38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacentol. Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain. Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia 1

Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.

Citation preview

Page 1: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu

penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB

diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena

kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan

proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti,

namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia

uteroplacentol.

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan

buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera

dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua

kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas

penanganan intensif maternal dan neonatal untuk mendapatkan terapi definitif

dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda

preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung

disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai

proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila

terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada

nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem

yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35

tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan

berikut: 1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis. 2) Penyakit vaskuler,

termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus. 3) Penyakit ginjal.

Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul

pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias:

1

Page 2: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

hipertensi, proteinuria dan oedema, yang kadang-kadang disertai konvulsi

sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler

atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 1998).

Tingginya  kejadian pre-eklamsia- eklamsia di negara-negara

berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan

tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut

saling terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan

pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik

pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka

kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian

pre- eklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka

kematian ibu yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara

berkembang masih tinggi (Amelda, 2008).

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari telaah ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran

mengenai Preeklamsi Berat yang meliputi Definisi, Epidiemologi,

Patofisiologi, dan tatalaksanaan, diagnosis banding, komplikasi dan prognosis.

2

Page 3: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Terdapat beberapa definisi preeklampsia dari berbagai literatur.

Menurut Manuaba (1998), preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah

tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air

kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20

minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Rustam Muctar

(1998) menyatakan bahwa preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang

timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi,

edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan

vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul

setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. Menurut Mansjoer (2000),

preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Berdasarkan Kamus Saku Kedokteran Dorland, preeklampsia

adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema,

dan proteinuria. Dari gejala-gejala klinik, preeklampsia dapat dibagi menjadi

preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah

suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang

berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel

(Cunningham, dkk., 2005). Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan

tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg disertai proteinuria

lebih 5 g/24 jam (Hnat dan Sibai, 2003).

3

Page 4: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

2.2 Etiologi

Menurut Mochtar (2007), etiologi penyakit ini sampai saat ini belum

diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang

mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut ”penyakit teori”,

namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang

sekarang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori ”iskemia

plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang

bertalian dengan penyakit ini.

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa

frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,

hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring

dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c) Mengapa terjadi

perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d)

Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e)

Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema dan konvulsi sampai

koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,

melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia.

Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklampsia adalah :

a) Peran prostasiklin dan trombiksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang

pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis,

yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan

mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin,

sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

4

Page 5: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

b) Peran faktor imunologis

Menurut Rukiyah (2010), Preeklampsia sering terjadi pada

kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal

ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang

mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita

dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga

mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti

proteinuria.

c) Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-

E antara lain : (1) preeklampsia hanya terjadi pada manusia; (2)

terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak

dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya

frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan

bukan pada ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem

(RAAS). Riedman dan Walker (1992) menjelaskan bahwa terdapat faktor

keturunan dan familial dengan model tungal pada peningkatan resiko

terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Genotipe ibu lebih menentukan

terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan

dengan genotipe janin. Pada ibu yang mengalami preeklampsia, terbukti

bahwa 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula dan

hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

Yang jelas preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian

pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu

hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan

dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.

5

Page 6: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat

menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut

antara lain, gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim.

Faktor resiko terjadinya preeklampsia, preeklampsia umumnya terjadi

pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan

kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah

riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat

mengalami preeklampsia sebelumnya, riwayat preeklampsia pada ibu atau

saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi,

riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.

2.3 Epidemiologi

Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%

(Triadmojo, 2003), sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa

kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per

1.000 kelahiran). (Jung, 2007).

Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, pada

(tahun 2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di

RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.413

persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,

dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus

eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-

24 tahun dengan primigravida (17,5%).

6

Page 7: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

2.4 Faktor Risiko Preeklampsia

Riwayat preeclampsia, Primigravida, karena pada primigravida

pembentukan antibody penghambat (blocking antibodies) belum sempurna

sehingga meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsia, Kegemukan,

Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang

mempunyai bayi kembar atau lebih, Riwayat penyakit tertentu. Penyakit

tersebut meliputi hipertensu kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit

degenerate seperti reumatik arthritis atau lupus.

2.5 Patofisiologi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya

sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik

sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan

dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial

belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi

perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami

peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan

agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan

defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari

7

Page 8: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes

fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan

volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan

pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan

anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam

rahim (Michael,2005).

1) Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya

berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh

larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai

ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).

2) Metablisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak

diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak

pada penderita preeklampsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa

atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak

dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal

ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan

kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak

mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi

kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal

(Trijatmo,2005).

8

Page 9: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.

Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema

intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang

mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia.

Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat

penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan

anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan

perdarahan (Trijatmo,2005).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,

sehingga terjad partus prematur.

6) Paru-Paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan

oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga

karena aspirasi pneumonia atau abses paru (Rustam, 1998).

9

Page 10: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

2.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat muncul pada kasus preeklampsia berat

diantaranya sebagai berikut:

PREEKLAMPSIA BERAT

EFEK PADA IBU

Tekanan darah Peningkatan menjadi ≥160/110 mmHg dua

kali pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada

ibu hamil yang beristirahat di tempat tidur.

MAP 160/110=127

Peningkatan berat

badan

Peningkatan berat badan lebih dari 0,5

kg/minggu selama trimester kedua dan

ketiga atau peningkatan berat badan yang

tiba-tiba sebesar 2kg setiap kali

Proteinuria

Dipstik Kualitatif

Analisis Kuantitatif 24

Jam

Proteinuria 5 sampai 10g/dL dalam 24 jam

atau

≥ + 2 protein dengan dipstick

Edema Edema umum, bengkak semakin jelas di

mata,wajah,jari,bunyi paru (rales) bisa

terdengar.

Refleks Hiperefleksi +3 atau lebih; klonus di

pergelangan kaki

Haluaran urine Oliguria: <30ml/jam atau 120ml/4jam

Nyeri kepala Berat

Gangguan penglihatan Kabur, fotofobia,bintik buta pada

funduskopi

Iritabilitas/afek Berat

Nyeri ulu hati Berat

Kreatinin serum Meningkat

Trombositopenia Ada

Peningkatan AST Jelas

10

Page 11: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Hematokrit Menigkat

EFEK PADA JANIN

Perfusi plasenta Perfusi menurun dinyatakan sebagai IUGR

pada ferus, DJ:deselerasi lambat

Prematur plasenta Pada waktu lahir plasenta terlihat lebih

kecil daripada plasenta yang normal untuk

usia kehamila, premature aging terlihat

jelas dengan berbagai daerah yang

sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis

iskemik(infark putih), dan deposisi fibrin

intervilosa (infark merah) bisa terlihat.

2.6 Klasifikasi

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa

impending eclampsia dan (b) preeclampsia berat dengan impending

eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai

gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-

muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah (Angsar,

2010).

2.7 Diagnosis

Suatu preeklampsia digolongkan sebagai preeklampsia berat apabila

ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut (Report of the National

High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood

Pressure in Pregnancy, 2010).

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥

110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah

dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring, Proteinuria lebih

11

Page 12: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria, yaitu produksi

urin kurang dari 500 cc/24 jam, Kenaikan kadar kreatinin plasma,

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma, dan pandangan kabur, Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran

kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Gibson), Edema paru-

paru dan sianosis, Hemolisis mikroangiopatik, Trombositopenia berat: <

100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat, Gangguan

fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan

aspartate aminotransferase, Pertumbuhan janin intrauterin yang

terhambat, Sindrom HELLP.

2.8 Penatalaksanaan

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan

kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelanyanan suportif

terhadap organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan (Angsar,

2010).

Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik

dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk

melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam

kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

Tujuan pengobatan adalah : 1) Mencegah terjadinya eklampsi. 2)

Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar. 3) Persalinan harus

dengan trauma yang sedikit-sedikitnya. 4)Mencegah hipertensi yang

menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di

rumah sakit ialah:1) Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih. 2)

Proteinuria 1+ atau lebih. 3) Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam

seminggu yang berulang. 4) Penambahan edema berlebihan secara tiba-

12

Page 13: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

tiba. Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan

karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya

eklampsia dengan bayi yang masih prematur.

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur yaitu sikap

terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis,

dan sikap terhadap kehamilannya.

2.7.1 Tindakan terhadap penyakitnya

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk

rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan

cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki resiko tinggi

untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan

tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya

edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel

endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary

wedge pressure. Oleh karena itu, pemantauan masukan cairan (melalui oral

dan infuse) dan keluaran cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.

Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang

dimasukkan dan juga cairan yang dikeluarkan melalui urin.

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan

koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau

cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose

5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60-125

cc/jam) 500 cc.

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria

terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.

13

Page 14: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila

mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet

yang cukup protein, rendah kabohidrat, lemak, dan garam.

Obat anti kejang yang diberikan berupa MgSO4 (magnesium sulfat).

Selain itu, dapat dipakai obat-obat antikejang lainnya seperti diazepam atau

fenitoin, walaupun diketahui pemberian magnesium sulfat sebagai

antikejang lebih efektif dari fenitoin berdasarkan Cochrane Review

terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita eklampsia (Duley,

Gullmaezoglu dan Hendorson-Smart, 2007). Magnesium sulfat

menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat

saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi

neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian

magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalium, sehingga terjadi

kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium, Kadar kalsium

yang tinggi di dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat

(Angsar, 2010).

Magnesium sulfat diberikan dalam dengan dosis awal 4 gr iv (40%

dalam 10cc) selama 15 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan

sebanyak 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam (infus); atau diberikan 4 atau

5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gr i.m. tiap 4-6 jam.

Syarat pemberian MgSO4 antara lain frekuensi nafas > 16x/menit, tidak

ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya

dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas

10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit). Apabila terjadi

refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka dapat diberikan salah satu obat

sebagai berikut: tiopental sodium, soudium amobarbital, diazepam, atau

fenitoin.

14

Page 15: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Antihipertensi yang dapat diberikan berupa nifedipin dengan dosis

10-20 gram per oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam

24 jam (Norman dan Davison, 2003).

2.7.2 Tindakan Terhadap Kehamilannya

Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat, sikap terhadap

kehamilanya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Aktif: berarti kehamilan

segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian obat

medikamentosa. 2) Konservatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan

bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

Perawatan aktif diindikasikan apabila ditemukan satu/lebih keadaan

sebagai berikut:

1. Ibu

a. Umur kehamilan ≥37 minggu.

b. Ada tanda-tanda impending eclampsia.

c. Kegagalan pada terapi konservatif

d. Diduga terjadi solusio plasenta

e. Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau pendarahan.

2. Janin

a. Adanya tanda-tanda fetal distress.

b. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR).

c. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.

d. Terjadi oligohidroamnion.

3. Laboatorik

a. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP”, khususnya menurunnya

jumlah trombosit dengan cepat.

15

Page 16: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Adapun cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan

berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau

belum.

Perawatan konservatif dapat dilakukan dengan indikasi

kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

eclampsia dengan kondisi janin baik. Pengobatan medikamentosa yang

dilakukan sama dengan pengobatan medikamentosa pada perawatan

aktif. Pada perawatan konservatif, hanya dilakukan observasi dan

evaluasi, kehamilan tidak diakhiri. MgSO4 dihentikan bila tidak ada

tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila

sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap

sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi.

2.9 Komplikasi

a) Komplikasi PEB terhadap Ibu

Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu

karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :

1. Jantung

Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac

afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi

ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi

penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

2. Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak

berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat

endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah

keluar ke ruang ekstravaskular.

16

Page 17: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

3. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh

pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.

Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya

preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan

adalah preeklampsia yang ringan.

Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia

merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia.

Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat

penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro,

2006).

4. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang

mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses

persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat

banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,

penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan

penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.

5. Hati

Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas

hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar

aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase

alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal

dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan

menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat

resistensi arteri hepatika.

Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar

menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum.

Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika,

17

Page 18: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular

(Cunningham, 2005).

6. Ginjal

Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama

glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel

glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi

ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada

preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan

preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus

tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar

kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar

normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus

preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari

nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini

disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat

(Cunningham, 2005).

Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat

retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan

laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada

pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin

karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005).

Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati,

terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar

protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin,

dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh

glomerulus.

18

Page 19: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

7. Darah

Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi

intravaskular (DIC) dan destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005).

Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya

jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 – 20 % pasien.

Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan

dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level

fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya

berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental

abruption).

Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi

HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,

peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.

8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus

berkurang, proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga

menurunkan kadar aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan

preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini

terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah

jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer.

Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari

intravaskuler ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit,

protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini

mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.

b) Komplikasi PEB terhadap Janin

Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan

fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme,

penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh

19

Page 20: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono

prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain:

Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin

terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio

plasenta.

2.10Pencegahan

Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah digunakan

sebagai upaya untuk mencegah preeklampsia. Biasanya strategi-strategi ini

mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi

mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya

preeklampsia. Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis

rendah dan antioksidan.

1. Manipulasi diet

Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah

preeklampsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk.

(1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).

Berdasarkan sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan

bahwa wanita dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih

tinggi mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong

dilakukanya paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan

metaanalisis yang memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama

kehamilan menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta

mencegah preeklampsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan

oleh Lavine dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini

adalah suatu uji klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of

Child Health and Human development. Dalam uji yang menggunakan

penyamar-ganda ini,4589 wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk

mendapat 2 g suplemen kalsium atau plasebo.

20

Page 21: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

Manipulasi diet lainya untuk mencegah preeklampsia yang telah

diteliti adalah pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung

minyak ikan setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk

memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan

dalam patofisiologi preeklampsia.

2. Aspirin dosis rendah

Dengan aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita

primigravida peka-angiotensin pada usia kehamilan 28 minggu.

Menurunya insiden preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan

disebabkan oleh supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta

tidak terganggunya produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan

laporan lain dengan hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra

pada wanita beresiko rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain.

Uji-uji klinis ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah

efektif untuk mencegah preeklampsia. Dalam suatu analisis sekunder

terhadap uji klinis intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa

pemberian aspirin dosis rendah secara bermakna menurunkan kadar

tromboksan B2 ibu.

3. Antioksidan

Serum wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang

berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan

dalam disfungsi sel endotel pada preeklampsia. serum wanita dengan

preeklampsia memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan.

Schirif dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji

hipotesis bahwa penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam

preeklampsia dengan mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin

E dalam plasma pada 42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka

menemukan kadar vitamin E plasma yang tinggi pada wanita dengan

preeklampsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam diet tersebut tidak

21

Page 22: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

berkaitan dengan preeklampsia. Mereka berspekulasi bahwa tingginya

kadar vitamin E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap stres

oksidatif pada preeklampsia.

Penelitian sistematik pertama yang dirancang untuk menguji

hipotesis bahwa terapi antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah

cedera sel endotel yang dikaitkan dengan preeklampsia. Sebanyak 283

wanita hamil 18 sampai 22 minggu yang beresiko preeklampsia dibagi

secara acak untuk mendapat terapi antioksidan atau plasebo. Terapi

antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan

mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini mungkin bermanfaat untuk

mencegah preeklampsia. Juga terjadi penurunan bermakna insiden

preeklampsia pada mereka yang mendapat vitamin C dan E dibandingkan

dengan kelompok kontrol (17 versus 11 persen,p <0,02).

4. Pemeriksaan antenatal

Pemeriksaan antenatal care yang teratur dan bermutu serta teliti,

mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklamsi ringan), lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus

selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia kalau ada

faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang manfaat

istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah

garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan

berat badan yang berlebihan (Mochtar,2007).

Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan

prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan

laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk

mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat

dalam memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklampsia pada klien

tidak dapat terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam

22

Page 23: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

tugas pendukung. Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan

dan akses publik pada perawatan antenatal. Konseling, penyerahan

sumberdaya masyarakat, pengerahan sistem pendukung, konseling nutrisi

dan informasi tentang adaptasi normal pada kehamilan merupakan

komponen pencegahan yang esensial pada perawatan (Bobak,

Jensen.2000).

2.11Prognosis

Prognosis pada preeklampsia berat prognosisnya bervariasi.

Preeklampsia dapat ditangani dengan mengontrol tekanan darah supaya

tidak terlalu tinggi dan mencegah agar tidak terjadi eklampsia. Dikatakan

eklampsia apabila disertai dengan kejang. Kalau kondisi ini terjadi maka

prognosis untuk Ibu hamil maupun janin menjadi sangat buruk.

Untuk prognosis dari PEB dibuat kriteria EDEN yang terdiri dari : 1)

Kejang > 10 kali. 2) Tekanan darah sistolik > 200 mmHg. 3) Nadi > 140

kali/menit. 4) Nafas > 40 kali / menit. 5) Suhu > 39 °C. 6) Edema (+). 7)

Protein urin > (+4).

Bila dijumpai salah satu tanda-tanda yang diatas maka disebut dengan

eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis

akan lebih jelek.

23

Page 24: Referat Peb (Bab 1 2 Dan 3)

BAB III

KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai

proteinuria daN atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu

dikatakan mengalami preeclampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu

tekanan darah sebesar 160/110 mmHg dan disertai proteinuria +3. Hipertensi

terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi

jaringan dapat tercukupi.

Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklampsia adalah

invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara

jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan

kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi dan pengaruh

genetik.

Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastole mencapai 110mmHg.

Tujuan utama pemberian obat antihipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik

menjadi 90-100 mmHg.

24