5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Membaca
Menurut (Tarigan, 2008) Membaca adalah proses yang dilakukan
serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis. Dalam bukunya (Somadyo,
2011) berpendapat bahwa membaca merupakan kegiatan interaktif untuk
memetik dan memahami makna yang terkandung dalam bahan tertulis.
Serta menurut (Subyantoro, 2011) membaca merupakan keterampilan
yang lambat laun akan menjadi perilaku keseharian seseorang.
Selain itu (Nurhadi, 2010) menyatakan bahwa membaca adalah
proses yang melibatkan aktivitas fisik dan mental. Aktivitas fisik tersebut
seperti salah satunya ialah dalam membaca seseorang menggerakkan
matanya untuk membaca tulisan atau bacaan sepanjang baris. Sedangkan
aktivitas mental bukan hanya menggerakkan mata untuk membaca tulisan
atau teks, melainkan memuat aktivitas berpikir untuk memahami tulisan
demi tulisan.
Dari pengertian-pengertian membaca tersebut, penulis sependapat
dengan Nuriadi dan Subyantoro. Dimana membaca merupakan sebuah
seni pemahaman melalui kegiatan yang menggunakan fisik untuk
memahami sebuah tulisan dan diolah melalui pikiran, yang nantinya akan
dapat mempengaruhi perilaku dan mental seseorang.
2.1.1 Tujuan membaca
Ada beberapa tujuan dari membaca, seperti yang dikemukakan oleh
Anderson dalam (Tarigan, 2008), dia menyebutkan bahwa yakni ada 7
tujuan khusus dari membaca, yaitu:
a. Untuk memperoleh rincian-rincian atau fakta-fakta (reading for
details)
b. Untuk memperoleh gagasan pokok atau ide-ide utama (reading for
main ideas)
6
c. Guna mengetahui struktur, tata urutan dan susunan organisasi cerita
(reading for sequence or organization)
d. Membaca juga bertujuan untuk menyimpulkan isi yang terkandung
di dalam suatu bacaan ( reading for inference)
e. mengelompokkan atau mengklasifikasikan jenis bacaan (reading to
classify)
f. Guna menilai atau mengevaluasi isi wacana atau bacaan ( reading
to evaluate )
g. Membaca bertujuan untuk membandingkan atau mempertentangkan
isi bacaan dengan kehidupan nyata (reading to compare or
contrast)
Ketujuh tujuan tersebut merupakan tujuan khusus daripada
membaca yang dikemukakan oleh Anderson (2008) dalam Tarigan, yang
mana tujuan umum dari membaca tak lain ialah untuk memperoleh
informasi, pemahaman atas bacaan. Dan dengan membaca akan dapat
menambah wawasan bagi siapapun.
2. 2 Hakikat Pemahaman Membaca
Smith dalam (Tarigan,2008) mengartikan pemahaman atau
comprehension sebagai suatu penafsiran atau penginterpretasian
pengalaman, menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah
diketahui, dan menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
kognitif yang terdapat dalam bacaan.
Pemahaman membaca memiliki arti sempit sebagai suatu instruksi
yang meningkatkan kemampuan untuk belajar dari suatu teks, atau secara
luas sebagai instruksi yang memberi akses kepada siswa ke daerah atau
bidang terpenting dari sebuah pengetahuan serta memberikan makna
dalam pencapaian tujuan secara afektif dan intelektual (RAND Reading
Study Group [RRSG], 2002) yang dikutip oleh (Carnine, Douglas
W;Silbert, Jerry;et.al, 2010)
7
Sedangkan menurut Burns melalui (Runtu, 2004) pemahaman
membaca ada beberapa jenis pemahaman yang dapat diperoleh pembaca,
yaitu meliputi:
1) Pemahaman Literal
Pemahaman yang diperoleh dengan membaca apa yang dinyatakan
secara langsung dalam teks bacaan. Khususnya, bagian dari paragraf atau
bab yang dinyatakan secara eksplisit yang memuat informasi dasar, seperti
rincian yang mendukung gagasan utama hubungan sebab akibat, inferensi,
dan sebagainya. Untuk menemukan rincian-rincian tersebut secara efektif,
dapat digunakan pertanyaan dengan kata tanya: apa, siapa, di mana, kapan,
bagaimana, dan mengapa.
2) Pemahaman Tingkat Tinggi
Pemahaman tingkat tinggi adalah pemahaman yang melebihi
pemahaman literalteks. Pemahaman literal-teks didasarkan pada proses
berpikir tingkat tinggi, seperti menginterpretasi, menganalisis, dan
mensintesis informasi. Membaca interpretatif adalah membaca antar baris
untuk memperoleh inferensi. Membaca interpretatif meliputi pembuatan
simpulan, misalnya tentang gagasan utama, hubungan sebab akibat, serta
analisis bacaan seperti menemukan tujuan pengarang menulis bacaan.
Membaca kritis adalah membaca mengevaluasi materi tertulis, yakni
membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang
diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, kesesuaian, dan
urutan waktu, pembaca kritis harus menjadi pembaca aktif bertanya,
meneliti fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian sampai ia
mempertimbangkan semua materi.
3) Membaca Kreatif
Membaca yang berusaha mencari makna dibalik materi yang
dinyatakan oleh penulis. Seperti halnya membaca kritis, membaca kreatif
menuntut pembaca untuk berpikir ketika mereka membaca dan menuntut
mereka menggunakan imajinasi mereka. Dengan membaca seperti itu,
pembaca akan menghasilkan gagasan-gagasan baru.
8
(Davies & H.G, 2009), menyatakan bahwa indikator-indikator
kemampuan pemahaman membaca terdiri atas:
1) Acuan langsung yang dirinci dalam kemampuan memahami makna
kata, istilah, ungkapan; kemampuan menangkap informasi dalam
kalimat; dan kemampuan menjelaskan istilah;
2) Penyimpulan yang dirinci dalam kemampuan menemukan sifat
hubungan suatu ide dan kemampuan menangkap isi bacaan baik
tersurat maupun tersirat;
3) Dugaan, yang dirinci dalam kemampuan menduga pesan yang
terkandung dalam bacaan dan kemampuan menghubungkan teks
dengan situasi komunikasi;
4) Penilaian, yang dirinci dalam kemampuan menilai isi teks,
kemampuan menilai ketepatan organisasi bacaan, dan kemampuan
menilai ketepatan pengungkapan informasi.
Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan tentang membaca
pemahaman, penulis sependapat dengan Somadyo dan Burns. Jadi
membaca pemahaman ialah sebuah proses untuk mendapatkan makna dari
sebuah bacaan melalui aktivitas-aktivitas yang terperinci, guna
mendapatkan informasi tentang bacaan itu dan makna dari bacaan
tersebut.
2.3 Membaca Literasi di Sekolah Dasar
PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah
studi literasi membaca yang dirancang untuk mengetahui kemampuan
anak sekolah dasar dalam memahami bermacam ragam bacaan.
Penilaiannya difokuskan pada dua tujuan membaca yang sering dilakukan
anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu membaca
cerita atau karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan
menggunakan informasi.
IEA/RLS (International Association for the Evaluation of
Education Achievement) mendefinisikan membaca literasi sebagai
9
kemampuan untuk memahami dan menggunakan format bahasa yang
tertulis yang diperlukan oleh masyarakat dan atau berharga bagi individu.
Sedangkan IALS mendefinisikan membaca literasi yaitu menggunakan
informasi cetak dan tertulis untuk digunakan dimasyarakat guna mencapai
tujuan seseorang serta untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi
seseorang.
Dari dua pengertian tersebut PISA mendefinisikan membaca literasi
adalah memahami, menggunakan, dan merefleksikan pada teks tertulis,
guna mencapai tujuan seseorang, mengembangkan pengetahuan dan
potensi seseorang, serta untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Wells dalam Yusuf Suhendra(2006) menambahkan bahwa literasi
dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu performative, functional,
informational, dan epistemic.
a) Performative, di tingkat ini seseorang mampu membaca, menulis serta
berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan,
b) Functional,pada tingkat ini seseorang diharapkan mampu
menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
misalnya, membaca petunjuk atau manual,
c) Informational, seseorang diharapkan untuk dapat mengakses
pengetahuan dengan bahasanya,
d) Epistemic, pada tingkat ini seseorang diharapkan dapat
mentransformasikan pengetahuan (Depdiknas, 2004).
OECD(Organization for Economic Co-operation and Development)
dalam Yusuf Suhendra (2006) menyatakan bahwa ada 5 tingkatan literasi,
kelima tingkatan tersebut yaitu :
1. Pada tingkat 5 siswa memiliki kemampuan membaca yang luar biasa,
seperti menemukan informasi yang rumit dalam teks yang tidak dikenal
sebelumnya, mempertunjukkan pemahaman yang terperinci, menarik
kesimpulan dari informasi yang ada di dalam teks, mengevaluasi dengan
kritis, membangun hipotesis, serta mengemukakan konsep yang
mungkin bertentangan dengan harapannya sendiri.
10
2. Tingkat 4 siswa mampu membaca ragam bacaan dengan kemampuan
untuk mencari informasi yang ditanyakan, memahami ambiguitas, dan
dengan kritis melakukan penilaian terhadap suatu teks.
3.Tingkat 3 pada umumnya mampu membaca teks dengan tingkat
kesulitan menengah, seperti menemukan informasi dalam berbagai jenis
dan format teks, menghubungkan informasi dalam beragam teks dengan
konteks dan pengetahuan umum yang dikenal oleh siswa sehari-hari.
4.Tingkat 2 mampu membaca untuk menemukan informasi yang
dinyatakan secara langsung, membuat kesimpulan sederhana,
mengartikan kata secara harafiah, dan menggunakan pengetahuan umum
untuk memahami bacaan itu.
5. Tingkat 1 tahap belajar membaca
Perbandingan pencapaian literasi membaca siswa di Indonesia
dibandingkan dengan siswa di Asia lainnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.1
Tingkat Literasi
< T-1 T-1 T-2 T-3 T-4 T-5 Skor
Indonesia 26,0 37,2 27,3 8,2 1,2 0,1 382
Thailand 13,5 30,5 34,3 17,0 4,1 0,5 420
Korea 1,4 5,4 16,8 33,5 30,8 12,2 534
Jepang 7,4 11,6 20,9 27,2 23,2 9,7 498
Hongkong 3,4 8,6 20,0 35,1 27,1 5,7 510
OECD 6,7 12,4 22,8 28,7 21,3 8,3 494
T: Tingkat Literasi
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa di negara kita
dinyatakan belum ada 1% yang menduduki tingkat 5. Hal tersebut
11
menandakan bahwa membaca literasi di Indonesia masih dikatakan rendah
(Suhendra, 2006).
2. 4 Pelaksanaan dan pembelajaran membaca di sekolah
Proses pembelajaran membaca di sekolah dimasukkan ke dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia. Yang mana pembelajaran mata pelajaran
bahasa Indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Dituliskan dalam peraturan menteri pendidikan nasional no. 22
tahun 2006 lampiran 3 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar, mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah merupakan kualifikasi
kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa
dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta
didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan
global.
Membaca menjadi salah satu aspek yang penting dalam pelajaran
ini. Untuk itu, dalam pemenuhan pencapaian standar kompetensi dalam
proses pembelajaran membaca, guru harus memilih metode yang tepat
untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, guru harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan, misalnya dengan menggunakan teknik dan
media pembelajaran yang menarik siswa untuk mengikuti pembelajaran
membaca dengan baik.
2.5 Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak disukai
oleh kebanyakan guru, karena paling mudah untuk mengatur kelas
maupun mengorganisirnya. Menurut Tengku dalam (Nurmalikha, 2010)
menyatakan bahwa bila guru menyampaikan pesan (dalam hal ini materi
pelajaran) secara lisan kepada siswa, maka dapat dikata bahwa guru
tersebut telah memberi ceramah. Muhibbin Syah dalam (Nurmalikha,
12
2010) mengungkapkan bahwa metode ceramah ialah sebuah metode
mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan
kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Metode yang biasa dilakukan oleh guru kelas 5 di SD Kaliwungu
03 untuk pemahaman membaca ialah metode ceramah. Guru menjelaskan
beberapa hal penting yang berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan sebelum guru membacakan sebuah cerita. Setelah cerita
dibacakan siswa akan diberikan tes pemahaman lisan dan tertulis. Tes
lisan dilakukan melalui permainan Tic Tac Toe, permainan ini adalah
permainan dimana pemain berjumlah 2 orang, sebelum permainan dimulai
akan ada papan yang bergambar seperti di bawah ini:
Gambar 2.1 Medan Tic Tac Toe
Setelah itu pemain akan menentukan tanda masing-masing yang
biasanya menggunakan symbol X dan O. setelah mereka menentukan
symbol tersebut, mereka akan diberi sebuah pertanyaan yang berkaitan
dengan pemahaman membaca. Siapa yang lebih dulu menjawab dengan
benar maka dia boleh menggambarkan simbolnya pada medan itu.
Misalnya, pemain 1 menggunakan symbol X dan Pemain 2 menggunakan
symbol O, dalam permainan Pemain 2 menjawab terlebih dahulu dan
jawabannya benar maka dia boleh menggambarkan simbolnya pada medan
tersebut seperti di bawah ini:
13
Gambar 2.2 Record Pemain 2
kemudian dilanjutkan pertanyaan yang selanjutnya sampai ada yang
menang. Misalnya pemenangnya ialah pemain 1 maka gambarnya bisa
jadi seperti di bawah ini
Gambar 2.3 Ending Tic Tac Toe
Permainan ini sangat disukai oleh siswa, jadi guru memanfaatkan
permainan ini sebagai menu tambahan dalam proses pembelajaran.
Permainan ini tidak hanya digunakan guru tersebut untuk mata pelajaran
bahasa Indonesia saja melainkan mata pelajaran lain seperti matematika,
IPA, IPS dan lain-lain.
2.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisonal. Karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.
a. Kelebihan Metode Ceramah
Guru mudah menguasai kelas.
Mudah dilaksanakan.
Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
14
Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.
b. Kekurangan Metode Ceramah
Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan
anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar
menerimanya.
Bila terlalu lama membosankan.
Sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar anak didik.
Menyebabkan anak didik pasif apabila tidak diberi improvisasi yang
dapat menarik perhatian siswa agar lebih aktif.
2.6 Literature Circle
Menurut (Daniels, 1994) Literature Circle merupakan suatu
kelompok diskusi kecil sementara yang memilih untuk membaca buku
yang sama. Ketika membaca, anggota menghitung dan menentukan tugas
membaca, membawa catatan atas apa yang mereka baca, dan
mendiskusikan teks sesuai dengan peran yang ditugaskan. Lingkaran
(Circle) bertemu secara teratur, atau dengan rotasi. Setiap anggota akan
menyampaikan tugas mereka masing-masing.
Ini merupakan metode yang menggabungkan pembelajaran
kolaboratif dan membaca mandiri, yang keduanya merupakan konsep yang
paling penting dalam pendidikan saat ini. Dalam bukunya, Daniels
menetapkan bahwa lingkaran sastra (Literature Circle) sebenarnya terdiri
dari 12 unsur utama: 1) siswa memilih bahan bacaan mereka sendiri; 2)
kelompok kecil sementara terbentuk, berdasarkan buku yang dipilih; 3)
kelompok membaca buku-buku yang berbeda dan; 4) kelompok bertemu
dalam jadwal rutin yang dibuat untuk membahas bacaan; 5) Catatan
digunakan untuk memandu siswa membaca dan diskusi; 6) siswa akan
menghasilkan topik diskusi dengan sendirinya; 7) diskusi kelompok yang
terbuka, alami, dan percakapan mengenai buku-buku tersebut, siswa dapat
bekomentar secara terbuka; 8) Peran diskusi dirotasi; 9) Guru adalah
fasilitator, bukan anggota kelompok atau instruktur; 10) Evaluasi
15
dilakukan dengan observasi guru dan evaluasi diri siswa; 11)
mempertahankan suasana bermain yang menyenangkan; 12) setelah
membaca buku, pembaca berbagi dengan orang lain, dan kelompok-
kelompok baru terbentuk serta memilih bacaan baru yang akan digunakan
selanjutnya.
Peran diskusi sangat penting di dalam Literature Circle. Daniel
merekomendasikan empat peran yang diperlukan :
1) Discussion Leader (bertanggung jawab resmi untuk membuat
pertanyaan diskusi yang baik dan memulai diskusi kelompok)
2) Passage person (memilih bagian-bagian yang mengesankan dari teks
yang ditunjuk yang menarik, kuat, pemikiran atau penting untuk
membaca dengan suara keras),
3) Connector (penghubung hubungan orang, tempat, dan peristiwa dalam
teks dengan kehidupan pembaca di rumah, kehidupan sekolah,
masalah pribadi, karya sastra lain atau tulisan-tulisan lain oleh penulis
yang sama), dan
4) Ilustrator (membuat sketsa, menggambar kartun, diagram, atau
diagram alur atas bacaan yang dibaca) (Daniels, 1994)
Selain itu, Daniels menunjukkan lima peran opsional lain yang
dapat ditambahkan bila diperlukan, yaitu:
1) Reasercher (bertugas untuk menggali informasi latar belakang tentang
buku, penulis, atau topik yang terkait dengan buku atau teks),
2) Summarizer (memberikan ringkasan singkat dari bacaan yang dapat
mencakup inti, poin-poin penting, atau esensi dari teks),
3) Character Captain (memberikan penjelasan singkat atau gambaran
karakter kunci dalam bacaan kepada kelompok),
4) Word Master (menyoroti beberapa kata kunci atau tidak diketahui yang
patut memperhatikan) dan,
5) Travel Tracer (membuat peta atau diagram pengaturan cerita).
16
Literature circle ini merupakan sebuah kelompok social kecil yang
terdiri dari peserta didik yang berbeda. Dalam hal ini kita dapat mengingat
sebuah pernyataan Vygotsky yang sering dikutip, yaitu “Zone of Proximal
Development”. Dalam tulisannya (Daniels, 1994) mengutip pernyataan
Vygotsky yang mengatakan bahwa belajar yang benar diyakini terjadi
pada tingkat sosial, bila konten menjadi bermakna dan relevan secara
pribadi dan ketika seorang pelajar berinteraksi dengan mentor yang lebih
berpengalaman yang memimpin peserta didik melalui informasi scaffolded
ke level peningkatan pemahaman. Sementara membaca dianggap sebagai
proses dalam kelompok kecil, tiga elemen kunci lain menjamin
kesuksesan seperti: pembicaraan alami, personalisasi, dan internalisasi
belajar. (Strickland, Dillon, Funkhouser, Glick, & Rogers, 1989)
menyatakan bahwa berbicara bersama-sama membawa pemikiran kritis.
(Short, 1990) juga mencatat bahwa membaca, menulis, dan berbagi dalam
kelompok sebaya memungkinkan siswa untuk kemajuan personalisasi
mereka sendiri .
2.6.1 Tahapan Pelaksanaan Literature Circle
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Berikut adalah aturan
main dalam Literature Circle menurut (Daniels, 1994)
1. Pertama pilih buku yang akan dibahas. Untuk Independent reading,
mereka bebas memilih buku yang akan dibaca bersama, sedangkan
untuk reading group, buku ditentukan secara bersama-sama. Dalam
pemilihannya guru membantu untuk memilih buku yang sesuai
(untuk pemula misalnya, kita gunakan buku yang sesuai bagi
pemula).
2. Bentuk kelompok
3. Atur jadwal untuk melakukan diskusi atau pembahasan buku yang
sudah dibaca. Pembahasannya chapter by chapter (per-Bab). Dalam
setiap kelompok mereka akan melakukan tugas-tugas yang berbeda-
beda. Dalam Literature Circle ada beberapa peran yang harus
17
dimainkan,yaitu Discussion Leader, connector, summarizer, word
master, group observer,dll.
4. Siswa diberikan lembar kerja sesuai dengan tugasnya. Ini untuk
membantu siswa dalam diskusi. Jadi mereka menuliskan apa saja
yang harus dan akan mereka sampaikan pada saat diskusi.
5. Topik diskusi akan muncul dengan sendirinya melalui pertanyaan
atau pernyataan dari siswa.
2.6.2 Kelebihan Literature Circle
Literature circle menawarkan beberapa kelebihan yang didapatkan
dalam pelaksanaan pembelajaran, diantaranya yaitu :
1) Hubungan pembaca-teks yang lebih kuat ,
Vygotsky dalam (Schlick Noe & Johnson, 1999) mengemukakan teori
bahwa pembelajaran yang efektif terjadi ketika peserta didik
mengenali kebutuhan mereka sendiri dan bertanggung jawab atas
pembelajaran mereka sendiri melalui kerjasama dengan rekan-rekan
yang lebih kompeten dan orang dewasa. Dalam hal ini metode LC
menyajikan kegiatan bagi peserta didik untuk bekerja baik secara
mandiri maupun kerjasama. Sehingga peserta didik akan dapat lebih
memahami teks yang dibaca.
2) Peningkatan iklim kelas ,
Sebagai siswa yang belajar untuk bekerja sama dengan satu sama lain,
untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, dan
menghormati berbagai perspektif pada topik dan isu-isu, mereka juga
belajar untuk menjadi pendengar yang lebih baik dan lebih jujur
dengan rekan-rekan (Burns, Farinacci, & Raja, 1999).
3) Peningkatan derajat kesetaraan gender dan pemahaman.
Dalam (Schlick Noe & Johnson, 1999) mempelajari "girls only"
Literature Circle di tingkat sekolah dan menemukan bahwa dalam
diskusi kebanyakan perempuan akan mempertahankan pendapatnya
hal ini berbeda dengan kondisi tradisional, di mana anak laki-laki lebih
18
mendominasi dalam diskusi serta menarik banyak perhatian dari guru
(Orenstein, 1999)
4) Lingkungan belajar yang lebih kondusif dengan kebutuhan dan
kemampuan peserta didik.
2.7 Hasil Penelitian yang relevan
a. Hasil penelitian semi eksperimen oleh Neng Syifa Masnoneh
(Universitas Negeri Malang, 2010) yang berjudul “Keefektifan
Literature Circle terhadap pemahaman membaca siswa”. Hasil
penilitannya menyatakan bahwa,berdasarkan penghitungan statistik
menggunakan independent t-test terhadap skor siswa di tes akhir,t-
hitungnya adalah 3.11. T-hitung ini signifikan pada level .05 satu arah
(dengan dk 44). T-hitung lebih besar daripada nilai kritis (1.678).
Dengan demikian, Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa literature
circle efektif.
b. Hasil penelitian tindak kelas yang dilakukan oleh Eka Puji Lestari
dengan judul “Peningkatan kemampuan membaca pemahaman novel
remaja dengan strategi lingkaran sastra (Literature circle) pada siswa
kelas VIII SMP Negeri 19 Malang”. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa penilaian proses dan hasil dengan penerapan Strategi Lingkaran
Sastra di kelas VIII-F telah meningkat. Penilaian proses selama Siklus
I dan Siklus II meningkat sebesar 65,76% Penilaian hasil pada
kemampuan menganalisis tokoh dan penokohan, latar, serta alur
selama Siklus I dan Siklus II, masing-masing meningkat sebesar
17,60%, 11,29%, dan 11,19%. Sedangkan prestasi belajar siswa level
individu mengalami peningkatan sebesar 36,84%, dan pada Siklus II
sebesar 21,05%. Pembelajaran membaca pemahaman novel remaja
juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan bertambahnya
jumlah siswa yang berperilaku positif yang menggambarkan prestasi
dan minat membaca novel selama pembelajaran berlangsung.
19
2.8 Kerangka Berpikir
Berdasarkan Kajian teori yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode Literature Circle pada pembelajaran Bahasa
Indonesia khususnya pemahaman membaca di Sekolah Dasar sangat
penting, karena pembelajaran akan lebih efektif, mampu melatih siswa
untuk memahami isi bacaan, mengkritisi isi bacaan, serta melatih siswa
untuk percaya diri mengemukakan gagasan-gagasan atau opini yang
mereka miliki, dan berlatih tanggungjawab.
Bagan 2.4. Kerangka Berpikir
Kelas
Kontrol
Hasil pre test tidak
boleh ada perbedaan
yang signifikan
Post
Test
Pembelajaran
menggunakan
metode
Ceramah
Pre-
Test
Kelas
Eksperimen
Uji beda hasil post
test apakah ada
pengaruh yang
signifikan dengan
penggunaan metode
Literature Circle
Pembelajaran
menggunakan
Literature
Circle
Pre-
Test Post
Test
20
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar
antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dimana kelas kontrol
pembelajaran akan dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar, sedangkan
di kelas eksperimen menggunakan metode Literature Circle. Hasil belajar
dari kedua kelompok akan dilakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan
Literature Circle berpengaruh signifikan terhadap rata-rata pemahaman
membaca siswa, namun sebelumnya diadakan tes homogenitas terlebih
dahulu untuk mengetahui perbedaan varian.
2.9 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berfikir, peneliti mengemukakan
hipotesis penelitian yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada
pemahaman membaca yang menggunakan metode Literature Circle pada
kelas eksperimen dengan pemahaman membaca yang menggunakan
metode pembelajaran ceramah pada kelas kontrol.