9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lansia
Lansia merupakan kelompok orang yang mengalami perubahan secara
bertahap dalam jangka watu tertentu (Fatmah, 2010). (Menurut Ineko 2012),
lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun
wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak
berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain
untuk menghidupi dirinya. Menurut Stanley and Beare (2007),
mendefenisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang
menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik, seperti
rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat
tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang
tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif dan untuk wanita tidak
dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap
tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan Pasifik,
seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis
keturunan keluarganya. Lansia yang rentan mengalami masalah kesehatan
akibat perubahan anatomi dan penurunan fungsi organ Hal tersebut terjadi
karena adanya akumulasi radikal bebas dalam tubuh yang semakin
menumpuk seiring dengan meningkatnya usia, sehingga menyebabkan
degenerasi sel dan kerusakan jaringan yang mempengaruhi kemampuan
fungsional tubuh, salah satunya penurunan kekuatan otot penopang tubuh
10
yang berfungsi sebagai efektor dan berperan dalam pengaturan mekanisme
keseimbangan tubuh melalui ankle strategy, hip strategy, dan stepping
strategy (Darmojo, R 2011; Suhartono, 2008).
Untuk mempertahankan kekuatan otot agar tetap optimal dapat
dilakukan melalui olahraga teratur dan memadukan gerak dengan latihan
kekuatan otot dan kelenturan seperti senam lansia. Gerakan-gerakan senam
lansia akan memicu kontraksi otot, sehingga sintesis protein kontraktil otot
berlangsung lebih cepat dari penghancurannya. Hal ini meningkatkan
filamen aktin dan miosin di dalam myofibril sehingga massa otot
bertambah. Peningkatan ini disertai dengan peningkatan komponen
metabolisme otot yang berdampak pada peningkatan kekuatan otot.
Kekuatan otot optimal akan membantu lansia mempertahankan
keseimbangan tubuhnya melalui strategi postural (Guyton, 2007; Kusnanto,
2007; Sherwood, 2008).
2.1.1 Batasan Umur Lansia
a. Undang-undang RI No.4 tahun 2007 menjelaskan bahwa
seseorang dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun ke atas, tidak mampu
mencari nafkah.b. Menurut pasal 1 ayat 2,3,4 UU no. 13 tahun 2007 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. c. Menurut World Health Organization (WHO), lanjut usia dibagi
menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan atau middle
age (45-59 tahun), lanjut usia atau elderly (60-74 tahun), lanjut
11
usia tua atau old (75-90 tahun), dan usia sangat tua atau very
old (diatas 90 tahun).2.1.2 Perubahan Sistem Muskuloskeletal pada Lansia
Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal Otot mengalami atrofi
sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik,
atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan
pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan
hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon
lain. Tulang - tulang trabekulae menjadi lebih berongga,
mikroarsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan
ringan maupun spontan (Setiabudhi et.al, 2007). Berikut ini
merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat
proses menua :
1) Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang.
Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi,
pergerakan yang kurang aktif.
2) Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen
dan sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den
perubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah
peningkatan fleksi.
3) Kekuatan akan mengalami penurunan seiring dengan penuaan. Hal
ini dikarenakan adanya penurunan aktivitas fisik dan masa otot,
serta diakibatkan pengurangan sebagian besar sintesis protein
karena penuaan dan hilangnya unit motorik fast-twitch. ( Wilmore,
et al., 2007)
12
2.1.3 Teori penuaana. Teori biologis
1) Teori radikal bebasRadikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang
merupakan bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini
memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan
reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya,
molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada
dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitas, atau dapat
berikatan dengan organel sel. Proses metabolisme oksigen
diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara
speifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh
menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan
merupakan sumber eksternal radikal bebas (Potter & Perry,
2008).2) Teori cross – link
Teori cross – link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastis, komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang
lama meningkatkan rigiditas sel, cross - linkage diperkirakan
akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara
molekul - molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua
merupakan contoh cross - linkage jaringan ikat terikat usia
meliputi penurunan kekuatan daya rentang dinding arteri,
tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter &
Perry, 2008).3) Teori imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan
serangan pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau
13
imonodefisiensi (penurunan imun). Tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan
protein asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan
jaringan sendiri pada kecepatan yang meningkat secara
bertahap.Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem
imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur
melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap
serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali.
Disfungsi sistem imun ini diperkirakn menjadi faktor dalam
perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan
penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2008).
b. Teori psikologis
1) Teori disengangement (pembebasan)Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran
yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan
berfokus diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu : (i)
invidu yang menua dan masyarakat secara bersama saling
menarik diri, (ii) disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat
diletakkan secara biologis dan psikologis, (iii) disengangement
dianggap perlu untuk proses penuaan, (iv) disengangement
bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat (Potter & Perry,
2008).2) Teori aktifitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki
semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta
kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang
14
kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2008).
Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2007).
Menurut Mubara ddk (2007), bahwa sangat penting bagi individu
lanjut usia untuk tetap aktivitas dan mencapai kepuasan hidup.3) Teori kontiunitas ( kesinambungan )
Teori kontiunitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa
kepribadian tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah di
prediksi seiring penuaan kepribadian dan pola prilaku yang
berkembang sepanjang kehidupan menentukan derajat keterikatan
dan aktivitas pada masa lanjut usia (potter & perry, 2008).
2.1.4 Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (2007) dalam Mariyam dkk (2008), Lanjut usia
memiliki benerapa karakteristik diantaranya adalah; Pertama, Orang
Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan ); Kedua, kebutuhan dan masalah yang bervariasi
dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuha biopsikososial sampai
spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive;
Ketiga, lingkungan dan tempat tinggal yang bervariasi. Adapun ciri-
ciri pada lansia sehingga akan berdampak terhadap mekanisme koping
dari respon yang dihadapi, seperti :
1. Usia dan jenis pekerjaan
Semakin bertambahnya usia seseorang, semakin siap pula dalam
menerima cobaan. Hal ini didukung oleh teori aktivitas yang
menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan
15
individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia
pertengahan menuju usia tua, (Cox 2007 dalam Tamher &
Noorkasiani,2009). Usia adalah lamanya kehidupan yang
dihitung berdasarkan tahun kelahiran sampai dengan ulang
tahun terakhir. Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan suatu
kompensasi terhadap kehilangan, seperti pensiun dari peran
sosial karena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan
juga membawa dampak yang berarti (Darmojo dkk, 2007 dalam
Tamher & Noorkasiani, 2009).
2. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada
bentuk adaptasi yang digunakan (Darmojo dkk, 2007 dalam
Tamher Dan Noorkasiani, 2009), menyatakan hasil penelitian
mereka yang memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial
lansia di Indonesia secara umum masih lebih baik dibandingkan
lansia di negara maju, antara lain tanda-tanda depresi pria (pria
43% dan wanita 42%), menunjukkan kelakuan / tabiat buruk
(pria 7,3% dan wanita 42%), menunjukkan kelakuan / tabiat
buruk (pria 7,3% dan wanita 3,7%), serta cepat marah irritable
(pria 17,2% dan wanita 7,1%). Jadi dapat diasumsikan bahwa
wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan laki-
laki, karena wanita lebih mampu menghadapi masalah dari pada
lelaki yang cenderung lebih emosional.
16
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam
menghadapi masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang
dilaluinya,sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah
yang terjadi. Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi masih dapat produktif, mereka justru banyak
memberikan konstribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan
menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri (Tamher,
2009).
4. Sosial dan ekonomi
Kebiasaan sosial budaya masyarakat di dunia timur sampai
sekarang masih menempatkan orang-orang usia lanjut pada
tempat terhormat dan penghargaan yang tinggi. Menurut
Brojklehurst dan Allen (2007) dalam Tamher (2009), lansia
sering dianggap lamban, baik dalam berpikir maupun dalam
bertindak. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-
pendapat pada zaman sekarang, yang justru menganjurkan
masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang
dianggap penting dan menyakinkan. Contohnya dalam bidang
pendidikan, lansia masih tetap butuh tetap melanjutkan
pendidikannya, sehingga dapat meningkatkan inteligensi dan
memperluas wawasannya. Hal ini merupakan suatu dukungan
bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Pada zaman
17
sekarang status ekonomi baik status menengah keatas,
menengah / sederhana, maupun menengah kebawah sangat
diperhatikan seseorang dalam menjalin hubungan baik dengan
teman, relasi kerja maupun pasangan hidup sehingga status
ekonomi ada hubungan erat dengan status sosial karena dimana
status ekonomi individu itu tinggi maka dalam menjalin
hubungan dengan relasi akan semakin mudah dan erat misalnya
dalam hubungan keluarga terutama dalam pemenuhan
kebutushan dasar (Rohana, 2011).
2.2 Senam Keseimbangan
2.2.1 Definisi Senam
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok
dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk
mencapai tujuan tersebut. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah
exercise atau aerobic yang merupakan suatu aktifitas fisik yang dapat
memacu jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan
dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan perbaikan
dan manfaat kepada tubuh. Senam berasal dari bahasa yunani yaitu
gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang, dimana pada zaman
tersebut orang yang melakukan senam harus telanjang, dengan maksud
agar keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang dilatih dapat
terpantau (Suroto, 2007). Senam merupakan bentuk latihan-latihan
18
tubuh dan anggota tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan
persendian, kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan,
kesegaran jasmani dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota
tubuh (otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah
gross muscle (otot untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot
untuk melakukan tugas ringan). Senam lansia yang dibuat oleh Menteri
Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan upaya
peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia yang jumlahnya
semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan
diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan,
dan puskesmas. (Suroto, 2007). Senam lansia adalah olahraga ringan
dan mudah dilakukan, tidak memberatkan yang diterapkan pada lansia.
Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap
segar karena melatih tulang tetap kuat, memdorong jantung bekerja
optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran
di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang
teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia
yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
raga untuk mencapai tujuan tersebut.
2.2.2 Definisi Senam Keseimbangan
Senam keseimbangan merupakan peningkatan keseimbangan
postural dapat dilakukan untuk mencengah terjadinya jatuh pada
manula, ada beberapa jenis olahraga atau latihan yang
direkomendasikan untuk meningkatkan keseimbangan postural manula,
19
diantaranya adalah : Balance exercise, yaitu aktivitas fisik yang
dilakukan untuk meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan
kekuatan otot ekstermitas bawah (Nyman, 2007).
1 Manfaat Senam
Senam lansia sendiri mempunyai banyak manfaat bagi lansia.
Menurut Indonesian (Nursing 2008) manfaat dari aktivitas olahraga
ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih
tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan
membantu menghilangkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh.
Manfaat dari senam lanjut usia menurut (Nugroho 2009) dalam buku
karangan Maryam antara lain : 1) Memperlancar proses degenerasi
karena perubahan usia, 2) Mempermudah untuk menyesuaikan
kesehatan jasmani dalam kehidupan (adaptasi), 3) Fungsi
melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan dalam fungsinya
terhadap bertambahnya tuntutan, misalnya sakit. Indonesia
merupakan latihan fisik dan mental, memadukan gerakan bagian-
bagian tubuh dengan teknik dan irama pernapasan melalui
pemusatan pemikiran yang dilaksanakan secara teratur, serasi, benar
dan berkesinambungan. Senam ini bersumber dari senam pernapasan
Tai Chi yaitu senam yang mempunyai dasar olah pernapasan yang
dipadukan seni bela diri, yang di Indonesia dikombinasikan dengan
gerak peregangan dan persendian jadilah sebagai olah raga
kesehatan. “Tera” berasal dari kata “terapi” yang mempunyai arti
penyembuhan / pengobatan.
20
2.2.3 Klasifikasi Keseimbangan
1) Keseimbangan statis adalah Kemampuan dalam
mempertahanan posisi tubuh dimana center of gravitiy (COG)
dalam keadaan tidak berubah (Abrahamova & Hlavacka, 2008).
2) Keseimbangan dinamis adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan posisi tubuh dimana center of gravitiy (COG)
selalu berubah dan berpindah (Abrahamova & Hlavacka,
2008). Dalam praktek kehidupan sehari-hari, keseimbangan statik
dan dinamik saling bertumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan secara mutlak karena tubuh manusia jarang sekali
dalam keadaan diam yang sempurna tanpa gerakan sama sekali.
Tubuh secara berkesinambungan melakukan pengaturan postur
yang tidak dapat dirasakan secara sadar. Pengaturan postur ini
mengatur posisi tubuh yang optimal untuk konservasi /
penghematan energi (Pudjiastuti, 2007).2.2.4 Perubahan Keseimbangan pada Lansia
Lansia mengalami penurunan proprioseptif. Penurunan tersebut
dapat meningkatkan ambang batas rangsang muscle spindle,
sehingga dapat mematahkan umpan balik afferen dan secara
berurutan dapat mengubah kewaspadaan tentang posisi tubuh
keadaan ini dapat menimbulkan gangguan keseimbangan postural.
Sistem saraf pusat (SSP) dibutuhkan dalam memelihara respon
postural, Central Nerves System (CNS) melalui jaras-jarasnya
menerima informasi sesoris perifer dari sistem visual, vestibular, dan
21
proprioseptif di post central lobus parietal kontralateral. Selanjutnya
informasi ini diproses dan diintegrasikan pada semua tingkat sistem
saraf. Akhirnya dalam waktu latensi kurang lebih 150 m/det akan
terbentuk suatu respon postural yang benar secara otomatis dan akan
diekspresikan secara mekanis melalui efektor dalam suatu rangkaian
pola gerakan tertentu (Steinberg, 2007 dalam Af’idah et al., 2012).
Menurut Alonso dkk (2008, dalam Af’idah et al., 2012) mekanisme
keseimbangan postural membutuhkan kerjasama dan interaksi dari
sistem sensoris, sistem saraf pusat (SSP), dan sistem efektif. Sistem
sensori utama terkait dengan keseimbangan postural meliputi sistem
visual, vestibular dan perioseptif. Reseptor visual ini memberikan
informasi tentang orientasi mata dan posisi tubuh atau kepala
terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Organ vestibular
memberikan informasi ke CNS tentang posisi badan gerakan kepala
serta pandanagn mata melalui reseptor makula dan krista ampularis
yang terdapat di telinga dalam sistem saraf pusat (SSP) dibutuhkan
dalam memelihara respon postural. Proses kontrol pada CNS dimulai
dari persepsi sensoris menuju perencanaan motorik kemudian
menuju pelaksanaan motorik ke perifer. Rotasi lengan dan bahu
berguna untuk keseimbangan gerakan pelvis dan ekstremitas bawah.1. Berjalan
a. Definisi BerjalanPola jalan atau berjalan didefinisikan sebagai sebuah metode
lokomosi (berpindah) yang melibatkan penggunaan dua kaki yang
bergantian. Secara garis besar berjalan menggunakan urutan
berulang - ulang dari ekstremitas gerak untuk menggerakkan
22
tubuh ke depan dengan menjaga stabilitas postur. Pola jalan atau
berjalan tidak hanya dipengaruhi oleh siklus jalan (gait cycle),
tetapi juga dipengaruhi oleh parameter pola jalan yang terdiri dari
lebar langkah, panjang langkah, dan kecepatan berjalan
(Mansfield dan Neumann, 2009).b. Perubahan yang Normal pada Berjalan Terkait Usia
Judge (2007) mengemukakan beberapa hal berubah secara normal
seiring pertambahan usia, diantaranya :1) Kecepatan Berjalan
Kecepatan berjalan akan tetap stabil sampai sekitar usia 70,
kemudian menurun sekitar 15% / dekade untuk berjalan
biasa dan 20% / dekade untuk berjalan cepat. Pada usia 75,
pejalan kaki yang lambat meninggal ≥ 6 thn lebih awal dari
pejalan kaki kecepatan normal dan ≥ 10 tahun lebih awal
dari pejalan kaki kecepatan cepat. Kecepatan berjalan
melambat karena orang tua mengambil langkah-langkah
yang lebih pendek pada tingkat yang sama (irama). Alasan
yang paling mungkin berkurangnya panjang langkah (jarak
dari satu tumit ke depan) adalah kelemahan otot-otot betis,
yang mendorong tubuh ke depan, kekuatan otot betis secara
substansial menurun pada orang tua. Namun, orang tua
tampaknya mengimbangi penurunan daya betis rendah
dengan lebih banyak menggunakan otot fleksor pinggul dan
otot ekstensor dari orang dewasa muda.
2) Irama
23
Irama (diukur dengan banyak langkah per menit) tidak
berubah dengan penuaan. Setiap orang memiliki irama yang
berbeda yang tergantung pada panjang kaki. Orang tinggi
mengambil langkah-langkah lebih lama pada irama lambat,
orang pendek mengambil langkah-langkah yang lebih
pendek pada irama cepat.
3) Waktu sikap ganda
Waktu sikap ganda yaitu, waktu dengan kedua kaki di tanah
selama posisi ambulasi yang lebih stabil untuk
memindahkan pusat massa ke depan meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Persentase waktu dalam sikap
ganda mulai dari 18% pada orang dewasa muda untuk ≥
26% pada orang lanjut usia yang sehat. Peningkatan waktu
dalam sikap ganda mengurangi waktu ayunan kaki harus
maju dan memperpendek langkah panjang. Orang tua dapat
meningkatkan waktu sikap ganda mereka bahkan lebih
ketika mereka berjalan di permukaan yang tidak rata atau
licin, ketika mereka memiliki gangguan keseimbangan, atau
ketika mereka takut jatuh. Mereka akan terlihat seolah-olah
mereka berjalan di atas es licin.
4) Postur Berjalan
Perubahan postur dalam berjalan hanya sedikit mengalami
perubahan seiring dengan penuaan. Orang tua berjalan
tegak, tanpa bersandar ke depan. Namun, orang tua berjalan
24
dengan menggunakan anterior (bagian bawah) yang lebih
banyak melibatkan rotasi panggul dan meningkatkan
lordosis lumbal. Perubahan sikap ini biasanya disebabkan
oleh kombinasi dari kelemahan otot perut, otot-otot pinggul
fleksor ketat, dan peningkatan lemak perut. Orang tua juga
berjalan dengan kaki mereka diputar lateral (jari-jari kaki
keluar) sekitar 5°, mungkin karena hilangnya rotasi internal
pinggul atau untuk meningkatkan stabilitas lateral.
5) Gerakan Sendi
Gerak sendi mengalami sedikit perubahan seiring dengan
penuaan. fleksi pergelangan kaki plantar berkurang selama
tahap akhir dari berdiri (sebelum kaki belakang lift off).
Gerak keseluruhan lutut tidak berubah, fleksi pinggul dan
ekstensi tidak berubah, tetapi pinggul mengalami
peningkatan adduksi, gerak panggul berkurang di semua
sendi.
c. Gangguan Berjalan
Lebar langkah mempengaruhi risiko jatuh. Lansia dengan risiko
jatuh yang tinggi biasanya mempunyai lebar langkah yang lebih
dari nilai normal. Ketika lansia memperbesar lebar langkahnya,
hal ini merupakan bentuk kompensasi terhadap pusat gravitasi dan
stabilisasi postur (Krebs et al., 2007). Panjang langkah mengalami
25
penurunan sekitar 10-20% akibat penuaan alamiah. Langkah yang
pendek dapat disebabkan berkurangnya keseimbangan dan kontrol
postural serta langkah yang pendek memberikan rasa aman ketika
berjalan sehingga mempengaruhi risiko jatuh (Callisaya et al.,
2012). Kecepatan rata-rata berjalan diketahui dari hasil irama
langkah dan panjang langkah. Irama langkah (cadence) adalah
jumlah langkah dalam 1 menit. Lansia dengan risiko jatuh yang
tinggi biasanya lambat dalam berjalan dan lebih hati-hati dalam
berjalan. Lansia melambatkan jalannya sebagai strategi
kompensasi untuk mengurangi risiko jatuh (Roos dan Dingwell,
2013). Kecepatan jalan pada lansia akan berubah diantaranya
disebabkan oleh, berkurangnya kekuatan otot, berkurangnya
ayunan lengan, pergeseran tubuh, pengurangan panjang langkah
(Sitompul,2007).
d. Pengukuran Kecepatan Berjalan
Kecepatan berjalan adalah jarak yang ditempuh dalam waktu
tertentu. Kecepatan sesaat bervariasi dari satu tempat ke yang
tempat lain selama siklus berjalan, tetapi kecepatan rata-rata
diperoleh perhitungan dari irama dan panjang langkah. Irama,
dalam langkah per menit, sesuai dengan setengah langkah per 60
detik atau langkah penuh per 120 detik. Kecepatan berjalan
tergantung pada dua panjang langkah, yang pada setiap gilirannya
tergantung untuk pada durasi selama fase ayunan di setiap sisi
kaki. (Kharb et.al, 2011)
26
2.2.5 Perubahan Kognitif Pada Lansia
a. Perubahan Kognitif Pada Lansia
Proses penuaan menyebabkan kemunduran otak (Constatinides,
2006). Diantara kemampuan yang menurun secara linier atau
seiring dengan proses penuaan adalah:
Daya ingat (memori), berupa penuranan kemampuan penamaan
(naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah
tersimpan dalampusat memori (speed of information retrieval
from memory).
Intelegenasia Dasar (fluid intelligence) yang berarti penurunan
fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan
dalam komunikasi non verbal, pemecahan masalah, mengenal
wajah orang, kesulitan dalam pemusatan perhatian dan
kosentrasi.
b. Defenisi Demensia
Demensia adalah penuran kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan,
fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian,
dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda,
demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida)
menyebabkan hancurnya sel-sel otak.
c. Kondisi Demensia
27
Kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan berbagai
jenis gangguan seperti muda lupa yang konsisten, disorientasi
terutama dalam hal waktu, gangguan dalam hubungan dengan
masyarakat, gangguan dalam aktivitas di rumah dan minat
intelektual serta gangguan dalam pemeliharaan diri.
d. Tanda dan Gejala
1. kesukaran dalam melaksanakan dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari
2. pelupa
3. sering mengulang kata-kata
4.Tidak mengenal dimensia waktu, misalnya tidur diruang
makan
5. cepat marah dan sulit di atur
6. kehilangan daya ingat
7. kesulitan belajar dengan dan mengigat informasi baru
8. mudah terangsang dan Kurang koordinasi gerakan.
e. Pengenalan Dini Demensia
Pengenalan dini demensia berate mengenali :
1. Kondisi normal (mengidentifikasi BSF dan AAMI):
kondisi kognitif pada lanjut usia yang terjadi dengan adanya
penambahan usia dan bersifat wajar.
Contoh: keluhan mudah-lupa secara subjektif, tidak ada
gangguan kognitif ataupun demensia.
28
2. Kondisi pre-demensia (mengidentifikasi CIND dan MCI):
kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan ciri mudah
lupa yang makin nyata dan dikenali (diketahui dan diakui)
oleh orang dekatnya. Mudah lupa subjektif dan objektif serta
ditemukan performa kognitif yang rendah tetapi belum ada
tanda-tanda demensia.
3. Kondisi demensia: kondisi gangguan kognitif pada lanjut
usia dengan berbagai jenis gangguan seperti mudah lupa yang
konsisten, disorientasikan terutama dalam hal waktu,
gangguan pada kemampuan pendapat dan pemecahan
masalah, gangguan dalam hubungan dengan masyarakat,
gangguan dalam aktivitas dirumah dan minat intelektual serta
gangguan dalam pemeliharaan diri.
Menurut Shah (Ghufroon, M. N & Risnawaita, R. S, 2014)
kecemasan lansia dilihat dari respon fisiologis ini akibat
kurangnya aktivitas lansia di panti, lansia cenderung
menghabiskan waktu dengan duduk, diam, melamun, salah
satu faktor yang menyebabkan kecemasan adalah hilangnya
dukungan sosial dari lingkungan sekitar, saat kehilangan
dukungan sosial lansia cenderung akan menarik diri dari
lingkungannya dan merasa terancam berada dilingkungan
yang tidak memberikan dukungan atau kenyamanan terhadap
dirinya. Kecemasan pada lansia juga dapat diminimalisir
dengan cara membiasakan diri untuk membuka diri baik
29
dengan teman sebaya ataupun dengan personil panti lainya
yang dirasa nyaman dan dipercayai.
2.2.6 Komponen-komponen Pengontrol Keseimbangan
a. Sistem Visual
Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang
lingkungan dan penglihatan berperan dalam mengidentifikasi
dan mengatur jarak sesuai dengan tempat kita berada.
Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal
dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2012). Sistem visual
juga memberikan informasi mengenai posisi kepala,
penyesuaian kepala untuk mempertahankan penglihatan, dan
mengatur arah serta kecepatan pergerakan kepala karena
ketika kepala bergerak, objek sekitar berpindah dengan arah
berlawanan (Colby, 2007). Masukan reseptor visual berperan
penting terutama pada landasan penunjang yang tidak stabil,
misalnya pada saat bertumpu pada tumit, goyangan
anteroposterior pada tubuh akan berkurang pada saat mata
terbuka dibandingkan dengan mata tertutup (Sugiarto, 2007).
Gambar anatomi mata pada Gambar 2.1.
30
Gambar 2.1 Sistem Visual
Sumber: anonim, 2009
Sistem visual memegang peranan penting dalam menjaga
keseimbangan. Sekitar dua puluh persen serabut saraf dari mata
berinteraksi dengan sistem vestibular. Gangguan visual yang dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan, di antaranya:
1) aneisokonia adalah perbedaan kemampuan magnifikasi atau
pembesaran dan pembentukan bayangan di retina pada mata kanan
dan kiri,2) anisometropia adalah keadaan di mana terdapat perbedaan refraksi
yang signifikan antara ke dua mata (perbedaan 10 Dioptri), 3) diplopia (double vision) adalah keadaan melihat bayangan ganda
akibat sumbu ke dua mata tidak parallel, 4) gangguan fungsi binocular vision, yaitu gangguan dalam
mengordinasikan ke dua mata sebagai satu kesatuan dalam aspek
konvergensi dan divergensi dengan aspek akomodasi, 5) serta strabismus yaitu gangguan aligment mata kanan dan kiri
(Sugiarto, 2007). b. Sistem Vestibular
Aparatus vestibular merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi
keseimbangan. Alat ini terbungkus di dalam labirin tulang. Dalam sistem
ini terdapat tabung membran dan ruangan yang disebut labirin
membranosa dan merupakan bagian fungsional dari apparatus vestibular.
31
Labirin membranosa terdiri atas: koklea (duktus koklearis), tiga kanalis
seminiverus, dan ruangan besar yaitu, utrikulus dan sakulus. Koklea
merupakan organ sensorik utama pendengaran dan tidak berhubungan
dengan keseimbangan. Kanalis seminiverus bertanggung jawab terhadap
keseimbangan dinamis, yaitu keseimbangan saat tubuh sedang
bergerak seperti berjalan atau dalam keadaan tidak seimbang (tersandung
atau tergelincir), sedangkan fungsi dari utrikulus dan sakulus sebagai
penjaga keseimbangan statis tubuh, yaitu berperan dalam kontrol postur
dan monitoring kepala (Guyton, 2008). Pada permukaan dalam utrikulus
dan sakulus terdapat daerah sensorik kecil yang disebut sebagai makula.
Makula pada utrikulus berperan penting dalam menentukan orientasi
kepala ketika kepala dalam posisi tegak, sebaliknya makula pada sakulus
memberikan sinyal orientasi kepala saat seseorang sedang berbaring.
Anatomi sistem vestibular dijabarkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Sistem Vestibular
32
Sumber: anonim, 2007
Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh kristal
kalsium karbonat kecil yang disebut statokonia. Dalam makula, juga
terdapat beribu-ribu sel rambut dan akan menonjolkan silia ke dalam
lapisan gelatinosa tersebut. Setiap sel rambut mempunyai 50 sampai 70
silia kecil yang disebut stereosilia, ditambah satu silium besar yang disebut
kinosilium. Perlekatan filamentosa yang tipis, menghubungkan ujung
setiap stereosilium dengan strereosilum selanjutnya yang lebih panjang
dan pada akhirnya ke kinosilium. Apabila stereosilia melekuk ke arah
kinosilium pelekatan filamentosa akan menarik stereosilia berikutnya ke
arah luar badan sel dan mampu menghantarkan ion positif mengalir ke
dalam sel dari cairan endolimfatik di sekelilingnya sehingga menimbulkan
depolarisasi membran reseptor. Sebaliknya, pelekukan stereosilia ke arah
berlawanan (ke belakang kinosilium) akan menurunkan tegangan pada
pelekatan dan keadaan ini mampu menutup saluran ion dan terjadilah
hiperpolarisasi reseptor.
Pada setiap makula, setiap sel rambut diarahkan ke berbagai jurusan
sehingga beberapa dari sel rambut dapat terangsang ketika kepala
menunduk ke depan, dan yang lainnya terangsang ketika kepala
menengadah ke belakang atau ketika membelok ke salah satu sisi. Pola
inilah yang nantinya memberitahukan kepada otak posisi kepala dalam
ruangan. Setiap apparatus vestibularis terdapat tiga buah kanalis
semisirkularis dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, posterior,
dan lateral (horizontal) yang tersusun tegak lurus satu sama lain, sehingga
33
kanalis ini terdapat dalam tiga bidang. Sel-sel rambut akan menjalarkan
sinyal yang sesuai ke nervus vestibularis untuk memberitahukan sistem
saraf pusat mengenai perubahan perputaran kepala dan kecepatan
perubahan pada setiap tiga bidang ruangan. Dengan kata lain, mekanisme
kanalis semisirkularis dapat meramalkan akan terjadinya
ketidakseimbangan, sehingga menyebabkan pusat keseimbangan
mengadakan tindakan pencegahan antisipasi yang sesuai. Dengan cara ini,
orang tidak akan jatuh secara tak terduga sama sekali, karena sebelum
terjadinya ketidakseimbangan orang itu mulai mengadakan koreksi
keadaan tubuhnya (Guyton, 2008).
Pengaruh senam keseimbangan pada lansia menunjukkan terjadinya
perubahan yang signifikan antara keseimbangan tubuh lansia sebelum dan
sesudah diberikan senam lansia. perbedaan yang signifikan antara
keseimbangan lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia. Hal
tersebut menguatkan teori yang menyebutkan bahwa manfaat senam lansia
adalah meningkatkan salah satu komponen kesegaran jasmani yang
berkaitan dengan keterampilan motorik yaitu keseimbangan tubuh
(Harsuki, 2010; Sumintarsih, 2008). Hal tersebut tersebut menunjukkan
bahwa senam lansia dapat digunakan sebagai alternatif dalam memberikan
intervensi pada lansia khususnya bagi lansia yang mengalami gangguan
keseimbangan.
Lansia merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah
kesehatan akibat perubahan anatomi dan penurunan fungsi organ. Hal
tersebut terjadi karena adanya akumulasi radikal bebas dalam tubuh yang
34
semakin menumpuk seiring dengan meningkatnya usia, sehingga
menyebabkan degenerasi sel dan kerusakan jaringan yang mempengaruhi
kemampuan fungsional tubuh, salah satunya penurunan kekuatan otot
penopang tubuh yang berfungsi sebagai efektor dan berperan dalam
pengaturan mekanisme keseimbangan tubuh melalui ankle strategy, hip
strategy, dan stepping strategy (Darmojo, 2009; Suhartono, 2008). Untuk mempertahankan kekuatan otot agar tetap optimal dapat
dilakukan melalui olahraga teratur dan memadukan gerak dengan latihan
kekuatan otot dan kelenturan seperti senam lansia. Gerakan-gerakan senam
lansia akan memicu kontraksi otot, sehingga sintesis protein kontraktil otot
berlangsung lebih cepat dari penghancurannya. Hal ini meningkatkan
filamen aktin dan miosin di dalam myofibril sehingga massa otot
bertambah. Peningkatan ini disertai dengan peningkatan komponen
metabolisme otot yaitu ATP yang berdampak pada peningkatan kekuatan
otot. Kekuatan otot optimal akan membantu lansia mempertahankan
keseimbangan tubuhnya melalui strategi postural (Guyton, 2007;
Kusnanto, 2007; Sherwood, 2008). Banyak orang tidak menyadari kalau
osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan pembunuh
tersembunyi (silent killer). Penyakit ini hampir tidak menimbulkan gejala
yang jelas. Sering kali osteoporosis diketahui justru ketika sudah parah.
Contoh kasus seorang terpeleset ringan, ternyata mengalami patah tulang
di tulang pangkal paha atau di pergelanganan tangan.Tidak heran, banyak
ahli mengatakan untuk menghindari osteoporosis tidak bisa dilakukan
sekali saja, tetapi harus melalui proses yang dimulai dari pencegahan sejak
dini. Karena patah tulang yang dialami seseorang saat ini, sebetulnya tidak
35
lepas dari kebiasaan masa lalu. Misalnya, kurang mengkonsumsi kalsium,
jarang berolahraga, tidak mengkonsumsi gizi seimbang, dan mengisi
kegiatannya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, minum
minuman beralkohol, dan lain sebagainya. Pola makan dan hidup seperti
itu bisa mendorong terjadinya osteoporosis. sebenarnya yang dimaksud
dengan Osteoporosis adalah kondisi di mana tulang menjadi rapuh dan
mudah retak atau patah. Kendati osteoporosis dikenal sebagai penyakit
silent killer, tidak berarti kedatangannya tidak bisa diantisipasi. (Berkshire,
2008) Osteoporosis sebenarnya bisa dicegah, tetapi dengan beberapa
persyaratan. Untuk mencegah osteoporosis, maka kebiasaan merokok,
minum kopi, alkohol dan soft drink harus dikurangi. Sebaliknya harus
membiasakan mengkonsumsi makanan mengandung kalsium tinggi seperti
teri, udang rebon, kacang-kacangan, tempe atau minum susu. Kenapa
harus mengonsumsi kalsium? Karena kalsium merupakan elemen mineral
yang paling banyak dibutuhkan untuk kesehatan tulang. (Ismaningsih,
2011).
Tetapi yang perlu diingat dalam mencegah osteoporosis, gizi saja tanpa
dibarengi oleh latihan fisik ternyata tidak cukup. Untuk itu ada senam
osteoporosis untuk mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan
tulang. Daerah yang rawan osteoporosis adalah area tulang punggung,
pangkal paha dan pergelangan tangan. Prinsip latihan fisik untuk kesehatan
tulang adalah latihan pembebanan, gerakan dinamis dan ritmis, serta
latihan daya tahan (endurans) dalam bentuk aerobic low impact. Semua
jenis latihan ini telah dikemas dalam bentuk Senam Pencegahan
36
Osteoporosis dan Senam Terapi Osteoporosis. Bentuk kedua jenis senam
ini berbeda, karena diperuntukkan bagi kelompok yang berbeda pula,
dengan sangat memperhatikan faktor manfaat dan keamanan bagi para
pesertanya. Selain manfaat kesehatan tulang, para peserta pasti akan
merasa lebih segar dan bugar. Senam ini dikhususkan bagi para peserta
usia dewasa dan lanjut usia baik pria maupun wanita. (Kloos & Heiss,
2007).
2.3 Resiko Jatuh
2.3.1 Definisi Jatuh
Jatuh adalah setiap peristiwa di mana seseorang secara tidak
sengaja atau sengaja terbaring di tanah atau tempat yang lebih rendah.
(Tideiksaar, 2007) Menurut Tinetti, et al. (2007, dalam Feder, 2008)
Jatuh adalah tiba-tiba, tidak disengaja yang menyebabkan perubahan
posisi seseorang berada di area yang lebih rendah, pada suatu objek, di
lantai atau di rumput atau di tanah, selain akibat dari serangan
paralisis, epilepsi atau kekuatan di luar batas. Reuben (2007, dalam
Darmojo, 2009) mengartikan jatuh sebagai suatu kejadian yang
dilaporkan oleh penderita atau saksi mata yang melihat kejadian dan
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Jatuh adalah
kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan lansia terbaring di
lantai atau berada pada tingkat yang lebih rendah (Kellogg
International Work Group, 2008 dalam Newton, 2009). Berdasarkan
37
beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh
adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan
seseorang terbaring atau terduduk di lantai. (Maryam, 2013)
2.3.2 Faktor Resiko Jatuh
Faktor risiko terjatuh dapat terjadi oleh karena kurangnya stabilitas
tubuh yang dibentuk oleh sistem sensorik, sistem saraf pusat, kognitif,
dan muskuloskeletal (Rejeki, 2011) Untuk dapat mengetahui faktor
risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan
atau dibentuk. (Darmojo, 2011)
1) Sistem sensorik
Yang berperan di dalamnya adalah: visus (penglihatan),
pendengaran, fungsi vestibular, dan propiotif. Semua gangguan
atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan
pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang
diduga karena adanya perubahan fungsi vertibuler akibat proses
menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan
mengganggu fungsi proprioseptif (Tinetti, 2009). Gangguan
sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia
mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
2) Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi
input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson,
38
hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan
menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik
terhadap input sensorik.
3) Kognitif
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan
meningkatnya risiko jatuh.
4) Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan fakor
yang benar-benar murni milik lansia yang berperan besar
terhadap terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan
gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain
disebabkan oleh :
a) Kekakuan jaringan penghubung
b) Berkurangnya massa otot
c) Perlambatan konduksi saraf
d) Penurunan visus / lapang pandang
e) Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan :
a) Penurunan range of motion (ROM) sendib) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan
kelemahan ekstremitas bawah
39
c) Perpanjangan waktu reaksid) Kerusakan persepsi dalame) Peningkatan postural sway (goyangan badan)
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,
langkah pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki
tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.
Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh. Secara singkat faktor
risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar , yaitu : (Kane,
2009 dalam Darmojo 2011 )
1) Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)
2) Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)
Tabel 2.1 Faktor-faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik
Faktor Intrinsik Faktor Eksrtrinsik Kondisi fisik dan neuropsikiatrikPenurunan visus dan pendengaran Perubahan neuromuskular, gaya
berjalan, dan reflek postural karena
proses menua
Obat – obatan yang diminumAlat – alat bantu berjalanLingkungan yang tidak mendukung(berbahaya)
2.3.3 Instrumen Penilaian Resiko JatuhCara penilaian Resiko jatuh pada lansia dengan Tinetti Balance and Gate :
1. Posisi Duduka. Belajar atau slide di kursib. Stabil dan aman
2. Berdiri dari kursia. Tidak mampu tanpa bantuanb. Mampu, tetapi menggunakan kekuatan lenganc. Mampu berdiri spontan, tanpa menggunakan lengan
3. Usaha untuk berdiria. Tidak mampu, bila tanpa bantuan
40
b. Mampu, tetapi lebih dari 1 upayac. Mampu dalam satu kali upaya
4. Berdiri dari kursi (segera dalam 5 detik pertama)a. Tidak kokoh (Goyah, terhuyun-huyun, tidak stabil)b. Kokoh, tetapi dengan alat bantu (walker atau tongkat, pegangan
sesuatu)c. Berdiri tegak, kaki rapat tanpa alat bantu/pegangan
5. Keseimbangan berdiria. Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil)b. Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua kaki > 4 inci) atau
menggunakan alat bantu (walker atau tongkat, pegangan sesuatu)c. Berdiri tegak, jarak kaki berdekatan, tanpa alat bantu / pegangan
6. Subjek dalam posisi maksimum dengan kaki sedekat mungkin,
kemudian pemeriksa mendorong perlahan tulang dada 3x dengan telapak
tangana. Mulai terjatuhb. Goyah / Sempoyongan, tapi dapat mengendalikan diric. Kokoh berdiri (stabil)
7. Berdiri dengan mata tertutup (dengan posisi seperti no.6)a. Tidak kokoh (goyah, sempoyongan)b. Berdiri kokoh (stabil)
8. - Berbalik 360o
a. Tidak mampu melanjutkan langkah (berputar)b. Dapat melanjutkan langkah (berputar) - Berbalik 360o
c. Tidak kokoh (goyah, sempoyongan)d. Berdiri kokoh (stabil)
9. Duduk ke kursia. Tidak aman (kesalahan mempersepsikan jarak, langsung menjatuhkan
diri ke kursi)b. Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak secara perlahanc. Aman, gerakan perlahan - lahan10. Melakukan perintah untuk jalana. Ragu – ragu, mencari objek untuk dukunganb. Tidak ragu – ragu, mantap, aman
11. 11.1 Ketinggian kaki saat melangkaha. Kaki kanan :
- kenaikan tidak konstan, menyeret, atau mengangkat kaki terlalu
tinggi > 5 cm- konstan dan tinggi langkah normal
b. Kaki kiri :
41
- kenaikan tidak konstan, menyeret, atau mengangkat kaki terlalu
tinggi > 5 cm- konstan dan tinggi langkah normal
11.2 Panjang langkah kaki :a. Kaki kanan :
- Langkah pendek tidak melewati kaki kiri- Melewati kaki kiri
b. Kaki kiri :- Langkah pendek tidak melewati kaki kanan - Melewati kaki kanan
12. Kesimetrisan langkah a. Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak samab. Panjang langkah kaki kanan dan kiri sama13. Kontinuitas langkah kakia. Menghentikan langkah kaki diantara langkah (langkah – berhenti –
langkah)b. Langkah terus – menerus/berkesinambungan
14. Berjalan pada jalur yang di tentukan atau koridora. Penyimpanan jalur yang terlalu jauh b. Penyimpanan jalur ringan / sedang / butuh alat bantuc. Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu15. Sikap tubuh saat berdiri a. Terhuyun – huyun, butuh alat bantub. Tidak terhuyun – huyun, tapi lutut fleksi / kedua tangan di lebarkanc. Tubuh stabil, tanpa lutut fleksi dan meregangkan tangan16. Sikap berjalana. Tumit tidak menempel lantai sepenuhnyab. Tumit menyentuh lantai.