4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia Berat
2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom dalam kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.1,2
Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular
dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula terjadi
sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi
dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia
merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini
meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik,
hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.5,6,7
Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan
darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan.
Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering
dan selalu muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia yang termasuk
didalamnya nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan
proteinuria. 5,6,7
Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap negara
dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan
gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada
minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan
diastolik yang tidak lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam.
Preeklampsia pada pasien yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika
tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15
mmHg. 1,2,5,6,7
Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg
dalam 24 jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam
5
secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara
acak. 1,2,5,6,7
Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan
preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada
wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan
tangan yang sering kali menetap. 1,5,6,7
Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Diagnosis
preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu dengan hipertensi
ditambah dengan salah satu gejala berikut: 5,6,7
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg
2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥ 3+
3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan kreatinin
plasma
4. Gangguan visus dan serebral yang menetap
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru dan sianosis
7. Sindroma HELLP
8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi plasenta
Preeklampsia berat dibagi menjadi:1
1. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
2. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala
subjektif berupa:1
Muntah-muntah
Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak
Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau
oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung
6
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal
ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan-
perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop.1
2.2 Klasifikasi8
Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia
(2010):
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah
umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan
darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
a. Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
b. Berat
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+
3. Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah
kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronik
Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau
sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca
persalinan.
7
2.3 Faktor Resiko Preeklampsia Berat1
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
termasuk preeklampsia berat, yaitu:
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
Umur yang ekstrim.
Riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia.
Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas.
2.4 Epidemiologi7
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan
kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia
merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.
Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan
morbiditas semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun)
dan wanita hamil dengan umur > 35 tahun.
2.5 Etiologi Preeklampsia Berat
Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia. Ada
beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut
diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara
umum dasar dari patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh
darah arteriole dan peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-
teori yang diajukan untuk mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai
berikut :
8
2.5.1 Peran Immunologi1,2
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:
Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami yang sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan
ialah makin lama periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte
Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu
dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu.
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu,
pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel
yang lebih rendah dibanding pada normotensive.
2.5.2 Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling
akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal
ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi
9
dan distensi (Gambar 2.1). Pada preeklampsia, terjadi invasi trofoblas namun
tidak sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah
miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot
arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami
distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis
mengalami vasokonstriksi relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan
bahwa keparahan defek invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan
keparahan hipertensi.2
Gambar 2.1Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas
extravili, membentuk saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous menginvasi desidua dan masuk ke dalam artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah
sehingga pembuluh darah melebar (Cunningham, et al, 2007)
10
Gambar 2.2Perbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan
preeklampsia. Tampak pada gambar bahwa pada preeklampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi
lebih konstriksi.(Cunningham, et al, 2007)
De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil
dari sisi implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron.
Mereka menemukan bahwa perubahan preeklampsia pada tahap awal
termasuk kerusakan endotel, insudasi plasma ke dalam pembuluh darah,
proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial. Mereka menemukan
adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel miointima kemudian di
dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid bersama sel
inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis. Biasanya,
pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi aneurisma
dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk
melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis
dapat mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi
plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsia.2
11
Gambar 2.3Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri,
menunjukkan gambaran fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah). Kerusakan endotel menyebabkan penyempitan
pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy makrofag di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang
melengkung, sedangkan anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel.
2.5.3 Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeklampsia disebabkan oleh
gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses
inflamasi intravaskuler sistemik (Gambar 2.4). Dalam teori ini dinyatakan bahwa
preeklampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem
dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor
(TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan
preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal
bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya
menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan
produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat
lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di
dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler menyebabkan
trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya
edema dan proteinuria.2
Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeklampsia ini
menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan
12
preeklampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk
mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh
antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan
karoten.1
Gambar 2.4Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007)
2.5.4 Faktor Defisiensi Nutrisi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
hati halibut, dapat mengurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak
13
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk
mencegah preeklampsia.1
Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-
buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan
penurunan tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa
resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam
askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker
inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan
dengan preeklampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat
menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat
atherosklerosis.2
2.5.5 Faktor genetik
Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review
komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko
preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11
sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam
studi kembar.
Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang mencakup
hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen genetik
untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan
konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita.
Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil
interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi
metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan
demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia
akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini
ekspresi, fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada
interaksi dengan faktor lingkungan.2
2.6 Patogenesis Preeklampsia Berat
14
2.6.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan
pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan
conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat dalam
berbagai organ yang terkena.
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan
hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan
kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan
fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial.
Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel
junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi
ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan
aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya
akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir gangguan
karakteristik sindrom tersebut.2
2.6.2 Aktivasi sel endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi acuan dalam
pemahaman dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor yang tidak
diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke sirkulasi
ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium. Sindrom klinis
preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas.
Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan
bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam
darah perifer wanita preeklampsia.
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel
menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida
nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat
dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan
kepekaan terhadap vasopressors.2
15
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel akan terjadi:
Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)
Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2),
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin
lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeklampsia, terjadi
sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.
Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit
(vasodilator).
Peningkatan faktor koagulasi.
Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik
morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan
meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi
endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia
merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam
jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil normal.2
2.7 Diagnosis Preeklampsia Berat
Digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110
mmHg. Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur.
16
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia,
dan edema).
Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
Edema paru-paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
Trombositopenia (<100.000/mm3)
Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
Sindrom HELLP.
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi
medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang
tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan
diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
17
2.8.1 Penanganan di rumah sakit
Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan
terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi:4
a. Pencegahan Kejang
Tirah baring, tidur miring kiri
Infus RL atau D5
Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap,
yaitu :
- Loading / initial dose : dosis awal
- Maintenance dose: dosis rumatan
Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin
Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB
Loading dose Maintenance dose
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan
selama 5 menit
- SM 40 % 10 g im, terbagi pada
glutea kiri dan kanan
- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai
24 jam pada perawatan
konservatif dan 24 jam setelah
persalinan pada perawatan aktif
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
18
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah <
160/105 mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
19
Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB
dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan
yang memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala
impending eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose (
loading dose tidak diberikan )
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau
betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
Menimbang berat badan tiap hari
Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari
sesudahnya
Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid
dehydrogenase, Albumin serum dan faktor koagulasi
Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk
kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru
20
diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan
1 minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai
aterm
Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan
indikasi obstetrik.
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :
a. Indikasi Ibu :
Kegagalan terapi medikamentosa :
Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa
terjadi kenaikan tekanan darah persisten
Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa
terjadi kenaikan tekanan darah yang progresif
Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
Didapatkan gangguan fungsi hepar
Didapatkan gangguan fungsi ginjal
Terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
b. Indikasi Janin
Usia kehamilan ≥ 37 minggu
PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
Terjadi oligohidramnion
c. Indikasi Laboratorium
21
Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan
perabdominam, mode of delivery pilihan adalah pervaginam
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pasien belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila
skor pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan
menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6 jam.
Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak
dimulainya induksi, bila tidak maka dianggap induksi
persalinan gagal dan terminasi kehamilan dilakukan dengan
operasi sesar.
b. Indikasi operasi sesar :
Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
Induksi persalinan gagal
Terjadi maternal distress
Terjadi fetal compromised
Usia kehamilan < 33 minggu
c. Pasien sudah inpartu
Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti
partograf
Kala II diperingan
Bila terjadi maternal distress maupun fetal
compromised, persalinan dilakukan dengan operasi
sesar
Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan
operasi sesar
2.9 Komplikasi Preeklampsia Berat
22
2.9.1 Penyulit Ibu1
A. Sistem Saraf Pusat
Perdarahan Intrakranial
Thrombosis vena sentral
Hipertensi ensephalopati
Edema cerebri
Edema retina
Macular atau retinal detachment
Kebutaan cortex
B. Gastrointestinal-hepatik:
Subcapsular hematoma hepar
Ruptur kapsul hepar
Asites
C. Ginjal
Gagal ginjal akut
Nekrosis Tubular Akuta
D. Hematologik:
DIC
Trombositopenia
E. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest
Iskemia miokardium
2.9.2 Penyulit Janin4
a. PJT
23
b. Solusio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Prematuritas
f. Cerebral palsy
B. Persentasi Bokong
2.1. Presentasi Bokong
a. Definisi
Presentasi bokong adalah keadaan dimana janin terletak memanjang
atau membujur dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah
kavum uteri.2
Presentasi bokong adalah janin yang terletak memanjang (membujur)
dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah. 11
b. Insiden
Presentasi bokong terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada (Norwitz
dan Schorge, 2008). Terjadinya presentasi bokong berkurang dengan
bertambahnya umur kehamilan. Presentasi bokong terjadi pada 25% dari
persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi pada 7%
persalinan yang terjadi pada minggu ke 23 dan terjadi pada 1-3% persalinan
yang terjadi pada kehamilan aterm. Insiden presentasi bokong meningkat
pada kehamilan ganda; 25% pada gemelli janin pertama, dan 50 % pada janin
kedua. Sebagai contoh, 3,5% dari 136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990
sampai 1999 di Parkland Hospital merupakan presentasi bokong.2
c. Klasifikasi Presentasi Bokong
Presentasi bokong terdiri dari berbagai macam klasifikasi, yaitu
presentasi bokong murni (frank breech), presentasi bokong sempurna
24
(complete breech), dan presentasi bokong tidak sempurna (incomplete
breech).2
Presentasi Bokong Murni (Frank Breech)
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala
janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba
bokong. Frekuensi terjadinya presentasi bokong murni, yaitu 50-70%
(Cunningham dkk, 2005). Posisi ini paling sering ditemukan yang terjadi
75% presentasi bokong primigravida dan 50% multigravida.12
Presentasi Bokong Sempurna (Complete Breech)
Presentasi bokong sempurna, yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada
di samping bokong (letak bokong kaki sempurna). Frekuensi terjadinya
presentasi bokong sempurna yaitu 75% (Cunningham dkk, 2005). Pada ibu
multigravida dengan diameter pelvis baik atau pada gestasi multipel terdapat
resiko prolaps tali pusat.12
Presentasi Bokong Tidak Sempurna (Incomplete Breech)
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete
or footling), frekuensi terjadinya berkisar 10 – 30%. Pada presentasi bokong
kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan
kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah
adalah satu atau dua kaki. Selain bokong bagian terendah juga kaki dan
lutut, terdiri dari kedua kaki yang disebut letak kaki sempurna; satu kaki
yang disebut letak kaki tidak sempurna, frekuensi terjadinya 24%; kedua
lutut yang disebut letak lutut sempurna; dan satu lutut yang disebut letak
lutut tidak sempurna, frekuensi terjadinya 1%.2 Presentasi ini dapat
mengindikasikan kesulitan dalam penurunan, sehingga direkomendasikan
pelahiran dengan seksio sesaria.12
25
Gambar 2.1. Bermacam-macam presentasi bokong
Sumber : (Syamsuddin, 2010)
Gambar : 2.2. Letak presentasi bokong
a.Letak bokong sempurna.
b. Letak bokong tidak sempurna.
c. Letak bokong saja.
Sumber : (Manuaba,2007)
d. Posisi Bokong
Posisi bokong ditentukan oleh sakrum ada 4 posisi, yaitu sebagai
berikut.11
Left sacrum anterior (sakrum kiri depan).
Right sacrum anterior (sakrum kanan depan).
Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang).
Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang).
e. Etiologi
Presentasi bokong terdiri dari berbagai etiologi, yaitu sebagai berikut.10
Gerakan janin yang bebas
26
Hal ini biasanya terjadi karena adanya hidramnion, prematur, dan
multiparitas. Pada kondisi hidramnion air ketuban relatif banyak sehingga
janin dapat bergerak bebas. Pada usia kehamilan prematur berat bayi masih
di bawah normal atau ukuran bayi masih kecil dan cairan amnion lebih
banyak dibandingkan dengan besar anak sehingga janin mudah bergerak.
Pada kondisi ibu yang multiparitas terjadi relaksasi uterus sehingga
mengakibatkan uterus cenderung lebih kendur bila dibandingkan ibu yang
tidak multiparitas sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan janin bebas
bergerak dan berputar posisi.
Gangguan akomodasi
Gangguan akomodasi dapat terjadi pada kelainan bentuk uterus. Adanya
tumor rahim, adanya ekstensi tungkai janin dan plasenta yang terletak di
daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan presentasi bokong
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.
Gangguan fiksasi
Gangguan fiksasi kepala pintu atas panggul dapat terjadi karena adanya
plasenta previa, tumor panggul, kesempitan panggul, anensefalus, dan
hidrosefalus. Plasenta previa dapat menghalangi turunnya ke dalam pintu
atas panggul. Kelainan bentuk kepala yaitu hidrosefalus, anensefalus,
mengakibatkan kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul
sehingga janin dapat berputar mencari posisi yang lebih nyaman
Relaksasi Uterus
Berkaitan dengan multiparitas, multifetus, persalinan sungsang
sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Relaksasi uterus
menyebabkan janin mudah berputar posisi ke posisi sungsang.
f. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
27
jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa, ditambah berbagai faktor risiko yang mendukung
terjadinya presentasi bokong salah satunya kondisi ibu yang multiparitas
terjadi relaksasi uterus yang mengakibatkan janin lebih mudah berputar
posisi. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam berbagai
presentasi yang tidak biasa, salah satunya dengan posisi presentasi bokong. 11
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai
terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati
ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada di ruangan
yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi presentasi bokong
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti
itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.11
g. Diagnosis
Anamnesis
Kehamilan dengan presentasi bokong seringkali oleh ibu hamil
dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya,
karena perut terasa penuh dibagian atas, merasa seperti benda keras (kepala)
yang mendesak tulang iga dan gerakan lebih banyak dibagian bawah. Pada
kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya.
Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang
sungsang.13
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Manuver Leopold yang
sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur
kehamilannya ≥ 34 minggu, ditemukan bahwa Leopold I di fundus akan
28
teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba
punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III bila
engagement belum terjadi (diameter intertrokanterika panggul janin belum
melewati pintu atas panggul) bokong janin masih dapat digerakkan di atas
pintu atas panggul. Leopold IV teraba bokong (bagian yang kurang bundar
dan lunak) di bagian bawah uterus yang men nunjukkan posisi bokong yang
mapan di bawah simfisis. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan
dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya
ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.1,10
Gambar 2.3. Pemeriksaan Manuver Leopold
Sumber : (Cunningham dkk, 2005)
Keterangan :
A : Leopold I B: Leopold II C : Leopold III D : Leopold IV
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan presentasi bokong apabila
didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding
perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban
pecah dapat lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya
29
sakrum, kedua tuberositas iskiadika, anus dan kaki (pada letak kaki)
(Angsar dan Setjalilakusuma, 2010). Pada persalinan lama, bokong
mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan
bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong
dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami
rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan
meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan, mulut dan tulang pipi
akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskiadika
membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki
dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki
tidak sempurna hanya teraba satu kaki di samping bokong. Informasi yang
paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis
posisi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari
pemeriksaan luar dan dalam, sehingga harus dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi letak janin
bila pemeriksaan fisik belum jelas, menentukan letak plasenta, menemukan
kemungkinan cacat bawaan, taksiran berat janin, penilaian volume air
ketuban dan keadaan hiperekstensi kepala. Berat janin dapat diperkirakan
secara ultrasonografi berdasarkan ukuran biparietal, lingkar kepala, lingkar
perut dan panjang tulang femur. Pada foto rontgen (bila perlu) juga bisa
digunakan untuk menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi letak janin
serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan bawaan anak.3
h. Persalinan
Dalam presentasi bokong diperlukan banyak ketekunan dan kesabaran
dibandingkan dengan pertolongan persalinan presentasi kepala (Mansjoer
dkk, 2001). Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda-
tanda yang mengancam kehidupan janin, maka penolong tidak perlu
melakukan tindakan yang bertujuan mempercepat kelahiran janin.
Mekanisme persalinan presentasi bokong hampir sama saja dengan letak
kepala, hanya disini yang memasuki pintu atas panggul adalah bokong.
Persalinan berlangsung agak lama, karena bokong dibandingkan dengan
kepala lebih lembek, jadi kurang kuat menekan, sehingga pembukaan agak
lama.11
Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang
merupakan indikasi untuk melakukan seksio sesarea, seperti misalnya
kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga
panggul. Presentasi bokong biasanya lahir spontan, karena itu jangan terlalu
lekas bertindak. Sikap konservatif dipertahankan sampai pusat lahir.
Indikasi waktu setelah pembukaan lengkap, biasanya lebih pendek
1
30
35
dibandingkan dengan letak kepala misalnya 2 jam setelah pembukaan
lengkap anak sudah harus lahir.10
Mekanisme persalinan presentasi bokong dimulai dengan garis pangkal
paha yang masuk serong ke dalam pintu atas panggul (engagement dan
descent). Pantat depan memutar ke depan setelah mengalami rintangan dari
otot-otot dasar panggul. Dengan demikian dapat terjadi laterofleksi badan
untuk menyesuaikan diri dengan lengkungan panggul. Pantat depan nampak
terdahulu dalam vulva dan dengan trokhanter depan sebagai hipomoklion
(di bawah simfisis) dan laterofleksi dari badan lahirlah pantat belakang pada
pinggir depan perineum disusul dengan kelahiran pantat depan. Setelah
bokong lahir terjadi rotasi luar sehingga punggung berputar sedikit ke depan
dan supaya bahu dapat masuk dalam ukuran serong dari pintu atas panggul.
Sesudah bahu turun terjadilah putaran paksi dari bahu. Karena itu punggung
berputar lagi ke samping. Pada saat bahu akan lahir maka kepala dalam
keadaan fleksi masuk dalam ukuran melintang pintu atas panggul. Kepala
ini mengadakan putaran paksi sedemikian rupa hingga kuduk terdapat di
bawah simfisis dan dagu sebelah belakang. Berturut-turut lahir pada
perineum; dagu, mulut, hidung, dahi, dan belakang kepala.13
Tabel 2.3 Kriteria pemilihan persalinan janin dengan presentasi bokong.
Persalinan Pervaginam Section Caesarea
Presentasi Frankbreech Presentasi Footing
Usia kehamilan > 34 minggu Janin preterm ( usia kehamilan 25-34
minggu)
Taksiran berat janin 2000-3500 gram Taksiran berat janin > 3500 gram atau
< 1500 gram kepala janin defleksi
atau hiperekstensi
Kepala fleksi Kepala janin defleksi atau
hiperekstensi
Ukuran panggul adekuat Panggul sempit atau ukuran dalam
( berdasarkan x-ray)
35
Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 sebagai berikut.14
1. Persalinan spontan (spontaneous breech).
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim
disebut cara Bracht. Prosedur pertolongan persalinan spontan dibagi
menjadi beberapa tahapan dan teknik. Tahapan prosedur pertolongan
spontan adalah sebagai berikut.1
Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusar
(skapula depan). Disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk
melahirkan bokong, yaitu bagian janin yang tidak berbahaya.
Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya
mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk
pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena
itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila
mulut sudah lahir, janin dapat bernapas lewat mulut.
Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan
yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk
menghindari terjadinya perdarahan intrakranial (adanya ruptura tentorium
sereberi).
2. Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery).
Janin dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong. Prosedur manual aid terdapat
beberapa indikasi, tahapan dan teknik. Indikasi untuk dilakukan tindakan
manual aid adalah sebagai berikut.
Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi
kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala. Dari semula
35
memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid. Untuk tahapan
manual aid, yaitu
Tahap pertama: lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
kekuatan tenaga ibu sendiri.
Tahap kedua: lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara: klasik
(Deventer), Mueller, Lovset, dan Bickenbach.
Tahap ketiga, lahirnya kepala yang dapat dilakukan dengan cara
Mauriceau, Najouks, Wigand Martin-Winckel, Prague terbalik dan Cunam
Piper.
3. Ekstraksi Sungsang (Total Breech Extraction).
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong. Prosedur
Ekstraksi sungsang terdapat 2 teknik yaitu teknik ekstraksi kaki dan teknik
ekstraksi bokong.
Persalinan Perabdominal (Seksio Sesaria)
Persalinan perabdominal (seksio sesaria) dipilih jika persalinan
pervaginam sukar dan berbahaya, tali pusat menumbung pada primigravida
atau multigravida, distosia, prematur atau postmatur, riwayat obstetri buruk,
dan terdapat komplikasi kehamilan dan persalinan seperti hipertensi dalam
kehamilan, serta ketuban pecah dini.15Beberapa kriteria yang dapat dipakai
pegangan bahwa letak sungsang harus dilahirkan perabdominal, yaitu
primigravida tua, riwayat persalinan yang buruk, janin besar, lebih dari
3,5kg – 4kg, panggul sempit, prematuritas.1
i. Komplikasi
Komplikasi persalinan presentasi bokong antara lain dari faktor ibu yaitu
perdarahan oleh karena trauma jalan lahir, atonia uteri dan sisa plasenta,
infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritis) dan
trauma persalinan seperti trauma jalan lahir
35
Sedangkan dari faktor bayi yaitu perdarahan seperti perdarahan
intrakranial dan edema intrakranial akibat kepala dilahirkan dengan cepat,
perdarahan alat-alat vital intra-abdominal, trauma persalinan seperti
dislokasi atau fraktur ekstremitas, persendian leher, ruptur alat-alat vital
intra-abdominal, kerusakan pleksus brakialis dan fasialis, kerusakan pusat
vital di medulla oblongata yang semuanya diakibatkan tarikan yang kuat
pada saat proses pelahiran aPnak, trauma langsung alat vital (mata, telinga,
mulut), infeksi karena manipulasi asfiksia sampai lahir mati yang
diakibatkan terlilitnya tali pusat.13
j. Prognosis
Bila dibandingkan dengan presentasi kepala, maka presentasi bokong,
baik ibu maupun bayi menghadapi risiko yang lebih besar, walaupun tidak
akan sama derajatnya.2
Bagi Ibu
Prognosis bagi ibu pada presentasi bokong tak banyak berbeda dengan
prognosis pada letak kepala, mungkin ruptur perinea lebih sering terjadi.
Robekan pada perinea lebih besar, juga karena dilakukan tindakan, selain itu
ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.
Sebab kematian maternal terpenting adalah penanganan persalinan yang
kurang sempurna
Bagi Bayi
Prognosis tidak terlalu baik, karena adanya gangguan peredaran darah
plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit
antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia serta akibat retraksi
uterus yang dapat menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir.
Selanjutnya prognosis bagi anak dengan presentasi bokong lebih buruk
terutama kalau anaknya besar dan ibunya seorang primigravida, maka
kematian anak dengan presentasi bokong 3 kali lebih besar daripada
kematian anak letak kepala
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar, Muh. Dikman. “Hipertensi dalam Kehamilan”. dalam
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. ”Ilmu Kandungan edisi keempat”. editor:
Saifuddin, Abdul Bari. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hal: 530-561.
2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC,
Hankins GD et al. 2001. “Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams
Obstetrics. 21th ed”.London: Prentice-Hall International. Hal: 567-618.
3. Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.
2007. “Pengantar Kuliah Obstetri.” Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:
401-420
4. Prasetyorini, N, 2009. “Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia”.
Seminar POGI Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal -
FKUB/RSSA Malang.
5. Prasetyawan. 2002. ”Perbandingan kadar kalsium darah pada
PreEklampsia berat dan kehamilan normotensi.” SMF OBGIN FK Univ.
Diponegoro: Semarang
6. Subhaberata, Ketut. 2001. “Penanganan preeklampsia berat dan
eklampsia”. UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.
35
7. Jamilu, Tukur. 2009. “The use of magnesium sulphate for treatmen severe
preeclampsia and eclampsia.”
8. Achadiat, C.M. 2004. “Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi”. Jakarta:
EGC.
9. Monintja, H.E. 2005. “Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal” dalam
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. ”Ilmu Kandungan edisi keempat”. editor:
Saifuddin, Abdul Bari. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. Wiknjosastro, H. 2005. “Ilmu Kebidanan” Edisi Ketiga, Cetakan
Ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Mochtar, R. 1998. Letak Sungsang. Dalam: Lutan, D (Editor). Sinopsis
Obstetri (hal. 350-365). EGC, Jakarta, Indonesia.
12. Liu, D dan Loughna, P. 2008. Manual Persalinan: “Presentasi Bokong”
(edisi ke-3). Terjemahan oleh : Ayu, N.M.S., EGC, Jakarta, Indonesia, hal.
269-282.
13. Krisandi, R.S. 2005. Letak Sungsang. Dalam: Sastrawinata,
Martaadisoebrata, Wirakusumah (Editor). Obstetri Patologi (hali. 169-
185). EGC, Jakarta, Indonesia.
14. Supono. 1985. Ilmu Kebidanan bagian patologi: “Letak Sungsang”. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia, hal. 365-373.
15. Giuliani, A., dkk. 2002. Mode of delivery and outcome of 699 term singelton breech deiveries at a single center. American Journal Obstetrics and Gynecologi, hal 187.
35
Ligasi arteri uterina
Ligasi uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini
dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas
segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang
besar dan benang absorbabel yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan
35
melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina. Masuk ke miometrium keluar
dibagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina.8
3.1 Penatalaksanaan
IVFD RL 20x/m
MgSO4 40% 4gr 10 cc boka/boki
Injeksi antibiotik Cefotaxime 2x1 gram IV
Nifedipine 10 mg tablet Sublingual
Obeservasi Vital sign dan DJJ
Informed consent dengan keluarga
Recommended