6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II ini akan membahas tentang matematika, pembelajaran
Problem Solving, hasil belajar, kajian penelitian relevan, kerangka berpikir, dan
hipotesis tindakan.
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Matematia
Menurut Abraham S Lunchis dan Edith N Lunchins (Suherman, 2001),
matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana
pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa
sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.
Mustafa (Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu
tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan
proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten,
sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika
murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan.
Berdasarkan Elea Tinggih (Suherman, 2001), mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu
yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang
struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah salah satu ilmu pengetahuan yang abstrak dan dapat menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan bilangan secara cermat, jelas dan akurat.
7
2.1.2. Karakteristik Matematika
Beberapa karakteristik pembelajaran pembelajaran matematika di sekolah
(Suherman, 2001) yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)
Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari
hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep
mudah ke konsep yang lebih sukar.
2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral
Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan
yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan
dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar
dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam
pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menarik).
3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
Matematika adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif
aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang
cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya
menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan
kebenaran dengan yang lainnya konsistensi, tidak bertentangan antara
kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap
benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang
telah diterima kebenarannya.
2.1.3. Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran
matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
8
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang pembelajaran matematika, menyelesaikan pembelajaran dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1 4 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Ibrahim (2012:36) secara umum, pendidikan matematika SD
bertujan agar siswanya mempunyai kemampuan seperti berikut ini:
1. Memahami konsep matematika, konsep dan pengaplikasian pada
matematika dapat dijelaskan secara tepat dan akurat dalam penyelesaian
masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, dalam bernalar siswa mampu
menyusun bukti untuk menjelaskan gagasan dalam penyelesaian masalah.
3. Memecahkan masalah, mampu merancang dan mendesain pembelajaran
matematika dengan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengkomunikasiah gagasan dengan simbul, untukmemperjelas masalah
siswa dapat menggunakan gagasannya dengan diagram maupun
pembelajaran.
5. Memiliki sikap menghargai matematika, dengan pembelajaran ini siswa
diharapkan memiliki rasa ingin tahu, minat mempelajari matematika,
memiliki sikappercaya diri dalam mengemukakan gagasan dan pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
9
2.2 Pembelajaran Problem Solving
Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu makin efektif pula pencapaian
tujuan. Metode Problem Solving berasal dari Jhon Dewey, maksud utama metode
ini adalah memberikan latihan kepada siswa dalam berpikir. Metode ini dapat
menghindarkan dalam pembuatan kesimpulan yang tergesa-gesa. Proses
menimbang-nimbang berbagai kemungkinan pemecahan dan menangguhkan
pengambilan keputusan sampai keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup
akan menjadi dasar dalam penerapan metode ini.
Metode Problem Solving atau suatu metode dalam pendidikan dan
pengajaran dengan sejalan melatih siswa untuk menghadapi masalah-masalah dari
yang paling sederhana sampai kepada masalah yang paling rumit. Di dalam
Problem Solving, peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi penyebab
masalah dan alternatif untuk memecahkan masalahnya (Endang, 2011).
Menurut Arends (2008:45) pembelajaran Problem Solving merupakan
bagian dari pembelajaran berbasis masalah (PBL). Pembelajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri. Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan
pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi
sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan
yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu
jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa
diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat
hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya.
Senada dengan pendapat diatas Sanjaya (2006:214) menyatakan pada
metode pemecahan masalah, materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi
juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang
berlaku. Ada beberapa kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk metode
pemecahan masalah yaitu:
10
a. Mengandung isu-isu yang mengandung konflik bias dari berita, rekaman
video dan lain-lain.
b. Bersifat familiar dengan siswa.
c. Berhubungan dengan kepentingan orang banyak.
d. Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai
kurikulum yang berlaku.
e. Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa perlu untuk
mempelajari
Kegiatan proses pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah
banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya. Dengan
metode ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh
siswa setelah memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah
berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau
pengamatan.
Suatu soal dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang
sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi
orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka. Dengan demikian,
guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai
pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun
soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa mungkin
termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain
melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema
masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin
dicapai atau dikembangkan pada siswa.
2.2.1. Ciri-ciri Pembelajaran Problem Solving
Adapun ciri-ciri pembelajaran problem solving Tjadimojo (2001:3) yaitu :
1. Metode problem solving merupakan rangkaian pembelajaran artinya
dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang
harusdilakukan siswa,
11
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah,
metodeini menempatkan sebagai dari proses pembelajaran,
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatanberfikir
secara ilmiah.
2.2.2. Sintak Pembelajaran Problem Solving
Berdasarkan Standar Proses (Permendiknas No. 41 Tahun 2007), langkah-
langkah pembelajaran Problem Solving tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Sintak Problem Solving
Pemetaan pembelajaran Problem Solving berdasarkan Standar Proses
(Permendiknas No. 41 Tahun 2007) tersaji pada tabel sebagai berikut:
Fase Kegiatan/Aktivitas Guru Fase 1 Merumuskan Masalah
Guru merumuskan masalah berdasarkan materi yang akan dibahas, meminta siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan mengenai masalah yang berbeda.
Fase 2 Menelaah Masalah
Guru membimbing siswa membahas kembali masalah yang telah dirumuskan bersama.
Fase 3 Merumuskan Hipotesis
Guru meminta siswa menyampaikan jawaban yang berbeda tiap siswa.
Fase 4 Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil yang berbeda guna untuk membuktikan hipotesis jawaban.
Fase 5 Pembuktian Hipotesis
Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan, dan membuktikan hipotesis yang telah ada.
Fase 6 Menentukan Pilihan Penyelesaian
Guru membimbing siswa untuk mengambilkan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah, melakukan refleksi dan menyimpulkan materi pelajaran.
Pembelajaran Sintak
Langkah dalam Standar Proses
Pendahuluan Kegiatan Awal Penutup
Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
Problem Solving
Merumuskan Masalah √
Menelaah Masalah √
Merumuskan Hipotesis √
Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
√ √
Pembuktian Hipotesis √
Menentukan Pilihan Penyelesaian
√ √
12
2.2.3. Implementasi Pembelajaran Problem Solving pada Matematika SD
Implementasi pembelajaran Problem Solving pada Matematika SD
berdasarkan Standar Proses tergambar pada tabel berikut:
Sintak Problem Solving
Lamgkah-langkah dalam Standar Proses
Kegiatan Guru
Merumuskan masalah
Pendahuluan Guru merumuskan suatu masalah terlebih dahulu dan mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada pembelajaran pada saat kelas berlangsung
Menelaah masalah Guru mempelajari pengetahuan untuk memperinci, dan menganalisis masalah dari berbagai sudut masalah di dalam pembelajaran.
Merumuskan hipotesis
Pendahuluan Guru dan siswa bersama-sama berimajinasi menemukan sebab akibat masalah dan penyelesaian masalah di dalam pembelajaran.
Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
Eksplorasi Elaborasi
Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil menemukan masalah di dalam pembelajaran dengan menggunakan tabel atau diagram
Pembuktian hipotesis
Konfirmasi Guru membahas data yang sudah di dapatkan, dari hasil bahasan tersebut, guru menghitung atau memberikan hasil data kemudian menyimpulkan.
Menentukan pilihan penyelesaian
Konfirmasi Penutup
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka atau proses-proses yang mereka gunakan.
13
2.2.4. Kelebihan Pembelajaran Problem Solving
Menurut Lestari (2013:10), adapun kelebihan dari pembelajaran problem
solving, yaitu :
a. Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
Memberikan siswa kesempatan untuk berkreasi dan berfikir dengan lebih
luas untuk dapa memecahkan suatu masalah di dalam pembelajaran
tersebut.
b. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
Dapat membantu anak agar lebih aktif dan kreatif dalam melakukan
sesuatu/belajar sesuai dengan apa yang mereka inginkan dengan
membuat pembelajaran-pembelajaran agar lebih menarik.
c. Berpikir dan bertindak kreatif.
Bekerja dalam pembelajaran baik individu maupun kelompok dengan
membuat pembelajaran yang menarik bersama.
d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
Kesempatan saling bertukar pikiran, dapat memberikan dorongan siswa
untuk semakin mencari tahu wawasan dilingkungan sekitar mereka dan
memecahkan suatu masalah tersebut. Dan memberikan kesempatan
kepada siswa yang menjadikan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
sebagai bahan belajar menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar
karena sesuai dengan dunianya.
e. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
f. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
g. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
h. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan
kehidupan,khususnya dunia kerja.
i. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
j. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
k. Mendidik siswa percaya diri sendiri.
14
2.2.5. Kekurangan Pembelajaran Problem Solving
Djamarah (2010:93) menjelaskan kekurangan model pembelajaran Problem
Solving antara lain :
1. Kesulitan dalam menentukan tingkat kesulitan masalah
Solusi yang dapat diterapkan adalah menentukan suatu masalah yang
tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat
sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki siswa.
2. Membutuhkan alokasi waktu yang relatif lebih lama dibandingkan
model pembelajaran lain
Solusi yang dapat digunakan adalah dengan membagi pokok
bahasan menjadi bagian-bagian kecil yang masih tetap saling
berhubungan sehingga membutuhkan waktu yang relatif lebih sedikit
untuk menyelesaikannya.
3. Kebiasaan belajar siswa yang tidak sesuai dengan proses
pembelajaran Problem Solving
Solusi yang dapat digunakan adalah mengubah kebiasaan siswa
belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru
menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan
sendiri atau kelompok melalui berbagai sumber belajar.
Pembelajaran matematika dengan Problem Solving akan lebih
mudah dimengerti dan mudah dilakukan dengan menggunakan
permainan, dengan adanya permainann akan lebih mudah dan terbantu
dalam pemecahan masalah dan pengumpulan data.
2.3 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.3.1. Belajar
Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas, Yamin
(2007:96) belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,
dan sikap, Syaodih (2010:35), “belajar merupakan serangkaian upaya untuk
mengembangkan Prinsip belajar yang kedua adalah belajar merupakan proses.
15
Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.Dan
prinsip belajar yang ketiga belajar merupakan bentuk pengalaman.
Kemampuan-kemampuan dan sikap seta kemampuan intelektual, sosial,
afektif, maupun psikomotor”.Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman
dan perubahan tingkah lakunya dapat diamati.Prinsip belajar yang pertama adalah
perubahan perilaku.
Perubahan perilaku memiliki ciri-ciri seperti:
a. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup,
b. Permanen atau tetap,
c. Bertujuan dan terarah, dan
d. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
Tujuan belajar adalah untuk mendapat pengetahuan sehingga mampu
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain dan
sebagainya.
2.3.2. Hasil Belajar
Menurut Udin (2007), “hasil belajar dinilai melalui beragam cara dan
perwujudan menggunakan berbagai bentuk”. Hasil belajar menurut Sudjana
(2010: 22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil
belajar merupakan wujud dari keberhasilan belajar yang menunjukkan kecakapan
dalam penguasaan materi pengajaran. Bloom dalam (Suprijono, 2011:7)
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif
adalah knowlwedge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respons), valuing (nilai), organizations (organisasi),
16
characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi initiatory, pre-
routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif,
teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Hasil belajar menurut Winkel (Purwanto, 2011:45), adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek
perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan
oleh Blom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik (Winkel, 1996: 244). Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu hal yang diharapkan dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
rumusan perilaku tertentu sebagai akibat dari proses belajarnya.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan para ahli dapat
disimpulkan bahawa hasil belajar merupakan suatu kemampuan atau keterampilan
yang dimiliki siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Dan hasil belajar tersebut
digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang kondusif, hai ini akan bekaitan dengan faktor dari luar
siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan,
penanaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap.
Menurut Slameto (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-
faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain: (1) faktor jasmaniah
(kesehatan dan cacat tubuh); (2) faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian,
bakat motif, dan kematangan); dan (3) faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani).
17
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri
individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: (1) faktor keluarga (cara
mendidik orang tua, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan); (2) faktor sekolah
(metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, isiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar dan tugas rumah); (3) faktor masyarakat (keadaan siswa
dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat).
Dari penjelasan yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan
faktor kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal, terdiri dari: faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
2.4 Hasil Belajar Matematika
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Slameto 2010), hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sudjana (2010),
dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
18
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2) Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban
atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; 3)Ranah psikomotor
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Ada enam
aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan
komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang
paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan
para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
Matematika adalah perubahan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari
sebelumnya akibat dari proses pembelajaran yang diukur dengan pemberian
evaluasi oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang
dilakukan oleh siswa dan guru pada pembelajaran Matematika. Hasil belajar
Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif
siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan berupa metode pembelajaran
Problem Solving.
2.5 Hubungan Pembelajaran Problem Solving dengan Hasil Belajar
Matematika
Suasana pembelajaran yang menuntut siswa membangun sendiri konsep,
hipotesis dan teori akan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif untuk
menemukan sendiri. Suasana pembelajaran yang dimaksud adalah suasana
pembelajaran yang ada dalam metode problem solving.
Suasana dimana murid aktif mencari dan memecahkan masalah. Atau
menemukan konsep, hipotesis dan teori akan menuntut mereka untuk saling
berinteraksi sesamanya dan interaksi murid dengan guru dalam konteks murid
butuh pada guru bukan sebaliknya.
Pembelajaran problem solving ini merupakan pembelajaran yang tidak
mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian
19
menghafalkan materi pelejaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis
masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan
akhirnya menyimpulkan. Kemudian aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini juga menekankan berpikir secara ilmiah
dan menggali keterampilan siswa sehingga siswa aktif belajar matematika.
Penerapan problem solving dapat membangkitkan keingintahuan antar
peserta didik serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga
dapat membuat siswa lebih aktif lagi dalam memecahkan suatu pelajaran
khususnya pada mata pelajaran matematika. Tujuan dalam pembelajaran problem
solving ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika.
2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1. Rahmad Rismawan. 2014. Penggunaan Metode Problem Solving Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Gambar Teknik Di SMK
N 3 Yogyakarta.
Hasil penelitian tindakan kelas ini adalah: (1) pada siklus I 64.583
meningkat menjadi di siklus II 75,875 dan menjadi pada siklus III 78,375 dan
peningkatan yang mendapatkan nilai diatas nilai KKM yaitu pada siklus I 18
siswa meningkat menjadi 4 siswa pada siklus II dan pada siklus III siswa sudah
berhasil lulus KKM semua; (2) penggunaan metode pembelajaran Problem
Solving sebagai berikut: (a) melakukan identifikasi masalah oleh siswa atau
kelompok; (b) melakukan perencanaan pemecahan yang harus dikerjakan oleh
siswa; (c) melakukan penerapan masalah yang telah direncanakan oleh siswa;
(d) Siswa melakukan penyelesaian masalah yang didukung dengan bimbingan
dan diskusi kemudian dipresentasikan; (e) Melakukan evaluasi bersama siswa
mengenai hasil pembelajaran untuk menunjukan hasil dan tingkatan yang
dicapai oleh siswa.
2. Meningkatkan Hasil Belajar Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pada Pokok
Bahasan Pengukuran (Satuan Ukur Panjang) Melalui Implementasi Metode
Problem Solving Dan Memanfaatkan Alat Peraga Tangga Satuan Ukur Panjang
Pada Siswa Kelas IV Semester I Tahun Pelajaran 2006/2007 di SDN
Karangrejo 02 Kecamatan Gajahmungkur Semarang, Chadwan Dwi
20
Yoganingsih, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Semarang, 2007.
Hasil penelitian yaitu melalui implementasi metode problem solving dan
memanfaatkan alat peraga tangga satuan ukur panjang pada pokok bahasan
pengukuran (satuan ukur panjang), hasil belajar siswa kelas IV semester I
tahun 2006/2007 SDN Karangrejo 02, Kecamatan Gajahmungkur Semarang
dapat ditingkatkan. Pada siklus I nilai rata-rata 71, naik menjadi 80 pada siklus
II.
3. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas III A SMP Negeri 12 Tegal
Untuk Menyelesaikan Soal Cerita Dalam Pokok Bahasan Fungsi Kuadrat Dan
Grafiknya Melalui Model pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem
Solving), Muri Prartifina, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang, Tahun 2006.
Hasil Penelitian menyimpulkan, penggunaan model pembelajaran Pemecahan
Masalah (Problem Solving) dalam menyelesaikan soal cerita tentang fungsi
kuadrat dan grafiknya, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III A SMP
Negeri 12 Tegal, yaitu dari 54,3% menjadi 82,7% secara klasikal.
2.7 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru
dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola
lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dengan model pembelajaran
diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubung dengan kegiatan
mengajar guru, dengan kata lain terciptalah interaksi antara guru dengan siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa terhadap pelajaran
Matematika salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan
suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang diajarkan.
21
Dalam pembelajaran Problem Solving guru hanya sebagai fasilitator dan
pendamping siswa serta membantu siswa yang kurang paham. Langkah-langkah
dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran problem Solving yakni dimulai
dengan memberikan soal kemudian siswa diminta secara mandiri menjawab soal
dan tidak terlepas dari arahan dan bimbingan dari guru selanjutnya siswa diminta
untuk berpasangan dengan teman yang memiliki soal yang sama. Kemudian dari
hasil perpaduan jawaban yang ditemukan, siswa diminta untuk mempresentasikan
hasil dari diskusi yang telah dilakukan didepan kelas. Tahap akhir, setelah
melakukan presentasi siswa diberikan lembar evaluasi.
Dengan pembelajaran Problem Solving siswa aktif dalam pembelajaran
baik secara individu maupun kelompok hal inilah yang mempengaruhi hasil
belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa merupakan tingkat
penguasaan terhadap suatu nilai yang berbeda-beda yakni ada yang memperoleh
nilai yang tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan uraian diatas diduga dengan
menerapkan metode pembelajaran tipe Problem Solving dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
2.8 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis
tindakan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah
1. Penerapan Pembelajaran Problem Solving dalam meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 06 kecamatan
sidorejo semester 1 tahun ajaran 2016/2017 dengan beberapa tahap sebagai
berikut :
a. Mengemukakan persoalan atau masalah. Guru menghadapkan masalah
yang akan dipecahkan kepada siswa
b. Memperjelaskan persoalan atau masalah. Masalah tersebut dirumuskan
oleh guru bersama siswa.
c. Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan
dilaksanakan dalam pemecahan persoalan.
22
d. Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru
menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
e. Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil
yang diharapkan atau tidak.
2. Penerapan Pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 06 kecamatan
sidorejo semester 1 tahun ajaran 2016/2017.