11
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Umum
II.1.1 Tinjauan Mengenai Perlunya Dilakukan Konservasi
Mengapa konservasi perlu dilakukan? Alasannya adalah karena
bangunan dan kawasan kota tua dapat menjadi ikon promosi identitas nasional
suatu bangsa, memiliki kualitas untuk menjadi potensi pariwisata loal dan
mancanegara. Bangunan bersejarah adalah bagian tak terpisahkan dari
lingkungan yang telah terbangun. Sejarah membentuk wajah kota, dan
sebagian masih dapat dilihat dan dirasakan oleh generasi sekarang. Ironisnya
nilai usia dan sejarah bangunan yang bertambah berbanding terbalik dengan
kondisi fisiknya bila tidak dilakukan konservasi.
Setiap hal, termasuk bangunan, memiliki zamannya sendiri dan akan
berganti baru sesuai perkembangan zaman. Namun bangunan-bangunan
kontemporer yang dibangun dengan sesuai pertimbangan masa kini terbukti
memiliki usia yang tidak panjang. Rata-rata hanya 20 tahun. Sementara
bangunan tua yang dibangun pada masa lampau memiliki ketahanan dan
kesinambungan yang lebih besar, yang dengan perawatan yang cukup, dapat
digunakan untuk waktu yang sangat lama. Perawatan dan pemanfaatan tepat
bangunan tua dapat menjadi solusi ekonomis dan rasional ketimbang
membangun bangunan baru yang tidak tahan lama. Asumsi bahwa biaya
perawatan bangunan tua sangat besar perlu diimbangi dengan pemahaman
12
bahwa biaya perawatan bangunan baru pun tidak sesedikit yang diduga.
(Orbasli, 2008, pp3-4)
II.1.2 Tinjauan Mengenai Kota Tua dan Konservasi di Dunia
Tumbuhnya perhatian lebih pada warisan budaya dan rasa
nasionalisme pada akhir Perang Dunia, serta kesadaran bahwa pariwisata
budaya dapat bernilai ekonomi menjadi penyebab dimulainya gerakan
konservasi di Eropa pada akhir abad XX. Setelah perang, penting bagi suatu
bangsa untuk membangun kembali monumen-monumen yang hancur atau
rusak berat.
Pusat sejarah yang dibangun di Warsawa untuk melakukan
dokumentasi pra Perang Dunia, kemudian dikenal sebagai UNESCO World
Heritage List. Beberapa konvensi diadakan, menghimpun negara-negara di
dunia, mensahkan piagam-piagam yang menjadi ketentuan global bagaimana
seharusnya konservasi dilakukan. Beberapa ketentuan seperti Piagam Nara
yang khusus membahas konservasi di belahan dunia timur menekankan
pentingnya aset tidak berwujud seperti adat dan kepercayaan sebagai salah
satu elemen konservasi.
Konservasi sudah umum dilakukan di negara-negara di dunia.
Contohnya Jerman sebagai negara yang banyak menderita kehilangan dan
kerusakan selama Perang Dunia. Salah satu kotanya, Heidelberg, tampak terisi
seluruhnya dengan bangunan tua, padahal sebenarnya hanya empat bangnan
yang tersisa setelah perang, sisanya direkonstruksi sesuia keadaan sebelum
masa perang. Sementara Singapura memberikan perhatian khusus pada
13
konservasi, salah satunya dengan melibatkan emosi masyarakat dalam
pengolahan kawasan kota tua dan memberi penghargaan tahunan bagi
bangunan-bangunan yang dinilai dikonservasi dengan baik.
Gambar II.1.2.1 Praktek konservasi di Jerman dan Singapura
Sumber : Dokumentasi pribadi dan Google image search
II.1.3 Definisi Hotel
Menurut Dictionary of Architecture and Building Construction
(Davies dan Jokiniemi, 2008, p193), hotel is an establishment providing
temporary residential accommodation and communal facilities, primarily for
travelers, tourists and those on holiday or business. Dapat diartikan sebagai
berikut : hotel adalah sebuah tempat usaha yang menyediakan akomodasi
hunian bersifat sementara dan fasilitas bersama, terutama bagi orang-orang
dalam perjalanan, wisatawan, dan mereka yang sedang berlibur atau berbisnis.
II.1.4 Sejarah Hotel
Hotel mulai dikenal sejak permulaan abad masehi, dengan adanya
usaha penyewaan kamar untuk orang yang melakukan perjalanan. Hotel
berasal dari kata ”inn”, dapat diartikan sebagai usaha menyewakan sebagian
14
dari rumahnya kepada orang lain yang memerlukan kamar untuk menginap.
Pada umumnya kamar yang disewakan dihuni beberapa orang bersama-sama.
Pada mulanya inn, sering juga disebut dengan lodge, hanya
menyediakan tempat beristirahat bagi mereka yang melakukan perjalanan.
Peradaban semakin maju, maka terdapat berbagai peningkatan : fasilitas
penyediaan bak air untuk mandi, kemudian disusul penyediaan makanan dan
minuman, walaupun masih dalam tahap yang sangat sederhana. Pada abad ke-
6 masehi, mulai diperkenalkan uang sebagai alat penukar yang sah, maka jenis
usaha penginapan ini semakin berkembang dan mencapai puncaknya pada
masa Revolusi Industri di Inggris pada tahun 1750 hingga tahun 1790.
Salah satu dampak revolusi adalah lebih banyak lagi orang
melakukan perjalanan. Pada zaman itu, ketertiban dan keamanan belum sebaik
saat ini, sehingga para pejalan kaki memilih untuk beristirahat di penginapan
yang dianggap dapat memberikan rasa aman kepada mereka saat bermalam,
dan keesokan harinya melanjutkan perjalanan.
Pada tahun 1129 telah tercatat adanya inn di Kota Canterburry,
Inggris, sedangkan di Amerika Serikat inn tertua dibangun pada tahun 1607.
Pada tahun 1794 di Kota New York dibangun sebuah hotel yang diberi nama
City Hotel yang mempunyai kamar sebanyak 73 kamar. Walaupun pada
awalnya pengoperasian Hotel City dirasa janggal, akhirnya hotel tersebut
dengan cepat menjadi buah bibir yang pada gilirannya menjadi pusat kegiatan
segala acara di kota tersebut.
Pa
yang kemu
perhotelan
jenis-jenis
masing-ma
memperken
sangat terk
terpenting,
Pa
pendingin
menjadi ke
diperbarui.
mendorong
meningkatk
Pa
pada indu
ada tahun 1
udian oleh
modern. H
kamar singl
asing, air m
nalkan masa
kenal dan m
mulai disad
ada saat itu
atau pengha
eharusan. Se
Tidak disa
g lahirnya h
kan mutu, ba
G
ada permula
stri perhote
829 dibangu
sebagian pa
Hotel tersebu
le dan doubl
minum di se
akan Peranci
menjadi temp
dari bahwa in
u hotel belum
angat untuk
etelah 20 tah
angsikan la
hotel-hotel b
aik dalam pe
ambar II.1.4.1
Sumber : Ako
aan abad XX
elan yaitu m
un hotel den
ara ahli dia
utlah yang
le, yang pad
tiap kamar,
is ke dunia p
pat persingg
ndustri hotel
m menyedia
setiap kama
hun beropera
gi bahwa k
baru yang ke
elayanan ma
1 Hotel The Tr
modasi Perhot
X mulai terjad
mulai diper
ngan nama
anggap seba
pertama ka
a setiap kam
pelayanan
perhotelan. H
gahan yang
adalah indu
akan layanan
ar. Sekarang
asi, hotel Tre
keberasilan
emudian sal
upun pengad
remont House
telan Jilid 1
di perubahan
rkenalkanny
The Tremon
agai cikal b
ali memperk
mar dilengka
oleh bellbo
Hotel inipun
sangat rama
ustri penjuala
n kamar ma
g hal tersebu
emont ditutu
The Tremo
ling bersain
daan fasilita
n yang cuku
a hotel-hote
15
nt House
bakalnya
kenalkan
api kunci
oy, serta
menjadi
ai. Yang
an jasa.
andi dan
ut sudah
up untuk
ont telah
g dalam
s.
up berarti
el kelas
16
menengah yang tidak begitu mewah dan mahal bagi para pengusaha atau
wisatawan, berciri lebih mengutamakan kepraktisan, yang berkembang dengan
pesatnya.
Tercatat seorang yang bernama Ellswort M. Statler yang berjasa
dalam menemukan ide-ide baru seperti penyediaan koran pagi, cermin di
kamar, dan lain-lain. Dalam kurun waktu 40 tahun berikutnya, hotel-hotel
milik Statler menjadi contoh dalam pembangunan konstruksi hotel-hotel baik
di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia. Industri perhotelan pernah
mengalami kejayaannya selama dan sesudah Perang Dunia II dimana banyak
sekali orang yang melakukan perjalanan dan memerlukan jasa perhotelan.
II.1.5 Studi Hotel
Untuk lebih memahami karakteristik dan kebutuhan hotel, penyusun
melakukan studi terhadap beberapa proyek sejenis.
1. Studi Hotel Salak The Heritage Bogor
Penyusun memilih Hotel Salak untuk studi karena hotel ini
memiliki beberapa kesamaan dengan proyek city hotel yang akan
dirancang. Hotel ini merupakan bangunan tua yang dikonservasi dan
dijadikan hotel bintang empat. Penyusun juga menjadikan Hotel Salak
sebagai salah satu rujukan studi luasan dan fasilitas.
Hotel Salak The Heritage dibangun pada tahun 1856 dengan
nama Hotel Bellevue-Dibbets, dan dikategorikan sebagai hotel khusus
bagi Kalangan Istana Bogor dan dimiliki oleh seorang Belanda yang
memiliki hubungan keluarga dengan Gubernur Jenderal.
bertemp
Jalan Ir
yang d
bersejar
dengan
hotel y
Hotel S
standar
Gambar II.1
Hotel Sa
pat di sebera
r. H. Juanda
Hotel ini
dikenal deng
rah yang dir
n dua dan e
yang berlanta
Salak terus m
r klasifikasi h
1.5.1 Foto sem
Sumber
alak The H
ang Istana K
No. 8 Bogor
terdiri dari e
gan nama H
renovasi. Du
mpat lantai
ai lima, dile
meningkatka
hotel bintang
Gambar II
Sumber
masa hotel masih
r : Website Ho
Heritage ada
Kepresidenan
rdi atas area
empat bagian
Heritage Bui
ua bagian la
. Bagian ke
engkapi dua
an layanan d
g empat.
I.1.5.2 Hotel S
r : Website Ho
h bernama Hot
otel Salak
alah hotel c
n Bogor di s
a seluas 8,227
n utama. Per
ilding – be
agi adalah sa
eempat adal
a lift tamu d
an fasilitasn
Salak saat ini
otel Salak
tel Dibbet
cagar buday
samping City
7 m2.
rtama, bagia
rupa dua b
ayap kiri da
ah bagian b
dan satu lift
nya hingga m
17
ya yang
y Hall di
an depan
angunan
an kanan
belakang
service.
mencapai
18
Ruang-ruang yang tersedia di hotel Salak dibagi menjadi
beberapa tipe sesuai luasan, fasilitas, dan pemandangan yang dimiliki.
Tabel II.1.5.1 Tipe kamar Hotel Salak
Nama Ruang Luasan Fasilitas/fitur View
Colonial Presidential Suite 10 x 8 m
Double bed
Interior bergaya kolonial
Butler service 24jam
Koneksi internet
Istana Bogor
Colonial Super Executive
Double bed
Interior bergaya kolonial
Istana Bogor
Inner garden
Salak View Room 7,2 x 6 m Double bed
Interior bergaya modern Gunung Salak
Colonial Executive Heritage 4 x 8 m
Double bed
Interior bergaya kolonial
Istana Bogor
Inner garden
Deluxe Suite Room
Double bed room
Living room + dining set
Kolam renang
Inner garden
Deluxe Room
Twin room
Double bed room
Connecting room
Extra Wi-Fi Internet Access
Kolam renang
Inner garden
Jalan Kota Bogor
Superior Room
Twin room
Double bed room
Connecting room
Kolam renang
Inner garden
Jalan Kota Bogor
Sumber : Website Hotel Salak
Fasilitas penunjang yang tersedia di Hotel Salak :
1. Business Center
2. Fitness Center
3. Paradise Travel
4. Smart Kids Planet & Children Playground
5. Swimming Pool & Inner Garden
6. Bellevue Wellness Salon, Spa and Barbershop
7. Herbal Place
8. Drugstore & Art shop
19
9. Internet Corner
10. Aesthetic Dentist
11. ATM Center
12. Security & Safety System
Hotel Salak memiliki 6 restoran dan café dengan kuliner
bervariasi dan 12 ruang pertemuan berkapasitas 10-1500 orang.
Keterangan mengenai ruang-ruang pertemuan diuraikan dalam tabel :
Tabel II.1.5.2 Tipe ruang pertemuan Hotel Salak
Room Size U-shape Class Room Round Table Theater
Padjadjaran I 12.5m x 10.5m 20 – 40 40 – 70 30 – 50 70 – 100
Padjadjaran II 11m x 7m 20 – 30 40 – 60 20 – 40 50 – 80
Padjadjaran III 11m x 7m 20 – 30 40 – 60 20 – 40 50 – 80
Batutulis I 7.5m x 8.2m 10 – 25 10 – 20 10 – 20 20 – 30
Batutulis II 7m x 8.2m 15 – 20 15 – 18 15 – 20 20 – 30
Batutulis III 7m x 7m 10 – 15 10 – 16 10 – 18 10 – 20
Batutulis IV 5.5m x 4.5m 4 – 8 4 – 8 4 – 6 8 – 10
Galuh 14.4m x 8m 20 – 40 30 – 70 30 – 50 70 – 100
Pakuan 14.4m x 8m 25 – 40 50 – 70 30 – 50 50 – 100
Burangrang 8.5 m x 9.5 m 15 - 25 20 - 25 20 - 25 30 - 50
Istana 28.8m × 18m 50 – 100 75 – 150 100 –150 150 – 400
Sumber : Website Hotel Salak
Gambar II.1.5.3 Cafe Kanari dan Ballroom Istana
Sumber : Website Hotel Salak
20
2. Studi The Scarlet Hotel Singapura
The Scarlet dipilih sebagai salah satu studi karena hotel ini
dinilai memiliki kualitas desain yang baik yang dapat dicontoh, serta
pendekatan pencapaian standar hotel bintang lima tidak melalui kuantitas
(jumlah dan luasan kamar dan fasilitas), tapi melalui kualitas (tampilan
dan performa desain interior dan fasilitas). Hotel ini juga merupakan
proyek konservasi bangunan tua yang disesuaikan dengan fungsi baru dan
hasilnya cukup baik, ramai pengunjung.
Hotel The Scarlet dengan total 84 kamar terletak di sudut Erskine
Road, membentang sepanjang 12 ruko (shophouse) yang direstorasi,
termasuk satu bangunan bergaya Art Deco dari tahun 1924. Hotel dengan
konsep boutique hotel berbintang lima ini didesain amat mewah dengan
perabot dan elemen dekorasi berkelas.
Gambar II.1.5.4 Eksterior dan lobi The Scarlet
Sumber : Website Hotel Scarlet, Google image search
The Scarlet memiliki 5 suite yang masing-masing didesain
dengan tema, skema warna, dan gaya tersendiri : Splendour, Passion,
Opulent, Lavish, dan Swank.
21
Gambar II.1.5.5 Suite Splendour, Opulent, dan Lavish
Sumber : Website Hotel Scarlet
Konfigurasi seluruh ruangnya sebagai berikut :
Tabel II.1.5.3 Tipe kamar Hotel Scarlet
Tipe Ruang Jumlah Luasan
Standard Room 8 15-20 sqm
Deluxe Room 28 16-20 sqm
Executive Room 17 16-20 sqm
Executive Room with balcony 8 18-24 sqm
Premium Room 14 26-30 sqm
Opulent Suite 1 36 sqm
Lavish Suite 1 42 sqm
Swank Suite 1 33 sqm
Passion Suite 1 25 sqm, Terrace Area 32 sqm
Splendour Suite (2 br) 1 51 sqm
Sumber : Website Hotel Scarlet
The Scarlet memiliki 3 restoran dan bar : Bold, Desire, dan
rooftop restaurant bertajuk Breeze. Juga terdapat 2 fasilitas kesehatan :
Soda Spa dan Flaunt Fitness, dan satu ruang pertemuan yaitu The
Sanctum. Semua fasilitas ini menerapkan desain interior yang menawan,
kuliner kelas satu, dan fasilitas lengkap. Salah satu restorannya, Desire,
bahkan mendapat penghargaan Singapore’s Top restaurant 2008.
G
segi ku
dan lo
diklasif
3. Studi T
konsep
mengin
kalanga
Gamba
Gambar II.1.5
Fasilitas y
uantitas, tapi
okasinya ya
fikasikan seb
Tune Hotels
Tune Hot
limited serv
nap dapat jau
an wisatawan
r II.1.5.6 Rest
5.7 Spa Soda, F
Sumber
yang dimilik
sangat maks
ang strategi
bagai hotel b
s Bali
tel menjadi
vice pada tip
uh ditekan h
n, terutama d
toran dan bar D
Fitness Flaunt,
: Website Hot
ki The Scarl
simal dari se
is. Inilah y
bintang lima
acuan pen
pe compact
hingga lebih
di masa kris
Desire, Bold, da
dan ruang pert
tel Scarlet
let boleh jad
egi kualitas,
yang meny
.
nyusun untu
hotel yang m
h terjangkau
is ekonomi.
an Breeze
temuan Sanctu
di relatif sed
selain aspek
yebabkan h
uk lebih me
memungkink
bagi sebagi
22
um
dikit dari
k sejarah
hotel ini
emahami
kan tarif
an besar
bintang
tambah
yang di
• Tem
sing
perl
• Seti
pan
Hotel ini b
g satu’. Ku
han tidak di
igunakan’. 5
mpat tidur st
gle untuk ka
lengkapan se
G
iap kamar d
nas bertekana
G
berslogan ‘p
ualitas temp
isediakan at
5 fitur yang d
tandar hotel
amar tungga
eperti bantal
Gambar II.1.5
Sumb
dilengkapi k
an kuat
Gambar II.1.5
Sumb
pengalaman
pat tidur d
tau diperoleh
disediakan H
bintang lima
al dan queen
l, selimut, da
5.8 Tipikal kam
ber : www.tune
kamar mand
5.9 Tipikal kam
ber : www.tune
tidur bintang
dan showern
h dengan s
Hotel Tune an
a – spring be
n size untuk
an sprei deng
mar ganda Tune
ehotels.com
di di dalam
mar mandi Tune
ehotels.com
g lima denga
nya baik.
istem ‘baya
ntara lain :
ed King Koi
k kamar gand
gan kualitas
e Hotel
dengan sho
e Hotel
23
an harga
Fasilitas
ar sesuai
il ukuran
da, serta
sama
ower air
24
• Berada di lokasi yang strategis – semua Hotel Tune terletak strategis,
berdekatan dengan pusat perbelanjaan, pusat bisnis, atau wisata. Tune
Hotel Kuta berjarak 6 menit jalan kaki ke Pantai Kuta, Tune Legian
berjarak 3 menit dari pantai. Keduanya berada pada jalan yang terisi
tempat makan dan pusat hiburan seperti spa, factory outlet, dan club.
Gambar II.1.5.10 Peta lokasi Tune Hotel Kuta
Sumber : www.tunehotels.com
• Bersih – layanan kebersihan tersedia setiap hari, penggantian bed linen
dapat dipilih untuk diganti setiap hari atau beberapa hari sekali.
• Pengamanan 24 jam – kartu elektronik akses masuk kamar, kamera
CCTV di seluruh hotel, petugas jaga bergilir, dan lobby utama tidak
dapat diakses tanpa kartu selewat tengah malam.
Gambar II.1.5.11 Akses kartu elektronik dan lobby resepsionis
Sumber : www.tunehotels.com
• Ran
• Ran
• Lay
11
Kek
mem
mem
Karakteris
ncangan tam
Gambar
ncangan inte
G
yout kamar s
m2 untuk k
kurangannya
miliki 55 kam
miliki 170 k
stik dan kual
mpak banguna
II.1.5.12 Tam
Sumb
erior pada ru
Gambar II.1.5.
Sumb
sangat efisie
kamar ganda
a, ada bebe
mar tunggal
amar ganda,
litas pelayan
an cukup ba
mpilan eksterior
ber : www.tune
ang publik s
13 Interior lob
ber : www.tune
en, luasan 9
a, semua d
erapa kamar
l dan 84 kam
, 4 lantai.
nan Tune Ho
aik
r Tune Hotel K
ehotels.com
seperti lobby
bby Tune Hotel
ehotels.com
.6 m2 untuk
engan kama
r tidak berj
mar ganda, 4
otels :
Kuta dan Legian
y cukup baik
l Legian
k kamar tung
ar mandi di
jendela. Tun
lantai. Tune
25
n
ggal dan
i dalam.
ne Kuta
e Legian
26
Gambar II.1.5.14 Layout kamar tipikal Hotel Tune
Sumber : www.tunehotels.com
• Perabot dalam kamar minim. AC dapat digunakan dengan membayar
biaya tambahan. Tidak ada lemari, hanya disediakan hanger. Tersedia
ceiling fan, side table dan safety box, serta pengering rambut.
Gambar II.1.5.15 Perlengkapan standar yang tersedia di tiap kamar
Sumber : www.tunehotels.com
• Tidak ada room service dan sarapan pagi. Terdapat Mini Mart 24 jam
di Tune Kuta dan Legian. Restoran Es Teler 77 dan Well Being Spa
hanya ada di Tune Legian.
• Bangunan bebas asap rokok, tersedia smoking area di lobby
• Tersedia lift dan akses internet gratis di lobby
• Fasilitas yang dapat diperoleh dengan biaya tambahan : pick up
service, perlengkapan mandi, sarapan, wi-fi, AC, dan TV
• Tidak ada fasilitas olahraga dan kesehatan, kecuali mungkin yang
skala kecil seperti spa di beberapa cabang. Fasilitas seperti kolam
27
renang dianggap tidak perlu disediakan karena belum tentu digunakan
oleh semua tamu yang menginap.
• Tarif semalam bervariasi Rp 120.000,- hingga Rp 300.000,-. Semakin
jauh tanggal reservasi, semakin murah. Reservasi dapat dilakukan
online via web. Tersedia tarif promo, seperti promo Hari Kemerdekaan
yang menawarkan harga Rp 1.700,- semalam.
4. Studi W Hotel Bali
W hotel merupakan resort hotel bergaya modern karya SCDA.
Dari tinjauan ini, penyusun bermaksud mengambil masukan dari gambar
kerja proyek berupa contoh layout kamar, pembagian ruang dan struktur,
serta dimensi dan organisasi ruang.
Gambar II.1.5.16 Perspektif W Hotel
Sumber : Presentasi W Hotel Concept dari SCDA
Su
Su
Gambar II.1
mber : Present
Gambar II
mber : Present
1.5.17 Ground
tasi W Hotel C
I.1.5.18 Potong
tasi W Hotel C
Plan W Hotel
oncept dari SC
gan W Hotel
oncept dari SC
CDA
CDA
28
Su
Su
Su
Gambar II
mber : Present
Gambar I
mber : Present
Gambar II.
mber : Present
I.1.5.19 Denah
tasi W Hotel C
II.1.5.20 Denah
tasi W Hotel C
.1.5.21 Potonga
tasi W Hotel C
lantai tipikal
oncept dari SC
h unitkamar
oncept dari SC
an unit kamar
oncept dari SC
CDA
CDA
CDA
29
30
II.1.6 Tinjauan Umum Terhadap Topik dan Tema
1. Arsitektur Kontekstual
Arsitektur kontekstual merupakan sebuah pendekatan terpadu
dengan mengikutsertakan pertimbangan kualitas lingkungan fisik dan
aspek nir-fisik ke dalam proses perancangan arsitektur.
Brent C. Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980),
menyatakan bahwa yang dimaksud architecture in context adalah
kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan
baru dengan lingkungan sekitarnya. Dapat dijabarkan beberapa pendekatan
desain arsitektur kontekstual yang bervariasi atau tidak sekedar meniru:
1. Mengambil motif-motif desain setempat, seperti bentuk massa, pola
atau irama bukaan, dan ornamen desain yang digunakan
2. Kedua, menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi
mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda
3. Ketiga, melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek
visual sama atau mendekati yang lama
4. Keempat, mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras)
Beberapa terminologi umum dalam arsitektur kontekstual yang
juga dapat menjadi pendekatan perancangan :
• Alteration/alterasi :
Adaptasi bangunan lama untuk fungsi baru dengan
perubahan. Salah satu contoh alterasi misalnya Governent Bunker
Documentation Site di Bad Neuenahr-Ahrweiler, Jerman. Dibangun
pad
kini
beru
Ga
• Add
-
-
-
Asi
Ban
lam
da 1960-1972
i sisa terow
upa museum
ambar II.1.6.1
dition :
Pengulanga
Abstraksi ba
Latar bela
pengaturan j
Conto
ia Afrika N
ngunan terse
ma dengan tam
Gambar II.1
2 sebagai bu
wongan terse
m dan pusat d
1 Bunker yang
Sumber : T
an bangunan
angunan asli
akang (bac
jarak dan ka
oh addition :
Nomor 81,
ebut bergay
mbahan fasi
1.6.2 Grand Ho
Sumber : Solu
unker perlind
ebut direnov
dokumentasi
dialterasi men
The Architectur
asli
i
ckground)
aitan visual (
bangunan b
, bersebela
a Art Deco
litas modern
otel Preanger,
usi Desain Ars
dungan terha
vasi dan dit
i.
njadi museum d
re of Democra
bagi bangu
(massa bang
baru Grand H
han dengan
o disesuaikan
n dalam unsu
bangunan lama
sitektur Kontek
adap seranga
tambah fung
dan pusat doku
acy
unan asli
unan, dll.)
Hotel Preang
n bangunan
n dengan b
ur lansekap.
a dan baru (kan
kstual
31
an udara,
gsi baru
umentasi
dengan
ger Jalan
n lama.
angunan
nan)
32
• Infill :
Pengertiannya tidak terbatas pada penyisipan satu bangunan
saja, namun lebih kepada penyisipan berbagai aktivitas baru yang
dibarengi dengan penyediaan wadah/fasilitas fisik kegiatan, berupa
(kelompok) bangunan.
Pendekatan arsitektur kontekstual juga dapat dilakukan
melalui konsep harmonis dan kontras:
• Harmonis
Pengulangan pola-pola dari bangunan lama dalam skala tata
bangunan (gubahan massa, siluet bangunan, jarak antarbangunan,
setback, dan skala bangunan)
• Kontras
Gubahan massa ‘sesuai’ dengan skala bangunan lama, tetapi
menggunakan unsur-unsur bangunan yang memperkuat keberadaan
(signifikasi) bangunan lama (struktur, konstruksi, bahan, langgam,
tekstur, warna, dll.)
Contoh infill yang bersifat kontras misalnya bangunan baru
German Oceanographic Museum yang dari bentuknya tampak organik,
kontras dengan sekitarnya, warnanya pun putih cemerlang yang
berbeda dengan bangunan-bangunan tua di kawasan tersebut yang
digolongkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
33
Bila diperhatikan, tampak ada garis-garis bangunan baru yang
selaras dengan bangunan tua di sebelahnya, sehingga tetap terasa
saling menunjang walaupun fisiknya sangat berbeda.
Gambar II.1.6.3 German Oceanographic Museum
Sumber : The Architecture of Democracy
Brolin mendorong kreativitas dalam arsitektur dalam
melahirkan bentuk-bentuk baru yang berbasis pada perbendaharaan
arsitektural dengan pengendalian (pedoman/panduan) yang ketat dalam
evaluasi hasil perancangan. (Martokusumo, 2005, ppV-6 – V-8)
Kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya
tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan
menghormati jiwa dan karakter suatu tempat. Sering orang
beranggapan kontekstualisme hanya berusaha meniru bangunan lama
sehingga terlihat sama dengan bangunan baru atau hanya untuk
mempopulerkan langgam historis arsitektur tertentu. Namun,
sebenarnya tidaklah seperti itu. (Hertanto, 2005)
2. Golden
dalam
Teori y
perenca
SM me
Dalam
sebuah
pengga
yang le
AG (GB
lebih b
panjang
berkaita
diranca
n Section da
Pada perk
menggarap
yang dipilih
ana banguna
Euclid, se
enulis Eleme
Buku 6, Pr
garis dal
ambaran Euc
Euclid un
ebih kecil da
GB/AG) adal
besar, AG, te
g AB nilai 1
Bila disus
an dengan d
Banyak a
ang menggun
an Spiral Fib
kembanganny
fisik bangu
h merupakan
an pada masa
eorang ahli m
ents, sebuah
roposisi 30,
lam rasio
clid secara ge
ntuk menunj
ari sebuah g
lah SAMA d
erhadap kes
, sementara p
sun ulang se
efinisi Phi2 =
analisa meny
nakan golde
bonacci
ya, akan dig
unan agar k
n tatanan pr
a lalu, yaitu g
matematika
kumpulan d
Euclid men
nilai tenga
eometris.
ukkan bahw
garis, GB ter
dengan perb
seluruhan pa
panjang AG
ecara aljabar
= Phi+1.
yimpulkan b
en section (
gunakan teor
kontekstual
roporsi yang
golden secti
Yunani, pad
dari 13 buku
nunjukkan b
ah dan nil
wa perbandin
rhadap bagi
bandingan a
anjang garis
G diberi nilai
r menjadi g2
bahwa Parth
(sekitar 500
ri yang lebih
dengan sek
g umum di
ion.
da sekitar ta
mengenai g
bagaimana m
lai ujung.
ngan antara
ian yang leb
antara bagia
s AB (AG/A
g sehingga m
= 1–g atau
henon dan P
SM). Namu
34
h spesifik
kitarnya.
gunakan
ahun 300
geometri.
membagi
Berikut
a bagian
bih besar
an yang
AB). Beri
menjadi
g2+g=1,
Pantheon
un tidak
ada ya
bangun
menggu
menulis
kemung
pendap
pertama
lukisan
Le Corb
Museum
dipakai
Stradiv
biola St
G
ang tersisa d
nan tersebut.
unakan gold
Theano o
s buku T
gkinan perta
at lain men
a mengguna
Leonardo
n dan sketsa-
rbusier mene
m Dunia dan
i dalam ber
vari juga men
tradivarius.
Gambar II.1.6
Sumber
dari gambar
. Sehingga t
den section d
of Thurii (5
Teorem of
ama digunak
nyatakan Leo
akan nama se
da Vinci b
-sketsanya. D
erapkan gold
n Villa Garc
rbagai caba
nggunakan r
6.4 Contoh kary
: Google imag
r-gambar ra
tidak diketah
dalam peranc
00 SM), ist
Golden M
kan Martin O
onardo da V
ection aurea
banyak men
Dalam duni
den section d
ches. Selain
ang seni da
rasio ini utu
ya seni yang m
ge search; Bent
ancangan ar
hui apakah
cangan.
tri Phytagor
Mean. Nam
Ohm dalam b
Vinci (1412
(bahasa Lat
nerapkan go
a arsitektur
dalam rancan
dalam arsite
ari musik,
uk menentuk
menerapkan rasi
tuk, Ruang, dan
sitek Yunan
mereka ben
ras diasumsi
ma golden
bukunya (183
-1519) adal
tin golden se
olden section
yang lebih
ngannya, an
ektur, golden
puisi, hingg
kan letak f-ho
io golden secti
n Tatanan
35
ni untuk
nar-benar
i pernah
section
35). Ada
lah yang
ection).
n dalam
modern,
ntara lain
n section
ga film.
ole pada
on
36
Golden section adalah pembagian sebuah garis menjadi dua
sehingga rasio antara bagian yang lebih panjang terhadap keseluruhan
sama dengan rasio antara bagian yang lebih pendek terhadap bagian yang
lebih panjang (sekitar 1:1.618); perancangan berdasarkan tatanan ini
disebut memiliki komposisi yang baik. (Davies, 2008, p 642)
Gambar II.1.6.5 Contoh terapan golden section pada fasad
Sumber : Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Selain aturan perbandingan panjang, dalam golden section juga
dibahas ketentuan mengenai garis pengatur. Jika diagonal-diagonal dari
dua persegi panjang saling sejajar atau tegak lurus satu sama lain, akan
menunjukkan bahwa kedua persegi panjang tersebut mempunyai proporsi
yang serupa. Diagonal-diagonal ini disebut juga garis pengatur.
Gambar II.1.6.6 Garis-garis pengatur fasad
Sumber : Bentuk, Ruang, dan Tatanan
37
Dari arsitek dan ahli matematika yang melakukan observasi
terhadap golden section, ditemukan hal-hal menarik lain yang terkait
golden section. Salah satunya deret Fibonacci yang dapat digambarkan
menjadi spiral Fibonacci.
Deret Fibonacci : deret angka dimana tiap angka selanjutnya
merupakan penjumlahan dari dua angka di depannya (2,3,5,8,13,21, dst.),
yang dinamakan mengikuti nama ahli matematika Tuscan Leonardo
Fibonacci (c. 1170-1230), yang menemukan bahwa dalam deret tersebut,
rasio antara dua angka yang bersebelahan cenderung menyerupai golden
section (1 : 1.618). (Davies dan Jokiniemi, 2008, p 640)
Spiral Fibonacci adalah sebuah spiral yang terbentuk dari
gabungan lengkung seperempat lingkaran yang terus bertambah besar
sesuai angka-angka dalam deret Fibonacci.
Gambar II.1.6.7 Spiral Fibonacci
Sumber : Dictionary of Architecture and Building Construction
3. Pendekatan Experiental Landscape
Pendekatan arsitektur kontekstual tidak terbatas pada tampilan
fisik bangunan, tetapi dapat dilakukan juga dengan menerapkan teori
38
untuk menganalisa kesesuaian bangunan dengan lingkungan sekitar baik
karakter yang bersifat fisik maupun nonfisik. Salah satunya experiental
landscape (saujana pengalaman) yang menganalisa fungsi dan karakter
suatu tempat serta hubungan antara satu tempat dengan yang lain.
Konsep experiental landscape mengkategorikan sebuah tempat
ke dalam empat elemen : C-center (pusat), D-direction (arah, tujuan), T-
transition (batas), dan A-area, masing-masing dibagi lagi menurut fungsi
dan karakter yang lebih spesifik, misalnya center – pusat – dapat
dibedakan menjadi pusat yang berkarakter social imageability, social
interaction, atau restorative benefit tergantung pada elemen apa saja yang
membentuk pusat tersebut dan sekitarnya.
4. Revitalisasi Kawasan
Revitalisasi berarti upaya untuk menghidupkan kembali sebuah
distrik/kawasan kota yang telah mengalami degradasi melalui intervensi
fisik dan nir-fisik (sosial dan ekonomi). Keberhasilan revitalisasi sebuah
kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik,
bukan sekedar menciptakan beautiful place. Harus berdampak positif serta
dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat dan
warga. (Martokusumo, 2005, pp III-12 dan III-16)
Merujuk pada tulisan Arkeolog Djauhari Sumintardja (2009), arti
revitalisasi kawasan perkotaan adalah upaya untuk mencegah hilangnya
asset-aset kota yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan kota
beserta masyarakat di dalamnya. Penataan dan revitalisasi kawasan tidak
39
hanya mencakup masalah konservasi kawasan kota lama (urban heritage),
tetapi lebih sebagai upaya mengembalikan kawasan-kawasan strategis di
perkotaan yang mengalami penurunan vitalitas. Variabel pemilihan
kawasan dapat berupa variabel vitalitas ekonomi dan nonekonomi.
5. Istilah-istilah Konservasi
Berikut beberapa definisi istilah dalam kegiatan konservasi
bangunan menurut piagam-piagam ICOMOS (International Council of
Monument and Site). Diharapkan salah tafsir makna istilah-istilah
konservasi secara global yang mungkin disebabkan perbedaan bahasa
antarnegara dapat dihindari. Definisi yang dicantumkan dibatasi pada
poin-poin konservasi yang diterapkan dalam proyek.
• Adaptasi
Disebut juga pemanfaatan kembali secara adaptif. Mengubah
bangunan untuk mengakomodasi fungsi baru seringkali merupakan
cara agar bangunan bersejarah dapat tetap bermanfaat, perlu
diperhatikan kesesuaian fungsi baru dengan selubung eksisting.
• Konservasi
The Burra Charter (1999) mendefinisikan konservasi sebagai
semua proses pemeliharaan yang dilakukan pada suatu tempat untuk
mempertahankan makna budayanya. Konservasi meliputi perawatan
dan tergantung keadaannya dapat meliputi preservasi, restorasi,
40
rekonstruksi, dan adaptasi; dan pada umumnya merupakan gabungan
lebih dari satu upaya.
• Preservasi
Mempertahankan sebuah bangunan dalam bentuk dan kondisi
aslinya dan melakukan perawatan sejauh itu perlu.
• Restorasi
Restorasi adalah mengembalikan bangunan atau bagian-
bagiannya kepada bentuk tampilannya di satu waktu pada masa
lampau. Saat restorasi perlu dilakukan, sangat penting bahwa setiap
intervensi didasari bukti otentik.
(Orbasli, 2008, pp46-50)
6. Teori Pokok Perancangan Kota
Bila berbicara mengenai revitalisasi kawasan, tidak dapat
terlepas dari konteksnya sebagai bagian dari tata ruang perkotaan. Selain
itu, kontekstualitas suatu bangunan terhadap kawasan sekitarnya berarti
kontekstual terhadap elemen dan pola ruang kota, tidak hanya terhadap
bangunan fisik dan langgam arsitekturnya.
• Figure / Ground
Inti teori ini adalah hubungan antara bentuk yang dibangun
(building mass/figure) dan ruang terbuka (open space/ground).
41
Gambar II.1.6.8 Figure/ground
Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu
• Linkage
Teori linkage menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-
gerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan, sebagai
komplementer bagi teori figure/ground yang cenderung bersifat dua
dimensi dan relatif statis.
Gambar II.1.6.9 Linkage
Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu
• Place
Teori place menyoroti keterkaitan sejarah, budaya, dan
sosialisasinya. Menekankan pada makna sebuah kawasan sebagai suatu
tempat perkotaan secara arsitektural.
42
Gambar II.1.6.10 Place
Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu
II.1.7 Studi Proyek dengan Topik dan Tema yang Sama
1. Rekonstruksi Berlin Palace
Rekonstruksi Berlin Palace dan penambahan gedung sayapnya
yang bergaya kontemporer dijadikan sebagai studi konsep arsitektur
kontekstual. Berlin Palace merupakan hasil perluasan pada tahun 1699 dari
rumah keluarga kerajaan zaman Barok. Bangunan ini mengalami
kerusakan parah selama Perang Dunia II dan diruntuhkan pada 1950-51.
Gambar II.1.7.1 Berlin Palace sebelum dan sesudah Perang Dunia II
Sumber : The Architecture of Democracy
Masyarakat kemudian mengharapkan bangunan ini untuk
dibangun kembali. Kompetisi internasional diadakan, dan dimenangkan
oleh biro arsitek Italia Francesco Stella Architects yang kemudian mulai
mengerjakan rekonstruksi pada 2007.
43
Gambar II.1.7.2 View bangunan rekonstruksi dan tambahan konstruksi baru
Sumber : The Architecture of Democracy
Pada gambar terlihat bangunan di sebelah kanan adalah bangunan
asli dari abad pertengahan yang direkonstruksi, sedangkan bangunan
sebelah kiri merupakan penambahan bagian sayap bergaya kontemporer
yang disebut sayap Apotheker pada sisi timur.
Tiga sisi bergaya Barok dan satu sisi bergaya kontemporer
mengelilingi halaman tengah yang disebut Schluterhof/historic courtyard.
Gambar II.1.7.3 Potongan facade gaya Barok yang direkonstruksi sesuai aslinya
Sumber : The Architecture of Democracy
Mengikuti salah satu kriteria kompetisi, keseluruhan proyek
harus memperlihatkan hubungan dengan desain kawasan yang bernilai
historis. Bangunan baru yang ditambahkan harus berkaitan dengan bentuk
asli Palace yaitu kotak/cubic form. Mengikuti aturan ini, Stell mengolah
44
façade sisi timur dengan gaya geometris kontemporer tanpa ornamen,
dengan garis-garis utama – jendela, pintu, atap – mengikuti bangunan asli.
Gambar II.1.7.4 Harmonisasi garis pembentuk facade bangunan baru dan asli
Sumber : The Architecture of Democracy
Dari studi ini, penyusun memperoleh contoh penerapan arsitektur
kontekstual dengan pendekatan harmonis yang mengambil garis-garis
bangunan lama untuk panduan olahan façade bangunan baru, tanpa meniru
atau mereplikasi bentuk dan ornamen pada bangunan lama.
2. Revitalisasi dan Konservasi Joo Chiat Singapura
Gambar II.1.7.5 Site Plan Desain Usulan
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
Penyusun mengambil studi ini sebagai contoh kasus revitalisasi
kawasan yang sudah dilaksanakan secara serius dengan program-program
yang terencana matang, serta solusi permsalahan yang dapat dijadikan
acuan. Tujuan revitalisasi ini adalah untuk menguatkan karakter tempat
45
dan mengembalikannya menjadi kawasan yang hidup dan aktif.
Masyarakat diajak terlibat melalui pameran dan dialog publik.
Gambar II.1.7.6 Pameran maket dan panel untuk publik
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
Kawasan Joo Chiat membentang sepanjang jalan bernama
serupa, membentuk koridor yang menghubungkan dua pusat komersial
:Geylang East – kios makanan dan pasar dengan Marine Parade – pusat
komersial dengan view ke arah East Coast Park dan Selat Singapura. Jalan
ini sendiri aktif dengan adanya usaha penjualan makanan, bunga, dan
bumbu-bumbu.
Gambar II.1.7.7 Gaya arsitektur khas dapat dijumpai di Jalan Joo Chiat
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
Pokok-pokok revitalisasi Jalan Joo Chiat terbagi menjadi lima
poin utama:
46
1. Jaringan pedestrian
Aplikasinya adalah menempatkan sistem pedestrian yang terlindungi
di sepanjang Jalan Joo Chiat. Studi potongan dilakukan untuk
menggambarkan hubungan antara bangunan, pedestrian, dan jalan.
Gambar II.1.7.8 Sketsa suasana dan studi potongan sistem pedestrian
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
2. Akses kendaraan
Aplikasinya adalah dengan memperluas lahan khusus kendaraan servis
untuk bongkar muat barang sehingga tidak mengganggu pandangan ke
bangunan. Juga disediakan area parkir yang sudah tetap agar tidak ada
lagi kendaraan yang parkir sembarangan.
Gambar II.1.7.9 Penyediaan area parkir dan area khusus kendaraan servis
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
47
3. Bentuk bangunan
Permasalahan yang ditemui adalah variasi GSB, ketinggian, dan
selubung bangunan. Aplikasi desain yang dilakukan yaitu memastikan
bangunan baru (infill) dapat meningkatkan tampilan sepanjang Jalan
Joo Chiat dengan penerapan aturan semacam guidelines.
Gambar II.1.7.10 Potongan tipikal bangunan dan contoh penerapan infill
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
4. Roofscape
Permasalahan yang ditemui adalah roofscape yang tidak konsisten.
Aplikasi desain adalah dengan mengupayakan terciptanya roofscape
yang dapat menunjang karakter eksistng, bentuk, skala, dan material
bangunan di sepanjang jalan.
Gambar II.1.7.11 Atap bangunan empat lantai menunjang tampilan atap dua lantai
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
48
5. Streetscape
Permasalahan utama yang ditemui adalah kurangnya penghhijauan dan
tatanan lansekap di sepanjang jalan. Solusinya dengan menanam
pohon pada jarak yang teratur dan mengaplikasikan paving sebagai
finishing badan jalan.
Gambar II.1.7.12 Detail aplikasi paving pada badan jalan dan simulasi streetscape
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
Sebagai salah satu upaya melibatkan peran warga, dibentuk
rangkuman aturan mengenai apa yang harus dan tidak boleh dilakukan
(Do’s and Don’ts) untuk meningkatkan tampilan dan kinerja kawasan.
Misalnya perletakan AC tersembunyi dari pandangan sangat dianjurkan,
sementara tidak diperbolehkan bila barang-barang yang dipajang di toko
menyebar ke pedestrian hingga mengganggu jalur pedestrian.
49
Gambar II.1.7.13 DO’s and DON’Ts
Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat
II.2 Tinjauan Khusus
II.2.1 Sejarah dan Perkembangan Fisik Kota Tua Jakarta
Sejarah sebagai potensi terbesar Kota Tua merupakan tema general
yang akan mendasari setiap perancangan yang dilakukan di kawasan ini.
Apresiasi kesejarahan kawasan diharapkan dapat dimulai dari menghayati
sejarah perkembangannya. Melalui penafsiran sejarah dan apresiasi kritis
terhadap warisan budaya urban ini, diharapkan komunitas semakin mampu
menghargai eksistensi warisan budaya. (Martokusumo, 2005, pIII-17). Berikut
uraian singkat sejarah dan perkembangan fisik kawasan Kota Tua Jakarta.
Nama tertua Jakarta adalah Sunda Kalapa, sebuah pelabuhan dari
kerajaan Pakuan Pajajaran yang masih dikuasai seorang raja Hindu hingga
1522. Pasukan Fatahillah dan pasukan-pasukan lain berhasil mempertahankan
Sunda Kalapa dari pendudukan bangsa asing, termasuk Portugis. Hubungan
niaga dengan bangsa-bangsa asing tetap berjalan baik.
50
Berdasarkan sumber dokumen, nama Jayakarta mulai digunakan
pada 1560, tapi sebutan Sunda Kalapa masih belum hilang, sehingga sulit
ditentukan kapan tepatnya nama Jayakarta mulai menggantikan Sunda Kalapa.
Belanda pertama kali masuk pelabuhan Jayakarta pada 13 November
1596. Sejak saat itu kapal-kapal Belanda mulai singgah di Pelabuhan
Jayakarta. Armada Belanda yang dipimpin Cornelis Matelief de Jonge singgah
di Jayakarta pada 1607. Ia mengusulkan pendirian VOC di Asia, di Jayakarta,
yang mesti menjadi sebuah kota Belanda. Perjanjian Pangeran Jayakarta-VOC
menghasilkan beberapa keputusan penting, salah satunya penjualan sebidang
tanah di sebelah timur mulut Ciliwung seluas 50 x 50 depa yang menjadi
pijakan pertama VOC di Pulau Jawa dan cikal bakal Batavia.
J.P. Coen merebut Jayakarta pada 30 Mei 1619. Namanya diganti
menjadi Batavia, dan peran bandar ini semakin meningkat sebagai pusat
politik dan ekonomi. Benteng VOC pertama dibangun pada 1618, dan pada
1628 dibangun benteng kedua seluas 9 kali benteng pertama untuk
menampung semua aktivitas dagang, dengan empat bastion di sudut-sudutnya.
Kota Batavia dirancang dan dibangun dengan pola kotak-kotak yang
dibentuk kanal-kanal melintang dan membujur tegak lurus. Pengkaplingan
kota juga berkotak-kotak, dibentuk oleh jalan-jalan. Sungai Ciliwung
kemudian diluruskan, membelah kota menjadi dua di timur dan barat. Pola
penataan kota berbentuk grid ini dianggap sebagai perencanaan kota modern
yang sudah maju pada zamannya, berlatar efisiensi pengolahan lingkungan.
Gam
Sumber : Pre
B
dan kemew
abad XVII
kota teratur
tepian air k
K
bermukim
Batavia da
Belanda. P
pada melet
orang Cina
dibakar. Se
Permukima
Cina, daera
Se
Situasi dipe
mbar II.1.1.1 P
esentasi Deputi
Batavia kemu
wahan perm
. Batavia pa
r rapi, di tep
kemudian dib
Kanal-kanal d
di daerah se
an kota-kot
eraturan imi
tusnya pemb
a dibunuh d
etelahnya, or
an mereka b
ah yang kita
ejak pembu
erburuk deng
Pola grid Kota T
i Gubernur DK
udian disebu
mukimannya
ada masa ini
pian kanal da
bangun ruma
di Batavia m
epanjang alir
a pesisir Ja
igrasi Beland
berontakan
di halaman
rang-orang C
berkembang
kenal sebag
unuhan mas
gan meluasn
Tua sebagai sa
KI Bidang Budp
ut Ratu dari
a. Kota diba
i merupakan
an parit kota
ah dan gedun
menarik para
rannya. Nam
awa lain m
da untuk me
orang-orang
belakang b
Cina pindah
g menjadi C
gai pecinan s
sal tersebut
nya wabah m
alah satu bentuk
par : Jakarta (B
i Timur kare
angun meny
n pusat perda
ditanami pe
ng, dihuni w
a imigran Ci
mun tumbuhn
menimbulkan
embatasi pop
g Cina pada
alai kota da
ke selatan,
Chine Kwar
aat ini.
t, wajah VO
malaria, pes,
kan fisik sejara
Bangga) Punya
ena keindah
yerupai Am
agangan ram
epohonan rin
warga Beland
ina dan Erop
nya populasi
n reaksi ke
pulasi Cina b
a tahun 174
an rumah-ru
keluar temb
rtier atau K
OC menjadi
dan kolera d
51
ah
Kota Tua
han alam
msterdam
mai. Tata
ndang, di
da.
pa untuk
i Cina di
eras dari
berujung
40. 5000
umahnya
bok kota.
Kampung
i buruk.
di muara
52
Sungai Ciliwung dan sekitarnya. Parit yang digali tak mampu lagi
menampung luapan air dari rawa-rawa, penuh endapan lumpur, tersumbat dan
berbau busuk, menjadi sumber penyakit. Pembangunan kota yang tidak
memperhitungkan iklim tropis juga membawa dampak buruk bagi
penduduknya baik dari segi kesehatan maupun kenyamanan.
Sejak 1730-an hingga akhir abad ke-18, di Batavia terjadi
perpindahan besar-besaran ke daerah yang lebih tinggi dan lebih jauh dari
rawa-rawa; yaitu Weltevreden yang dibatasi Jalan Dr. Soetomo, Gunung
Sahari, Pasar Senen; dan Molenvliet – Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
Pada 1791 negeri Belanda jatuh ke tangan Perancis dan menjadi
negara kesatuan. Pada 1799 VOC dibubarkan. 1807, Daendels diangkat
menjadi Gubernur Jenderal dengan salah satu tugasnya untuk memperbaiki
kesehatan kota. Kota lama yang disebut juga kota bawah yang berada dalam
tembok ditinggalkan. Bangunan-bangunan dirombak dan digusur. Parit-parit
ditimbun untuk meniadakan sumber penyakit, digantikan jalan-jalan darat.
Pusat pemerintahan ikut berpindah ke daerah selatan, kawasan
Weltevreden yang disebut sebagai “kota atas” dengan pusatnya di sekitar
Waterlooplein (Lapangan Banteng), dan hal ini berlanjut hingga sekarang.
Kota lama kemudian menjadi downtown yang berfungsi sebagai pusat
perdagangan, jasa, dan pelabuhan kapal-kapal kecil.
Setelah Inggris menang atas Perancis, kekuasaan atas Indonesia pun
berpindah ke tangan Inggris. Pada 1811, Thomas Stanford Raffles diangkat
sebagai Gubernur Jenderal. Setelah kekuasaan Inggris berakhir, pembangunan
53
Batavia dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Paruh abad XIX
merupakan periode kedamaian dalam sejarah Batavia, ditandai dengan
pemerintahan stabil, perluasan ekonomi dan usaha, serta pembangunan dan
pengadaan infrastruktur seperti tramway.
Kota Batavia sejak 1920-an cenderung berkembang menjadi kota
modern. Banyak bangunan asli abad XIX, bercampur dengan yang dirombak
menjadi modern sesuai perkembangan arsitektur di Eropa abad XX. Coraknya
eklektik. Ada yang menggunakan menara dan kubah model Byzantium, hiasan
model Art Deco, dan model khas arsitektur Belanda yang bercampur elemen
bangunan tropikal.
Namun keadaan kota lama yang sekarang kita kenal dengan nama
Kota Tua sudah banyak berubah. Kota lama ditinggalkan karena terjadi
perpindahan ke pusat-pusat lain yang tersebar di seluruh Kota Jakarta.
Saat ini bangunan-bangunan di kawasan Kota Tua dapat dibagi
menjadi lima kategori : sudah musnah atau berganti bangunan baru, hampir
musnah atau mulai runtuh, utuh namun kosong tidak terpelihara dan tidak
lama akan mulai runtuh, masih cukup baik namun tidak digunakan; dan ada
pula dalam jumlah terbatas yang masih baik, terpelihara, dan digunakan.
II.2.2 Peraturan Bangunan di Kota Tua Jakarta
Peraturan bangunan di Kota Tua terangkum dalam peraturan khusus
yang disusun oleh Unit Penataan Teknis yang berkantor di Museum
Fatahillah. Peraturan ini berlaku bersama peraturan lain seperti Undang-
undang dan SK Gubernur yang mengatur penentuan, pemugaran/
54
pemeliharaan, dan pemanfaatan benda dan bangunan cagar budaya. Peraturan
yang terkait dengan kawasan Kota Tua dan bangunan cagar budaya cukup
banyak dan detil. Maka pada bahasan ini akan dicantumkan ketentuan yang
paling utama saja dan dipersempit wilayahnya sebatas tapak terpilih.
Upaya pelestarian di Jakarta didasarkan kepada UU No. 5 tahun
1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Daerah No. 9 tahun 1999,
yang menggolongkan kawasan cagar budaya menjadi 3 golongan : kawasan
cagar budaya golongan I-III, dan menggolongkan bangunan cagar budaya
menjadi 3 golongan : bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C.
Berdasarkan Rencana Induk Kotatua Jakarta (Dinas Tata Kota,
2007), di tengah-tengah Kawasan Cagar Budaya Kota Tua terdapat zona inti,
yaitu area yang memiliki nilai sejarah yang lebih bernilai, yang dahulunya
sebagian besar adalah kota di dalam dinding. Kawasan Cagar Budaya Kotatua
dibagi menjadi 5 (lima) zona yaitu kawasan Sunda Kelapa, Fatahillah,
Pecinan, Pekojan, dan Peremajaan.
Gambar II.2.2.1 Peta seluruh kawasan Kota Tua dan Zona Inti seluas 87 Ha
Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta
T
Fatahillah,
Menurut g
golongan B
bangunan
terlalu terj
dirombak a
Gamb
Pe
façade dan
mendata se
eksisting d
yang menu
yang ada
dipertahank
baik sesuai
M
pembangun
apak terpilih
tepatnya d
guidelines, p
B. Dari surv
di sepanjang
jaga diband
atau dihancu
bar II.2.2.2 Ban
enyusun me
n selubung b
etiap bangu
dan memban
unjukkan ko
kemudian
kan dan man
i kondisi asli
Merujuk pad
nan yang ber
h terletak d
di blok utar
pada tapak
vey tapak, d
g Jalan Kal
ding bagian
urkan dan dig
ngunan sekitar
Sum
emilih tapak
bangunan yan
unan yang a
ndingkannya
ondisi asli p
dianalisa
na yang dapa
i sebelum dig
da Guidelin
rlaku di tapa
di dalam zon
ra jalan Ka
ini terdaftar
didapati bah
li Besar Tim
n selatan. B
ganti dengan
r tapak yang tid
mber : Dokumen
k ini dengan
ng memang
ada di tapak
a dengan da
ada masa se
untuk me
at dibongkar
ganti.
nes Kotatua
ak terpilih an
na inti yaitu
ali Besar T
r satu bang
hwa nilai sej
mur bagian
Banyak ban
n bangunan-b
dak kontekstua
ntasi pribadi
n konsekuen
harus diper
k, menyusu
ata foto/luk
etidaknya 50
emutuskan
r/dipugar ata
a (2007), b
ntara lain :
u zona 2 at
Timur bagia
gunan cagar
ejarah dan a
utara ternya
ngunan yang
bangunan ba
al dengan kawa
nsi mempert
rtahankan. P
un gambaran
isan/gambar
0 tahun sila
mana yang
au dibangun
beberapa k
55
tau zona
an utara.
budaya
arsitektur
ata tidak
g sudah
aru.
asan
tahankan
Penyusun
n façade
r otentik
am. Data
g harus
kembali
ketentuan
56
• Intensitas bangunan atau koefisien lantai bangunan mengacu kepada
aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota
• Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagar budaya
Golongan A dimungkinkan sebatas tidak merubah tampak, selubung
bangunan, dan interior bangunan yang dilestarikan
• Untuk memenuhi ketentuan butir (2), luas lantai total bangunan cagar
budaya Golongan A beserta bangunan tambahannya merupakan resultante
dari luas lantai asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar
masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB yang
dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota
• Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagar budaya
Golongan B dan C dimungkinkan sebatas tidak merubah masa bangunan
yang dilestarikan. Pada Golongan B, tampak dan selubung bangunan
dipertahankan, sedangkan bagian dalamnya diperbolehkan berubah,
kecuali bagian interior yang penting. Pada Golongan C, façade
bangunannya saja yang harus dipertahankan.
• Untuk memenuhi ketentuan butir (4), luas lantai total bangunan cagar
budaya Golongan B dan C merupakan resultante dari luas lantai di dalam
masa bangunan asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar
masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB oleh DTK
• Pada bangunan cagar budaya Golongan A, B, dan C, sebagai akibat tidak
dapat dimanfaatkannya secara penuh KLB maksimal yang ditetapkan oleh
57
Dinas Tata Kota, maka sebagai kompensasi diterapkan prinsip alih
intensitas (Transfer of Development Right) sebagaimana diatur oleh Dinas
Tata Kota
• Untuk kavling dengan bangunan bukan bangunan cagar budaya, nilai KLB
sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota
Dalam mengadakan pemugaran dan penambahan bangunan baru,
Penyusun akan merujuk pada Peraturan DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999
tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar
Budaya dan Guidelines Kotatua. Beberapa ketentuan umum mengenai
penambahan bangunan baru antara lain :
• Letaknya tersembunyi dari sisi depan jalan bangunan eksisting.
• Terpisah dengan bangunan asli dengan jarak minimal 3 (tiga) meter dari
tampak belakang bangunan asli.
• Menghargai bentuk, ukuran, proporsi dan material bangunan asli tanpa
harus meniru gaya bangunan asli
• Dirancang dengan gaya sederhana dan tidak mencolok sehingga tidak
bersaing dengan bangunan asli
• Perubahan dan penambahan yang dilakukan secara visual tidak tampak
atau tidak berpotensi untuk tampak dari sisi jalan dan ketinggiannya tidak
melebihi ujung atap bangunan asli
• Bangunan tambahan dapat dihubungkan dengan bangunan asli dengan
selasar, lebar maksimal 3 meter dan tidak merusak arsitektur bangunan asli
II.2.3
• Upaya
diperbo
yang ut
• Perubah
ruang y
ruang l
yang be
Sejarah K
K
Ciliwung y
Besar mem
Sungai ini
Jacques Sp
Gam
Pa
yang berva
rehabilitasi
olehkan untu
tuh dengan b
han tata rua
yang harus d
lain yang me
ersangkutan.
Kawasan Kal
Kali Besar a
yang dipilih
miliki peran
diluruskan
pecx untuk m
mbar II.2.3.1 K
ada abad 17
ariasi : guda
dan revital
uk bangunan
bangunan uta
ang dalam
dilestarikan
erupakan ba
.
li Besar
adalah ‘jant
h Belanda s
nan penting
pada 1631
mewadahi ak
Kali Besar sebe
Sumber : Ko
7 dan 18, di
ang, rumah-r
lisasi melalu
n golongan B
ama (sesuai
bangunan g
seperti lobb
agian arsitek
tung’ Batav
ebagai lahan
dalam seja
dan 1632 a
ktivitas perka
elum dan sesud
leksi Mahandi
sepanjang te
rumah mew
ui perubaha
B selama tid
Perda No. 9
golongan B
by dan hall
ktur yang pen
via, satu fra
n untuk me
arah Batavia
atas perintah
apalan.
dah diluruskan
s Yoanata
epi Kali Bes
wah, gereja, d
an tata ruang
dak merubah
/ 1999 ps. 20
tidak berla
utama, serta
nting dari b
agmen dari
endirikan ko
a selama tig
h Gubernur
pada 1631-163
sar berdiri b
dan pasar. A
58
g dalam
struktur
0)
aku bagi
a ruang-
angunan
Sungai
ota. Kali
ga abad.
Jenderal
32
angunan
Awalnya
59
warga Eropa dan Cina tinggal di sepanjang Kali Besar, tapi setelah peristiwa
1740, warga Cina dilarang tinggal di dalam tembok kota.
Gambar II.2.3.2 Portugeesche Kerk dan Pembantaian 1740
Sumber : Koleksi Mahandis Yoanata
Paruh akhir abad ke-19, gereja dan pasar tidak ada lagi, Kali Besar
menjadi pusat bisnis dan perdagangan berkarakter dominan Eropa. Perubahan
yang terjadi pada Kali Besar salah satunya dipicu pengesahan Hukum Agraria
di Belanda pada 1870 yang mengakhiri sistem kultivasi yang diterapkan
pemerintah dan mengizinkan pengembangan perusahaan pribadi atau swasta.
Dampaknya adalah pertambuhan pesat jumlah bank, perusahaan
dagang, agen perkapalan, broker asuransi, dan usaha dagang yang berlokasi di
kawasan Kali Besar. Ekspor gula dan kopi yang mendominasi perdagangan
Batavia pada 1870-1880 banyak ditangani perusahaan di kawasan ini.
Pada 1900-an, perusahaan-perusahaan secara bertahap memindahkan
kantor pusatnya ke Molenvliet (Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk) dan
sepanjang Noordwijk (Jalan Juanda) dan Rijswijk (Jalan Veteran).
II.2.4 Masa Lalu
M
Pemanfaata
Kali Besar
Se
terbuka akt
tempat mak
dan tempa
menghadap
tempat park
G
Gamba
u-Masa Kin
Mengacu pad
an Ruang-ru
bagian utara
epanjang K
tif dalam ben
kan ini dapa
at makan ya
p Kali Besa
kir, dan sirku
Gambar II.2.4
ar II.2.3.3 : Ka
Sumber : Ko
i-Masa Dep
da guideline
uang Kota C
a harus diola
Kali Besar
ntuk kaki lim
at terpisah a
ang ada pa
ar. Area ini
ulasi kendar
4.1 Pemanfaata
antor-kantor da
leksi Mahandi
pan Kawasa
es Kota Tua
Cagar Buda
ah sebagai be
Timur Uta
ma tepi air (
atau menjadi
ada lantai d
i juga berfu
raan bermoto
an ruang terbuk
agang di Kali B
s Yoanata
an Kali Besa
a pada subb
aya, ruang t
erikut :
ara difungsi
waterfront f
i bagian per
dasar bangun
ungsi sebag
or terbatas.
ka di sepanjang
Besar
ar
bab Pelestar
terbuka dise
kan sebaga
food stalls).
rluasan dari
nan-banguna
gai jalur pe
g Kali Besar
60
rian dan
epanjang
ai ruang
Tempat-
restoran
an yang
destrian,
61
Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta
Berikut perkembangan kawasan Kota Tua, khususnya daerah sekitar
tepi Kali Besar, dikemukakan dalam tabel sebagai batasan sekaligus pedoman
perencanaan dan perancangan :
Tabel II.2.4.1 Tinjauan masa lalu, masa kini, dan masa depan kawasan Kali Besar
Masa Lalu/Sejarah Realitas/Masa Kini Rencana Masa Depan
Peruntukan/
fungsi sungai
Aktivitas kapal-kapal
dagang/kapal barang, sirkulasi
air
Tidak berfungsi
Menghadirkan kembali peran
elemen lingkungan ‘air’
termasuk ‘waterfront’ dalam
pengembangan kawasan,
memperbaiki infrastruktur tata
air, meningkatkan kualitas air
melalui program kali bersih,
meningkatkan kapasitas &
intensitas drainase melalui
sistem polder untuk mengatasi
dan mencegah banjir
62
Peruntukan/
fungsi tepi
sungai
Gudang-gudang untuk
penyimpanan barang
sementara
Pedestrian, terminal
Sebagai waterfront
restaurant/food stalls,
shopping street, esplanade,
jalur busway, parkir
Fungsi
bangunan di
kiri-kanan
sungai
Abad 17-18 : gudang, hunian
mewah, gereja, pasar
Abad 19 : Bank, kantor
dagang, agen pengapalan,
broker asuransi, pedagang
Kantor, hotel
Banyak yang kosong/tidak
digunakan
Lantai bawah untuk restoran,
toko/retail, galeri, hiburan
Lantai atas untuk galeri,
pendidikan, perkantoran,
hotel, apartemen
Fungsi jalan
di tepi sungai
Jalan bagi pejalan kaki,
transportasi manual, dan
kendaraan
Jalan kendaraan Jalan kendaraan
Akses dan
sirkulasi
Arah tidak diatur, sebagian
besar masih berjalan kaki,
menggunakan sepeda, kereta
kuda
Sebagian besar ruas jalan
diatur satu arah, kendaraan
bermotor sangat umum,
beberapa ruas jalan ditutup
untuk dijadikan pedestrian
Memindahkan arus jalur
pintas ke lingkar luar,
mengusulkan underpass agar
kendaraan tidak melewati,
memperkecil volume
kendaraan,orientasi pada
pejalan kaki
Pedestrian
Cukup teratur, kontinu,
beberapa dilindungi arkade
atau kanopi
Kurang kontinu, di beberapa
ruas hilang, terganggu
tumbuhnya pohon atau
keberadaan PKL
Kontinyu, terintegrasi dengan
jaringan jalan, berarkade,
berkanopi, perabot jalan
bersifat festive
Tata hijau dan
ruang terbuka
Sepanjang tembok kota, tepian
kanal dan parit ditanai pohon
palem dan kenari yang
rindang
Di beberapa ruas jalan besar
cukup teduh, di jalan-jalan
kecil masih terasa gersang
RTH aktif, formal, pohon
bersifat pengarah
II.2.5 Sejarah Perhotelan di Indonesia
Pada zaman penjajahan Belanda dan masa sebelum kemerdekaan di
tahun 1945 telah banyak didirikan hotel besar berskala internasional, terutama
di kota-kota besar seperti Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya, Medan,
Semarang, dan Yogyakarta. Tercatat beberapa hotel yang ternama seperti
Hotel Des Indes di Jakarta dan Hotel Savoy Homann di Bandung, serta Hotel
Bali Beach di Bali yang sering digunakan untuk menerima tamu-tamu negara.
63
Gambar II.2.5.1 Hotel-hotel besar pertama di Indonesia
Sumber : Dok. Savoy Homann untuk Aga Khan Award dan dokumentasi pribadi
Perkembangan hotel-hotel bersejarah di Indonesia dapat dicatat
setelah Indonesia merdeka. Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno
membangun beberapa hotel atas kepemilikan pemerintah yang kemudian
menjadi hotel di bawah BUMN. Hotel-hotel tersebut antara lain Hotel
Indonesia di Jakarta, Bali Beach Bali, dan Samudra Beach Hotel Yogyakarta.
Saat ini telah umum dijumpai berbagai tipe hotel dari hotel melati
atau losmen yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kelas mengah ke
bawah sampai hotel berbintang lima, dan diamond yang paling tinggi.
II.2.6 Definisi City Hotel di Indonesia
Menurut Peraturan gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No. 41 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Hotel pasal 1 ayat (10),
Hotel yaitu jenis usaha akomodasi yang menyediakan tempat dan fasilitas
kamar untuk menginap dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat
menyediakan berbagai jenis fasilitas pelayanan seperti fasilitas penyediaan
makanan dan minuman, fasilitas konvensi dan pameran, fasilitas rekreasi dan
hiburan, fasilitas olahraga dan kebugaran, fasilitas jasa layanan bisnis dan
perkantoran, fasilitas jasa layanan keuangan, fasilitas perbelanjaan, serta
64
pengembangan fasilitas penunjang lainnya yang diperlukan untuk aktivitas
tamu dan pengunjung.
SK Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-86 tentang peraturan
usaha dan pengelolaan hotel menyebutkan bahwa hotel adalah suatu jenis
akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk
menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang
lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.
Merujuk pada Akomodasi Perhotelan Jilid I (Suwithi, 2008, p51),
city hotel adalah salah satu jenis hotel, diklasifikasikan berdasarkan faktor
lokasi. Definisinya adalah hotel yang terletak di dalam kota, dimana sebagian
besar tamu yang menginap memiliki kegiatan berbisnis. Dalam sumber yang
sama (p42), city hotel berciri terletak di tengah kota besar yang digunakan
oleh kebanyakan usahawan.
II.2.7 Klasifikasi Hotel Bintang Empat dan Compact Hotel
Dalam perancangan city hotel, dibuat satu hotel dengan rentang
layanan yang lebar. Secara keseluruhan, hotel dan fasilitasnya dirancang
menurut standar klasifikasi hotel bintang empat, tapi disediakan juga paket
kamar hotel berkonsep compact hotel dengan layanan yang terbatas.
Layanan hotel dan fasilitas berstandar bintang empat ditargetkan bagi
tamu dari kalangan wisatawan yang ingin berwisata di kawasan Kota Tua
dalam waktu yang lama dan menikmati fasilitas lengkap dan lebih mewah,
wisatawan bisnis kelas atas, wisatawan mancanegara, serta untuk mengadakan
65
event besar seperti konferensi atau pernikahan yang membutuhkan hall yang
besar dan kamar yang banyak untuk tamu rombongan.
Pemilihan lokasi yang menghadap Kali Besar dan Jembatan Kota
Intan, dekat dengan objek-objek wisata, serta akses jalan besar dianggap
cukup layak untuk perancangan hotel bintang empat. Potensi wisata dan
kesejarahan kawasan juga menjadi nilai positif.
Unit kamar dan fasilitas hotel berstandar bintang empat ini
dikombinasi dengan kamar-kamar hotel berkonsep compact hotel di area
terpisah dengan tarif yang lebih terjangkau dan fasilitas yang jauh lebih
sederhana – cukup akomodasi untuk beristirahat/tidur.
Fasilitas tambahan dapat diperoleh dengan membayar biaya
tambahan (layanan terbatas). Targetnya adalah tamu dari kalangan pelajar dan
mahasiswa, wisatawan low cost dan backpacker, serta wisatawan dengan
tempat tujuan spesifik yang cukup membutuhkan tempat bermalam, yang
umumnya membutuhkan fasilitas penginapan tidak lebih dari dua hari.
Penyusun memutuskan untuk merancang dua jenis layanan hotel
dalam satu proyek ini dengan beberapa pertimbangan :
1. Tapak sangat potensial untuk pengadaan proyek berskala besar yang
mampu menghidupkan kawasan; memenuhi persyaratan perancangan hotel
bintang empat dari segi lokasi – nilai sejarah dan arsitektural kawasan,
luasan, view, dan akses.
2. Hasil survey BPS dalam Jakarta dalam Angka menunjukkan bahwa pada
hotel bintang empat dan lima, rasio tamu asing terhadap tamu Indonesia
66
relatif tinggi dibanding hotel berbintang rendah. Disimpulkan bahwa
pengadaan hotel bintang empat ke atas dapat menarik lebih banyak tamu
asing yang dapat menjadi wisatawan Kota Tua yang potensial. Kompetitor
yang lokasinya paling dekat, Hotel Batavia, juga berbintang empat.
Tabel II.2.7.1 Rasio tamu asing terhadap tamu Indonesia hotel berbintang di DKI Jakarta
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010
3. Poin survey BPS lainnya menunjukkan bahwa lama menginap tamu asing
di hotel bintang empat paling panjang. Sama halnya tamu asal Indonesia.
Diasumsikan bahwa hotel bintang empat berpotensi untuk menjadi tempat
singgah untuk waktu lama, yang berarti wisatawan juga berkesempatan
menjelajah kawasan Kota Tua dalam waktu yang lebih panjang.
Tabel II.2.7.2 Rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu Indonesia hotel berbintang
di Jakarta menurut klasifikasi hotel (hari)
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010
67
4. Melalui pengamatan dan data, disimpulkan bahwa pengadaan hotel
bintang empat saja tidak akan cukup menarik banyak wisatawan dan
memenuhi tujuan utama pengadaan proyek yaitu menghidupkan kawasan.
Untuk menarik banyak tamu, khususnya mayoritas tamu lokal atau dari
ekonomi menengah ke bawah, perlu menyediakan satu fasilitas akomodasi
bertarif murah. Maka disediakan juga fasilitas kamar hotel berkonsep
compact hotel dengan limited service dalam bangunan yang sama.
5. Data pada tabel menunjukkan bahwa tingkat penghunian kamar hotel
berbintang rendah (1-2) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
dibanding hotel berbintang tinggi (4-5).
Tabel II.2.7.3 Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang menurut klasifikasi hotel di
Jakarta bulan Januari 2009, Desember 2009, dan Januari 2010
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010
Disimpulkan bahwa untuk menarik banyak pengunjung perlu
disediakan akomodasi bertarif murah. Namun, penyusun berpendapat bahwa
hotel bertarif murah tidak selalu didapat dengan desain yang sederhana, lokasi
68
yang sulit dijangkau, apalagi fasilitas dan pelayanan berstandar buruk. Bahkan
sampai mendapat label hotel ‘esek-esek’ seperti yang banyak dijumpai di
kawasan Kota Tua, padahal notabene Guidelines melarang usaha tersebut.
Maka penyusun cenderung merujuk pada limited service atau
compact hotel yang tetap menyediakan akomodasi untuk kebutuhan paling
minimal, seperti tidur dan mandi, yang baik; serta berada pada lokasi strategis,
sambil meminimalkan harga dengan meminimalkan luasan unit kamar dan
meniadakan fasilitas tambahan, seperti tidak mendapat sarapan dan
penggunaan AC, kecuali bila tamu bersedia membayar tambahan biaya
sejumlah yang ditetapkan.
Klasifikasi hotel bintang empat merujuk pada Surat Keputusan
Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi :
Tabel II.2.7.4 Klasifikasi hotel bintang empat menurut SK Menparpostel
Fasilitas Kamar Tidur Luas Kamar Ruang Makan (Restoran)
Bar dan Coffee Shop
Minimal 50 kamar, 3
kamar suite 18-28 m2 Wajib minimal 2 Wajib minimal 1
Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga
Function Room
Ruang yang disewakan Lounge Taman
Wajib perlu + 2 jenis
fasilitas lain Wajib
minimal 1 Perlu
Minimal 3 Wajib Perlu
Klasifikasi hotel bintang empat merujuk pada Akomodasi Perhotelan
Jilid 1 antara lain :
Tabel II.2.7.5 Klasifikasi hotel bintang empat menurut buku teks perhotelan SMIP
Jumlah kamar standar Jumlah kamar suite Kamar mandi Luas kamar
standar Luas kamar suite
**** Minimum 50 kamar Minimum 3 kamar Di dalam minimum 24 m2 minimum 48 m2
69
Belum ada standar klasifikasi yang resmi mengenai compact hotel.
Terminologi ini digunakan penyusun merujuk pada artikel Compact Hotels
Big on Style (Lee, 2009, p1) yang memakai istilah compact hotel untuk
menyebut hotel yang menarik pengunjung dengan memadukan kualitas desain
yang baik dan harga murah; dengan meminimalkan luasan unit kamar dan
mengurangi biaya untuk fasilitas yang tidak selalu dimanfaatkan oleh tamu
hotel seperti fasilitas olahraga, sarapan, dan room service.
Standar luasan dan fasilitas yang diterapkan penyusun dalam
perancangan tipe compact hotel ini mengacu pada studi banding proyek-
proyek yang sudah ada, salah satunya telah diuraikan pada subbab II.1.5.3.
Hotel-hotel yang digolongkan ke dalam compact hotel contohnya
easy Hotel London, Yotel Amsterdam, dan CitizenM Amsterdam yang
menawarkan kamar-kamar berluasan sangat rendah (7-12 m2) dengan tarif
yang murah menurut standar Eropa – 30-100 US$ semalam.
Gambar II.2.7.1 Kamar di easy Hotel, Yotel, dan CitizenM
Sumber : fastcompany.com
II.2.8 Tinjauan Khusus Terhadap Topik dan Tema
Penerapan tema arsitektur kontekstual pada rancangan fisik
bangunan city hotel dan lingkungan sekitarnya dapat diekspresikan dengan
70
bermacam-macam cara yang beberapa di antaranya telah penyusun uraikan
dalam subbab II.1.6. Konsep ini berlaku bagi penambahan bangunan baru,
sementara bangunan eksisting yang tergolong bangunan cagar budaya yang
bernilai sejarah akan dikonservasi. Pendekatan kontekstual yang dipilih untuk
mengolah fisik bangunan akan dianalisa lebih lanjut pada bab IV.
Revitalisasi atau upaya menghidupkan kembali Kota Tua yang mulai
kehilangan produktivitasnya akan dilakukan sesuai strategi revitalisasi
menurut Rencana Induk Kota Tua Jakarta :
• Revitalisasi ekonomi, sosial & kegiatan : mencari alternatif untuk menarik
kegiatan ke Kota Tua, menggali potensi lokal melalui survey sosial
ekonomi dan budaya masyarakat, mengkaji ekonomi kawasan secara rinci,
dan menarik investor masuk ke Kota Tua
• Revitalisasi kelembagaan : mencari terobosan bentuk kelembagaan.
Birokrasi yang terlalu panjang dan berbelit-belit, program yang berganti
setiap ganti pejabat – harus diakhiri. Pemerintah dan lembaga perlu
konsisten pada aturan yang dibuat sendiri. (Dundu dan Urbaidi, 2009, p19)
• Revitalisasi fisik : Kerangka Pengembangan Kawasan
Pelestarian Kota Tua merupakan kegiatan yang sangat mendesak,
hanya dapat terlaksana dengan rancangan revitalisasi yang bijak, melibatkan
semua unsur baik pemerintah, pemilik bangunan, dan seluruh masyarakat.
Mengingat dalam kajian ini Kota Tua Jakarta telah mengalami berbagai
perubahan, perombakan, pembongkaran baik tembok, benteng, kanal, gedung-
gedung, da
pembangun
dengan pen
Gamba
D
tipologi ban
1. Bangun
Eropa,
2. Bangun
gaya ko
3. Bangun
4. Bangun
D
Penyusun h
tapak. Peny
menghorm
dalam Gui
tidak mono
an elemen-el
nan kembal
nelitian arkeo
ar II.2.8.1 Tra
Di kawasan y
ngunan, yan
nan masyara
Art Deco, d
nan masyara
olonial Erop
nan masyara
nan modern
Dengan tipo
harus mengh
yusun meng
ati keragam
delines Kot
oton, dapat
lemen konst
li dan pem
ologis. (Guid
ansformasi kaw
Sumber : kol
yang dikaji (
ng dibedakan
akat koloni
dan Art Nouv
akat Cina (G
pa)
akat pribumi
Indonesia (I
ologi bangu
hargai keraga
gupayakan k
man tersebu
atua yang m
selaras deng
truksi lainny
mbongkaran
delines Kota
wasan Kali Bes
leksi Mahandis
(zona 2), da
n sesuai masy
al Eropa (
veau)
Gaya Cina
(Colonial In
International
unan bervar
aman bangu
keberadaan h
ut. Misalnya
menganjurka
gan skala m
ya, maka rev
seharusnya
atua, 2007, p
ar : tahun 1775
s Yoanata
apat disimpu
yarakat dan
(Colonial In
Selatan dan
ndische)
l Style)
riasi sesuai
unan eksistin
hotel dapat
a dengan m
an pembagia
manusia dan
vitalisasi kh
a diadakan
p90)
5 1875 2
ulkan terdapa
zamannya, y
ndische, Ne
n campuran
i zamannya
ng di atas dan
menjadi inf
mengikuti k
an lebar faça
bangunan e
71
hususnya
sejalan
2008
at empat
yaitu:
o-Klasik
dengan
a, tentu
n sekitar
fill yang
ketentuan
ade agar
eksisting
72
pada umumnya, serta pemakaian arkade yang menjadi salah satu elemen
penyatu bangunan-bangunan yang berbeda gaya dan zaman.
Gambar II.2.8.2 Jajaran facade bangunan dibuat berirama dengan lebar ≤ 10 meter
Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta
II.2.9 Kesimpulan Hasil Studi Proyek Sejenis
Dari tinjauan lapangan dan literatur proyek sejenis yang telah
diuraikan pada subbab II.1.5 dan II.1.7, dapat disimpulkan beberapa hal yang
menjadi pedoman dalam perancangan selanjutnya :
1. Perancangan hotel terbagi menjadi tiga bagian besar : kamar-kamar tipikal,
fasilitas penunjang, dan kantor pengelola – front office, dan back office
atau service.
2. Hotel dapat diklasifikasikan menjadi bintang 1-5 berdasarkan luasan
kamar; kelengkapan fasilitas seperti restoran, ruang pertemuan, dan
fasilitas olahraga atau kesehatan; kualitas desain dan fasilitas; akses dan
lokasi. Aspek ekonomis, sosial budaya, atau kesejarahan juga dapat
menjadi nilai tambah lokasi.
3. Fasilitas penunjang yang umumnya tersedia di hotel :
73
• Kuliner : restoran, café, bar, wine & dine, grille
• Fasilitas bisnis : meeting room, business center
• Function room : gathering lounge dan hall serbaguna untuk
menyelenggarakan event-event
• Fasilitas olahraga : kolam renang atau fasilitas lain seperti lapangan
• Fasilitas kesehatan dan kecantikan : spa, fitness, salon
• Drugstore yang menyediakan barang-barang keperluan khas
wisatawan
• Toko benda seni atau souvenir, khususnya bila berlokasi di pusat
wisata
• Area bermain dan penitipan anak
• Miscelanneous : travel, internet corner, mini market, ATM Center
• Security & Safety System
4. Hotel bertarif murah tetap dapat dirancang dengan baik, sambil menekan
harga dengan strategi kreatif seperti self service dan sistem ‘bayar sesuai
yang digunakan’ – limited service concept.
5. Setiap hotel memiliki standar masing-masing dalam menentukan
konfigurasi atau penamaan kamar, tapi tidak lepas dari aturan yang
berlaku. Penamaan dapat dilakukan berdasakan besaran ruang, fasilitas
yang tersedia, besaran tempat tidur, atau view yang dapat dinikmati dari
kamar.
74
6. Penerapan konsep arsitektur kontekstual dan kepedulian terhadap desain
kawasan menjadikan bangunan lebih membaur dengan kawasan
sekitarnya. City hotel yang akan dirancang tidak harus menggunakan gaya
dan ornamen bangunan lama, tetap dapat tampil modern dan harmonis
dengan konteks kawasan.
II.2.10 Tinjauan Terhadap Kondisi Tapak
1. Lokasi tapak : Jalan Kali Besar Timur, Jakarta Barat
Gambar II.2.10.1 Peta lembar rencana sekitar tapak
Sumber : Dinas Tata Kota
75
2. Luas lahan : 22823.22 m2
3. KDB : 75% x 22823.22 m2 = 17117.42 m2
4. KLB : 3 x 22823.22 m2 = 68469.66 m2
5. GSB : 0 di semua sisi
6. Ketinggian maksimum : 4 lantai
7. Lebar jalan :
- Sebelah timur : 21 meter
- Sebelah barat : 25 meter
- Sebelah utara : 10 meter
- Sebelah selatan : 10 meter
8. Batas tapak :
- Sebelah timur : Jalan Cengkeh, perkantoran, dan pertokoan
- Sebelah barat : Jalan Kali Besar Timur dan Sungai Kali
Besar selebar 30 meter
- Sebelah utara : Jalan Nelayan Timur, usaha dan permukiman
penduduk
- Sebelah selatan : Jalan Kali Besar Timur 1, bangunan kosong,
perkantoran
76
9. Peta lokasi
Gambar II.2.10.2 Peta lokasi tapak
10. Deskripsi tapak
Proyek direncanakan untuk dibangun di atas lahan seluas
22823.22 m2 di blok utara Kali Besar Timur bagian utara. Tapak dipilih
dengan pertimbangan letak dan lokasinya yang sangat strategis, dapat
diakses dari Jalan Kali Besar Timur sebagai jalan kolektor selebar 21 m,
dengan view ke arah Kali Besar yang potensial untuk dijadikan waterfront.
G
yang b
sejarah
laut tap
Besar, d
diberlak
dicapai
Sunda K
Busway
Glodok
dengan
diperha
ambar II.2.10
Potensi po
aik ke arah
seperti Jem
pak. Selain i
dan Museum
Akses ja
kukan peratu
i dalam 20
Kelapa, Plui
y Kota mem
k, Mangga D
Terdapat
n berjalan ka
atikan selain
0.3 View Kali B
Sumber
ositif tapak
sungai, jug
mbatan Kota
itu, banyak b
m Fatahillah
alannya rela
uran one wa
menit dari
it, dan tol B
merlukan wak
Dua, Sunter, d
sejumlah b
aki, sehingga
pengolahan
Besar dengan J
r : Dokumentas
ini selain ja
a terletak de
a Intan yang
bangunan be
hanya terpis
atif mudah
ay. Dengan k
Bandara In
Bandengan. D
ktu 5 menit.
dan Ancol d
besar objek
a pemanfaat
n jalan kenda
Jembatan Kota
si pribadi
alannya yang
ekat dengan
g terletak tep
ersejarah lai
sah dua blok
dan tidak
kendaraan be
nternasional
Dari Stasiun
. Sementara
dapat ditempu
wisata yan
tan sepeda a
araan bermot
Intan di kejau
g besar dan
n objek-objek
pat di sebel
in di sepanja
k jauhnya.
k macet, w
ermotor, tap
Soekarno-H
n Kota dan T
dari tapak,
uh dalam 15
ng dapat d
atau pedestri
tor.
77
uhan
viewnya
k wisata
lah barat
ang Kali
walaupun
ak dapat
Hatta via
Terminal
jarak ke
5 menit.
ditempuh
ian perlu
yang h
budaya
1. Tap
mas
kem
wis
2. Lin
dan
didi
tem
pen
Pem
sesu
G
3. Satu
kon
Selain po
harus dicari
a yang telah d
pak berada p
salah, karen
mbali kawas
atawan selai
ngkungan tap
n dihuni tuna
irikan banya
mporer. Selai
numpukan ba
manfaatan y
uai dengan n
Gambar II.2.1
u bangunan
ndisi rusak b
otensi positi
solusinya,
dibahas sebe
pada daerah
a hotel diran
san, dan di
in Museum F
pak berkesan
awisma. Di
ak perumah
in itu, fungs
arang seperti
yang menur
nilai sejarah
0.4 Bangunan
Sumb
cagar buda
berat. Ini b
if, tapak ju
selain masa
elumnya :
yang relatif
ncang denga
iharapkan d
Fatahillah.
n kumuh kar
atas tanah k
han kumuh
si lainnya se
i gulungan ta
rut penyusun
tapak yang c
kosong diisi tu
ber : Dokumen
aya yang ters
erarti upaya
ga memilik
alah eksisten
f sepi. Ini ti
an konsep u
dapat menja
rena ada ban
kosong mili
atau hunian
ebagai parkir
ali kapal, pe
n kurang p
cukup tinggi
unawisma dan
ntasi pribadi
sisa di atas
a konservasi
ki beberapa
nsi banguna
idak terlalu
untuk mengh
adi magnet
ngunan yang
ik Pemprov
n liar yang
r truk konta
eti kemas, da
produktif da
i.
tumpukan peti
tapak berad
i bangunan
78
kendala
an cagar
menjadi
hidupkan
penarik
g kosong
ini juga
bersifat
ainer dan
an terpal.
an tidak
i kemas
da dalam
tersebut
mem
sesu
kert
nam
kem
Gam
4. Keb
dae
dipe
merlukan pe
uai keadaan
tas karbon.
mun kondisin
mudian menc
mbar II.2.10.5
Sumber : Pr
beradaan te
rah kumuh
eruntukkan m
encarian sum
n asal. Cont
Kini digolo
nya rusak be
cari foto kon
5 Tata Sastra s
resentasi Kuliah
erminal kota
h, dan me
menjadi rest
Gamb
Sumb
mber gamba
tohnya gedu
ongkan seba
erat dan seb
ndisi asalnya
aat tampilanny
h Danang Priat
a yang me
engurangi j
toran dan caf
ar II.2.10.6 Te
ber : Dokumen
ar otentik un
ung Tata Sa
agai cagar b
agian atapny
a untuk pand
ya masih baik d
tmodjo dan do
engganggu
atah lahan
fé waterfron
erminal Kota
ntasi pribadi
ntuk merest
astra, dahulu
budaya golo
ya hilang. P
duan restoras
dan tampilanny
kumentasi prib
view, men
yang seh
nt.
79
torasinya
u pabrik
ongan B,
Penyusun
si.
ya saat ini
badi
ciptakan
harusnya