Upload
leminh
View
225
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Membaca
Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan
merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna
yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi
aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca
dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan.
Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau
dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang
sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam
memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi
nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara
berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu
diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks
bacaan. http:// kristanto.blogspot.com.
Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari
proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk
pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-
bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Proses decoding
(penyandian) merujuk pada proses penterjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-
kata. Proses recording dan decoding berlangsung pada kelas awal, yaitu SD kelas
I, II dan III. Pendekatan membaca pada tahap awal ialah proses perseptual, yaitu
7
pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa,
sedangkan proses memahami makna lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD.
Menurut Resmini, dkk (2006) hakikatnya aktivitas membaca terdiri dari
dua bagian yaitu:
a. Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas fisik dan mental
b. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekwensi dari
aktifitas yang dilalui pada saat membaca.
Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa
aktifitas baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca
terdiri dari beberapa aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami symbol tertulis.
2. Aspek perceptual yaitu kemampuan untuk menginterpretasikan apa yang
dilihat.
3. Aspek schemata kemampuan menghubungakan tertulis dengan struktur
pengetahuan yang telah ada.
4. Aspek berfikir yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi
yang dipelajari.
5. Aspek afeksi yaitu aspek minat membaca yang berpengalaman terhadap
kegiatan membaca.
Dikemukakan oleh Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2005: 3)
membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif. Menurut
pandangan tersebut membaca sebagai proses visual dan merupakan proses
menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi.
Membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan
banyak hal, karena dalam membaca tidak hanya melafalkan tulisan-tulisan,
melainkan melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Membaca sebagai proses visual, karena membaca adalah aktivitas
menterjemahkan simbol-simbol bunyi (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Membaca
sebagai proses berfikir, karena dalam membaca melibatkan aktivitas pengenalan
kata, pemahaman literal, interpretasi dan pemahan kreatif (Crawlet dan Mountain
dalam Rahim, 2008: 2).
Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu
dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks
bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu
kemampuan menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam
kaitannya dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang
terkandung dalam teks bacaan.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan
memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-
pengalaman baru. Seseorang akan „gagap teknologi‟ dan „gagap informasi‟
apabila jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai
informasi aktual lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala
macam informasi dan perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari
media elektronik (misalnya TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan
cara membaca. Kedua macam media informasi tersebut masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Media elektronik dapat diakses dengan
cara yang lebih santai karena tinggal menonton suatu tayangan di TV.
Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita
membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang diakses dengan cara
membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni ketersediaan waktu
yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan memahami teks
bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan membaca, dsb.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik (misalnya TV),
kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut dapat dibaca
ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu diperlukan
Membaca merupakan istilah yang mengandung pengertian yang berbeda-
beda bagi setiap orang. Ada yang mengatakan bahwa membaca adalah sekedar
menyuarakan lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah kalimat
atau kata-kata yang dilisankan itu dipahami atau tidak (Sunar, 2008: 46).
Membaca seperti ini tergolong jenis membaca permulaan seperti yang dilakukan
di tingkat SD kelas I dan kelas II. Jika berpijak pada pandangan di atas, tentulah
banyak timbul anggapan yang keliru bahwa pembelajaran membaca merupakan
pelajaran termudah dikuasai tanpa banyak mengalami hambatan dan kesulitan.
Tarigan (2008: 7) mengutip pendapat Hodgson menyebutkan bahwa
membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan, yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-
kata/bahasa tulis”.
Anderson (dalam Tarigan, 2008: 7) menyebutkan bahwa dari segi
linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan
sandi recording and decoding proses. Pembacaan sandi (decoding) adalah
menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup
pengubahan bahasa tulisan yang menjadi bunyi yang bermakna. Makna bahasa
inilah yang memberikan manfaat kepada pembaca.
Sedangkan Klein, (dalam Rahim, 2005: 3) mengemukakan definisi
membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses (2) membaca adalah
strategis, membaca merupakan interaktif, membaca merupakan suatu proses
informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca dalam
membentuk makna.
Tarigan (dalam Rahim, 2005: 3), mengatakan bahwa membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh
pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis. Klein, dkk (dalam Rahim, 2005: 4) mengemukakan bahwa definisi membaca
mencakup:
a. Membaca merupakan suatu proses
Merupakan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca mempunyai peranan utama dalam membentuk makna.
b. Membaca adalah strategis
Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang
sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruksi makna ketika
membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca.
Anak yang berkembang dalam membaca, perbendaharaan katanya menjadi
bertambah dan cara pemahamannya akan berlangsung dengan mudah dan cepat.
Kalau hal ini tidak dapat terpenuhi maka hal-hal yang tersurat dan yang tersirat
tidak dapat tertangkap atau dipahami dan proses membacanya tidak terlaksana
dengan baik.
c. Membaca merupakan interaktif
Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang
senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan memenuhi beberapa tujuan
yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami
(readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
Membaca adalah salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan
keterampilan dasar terpenting pada manusia yaitu berbahasa. Membaca pada
hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya
sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir,
psikolinguistik, dan metakognitif.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Crawley dan Mountain,
(dalam Rahim, 2005: 2) bahwa membaca sebagai proses visual untuk
menerjemahkan simbol-simbol tertulis kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu
proses berfikir membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal,
interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa
aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.
Hodgson (dalam Tarigan, 2007: 7) mengemukakan pengertian membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau
bahasa tulisan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan
proses yang melibatkan penglihatan, ingatan, pemikiran, kecerdasan, dan
tanggapan untuk memahami bahan bacaan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi atau mendapatkan kesenangan melalui media kata-kata.
2.1.1 Tujuan Membaca
Kegiatan membaca yang dilakukan oleh seseorang tentu memiliki tujuan
tertentu. Namun pada dasarnya membaca memiliki dua tujuan. Yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum membaca adalah untuk mencari dan
mendapatkan informasi dari sumber yang dibaca. Dan secara khusus Tarigan
(2008: 7) mengemukakan bahwa membaca memiliki beberapa tujuan sebagai
berikut:
1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang
telah dilakukan oleh para penemu. Membaca seperti ini disebut membaca
untuk memperoleh perincian atau fakta (reading for details or facts).
2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal tersebut merupakan topik yang baik
atau menarik. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-
ide utama (reading for mains ideas)
3) Membaca untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita.
Membaca seperti ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan
(reading for sequence or organization)
4) Membaca untuk mengetahui serta menemukan mengapa para tokoh
merasakan. Membaca ini disebut membaca untuk Menyimpulkan, membaca
inferensi (reading for inferensi)
5) Membaca untuk mengetahui dan menemukan apa-apa yang tidak bisa atau
tidak wajar mengenai seorang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca
untuk mengelompokkan (Reading For Classify)
6) Membaca untuk mencari atau menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup
dengan ukuran-ukuran tertentu. Membaca seperti ini disebut membaca untuk
menilai (Reading To Evalue)
7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah. Membaca
seperti ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan
(Reading For Compare On Contrsts)
Sedangkan menurut Rahim (2008:11) mengutip pendapat Balnton dkk
(1966) menyebutkan tujuan membaca meliputi:
1) Kesenangan;
2) Menyempurnakan membaca nyaring;
3) Mengggunakan strategi tertentu;
4) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;
5) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;
6) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;
7) Mengkonfirmasi atau menolak prediksi;
8) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang
diperoleh dari suatu teks dalam beberpa cara lain
9) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Pembelajaran membaca di sekolah dasar (SD) menadi bagian penting dari
bahasa Indonesia. Syafi‟ie (dalam Hairudin, 2007:3-32) menyatakan bahwa
melalui pembelajaran membaca siswa diharapkan antara lain: 1) memperoleh
informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal, 2) mencari sumber,
menyimpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari bacaan, serta 3) mampu
mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan.
Tujuan membaca secara umum, adalah mengerti dan memahami makna
atau arti yang terkandung dalam bacaan tersebut. Dengan mengerti dan
memahami makna yang terkandung dalam bacaan tersebut, maka dapat
menambah pengetahuan si pembaca tentang masalah yang tertuang di dalamnya.
Membaca saangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dengan membaca
kita dapat memperoleh berbagai pengetahuan. Banyak pengetahuan yang ditulis
atau dituangkan dalam bentuk tulisan, baik dalam buku-buku, surat kabar,
majalah, ataupun dalam media tulis.
Menurut Buletin Pusat Kemajuan Studi (dalam Widya Mariana, 2003:11)
orang dalam melakukan aktivitas membaca pasti memiliki tujuan tertentu di
antaranya:
1) Mencari informasi khusus. Bahan bacaan berupa ensiklopedi, kamus, buku
petunjuk, dll.
2) Memperoleh ide-ide pokok bacaan/memperoleh gambaran singkat tentang isi
bacaan. Bahan bacaannya berupa buku teks, jurnal, dll.
3) Memperoleh pemahaman serta mengingat isi bacaan. Bahan bacaannya
berupa buku teks, jurnal, dll.
4) Rekreasi atau kesenangan. Bahan bacaannya berupa novel, komik, cerpen,
roman, dll.
Secara umum pembelajaran membaca yang dilakukan di sekolah harus
diarahkan agar mencapai beberapa tujuan utama pembelajaran membaca. Menurut
Abidin (2012: 5) minimal ada tiga tujuan utama pembelajaran membaca
disekolah, ketiga tujuan uatama tersebut adalah (1) memungkinkan siswa agar
mampu menikmati kegiatan membaca, (2) mampu membaca dalam hati dengan
kecapatan baca yang fleksibel, (3) memperoleh tingkat pemahaman yang cukup
atas isi bacaan. Sedangkan menurut Formiatno (2010:65) berpendapat bahwa
tujuan membaca adalah “Untuk mengetahui segala sesuatu yang belum pernah
kita ketahui dan menambah wawasan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
membaca secara fleksibel pada dasarnya memiliki satu tujuan akhir bahwa
membaca harus dilakukan guna mencapai suatu pemahaman.
2.1.2 Manfaat Membaca
Kegiatan membaca mempunyai berbagai macam manfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu
mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya
dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat
kegiatan membaca menurut Rahim (2008: 1) memperoleh pengetahuan dan
wawasan baru yang semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih
mampu menjawab tantangan hidup pada masa yang akan datang. Manfaat lain
adalah (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media informatif;
(4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran; (6)
media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan
spiritual.
2.1.3 Kegiatan Membaca
Untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru
seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saa baca dan pasca baca dalam
pembejaran membaca. Beberapa tehnik lebih umum dan mencakup lebih dari satu
kegiatan, dalam satu pembelajaran. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang
bias dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.
Menurut Burn (dalam Rahim, 2008: 100) sebagai berikut:
1. kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum
siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca guru
mengarahkan perhatian pada pengaktifan schemata siswa yang berhubungan
dengan topic bacaan. Pengaktifan schemata siswa bisa dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan peninjauan awal, pedoman antisipasi,
pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan drama kreatif.
2. Kegiatan saat baca setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah
kegiatan saat baca (during reading). Beberapa strategi dan kegiatan bissa
digunakan dalam saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Akhir-
akhir ini perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi metakognitif
siswa selama membaca.
3. Kegiatan pasca baca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi
baru yang dibacanya kedalam schemata yang telah dimilikinya sehingga
diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
2.1.4 Jenis-jenis Membaca
Membaca sebagai suatu aktivitas yang kompleks, mempunyai tujuan yang
kompleks dan masalah yang bermacam-macam. Tujuan yang kompleks
merupakan tujuan umum dari membaca. Di samping tujuan umum itu tentu
terdapat pula bermacam ragam tujuan khusus yang menyebabkan timbulnya jenis-
jenis membaca, ditinjau dari segi bersuara atau tidaknya orang waktu membaca itu
terbagi atas:
1) Membaca yang Bersuara
Yaitu suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid,
ataupun pembaca bersama-sama orang lain. Jenis membaca itu mencakup:
a) Membaca nyaring dan keras
Yakni suatu kegiatan membaca yang dilakukan dengan keras, dalam buku
petunjuk guru bahasa Indonesia disebut membacakan. Membacakan berarti
membaca untuk orang lain atau pendengar, guna menangkap serta memahami
informasi pikiran dan perasaan penulis atau pengarangnya. Membaca nyaring ini
biasa dilakukan oleh guru, penyiar TV, penyiar radio, dan lain-lain.
b) Membaca Teknik
Membaca teknik biasa disebut membaca lancar. Dalam membaca teknik
harus memperhatikan cara atau teknik membaca yang meliputi:
1) Cara mengucapkan bunyi bahasa meliputi kedudukan mulut, lidah, dan
gigi.
2) Cara menempatkan tekanan kata, tekanan kalimat dan fungsi tanda-tanda
baca sehingga menimbulkan intonasi yang teratur.
3) Kecepatan mata yang tinggi dan pandangan mata yang jauh.
c) Membaca Indah
Membaca indah hampir sama dengan membaca teknik yaitu membaca
dengan memperlihatkan teknik membaca terutama lagu, ucapan, dan mimik
membaca sajak dalam apresiasi sastra.
2) Membaca yang Tidak Bersuara (dalam hati)
Yaitu aktivitas membaca dengan mengandalkan ingatan visual yang
melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Jenis membaca ini biasa disebut
membaca dalam hati, yang mencakupi: membaca teliti. membaca pemahaman.
membaca ide, membaca kritis, membaca telaah bahasa, membaca skimming, dan
membaca cepat.
Membaca teliti yaitu membaca yang menuntut suatu pemutaran atau
pembalikan pendidikan yang menyeluruh.
Membaca pemahaman yaitu membaca yang penekanannya diarahkan pada
keterampilan memahami dan menguasai isi bacaan. Jenis membaca inilah yang
akan penulis kaji lebih dalam lagi.
Membaca ide yaitu membaca dengan maksud mencari, memperoleh serta
memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
Membaca kritis yaitu membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh
tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari
kesalahan.
Membaca telaah bahasa mencakup dua hal, yaitu:
1. Membaca bahasa asing yaitu kegiatan membaca yang tujuan utamanya
adalah memperbesar daya kata dan mengembangkan kosa kata.
2. Membaca sastra yaitu membaca yang bercermin pada karya sastra dari
keserasian keharmonisan antara bentuk dan keindahan isi.
Membaca skimming (sekilas) adalah cara membaca yang hanya untuk
mendapatkan ide pokok.
Membaca cepat adalah keterampilan memilih isi bahan yang harus dibaca
sesuai dengan tujuan kita, yang ada relevansinya dengan kita, tanpa membuang-
buang waktu untuk menekuni bagian-bagian lain yang tidak kita perlukan.
2.1.5 Pengertian Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan
alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau
pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan
seorang pengarang (Tarigan dalam Yuniardi, 2007:23).
Menurut Widodo (2009:14) membaca nyaring seringkali disebut membaca
bersuara atau membaca teknik. Disebut demikian karena pembaca mengeluarkan
suara secara nyaring pada saat membaca. Dalam hal ini yang perlu mendapat
perhatian guru adalah lafal kata, intonasi frasa, intonasi kalimat, serta isi bacaan
itu sendiri. Disamping itu, pungtuasi atau tanda baca dalam tata tulis bahasa
Indonesia tidak boleh diabaikan. Siswa harus dapat membedakan secara jelas
intonasi kalimat berita, intonasi kalimat tanya, intonasi kalimat seru dan
sebagainya. Juga lagu kalimat orang yang sedang susah, marah, bergembira, dan
suasana lainnya. Siswa dapat memberi tekanan yang berbeda-beda pada bagian-
bagian yang dianggap penting dengan bagian-bagian kalimat atau frasa yang
bernada biasa.
Pembelajaran membaca nyaring ini mencakup dua hal, yaitu pembelajaran
membaca dan pembelajaran membacakan. Pembelajaran membaca yang dimaksud
yaitu kegiatan tersebut untuk kepentingan siswa itu sendiri dan untuk pihak lain,
misalnya guru atau kawan-kawan lainnya. Si pembaca bertanggung jawab dalam
hal lafal kata, lagu dan intonasi kalimat, serta kandungan isi yang ada di
dalamnya. Pembelajaran yang tergolong membacakan yaitu si pembaca
melakukan aktivitas tersebut lebih banyak ditujukan untuk orang lain. Pembaca
bertanggung jawab atas lagu kalimat, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan,
suara, dan sebagainya. Bagi pendengar, lebih bertanggung jawab terhadap isi
bacaan, karena mereka ini dipihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembaca.
Menurut Tarigan (2008:22) membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau
kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama
dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi,
pikiran, dan perasaan seorang pengarang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca nyaring
adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan
ucapan dan intonasi yang tepatagar pendengar dan membaca dapat menangkap
informasi yang disampaikan oleh penulis, baik berupa pikiran, perasaan, sikap,
ataupun pengalaman penulis.
Keterampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai
kemampuan, diantaranya adalah: 1) menggunakan ucapan yang tepat, 2)
menggunakan frasa yang tepat, 3) menggunakan intonasi yang wajar, 4) dalam
posisi sikap yang baik, 5) menguasai tanda-tanda baca, 6) membaca dengan terang
dan jelas, 7) membaca dengan penuh perasaan, ekspresif, 8) membaca dengan
tidak terbata-bata, 9) mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya, 10)
kecepatan bergantung pada bahan bacaan yang dibacanya, 11) membaca dengan
tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan, 12) membaca dengan penuh
kepercayaan pada diri sendiri.
Dalam pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa membaca
nyaring menuntut berbagai keterampilan. Daftar keterampilan berikut ini sangat
menolong para guru dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan dalam membaca nyaring (Tarigan, 2008:25).
Menurut Tarigan (2008:25)berikut ini adalah keterampilan membaca
nyaring yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu:
1) Mempergunakan ucapan yang tepat,
2) Mempergunakan frasa yang tepat (bukan kata demi kata),
3) Mempergunakan intonasi suara yang wajar agar makna mudah terpahami,
4) Menguasai tanda-tanda baca sederhana seperti: titik (.), koma (,), tanda Tanya
(?), dan tanda seru (!).
2.1.6 Tujuan Membaca Nyaring
Menuru Ellis (dalam Rahim, 2008: 124) tujuan umum membaca nyaring
adalah pemahaman, menhasilkan siswa yang lancar membaca. Salah satu kegiatan
yang bisa membantu untuk mencapai tujuan umum tersebut ialah sering
membacakan cerita dan mendiskusikannya dengan siswa. Untuk pembaca pemula,
guru yang membacakan cerita untuk siswa merupakan suatu model mengajar yang
bagus, karena merupakan kegiatan berbagai pengalaman yang menyenangkan dan
memberikan kesempatan yang bagus untuk mendiskusikan materi bacaan dengan
siswa.
2.1.7 Pengertian Model Talking Stick
Untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu model sebagai alat
pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 13)
berpendapat bahwa “Model pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh
guru untuk menciptakan siatuasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung
bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang
memuaskan”. Model digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Salah satu model dalam pembelajaran adalah model Talking Stick.
Menurut Suprijono (2013: 109) bahwa pembelajaran dengan model
Talking Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat.
Pembelajaran dengan model Talking Stick merupukan salah satu model yang
dapat digunakan dalam model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa.
Talking Stick merupukan salah satu model yang dapat digunakan dalam model
pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009: 109)
Talking Stick adalah model pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang
memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari meteri pokoknya.
Model talking stick ini berupa pemberian pertanyaaan kepada siswa.
Talking stickmerupakan pendekatan pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa
yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari materi pokoknya. Model ini diharapkan siswa akan lebih meningkat
aktivitasnya dalam melakukan kegiatan belajar (Gunawan 2003:195).
Adapun kelebihan model pembelajaran talking stick ini adalah:
1) Menguji kesiapan siswa.
2) Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3) Agar lebih giat dalam belajar.
Menurut Suherman (2006:84) sintaks pembelajaran talking stick adalah
sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru membagikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan
mempelajari materi pada buku pegangannya.
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan
siswa untuk menutup bukunya.
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut
harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi, Yaitu berupa tes lisan dan refleksi
g. Penutup
Model Talking Stick memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain:
a. Kelebihan :
a) Menguji kesiapan siswa
b) Melatih siswa memahami materi dengan cepat
c) Agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai)
b. Kelemahan :
a) Membuat senam jantung.
b) Membuat sisiwa tegang,
c) Ketakutan akan pertanyaan yang akan di berikan oleh guru
Berdasarkan penerapan model diatas diharapkan siswa mampu
melaksanakan pembelajaran dengan baik, dan dengan kelebihan serta kekurangan
model tersebut di harapakan siswa mampu pula menikmati proses belajar
mengajarnya.
2.1.8 Manfaat Talking Stick
Adapun manfaat Talking Stick adalah sebagai berikut:
1. Agar siswa terlatih dalam mengemukakan pendapat.
2. Agar siswa memahami materi dengan cepat.
3. Ketika digunakan metode talking stick ini siswa tidak tegang dalam mengikuti
pembelajaran pada saat guru menyampaikan materi.
2.1.9 Pengertian Talking Stick
Menurut Suprijono (2013: 109) bahwa pembelajaran dengan Talking Stick
mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan
metode Talking Stick merupukan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009:
109) Talking Stick adalah metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa
yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari materi pokoknya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode
Talking Stick adalah metode yang melibatkan siswa secara aktif melalui
penugasan awal untuk mempelajari materi terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan
pertanyaan dari guru dengan memberikan tongkat selanjutnya siswa menjawa.
2.1.10 Penerapan Model Talking Stick
Pembelajaran Talking Stick adalah pembelajaran yang dipergunakan guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Talking Stick sebagaimana
dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi
pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari
satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran
dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan
pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh
kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua
siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
Agar pembelajaran bahasa Indonesia menjadi pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan, salah satunya dapat dilaksanakan dengan penerapan model
pembelajaran talking stick. Talking stick merupakan sebuah model pembelajaran
yang berorientasi pada penciptaan kondisi dan suasana belajar aktif dari siswa
karena adanya unsur permainan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan model
talking stick karena selama proses pembelajaran berlangsung sesudah guru
menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat
dalam talking stick, hukuman dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh
menyanyi, berpuisi, atau hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan
menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan
model talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang
dilakukan dalam bentuk permainan.
2.1.11 Langkah-langkah Pembelajaran Model Talking Stick
Model talking stick ini secara umum bertujuan agar siswa mengetahui
letak kesalahannya sehingga pada akhirnya siswa akan dapat mengerjakan soal-
soal semaca itu sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian diharapkan siswa tidak mengulangi kesalahan yang sama saat
mengerjakan soal yang serupa. Guru sebaiknya segera mengoreksi dan
memberikan evaluasi pada pekerjaan siswa. Selanjutnya segera
mengembalikannya kepada siswa. Cara ini akan lebih efektif karena siswa dapat
segera memperbaiki kesalahan dalam mengerjakan soal.
Talking stick merupakan pendekatan pembelajaran dengan bantuan
tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru
setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model mode talking stick menurut
Ulfi Dwi Prasetyani (2010:31) yaitu:
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca an mempelajari
materi pelajaran.
3) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wawancara.
4) Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru
mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.
5) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut
harus menjawabnya, demikian sampai sebagian besar siswa mendapat bagian
untuk menjawab setiap pertanyaaan dari guru.
6) Guru memberikan kesimpulan.
7) Guru memberikan evaluasi/penilaian.
8) Guru menutup pembelajaran.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran metode Talking
Stick dalam kegiatan belajar sudah banyak dilakukan. Diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Irfatul Aini, 2010 yang berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Inovatif Melalui Metode Talking Stick Untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 1 Singosari.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Talking Stick dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. Pada
siklus I aktivitas belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 24
meningkat menjadi 25 atau sekitar 4.1% dan peningkatan aktivitas belajar siswa
yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 77.5 meningkat menjadi 78.5
atau sekitar 1.27 %.
Sedangkan pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan
yakni nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 28 meningkat menjadi 31 atau
sekitar 10.71 % dan peningkatan aktivitas belajar siswa yang semula nilai rata-rata
kelas dari pre test sebesar 78,5 meningkat menjadi 81.4 atau sekitar 3.56 %, dan
sedangkan pada siklus III aktivitas belajar siswa mangalami peningkatan nilai
rata-rata kelas dari pre test sebesar 31 meningkat menjadi 36 atau sekitar 16.12%.
Dan peningkatan metode talking stick belajar siswa terlihat dari nilai rata-rata
kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 81.4 meningkat
menjadi 87 atau sekitar 6.43%.
Winda Rukmana. 2009. Dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan
hasil belajar melalui metode talking stick pada siswa kelas III SDN 3 Dambalo”.
Permasalahan dalam penelitian adalah rendahnya hasil belajar bentuk daun
pada siswa kelas III SDN 3 Dambalo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar melalui metode talking stick pada siswa kelas III SDN
3 Dambalo tahun pelajaran 20092010. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas III SDN Dambalo. Sumber data
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SDN Dambalo. Data yang
dikumpulkan dari penelitian ini berupa observasi selama proses pembelajaran
berlangsung, hasil observasi aktivitas guru dan siswa, hasil evaluasi siswa serta
dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan yang
diperoleh siswa pada observasi awal hanya sejumlah 5 orang atau sebesar 22.73%,
pada siklus I menunjukkan skor rata-rata perolehan siswa sebesar 68,18% dengan
ketuntasan sebesar 54.55%. Pada siklus II menghasilkan skor rata-rata perolehan
siswa sebesar 80 dengan ketuntasan 90.91%.
Perbedaan dalam penelitian ini yaitu dalam penelitian ini terletak pada
lokasi dan masalah yang diteliti. Sedangkan persamaannya adalah menggunakan
metode Talking Stick.