BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Kajian Pustaka
‘Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teori dalam menyusun hipotesis
penelitian’ (UPI, 2011:21). Landasan teori yang dimaksud adalah teori dasar yang
menjelaskan secara rinci setiap variabel penelitian. Adapun landasan teori dari
penelitian ini yaitu berkaitan tentang korelasi antara apersepsi pembelajaran
dengan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS.
1. Apersepsi Pembelajaran
Keberhasilan pembelajaran dan ketercapaian tujuan akhir pembelajaran yang
telah ditetapkan akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan awal pembelajaran yang
dilakukan guru. Fungsi dari kegiatan awal pembelajaran adalah untuk
menciptakan awal pembelajaran yang efektif sehingga siswa siap secara penuh
untuk mengikuti kegiatan inti pembelajaran.
Kegiatan awal pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyiapkan siswa yang langsung berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Selain itu kegiatan awal dilaksanakan untuk membangkitkan motivasi dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran, menjelaskan kegiatan yang akan dilalui siswa, dan menunjukkan hubungan antara pengalaman anak dengan materi yang akan dipelajari. (Sujadi, 2011)
Salah satu cara untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang akan
dibahas adalah dengan membuat kaitan atau apersepsi pembelajaran. Siswa akan
tertarik dengan materi yang akan dipelajari apabila mereka melihat kaitan atau
hubungan dengan pengalaman mereka atau sesuai minat dan kebutuhan mereka.
12
13
Teori Apersepsi atau Teori Herbartisme pertama kali di perkenalkan oleh
seorang psikolog berkebangsaan Jerman yaitu Jhon Friedrich Herbart (1776-
1841). Pengaruh Herbart dalam abad dua puluh sangat besar. Buah pikirannya
mendominasi pendidikan guru dan pendidikan umumnya di Amerika Serikat.
Apersepsi ialah proses asosiasi antara ide yang baru dengan yang lama yang
tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap ada masuk persepsi baru maka ia
disambut oleh yang lama. Ide yang lama berlomba kekuatan untuk memasuki
alam sadar untuk menyambut ide baru. Persepsi atau pengamatan diperoleh dari
lingkungan melalui alat indera. Melalui asosiasi diperoleh ide yang sederhana,
yang menjadi lebih kompleks melalui asosiasi selanjutnya.
Sebelumnya, John Locke (1632-1704) telah mengemukakan teori tabularasa
yang mengatakan bahwa otak atau pikiran manusia pada waktu lahir masih
kosong seperti papan tulis bersih. Akan tetapi rangsangan, pengalaman dari luar,
mengisi pemikiran itu. Apa saja yang diketahui manusia datangnya dari luar diri
orang itu. Dalam otak itu terjadi hubungan atau asosiasi antara ide-ide.
Menurut Locke ide-ide itu pasif. Herbart sebaliknya, berpendapat bahwa ide-
ide itu aktif, dinamis, mempunyai kekuatan untuk bergabung, jadi berlomba untuk
bergabung dengan ide baru yang masuk. Akan tetapi manusia itu sendiri pasif, dan
hanya merupakan wadah tempat asosiasi itu berlangsung.
Semua persepsi pada hakikatnya apersepsi, setiap persepsi cenderung akan
bergabung dengan bahan yang telah ada. Tanpa pengalaman yang ada, suatu
pengamatan atau ide tak ada artinya dan tak akan diperdulikan. Sebaliknya ide
yang telah tersimpan, akan tetapi tak mempunyai kesempatan berasosiasi maka
14
cepat atau lambat akan menghilang dengan sendirinya. Herbart percaya, bahwa
ide yang baik akan menghasilkan kemauan yang baik dan perbuatan yang baik.
Jadi kemauan bergantung pada pikiran. Tugas guru ialah memberikan buah
pikiran yang baik agar siswa berbuat yang baik. Tujuan pendidikan, menurut
Herbart ialah mendidik anak menjadi manusia yang bermoral baik. Seni mengajar
ialah menyajikan buah pikiran yang dapat digunakan siswa sepanjang hidupnya.
Guru dapat dipandang sebagai arsitek dan pembangunan pemikiran dan demikian
pula karakter siswa. Pelajaran harus dibuat menarik dan ini akan tercapai dengan
metode mengajar yang baik, didukung oleh bahan apersepsi yang baik pula.
Landasan filosofis apersepsi yang dikemukakan oleh Herbart terbagi menjadi
tiga tahap pembelajaran, yaitu:
1. Penerimaan rangsangan, yang lebih menitikberatkan pada kualitas informasi dan stimulus khusus yang harus ada pada pembelajaran.
2. Ingatan, yang menghasilkan kembali apa yang diketahui sebagai bahan pembentuk konsep-konsep pembelajaran.
3. Pemahaman, yaitu hasil pemikiran konsep dan generalisasi dari informasi yang sudah diterima otak. (Chatib, 2011:86).
a. Pengertian Apersepsi Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa ‘apersepsi adalah pengamatan
secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri
yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide-ide baru.’
Menurut Kartono (1981:34) bahwa ‘apperception (apersepsi); 1. Persepsi
(penglihatan, penghayatan, tanggapan, daya memahami atau menangkap) yang
jelas disertai pengenalan. 2. Pengenalan relasi-relasi antara objek yang disajikan
dengan massa aperseftif atau benda pengenalan yang ada.’
15
Menurut Chatib (2011:87) bahwa “kerangka pengajaran Quantum Teaching
untuk tiga bagian awal (Tumbuhkan, Alami, dan Namai) adalah bagian dari
apersepsi.” Kerangka rancangan pengajaran Quantum Teaching yang dimaksud
adalah lebih dikenal dengan nama TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Tiga bagian awal yang dimaksud memiliki
pengertian sebagai berikut.
a. Tumbuhkan adalah aktivitas yang melibatkan siswa. Guru ikut serta dalam jalinan proses belajar untuk saling memahami dan memuaskan siswa.
b. Alami adalah aktivitas memberikan pengalaman kepada siswa dengan memanfaatkan hasil alami otak untuk menjelajah. Saat mempelajari sesuatu dalam kehidupan nyata, kita sudah punya pengalaman awal, yang berhubungan dengan suatu konsep. Dengan adanya pengalaman, informasi yang abstrak akan menjadi konkret.
c. Namai adalah aktivitas penanaman yang memuaskan hasrat alamiah otak memberikan identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan. (Chatib, 2011:87)
Apersepsi berasal dari kata apperception berarti menyatupadukan dan
mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki.
Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah
dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Menurut
Nurhasnawati (Zahra, 2011) bahwa:
Apersepsi bertujuan untuk membentuk pemahaman. Seperti yang dikutip di dalam bukunya yang berjudul Strategi Pengajaran Mikro yakni, jika guru akan mengajarkan materi pelajaran yang baru, maka terlebih dahulu perlu dihubungkan dengan hal-hal yang telah dikuasai siswa atau mengaitkannya dengan pengalaman siswa serta sesuai dengan kebutuhan untuk mempermudah pemahaman dalam menerima bahan pelajaran yang baru.
Apersepsi merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru kepada
siswa untuk menghubungan materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya
dengan materi pelajaran pelajaran baru, sebagai batu loncatan siswa mengusai
materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Salah satu muatan yang
16
disampaikan dalam apersepsi adalah mengingatkan kembali siswa terhadap materi
ajar yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini penting dilakukan karena ada
keterkaitan antara materi ajar sebelumnya dengan yang akan dipelajari sehingga
akan terjadi keruntutan materi ajar dalam diri siswa. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Sajidin (2007) bahwa:
Apersepsi pembelajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana siswa mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru. Disaat kita akan mengajar sebuah konsep apa saja pada siswa, guru sebaiknya memahami bahwa setiap siswa memiliki pengalaman, sikap dan kebiasaan yang berbeda, agar dapat menggali dan menghubungkan pengalaman, sikap dan kebiasaan siswa terhadap konsep yang akan kita ajarkan perlu kiranya kita kaitkan dengan apersepsi.
Sedangkan menurut William James sebagai seorang psikolog, beliau pernah
membahas mengenai apersepsi dalam tulisannya. Berikut ini adalah kutipan dari
tulisannya tersebut.
Many teachers are inquiring, “what is the meaning of apperception in educational psychology?” That most important idea in educational psychology is apperception. The idea of apperception is making a revolotion in educational methods in Germany. Now apperception is axtremely useful word in pedagogics, and offers of convenient name for a process to which every teacher must frequently refer. But verily maens nothing more than the act of taking a thing into the mind. It corresponds to nothing peculiar or elementary in psichology, being only one of the innumerable result of the psichological process of association of ideas; and psichology itself can easly dispanse with the word, useful as it may be in pedagogics. (Chatib, 2011:80)
Secara garis besar william james menyatakan bahwa pemahaman apersepsi
masih sangat kurang dikuasai oleh guru. Banyak guru juga beranggapan bahwa
penguasaan apersepsi hanya kecil pengaruhnya terhadap kebarhasilan
pembelajaran. Apersepsi sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran dan
kemampuan pedagogis seorang guru.
17
1). Sifat Dasar Manusia
Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dan siswa
yang terjadi sangat dinamis dan kompleks sehingga sulit dijelaskan secara
sederhana. Hal ini yang menjadi salah satu faktor dalam kegiatan pembelajaran
yang bermuara pada kegagalan belajar siswa. Filosofi mendasar pandangan
herbart mengatakan bahwa manusia adalah makhluk pembelajar.
Menurut Chatib (2011:81) bahwa ‘sifat dasar manusia adalah manusia adalah
makhluk pembelajar; manusia untuk memerintah dirinya sendiri; dan Manusia
bereaksi terhadap instruksi lingkungannya, jika ia dibekali oleh stimulus khusus.’
a) Manusia Adalah Makhluk Pembelajar
Setiap manusia adalah makhluk pembelajar dalam setiap konteks
perkembangan budaya tertentu. Apabila semua guru memahami konsep pertama
ini akan muncul sebuah paradigma yang menyatakan bahwa para siswa di dalam
kelas adalah para makhluk yang sebenarnya siap untuk belajar. Selanjutnya
menurut Bobbi DePoter dalam bukunya Quantum Teaching mengatakan bahwa
“pada saat mulai masuk kelas dan mengajar, mereka harus menganggap semua
siswanya serdas dan punya kemampuan tinggi.” (Chatib, 2011:83)
b) Manusia Adalah untuk Memerintah Dirinya Sendiri
Secara alamiah, manusia punya kemampuan untuk memerintah kepada dirinya
sendiri untuk melakukan sesuatu, yang berasal dari rangsangan dan kualitas
informasi yang masuk ke dalam otaknya. Hal tersebut merupakan konsekuensi
fungsi mendasar organ manusia itu sendiri, yang dinamakan otak. Selanjutnya
18
Taufiq Pasiak dalam bukunya berjudul Revolusi IQ/EQ/SQ menjelaskan bahwa
“kulit otak manusia–terdiri atas paling banyak enam lapisan, yang menyelubungi
otak besar–mempunyai tiga fungsi. 1. Fungsi Sensorik (masukan informasi); 2.
Fungsi Motorik (gerak tubuh); 3. Fungsi Asosiasi.” (Chatib, 2011:84)
Dalam melakukan reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus, otak
manusia dapat merespon dan mengasosiasi masukan informasi dan kemudian otak
melakukan instruksi. Ketiga fungsi otak tersebut satu dengan yang lainnya
memiliki keterkaitan dalam melakukan tugas, setiap informasi yang baru di terima
otak (fungsi sensorik) kemudian di asosiasikan dengan informasi yang sudah ada
di dalam ingatan (fungsi asosiasi), dan tahap selanjutnya adalah otak memberikan
instruksi kepada organ lain untuk merespon informasi yang baru (fungsi motorik)
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Chatib (2011:84) bahwa.
Ketiga fungsi tersebut saling terkait. Misalnya ketika telinga menerima rangsangan berupa suara, suara tersebut akan dibawa oleh syaraf pendengaran ke pusatnya, di daerah Wernicke yang terletak di bagian samping kepala. Kemudian masukan informasi yang belum dipahami dikirim ke daerah asosiasi untuk dicocokan makna katanya, lalu dikirim ke daerah Borca di bagian depan kepala. Melalui daerah Borca inilah otak memerintahkan lidah atau tangan untuk bertindak sebagai reaksinya. Proses inilah yang membentuk kegiatan bahasa manusia, dapat terjadi karena kata yang masuk itu sudah tersimpan dalam gudang ingatan di kepala. Demikian pula, perintah gerak bagi lidah dan tangan.
Artinya, rangkaian kerja otak dari menerima informasi sampai munculnya
reaksi sangat terkait erat satu dengan yang lain. Oleh karena itu, wajarlah jika
seorang siswa menentukan dirinya sendiri untuk mau atau tidak mengikuti
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Sayangnya, guru memiliki pandangan yang lain terhadap hal ini. Siswa yang
tidak mau mennuruti instruksi guru dianggap nakal atau punya hambatan belajar.
Kualitas Informasi
Proses
Reaksi
Melakukan Tidak Melakukan
19
Padahal, kualitas informasi itulah yang menjadikan siswa mau atau tidak
melakukan instruksi sebagai reaksinya. Berikut ini adalah bagan alur yang
menunjukan proses dari masuknya informasi atau kualitas informasi sampai reaksi
untuk melakukan atau tidak melakukan reaksi dari informasi tersebut.
Gambar 2.1. Proses masuknya informasi sampai reaksi
Bagan tersebut menunjukan bahwa sifat dasar manusia adalah memerintah
dirinya sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan. Guru yang tidak
melakukan apersepsi akan menemui siswa yang menolak instruksi darinya, dan
sebaliknya siswa akan mengikuti instruksi guru yang melakukan apersepsi.
Sebenarnya, siswa melakukan apa yang guru instruksikan adalah karena
‘menganggap bahwa instruksi itu berasal dari rasa ingin tahu yang ada di dalam
dirinya sendiri.’ (Chatib, 2011:85)
c) Manusia Bereaksi, jika Ada Stimulus Khusus
Manusia akan melakukan reaksi jika diberikan stimulus khusus. Tanpa adanya
stimulus khusus manusia kecenderungan tidak akan melakukan reaksi terhadap
informasi atau instruksi yang masuk ke dalam otaknya.
20
Guru yang langsung memberikan informasi atau instruksi dalam pembelajaran
di kelas akan mengalami kondisi kelas yang tidak kondusif. Sebaliknya guru yang
memberikan stimulus khusus dalam pembelajaran di kelas akan mengalami kelas
yang aktif, kreatif dan kondusif untuk belajar. Sebagai contoh, ada dua guru yang
melakukan pembelajaran di kelas yang sama dengan materi yang sama dan
menggunakan strategi belajar yang sama. Tetapi, keduanya mendapatkan hasil
mengajar yang berbeda. Guru pertama mendapat antusiasme yang tinggi dari
siswa sedangkan guru kedua hanya mendapatkan sikap acuh tak acuh para
siswanya, yang malas melakukan instruksi pembelajaran. Hal ini terjadi karena
stimulus khusus yang dilakukan oleh guru pertama yaitu dengan memberikan
reward atau pun penghargaan kepada siswa, sedangkan guru kedua tidak
memberikan stimulus khusus kepada siswa.
b. Tujuan Apersepsi Pembelajaran
Secara khusus apersepsi yang dibangun oleh guru dalam tahap awal
pembelajaran memiliki tujuan, yaitu sebagai berikut:
a. Dalam permulaan pelajaran guru meninjau kembali sampai sejauh mana materi yang sudah dipelajari sebelumnya dapat dipahami oleh siswa dengan cara guru mengajukan pertanyaan pada siswa, tetapi dapat pula merangkum materi pelajaran terdahulu.
b. Membandingkan pengetahuan lama dengan yang akan disajikan. Hal ini dilakukan apabila materi baru itu erat kaitannya dengan materi yang akan dikuasai.
c. Guru menjelaskan konsep atau pengertian dari materi yang akan diajarkan. Hal ini perlu dilakukan karena materi yang akan dipelajari sama sekali materi baru. (Sujadi, 2011)
Artinya, guru harus membangun terlebih dahulu pengetahuan awal yang
dimiliki siswa sebelum memberikan pelajaran atau materi inti. Apersepsi begitu
21
penting dalam pembelajaran karena materi yang akan diajarkan merupakan materi
baru bagi siswa. Apersepsi yang dilakukan guru akan mempermudah siswa dalam
memahami pelajaran yang baru bagi siswa.
Secara umum apersepsi yang dilakukan guru adalah untuk menciptakan
kondisi belajar yang kondusif. Adapun tujuan dari apersepsi pembelajaran secara
luas menurut pendapat Sujadi (2011) adalah sebagai berikut:
a. Mencoba menarik siswa ke dunia yang guru ciptakan, perlu dipahami bahwa tidak semua siswa mengerti terhadap apa yang akan kita ajarkan. Tidak semua juga yang menyadari bahwa pemahaman akan pelajaran lama bisa kembali bermanfaat di pelajaran yang akan dipelajari. Pembelajaran terkadang merupakan suatu kesatuan yang terangkai antara satu materi dengan materi lainnya dan dengan melakukan apersepsi maka akan menyadarkan siswa bahwa materi yang akan dipelajari memiliki relevansi dengan materi yang telah dipelajari.
b. Mencoba menyatukan dua dunia, walaupun dapat dikatakan materi satu dengan yang lainnya memiiki perbedaan, namun ada materi-materi tertentu yang memiliki relevansi dengan materi sebelumnya. Sehingga kiranya sangat perlu bagi guru untuk menyatukan dan menghubungkan antara kedua materi tersebut.
c. Menciptakan atmosfir, suasana harus tetap selalu dijaga dan dibentuk sedemikian rupa agar tetap terus terpelihara suasana yang kondusif bagi bagi siswa untuk belajar. Selain itu apersepsi bukan hanya membentuk armosfir fisik yang baik, namun juga dapat membentuk suasana psikologis yang baik sehingga menimbulkan perasaan mampu untuk mempelajari materi baru.
c. Sumber-sumber Apersepsi Pembelajaran
Menurut Chatib (2011:87) ‘saya membagi pembelajaran dalam dua tahap
besar, yaitu apersepsi dan strategi.’ Apersepsi yang dimaksud dalam pembahasan
kali ini sangat kompleks. Apersepsi bukan haya sebatas guru memberikan
pertanyaan tentang materi pelajaran yang sudah pernah dipelajarai. Hal tersebut
merupakan bagian kecil dari apersepsi. Menurut Teori Herbart terdapat empat
sumber apersepsi atau empat pilar pembentuk apersepsi.
22
1). Zona Alfa
Zona alfa (Alpha Zone) adalah salah satu gelombang otak. Selama ini
neurologi baru mampu mendefinisikan empat gelombang otak yang merekam
aktivitas manusia sepanjang hari. Richard Caton seorang dokter berkebangsaan
Inggris, menyatakan adanya muatan listrik dalam kulit otak. Pada tahun 1924
seorang ahli saraf dari Jerman, Hans Berger berhasil mencetak gelombang otak di
atas selembar kertas. Dia menggunakan perlengkapan radio untuk memperkuat
impuls (rangsangan) listrik otak lebih dari sejuta kali. Alat inilah merupakan cikal
bakal dibuatnya alat Electro Encephalo Graph (EEG). Penemuan gelombang otak
ini terus berkembang dan manfaatnya mulai digunakan untuk mendiagnosis
gangguan otak, seperti deteksi perdarahan otak, infeksi otak, gangguan jiwa, dan
penyakit ayan, sampai pada manfaat menerima informasi dalam proses belajar.
Gelombang otak terdiri dari empat tingkatan, setiap gelombang memiliki ciri-ciri.
Gelombang delta (0,5 – 3,5 Hz) adalah gelombang otak ketika manusia dalam
keadaan tertidur tanpa mimpi. Dalam kondisi delta, otak manusia bukan total
beristirahat, melainkan masih bekerja. Bahkan, kondisi ini dikatakan sebagai
kondisi yang prima untuk penyembuhan penyakit. Namun, kondisi ini paling tidak
tepat untuk proses belajar sebab tidak mungkin guru memberikan materi kepada
siswa yang sedang nyaman tidur.
Gambar 2.2. Gelombang delta ketika manusia tidur tanpa mimpi.
23
Gelombang teta (3,5 – 7 Hz) adalah gelombang otak ketika manusia dalam
keadaan tidur dan bermimpi. Menurut Taufiq Paisak bahwa “mimpi itu adalah
pintu, jalan, atau sarana bagi otak seseorang untuk mewartakan diri, apabila dia
kesulitan melakukannya di alam sadar.” (Chatib, 2011:89). Dalam kondisi ini,
otak bekerja dengan baik, jernih, dan bening untuk proses merekam kenangan-
kenangan yang punya unsur keselamatan hidup (survive), punya makna emosional
(emotional), punya hubungan dengan kehidupan sehari-hari (relevance), dan
informasi yang selalu diulang-ulang (rehearseal) ke dalam memori jangka
panjang (long-term memories).
Gambar 2.3. Gelombang teta ketika manusia tidur dan bermimpi.
Efektivitas dongeng sebelum tidur adalah efek dari gelombang teta ini. Betapa
banyak manfaat dongeng sebelum tidur yang membuat anak kita mampu merekam
dongeng tersebut sampai mereka tua, bahkan kemudian diturunkan kepada anak
cucunya. Dongeng sebelum tidur yang menarik adalah kenangan pertama yang
mendapat kesempatan diunduh oleh anak kita sewaktu tidur.
Meditasi adalah cara agar kita masuk ke kondisi zona teta. Di zona teta,
seseorang dapat mengeluarkan ide-ide kreatif atau mendapatkan jawaban dari
sesuatu yang sulit diperoleh sebelumnya. Dalam dunia kedokteran, konon, kondisi
teta ini iuga dapat menyembuhkan penyakit.
24
Namun, kondisi teta dianggap sebagai kondisi yang kurang baik dalam
pembelajaran. Dalam kondisi teta, seseorang cenderung mengeluarkan sesuatu,
sedangkan belaiar adalah kondisi saat seseorang memasukkan informasi dan
mengeluarkan informasi. Dengan demikian, sekarang kita mengetahui bahwa jika
kita mengajar, belum tentu siswa kita belajar. Terkadang, mereka tengah masuk
dalam kondisi teta, yaitu melamun, membayangkan film yang semalam dia
tonton, mengantuh dan akhirnya tertidur di pojok bangkunya.
Gelombang alfa (7 – 13 Hz) Kondisi alfa adalah tahap paling iluminasi
(cemerlang) proses kreatif otak seseorang. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi
paling baik untuk belajar sebab neuron (sel saraf) sedang berada dalam suatu
harmoni (keseimbangan); yaitu ketika sel-sel saraf seseorang melakukan
tembakan impuls listrik secara bersamaan dan juga beristirahat secara bersamaan
sehingga timbul keseimbangan yang mengakibatkan kondisi relaksasi seseorang.
Pada saat ini, seseorang disebut juga berada dalam kondisi peralihan antara sadar
dan tidak. Hal ini menimbulkan adanya efisiensi pada jalur saraf sehingga kondisi
tersebut sangat tepat untuk melakukan sugesti, di antaranya pembelajaran.
Gambar 2.4. Gelombang alfa ketika manusia dapat berpikir kreatif.
Seseorang yang sedang masuk dalam kondisi alfa akan mengalami kondisi
yang relaks tapi waspada; seperti sedang melamun, tetapi sebenarnya sedang
berpikir. Intinya, otak bekerja dengan relaks. Contohnya, ketika kita
25
mendengarkan pembelajaran dari guru, membaca, menulis, melihat, atau
memikirkan jalan keluar dari suatu masalah. Kondisi alfa merupakan kondisi yang
tepat untuk belaiar. Para guru semestinya mengetahui dengan baik zona kondisi
alfa ini karena terkait dengan masuknya arus informasi ke dalam otak siswa.
Betapapun bagusnya strategi yang disusun oleh guru, jika siswa keluar dari zona
alfa, maka percayalah, informasi itu tidak akan pernah masuk ke dalam memori
siswa.
Gelombang beta (13 -25 Hz) adalah gelombang otak ketika manusia dalam
kondisi marah, stres, bingung, dan pusing. Di kelas, kondisi beta ditandai oleh
para siswa yang asyik mengobrol sendiri, tidak memberikan perhatian kepada
guru; siswa yang sedang berkelahi atau menunjukkan mimik sedang marah, tidak
enak hati sebab baru dimarahi oleh seseorang. Jika di kelas siswa dalam kondisi
memasuki gelombang beta, maka optimis pembelajaran yang guru berikan tidak
akan diterima oleh siswa.
Gambar 2.5. Gelombang beta ketika manusia dalam kondisi marah, stres,
bingung, dan pusing.
(a) Cara Masuk ke Dalam Zona Alfa
Dari penjelasan tentang gelombang otak, zona alfa adalah kondisi terbaik
untuk belajar siswa. Jika guru sedang mengajar, kemudian menjumpai siswa
sedang marah, stres, mengobrol, atau sedang fokus mengerjakan sesuatu yang
26
lain, sebaiknya guru jangan meneruskan proses mengajar. Percuma saja sebab
mereka masih berada dalam kondisi beta. Jika siswa melamun, lalu mengantuk,
apalagi tertidur, hentikan proses mengajar sebab percuma juga karena siswa
sedang dalam kondisi teta atau bahkan delta. Guru harus sekuat tenaga
mengembalikan mereka ke zona alfa dengan cara memberikan stimulus khusus.
Stimulus khusus pada awal belaiar yang bertujuan meraih perhatian dari para
siswa adalah apersepsi. Artinya, zona alfa merupakan kondisi sangat ampuh untuk
melakukan apersepsi dalam pembelajaran. Kondisi alfa adalah kondisi yang relaks
dan menyenangkan. Jadi, tanda-tanda siswa sudah masuk ke zona alfa adalah jika
hati mereka senang, yang ditandai dengan rona wajah yang ceria, tersenyum,
bahkan tertawa. Zona alfa tidak saja berlaku pada awal pembelajaran, juga berlaku
pada saat sebuah proses belaiar berlangsung hingga guru melihat banyak siswanya
sudah keluar dari zona alfa tersebut. Guru harus dapat menggunakan aktivitas-
aktivitas zona alfa untuk meraih perhatian siswa kembali. Menurut Chatib
(2011:92) ‘ada empat cara yang dapat membawa siswa kita kondisi zona
gelombang alfa, yaitu ice breaking, fun story, musik dan brain gym.’
Ice breaking atau pemecah kebekuan agar suasana menjadi cair “dapat berupa
cerita konyol, teka-teki, berbicara yang diplesetkan, intonasi suara dan mimik
muka yang lucu, suara yang mengagetkan” Ashari (2007:38). Guru harus berhati-
hati dalam melakukan ice breaking, artinya bahwa tidak hilang kewibawaan guru
ketika melakukan ice breaking. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Asmani
(2011:208) bahwa “dalam melakukan ice breaking harus memperhatikan
tujuannya dan waktu yang tepat.”
27
Syarat-syarat ice breaking di dalam kelas yang berfungsi mengembalikan
siswa kembali ke zona alfa adalah.
a) Ice breaking dilakukan dalam waktu singkat.b) Ice breaking diikuti oleh seluruh siswa.c) Guru menjelaskan maksud dari ice breaking.d) Segera kembali ke materi pelajaran. (Chatib, 2011:100)
fun story atau kisah menarik menurut Chatib (2011:93) ‘dapat berupa cerita
lucu, gambar lucu, atau teka-teki.’ Hal tersebut dapat diperoleh dari pengalaman
pribadi, cerita dari pengalaman orang lain, buku-buku humor, internet dan lain-
lain. Dalam melakukan fun story diusahakan berkaitan dengan materi yang akan
di pelajari siswa dalam pembelajaran.
brain gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Brain
gym dapat merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas), merelaksasi
bagian belakang dan bagian depan otak (dimensi kerja untuk fokus perhatian),
serta merangsang sistem yang terkait dengan perasaan atau emosional yakni otak
tengah (limbis) serta otak besar (dimensi pemusatan).
Cara memasuki zona alfa yang selanjutnya adalah mengan melalui musik.
Musik dapat diyakini dapat mengembalikan gelombang otak kembali ke zona alfa.
Sudah banyak penelitian yang mengungkapkan pengaruh musik terhadap
kekuatan otak. Menurut Manfred Clynes, Ph.D., dalam bukunya yang berjudul
Music, Mind, and Brain menyatakan bahwa “irama musik punya pengaruh
meningkatkan produksi serotonin dalam otak –membantu memunculkan perasaan
gembira.” (Chatib, 2011:101). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siegel
menjelaskan bahwa “musik dapat mengaktifkan holistic-brain atau kombinasi
antara otak bagian kanan dan otak bagian kiri.” (Chatib, 2011:101). Selain itu
28
musik juga dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan kognitif dan
kecerdasan emosi anak. (Luthfi, 2008)
2). Warmer
Sumber atau pilar pembentukan apersepsi yang kedua adalah warmer. Warmer
atau pemanasan adalah mengulang materi yang sebelumnya diajarkan oleh guru.
Warmer biasanyabaik dilakukan pada pertemuan keduasebuah materi. Selain
warmer, juga sering digunakan istilah review, feedback, atau tinjau ulang. Intinya,
hal tersebut adalah apabila pada awal pembelajaran guru mencoba melakukan
tinjau ulang terlebih dahulu terhadap materi yang lalu, sebelum materi yang akan
diajarkan merupakan hal yang penting. Pengulangan atau rehearseal adalah
aktivitas yang membuat informasi masuk dalam memori jangka panjang.
Dalam melakukan warmer, guru yang memiliki keterampilan dasar bertanya
baik akan dengan mudah melakukannya. ‘Warmer pada apersepsi dapat berupa
games pertanyaan dan penilaian diri–Games pertanyaan dapat berupa pertanyaan
berantai, mencocokan pertanyaan dan jawaban dan berbaur.’ (Chatib, 2011:109).
Games pertanyaan adalah pengulangan kembali materi yang lalu dengan cara
pemberikan pertanyaan kepada siswa melalui permainan yang menyenangkan.
Tujuannya adalah agar siswa mengingat kembali memori-memori pembelajaran
sebelumnya. Memori pembelajaran yang sudah terbentuk ini sangat penting
sebagai pengalaman belajar yang membekali siswa untuk siap menerima materi
selanjutnya. Pengalaman belajar tersebut sangat membantu siswa untuk kembali
ke dalam zona alfa. Sedangkan penilaian diri adalah penilaian yang dilakukan
oleh siswa terkait pemahaman siswa pada materi sebelumnya, apa yang belum
29
dipahami, dan cara apa yang harus dilakukan agar siswa tersebut paham. Dalam
penilaian diri, siswa diminta mengisi sebuah form yang sudah disediakan.
3). Pre-Teach
Sumber atau pilar pembentukan apersepsi yang ketiga adalah pre-teach.
Biasanya pre-teach ini sering dilupakan oleh guru. Tidak heran jika dalam kelas
kondisinya kusut, ramai dan siswa tak terkondisi. Pre-teach ini memberi
informasi secara manual, bagaimana aturan diberlakukan. Pre-teach adalah
aktivitas yang harus dilakukan sebelum aktivitas inti pembelajaran.
Berikut ini adalah contoh pre-teach, yaitu; penjelasan awal tentang tata cara menggunakan peralatan di labolatorium sains, penjelasan awal tentang alur diskusi, memilih moderator, notulen, jumlah kelompok, dan lama waktu diskusi. Dan penjelasan tentang prosedur yang harus dilakukan siswa ketika berkunjung ke sebuah tempat atau environment learning. (Chatib, 2011:115)
4). Scene Setting
Sumber atau pilar pembentukan apersepsi yang ketiga adalah “scene setting,
kondisi inilah yang paling dekat dengan strategi. Sering pula disebut sebagai hook
atau pengait menuju mata pelajaran inti” (Astuti, 2011). Model scene setting,
seperti yang dipaparkan oleh Bobbi DePorter dalam bukunya Quantum Teaching,
adalah AMBAK atau Apa Manfaatnya Bagiku. Scene setting adalah aktivitas yang
dilakukan guru untuk membangun konsep awal pembelajaran.
Adapun fungsi Scene setting yang dijelaskan Chatib (2011:116-117) di dalam
bukunya–gurunya manusia– adalah sebagai berikut:
Pertama, Membangun konsep pembelajaran yang akan diberikan artinya membangun kembali bekal pengetahuan awal dalam sebuah pengalaman belajar menuju materi inti pembelajaran. Kedua, Pemberian pengalaman belajar sebelum masuk materi inti, artinya memberikan makna belajar yang mendalam ketika siswa memasuki materi inti. Ketiga, Sebagai pereduksi instruksi guru artinya
30
instruksi dari guru dikerjakan oleh siswa dengan rela dan berasal dari keinginan siswa itu sendiri secara internal. Keempat, Sebagai pembangkit minat dan penasaran siswa, artinya menumbuhkan rasa penasaran siswa untuk mengikuti materi yang akan diberikan oleh guru.
2. Hasil Belajar
Setiap kegiatan atau usaha yang telah dilakukan perlu diadakan penilaian
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai sehingga dapat
diketahui apakah tujuan kegiatan tersebut telah tercapai atau belum.
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil dapat diartikan sebagai sasuatu yang telah didapatkan dalam suatu karya
atau usaha yang telah dilakukan. Hasil belajar juga merupakan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang
lazimnya ditunjukkan dengan tes angka nilai yang diberikan olehguru.
Menurut Hamalik (2002:155) ‘hasil belajar tampak sebagai terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur
perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.’ Perubahan diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:4-5) menjelaskan bahwa ‘dampak
pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka
dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan.’ Hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam pembelajaran.
Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk
bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dikuasai oleh siswa, misalnya
31
ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama
pelajaran berlangsung, dan tes akhir semester. Hasil belajar merupakan
pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa hasil belajar dapat diartrikan dengan
penguasaan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor)
oleh seorang siswa yang dikembangkan melalui mata pelajaran dan indikatornya
ditunjukkan dengan perolehan nilai tes yang diberikan oleh guru. Nilai tes ini
diperoleh siswa setelah mereka melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Perubahan dari hasil belajar dalam Taksonomi Bloom dikelompokkan ke
dalam tiga ranah (domain), yakni; (1) domain kognitif atau kemampuan berpikir,
(2) domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor atau keterampilan
(Wahidmurni, 2010:18).
Tabel 2.1.Tingkatan Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomi Bloom
Tingkatan
Cognitif Domain Affective Domain Psychomotor Domain
1 Knowledge (C1) Receiving (A1) Perception (P1)
2Comprehension (C2)
Responding (A2) Set (P2)
3 Application (C3) Valuing (A3) Guided response (P3)
4 Analysis (C4) Organization (A4) Mechanism (P4)
5 Syntesis (C5)Characterization (A5)
Complex overt response (P5)
6 Evaluation (C6) Adaption (P6)
7 Origination (P7)
Sumber; Wahidmurni, 2010:19
32
Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut
kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap siswa untuk
memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang dituntut semakin
tinggi pula tingkat kekomplekan jawaban atau respon yang dikehendaki.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu pembelajaran pada akhirnya akan
menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Dan dari beberapa pendapat di atas maka
dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah
ia menerima suatu pengetahuan yang berupa angka (nilai). Jadi aktivitas siswa
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembelajaran, tanpa adanya
aktivitas siswa maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, akibatnya
hasil belajar yang dikuasai siswa rendah.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa menurut
Purwanto (2007:107) mengemukakan bahwa “faktor yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar terdiri dari faktor dari dalam dan faktor dari luar.”
1). Faktor dari Dalam (Faktor Intern)
Faktor intern yang mempengaruhi proses dan hasil belajar terdiri dari dua
macam, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis.
(a) Faktor fisiologis disebut juga faktor fisik. Pada proses dan hasil belajar,
yang termasuk faktor fisiologis adalah keadaan fisik dan keadaan panca
indera. Hal tersebut besar pengaruhnya, karena keadaan fisik dan keadaan
33
panca indera seseorang merupakan media atau alat yang digunakan dalam
melaksanakan proses belajar untuk memperoleh hasil belajar yang
diharapkan.
(b) Faktor psikologis atau sering disebut faktor tentang tingkah laku manusia.
Pada proses dan hasil belajar ini, faktor psikologi terdiri dari; bakat, minat,
kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.
(1).Bakat atau aptitude menurut Hilgard (Nugraha, 2011:21) adalah “the
capacity to learn.” Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan
itu baru terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar.
(2).Minat menurut Hilgard (Nugraha, 2011:21) bahwa “minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan.”
(3).Kecerdasan menurut Ridwan (Nugraha, 2011:21) bahwa “Kecerdasan
adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang dihadapinya.” Kecerdasan merupakan salah satu
aspek yang penting dan sangat menentukan keberhasilan belajar.
(4).Motivasi menurut Sardiman (Nugraha, 2011:22) adalah sebagai
“keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar.” Dalam kegiatan pembelajaran seorang siswa akan
berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar, baik motivasi yang ada
dalam diri siswa, maupun motivasi yang muncul karena faktor dari luar.
Dengan adanya motivasi, siswa akan memiliki semangat belajar,
sehingga senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil maksimal.
34
(5).Kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam
menerima pengetahuan. Kemampuan kognitif sangat penting dalam
mencapai hasil belajar yang diharapkan.
2). Faktor dari Luar (Faktor Ekstern)
Menurut pendapat Nugraha (2011:22) menjelaskan bahwa “faktor ekstern
terdiri dari dua macam yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental.”
(a) Faktor Lingkungan. Lingkungan siswa yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial. Lingkungan
tersebut merupakan tempat berinteraksi siswa untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuannya dalam proses belajar guna mencapai hasil
belajar yang memuaskan.
(b) Faktor Instrumental. Faktor Instrumental pada faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar terdiri dari kurikulum; guru atau
tenaga pendidik; sarana dan fasilitas; administrasi atau manajemen.
(1).Kurikulum. Menurut Sobry Sutikno bahwa “Kurikulum adalah
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa
untuk memperoleh sejumlah pengetahuan” (Nugraha, 2011:23).
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang isinya tidak terlalu padat
dan sesuai dengan kebutuhan.
(2).Guru atau tenaga pendidik. “Pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggungjawab membimbing anak untuk mencapai tujuan, yaitu
kedewasaan” (Sadulloh, dkk, 2007:87). Guru harus mempunyai
hubungan baik dengan siswanya, sehingga siswa berkeinginan belajar.
35
(3).Sarana dan fasilitas ini berupa keadaan gedung dan alat pelajaran.
Gedung dapat dicontohkan seperti; kelas, perpustakaan, dan
laboratorium, sedangkan dan alat-alat pelajaran, contohnya papan tulis,
buku sebagai sumber belajar, alat-alat percobaan, dan peralatan lain
yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Sarana dan fasilitas
yang memadai akan memudahkan siswa menerima pelajaran.
(4).Administrasi atau manajemen sekolah yang baik akan menunjang bagi
kelancaran pembelajaran, sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan
akan mudah dikuasai .
Keempat faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Apabila pada
pembelajaran didukung oleh pelaksanaan kurikulum yang efektif, guru yang
profesional, fasilitas belajar yang memadai, dan administrasi yang baik, maka
siswa dapat belajar dengan baik sehingga dapat memperoleh hasil yang baik.
3. Hakikat Pembelajaran IPS
Dalam Kurikulum SD Tahun 2006 dijelaskan bahwa IPS merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai
SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran
IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
IPS ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Bahan ajarnya dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan tata negara.” Nasution (Isjoni, 2007:21).
36
Bahan ajar yang digunakan untuk sekolah dasar ada dua macam yaitu
pengetahuan sosial dan sejarah. Hal tersebut sesuai dengan GBPP Tahun 1999,
menjelaskan bahwa IPS yang diajarkan di sekolah dasar terdiri dari dua bahan
kajian pokok, yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan
sosial mencakup antropologi, sosiologi, geografi, ekonomi, dan tata negara. Bahan
kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia.
Sedangkan menurut Hasan (Isjoni, 2007:22) bahwa ‘pendidikan IPS dapat
diartikan sebagai pendidikan memperkenalkan konsep, generalisasi; teori, cara
berfikir, dan cara bekerja berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.’ Pendidikan IPS
merupakan perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial,
pendidikan IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti
sosiologi, ekonomi, sejarah, dan sebagainya yang disajikan secara psikologis. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Wisley (Isjoni, 2007:23) bahwa Pendidikan IPS
merupakan, “those portion or aspects of the social sciences that have been
selected awludopte use in the school or other instructional situations.”
Berdasarkan Kurikulum SD Tahun 2004 menjelaskan bahwa “pengetahuan
sosial merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan.”
IPS bukan disiplin ilmu tersendiri, melainkan merupakan kajian dari beberapa
konsep ilmu sosial itu diharapkan siswa dapat mengetahui masalah yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja masalah kenakalan remaja dapat dikaji
dari berbagai ilmu sosial yaitu ekonomi, sosiologi, psikologi sosial dan lain-lain.
37
a. Karakteristik Pembelajaran IPS
Kakteristik IPS yang membedakan dengan pembelajaran ilmu-ilmu sosial
lainnya (geografi, sejarah, ekonomi, hukum, dan lain-lain ) adalah sebagai berikut.
1). IPS berusaha mempertautkan teori ilmu denagn fakta atau sebaliknya
menelaah fakta dari segi ilmu. Pembahasan tentang IPS tidak hanya dari
satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komperehensif (meluas
dari berbagai ilmu sosial dan lainnya, sehingga berbagai konsep ilmu
secara terintegrasi terpadu) digunakan untuk menelaah suatu masalah.
2). Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses inkuiri agar siswa mampu
mengembangkan berfikir kritis, rasional dan analis. Program pembelajaran
disusun dengan meningkatkan atau menghubungkan berbagai disiplin ilmu
sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman,
permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan
dimasa depan baik dari lingkungan sekitarmaupun lingkungan global.
3). IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil
(mudah berubah), sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadinya
proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa agar siswa
memilki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan
kehidupan nyata pada masyarakatnya.
4). IPS mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan hubungan antar manusia
dan bersifat manusiawi. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan
pengetahuan semata, juga nilai dan keterampilannya. Berusaha untuk
memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program maupun
38
pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-
masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.
5). Dalam pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan
prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan ciri
IPS itu sendiri. Jadi menurut pakar tersebut IPS merupakan gabungan dari
beberapa unsur dan berusaha mempertautkan teori ilmu dan fakta,
sehingga terjadi adanya singkronisasi pengetahuan yang dimiliki siswa
dengan fakta-fakta di dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPS
Menurut penjelasan dari Kurikulum SD Tahun 2004 bahwa IPS di Sekolah
Dasar berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan
keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Pengetahuan yang dimaksud adalah siswa diharapkan dapat mengembangkan
sejumlah informasi, fakta maupun data. Nilai yang dimaksud adalah siswa dapat
mengembangkan sejumlah nilai atau norma yang berlaku ditengah masyarakat.
Mengembangkan sikap yang dimaksud adalah siswa dapat memilki sikap-sikap
positif terhadap informasi, peristiwa dan fakta. Adapun fungsi pembelajaran IPS
menurut Kurikulum SD Tahun 2004 sebagai berikut :
1) Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi,, sejarah, dan kewarganegaraan melalui penekatan pedagogis dan psikologis.
2) Mengembangkan kemampuan berpikir teoritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial.
3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4) Menciptakan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk baik secara nasional maupun global.
39
Tujuan umum pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah agar siswa mampu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya
dalam kehidupan sehari-hari.
kesimpulannya siswa mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu
menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial, yang berkembang
dimasyarakat sehingga ia mampu beradaptasi dan berbaur dengan lingkungannya.
c. Peranan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Peran pembelajaran IPS sangat penting bagi siswa dalam mengembangkan
berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Siswa dapat menjadi warga negara di
massa akan datang yang peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental yang positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi dan
terampil mengatasi segala masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran dimana siswa
diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga negara Indonesia dan
warga dunia yang efektif. Sedangkan menurut Isjoni (2007:47) bahwa
pembelajaran IPS memiliki peranan sebagai berikut.
1) Sosialisasi, membantu siswa menjadi warga masyarakat yang berguna.2) Pengambilan keputusan, membantu siswa dalam mengembangkan
keterampilan berfikir secara rasional dan intelektualitas yang tinggi serta berwawasan yang luas dalam keterampilan akademis.
3) Sikap dan nilai, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dan menilai diri sendiri dalam berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
4) Kewarganegaraan, membantu siswa menjadi warga negara yang baik (good citizenship) yang mengetahui hak dan kewajiban.
5) Pengetahuan, tanggap, dan peka terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi dan dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat.
40
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
mengajarkan pada siswa SD/MI agar mereka kelak mengenal fenomena alam dan
fenomena sosial mulai dari lingkungan yang dekat sampai pada lingkungan yang
lebih jauh (dunia). Negara Indonesia diperoleh dan dibangun dengan pengorbanan
dan perjuangan yang luar biasa dari para pahlawannya sehingga menjadi negara
kesatuan seperti sekarang ini, indonesia memilki populasi yang sangat besar
dengan berbagai perbedaan strata sosial, ras, suku, agama dan kebudayaan. Semua
itu perlu dipelajari, dipahami dan disadari melalui pembelajaran sehingga timbul
rasa persatuan, patriotisme, nasionalisme dan etos kerja negara Indonesia sejajar
dengan negara dan bangsa lain.
B. Kerangka Pemikiran
Uma Sekaran (Sugiyono, 2010: 91) mengemukakan bahwa “kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi.” Dalam penelitian ini, kerangka
berpikirnya diuraikan dalam beberapa kalimat berikut ini. Hasil belajar adalah
kemampuan, kecakapan yang diperoleh siswa setelah melakukan serangkaian
pembelajaran mulai dari kegiatan awal, inti sampai kepada kegiatan akhir yang
berupa evaluasi pembelajaran. Pembelajaran pada akhirnya akan menghasilkan
kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. Artinya
bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Aktivitas siswa mempunyai peranan penting dalam pembelajaran,
tanpa adanya aktivitas siswa maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik,
akibatnya hasil belajar yang dikuasai siswa rendah.
Keterangan: = Garis hubungan
XApersepsi
XHasil Belajar
41
Apersepsi merupakan bagian dari pembelajaran yang mempengaruhi hasil
belajar siswa. Hasil belajar merupakan suatu tes yang diberikan oleh guru kepada
siswa setelah melakukan serangkaian pembelajaran. Tes untuk mendapatkan nilai
hasil belajar bisa dengan tes tulis, tanya jawab langsung, maupun saat
pembelajaran berlangsung.
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu apersepsi sebagai variabel
bebas (Independent Variable) yang dilambangkan dengan X dan hasil belajar
siswa sebagai variabel terikat (Dependent Variable) yang dilambangkan dengan Y.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1. Hubungan antara apersepsi dengan hasil belajar
C. Hipotesis Penelitian
Tahap awal pembelajaran adalah waktu yang paling penting, karena sangat
menentukan keseluruhan pembelajaran. Peranan guru pada awal pembalajaran
adalah untuk menciptakan kondisi yang menyenangkan dan kondusif. Untuk
menciptakan kondisi tersebut guru dapat melakukannya dengan cara membangun
apersepsi. Artinya, guru mencoba mengaitkan apa yang telah diketahui atau di
alami dengan apa yang akan dipelajari, sehingga siswa lebih termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran.
42
Apersepsi yang dilakukan pada tahap awal pembelajaran pada umumnya
dianggap hal yang kecil, terkadang terlupakan. Namun demikian berdasarkan
fakta dilapangan banyak dijumpai menjadi sangat fatal akibatnya tatkala siswa
dihadapkan pada permasalahan inti dalam kegiatan pembelajaran. Ketidakbisaan
siswa dalam menyelesaikan masalah atau dalam proses menemukan konsep
ternyata sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sewaktu apersepsi, yang
akhirnya tujuan akhir dari pembelajaran itu tidak tercapai.
Riduwan (2010:37) menyatakan bahwa ‘hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh
peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori yang masih harus
diuji kebenarannya’. Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan
antara apersepsi dengan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas V SD
Negeri Perumnas 2 Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya.