suka menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.
2) Auditori; siswa mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan
mengingat, mereka dalam belajar mungkin banyak bicara dan mudah
teralihkan perhatiannya oleh kebisingan.
3) Kinestetik; peserta didik kinestetik belajar terutama dengan melihat
langsung dalam kegiatan dan mengerjakan sesuatu.
Dalam penyerapan informasi masing-masing siswa akan berlaku sesuai
dengan gaya belajar yang mereka senangi, namun tujuan sama untuk
mendapatkan informasi yang baru dari apa yang mereka lakukan.
Mendengar merupakan proses penyerapan materi, oleh karena itu
seorang anak didik harus konsentrasi dalam proses penyerapan materi
21
sehingga tidak terjadi kebingungan dalam memahami materi ajar. Proses
penyerapan materi ini sangat menentukan sekali keberhasilan dalam
pengajaran.
c. R- Real Meaning (makna yang sebenarnya)
”Untuk menyimpan informasi dalam memori jangka panjang dan di
tempat yang mudah diakses, Makna yang Sebenarnya harus
diberikan kepada informasi. Makna yang Sebenarnya diciptakan
ketika siswa dapat meng-”Asimilasi” atau menggabungkan informasi
baru dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki”. (Madden,
2002:187)
Dalam pembelajaran siswa dapat mengembangkan dan mengasimilasi
(mengaitkan) informasi baru dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki
oleh siswa. Dalam proses asimilasi untuk mengukur kemampuan siswa,
maka guru memberikan latihan, dengan beberapa referensi asimilasi yang
dapat digunakan dalam mempelajari informasi baru (Madden, 2002:191),
yaitu :
1) Kesamaan; siswa mengasosiasikan pelajaran yang baru diterimanya
dengan hal-hal yang telah diketahuinya.
2) Berlawanan; siswa menantang dan mempertanyakan apa yang kurang
dipahaminya.
3) Sistematis; siswa secara logis menyusun langkah-langkah secara teratur
dan berurutan untuk memecahkan soal tersebut.
d. E- Express Your Knowledge (ungkapkan pengetahuan anda)
22
”Ketika seseorang memberitahu orang lain bahwa dia tahu, berarti dia juga
memberi tahu diri sendiri apa yang sebenarnya dia ketahui dan apa yang
tidak dia ketahui”. (Madden, 2002:207)
Dengan adanya pengungkapan apa yang dipahami tentang sesuatu kepada
orang lain secara tidak langsung akan menambah pemahaman seseorang
terhadap apa yang disampaikan tersebut, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman. Selain itu dengan berbagi informasi dengan
orang lain, mereka mungkin punya informasi yang diperlukan untuk mengisi
kekosongan informasi. Informasi tersebut mungkin ada dalam teks yang
sedang dipelajari, tapi mungkin pula tidak. Pada dasarnya itu adalah
informasi tambahan.
e. U- Use Available Resources (manfaatkan sumber-sumber daya yang
tersedia)
”Sumber daya yang tersedia itu bisa mentor, rekan kerja, kerabat, guru, atau
teman. Mereka bisa saja masih hidup, tetapi bisa pula seorang tokoh dalam
sejarah atau bahkan tokoh fiktif”. (Madden, 2002:263)
Saat siswa berbagi informasi dengan orang lain, mereka mungkin bisa
memberikan masukan dan tambahan terhadap informasi yang disampaikan
siswa tersebut jika dirasa masih ada kekurangannya. Masukan itu juga dapat
berasal dari guru jika saat presentasi dipandang siswa ada yang masih kurang
23
tepat dan ada kekeliruan dalam menyampaikan informasi tersebut. Sumber-
sumber lain dapat juga dari berbagai media massa seperti; buku-buku dan
internet sebelum siswa mengungkapkan informasi tersebut, sehingga dapat
memperkuat dan memperluas pengetahuan siswa.
Salah satu pemberdayaan sumber daya yang ada adalah dengan
kehadiran teman, dengan teman siswa dapat berbagi dan saling memberi dan
menerima informasi. Pemberdayaan sumber daya yang ada tidak hanya pada
teman saja tetapi juga bisa dilakukan dalam keluarga atau famili. Contohnya
saja jika ada salah seorang keluarga yang sangat paham ataupun sudah
bergelut dalam dunia matematika, tentu dia akan membantu bagi
keluarganya untuk penguasaan materi ajar yang berhubungan dengan bidang
matematika tersebut.
f. P- Plan of Action (perencanaan tindakan)
“Perencanaan tindakan merupakan suatu proses menetapkan cara mencapai
suatu tujuan yang diinginkan dan apa yang akan diperlukan untuk
melakukannya”. (Madden, 2002:308)
Berdasarkan kutipan di atas rencana tindakan yang akan dilakukan
dalam strategi pembelajaran FIRE-UP ini adalah :
1) Tahap Foundations (pondasi)
24
Pada tahap ini, siswa diberikan tugas membaca buku sumber yang
mereka punya dan mengerjakan beberapa soal sebagai pengetahuan
dasar (pondasi) yang dikerjakan di rumah, sebelum materi pelajaran
tersebut diajarkan oleh guru.
2) Tahap Intake Information (menyerap informasi).
Sewaktu guru menjelaskan materi pelajaran, siswa menyerap informasi
yang diberikan oleh guru dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran, dan kinestetis.
3) Tahap Real Meaning (makna yang sebenarnya).
Pada tahap ini, siswa mengembangkan dan mengaitkan (mengasimilasi)
informasi baru yang telah diterimanya ke dalam pengetahuan dasar yang
dimilikinya. Dalam proses asimilasi untuk mengukur kemampuan siswa,
maka guru memberikan latihan tentang materi yang diajarkan.
4) Tahap Express Your Knowledge (ungkapkan pengetahuan anda).
Pada tahap ini proses pengungkapan pengetahuan dilakukan oleh siswa
ketika mereka mengadakan diskusi dalam kelompok masing-masing
tentang latihan yang diberikan guru. Dalam diskusi siswa akan saling
berbagi pengetahuan dengan temannya tentang apa yang diketahui dan
25
yang tidak ketahui. Kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusinya
di depan kelas.
5) Tahap Use Available Resources (manfaatkan sumber-sumber daya yang
tersedia).
Ketika siswa mempresentasikan di depan kelas, mereka mungkin
membutuhkan informasi untuk mengisi kekosongan informasinya.
Sehingga, siswa dapat memanfaatkan sumber-sumber daya yang tersedia
yaitu teman, buku dan guru.
3. Berpikir Kritis dalam Matematika
Sesuai dengan perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi yang semakin canggih, menjadi orang pintar saja belum cukup.
Dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis agar mampu menghadapi
persaingan ke depan. Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti,
bermain logika, dan mencari alternatif imajinatif dari ide-ide konvensional,
memberi anak-anak muda sebuah rute yang jelas di tengah carut marut pemikiran
pada zaman tekhnologi saat ini.
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat
keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau
melakukan sesuatu. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang
penuh kesadaran dan mengarah kepada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis
26
adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya
memungkinkan seseorang untuk mengambil keputusan.8 Berpikir kritis tidak sama
dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan memiliki
banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis.
Jadi, berpikir kritis adalah proses berpikir dengan menggunakan logika dan
proses pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide atau
gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih,
mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna
sehingga menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi.
Berpikir kritis memiliki beberapa indikator. Ennis memiliki suatu konsep
tentang berpikir kritis. Menurut Ennis terdapat 12 indikator kemampuan berpikir
kritis yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas, yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), yang meliputi
memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.
2. Membangun keterampilan dasar (basic support), yang meliputi
mempertimbangkan suatu sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan
hasil observasi.
3. Menyimpulkan (inference), yang meliputi membuat deduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi dan mempertimbangkan
hasil induksi, membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.
4. Memberikan penjelasan lanjut (advanced clarification), yang meliputi
mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, mengidentifikasi
asumsi
5. Mengatur strategi dan teknik (strategics and tactics), yang meliputi
memutuskan suatu tindakan, berinteraksi dengan orang lain.9
8 Robert Ennis, Critical Thinking. (New Jersey,Prentice Hall, Universitty Illions. 1995)
9 Robert Ennis, Critical Thinking. (New Jersey,Prentice Hall, Universitty Illions. 1995)
27
Jadi, indikator berpikir kritis yang digunakan dalam proposal ini adalah
indikator berpikir kritis menurut Ennis, yang telah dikelompokkan menjadi lima
besar aktivitas.
4. Pemahaman Konsep Matematis
Dalam KTSP tahun 2006 untuk SMP, disebutkan bahwa standar kompetensi
mata pelajaran matematika SMP terdiri dri empat aspek yaitu bilangan, aljabar,
geometri dan pengukuran serta peluang dan statistika. Kecakupan dan kemahiran
matematika yang diharapkan dalam pembelajaran matematika yang mencakup
keempat aspek tersebut di atas adalah mencakup pemahaman konsep, prosedur,
penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah serta menghargai kegunaan
matematika. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya.berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah dipaparkan
sebelumnya dan pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
dalam matematika merupakan salah satu hal penting dan mendasar yang harus
dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika, maka siswa perlu diaktifkan
untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman matematika mereka.10
Konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab
akibat.suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan
10
The Cockcroft Report, 1982: chapter 17)
28
menjadi dasar bagi konsep-konsep selanjutnya. Hal ini menyebabkan pemahaman
terhadap suatu konsep menuntut pemahaman konsep yang lebih tinggi.
Ciri-ciri siswa yang sudah menguasai konsep adalah:
a. Mengetahui ciri-ciri suatu konsep
b. Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut
c. Mengenal sejumlah sifat-sifat esensinya
d. Dapat menggunakan hubungan antar konsep
e. Dapat mengenal hubungan antar konsep
f. Dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi
g. Dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah matematika
h. Khusus dalam geometri, dapat mengenal wujud, dapat meragakan dan
mengenal persamaannya.11
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, penguasaan yang baik terhadap
konsep akan mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal matematika,
memaknai pengetahuan dalam matematika dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika
siswa dapat diketahui melalui peningkatan indikator pemahaman konsep siswa.
Tes dijadikan sebagai alat ukur penguasaan konsep matematika siswa.
5. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan
secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu
yang menggunakan komunikasi satu arah. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran
konvensional lebih menitik beratkan pada keaktifan guru. Pembelajaran
11
Wirasto, Beberapa Faktor Penyebab kemerosotan Pendidikan Matematika di Negara
Kita,(Yokyakarta:Pusat Penelitian Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Sanarta Dharma, 1997)
makalah.
29
konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang
biasa dilaksanakan dengan strategi ekspositori.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Erman Suherman:
“Pada strategi ekspositori dominasi guru banyak berkurang,
karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran,
menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan
saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga
membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti, guru dapat
memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”.12
Untuk kelas kontrol, kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan
oleh guru yaitu dengan strategi ekspositori, dimana guru menyampaikan materi
dan menyelesaikan contoh soal, dan siswa menerima apa yang disampaikan oleh
guru, setelah itu siswa diberikan soal latihan yang diselesaikan secara individu.
Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai
berikut:
a. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang
dapat diukur
b. Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu
c. Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis,
dan media lain menurut pertimbangan guru
d. Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar
e. Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru
f. Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar
g. Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian
h. Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
i. Pengajar umumnya sebagai penyebab dan penyalur informasi utama,
dan
12
Erman Suherman,...,h.171
30
j. Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan
yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan, itulah
nilai rapor yang diisikan.13
Dari uraian di atas terlihat bahwa pada pembelajaran konvensional siswa
lebih banyak bersifat pasif mendengarkan uraian dari guru yang diberikan dalam
bentuk ceramah, hal ini dapat menyebabkan belajar siswa menjadi belajar
menghafal sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan. Dalam
pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara individu karena
materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan, sehingga keaktifan
siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan kemampuan belajar
setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan
gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan tentang
materi atau konsep matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan
contoh soal, contoh soal tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa
dalam menyelesaikan, kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan
diakhiri dengan pemberian tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang
dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu
melalui strategi ekspositori.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori adalah
sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation)
13
Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar. (Jakarta:Bumi Aksara,Cet.Ke-4, 2010)…,hal.209
31
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk
menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan
adalah:
a. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
b. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
c. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
d. Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
2. Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran
sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Penggunaan bahasa.
b. Intonasi suara.
c. Menjaga kontak mata dengan siswa.
3. Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran
dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa
dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah
dimilikinya.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi
pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah
yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah
menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
b. Memberi beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah
disajikan.
c. Dengan cara mapping melalui pemetaan keterkaiatan antarmateri pokok-
pokok materi.
5. Penerapan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setalah
mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan pada
penerapan ini diantaranya adalah:
a. Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
b. Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
14
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:
14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 185
32
1. Kelebihan pembelajaran konvensional
a. Dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, dengan
demikian dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai
bahan pelajaran yang disajikan.
b. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila
materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu
waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar
melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus bias
melihat atau mengobservasi(melalui pelaksanaan demontrasi).
d. Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2. Kelemahan pembelajaran konvensional
a. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa
yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b. strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik
perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta
perbedaan gaya belajar.
c. Karena strategi ini lebih banyak melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,
hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada
apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya
dir,semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti
kemampuan bertutur ( berkomunikasi), dan kemampuan mengelola
kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak
mungkin berhasil.
e. Oleh karena gaya berkomunikasi strategi pembelajaran lebih banyak
terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa
akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu
komunikasi satu arah bias mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki
siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. 15
15
Wina Sanjaya,…, h. 190
33
6. Aktifitas Siswa
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan
mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah
sebabnya aktifitas merupakan prinsip dasar dalam interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap
pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran, aktifitas siswa
terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus
berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktifitas secara maksimal.
Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran
dikelas.
Aktifitas dapat berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa,
dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan
siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktifitas belajar
siswa sebagai berikut:
a. Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
c. Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi,
musik, pidato.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
e. Drawing activities, seperti: membuat grafik, peta, diagram.
f. Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat
konstruksi, mereparasi, berkebun, beternak.
g. Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan
soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
34
h. Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.16
Dalam pembelajaran di kelas, semua aktifitas ini saling mendukung satu sama
lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah
tercapai.
7. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah
mengalami proses belajar. W.S Winkel (1995:53) mengatakan ”Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang langsung dalam interaksi dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat relatif konstan dan
berbekas.”
Dari kutipan di atas dikatakan bahwa belajar menghasilkan perubahan.
Perubahan itulah yang disebut sebagai hasil belajar. Lebih jauh Winkel
mengatakan bahwa perubahan itu dapat berupa hasil yang baru, dan dapat pula
berupa penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh.
Hasil belajar terwujud dalam perubahan tingkah laku dari tidak tahu
menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini seperti yang
diungkapkan Arikunto (1999:7) yang menyatakan bahwa, “Tujuan penilaian
hasil belajar adalah untuk mengetahui apakah materi yang sudah diberikan
16
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.101
35
sudah dipahami oleh siswa dan apakah metode yang digunakan sudah tepat atau
belum”.
Perubahan yang didapat setelah pembelajaran ini berupa perubahan
pengetahuan, pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap. Dengan kata lain ini
meliputi penguasaan terhadap ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor. Sudjana (1992:2) menyatakan bahwa “ Hasil belajar siswa pada
hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil proses kegiatan belajar
yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan seperti yang
tercakup dalam tujuan pembelajaran”. Wina Sanjaya (2005:27) mengatakan
bahwa ”Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi
suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar.”
Hasil belajar yang dimaksud disini adalah hasil belajar yang diperoleh
siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran FIRE-UP. Hasil belajar dapat diungkapkan berupa angka atau
huruf yang menggambarkan tingkat penguasaan sistem terhadap apa yang
dipelajari.
Sesuai yang dituangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran
(KTSP) maka hasil dari pembelajaran matematika di kelas adalah tercapainya
sejumlah tujuan dalam pembelajaran matematika itu. Baik tidaknya hasil belajar
yang akan diperoleh siswa sangat ditentukan oleh bagaimana siswa tersebut
36
melakukan proses belajar. Dalam hasil ini dipengaruhi oleh bagaimana guru
menyajikan proses pembelajaran di kelas.
8. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Silvia
Nora (2009) dengan “Penerapan Strategi Pembelajaran FIRE-UP pada Mata
Pelajaran Matematika (Studi Eksperimen Kelas XI IPS MAN 2 Batusangkar)”.
Menemukan bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan menggunakan Strategi
Pembelajaran FIRE-UP. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar
siswa kelas eksperimen adalah 75,51 dan rata-rata tes hasil belajar matematika
kelas kontrol adalah 68,10. Sedangkan simpangan baku kelas eksperimen adalah
10,346 dan simpangan baku pada kelas kontrol adalah 11,995
Pada penelitian ini akan diterapkan Strategi Pembelajaran FIRE-UP
untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP 9
Payakumbuh.
9. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kegiatan berfikir yang menjadi dasar
pada penelitian yang penulis lakukan. Kurangnya kesiapan siswa untuk
mempelajari materi pelajaran yang akan dipelajari menyebabkan siswa akan
terkendala dalam menyerap informasi baru. Hal ini juga disebabkan karena
siswa kurang memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada untuk memperoleh
informasi, seperti membaca buku, bertanya pada teman ataupun guru. Selain
37
itu, kurangnya partisipasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar
mengakibatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tidak tercapai.
Sebagai seorang guru matematika haruslah mampu menciptakan iklim
pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar sehingga
diperoleh hasil belajar yang diinginkan. Banyak strategi, metode atau model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satunya
dengan menggunakan Strategi Pembelajaran FIRE-UP. Strategi pembelajaran
FIRE-UP adalah strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
menggunakan dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam
pembelajaran, kelas ekperimen akan diterapkan strategi pembelajaran FIRE-UP.
Siswa terlebih dahulu sebelum proses belajar mengajar berlangsung akan diberi
tugas untuk membaca dan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan
dipelajari sebagai pengetahuan dasar siswa (Fondation). Kemudian di sekolah
guru akan menjelaskan pelajaran dan siswa dapat menangkap informasi yang
disampaikan guru tersebut (Intake information). Setelah itu siswa mengaitkan
(mengasimilasi) pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan apa yang telah
dijelaskan guru (Real Meaning). Dalam proses asimilasi untuk mengukur
kemampuan siswa, maka guru memberikan latihan.
Kemudian siswa mengadakan diskusi kelompok mengenai latihan yang
diberikan guru. Diskusi ini dilakukan untuk mengungkapkan pengetahuan siswa
(Express Your Knowledge). Dalam diskusi siswa akan saling berbagi
38
pengetahuan dengan temannya tentang apa yang diketahui dan yang tidak
ketahui. Sehingga tidak ada lagi siswa yang malu bertanya pada teman ataupun
guru jika ada menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal. Kemudian salah
seorang dari anggota kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusinya. Dengan mengungkapkan pengetahuan, ini akan dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Di saat presentasi siswa tersebut
dapat pula memanfaatkan berbagai sumber yang ada (Use Available Resources),
misalnya dengan meminta siswa lain untuk memberi tanggapan terhadap yang
telah dipresentasikan atau dapat pula minta masukan lagi dari guru yang
mengajarkan materi tersebut.
Oleh karena itu dengan menerapkan strategi pembelajaran FIRE UP ini
diharapkan hasil belajar siswa meningkat, siswa tidak lagi pasif dalam proses
belajar mengajar serta bisa meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar.
10. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan di atas maka hipotesis penelitian adalah:
1. Hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP 9 Payakumbuh yang
menggunakan strategi pembelajaran FIRE-UP lebih baik dari pada hasil
belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Aktivitas belajar matematika siswa kelas VII SMP 9 Payakumbuh yang
menggunakan Strategi Pembelajaran FIRE-UP meningkat.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan masalah dan hipotesis yang dikemukakan maka jenis
penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen. Penelitian pra eksperimen adalah
penelitian yang mengandung beberapa ciri eksperimental dalam jumlah yang
kecil.17
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VII SMP 9 Payakumbuh pada
tahun ajaran 2013/2014. Objek penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang melaksanakan
pembelajaran dengan menerapkan FIRE UP, sedangkan kelas kontrol adalah
kelas dengan pembelajaran tanpa penerapan FIRE UP (pembelajaran yang biasa
digunakan dalam proses belajar mengajar sehari-hari di SMP 9 Payakumbuh).
B. Rancangan Penelitian.
Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah “The Static Group
Comparison: Randomized Control-Group Only Design”, yaitu penelitian yang
dilakukan pada dua kelompok sampel, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Pada kelas eksperimen proses pembelajaran menerapkanFIRE UP, sedangkan
17
Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2004), h.99
40
dikelas kontrol dilakukan proses pembelajaran tanpa menggunakan FIRE UP
Rancangan penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:
Tabel 2: Bagan Desain Penelitian.
Kelas Perlakuan Tes
Eksperimen X T2
Kontrol - T2
Keterangan:
X : Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu pembelajaran
dengan menerapkan FIRE UP
T2 : Tes akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas control.18
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di kelas VII SMP
9 Payakumbuh yang terdiri dari tiga kelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3: Distribusi siswa di kelas VII SMP 9 Payakumbuh tahun ajaran
2013/2014
No Kelas Jumlah Siswa
1 VIII1 16
2 VIII2 17
3 VIII3 16
Sumber: Guru bidang studi matematika SMP 9 Payakumbuh.
2. Sampel
18
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,…,h.104
41
Dalam penelitian ini dibutuhkan dua kelas sebagai sampel yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
random sampling. Untuk menentukan kelas sampel, dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data nilai semester matematika siswa di kelas VII SMP
9 Payakumbuh tahun ajaran 2013/2014 dari setiap kelas populasi.
2) Melakukan uji normalitas.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi
normal atau tidak, sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari
kebenaran.
Hipotesis yang diajukan:
H0 : data populasi berdistribusi normal
H1 : data populasi tidak berdistribusi normal
Adapun langkah-langkah untuk melihat populasi berdistribusi normal
atau tidak, maka digunakan uji lillifors sebagai berikut:
a. Data x1, x2, x3, … , xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil
sampai yang terbesar.
b. Data x1, x2, x3, … , xn dijadikan bilngan baku z1, z2, z3, … , zn
dengan menggunakan rumus :
c. Dengan penggunaan daftar distribusi normal baku dihitung peluang
F(zi) = P (z < zi).
d. Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama
zi yang dinyatakan dengan S(zi) dengan menggunakan rumus:
( )
42
e. Menghitung selisih antara F(zi) dengan S(zi) kemudian tentukan
harga mutlaknya.
f. Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlah selisih itu
diberi simbol L0, L0 = maks | ( ) ( )|. g. Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis yang diperoleh dari
daftar nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α = 0,05. Kriterianya
adalah terima H0 jika L0 ≤ Ltabel.19
3) Melakukan uji homogenitas variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas
dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:20
a. Membuat hipotesis, yaitu:
H0 : data populasi mempunyai variansi homogen
H1 : data populasi mempunyai variansi tidak homogen
b. Menghitung variansi masing-masing kelompok.
c. Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:
∑( )
∑( ) .
d. Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
( )∑( )
e. Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
( )* ∑( ) +
f. Membandingkan dengan
dengan kriteria bila
< untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen.
21
4) Melakukan uji kesamaan rata-rata.
Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata
populasi adalah:
19
Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: PT. Tarsito, 2005) h. 466-477 20
Sudjana, Metode Statistik,…,h. 261 21
Sudjana, Metode Statistik,…,h. 263
43
a. Membuat hipotesis
H0 : µ1 = µ 2 = µ3
H1 : Sekurang-kurangnya dua rata-rata tidak sama
b. Menentukan taraf nyata (α)
c. Menentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus f > f α
[ k – 1, N – K].
d. Menentukan perhitungan dengan bantuan tabel
Tabel 4 : Data hasil belajar siswa kelas populasi.
Populasi
1 2 3 K
X11
X12
…
X1n
X21
X22
…
X2n
X31
X32
…
X3n
Xk1
Xk2
…
Xkn
Total T1 T2 T3 Tk T…
Nilai
Tengah X1 X2 X3 Xk X…
Perhitungannya dengan menggunakan rumus :
∑
-
Jumlah Kuadrat Total (JKT) : ∑ = ∑ =Xi, j2 ni
j=1ki=1 -
(T…)2
N
Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom (JKK):
44
∑ Ti
2
N
-
T…2
N
Jumlah Kuadrat Galat (JKG) : JKT – JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke tabel berikut :
Tabel 5: Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa Kelas
Populasi.
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Derajat
Bebas
(dk)
Kuadrat Tengah Fhitung
Nilai
tengah
kolom
JKK k-1
Galat JKG N-K
Total JKT N-K
e. Keputusannya.
Ho diterima jika f < f α [ k – 1, N – K]
Ho ditolak jika f >f α [ k – 1, N – K]22
.
Analisis variansi dilakukan dengan cara teknik ANAVA satu
arah dengan f < f α [ k – 1, N – K].
5) Pengambilan Sampel. Dilakukan dengan mengambil dua kelas secara
acak, satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
22
Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistika. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,1993), h. 383
45
D. Variabel dan Data Penelitian
1. Variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
1) Variabel bebas: Perlakuan dengan pembelajaran yang menerapkan FIRE
UP
2) Variabel Terikat: Hasil belajar matematika siswa setelah perlakuan
diberikan.
2. Data
1) Jenis data
Jenis data pada penelitian ini, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber-sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil
belajar siswa yang diperoleh setelah diadakan penelitian.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui dokumen-dokumen atau data yang diarsipkan.23
Data sekunder
dalam penelitian ini adalah nilai ujian semester matematika siswa di
kelas VII SMP 9 Payakumbuh sebelum dilakukan penelitian.
2) Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
23
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian….., h.84-85
46
a. Data primer bersumber dari kelas VII SMP 9 Payakumbuh yang
menjadi sampel pada penelitian ini.
b. Data sekunder bersumber dari Kantor Tata Usaha dan Guru Bidang
Studi Matematika kelas VII SMP 9 Payakumbuh.
E. Prosedur Penelitian
Secara umum prosedur penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu: tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian ini meliputi:
a. Melaksanakan observasi ke sekolah untuk melihat proses pembelajaran
yang diterapkan didalam kelas.
b. Mengurus izin penelitian.
c. Menenentukan jadwal penelitian.
d. Merencanakan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran FIRE UP
e. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
f. Membuat kisi-kisi soal tes akhir
g. Menyusun soal tes akhir berdasarkan kisi- kisi yang telah dibuat
h. Validasi soal tes akhir.
i. Uji coba soal tes
2. Tahap Pelaksanaan
47
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini terdiri dari dua kelas sampel.
Pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran matematika dengan penerapan
teori belajar Thorndike, dan kelas kontrol dengan pembelajaran biasa tanpa
penerapan teori belajar Thorndike. Adapun langkah- langkah yang dilakukan
pada masing- masing kelas dapat dilihat pada tabel 6.
Tahap Pelaksanaan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
a.
b.
Kegiatan Pendahuluan (10 menit)
1. Guru mengambil absen.
2. Guru memberikan apersepsi
mengenai materi yang berkaitan
dengan materi yang akan
disampaikan.
3. Siswa diberikan motivasi bahwa
dengan menguasai materi ini
akan memudahkan mereka dalam
memecahkan permasalahan yang
dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Siswa mendengarkan
penjelasan guru
Kegiatan Inti (60 menit)
1. Guru menjelaskan materi
pelajaran dan melibatkan siswa
untuk aktif melakukan tanya
jawab.
Sewaktu guru menjelaskan
materi pelajaran, siswa
memperhatikan penjelasan
1. Guru mengambil absen.
2. Guru memberikan apersepsi
mengenai materi yang berkaitan
dengan materi yang akan
disampaikan.
3. Siswa diberikan motivasi bahwa
dengan menguasai materi ini akan
memudahkan mereka dalam
memecahkan permasalahan yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari.
4. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Siswa mendengarkan
penjelasan guru
1. Guru menjelaskan materi pelajaran
dan melibatkan siswa untuk aktif
melakukan tanya jawab dan
mengarahkan siswa untuk
memahami materi pelajaran
dengan memberi beberapa contoh
soal yang sesuai dengan materi
48
guru dan menyerap informasi
yang diberikan oleh guru
dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan
kinestetis (Intake Informati
on).
Siswa mencatat jika ada yang
perlu
2. Guru menginstruksikan kepada
siswa untuk duduk berkelompok
berdasarkan anggota kelompok
masing-masing. Kemudian siswa
berdiskusi dengan anggota
kelompoknya untuk memecahkan
masalah yang ada dalam latihan.
Siswa mengerjakan latihan
sekaligus siswa dapat
mengembangkan dan
mengaitkan informasi baru
yang telah diterimanya ke
dalam pengetahuan dasar
yang dimiliki. (Real
Meaning)
Dalam diskusi siswa akan
saling berbagi pengetahuan
dengan temannya tentang apa
yang diketahui dan yang tidak
ketahui. (Express Your
Knowledge)
3. Guru memerintahkan siswa
mempresentasikan hasil diskusi
tersebut ke depan kelas, dimana
salah seorang dari anggota
kelompok ditunjuk oleh guru.
Ketika siswa dari kelompok
lain presentasi di depan kelas,
mereka mungkin membutuh-
kan informasi untuk mengisi
kekosongan informasinya.
Sehingga, siswa dapat
memanfaatkan sumber-
pelajaran yang disampaikan.
Siswa memperhatikan penjelasan
guru.
2. Siswa diberi kesempatan untuk
bertanya mengenai materi yang
kurang atau tidak dimengerti dan
mencatat jika ada yang perlu.
3. Masing-masing siswa dibagikan
LKS dan menyuruh siswa untuk
mengerjakan latihan yang ada
dalam LKS tersebut.
4. Guru memerintahkan siswa untuk
mengumpulkan LKS nya masing-
masing.
5. Guru menunjuk siswa yang bisa
untuk mengerjakan latihan di
papan tulis, sementara siswa yang
lain memperhatikan penjelasan
teman yang tampil.
6. Guru memberikan penekanan bagi
konsep yang telah benar dan
meluruskan jawaban yang masih
kurang tepat.Siswa mengumpulkan
buku latihannya masing-masing.
7. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak
dapat dijawab dengan benar di
jelaskan oleh guru.
8. Guru memberikan kuis kepada
siswa untuk mengetahui
pengetahuan siswa tentang materi
pelajaran yang telah dipelajari.
49
c.
sumber daya yang tersedia
yaitu teman, buku dan guru.
Siswa dari kelompok lain
bertanya atau memberikan
masukan terhadap siswa yang
telah mempresentasikan hasil
diskusinya. (Use Available
Resources).
4. Guru memberikan penekanan
bagi konsep yang telah benar dan
meluruskan jawaban yang masih
kurang tepat.
5. Guru memberikan kuis kepada
siswa untuk mengetahui
pengetahuan siswa tentang
materi pelajaran yang telah
dipelajari.
Kegiatan Penutup (10 menit) 1. Guru membimbing siswa
menyimpulkan isi pelajaran.
2. Guru mengingatkan lagi agar
para siswa memahami materi
berikutnya untuk pertemuan
selanjutnya dan mengerjakan
beberapa soal tentang materi
pelajaran selanjutnya
(Foundations).
1. Guru membimbing siswa
menyimpulkan isi pelajaran.
2. Guru memberikan pekerjaan rumah
3. Tahap penyelesaian
Pada tahap penyelesaian dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Memberikan tes pada kedua kelas sampel yang digunakan sebagai data
penelitian.
2. Mengolah data kedua kelas sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas
kontrol.
3. Menarik kesimpulan dari data hasil analisis yang digunakan.
50
F. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data
primer berupa lembaran tes hasil belajar. Tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.24
Tes hasil belajar yang dimaksud adalah tes yang diberikan setelah
seluruh kegiatan penelitian selesai dilaksanakan dengan materi yang diujikan
adalah materi yang diberikan selama penelitian.
Langkah-langkah untuk mendapatkan instrumen penelitian adalah:
1. Menyusun tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay. Langkah-langkah
menyusun tes essay adalah
1) Menentukan tujuan, yakni untuk mendapatkan hasil belajar
matematika siswa
2) Mengadakan pembatasan terhadap bahan pelajaran yang akan diteskan
3) Menyusun kisi-kisi tes hasil belajar matematika siswa.
4) Menyusun butir-butir soal berdasarkan kisi-kisi tes yang telah dibuat.
2. Validitas Tes
24
Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Bina Aksara,
1983) h.105
51
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat mengukur dengan tepat apa
yang hendah diukur. Dalam hal ini validitas yang diukur adalah validitas isi.
Tes yang dirancang divalidasi terlebih dahulu oleh validator yaitu guru
matematika kelas VII SMP 9 Payakymbuh dan salah seorang dosen
pendidikan matematika STAIN Syech M.Djamil Djambek Bukittinggi.
3. Melakukan uji coba tes
Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih dahulu tes
diujicobakan pada sekolah atau kelas lain. Pengujian dimaksudkan agar tes
yang akan diberikan mempunyai kualitas yang baik.
4. Melaksanakan analisis item
Analisis item dilakukan untuk melihat baik tidaknya suatu soal. Menurut
Suharsimi Arikunto, analisis soal antara lain bertujuan untuk mengadakan
identifikasi soal-soal yang baik, dan soal yang jelek. Suatu item soal
dikatakan baik jika item soal tersebut telah diberikan kepada siswa dan
hasilnya mampu menggambarkan perbedaan anak yang pandai dan yang
tidak pandai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis item soal,
yaitu:
1) Validitas tes
Validasi soal tes menggunakan rumus korelasi product moment:
( )( )
√*( ) ( ) +* ( )
Keterangan:
52
rxy = Koefisisen korelasi antara variabel x dan variabel y, dua
variable yang dikorelasikan
x = Skor butir
y = Skor tabel
N = Banyaknya siswa25
Selanjutnya dihitung dengan rumus :
= √
√
Keterangan:
korelasi product moment
jumlah responden26
Setelah didapat kemudian dibandingkan dengan ,
distribusi untuk = dan derajat kebebasan (dk) = – 2. kaidah
keputusan adalah jika berarti soal valid dan jika
berarti soal tidak valid.
Kriteria interprestasi “r” product moment:
Antara 0.80 < r ≤ 1,00 : validitas sangat tinggi
Antara 0,60 < r ≤ 0,80 : validitas tinggi
Antara 0,40 < r ≤ 0,60 : validitas cukup
Antara 0,20 < r ≤ 0,04 : validitas rendah
Antara 0,00 < r ≤ 0,20 : validitas sangat rendah27
Dalam penelitian ini penulis mengambil soal yang memiliki
validitas sangat tinggi, tinggi dan cukup sedangkan soal yang memiliki
25
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2002) .h.72 26
Subana dan Moersetyo, Statistik Pendidikan,( Bandung: Ciptaka Setia , 2000) h.145 27
Suharsimi Arikunto, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan …, h. 75
53
validitas rendah akan di revisi dan soal yang memiliki validitas sangat
rendah dibuang.
2) Reliabilitas tes
Reabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan, dimana
suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi
apabila dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk melihat reabilitas tes
dipakai rumus
= (
)(
∑
)
keterangan:
: reliabilitas yang dicari
: jumlah varians skor tiap- tiap item
: varians total
28
Rumus varians 29
:
∑
(∑ )
Nilai yang diperoleh disesuaikan dengan kriteria r product moment
pada tabel dengan ketentuan jika r11 > rtabel maka tes tersebut reliabel.
Adapun kriteria reliabilitas tes adalah:
0,80< r11 ≤ 1,00 : Sangat tinggi
0,06< r11 ≤ 0,80 : Tinggi
0,40< r11 ≤ 0,60 : Sedang
0,20< r11 ≤ 0,40 : Rendah
0,00< r11 ≤ 0,20 : Sangat rendah
28
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan...,h. 109 29
Suharsimi Arikunto,Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,…,h. 110
54
Dalam penelitian ini penulis mengambil soal yang memiliki
reliabilitas sangat tinggi, tinggi dan cukup sedangkan soal yan memiliki
reliabilitas rendah di revisi dan soal yang memiliki reliabilitas sangat
rendah dibuang.
3) Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran soal digunakan untuk melihat apakah soal
tersebut termasuk mudah, sedang atau sulit. Jika seluruh siswa dapat
menjawab butir-butir soal dengan benar (tidak terlalu sukar) maka butir-
butir soal tersebut belum bisa dikatakan sebagai soal/item yang baik.
Sebaliknya, jika butir-butir soal tersebut tidak dapat dijawab oleh siswa
dengan benar (terlalu sukar) maka juga belum dapat dikatakan butir soal
yang baik. Untuk menentukan indeks kesukaran soal bentuk uraian
digunakan rumus:
Dimana: = Indeks kesukaran soal
Dt = Jumlah skor dari kelompok tinggi
Dr = Jumlah skor dari kelompok rendah
m = skor setiap soal jika benar
n = 27% x N
N = banyaknya testee
Adapun kriteria kesukaran soal dinyatakan:
Ik < 27 % : sukar
27% ≤ Ik ≤ 73% : sedang
Ik > 73% : mudah30
30
Praktinyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal untuk Bidang Studi
Matematika, (Jakarta:P2 LPTK, 1985), h.14
55
Dalam penelitian ini penulis mengambil soal yang memiliki kriteria
sedang.
4) Daya Pembeda
Daya beda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah, dan untuk menentukan daya beda soal dapat
dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai yang terendah.
b. Membagi testee dalam dua kelompok yaitu kelompok atas dan
kelompok bawah.
c. Hitung degress of freedom (df) dengan rumus :
df = (n t - 1) + (n r - 1)
n t = n r = 27 % x N = n
d. Menghitung indeks pembeda soal dengan rumus:
I p =
)1(
22
nn
XX
MM
rt
rt
Ket :
I p : indeks pembeda soal
M r : Rata-rata skor kelompok rendah
M t : Rata-rata skor kelompok tinggi
tX 2 : Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
rX 2 : Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
n : 27 % x N
N : Banyak peserta tes
56
Suatu soal mempunyai daya pembeda yang berarti
(signifikan) jika I p hitung I p tabel pada df yang telah
ditentukan.31
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas terhdap masing-masing kelompok data
dengan menggunakan uji Lilliefors. Dalam uji normalitas akan diuji
hipotesis yaitu:
H0 : data berdristribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesis menurut Sudjana mengemukakan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Data x1, x2, x3, … , xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil
sampai yang terbesar.
2) Data x1, x2, x3, … , xn dijadikan bilngan baku z1, z2, z3, … , zn dengan
menggunakan rumus :
31
Praktiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal untuk Bidang Studi
Matematika,…, h. 11
57
3) Dengan penggunaan daftar distribusi normal baku dihitung peluang F(zi)
= P (z < zi).
4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama zi
yang dinyatakan dengan S(zi) dengan menggunakan rumus:
( )
5) Menghitung selisih antara F(zi) dengan S(zi) kemudian tentukan harga
mutlaknya.
6) Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi
simbol L0, L0 = maks | ( ) ( )|
7) Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis yang diperoleh dari daftar
nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α = 0,05. Kriterianya adalah
terima H0 jika L0 ≤ Ltabel.32
2. Uji Homogenitas Variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah data
mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan
uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:33
1) Membuat hipotesis, yaitu:
H0 : data mempunyai variansi homogen
H1 : data mempunyai variansi tidak homogen
2) Menghitung variansi masing-masing kelompok.
32
Sudjana, Metode Statistik… , h. 466-477 33
Sudjana, Metode Statistik … , h. 261
58
3) Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:
∑( )
∑( )
4) Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
( )∑( )
5) Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
( )* ∑( ) +
6) Membandingkan dengan
dengan kriteria bila <
untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen.
34
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kognitif
matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : µ1= µ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menerapkan teori Thorndike
sama dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa.
H1: µ1> µ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menerapkan teori Thorndike
34
Sudjana, Metode Statistik … , h. 263
59
lebih baik daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa.
µ1 dan µ2 merupakan rata- rata populasi hasil belajar kelas sampel. Jika
setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh data
berdistribusi normal dan variansi homogen, maka dilakukan uji t:
√
dengan √
( ) ( )
Keterangan :
: rata- rata kelas eksperimen
: rata- rata kelas kontrol
S : variansi kedua kelas sampel
2 : variansi kelas eksperimen
2 : variansi kelompok kontrol
: jumlah siswa kelas eksperimen
: jumlah siswa kelas kontrol35
Kriteria pengujian adalah tolak jika t hitung > t tabel, sebaliknya terima
jika t hitung < t tabel dengan derajat kebebasan (dk) = + – 2 pada α
= 0,05.
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi variansi data tidak
homogen maka digunakan rumus berikut:
√
Kriteria pengujian data adalah terima jika
35
Sudjana, Metode Statistik..., h.249
60
Dengan :
dan
(1-1/2a)( -1) dan = t(1-1/2a)( -1)
Jika data yang diperoleh tidak normal, maka digunakan uji U (Uji
Mann-Whitney). Untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney, rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
( ) ∑
( ) ∑
Keterangan:
: jumlah kasus kelompok 1
: jumlah kasus kelompok 2 ∑ : jumlah jenjang/ rangking pada kelompok 1 ∑ : jumlah jenjang/ rangking pada kelompok 2
36
Catatan : hanya salah satu U saja yang dihitung, sebab U lainnya dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut: = - .
Sedangkan U yang digunakan adalah yang memiliki harga
terkecil.
Adapun kriteria uji U adalah sebagai berikut:
H0 ditolak jika .
H0 diterima jika .37
36
Bambang Soepeno, Statistik Terapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal 191 37
Moh.Nazir, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghaliya Indonesia) h.473
61
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, 2006, Al-Qur.an dan Terjemahnya, Bandung : cv.Penerbit
Diponegoro
John A.Van de Walle, 2008,Matematika Sekolah Dasar dan Menengah,Jakarta:
Erlangga
Supadilah, 11 Maret 2012 ,“Bikin Fun dengan Matematika”, Singgalang, (Padang),
Suherman,Erman, 2003,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Wardhan ,Sri, 2008,Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs
untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta:
Depdiknas
Sardiman, 2006,Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Sanjaya ,Wina, 2008,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Suryabrata,Sumadi, 2004,Metodologi Penelitian,Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Sudjana, 2005,Metode Statistik, Bandung: PT. Tarsito
Ronal, E. Walpole, 1993Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Arikunto,Suharsimi , 1983,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Jakarta:
Bina Aksara
Arikunto ,Suharsimi, 2002Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara
Subana dkk, 2000,Statistik Pendidikan, Bandung: Ciptaka Setia
Prawironegoro ,Praktinyo, 1985,Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal untuk
Bidang Studi Matematika, Jakarta:P2 LPTK
Soepeno ,Bambang, 1997,Statistik Terapan, Jakarta: Rineka Cipta
Nazir, Moh, Metode Penelitian ,Jakarta: Ghaliya Indonesia
Recommended