10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat dijadikan bahan pertimbangan dan acuan
dalam membandingkan pengaruh variabel yang diteliti saat ini dan penelitian
yang sudah ada sebelumnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti lainnya mengenai pengalaman pelanggan (customer experience),
kepercayaan (trust), kualitas layanan elektronik (e-service quality) dan niat
beli ulang (repurchase intention) menunjukkan hasil sebagai berikut.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1.
The Effect of
Experience, Website
Quality, and Trust On
The Repurchase
Intention Online At
Sites
(Elwin Novaris
Adinata, 2015)
Teknik pengumpulan
data melalui
kuesioner. Teknik
analisisnya
menggunakan SEM.
Hasilnya adalah pengaruh
pengalaman tidak signifikan
terhadap minat beli ulang tetapi
bersama kualitas website ia
berpengaruh pada kepercayaan,
dan kepercayaan berpengaruh
signifikan terhadap minat beli
ulang.
2.
The Impacts of E-
service Quality on
Customers' Repurchase
Intention in Platform
Online Retailing: An
Empirical Investigation
(Jinlong Bao, 2015)
Studi empirisnya
menggunakan metode
kuisioner dan survei.
Pengukuran analisis
menggunakan SEM
yang didukung oleh
LISREL.
Hasilnya adalah minat beli ulang
secara signifikan dipengaruhi
oleh kepuasan konsumen yang
secara positif dipengaruhi oleh
kualitas produk dan harga, tetapi
tidak dengan desain website,
kualitas informasi, pemenuhan
pesanan, dan kualitas pelayanan
konsumen.
11
No Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
3
Pengaruh Online Trust
dan Percieved
Enjoyment terhadap
Online Shopping
Satisfaction dan
Repurchase Intention
Lazada Indonesia
(I Made Arya dan I
Putu Gede, 2016)
Teknik sampling
menggunakan
purposive sampling
dan teknik analisisnya
menggunakan path
analysis dan
melakukan uji sobel.
Penelitian ini berhasil
membuktikan bahwa online
shopping satisfaction secara
signifikan memediasi pengaruh
online trust dan pengaruh
perceived enjoyment terhadap
online repurchase intention
konsumen Lazada Indonesia di
Kota Denpasar.
4
Online Customer
Experience,
Satisfaction, and
Online Repurchase
Intention for Online
Clothing Retailing
(Johanna Nilsson dan
Olle Wall, 2017)
Metode pengambilan
data menggunakan
kuesioner secara
kuantitatif. Teknik
analisis data yang
digunakan adalah
analisis regresi
Penelitian ini menemukan
seluruh faktor customer
experience menentukan
kepuasan pelanggan yang secara
positif berpengaruh pada
repurchase intention.
5
Effect of E-Service
Quality on Customer
Online Repurchase
Intentions (Tung-Hsuan
Liu, 2012)
Analisis data
menggunakan
perangkat lunak
statistik untuk
mendukung analisis
deskriptif, analisis
faktor, regresi
sederhana, dan regresi
berganda.
Penelitian ini menemukan bahwa
indikator (informasi dan
kemudahan penggunaan) dari E-
SERVQUAL secara positif
mempengaruhi online
repurchase intention
Berdasarkan penelitian terdahulu, penulis menemukan beberapa perbedaan
dan persamaan antara penelitian yang sedang dilakukan saat ini dan penelitian
terdahulu tersebut. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Persamaan dengan milik Elwin Novaris Adinata adalah variabel yang
digunakan dan cara memperoleh data. Perbedaan yang ditemukan terletak
pada teknik analisis data yang menggunakan SEM berbeda dengan
penelitian sekarang yang menggunakan analisis regresi.
12
2. Persamaan dengan milik Jinlong Bao adalah variabel yang digunakan dan
teknik analisisnya. Perbedaan yang ditemukan terletak pada beberapa
tahap teknik analisis data.
3. Persamaan dengan milik I Made Arya dan I Putu Gede adalah variabel
yang digunakan dan teknik samplingnya. Perbedaan ditemukan pada
teknik analisis data yang menggunakan analisis path dan uji sobel berbeda
dengan penelitian sekarang yang menggunakan analisis regresi.
4. Persamaan dengan milik Johanna Nilsson dan Olle Wall adalah variabel
yang digunakan, cara memperoleh data, dan teknik analisis data.
Perbedaan pada penelitian sebelumnya yakni masing-masing indikator
customer experience diteliti dengan rinci berbeda dengan penelitian
sekarang yang hanya secara umum saja.
5. Persamaan dengan milik Hung-Tsuan Liu adalah variabel yang digunakan
sama dan alat analisisnya. Perbedaan terletak pada banyaknya alat analisis
yang digunakan sebab indikator diteliti secara rinci berbeda dengan
penelitian sekarang yang hanya menggunakan satu alat analisis.
B. Landasan Teori
1. Niat Beli Ulang (Repurchase Intention)
Konsumen memiliki tiga tipe pembelian yakni, pembelian
percobaan, pembelian berulang, dan pembelian komitmen jangka panjang.
Ketika sebuah merek baru dalam kategori produk yang dibentuk (pasta
gigi, permen karet, atau coca-cola) termasuk sebagai percobaan untuk
lebih memuaskan atau lebih baik daripada merek lainnya, konsumen
biasanya senantiasa melakukan pembelian berulang. Pembelian ulang erat
13
kaitannya dengan konsep loyalitas merek. Hanya saja, pembelian ulang
biasanya menandakan produk yang ada sesuai dengan persetujuan
konsumen dan mereka rela untuk menggunakannya kembali bahkan dalam
jumlah yang besar (Schiffman dan Kanuk, 2000).
Setelah konsumen membeli produk tersebut, konsumen bisa puas
atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku pasca pembelian. Pelanggan
yang puas akan kembali membeli produk, memuji produk yang
membelinya dihadapan orang lain, sedikit menarik perhatian pada merek
dan iklan pesaing dan membeli produk lain dari perusahaan yang sama
(Kotler dan Armstrong, 2007).
Minat beli ulang (Repurchase Intention) menunjukkan keinginan
pelanggan untuk waktu yang akan datang. Perilaku pembelian ulang
seringkali dihubungkan dengan loyalitas merek. Loyalitas sejatinya hanya
untuk mencerminkan komitmen psikologis konsumen pada suatu merek,
sedangkan pembelian ulang dilakukan konsumen untuk pembelian suatu
merek secara berulang. (Tjiptono, 2004).
Konsumen melakukan pembelian ulang karena adanya suatu
dorongan dan perilaku membeli secara berulang yang dapat menumbuhkan
suatu loyalitas terhadap apa yang dirasakan sesuai untuk dirinya. Jadi,
minat beli ulang dapat disimpulkan sebagai suatu kecenderungan untuk
melakukan pembelian ulang, serta memperoleh respon positif atas
tindakan masa lalu (Peter dan Olson, 2000).
14
a. Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Ulang
Menurut Kotler (2007), ada beberapa faktor utama yang
mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan pembelian ulang,
yaitu:
1) Faktor Psikologis
Berkaitan dengan pengalaman belajar individu pada masa lalu,
serta pengaruh sikap dan keyakinan individu. Pengalaman belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat
pengalaman sebelumnya. Niat konsumen untuk melakukan
pembelian ulang sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar
individu dan pengalaman belajar konsumen yang akan menentukan
tindakan dan pengambilan keputusan membeli.
2) Faktor Pribadi
Kepribadian yang dimiliki konsumen dapat mempengaruhi
persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli suatu produk.
Pelayanan kepada konsumen menjadi sangat penting sebab
pembelian didasarkan oleh kepribadian individu. Dalam hubungan
dengan niat beli ulang, produsen perlu menciptakan situasi,
menyediakan produk, dan melayani konsumen yang diharapkan
konsumen dengan yang diharapkan.
3) Faktor Sosial
Mencakup faktor kelompok anutan (small reference group) yang
terdiri dari kumpulan keluarga, kelompok atau orang tertentu.
15
Faktor keluarga dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan
atau memberi pengaruh dalam keputusan pembelian, serta
mepengaruhi siapa yang seharusnya membeli atau menggunakan
produk tersebut hal ini berlaku juga pada niat beli ulang.
Pemberdayaan bauran pemasaran juga termasuk dalam faktor ini
dimana perusahaan terlibat sebagai produsen untuk menyediakan
produk yang digunakan oleh konsumen.
b. Indikator Niat Beli Ulang (Repurchase Intention)
Menurut Keller (2012) niat beli ulang dapat diidentifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
1) Niat transaksional: yaitu kecenderungan pelanggan untuk selalu
membeli ulang produk yang telah dikonsumsinya.
2) Niat referensial: yaitu kecenderungan pelanggan untuk
mereferensikan produk yang sudah dibelinya, agar juga dibeli oleh
orang lain, dengan referensi pengalaman konsumsinya.
3) Niat preferensial: menggambarkan perilaku konsumen yang selalu
memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsi.
Preferensi ini hanya dapat diganti bila terjadi sesuatu dengan
produk preferensinya.
4) Niat eksploratif: menggambarkan perilaku konsumen yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang
dilanggananinya.
16
2. Pengalaman Pelanggan (Customer Experience)
Customer experience management adalah proses secara strategis
dalam mengatur atau implementasi pengalaman atas diri pelanggan dengan
suatu produk atau perusahaan. Bentuk pengalaman pelanggan bersifat
holistik secara alami dan melibatkan kognitif, afektif, emosi, sosial, dan
respon fisik pelanggan terhadap penjual (Schmitt, 2003).
Pengalaman pelanggan adalah respon internal dan subjektif
pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung terhubung dengan
sebuah perusahaan. Hubungan langsung dapat terjadi di sebuah tempat
ketika pelanggan membeli, menggunakan, dan menerima pelayanan yang
dimaksudkan untuk pelanggan. Hubungan tidak langsung bisa terjadi dari
interaksi tidak terduga melalui perwakilan produk perusahaan, pelayanan
atau merek dan rekomendasi prositif atau kritik, pengiklanan, berita,
review, dan sebagainya. (Meyer dan Schwager, 2007).
Pengalaman pelanggan (Customer Experience) berasal dari
seperangkat interaksi antara seorang konsumen terhadap sebuah produk,
sebuah perusahaan, atau bagian dari sebuah organisasi, yang mana
memicu adanya reaksi. Pengalaman sejatinya sangat pribadi dan
menyiratkan keterlibatan pelanggan pada level berbeda (rasional,
emosional, sensoris, fisik, dan spiritual) (Gentile, et.al 2007).
a. Indikator Pengalaman Pelanggan (Customer Experience)
Customer experience tidak dipengaruhi satu unsur/aspek saja,
namun gabungan dari banyak aspek diantaranya adalah product,
service, brand, channel, promotion. Komponen-komponen tersebut
17
dapat dikelompokkan ke dalam 5 dimensi customer experience yang
dikemukakan oleh Schmitt (1999) sebagai bentuk aplikasi pendekatan
yang dapat dilakukan perusahaan untuk memberikan pengalaman
kepada konsumennya yang dikembangkan melalui teori Experiential
Marketing, yakni:
1. Sense
Pendekatan pemasaran dengan tujuan untuk merasakan dengan
menciptakan pengalaman yang berhubungan dengan perasaan
melalui tinjauan dengan menyentuh, merasakan, dan mencium
dengan kata lain yang berhubungan dengan panca indera, yang
meliputi tentang gaya, tema dan warna.(Schmitt, 1999).
a) Sense sebagai pembeda (sense as diffrentiator)
Usaha ini merangsang sense melalui alat baru dan strategi
sehingga dapat membedakan produk. Perbedaan memunculkan
masalah stimuli yang paling sesuai untuk menciptakan hasil
sensory (Schmitt, 1999).
b) Sense sebagai pendorong (sense as motivator)
Sense dapat memotivasi konsumen untuk mencoba produk dan
membelinya. Tingkat sempurna terhadap stimulasi dapat
dicapai melalui pemahaman atas proses stimulasi sensory
(Schmitt, 1999).
18
c) Sense sebagai penyedia nilai (sense as value provider)
Sense juga dapat melengkapi nilai yang unik kepada konsumen.
Hal ini membutuhkan pemahaman mengenai jenis sense yang
diinginkan konsumen, yakni pemahaman mengenai dampak
dari sensory (Schmitt, 1999).
2. Feel
Perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan
perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi. Unsur
feel meliputi tentang suasana hati dan perasaan atau emosi positif
(Schmitt, 1999). Pengalaman afektif adalah pengalaman mengenai
tingkatan, yakni perasaan yang berbeda terhadap intensitas, mulai
dari perasaan positif ringan atau keadaan mood negatif terhadap
emosi yang tinggi. Emosi selalu disebabkan oleh sesuatu hal atau
orang lain (manusia, kejadian, perusahaan, produk atau
komunikasi). Sebagai pemasar yang berpengalaman, perlu
memahami bagaimana mengendalikan perasaan, dan bagaimana
memberikan tingkat stimulasi yang baik terhadap perasaan.
3. Think
Merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen
akan suatu merek/perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat
dalam pemikiran kreatif. (Schmitt, 1999). Prinsip think terdiri atas
tiga yaitu:
19
a) Surpise (terkejut)
Terkejut memiliki hal yang positif dalam hal ini, konsumen
mendapatkan lebih dari apa yang mereka minta, atau melebihi
harapan mereka.
b) Intrigue (membangkitkan)
Membangkitakan pikiran tergantung pada karakteristik
seseorang. Apa yang membuat orang berimajinasi dengan
orang lain, yang tergantung pada tingkat pengetahuan,
ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.
c) Provokasi
Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan
kontroversi atau kejutan yang tergantung pada perhatian dan
kelompok sasaran yang mana terihat penuh agresif, dan
berisiko.
4. Act
Tindakan berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan
tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-
pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat
menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang
berbeda, mencoba dengan cara yang baru, merubah hidup mereka
lebih baik (Schmitt, 1999). Pandangan bahwa media interaksi
terkait dengan pengalaman dalam program belajar, serta diikuti
dengan perilaku nonverbal yang tidak dapat dipisahkan, serta
20
dalam act experience juga dapat menimbulkan persepsi atas diri
sendiri atas perilaku yang dipelajari yang menyebabkan
pengalaman atas berinteraksi.
5. Relate
Menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat,
atau budayanya (Schmitt, 1999). Relate menjadi daya tarik
keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan
self-improvement, status sosial dan ekonomi, dan citra diri.
Pemasaran relate melengkapi pengalaman yang kuat yang berasal
dari hubungan sosial budaya dan kebutuhan konsumen terhadap
identitas sosial. Tantangan kunci terhadap relate adalah
menciptakan identitas sosial yang berbeda bagi konsumen dengan
merayakan satu kelompok atau budaya yang menjadi bagian
konsumen.
3. Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan konsumen (consumer beliefs) adalah semua
pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang
dibuat konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Objek tersebut
dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu dimana
seseorang memiliki kepercayaan dan sikap. Atribut merupakan
karakteristik atau fitur yang dimiliki atau tidak dimiliki objek. Manfaat
adalah hasil positif yang diberikan atribut kepada konsumen (Mowen dan
Minor, 2002).
21
Kepercayaan kosumen atau pengetahuan konsumen menyangkut
kepercayaan bahwa suatu produk memiliki berbagai atribut dan manfaat
dari berbagai atribut tersebut. Para pemasar perlu memahami atribut dari
suatu produk yang diketahui konsumen dan atribut mana yang digunakan
untuk mengevaluasi suatu produk. Kepercayaan konsumen terhadap suatu
produk, atribut, dan manfaat produk menggambarkan persepsi konsumen.
Karena itu kepercayaan akan berbeda diantara konsumen (Sumarwan,
2004).
Kepercayaan, sikap, dan perilaku terbentuk dengan dua cara
berbeda. Pada formasi langsung, kepercayaan, sikap, dan perilaku
diciptakan tanpa terjadi keadaan lain sebelumnya. Formasi kepercayaan
berhubungan dengan perspektif pengambilan keputusan, kepercayaan
dipandang sebagai sesuatu yang terutama dibentuk melalui prinsip-prinsip
pembelajaran kognitif. Formasi kepercayaan secara langsung terjadi ketika
konsumen melakukan aktivitas pemrosesan informasi. Informasi tentang
atribut dan manfaat produk diterima, dikodekan ke dalam memori, dan
kemudian dibuka kembali dari memori untuk dipergunakan (Mowen dan
Minor, 2002).
a. Indikator Kepercayaan
Berdasarkan penelitian oleh Elwin Novaris Adinata (2015)
terdapat tiga indikakor kepercayaan diantaranya yaitu:
1) Kredibilitas, yaitu keadaan atau kondisi yang dapat dipercaya dan
bisa dipertanggung jawabkan sebagaimana mestinya.
22
a) Kredibilitas perusahaan, yaitu tingkat kepercayaan sebuah
perusahaan di mata klien, pelanggan, mitra bisnis, dan sumber
daya keuangan.
b) Kredibilitas informasi, yaitu informasi yang dapat dipercaya
oleh para pengguna informasi dan apabila informasi tersebut
terdapat kesalahan, maka kesalahannya tidaklah banyak serta
sumber informasi tersebut dapat dipertanggung jawabkan
secara hukum.
2) Kepedulian, kepedulian merupakan salah satu cara untuk
memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain
merasakan komitmen dan tanggung jawab pribadi.
3) Keamanan, yaitu keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa
digunakan dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk
kecelakaan, dan lain-lain.
4. Kualitas Pelayanan Elektronik (E-Service Quality)
Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini banyak
dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model
SERVQUAL (singkatan dari sevice quality) yang dikembangkan tahun
1985 oleh A. Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry.
Perjalanan panjang perkembangan model ini bisa ditelusuri pada delapan
tahap utama: kelahiran, instrumentasi, extended gaps model, determinan
ekspektasi jasa, revisi instrumen SERVQUAL, dampak SERVQUAL
terhadap minat behavioral, sistem informasi kualitas jasa, dan e-
SERVQUAL (Tjiptono dan Chandra, 2011).
23
Kualitas pelayanan (service quality) adalah suatu metode deskriptif
guna menggambarkan tingkat kepuasan pelanggan disebutkan dalam paper
yang berjudul “A Conceptual Model of Service Quality and Its
Implications for Future Research” dimulai tahun 1983 oleh A.
Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry yang
dipublikasikan di Journal of Marketing. Service quality (kualitas layanan)
adalah ukuran seberapa baik suatu layanan menemui kecocokan dengan
harapan pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2011).
Dalam artikel yang berjudul “Service Quality Delivery Through
Web Sites: A Critical Review of Extant Knowledge” yang dipublikasikan
di Journal of the Academy of Marketing Science, Zeithaml, et al. (2002)
mengkaji dan melakukan sistesis terhadap literatur seputar penyampaian
kualitas jasa melalui websites dan menyusun model konseptual untuk
memahami dan meningkatkan kualitas jasa elektronik (Tjiptono dan
Chandra, 2011).
E-service quality dapat didefinisikan sebagai keseluruhan evaluasi
pelanggan dan penilaian yang diterima atas keunggulan dan kualitas
pengiriman pelayanan elektronik dalam pasar virtual (dunia maya)
(Santos, 2003). Kualitas pelayanan mempengaruhi keputususan
mengkonsumsi, tapi hanya dua saat ini yang ditemukan dan telah
diaplikasikan pada e-commerce (Yang & Jun, 2002; Wolfinbarger & Gilly,
2003).
24
Sejumlah riset menunjukkan bahwa hanya kurang dari 2 persen dari
online visits yang berakhir dengan pembelian produk dan buruknya
kualitas layanan berkontribusi pada ± 80 persen komplain pelanggan
terhadap e-retaillers. Selain itu, ada kecenderungan bahwa konsumen
lebih suka berbelanja di toko offline. Beberapa faktor yang diyakini
berkontribusi pada situasi ini antara lain isu jaminan keamanan transaksi ,
privasi dalam berbelanja online yang dipersepsikan masih lemah, sebagian
pelanggan masih lebih suka memegang dan mengamati produk fisik
sebelum memutuskan pembelian, masih lemahnya kualitas infrastruktur
penunjang, dan seterusnya (Tjiptono dan Chandra, 2011).
a. Indikator E-Service Quality
Diantara sekian banyak model kualitas jasa online yang
berkembang, tampaknya model yang paling komprehensif dan
integratif adalah model e-SERVQUAL yang dikemukakan oleh
Zeithaml, et al tahun 2002. Pada prinsipnya, model ini merupakan
adaptasi dan perluasan model tradisional SERVQUAL ke dalam
konteks pengalaman berbelanja online (Tjiptono dan Chandra, 2011).
Dalam model e-SERVQUAL terdapat 4 macam gap, yaitu
information gap, design gap, communication gap, dan fulfillment gap.
Kerangka konseptual e-SERVQUAL mengintegrasikan dua aspek
utama: (1) penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa elektronik dan
konsekuensinya; dan (2) kelemahan organisasi yang bisa berkontribusi
25
pada penilaian jelek terhadap kualitas jasa eletronik (Tjiptono dan
Chandra, 2011).
Berdasarkan proses tiga tahap menggunakan focus groups
eksploratoris dan dua tahap pengumpulan dan analisis data empiris,
Zeithaml mengidentifikasi tujuh dimensi (efisiensi, reliabilitas,
fulfillment, privasi, daya tangkap, kompensasi dan kontak) yang
membentuk skala “core online service” dan skala “recovery online
service”. Empat dimensi utama (efisiensi, reliabilitas, fulfillment,
privasi) merupakan skala inti e-SQ yang digunakan untuk mengukur
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa yang diberikan pengecer
online. Sementara itu, tiga dimensi lainnya (daya tangkap, kompensasi
dan kontak) merupakan skala recovery e-servqual (Tjiptono dan
Chandra, 2011). Secara ringkas, ketujuh dimensi e-SERVQUAL
meliputi:
1) Efisiensi, yaitu kemampuan pelanggan untuk mengakses website,
mencari produk yang diinginkan dan mencari informasi yag
berkaitan dengan produk tersebut, dan meninggalkan situs
bersangkutan dengan upaya minimal.
2) Reliabilitas, berkenaan dengan fungsi teknis situs yang
bersangkutan, khususnya sejauh mana situs tersebut tersedia dan
berfungsi sebagaimana mestinya.
3) Pemenuhan, mencakup akurasi janji layanan, ketersediaan stok
produk, dan pengiriman produk sesuai waktu yang dijanjikan.
26
4) Privasi, berupa jaminan bahwa data perilaku belanja tidak akan
diberikan kepada pihak lain manapun dan bahwa informasi kartu
kredit pelanggan terjamin keamanannya.
5) Daya tangkap, merupakan kemampuan pengecer online untuk
memberikan informasi yang tepat kepda pelanggan sewaktu timbul
masalah, memiliki mekanisme untuk menangani pengembalian
produk, dan menyediakan garansi online.
6) Kompensasi, meliputi pengembalian uang, dan menyediakan
garansi online.
7) Kontak, mencerminkan kebutuhan pelanggan untuk bisa berbicara
dengan staff layanan pelanggan secara online atau melalui telepon
(dan bukan berkomunikasi dengan mesin) (Tjiptono dan Chandra,
2011)..
5. Hubungan Antar Variabel
a. Pengaruh Customer Experience terhadap Repurchase Intention
Experience bisa dikatakan sebagai interaksi antara organisasi
dan pelanggan. Di dalamnya ada unsur-unsur fisik yang ditampilkan.
Rangsangan-rangsangan terhadap pancaindera (keindahan, bau, suara)
dan permainan emosi yang memungkinkan terciptanya kepuasan
pelanggan. Kepuasan yang diperoleh seorang konsumen, dapat
mendorong ia melakukan pembelian ulang (repeat purchase), menjadi
loyal terhadap produk tersebut ataupun loyal terhadap toko tempat dia
membeli barang tersebut.
27
Hal ini memberikan efek kepada konsumen untuk dapat
menceritakan hal-hal yang baik kepada orang lain tentang bagaimana
dirinya berinteraksi dengan sebuah perusahaan. Peluang bagi
perusahaan untuk mendapatkan profit juga lebih besar. Pengalaman
konsumen dari waktu ke waktu akan membentuk sikap yang
berpengaruh dalam niat pembelian ulang konsumen (Suryani, 2013).
b. Pengaruh Kepercayaan terhadap Repurchase Intention
Kepercayaan mencerminkan bagian dari harapan yang positif
terhadap bagian perilaku yang akan datang. Pelanggan dapat
membentuk sikap mereka terhadap perilaku vendor untuk waktu yang
akan datang terhadap persepsi kepuasan yang mereka terima (Kim et
al., 2004). Hal ini akan mengarah pada terjadinya pembelian ulang
konsumen atas suatu barang/jasa.
Terdapat dua kemungkinan yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan pembelian kembali suatu produk. Pertama, konsumen
merasa puas dengan pembelian yang mereka lakukan, kedua pelanggan
merasa tidak puas, tetapi mereka tetap melakukan pembelian kembali
sebab mereka menganggap biaya yang harus mereka keluarkan untuk
mencari, mengevaluasi, dan mengadopsi produk dengan merek lain
(switching cost) terlalu tinggi.
Pentingnya kepercayaan perlu dibangun untuk meningkatkan
pembelian ulang sebab kepercayaan yang sudah melekat dibenak
konsumen dapat memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian
28
karena adanya nilai yang dianggap penting bagi konsumen yang sudah
bertumpu pada satu merek (Erna, 2008).
c. Pengaruh E-Service Quality terhadap Repurchase Intention
Hal utama yang harus dilakukan perusahaan untuk meyakinkan
konsumen adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas
sehingga tercipta kepercayaan untuk mendapatkan pelanggan yang
loyal pada perusahaan. Perilaku tersebut dapat terjadi pada saat,
sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan
yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta
pembelian ulang yang lebih sering.
Konsumen yang percaya terhadap perusahaan akan
menggantungkan dirinya karena adanya jaminan dan kualitas
pelayanan yang bagus, sebaliknya konsumen yang tidak percaya
terhadap perusahaan tidak akan menggantungkan dirinya pada
perusahaan tersebut dikarenakan tidak adanya jaminan akan kualitas
pelayanan yang diharapkan atau diinginkan dari perspektif pelanggan
itu sendiri.
Dalam konteks e-commerce, kualitas pelayanan sering disebut
e-service quality. Hal ini untuk membedakan dimensi kualitas
pelayanan pada e-commerce yang cukup berbeda karena ikut
mempertimbangkan aspek teknologi. Pelanggan memiliki ukuran
masing-masing tentang bagaimana sebuah kualitas pelayanan yang
efektif dan efisien sehingga memicu terjadinya keinginan untuk
29
melakukan pembelian ulang pada suatu situs. Tumbuhnya niat beli
ulang yang besar oleh seorang pelanggan sesungguhnya sangat
didukung dengan bagaimana perusahaan yang bersangkutan
menerapkan pelayanan terbaik mereka.
C. Kerangka Penelitian
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dijabarkan dalam
landasan teori di atas dan juga dari beberapa referensi penelitian terdahulu
yang telah disusun, maka dapat dibuat kerangka penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1
Hubungan Variabel Pengalaman Pelanggan, Kepercayaan, Kualitas
Pelayanan Elektronik, dan Minat Beli Ulang
Penjelasan berdasarkan dari kerangka penelitian di atas yakni ada
sebuah hubungan kausal yang bersifat sebab akibat. Variabel independen
(bebas) yang terdiri dari pengalaman pelanggan (customer experience)
berdasarkan teori dari Schmitt (2003), kepercayaan (trust) berdasarkan teori
dari Mowen dan Minor (2002), dan kualitas pelayanan elektronik (e-service
Niat Beli
Ulang
(Repurchase
Intention)
Pengalaman
Pelanggan (Customer
Experience)
Kualitas Pelayanan
Elektronik (E-SQ)
Kepercayaan
(Trust)
30
quality) berdasarkan teori dari Zeithaml, et al dalam Tjiptono dan Chandra
(2011) masing-masing dan juga secara keseluruhan mempengaruhi variabel
dependen (terikat) yaitu niat beli ulang (repurchase intention) berdasarkan
teori dari Kotler dan Armstrong (2004).
Review atau tanggapan yang bersifat membangun serta interaksi antar
individu dalam suatu lingkungan ketika memberikan referensi dapat dijadikan
pedoman untuk meneliti pengalaman pelanggan yang bersangkutan.
Selanjutnya, perusahaan yang telah kredibel atau dapat dipercaya maka
kemungkinan memiliki pengaruh yang baik dalam pembelian ulang produk.
Selain itu dukungan atas pelayanan perusahaan seperti desain website dan
konsep transaksi juga dapat mempengaruhi niat beli ulang.
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2014), menyatakan bahwa hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, dan
penelitian terdahulu belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengolahan data.
1. Berdasarkan hasil penelitian oleh Nilsson dan Wall (2017) dinyatakan
bahwa pengalaman pelanggan yang secara positif berpengaruh pada niat
beli ulang (repurchase intention). Dari uraian tersebut dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
31
H1: Pengalaman Pelanggan (Customer Experience) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Niat Beli Ulang (Repurchase Intention) pada
situs Lazada.
2. Berdasarkan hasil penelitian oleh Adinata (2015) dinyatakan bahwa
kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap niat beli ulang (repurchase
intention). Dari uraian tersebut dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Kepercayaan (Trust) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Niat Beli Ulang (Repurchase Intention) pada situs Lazada.
3. Berdasarkan hasil penelitian oleh Liu (2012) dinyatakan bahwa E-Service
Quality secara positif dan signifikan mempengaruhi niat beli ulang online
(online repurchase intention). Dari uraian tersebut dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3: Kualitas Pelayanan Elektronik (E-Service Quality) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Niat Beli Ulang (Repurchase
Intention) pada situs Lazada.