11
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Pada bab yang kedua ini, tentang Kajian Pustaka, akan dibahas 4 (empat)
bagian besar, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, dan (3)
kerangka berpikir, serta (4) hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan
teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus
keempat bagian-bagian besar tersebut
1. Kajian Teori
a. Belajar
1) Pengertian
Belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan
peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulangan-
pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan.
Belajar merupakan suatu kegiatan disengaja yang bertujuan mencapai suatu
kecakapan, kepandaian atau kemahiran baru yang dapat digunakan dalam
kehidupan (Mulyati:2005)
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku,baik yang
menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap; bahkan meliputi
segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti
mengorganisasikan pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar
12
mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam
cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikatnya belajar adalah perubahan
(Syaiful Bahri dan Zain: 2002).
Yang dimaksud belajar dalam penelitian ini adalah proses perubahan
perilaku siswa kelas VIIIa SMP Islam Sudirman Ambarawa karena hasil dari
pengalamannya mempelajari Kewarganegaraan.
2) Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar menurut teori Gestalt (Slameto:2010) adalah
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip belajar secara keseluruhan didasarkan pada kenyataan
bahwa apa yang dipelajari sangat kompleks sehingga untuk
memudahkan pemahaman dengan cara menghubungkan pengajaran
yang satu dengan pengajaran yang lain. Pebelajar berusaha semaksimal
mungkin mengkaitkan pelajaran secara utuh dan
menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.
b) Belajar merupakan suatu proses perkembangan ;
Prinsip belajar ini mau mengatakan bahwa belajar merupakan
proses dinamis dimana pebelajar mendapatkan pemahaman untuk
mengetahui, mempelajari, dan merencanakan sesuatu sesuai dengan
taraf perkembangan individu yang bersangkutan.
13
c) Siswa sebagai organisme keseluruhan;
Prinsip ini mau menyadarkan kepada para pendidik bahwa
pembelajaran bukan hanya menyangkut segi kognitif saja. Guru harus
sadar bahwa selain mengembangkan segi kognitif, ia juga berperan
dalam mengembangkan sisi afektif dan keterampilan siswa sehingga
intelektual, emosional dan jasmani siswa dapat berkembang secara
seimbang.
d) Terjadi transfer;
Prinsip belajar ini berpesan bahwa dalam belajar yang
terpenting adalah penyesuaian dan merespon secara tepat sehingga
apa yang dipelajari benar-benar dikuasai. Penguasaan apa yang
dipelajari yang ditandai dengan adanya kesesuaian dan adanya respon
yang tepat tadi sangat berguna untuk memindahkan kemampuan yang
satu ke kemampuan yang lain.
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman;
Menurut prinsip ini seorang anak baru dikatakan belajar
apabila ia dapat menganalisis pengalaman yang lalu untuk
menyelesaikan persoalan/masalah yang baru dalam bentuk yang lain.
Dalam menganalisis pengalaman ia mengorganisasikan kembali
pengalaman yang pernah ia jumpai untuk mencari solusi ketika sedang
menghadapi persoalan dan persoalan yang akan dihadapinya dengan
perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.
14
f) Belajar harus dengan insight;
Dalam proses belajar, seorang pebelajar akan mendapatkan
pengertian, hubungan, dan perbandingan. Perolehan wawasan ini akan
bertambah dan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
individu yang belajar tersebut. Proses belajar pun membutuhkan
sebuah wawasan yang baik.
g) Belajar lebih berhasil apabila berhubungan dengan minat, keinginan,
dan tujuan siswa;
Prinsip belajar yang berhubungan dengan kebutuhan siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diajak untuk mengembangkan
kemampuan, bakat, dan minat yang telah dimiliki dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada secara maksimal. Siswa pun akan
termotivasi untuk belajar secara maksimal karena siswa yang
bersangkutan memang membutuhkan apa yang dipelajarinya itu.
h) Belajar berlangsung terus menerus
Prinsip ini setuju bahwa belajar bukan hanya di sekolah saja
tetapi juga di luar sekolah, baik pengalaman sendiri maupun dalam
pergaulan dengan masyarakat. Belajar tidak cukup hanya terbatas
pada saat di sekolah, tetapi setelah keluar dari sekolah pun tetap
belajar, seumur hidup.
Prinsip-prinsip belajar menunjuk pada hal-hal penting yang harus
dilakukan agar proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang
diharapkan. Aunurrahman (2001) mengatakan bahwa prinsip belajar
15
dalam proses pembelajaran adalah : prinsip perhatian dan motivasi;
prinsip transfer dan retensi; prinsip keaktifan; prinsip keterlibatan
langsung; prinsip pengulangan; prinsip tantangan; prinsip balikan dan
penguatan; prinsip perbedaan individual.
Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman AM (2004) adalah :
a) Belajar berarti mencari makna;
Siswa sendiri berusaha secara aktif untuk menciptakan sebuah
makna dari pengalaman mereka dalam melihat, mendengar, merasakan
dan mengalami;
b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus;
Pembentukan makna merupakan usaha yang terus menerus
sepanjang hidup. Ketrampilan berproses untuk mendapatkan sebuah
makna ini dilakukan untuk membuktikan bahwa siswa itu sungguh-
sungguh belajar dari kehidupannya.
c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu
sendiri;
Bahwa belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan fakta saja
yang jika sudah terkumpul kemudian beberapa waktu akan dilupakan.
Lebih dari itu, belajar merupakan pengembangan untuk membuat
pengertian baru, konsep-konsep yang bermanfaat bagi kehidupannya.
16
d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya;
Prinsip belajar yang bertujuan mendapatkan hasil itu dicapai
dengan berbagai faktor fisik dari siswa itu sendiri maupun dari luar
diri siswa yang bersangkutan seperti lingkungan yang ada di sekitar
subjek pebelajar itu.
e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si
subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi
dengan bahan yang sedang dipelajari.
Bahwa pencapaian hasil akhir dari proses pembelajaran baik
prestasi tinggi atau sebaliknya dipengaruhi faktor-faktor yang ada
dalam diri siswa dan interaksinya dengan materi yang sedang
dipelajari.
Menurut Moein dkk (1991) prinsip belajar yang diterapkan untuk
meningkatkan proses belajar dan pembelajaran adalah
a) Prinsip efek kepuasan (law of effect);
Berdasarkan prinsip ini, hasil belajar akan diperkuat apabila
menghasilkan rasa senang atau puas. Sebaliknya hasil belajar akan
diperlemah apabila menghasilkan perasaan tidak senang. Wiji
Suwarno (2006) mengatakan bahwa perbuatan yang diikuti akibat
menyenangkan akan diulang terus menerus, jika tidak mendapatkan
kepuasan akan ditinggalkan atau dihentikan.
17
b) Prinsip pengulangan (law of exercise);
Prinsip ini mengandung arti bahwa hasil belajar dapat lebih
sempurna apabila sering diulang dan dilatih. Sebaliknya jika tidak
diulang dan dilatih akan menyebabkan hasil belajar yang telah ada
semua hilang dan secara berangsung-angsur tidak dimiliki lagi.
Pengulangan ini bermanfaat untuk menjaga retensi yang dimiliki oleh
individu agar tidak pudar atau bahkan hilang sama sekali.
c) Prinsip kesiapan (law of readiness);
Prinsip ini menyatakan bahwa proses belajar akan memperoleh
tingkah laku baru apabila telah siap belajar. Kesiapan ini berkenaan
dengan kesiapan kematangan fisik dan psikologis. Selain itu kesiapan
berkaitan juga dengan penerimaan atau penolakan terhadap respon
yang ada. Jika keadaan siswa belum siap maka terjadi kekecewaan (W
Suwarno : 2006).
d) Prinsip kesan pertama (law of primacy);
Prinsip ini berarti bahwa penyiapan situasi belajar yang baik,
diharapkan memberikan kesan awal yang baik pula. Tetapi jika proses
belajar pertama keliru dan membentuk kebiasaan buruk, akan tetap
mewarnai belajar berikutnya secara beruntun serta menghasilkan yang
buruk pula.
e) Prinsip makna yang dalam (law of intensity);
Berdasarkan prinsip ini, belajar akan memberi makna yang
dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang bersemangat.
18
Pengalaman yang statis dan penyajian yang kurang menarik tidak
akan memberi makna yang dalam bagi hasil belajar.
f) Prinsip bahan baru (law of recentcy);
Prinsip ini mengandung arti bahwa bahan yang baru dipelajari
akan lebih mudah diingat, sedangkan bahan yang telah lama dipelajari
akan terhalang oleh bahan baru sehingga terbenam ke alam bawah
sadar. Individu akan mengalami kesulitan mengingat bahan-bahan
yang lama, apabila terus menerus dijejali dengan bahan baru secara
sporadik, sementara bahan yang lama tidak pernah diulangi kembali
sehingga terlupakan.
g) Prinsip gabungan (kaitan antara efek dan pengulangan)
Prinsip ini merupakan perluasan dari prinsip efek kepuasan
dan prinsip pengulangan. Prinsip gabungan menunjukkan perlunya
keterikatan bahan yang dipelajari dengan situasi belajar yang akan
mempermudah berubahnya tingkah laku. Penggabungan prinsip
belajar ini dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran
yang disampaikan oleh guru. Dengan mengkaitkan bahan yang
dipelajari yang bersifat abstrak itu dengan situasi belajar yang konkret
akan mempermudah siswa dalam memahami pelajaran.
Kemudian Moein (1991) mengungkapkan bahwa ada prinsip
dalam proses belajar yang lain yaitu plateau/ mendatar akibat kemandegan
atau tidak mendapatkan kemajuan dalam hasil belajar. Penyebab plateau
19
ini adalah tingkat kesulitan bahan yang dipelajari semakin meningkat,
metode belajar yang digunakan tidak memadai, dan kejenuhan belajar.
Prinsip-prinsip belajar menurut Rothwell, A.B (2009) yaitu :
a) Prinsip Kesiapan (Readiness)
Kesiapan ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat
belajar dengan baik. Seorang siswa yang belum siap untuk
melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan
dalam belajar. Kesipaan dapat berupa kematangan dan pertumbuhan
fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku,
motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan
seseorang dapat belajar.
b) Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai
kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan.
Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan
penjajagan dalam lingkungannya. Tugas pendidik adalah
mempertahankan dan mengembangkan motivasi itu dalam belajar.
c) Prinsip Persepsi
Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap
individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang
lain. Perspesi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru
akan dapat memahami siswa lebih baik bila ia peka terhadap
bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
20
d) Prinsip Tujuan
Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang. Guru memiliki tugas untuk mewadahi tujuan pembelajaran
yang sudah dibuat sebelum proses pembelajaran dimulai di kelas.
Target tujuan itu harus dicapai dalam proses pembelajaran agar terjadi
perubahan tingkah laku.
e) Prinsip Perbedaan Individual
Proses pembelajaran harus memperhatikan perbedaan
kemampuan individual dalam kelas sehingga dapat memberi
kemudahan pencapaian tujuan belajar secara optimal. Oleh karena itu
seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan
dan kemampuan individu tiap siswa supaya tujuan pembelajaran
tercapai serta tujuan tersebut persebarannya merata pada setiap siswa.
f) Prinsip Transfer dan Retensi
Prinsip ini menganggap bahwa belajar akan bermanfaat bila
seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil blejar dalam
situasi baru. Apa yang dipelajari dalam suatu situasi tertentu akan
digunakan dalam situasi yang lain. Tujuan belajar dan daya ingat
dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau
menugaskan sesuatu latihan untuk dipelajari dapat meningkatkan
retensi.
21
g) Prinsip Belajar Kognitif
Prinsip belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur,
pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan
memecahkan masalah. Cakupan tersebut selanjutnya akan membentuk
perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi yang
menuntut aktivitas mental pada berbagai tingkat kesukaran.
h) Prinsip Belajar Afektif
Prinsip belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat
dan sikap. Nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-
kanak akan melekat sepanjang hayat melalui proses identifikasi dari
orang lain dan standar perilaku kelompok. Siswa dibantu agar lebih
matang dengan cara membantu mereka mengenal dan memahami
sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap dan perasaan
sangat perlu untuk membantu siswa memperoleh pengertian diri dan
kematangannya.
i) Prinsip Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia
mampu mengendalikan aktivitas jasmaninya, misalnya bermain dan
aktifitas lainnya akan memperoleh kemampuan mengontrol
gerakannya lebih baik. Kematangan fisik dan mental, penjelasan yang
baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar memudahkan siswa
untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih baik.
22
j) Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu
untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Evaluasi
mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar
dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang
lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini
pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk
menilai pengalamannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai prinsip-
prinsip belajar dapat dipahami bahwa prinsip belajar mencakup
kesiapan dari diri peserta didik untuk berkembang, secara
keseluruhan, terjadi transfer, reorganisasi penalaman, adanya insight,
adanya minat, keinginan, tujuan, terus menerus, mencari makna,
pengembangan pemikiran, dan sebagainya.
3) Faktor-Faktor Belajar
Selain prinsip-prinsip belajar yang sudah dipaparkan di atas,
belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar maupun saat belajar itu sendiri.
Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi 2, yakti faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
23
a) Faktor Intern
Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan.
(1) Faktor jasmani, meliputi kesehatan dan cacat tubuh;
Proses belajar dalam kondisi kesehatan yang baik, kondisi
panca indera yang berfungsi baik akan mendukung kegiatan
pembelajaran. Tetapi jika kondisi kesehatan kurang baik, panca
indera pun tidak berfungsi secara normal akan mengganggu proses
pembelajaran.
(2) Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, dan kesiapan;
Faktor psikologis pun berpengaruh kuat dalam kegiatan proses
pembelajaran siswa. Keadaan kecerdasan, perhatian, minat dan
bakat, motif, kematangan, serta kesiapan ikut menentukan
seseorang belajar dengan baik atau belajar dengan penuh
gangguan.
(3) Faktor kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan rohani (psikis)
Kelelahan secara fisik dan psikis bersamaan atau salah
satunya juga ikut andil dalam keberhasilan seseorang dalam
belajar. Kelelahan ini sangat memungkinkan seseorang belajar
tidak terfokus, mengurangi perhatian dan minat terhadap kegiatan
belajar walaupun intelegensinya tinggi.
24
b) Faktor Ekstern
Fakfor ekstern dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
(1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan;
Suasana keluarga tempat dimana individu tinggal dan hidup
merupakan faktor lain yang berperan dalam menentukan berhasil
atau tidaknya dalam belajar. Individu berasal dari keluarga, maka
pertama kali individu belajar adalah dalam keluarga, sehingga
pada perkembangan berikutnya kebiasaan yang dialami dalam
keluarga akan berpengaruh dalam pola pikir dan cara belajar
individu tersebut.
(2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan geedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
Sekolah pun menentukan keberhasilan seseorang dalam
belajar. Sekolah yang kurang mendukung untuk belajar akan
sangat mungkin siswa menjadi gagal dalam belajar. Sebaliknya
jika sekolah peduli terhadap keberhasilan proses belajar mengajar
akan menyediakan tempat, sarana, dan waktu yang cukup secara
25
kondusif untuk mendukung terciptanya suasana belajar yang baik
sehingga siswa belajar dengan berhasil.
(3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
massa media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Faktor masyarakat pun tidak kalah pentingnya dalam
mempengaruhi siswa untuk belajar. Lingkungan masyarakat yang
menyediakan tawaran yang memungkinkan individu belajar
dengan gagal, maka individu yang belajar pun menuai kegagalan.
Lingkungan masyarakat yang menyediakan tawaran yang
mendukung kegiatan pembelajaran akan mencetak individu untuk
belajar dengan sukses.
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang disampaikan
oleh Slameto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga
dikemukakan oleh Witherington dkk (1982) adalah :
a) Situasi belajar
Situasi belajar yang mendukung kegiatan belajar yaitu kondisi
yang kondusif pada awal permulaan proses pembelajaran. Kondisi
yang kondusif ini seperti keadaan kesehatan yang baik pada siswa,
keadaan psikis yang baik, motif yang murni dalam diri siswa untuk
sungguh-sungguh ingin mencapai prestasi belajar yang maksimal.
b) Penguasaan alat-alat intelektual
Penguasaan alat intelektual ini nampak dalam semakin
meningkatnya kemampuan siswa untuk berhitung, membaca, menulis,
26
pengertian-pengertian, mengarang, penggunaan bahasa, dan logika.
Penguasaan alat-alat intelektual ini berkembang secara seimbang
menurut ukuran kedewasaan siswa yang bersangkutan dan keadaan
lingkungan.
Menurut Mustaqim dkk (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
adalah
a) Kemampuan pembawaan;
Siswa yang mempunyai pembawaan lebih dibandingkan
dengan yang lain akan lebih mudah dan lebih cepat belajarnya
daripada siswa yang mempunyai kemampuan kurang. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang dilahirkan dengan
kemampuan yang berbeda-beda.
b) Kondisi fisik;
Kondisi kesehatan fisik siswa dapat berpengaruh terhadap
kegiatan belajar siswa. Kondisi fisik yang tidak sehat memungkinkan
siswa belajar dengan terganggu sehingga prestasinya menurun atau
proses pembelajaran tidak diikuti dengan baik. Selain itu berkaitan
dengan fisik adalah cacat tubuh entah pendengaran ataupun
penglihatan, atau cacat tubuh lainnya.
c) Kondisi psikis
Kondisi psikis berkaitan juga dengan kondisi fisik baik yang
berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya, atau dari
lingkungan dimana siswa tersebut berada. Dalam proses pembelajaran
27
harus memperhatikan kondisi psikis yang baik, harus dipersiapkan
agar gangguan belajar dapat diminimalisir dan membantu kegiatan
pembelajarannya.
d) Kemauan belajar;
Kemauan belajar memegang peranan yang penting agar
dorongan untuk belajar dalam mencapai keinginan dan tujuan individu
yang bersangkutan. Sebaliknya jika dorongan untuk belajar tidak ada
memungkinkan siswa untuk belajar hanya semaunya sendiri,
semangat belajar menjadi lemah.
e) Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka terhadap
kemajuan mereka sendiri;
Faktor ini berasal dari diri siswa sendiri. Jika siswa
menyenangi sikap guru, mata pelajaran maka kurva kemajuan
belajarnya menjadi naik. Sebaliknya siswa yang tidak menyenangi
gurunya, mata pelajarannya, maka kurva belajarnya menjadi terus
menurun. Guru pun berpengaruh terhadap kondisi belajar siswa.
f) Bimbingan;
Bimbingan belajar dibutuhkan untuk menghindari dan
memperbaiki kesalahan agar dalam proses belajar siswa dapat belajar
dengan baik dan sukses. Bimbingan dapat diberikan kepada siswa
sesaat sebelum ada usaha-usaha belajar. Atau sewaktu-waktu setelah
ada usaha yang tidak terpimpin.
28
g) Ulangan;
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan adanya ulangan-
ulangan. Hal ini berguna untuk mengukur kemajuan, kemandegan,
atau kemunduran siswa dalam belajar. Hasil ulangan menunjukkan
prestasi belajar siswa dan dengan hasil itu siswa dapat memperbaiki
cara belajar, penambahan dan efektifitas waktu untuk belajar, atau
mencari sumber-sumber belajar yang lebih banyak.
Berbagai pendapat para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada bermacam-macam.
Namun dapat dimengerti bahwa secara garis besar faktor-faktor tersebut
berasal dari dalam (intern) dan luar (ekstern). Faktor luar (ekstern) dan dalam
(intern) ini saling berkaitan satu sama lainnya sehingga kondisi pembelajar
sungguh-sungguh merasakan akibat ketika sedang menjalani proses
pembelajaran.
b. Pembelajaran
Menurut BSNP (2006) kegiatan pembelajaran dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu
pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
29
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1999).
Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut
dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar.
Perolehan pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif
dan terus menerus.
Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas
dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa
yang tersusun dari unsur manusia, materil, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan.
Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina
Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu :
1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka
kriteria keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa
telah melakukan proses belajar tidak diukur, bukan dari sejauh mana
siswa telah menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak
lagi hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai
orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya siswa mau dan mampu
belajar.
30
Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan
perbedaan setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan
siswa tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya
sebagai guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara
mengajar tidak hanya menggunakan keinginan guru yang bersangkutan,
tetapi dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa.
2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi
kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas
bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan
berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi
pelajaran. Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi pasar
misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa.
3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan
tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan materi pelajaran bukanlah
akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan antara
untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana
materi yang dikuasai siswa dapat membentuk pada perilaku siswa itu
sendiri.
BSNP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah
31
1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para
pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran
secara profesionall;
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan
oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar;
3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pembelajaran;
4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung
dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar
siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar
dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan
dicapai oleh peserta didik. Menurut H. Zaini (2008) tujuan pembelajaran
yaitu : mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat; merubah
sikap; keahlian dalam bidang tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan digunakan
oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus merumuskan
tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran. Kemudian pengajar
menentukan metode atau strategi yang tepat untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan dalam rumusan tujuan pembelajaran.
5) Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif adalah para siswa
akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk
32
menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Johnson, DW.
Johnson, RT Hambee EJ. (1991), pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa belajar dan
bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik
pengalaman individu maupun kelompok. Dari pengertian tersebut tersirat tiga
(3) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah kelompok kecil, belajar/
bekerja sama, dan pengalaman belajar.
Johnson & Johnson (dalam Anita Lie : 2002) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran koopeatif untuk mencapai
hasil yang maksimal. Kerja kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran
kooperatif apabila memiliki 5 unsur metode pembelajaran gotong roying
harus diterapkan.
Kelima unsur tersebut adalah :
1) Saling ketergantungan positif (positive interdependence);
Saling ketergantungan positif (positive interdependence) berarti
bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi
pembelajaran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha
setiap anggotanya. Setiap anggota berpartisipasi secara aktif untuk
mencapai tujuan bersama. Karena itu, untuk menciptakan kelompok kerja
yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedeimikian rupa, sehingga
setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap anggota kelompok
33
kooperatif harus bekerja sama dan berusaha sampai ia benar-benar
menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru.
2) Interkasi langsung antar siswa (face to face interaction student);
Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student)
merupakan kegiatan interaksi yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk bersinergi demi keuntungan semua anggota.
Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik dibanding pemikiran
seorang diri. Inti dari sinergi itu adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Para
anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal satu
sama lain.
3) Tanggung jawab individu untuk menguasai materi yang ditetapkan
(individual accountability);
Tanggung jawab individu (individual accountability) adalah setiap
anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif perlu menyadari
tanggung jawab pribadi dalam kelompoknya. Secara individu seseorang
menentukan keberhasilan kelompok menyelesaikan tugasnya. Karena itu,
kunci utama keberhasilan mendorong tanggung jawab individu dalam
kelompok terletak pada tugas yang dirancang guru untuk dikerjakan setiap
kelompok.
34
4) Ketrampilan interpersonal dalam kelompok kecil (interpersonal and
small-group skills)
Ketrampilan sosial (social skills) merupakan ketrampilan yang
dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif. Ketrampilan sosial berperan
mengarahkan seorang siswa berinteraksi dan membangun kerja sama
dengan siswa yang lain. Ketrampilan sosial yang dimiliki akan menuntun
siswa peka menghargai berbagai perbedaan di antara teman belajar,
sehingga ia mampu menempatkan diri di antara berbagai keragaman baik
budaya, ekonomi, dan bahasa yang justru dapat digunakan untuk
menunjang keberhasilan dalam belajar.
5) Evaluasi proses kelompok
Setiap anggota kelompok dengan kesadarannya akan belajar untuk
menyelesaikan diri dengan yang lain. Penyesuaian diri ini melahirkan
penghargaan terhadap sesamanya. Dalam pembelajaran kelompok ini
proses pembelajaran diikuti oleh siswa. Mereka akan menyatukan
perbedaan yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu guru
juga akan memahami bahwa keberhasilan kelompok tersebut disebabkan
karena adanya usaha yang aktif dari siswa. Pendidik akan melihat dan
menilai proses yang terjadi dalam proses pembelajaran kelompok
tersebut.
Ketrampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif
yaitu : (Made Wena : 2009)
35
1) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma;
2) Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggota kelompok;
3) Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan;
4) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran
untuk memperoleh kesimpulan.
Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif memiliki macam-macam tipe
yaitu :
1) Team-Assisted Individualization (TAI);
TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada siswa
yang belum siap menerima pelajaran secara lengkap dengan
menggabungkan pembelajaran kooperatif dan individual.
2) Team Games-Tournament (TGT);
Team Games-Tournament (TGT) hampir sama dengan STAD,
kecuali dalam hal evaluatif pada akhir pelajaran. Jika pada model
pembelajaran STAD, evaluasinya dengan tes tertulis atau lisan. Sementara
36
pada model TGT pada akhir pelajaran evaluasinya dalam bentuk games,
dimana siswa memilih sendiri nomor pertanyaan yang sudah disediakan.
3) Group Investigation;
Group investigation adalah model pembelajaran yang mencakup
penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi untuk menyelesaikan
masalah yang bersifat multi aspek. Siswa mencari sumber belajar baik
dari dalam sekolah maupun di luar sekolah. Selanjutnya siswa
mengevaluasi dan mensintesiskan informasi yang disumbangkan oleh
setiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan karya kelompok.
4) Student Team-Achievement Division (STAD);
Student Team Achievement Division (STAD) adalah model
pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok
kecil yang heterogen dan saling membantu dalam belajar untuk
memahami materi pelajaran yang telah disampaikan guru.
5) Cooperated Integrated Reading and Composition (CIRC);
Model pembelajaran ini difokuskan untuk mengajari pelajaran
membaca, menulis dan seni berbahasa di sekolah. Guru menggunakan
novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Siswa
ditugaskan untuk belajar secara berpasangan dalam kegiatan yang bersifat
kognitif, termasuk membaca cerita satu sama lainnya, membuat prediksi
mengenai bagaimana akhir sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita,
menulis tanggapan terhadap cerita, melatih pengucapan, dan melatih
untuk menguasai gagasan utama.
37
6) Co-op Co-op;
Co-op Co-op adalah model pembelajaran kooperatif dimana siswa
didorong untuk menemukan beberapa topik yang menarik bagi mereka.
Setelah mengidentifikasi masalah yang akan didalami, mereka memilih
sendiri topik yang akan dibahas dalam kelompoknya masing-masing.
Siswa diberi waktu untuk bekerja dalam kelompok, dan hasil kerjanya
dipresentasikan di kelas. Pada akhirnya evaluasi secara keseluruhan
materi yang didalami semua kelompok, contoh : Co-op Think – Pair –
Share.
7) Learning Together;
Model Pembelajaran Learning Together dikembangkan oleh David
dan Roger Johnson beserta rekan-rekannya di University of Minnesota
tahun 1984. Model ini sama dengan STAD, hanya perbedaannya Learning
Together untuk memberikan sertifikat atau rekognisi tim lainnya. Pada
Learning Together menyoroti pembangunan kelompok, menilai sendiri
kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tem.
8) Jigsaw II;
Model asli jigsaw dikembangkan Elliot Arronson dan rekan-rekannya
tahun 1978. Kemudian diadaptasi oleh Slavin tahun 1986 yang diberi
nama Jigsaw II. Model pembelajaran ini adalah tipe pembelajaran
kooperatif dimana siswa mempelajari bahan ajar yang bila digabungkan
dengan materi yang diajarkan oleh siswa lain, membentuk kumpulan
pengetahuan atau keterampilan yang padu. (Silberman : 2004)
38
1) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam
menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar
berlangsung (Nana Sudjana : 2000). Materi pembelajaran yang sudah
disiapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan
kepada siswa dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat
mengerti isi pelajaran itu dan dapat mengembangkannya kembali dalam
kehidupan yang konkret dalam masyarakat.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan
materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain
metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab,
metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain.
Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang dibahas adalah
metode pembelajaran kooperatif, khususnya metode pembelajaran Think
– Pair – Share, dan ceramah.
2) Metode Pembelajaran Ceramah
a) Pengertian
Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan
banyak dilakukan oleh guru, selain mudan penyajian juga tidak
banyak memerlukan media (Mulyani Sumantri : 2000). Hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan menganggap bahwa metode
ceramah itu mudah dalam penggunaannya dalam proses kegiatan
pembelajaran di kelas. Karena dianggap metode yang popular dan
39
banyak dilakukan oleh guru, maka kecenderungan untuk menganggap
metode tersebut mudah diterapkan di kelas semakin bertambah juga.
Fakta bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh
pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa disingkirkan begitu saja.
Seorang guru harus memiliki keterampilan yang cukup untuk
menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal
senada diungkapkan oleh (Dimyati : 1999) bahwa metode ceramah itu
sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara, gaya bahasa,
sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, keteraturan guru
dalam memberikan penjelasan yang tidak dapat dimiliki secara mudah
oleh setiap guru.
(Mulyani Sumantri : 2000) mendefinisikan metode ceramah
sebagai penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan
penjelasan secara lisan kepada peserta didik. Sedangkan (Winarno
Surakhmad : 1980) mengartikan metode ceramah sebagai sebuah
bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh
seorang terhadap sekelompok pendengar. Alat utama perhubungan
dengan kelompok pendengar adalah bahasa lisan.
Sementara itu (Dimyati : 1991) mengungkapkan bahwa metode
ceramah adalah sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang
dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh guru
terhadap sekelompok peserta didik. Selanjutnya, metode ceramah
adalah suatu cara penyajian bahan ajar atau cara mengajar melalui
40
penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada peserta diidk
(Widi Rahardjo : 2002).
b) Tujuan
Setiap metode yang digunakan oleh seorang guru dalam proses
pembelajaran di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai oleh guru tersebut. Demikian juga metode ceramah yang
digunakan guru di kelas memiliki tujuan. Mulyani Sumantri dan
(Johar Permana : 2000) tujuan umum metode ceramah adalah untuk
menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsep-konsep,
pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan luas serta
untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum meluas.
Selanjutnya ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar
Permana : 2000) mengemukakan bahwa tujuan khusus metode
ceramah adalah :
(1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk
ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta didik
dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru;
(2) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan
penting yang terdapat dalam isi pelajaran;
(3) Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan
menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar;
(4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara
gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan prakteknya;
41
(5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya
menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik.
Selain tujuan yang diungkapkan tersebut di atas, (Moedjiono
dan Dimyati : 1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud
adalah :
(1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode
ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah
besar siswa secara serentak;
(2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa
yang mempunyai tipe pengamatan auditif;
(3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/ atau pengadaan bahan
pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus
dipelajari siswa;
(4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa.
c) Keunggulan
Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di
kelas memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) menunjukkan
keunggulan metode ceramah yaitu :
(1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan
menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang
menghadapi banyak peserta didik;
42
(2) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan
waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok permasalahan
dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan dengan jadwal
guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis;
(3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat
belajar dari sumber lain;
(4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru
memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri dari
peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik dan
peserta didik pun merasa senang dan menghargai guru bila
ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot;
(5) Memberikan wawasan yang luas daripada sumber lain karena guru
dapat menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
d) Kelemahan
Kemudian (Mulyani Sumantri : 2000) mengungkapkan secara
tegas bahwa kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam
penerapannya adalah
(1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila
guru kurang dapat mengorganisasikannya;
(2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik;
(3) Materi ceramah terbatas pada apabila yang diingat guru;
43
(4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan
mendengarkan;
(5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu diingat
terus;
(6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman;
(7) Tidak merangsang perkembangan kreatifitas peserta didik;
(8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.
Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut
(Dimyati : 1991) menerangkan bahwa kelemahan metode ceramah
adalah
(1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa
berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan secara
murni;
(2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang ditandai
dengan menempatkan guru sebagai pihak primer dalam proses
belajar mengajar dan siswa sebagai pihak sekunder, isi ceramah
diwarnai minat dan perhatian guru, kemajuan belajar bergantung
pada kecepatan penyajian isi pelajaran oleh guru;
(3) Menurunkan perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan terhadap
panjangnya ceramah;
(4) Ingatan jangka pendek dimana metode ini mampu menghasilkan
ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu pendek;
44
(5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang tidak
memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat, dan
merugikan siswa yang mampu belajar sendiri lebih cepat daripada
diceramahi secara klasikal;
(6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik dan
menanamkan sikap.
e) Langkah-langkah pembelajaran
Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam
prosedur pemakaian metode ceramah dalam proses belajar mengajar
(Dimyati : 1991). Keempat langkah prosedur tersebut adalah
(1) Tahap persiapan ceramah
Pada tahap ini yang dilakukan seorang guru adalah
mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan,
mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan diceramahkan,
dan memilih serta mempersiapkan media instruksional dan/ atau
alat bantu instruksional yang akan digunakan dalam ceramah.
(2) Tahap awal ceramah
Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan hubungan
guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian siswa untuk
belajar lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi ceramah secara
garis besar.
45
(3) Tahap pengembangan ceramah
Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan
metode ceramah. Tahap ini seorang guru melakukan menyajikan
isi pelajaran yang telah diorganisasikan sebelumnya. Pada tahap
ini hal-hal yang harus diperhatikan guru adalah memberikan
keterangan secara singkat dan jelas, penggunaan papan tulis
sebagai upaya visualisasi, memberikan keterangan ulang dengan
menggunakan istilah atau kata-kata yang lebih jelas, merinci dan
memperluas pelajaran, mencari balikan (feedback) sebanyak-
banyaknya selama berceramah.
(4) Tahap akhir ceramah
Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan
kegiatan terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah. Hal
yang dilakukan oleh guru adalah : membuat rangkuman dari garis-
garis besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan
hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran
berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan
berikutnya.
f) Syarat-syarat penerapan metode ceramah
Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai
diterapkan dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus
memperhatikan kapan kewajaran ceramah itu digunakan. Menuru
Winarno S (1980) metode ceramah dikatakan wajar dipakai apabila :
46
(1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau
pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum
fakta atau pendapat tersebut;
(2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok
pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode yang
lain tidak mungkin dipakai;
(3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan merangsang
kelompok untuk melaksanakan sesuatu;
(4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah
dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota kelompok
melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan yang
lain;
(5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam
rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah
terjadi sebelumnya.
Selanjutnya, Dimyati dkk (1991) mengungkapkan bahwa syarat-syarat
metode ceramah sesuai digunakan apabila :
(1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru;
(2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru;
(3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah
cara khusus untuk kelompok tertentu;
(4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran;
47
(5) Isi pelajaran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang
lama;
(6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan
pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.
Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah tidak
sesuai digunakan apabila :
(1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi;
(2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama;
(3) Isi pelajaran kompleks, rinci, dan abstrak;
(4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa;
(5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sintesis,
atau evaluasi;
(6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya rata-
rata atau dibawah rata-rata.
c. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai
dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara
bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan
motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar (Solihatin dalam Evi : 2000).
Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja
sebagai suatu tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu
48
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya
(Erman dkk dalam Evi : 2007).
Upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif yang harus
diperhatikan adalah heterogen anggota timnya, baik dari kemampuan atau
karakteristik lainnya. Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan kelompok,
sebaiknya gurulah yang membagi kelompok. Jika para siswa yang
mempunyai kemampuan yang berbeda dimasukkan dalam satu kelompok,
maka dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah
dan sedang. Sedangkan siswa yang pandai akan dapat mentransfer ilmu yang
dimilikinya. Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif
adalah 4 – 7 orang.
Pembelajaran kooperatif dalam kewarganegaraan dapat membantu
siswa meningkatkan sikap positif dalam kewarganegaraan. Siswa secara
individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah sehingga akan mengurangi bahkan
menghilangkah rasa bosan terhadap kewarganegaraan. Pembelajaran
kooperatif juga terbukti sangat bermanfaat bagi siswa yang heterogen.
Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini
dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan
berlatarbelakang berbeda.
1) Pembelajaran Kooperatif tipe Think – Pair – Share
Pembelajaran Think – Pair – Share merupakan model
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural (PS). Pendekatan
49
ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pembelajaran Think – Pair –
Share kali pertama dikenalkan oleh Professor Frank Lyman dari
University of Maryland (1981) Think – Pair – Share memiliki prosedur
yang diterapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak
untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Teknik
belajar mengajar Think – Pair – Share sebagai struktur kegiatan gotong
royong memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta
bekerjasama dalam kelompok. (Peni : 2008).
Adanya kegiatan “berpikir – berpasangan – berbagi”
memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan
pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think-time),
sehingga kualitas jawaban siswa juga meningkat. Keunggulan lain dari
pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, dengan metode
klasikal hanya memungkinkan satu siswa maju dan membagikan hasilnya
untuk seluruh kelas, tetapi Think – Pair – Share memberikan sedikitnya
delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain (Anita Lie : 2002). Para guru juga
mempunyai waktu lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan
Think – Pair – Share. Guru dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban
siswa, mengamati reaksi siswa dan mengajukan pertanyaan.
Tahapan utama dalam pembelajaran Think – Pair – Share
menurut (Ibrahim : 2008) adalah sebagai berikut :
50
Tahap 1.Think (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan
pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan
atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2. Pair (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau
berbagi ide jika suatu persoalan/ masalah khusus telah
diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk
berpasangan.
Tahap 3. Share (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi
dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan.
Keterampilan berbagi dengan seluruh kelas dapat dilakukan dengan
menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan
hasil kerja kelompoknya. Ini efektif dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan.
51
Langkah-langkah pembelajaran Think – Pair – Share adalah sebagai
berikut.
1. Pendahuluan
Fase I : Persiapan
a. Guru melakukan apersepsi.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
c. Guru memberikan motivasi.
2. Kegiatan inti
Fase II : Pelaksanaan pembelajaran Think – Pair – Share
Langkah pertama :
a. Guru menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang akan disampaikan.
b. Siswa memperhatikan/ mendengarkan dengan aktif penjelasan dan
pertanyaan dari guru.
Langkah kedua :
a. Berpikir : siswa berpikir secara individual.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan
jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini
dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan
hasil pemikiran masing-masing.
Langkah ketiga :
a. Berpasangan : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran
masing-masing dengan pasangan.
52
b. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan. Siswa
mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar. Guru
memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya.
Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS, kumpulan
soal latihan yang dikerjakan secara kelompok.
Langkah keempat :
a. Berbagi : siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.
b. Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara
individual atau kelompok di depan kelas. Individu atau kelompok
yang lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan
pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
c. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil
pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan. Jika ada siswa
yang belum berhasil di fase ini, guru diharapkan memberikan
dorongan semangat.
Fase III : Penutup
a. Dengan bimbingan guru, siswa membuat simpulan dari materi
yang telah didiskusikan
b. Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.
53
c. Siswa diberi PR dari buku paket/ LKS atau mengerjakan ulang
soal evaluasi.
2) Pengertian Reward
Thorndike ( dalam Raniyati : 2010) berpendapat bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh Reward (ganjaran) atau penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi tingkah laku dengan
stimulus (rangsangan).
Menurut Edi Soegito (2010) Reward (ganjaran) atau penguatan
(reinforcement) adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat
meningkatkan kemungkinan berulangnya tingkah laku tersebut.
Memberikan penguatan ini kelihatannya sangat sederhana namun
mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi siswa, bayangkan
seandainya siswa telah berusaha untuk menunjukkan pekerjaan yang
baik, akan tetapi guru bersikap acuh tanpa memberi komentar apapun,
dapat membuat siswa patah semangat. Penghargaan dari guru sebenarnya
tidak berat, cukup dengan anggukan, senyuman, pujian atau bahkan
acungan ibu jari, namun kenyataannya masih banyak yang tidak
melakukannya.
3) Bentuk-Bentuk Reward
Fathleen Sri Wandani ( dalam Raniyati : 2010) menyatakan bahwa ada
lima kategori utama bentuk Reward yang dengan mudah diperoleh dalam
kelas.
54
Adapun kategori bentuk Reward adalah :
1. Reward berupa pujian.
2. Reward berupa aktivitas.
3. Reward berupa ganjaran.
4. Reward berupa denda.
5. Reward berupa tanda kredit, ganjaran ini tidak bernilai tinggi tetapi
kelak dapat ditukarkan dengan sesuatu yang berharga.
4) Tujuan Pemberian Reward
(Prasetyo : 2010) menyatakan bahwa ada 4 tujuan diberikan
penguatan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan keaktifan dan perhatian siswa.
2. Membangkitkan dan memelihara motivasi siswa.
3. Memudahkan siswa belajar.
4. Mengontrol dan memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang
positif serta mendorong munculnya tingkah laku yang
produksi.
d. Pembelajaran Kewarganegaraan
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagia suatu proses yang mana
suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang
dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-karakteristik dari
perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar
55
kecenderungan-kecenderungan reaksi asli, kematangan, atau perubahan-
perubahan sementara dari organisme ( Jogiyanto:2006).
Atau dengan kata lain bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan para
peserta didik.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai mata pelajaran yang
memiliki keunikan tersendiri. Karena dalam pendidikan
Kewarganegaraan dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan Pancasila (P.S. Widi
Raharja:2008). Dalam hakekat pendidikan kewarganegaraan terdapat
tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai
berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
56
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
1) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut BSNP (2006) visi mata pelajaran PKn adalah terwujudnya
suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara
yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006).
2) Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik
sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building)
dan pemberdayaan warga negara. Warga negara yang sanggup
melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa, bernegara
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
3) Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang
mengembangkan dan membina sikap (effective education) mulai dari
tingkatan yang belum tahu terhadap nilai sampai siswa menyadari dan
melakukan nilai moral dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.
57
4) Peranan Pendidikan Kewarganegaraan
Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa Peranan Pendidikan
Kewargangeraan adalah :
a) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai,
moral dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggung
jawab.
b) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia
yang seutuhnya, agar berkepribadian Pancasila dan melek
politik yang mampu menjadi insan teladan dan narasumber
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
BSNP (2006) adalah :
1) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif
dalam menanggapi isu kewarganegaraan sehingga mampu
memahami berbagai wacana kewarganegaraan;
2) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa
dan bernegara;
3) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara;
58
4) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia
agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
5) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan duni
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi
Dalam tesisnya, Ahmad Haris Bhakti (2009) mengatakan
bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
agar peserta didik dapat :
a) Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan
menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan
sikap dan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat dan
warga negara yang bertanggung jawab;
b) Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air;
c) Mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berasaskan
nilai, moral dan nilai Pancasila serta UUD 1945;
d) Menjadi warga negara Indonesia yang memiliki politik, cinta
pembangunan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
6) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
BSNP (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata
pelajaran PKn yaitu mencakup dimensi politik, hukum, dan moral. Ruang
lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek :
59
a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi : hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,
Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan;
b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi : tertib dalam kehidupan
keluarga, tata terib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,
peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan bangsa
dan negara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan
peradilan internasional;
c) Hak Asasi Manusia, meliputi : hak dan kewajiban anak : hak dan
kewajiban anggota masyarakat; instrumen nasional dan internasional
HAM; pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM;
d) Kebutuhan Warga Negara meliputi : hidup gotong royong, harga diri
sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri,
persamaan kedudukan warga negara;
e) Konstitusi Negara meliputi : proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
hubungan dasar negara dengan konstitusi;
f) Kekuasan dan Politik, meliputi : pemerintahan desa dan
kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,
60
demokrasi dan sistem politik, budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, sistem pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi;
g) Pancasila meliputi : kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara; Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara;
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari;
Pancasila sebagai ideologi terbuka;
h) Globalisasi meliputi : Globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
internasional dan Organisasi Internasional, dan mengevaluasi
globalisasi.
Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
a) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
b) Kehidupan ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan
di negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
7) Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk
membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter baik,
serta setia kepada Bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat
61
untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam latar belakang tentang
budaya persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (BSNP, 2006).
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan menurut Hamid Darmadi
(2010) adalah :
a. Mendidik siswa dengan tatanan konsep, nilai, norma dan moral
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
b. Membentuk, membina dan mengembangkan potensi serta kualifikasi
peserta didik;
c. Membentuk totalitas diri peserta didik yang berjiwa atau
berkepribadian Pancasila dan UUD 1945;
d. Membina dan membentuk warga negara Indonesia yang baik, cinta
bangsa dan negara, serta memiliki ketahanan fisik dan non fisik yang
tinggi.
e. Penelitian Yang Terkait
a. Penelitian yang dilakukan oleh Peni Handayani (2008) mata pelajaran
Aritmatika menunjukkan bahwa melalui penerapan pembelajaran
Think-Pair-Share berbasis masalah dengan media LKS dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok aritmatika sosial
kelas VII semester 1 SMP Negeri 4 Ambarawa tahun pelajaran
2007/2008. Peningkatan hasil belajar ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan hasil evaluasi pada setiap akhir siklus. Pada siklus I nilai
rata-rata kelas 69,59 dan pada siklus II meningkat menjadi 78,85.
62
b. Penelitian yang dilakukan oleh M. Kusumasari (2009) bahwa nilai
prestasi belajar Ekonomi siswa sebelum diberikan pembelajaran
dengan model TPS adalah 66,675. Setelah diberikan pembelajaran
model TPS nilai prestasi belajar ekonomi siswa meningkat menjadi
81,075. Atau terdapat selisih sebesar 14,4. Artinya pembelajaran
kooperatif tipe TPS lebih baik (lebih efektif) dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah ada peningkatan prestasi belajar ekonomi dalam penggunaan
metode STAD (Students Team Achievement Division).
c. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Huda (2009), dalam mata
pelajaran PKn kelas VII SMPN Malang pada pokok bahasan
Demokrasi dengan metode Reward diterapkan dalam belajar siswa
terlihat sangat serius dan antusis terhadap tugas yang diberikan. Siswa
yang mulanya terlihat kurang serius dalam belajar menjadi lebih
semangat dalam belajar.
63
2. Kerangka Berfikir
Sudah saatnya pembelajaran kewarganegaraan hendaknya lebih
bervariasi metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa.
Pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model
pembelajaran guna terciptanya iklim pembelajaran aktif yang bermakna
adalah tuntutan yang harus dipenuhi guru agar siswa dapat berpikir logis,
kritis dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan
inovatif serta tidak membosankan.
Pembelajaran yang hanya berorientasi pada pencapaian target
penyampaian materi, membuat siswa pasif dan hasil belajar siswa cenderung
rendah. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran hanya bersifat
monoton melalui ceramah kemudian diberikan tugas akhir, dengan kata lain
pada pembelajaran ini hanya terpusat pada guru saja.
Sudah saatnya pembelajaran PKn hendaknya lebih bervariasi metode
maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Pemilihan metode,
strategi dalam mendesain model pembelajaran guna menciptakan iklim
pembelajaran aktif yang bermakna adalah tuntutan yang harus dipenuhi guru
agar siswa dapat berfikir logis, kritis dan dapat memecahkan masalah dengan
kreatif serta tidak membosankan, hendaknya guru memberikan suatu
semangat dukungan untuk memotivasi siswa agar lebih serius mengerjakan
soal materi. Ketika Reward diterapkan dalam belajar siswa terlihat serius dan
antusias terhadap tugas yang diberikan. Motivasi yang tinggi menjadikan
64
siswa semangat dalam belajar, sebaliknya motivasi yang rendah akan
menyebabkan siswa tidak semangat dalam belajar.
3. Hipotesis Tindakan
Melalui metode pembelajaran kooperatif Think – Pair – Share dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn di
kelas VIIIa SMP Islam Sudirman Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2011/
2012.