8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hematologi Rutin
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang
mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang
terfikasi dalam tubuh dan lingkaran luar (Silvia A. Price & Lorraine M. Wilson :
2005). Spesimen darah sering digunakan untuk pemriksaan hematologi rutin.
Hematologi rutin adalah pemeriksaan rutin dan lengkap yang mencakup sel-sel
darah dan bagian-bagian lain dari darah, yang meliputi pemeriksaan haemoglobin,
jumlah eritrosit, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, RDW, leukosit, hitung jenis
dan trombosit (Niki Diagnostic Center, 2011). Pada pemeriksaan hematologi rutin
(darah lengkap) selalu menggunakan sampel darah segar.
Darah segar ( fresh whole blood ) merupakan kontrol yang ideal untuk
pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologi identik dengan
material yang akan diperiksa (Van Dun, 2007).
2.2 Hitung Jenis Trombosit
Pemeriksaan darah hematologi lengkap (biasanya dirujuk sebagai hitung darah
lengkap), mencakup indeks sel darah merah, hitung leukosit dan jenis hitung
trombosit, pemeriksaan apus darah, dan Laju Endap Darah (LED) (Niki
Diagnostic center, 2013). Hasil normal lengkap pada pemeriksaan darah lengkap
dan profil biokimia, menunjukkan tampaknya tidak ada penyakit infeksi atau
peradangan. Adanya penyakit keganasan yang samar-samar, yang menyebabkan
9
gejala sistemik, hampir selalu menghasilkan perubahan hematologi reaktif. Salah
satu parameter dari pemeriksaan hematologi rutin adalah hitung jenis trombosit.
2.2.1 Pengertian Trombosit
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi
setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam
sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh
trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. Produksi trombosit
mengikuti pembentukan mikrovesikulus dalam sitoplasma sel yang bersatu
(koalesensi) membentuk membrane batas pemisah (demarkasi) trombosit.
Produksi trombosit berada dibawah kontrol zat humoral yang dikenal sebagai
trombopoietin. Hitung trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/L (batas 150-
400 x 109/L). (KEMENKES, 2011).
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4 µm, yang terdapat dalam
sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah,
jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm kubik darah,
tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan
kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut
megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopoetin (Brunner & Suddarth,
2002).
Secara ultrastruktur trombosit dapat dibagi atas zona perifer, zona sol gel dan zona
organella. Zona perifer terdiri atas glikokalik, suatu membran ekstra yang terletak di
bagian paling luar; di dalamnya terdapat membran plasma dan lebih dalam lagi
terdapat sistem kanal terbuka. Zona sol gel terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen,
sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain itu juga terdapat
10
trombostenin, suatu protein penting untuk fungsi kontraktil. Zona organella terdiri
atas granula padat, mitokondria, granula α dan organella (lisosom dan retikulum
endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin, serotonin,
katekolamin dan faktor trombosit. Sedangkan granula α berisi dan melepaskan
fibrinogen, PDGF (Platelet-Derived Growth Factor), enzim lisosom.
2.2.2 Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera
vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut. Fungsi utama
trombosit adalah pembentuk sumbatan mekanis selama respon haemostati normal
terhadap luka vascular. Darah yang sudah tersimpan lebih dari 24 jam tidak lagi
mengandung trombosit yang masih berfungsi atau faktor koagulan V dan VIII
dalam jumlah. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui
pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi
serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya. (Brunner &
Suddarth, 2002). Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP.
Proses ini bersifat reversibel, yang terlihat sebagai gelombang pertama pada tes
agregasi trombosit. Bila konsentrasi ADP makin meningkat, terjadilah agregasi
trombosit. Selain ADP, juga dilepas serotonin, yang menyebabkan vasokonstriksi,
sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan pembentukan sumbat
hemostatik primer, yang terdiri atas trombosit dan fibrin. Pada kondisi dimana
kadar ADP mencapai titik kritis, terjadilah pengaktifan membran fosfolipid (PF3),
yang bersifat ireversibel dan tampak sebagai gelombang kedua dalam grafik tes
agregasi trombosit. Membran fosfolipid ini memfasilitasi pembentukan kompleks
protein koagulasi yang terjadi secara berurutan.
11
Gambar 2.1 Gambar 2.1. Fungsi Trombosit
AMP siklik merupakan modulator kunci fungsi trombosit. Peranan dari senyawa
ini adalah menggabungkan protein yang tergantung AMP siklik, untuk
membentuk aktivitas kinase. Kinase sendiri berfungsi untuk fosforilasi protein
reseptor, yang akhirnya mengikat kalsium. Apabila kalsium dalam sel trombosit
terikat, trombosit bersifat hipoagregrasi. Epinefrin, trombin, kolagen dan
serotonin menghambat enzim adenilat siklase, yang bertanggungjawab untuk
konversi ATP menjadi AMP siklik. Hambatan ini mengakibatkan penurunan
12
konsentrasi kinase, penurunan fosforilase protein reseptor, peningkatan ion
kalsium, yang akhirnya berakibat hiperagregrasi trombosit.
Enzim yang bertanggung jawab mengubah AMP siklik menjadi bentuk inaktif
adalah fosfodiesterase. Enzim ini dapat dihambat oleh obat antitrombosit
dipiridamol sehingga AMP siklik, kinase dan protein reseptor yang telah
mengalami fosforilase meningkat dan akibatnya kalsium dalam trombosit akan
terikat sehingga trombosit menjadi hipoaktif
Gambar 2.2. Reaksi biokimiawi dalam sel trombosit
Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan sekresi isi granula trombosit,
yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, β-tromboglobulin, dan
faktor penetral heparin (faktor trombosit 4). Kolagen dan trombin mengaktifkan
13
sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang
mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat
(yang menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel) dari membran, yang
menyebabkan pembentukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A2, yang
menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik (cAMP) dalam trombosit serta
mencetuskan reaksi pelepasan. Tromboksan A2 tidak hanya memperkuat agregasi
trombosit, tetapi juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi
pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit. Salah
satu zat yang berfungsi demikian adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh
sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang
kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal.
ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit
yang beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit
membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan
untuk melekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan
lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak ADP dan tromboksan A2 yang
menyebabkan agregasi trombosit sekunder. Proses umpan balik positif ini
menyebabkan terbentuknya massa trombosit yang cukup besar untuk menyumbat
daerah kerusakan endotel.
Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut, fosfolipid membran yang
terpajan (faktor trombosit, platelet faktor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam
kaskade koagulasi, yang bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase)
melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua
14
(protrombinase) menghasilkan pembentukan trombin dari interaksi faktor Xa, Va,
dan protrombin (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk
konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting. Konsentrasi ADP
yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan, dan protein
kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversibel pada trombosit-trombosit
yang beragregasi pada lokasi cedera. vaskular. Trombin juga mendorong
terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat
trombosit yang terbentuk. Platelet Derived Growth Factor (PDGF) yang
ditemukan dalam granula spesifik merangsang sel-sel otot polos vaskular untuk
memperbanyak diri, dan ini dapat mempercepat penyembuhan vaskular setelah
cedera.
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah dapat lisis akibat
mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah yang menyebabkan
terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari
pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat timbul
akibat kerusakan endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan membetuk
emboli. Emboli tersebut mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan
fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah
sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak
tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan
pembuluh darah tersebut bila timbul di pembuluh darah otak akan menyebabkan
stroke iskemik, dan bila timbul di jantung dapat menimbulkan sindroma koroner
15
akut, sedangkan bila timbul di daerah ekstermitas menimbulkan penyakit arteri
perifer.
2.2.3 Peran Trombosit pada perdarahan
Mekanisme yang menghentikan perdarahan terdiri atas tiga fase. Pada fase
pertama, fase vaskuler, pembuluh yang cedera segera berkonstitusi. Spasme
pembuluh darah ini sudah mencukupi pada perdarahan kapiler. Pada fase kedua,
atau fase trombosit, trombosit akan teragregasi disekitar tempat perdarahan. Sel
kecil ini dengan cepat tertarik ke endothelium yang cedera dan membentuk
sumbatan longgar. Sumbatan trombosit efektif menghentikan perdarahan dari
pembuluh darah kecil seperti venula, dan merupakan perlindungan sementara
pada cedera yang lebih besar. Fase ketiga atau fase koagulasi, dimulai melalui
jarak intrinsic maupun ekstrinsik. Reaksi berantai akan terjadi dimana protein
darah secara berurutan teraktivasi sampai faktor Xa terbentuk. Pada titik ini,
faktor Xa akan berinteraksi dengan faktor V, kalsim, dan substansi trombosit
untuk merubah protrombin menjadi thrombin.
Benang-benang fibrin akan terbentuk disela-sela sumbatan trombosit. Bekuan
fibrin kemudian distabilisasi lebih lanjut oleh pembentukkan ikatan antara
molekul-molekul, yang dikatalisasi oleh protein plasma lainnya, faktor VIII.
Kemudian pembuluh yang rusak akan tertambal dan aliran darah didaerah itu akan
melambat. Pada akhirnya sebagian besar bekuan fibrin akan mengalami lisis atau
dilarutkan oleh system protein plasma lain (sistemplasmin), yang mengakibatkan
fibrinolisis.
16
2.2.4 Kelainan Fungsi Trombosit
Kelainan perdarahan dapat disebabkan oleh kekurangan trombosit ataupun faktor
pembekuan dalam sirkulasi darah. Fungsi trombosit dalam plasma darah dapat
terganggu akibat insufisiensi sumsum tulang, kerusakan limfa meningkat, atau
abnormalitas trombosit beredar (Brunner & Suddarth, 2002).
Kelainan fungsi trombosit dicurigai pada pasien yang memperlihatkan perdarahan
kulit dan mukosa serta pada orang dimana waktu perdarahan memanjang
walaupun hitung trombosit normal. Kelainan ini bisa oleh karena herediter atau
akuisita. Kelainan herediter jarang dapat menghasilkan cacat pada setiap fase
berbeda reaksi trombosit yang menyebabkan pembentukkan sumbat trombosit.
Kelainan herediter seperti: penyakit Pool simpanan trombosit, trombastenia
(penyakit Glanzmann), syndrome Bernard-Soulier, dan penyakit Von Willebrand.
Sedangkan untuk kelainan akuisita pada terapi aspirin, terapi sulfinpirazon,
hiperglobulinemia yang bersamaan dengan myeloma multiple atau penyakit
Weldenstorm, uremea pada penyakit hati dan kelainan mieloproliferatif. Pada
klien dengan tidak ada riwayat obat, jumlah megakariosit sumsum normal atau
berlebihan dan tak ada abnormalitas sumsum lainnya, ITP merupakan diagnosis
biasanya.
Ada beberapa faktor pengganggu dari hitung jenis trombosit, diantaranya yaitu :
jumlah trombosit umumnya meningkat pada dataran tinggi, setelah olahraga,
trauma atau dalam keadaan senang dan dalam musim dingin. Nilai trombosit
umumnya menurun sebelum menstruasi dan selama kehamilan. Yang harus
diwaspadai pada pemeriksaan Trombosit yaitu : pada 50% pasien yang mengalami
17
peningkatan trombosit ditemukan keganasan, pada pasien yang mengalami
peningkatan jumlah trombosit yang ekstrim (>100x103/mm3) akibat gangguan
myeloproliferatif, lakukan penilaian penyebab abnormalnya fungsi trombosit.
Nilai kritis trombosit, penurunan trombosit hingga < 20 x 103/mm3 terkait dengan
kecendrungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu perdarahan, peteki dan
ekimosis. Dalam kesehatanan penurunan jumlah trombosit dikenal dengan
trombositopenia.
Trombositopenia didefinisikan sebagai kondisi terjadinya penurunan jumlah
trombosit dari rentang normal populasi sehat. Umumnya rentang trombosit normal
adalah sekitar 150.000-400.000/µL. Kriteria penggolongan berat ringannya
trombositopenia telah dikembangkan oleh National Cancer Institute (NCI).
Kriteria ini menggolongkan berat ringannya trombositopenia sebagai derajat satu
jika jumlah trombosit sekitar 75.000-150.000/µL, derajat dua jika jumlah
trombosit sekitar 50.000- <75.000/µL, derajat tiga jika jumlah trombosit sekitar
25.000- <50.000/µL, dan derajat empat jika jumlah trombosit < 25.000/µL
(Sysmex, 2013). Sedangkan jumlah trombosit > 50 x 103/mm3 tidak secara umum
terkait dengan perdarahan spontan.
Ketika ditemukan hasil trombositopenia pada pemeriksaan darah subyek tanpa
tanda dan gejala trombositopenia, maka sangat diperlukan pengetahuan seorang
pemeriksa dalam menentukan apakah subyek tersebut benar-benar menderita
trombositopenia atau hanya suatu kasus trombositopenia palsu
(pseudothrombocytopenia). Kasus trombositopenia palsu dipemeriksaan
laboratorium umumnya disebabkan karena trombosit yang diperiksa menggumpal
18
karena terpapar antikoagulan EDTA. Oleh sebab itu perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan sediaan apus darah tepi dan jika telah dipastikan maka perlu
pengambilan sampel darah kedua untuk pengulangan pemeriksaan namun dengan
antikoagulan sitrat. Mekanisme terjadinya trombositopenia umumnya bisa
disebabkan karena gangguan produksi trombosit di sumsum tulang ataupun bisa
juga disebabkan karena pemakaian trombosit yang berlebihan karena berbagai
sebab (Sysmex, 2013).
Pasien dengan trombositopenia, jika hasil trombosit menurun sampai dibawah
20.000/mm3 maka gejala klinis yang akan muncul seperti : petekia, perdarahan
hidung dan pendarahan setelah pembedahan atau pencabutan gigi. Jika trombosit
kurang dari 5000/ mm3, dapat terjadi perdarahan system saraf pusat dan
gastrointestinal yang fatal (Brunner & Suddarth, 2002).
Sedangkan pada pasien dengan peningkatan jumlah trombosit dari nilai normal
atau dikenal dengan istilah trombositosis, memiliki gejala klinis seperti : anemi
ringan, lekositosis, perdarahan (epistaksis, easy bruising, petekie, spenonegali
ringan pada 40% penderita, splenonegali moderate pada 20-50% penderita,
hepatomegali, limfadenopati, ulkus peptikum,varises gaster dan esofagus, Gout
(Brunner & Suddarth, 2002).
Trombopoietin, suatu ligan reseptor faktorpertumbuhan megakariosit (c-mpl
/murine myeloproliferative leukemia virus), saat ini dikenal sebagai regulator
humoral utama produksi megakariosit dan trombosit. Trombopoietin
mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi
trombosit. Sitokin-sitokin lain (interlekin 1, interlekin 6, interlekin 11) juga
19
mempengaruhi produksi trombosit pada berbagai tingkat, kemungkinan bekerja
sinergi dengan trombopoietin.Trombosit matur berperan penting dalam regulasi
kadar trombopoietin plasma. Trombosit mempunyai reseptor terhadap
trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi trombopoietin dari plasma. Pada keadaan
trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma karena
berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar
trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis. Sebaliknya pada
keadaan tombositosis, deplesi plasma trombopoietin akan menurunkan
megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini mengatur produksi trombosit.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Laboratorium
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pemeriksaan laboratorium. Faktor-
faktor tersebut yaitu : variasi analitik dan non analitik. Yang termasuk dalam
variasi analitik adalah peralatan, metode, bahan pemeriksaan dan reagen. Yang
termasuk variasi non analitik terbagi menjadi tiga : preanalitik, analitik dan pasca
analitik.
Preanalitik merupakan tahap awal yang sangat menentukan kualitas sampel yang
didapat, kemudian akan sangat mempengaruhi proses berikutnya yaitu proses
analitik dan pasca analitik (Buletin Prodia, 2007). Dalam proses preanalitik sering
terjadi kesalahan. yang terjadi sebelum spesimen pasien diperiksa untuk analit
oleh sebuah metode atau instrument tertentu. Kegiatan yang terkait dengan proses
preanalitik adalah ketatausahaan (clerical), persiapan pasien (patient preparation),
20
pengumpulan spesimen (spesimen collection) serta penanganan sampel (sampling
handling) (Sukorini, dkk, 2010).
Analitik adalah tahap pengerjaan sampel sampai diperolehnya hasil pemeriksaan
(Buletin Prodia, 2007). Sama halnya dengan preanalitik, pada tahap analitik juga
rentan terjadi kesalahan. Kesalahan- kesalahan analitik yang terjadi selama proses
pengukuran sering disebabkan oleh kesalahan sistematis. Kegiatan yang terkait
dengan proses analitik adalah reagen (reagent), peralatan (instrumens), control
dan bahan bakuan (control and standart), serta ahli teknologi (technologist)
(Sukorini dkk, 2010). Pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang
dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar-
benar valid (Buletin Prodia, 2007). Kesalahan pasca analitik terjadi setelah
pengambilan sampel, proses pengukuran dan mencakup kesalahan seperti
kesalahan penulisan (Sukorini, dkk, 2010). Secara ringkas penjelasan tersebut
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
QUALITY CONTROL
.
Clerical Patient Sampling Specime Preparation Collection Handling Reagents Instruments Control Analytic Technologist &Standart Method
Calculation Method Clerical Information Evaluation Handling
Gambar 2.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pemeriksaan Laboratorium (Stamm,1982)
Non Analytical
Post Analytical
Pre Analytical
In Analytical
21
2.4 Preanalitik
2.4.1 Pengertian
Preanalitik yaitu tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima spesimen,
memberi identitas spesimen, mengambil spesimen, mengirimkan spesimen,
menyimpan spesimen sampai dengan menguji kualitas air/reagen/antigen-
antisera/media (DepKes RI,1997 dalam Riswanto, 2010).
2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Preanalitik
Ketelitian dalam memperhatikan hasil laboratorium sangat diperlukan. Jika hasil
pemeriksaan tidak sesuai dengan klinisi, ada kecendrungan untuk mengatakan
hasil pemeriksaan tersebut adalah kesalahan laboratorium tanpa memikirkan
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Ada beberapa keterangan - keterangan yang mungkin apabila tampaknya tidak ada
kesesuaian hasil laboratorium dengan yang diharapkan dan jika keputusan klinis
penting tergantung pada hasil laboratorium tersebut, maka pemeriksaan harus
diulang. (Gandasoebrata, 2006). Keterangan-keterangan tersebut adalah : Hasil
benar, tetapi signifikansinya hilang sehingga bisa menjadi bukti dari diagnose
yang dilupakan. Hasil benar, tetapi telah terpengaruh oleh variable-variabel dari
pasien, misalnya terapi, obat-obatan. Hasil benar, tetapi pasien termasuk salah
satu dari 5% orang normal yang diluar dua standard deviasi dari angka rata-rata.
Hasil benar, tetapi diberikan pada pasien yang salah. Kesalahan seperti ini dapat
dibuat pada beberapa titik sepanjang perjalanan penyakit. Berdasarkan
probabilitas-probabilitas ini, tampaknya bukan merupakan kesalahan lab tetapi
lebih pada kesalahan pengumpulan sampel atau kesalahan menempelkan label.
22
Hasil salah, ini dapat disebabkan oleh: masalah pengumpulan atau transportasi,
kesalahan computer atau petugas lab, kesalahan teknis, masalah dengan sampel,
misalnya interferensi terhadap tes dari variable pasien yang mempengaruhi
metode yang digunakan.
a. Mempersiapkan Pasien
Banyak faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium sehingga
persiapan pasien perlu diperhatikan. Pengirim pasien mempunyai tugas
memberitahukan kepada pasien mengenai persiapan yang perlu dilakukan
sebelum datang ke laboratorium.
Faktor-faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu:
(1) Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium
pada beberapa jenis pemeriksaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seperti pemeriksaan laju endap darah, dipengaruhi secara tidak langsung oleh
makanan dan minuman karena akan mempengaruhi reaksi dalam proses
pemeriksaan sehingga hasilnya menjadi tidak benar. Konsumsi alkohol juga dapat
menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar analit. Perubahan cepat
dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam setelah konsumsi alkohol dan akibat yang
terjadi adalah peningkatan kadar glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis
metabolik.
Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl transferase
(gamma-GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV. Cafein menyebabkan
hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim dalam darah akan meningkat
23
karena terjadi hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis
lekosit, hematokrit, elektrolit. Beberapa makanan yang memiliki kandungan zat
besi yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kadar zat
besi lebih tinggi daripada susu sapi (Estridge et al. 2000). Zat besi tersebut akan
digunakan untuk membentuk gugus heme dari haemoglobin oleh sel darah merah
dalam sumsum tulang belakang (Silverthorn, 2009).
Dari penjelasan diatas tidak disebutkan bahwa makanan dan minuman dapat
mempengaruhi nilai trombosit.
(2) Obat-Obatan
Yang diberikan baik secara oral, maupun cara lainnya akan menyebabkan
terjadinya respon tubuh terhadap obat tersebut. Ada beberapa contoh obat yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Obat-obat yang dapat
menurunkan hasil hemoglobin diantaranya: antibiotika, aspirin, obat-obat
antineoplasma, doksapram (Dopram), Indometasin (Indocin),
sulfonamida,primaquin, rifampin, trimetadion (Tridione). Sedangkan obat-obat
yang dapat meningkatkan hasil haemoglobin diantaranya: metildopa (Aldomet),
gentamisin (Kee, 2012).
Obat-obatan yang dapat menurunkan nilai leukosit yaitu: Antibiotik (Penicillin,
sefalotin, kloramfenikol), asetaminofen (Tylenol), sulfonamid, propiltiourasil,
barbiturate, agen kemoterapi kanker, diazepam (valium), diuretic
(furosemide;Lasix, asam etakrinik; Edecrin, klordiazepoksid (Librium), agen
hipoglikemi oral, indometasin (Indocin), metildopa (Aldomet), rifampin,
fenotiazin. Untuk obat-obatan yang dapat meningkatkan nilai leukosit
24
diantaranya: Aspirin, antibiotic (Ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisillin,
tetrasiklin, vankomisin, streptomisin), komponen emas, prokainamid (Pronestil),
triamteren (Dyrenium), alopurinol, kalium yodin, hidantoin derivative, sulfonamid
9kerja lama), heparin, digitalis, epinefrin, litium (Kee, 2012).
Obat-obatan yang terbukti mempengaruhi fungsi trombosit seperti: Aspirin,
digunakan luas pada trombositosis di mana ini nyata efektif dalam mencegah
thrombosis. Pada orang yang telah menderita serangan iskhemik selintas
(transientischaemic attack), aspirin ditunjukkan mengurangi secara bermakna
insiden serangan selanjutnya, “major stroke”, dan kematian. Sulfin pirazon dapat
menurunkan frekuensi kematian mendadak pada pasien yang mrninggalkan rumah
sakit setelah infark miokard. Dipiridamol telah ditunjukkan mengurangi
komplikasi tromboemboli pada pasien dengan klep jantung buatan dan
memperbaiki hasil dalam mencakup operasi”by pass” (Kee, 2012). Selain itu obat
seperti heparin, kinin, antineoplatik, penisilin, asam valproat juga dapat
menyebabkan trombositopenia. Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit
peningkatan (kementrian Kesehatan RI, 2011)
Untuk mengetahui konsumsi obat sebelum pemeriksaan laboratorium, petugas
menanyakan nama obat yang dikonsumsi oleh pasien. Jika minum obat, maka
peneliti mencatat pada lembar check list persiapan preanalitik yang telah
disediakan.
(3) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan perubahan kadar substrat dan enzim pada laju
endap darah, hemoglobin dan hitung sel darah. Aktifitas fisik dapat menyebabkan
25
shift volume antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial,
kehilangan cairan karena berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya
akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta
terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase, GOT,
LDH, hemoglobin, hitung sel darah dan produksi urine.
Olahraga berat dapat menguras energi yang menghasilkan persenyawaan,
adenosine Triphosphate (ATP) dari sel otot. Aktivitas fisik seperti berlari, naik
turun tangga dalam jangka waktu lama atau melakukan aktivitas berat (olahraga
gym atau marathon) pada malam hari sebelum pengambilan darah (Narayanan,
2000). Aktifitas fisik menurut Recommenden Dietary Allowances (RDA) dalam
Penelitian yang berjudul Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji
(Fastfood), dan Keterpaparan Media Serta Faktor-Faktor Lain Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-Azhar 1 jakarta Selatan oleh
Nuri Rahmawati tahun 2009, aktifitas fisik dibedakan dalam beberapa kategori
seperti :istirahat, sangat ringan, ringan, sedang dan berat.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan dalam kategori tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Istirahat : tidur, berbaring atau bersandar
b. Sangat ringan : duduk dan berdiri, melukis, menyetir mobil, pekerja
laboratorium, mengetik, menyapu, menyetrika, memasak, bermain kartu dan
bermain alat music
c. Ringan : berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph, bekerja di bengkel, pekerjaan
yang berhubungan dengan listrik, tukang kayu, pekerjaan yang berhubungan
26
dengan restoran, membersihkan rumah, mengasuh anak, golf, memancing dan
tenis meja.
d. Sedang : berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut rumput dan
mencangkul, menangis dengan keras, bersepeda, ski, tenis dan menari.
e. Berat : berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah, basket, panjat
tebing dan sepak bola
Aktivitas fisik yang mempengaruhi hasil trombosit adalah aktifitas ringan-berat.
Sesuai dengan penjelasan kegiatan-kegiatan yang dikategorikan dalam aktivitas
fisik ringan-berat, merupakan kegiatan-kegiatan yang menghabiskan energy dan
bisa memicu lelah, berkeringat, perubahan tanda vital seperti nadi bahkan
mungkin tekanan darah.
Untuk mengetahui aktivitas fisik pasien, petugas menanyakan kepada pasien
aktivitas fisik yang dilakukan sebelum pengambilan darah.
(4) Trauma
Dalam hal ini trauma yang dimaksud adalah trauma yang menyebabkan
perdarahan. Luka perdarahan akan menyebabkan antara lain terjadinya
penurunan kadar substrat maupun aktivitas enzim yang akan diukur termasuk
kadar haemoglobin dan hematokrit. Hal ini disebabkan karena terjadi pemindahan
cairan tubuh ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya
pengenceran darah. Konsentrasi Hemoglobin berfluktuasi pada pasien yang
mengalami perdarahan dan luka bakar. Sel darah merah dan leukosit juga akan
meningkat pada paien dengan trauma luka bakar.
27
Trauma yang mengakibatkan perdarahan spontan dalam jangka waktu yang lama
akan mengakibatkan penurunan trombosit dibawah 20.000. Pasien dengan
peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis akan dapat menurunkan
konsentrasi trombosit dalam darah (Kementrian Kesehatan, 2011). Keadaan tubuh
yang mengalami trauma (perdarahan), trombosit berperan mencegah tubuh
kehilangan darah akibat perdarahan dan melakukan fungsi utamanya didinding
pembuluh darah.
Berdasarkan perdarahan yang terjadi dapat diklasifikasikan perdarahan kelas I
sampai kelas IV. Perdarahan Kelas I, terjadi perdarahan sampai 15% dari volume
darah (kurang dari 750cc) sehingga tidak ada tanda-tanda perubahan pada tekanan
darah dan nadi. Perdarahan kelas II, perdarahan terjadi antara 15-30% dari volume
darah (perdarahan 750-1500cc pada dewasa) sehingga mulai terjadi penurunan
tekanan nadi dan takipnea. Perdarahan kelas III, perdarahan terjadi 30-40%
(perdarahan kira-kira 2000cc) sehingga terjadi takikardia, takipnea dan mulai
menimbulkan kelainan perfusi. Perdarahan kelas IV, terjadi perdarahan lebih dari
40% sihingga terjadi kehilangan kesadaran, nadi dan tekanan darah tidak dapat
ditentukan. Berdasarkan kelasnya, perdarahan kelas II-IV dapat mempengaruhi
nilai trombosit, karena dari gejala klinis yang muncul pada pasien dengan
perdarahan kelas II-IV mencerminkan terjadinya perubahan substrat dan analit
dalam darah (Tabrani Rab, 2000).
Seperti diketahui bahwa waktu perdarahan belum kelihatan memanjang jika
jumlah trombosit belum mencapai < 100.000/µL, namun pada jumlah trombosit <
20.000/µL maka mulai tampak manifestasi klinis sedangkan pada jumlah
28
trombosit < 10.000/µL dapat terjadi perdarahan spontan, misalnya pendarahan
gusi, epistaksis, menoragia. Oleh sebab itu jumlah trombosit berperan penting
sebagai faktor prediksi risiko perdarahan (Sysmex, 2013).
Trauma perdarahan dapat kita ketahui dengan bertanya kepada pasien, apakah
pasien sempat mengalami trauma yang mengakibatkan perdarahan sebelum
pemeriksaan laboratorium.
(5) Variasi Harian
Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dalam tubuh dari
waktu ke waktu yang disebabkan oleh fluktuasi harian (variasi diurnal). Variasi
ini bisa berpengaruh pada eosinofil yang jumlahnya akan lebih rendah pada
malam sampai pagi hari dibandingkan pada siang hari (Direktorat Laboratorium
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2004). Variasi diurnal yang terjadi antara
lain :
a) Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi
kadarnya daripada pagi hari.
b) Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga
apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya akan
lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.
c) Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh kadar
hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.
d) Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan
lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari.
e) Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam hari
29
f) Kalium, Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari.
Variasi diurnal dapat diketahui dengan melihat jam pengambilan darah. Karena
dari keterangan tersebut dapat diketahui bagaimana variasi diurnal pasien. Dari
penjelasan diatas, variasi diurnal tidak dijelaskan bahwa dapat mempengaruhi
trombosit.
(6) Stress
Ketika orang mengalami stress yang berat, akan memperlihatkan tanda-tanda
cepat lelah, sakit kepala, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual,
kelainan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Stress yang bersifat konstan dan
terus menerus akan mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam
memproduksi hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama
stress akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan terhadap system
homeostasis. Kortisol atau biasa disebut dengan steroid hormon mempengaruhi
sebagian besar dari system pertahanan tubuh, termasuk sel darah putih dan
molekul-molekul lain yang bertanggung jawab terhadap system imunitas.
Perasaan cemas merupakan salah satu respon individu dalam menghadapi stress.
Klasifikasi stress menurut Stuart dan Sundeen (2001) mengklasifikasikan tingkat
stress menjadi tiga, yaitu : stress ringan yang sering terjadi pada kehidupan sehari-
hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang terjadi. Stress sedang, pada tingkat ini
individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain
sehingga mempersempit lahan persepsinya. Stress berat, pada tingkat ini lahan
persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-
30
hal lain. Semua prilaku ditujukan untuk mengurangi stress dan keadaan ini
individu memerlukan banyak pengarahan.
Sebuah penelitian dengan subjek mahasiswi Fakultas Kedokteran di Pakistan pada
tahun 2002 menghasilkan perubahan yang kurang bermakna pada jumlah sel
darah merah, peningkatan trombosit dan netrofil serta terjadinya penurunan
jumlah eosinofil, limfosit dan monosit. Banyak stressor melibatkan aktivitas fisik,
namun pada manusia sebagian besar penyebabnya adalah aspek psikologis,
contohnya; frustasi, kebosanan, tekanan, trauma, konflik dan perubahan social.
Salah satu respon individu dalam menghadapi stress adalah perasaan cemas. Berat
ringannya cemas yang terjadi dapat diukur derajatnya dengan menggunakan
banyak cara, salah satunya adalah Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)
(Tim Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa FK UNDIP, 2006).
Pada penelitian ini, peneliti mengukur derajat kecemasan dengan menggunakan
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS). Suatu garis lurus yang mewakili tingkatan
kecemasan dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi kategori cemas yang dirasakan.
VAS dapat merupakan pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitif karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, dari pada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS pada nilai nol
dikatakan tidak ada kecemasan, nilai 10-30 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai
antara 40-60 cemas sedang, diantara 70-90 cemas berat, dan 100 dianggap panik.
31
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gambar 2.2 Skor Kecemasan VAS (the International Anesthesia Research Society, 2000)
Skor cemas yang mempengaruhi trombosit adalah 40-60 (cemas sedang), 70-90
(cemas berat) dan 100 (panik). Dikatakan mempengaruhi trombosit karena pada
tingkat cemas sedang-panik, banyak stressor yang mempengaruhi sehingga
melibatkan aktivitas fisik. Dengan banyaknya aktivitas fisik yang dilakukan oleh
pasien sebagai cara pengalihan stress (cemas) maka akan memperlihatkan tanda-
tanda cepat lelah, sakit kepala, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah
seksual, kelainan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Seperti yang sudah
dijelaskan bahwa stress yang bersifat demikian akan mempengaruhi kerja kelenjar
adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon. Hormon utama stress akan naik
jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan terhadap system homeostasis.
b. Menerima Spesimen
Secara umum bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara
spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat
kondisi spesimen tersebut pada saat diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu
volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi.
Spesimen yang tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat hendaknya ditolak.
Dalam keadaan spesimen yang diterima tidak dapat ditolak (karena diterima
melalui pos) maka perlu dicatat dalam buku penerimaan spesimen dan formulir
hasil pemeriksaan.
32
c. Memberi Identitas Spesimen
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal penting. Baik pada
saat pengisian surat pengantar atau formulir permintaan pemeriksaan, pendaftaran,
pengisisan label wadah spesimen maupun pada formulir hasil pemeriksaan.
Pada surat pengantar atau formulir permintaan pemeriksaan laboratorium
sebaiknya memuat secara laengkap: tanggal permintaan, tanggal dan jam
pengambilan, identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas
spesimen, identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon), diagnosis atau
keterangan klinik, obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian, jenis
spesimen, lokasi pengambilan spesimen, volume spesimen, pemeriksaan
laboratorium yang diminta, nama pengambil spesimen, transport media atau
pengawet yang digunakan.
Label wadah spesimen yang akan dikirim ke laboratorium harus memuat:
tanggal pengambilan spesimen, identitas pasien atau identitas spesimen serta jenis
spesimen. Sedangkan untuk label wadah spesimen yang diambil dilaboratorium
harus memuat: tanggal pengambilan spesimen, nomor atau kode spesimen.
Keterangan lain yang dianggap perlu, misal: penjelasan mengenai persiapan
pasien yang tidak mungkin dilaksanakan, penjelasan hasil pemeriksaan hanya
berlaku untuk spesimen tersebut. Pada waktu pemberian identitas ini dapat terjadi
kekeliruan, terutama pada laboratorium dengan jumlah pasien atau spesimen yang
banyak.
33
d. Mengambil Spesimen
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan spesimen yaitu:
(1) Waktu Pengambilan
Pada umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari terutama untuk
pemeriksaan kimia klinik, hematologic dan imunologi. Karena pada umumnya
nilai normal berdasarkan nilai pada pagi hari. Namun ada beberapa pemeriksaan
yang waktu pengambilan spesimennya harus disesuaikan dengan perjalanan
penyakit dan fluktuasi harian.
(2) Volume Spesimen
Volume yang diambil harus mencukupi kebutuhan pemeriksaan laboratorium
yang diminta atau dapat mewakili objek yang diminta atau dapat mewakili objek
yang diperiksa.
Pengisian tabung dengan benar adalah salah satu persyaratan untuk analisis
laboratorium yang benar. Tabung harus diisi sesuai dengan volume tabung yang
dipersyaratkan. Ketidakcukupan pengisian tabung akan bisa memicu hasil MCV
dan RBC yang tidak benar. Bagaimanapun semua itu akan menyebabkan
perubahan morphologi dalam WBC dan RBC. Pengisian tabung yang berlebih
akan mengakibatkan rendahnya konsentrasi EDTA. Keadaan ini memicu adanya
bekuan.
34
Gambar 2.3 Sampel Darah EDTA dengan Volume Berbeda ( Sysmex, 2011) (3) Cara Pengambilan Spesimen
Pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga yang terampil dengan cara
yang benar, agar spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya. Untuk
memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti
berikut : Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling, lepaskan
jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi
hemolisis, untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel
ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik, pastikan jenis antikoagulan dan
volume darah yang ditambahkan tidak keliru, homogenisasi segera darah yang
menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan, jangan mengkocok
tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
35
(4) Lokasi Pengambilan
Sebelum pengambilan spesimen harus ditetapkan terlebih dahulu lokasi
pengambilan yang tepat sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Misalnya,
spesimen untuk pemeriksaan yang mengguanakan darah vena umumnya diambil
di vena cubiti daerah siku. Spesimen darah arteri umumnya diambil dari arteri
dipergelangan tangan atau femoralis daerah lipatan paha. Spesimen darah kapiler
diambil dari ujung jari tangan III atau IV bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3
bagian tepi telapak kaki atau cuping pada bayi. Jangan mengambil spesimen darah
pada ekstremitas yang terpasang infuse karena hemoglobin, hematokrit, lekosit,
trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infuse.
(5) Peralatan Untuk Pengambilan Spesimen
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat seperti:
bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia atau deterjen, terbuat dari bahan
yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen, mudah dicuci dari bekas
spesimen sebelumnya.
(6) Penghomogenan/Pencampuran
Penampungan sampel khususnya untuk tes hematologi memakai antikoagulan.
Antikoagulan yang lazim dipakai adalah garam Ethylen Diamine Tetra Acetate
(EDTA) seperti Na2 EDTE, K2EDTA dan K3EDTA. Yang lazim dipakai adalah
K3EDTA, yang dijual dalam bentuk tabung vakum. Darah dengan K3EDTA
menunjukkan stabilitas yang lebih baik karena pHnya mendekati pH darah.
Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan harus tepat karena bila darah
yang ditampung lebih banyak dari seharusnya akan didapatkan mikrotrombi
36
didalam penampung yang menyebabkan hitung trombosit menurun dan dapat
menyumbat alat. Bila darah yang ditampung lebih sedikit sehingga antokoagulan
yang ada berlebihan, akan mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai
hematokrit lebih rendah, Mean Corpuscular Volume (MCV) mengecil dan nilai
Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) akan meningkat
(Windarwati dkk, 2005).
Jika dasar-dasar pengambilan spesimen yang penghomogenannya tidak bagus
akan menghasilkan konsentrasi RBC yang tinggi dengan konsentrasi PLT yang
rendah. Yang kemudian muncul medis yang tidak masuk akal.
Kumpulan peraturan-peraturan dari SIS ( Sysmex Information System) Work Area
Manager for X-Class haematology systems mengevaluasi hasil tes secara otomatis
dalam berbagai kasus, yang mengungkapkan fakta-fakta dari kemungkinan
ketidakcukupan penghomogenan spesimen. Pada gambar 2.4 ditampilkan bahwa
pada hasil laboratorium sebelah kiri dengan penghomogenan sampel yang benar
sedangkan pada hasil laboratorium sebelah kanan dengan penghomongenan
sampel yang tidak benar. Kemudian hasil laboratoriumnya dibandingkan.
37
Gambar 2.4 Blood count of a patient on the KX-21N (left) – comparison of the results after correct and after poor mixing
d.Mengirimkan Spesimen
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain, sebaiknya dikirim dalam
bentuk yang relative stabil. Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan pengiriman
spesimen antara lain : kecepatan, tidak terkena sinar matahari langsung, kemasan
harus sesuai dengan keselamatan kerja, kemasan diberi label yang bertuliskan
“Bahan Pemeriksaan Infeksius” atau “Bahan Pemeriksaan Berbahaya”, suhu harus
diperhatikan yaitu jika spesimen memerlukan suhu dingin gunakan es dan jika
spesimen memerlukan beku dapat digunakan es kering.
e. Menyimpan Spesimen
Spesimen yang sudah diambil harus segera dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa, karena stabilitas spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang
38
mempengaruhi stabilitas spesimen antara lain : terjadinya kontaminasi oleh
kuman dan bahan kimia, terjadinya metabolisme oleh sel-sel hidup pada
spesimen, terjadinya penguapan, pengaruh suhu dan terkena paparan sinar
matahari. Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan
dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Beberapa cara
penyimpanan spesimen anatar lain : disimpan pada suhu kamar, disimpan dalam
lemari es dengan suhu 0ºC - 8ºC, penyimpanan spesimen lebih dari sehari harus
dalam lemari es dengan suhu -20ºC, dapat diberikan bahan pengawet dan untuk
penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat. Berikut
adalah syarat penyimpanan spesimen untuk pemeriksaan hematologi.
Tabel 2.1 Persyaratan Penyimpanan Sampel Hematologi
JENIS PEMERIKSAA
N
SPESIMEN ANTIKOAGULAN/
PENGAWET
WADAH MAKSIMUM BATAS
PENYIMPANAN JENIS JUMLAH
Hematokrit Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (6 jam)
Eritrosit Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (6 jam)
LED Westergren Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (2 jam)
LED Wintrobe Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (2 jam)
Lekosit Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (2 jam)
Haemoglobin Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Stabil
Sediaan apus darah
Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (1 jam)
Trombosit Darah 2 ml Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
Tabung plastik
Suhu kamar (1 jam)
Sumber : (Departemen Kesehatan RI, 1997 : 76 ) Mendapatkan sampel darah yang sesuai dengan prosedur merupakan bagian yang
penting dalam proses preanalitik. Dalam kenyataannya, salah satu alat yang kita
39
temukan sebagai persyaratan yaitu waktu dan metode pada kegiatan pengumpulan
spesimen untuk mendapatkan spesimen test darah yang akan mempengaruhi hasil
laboratorium hematologi.
Transportasi dan penyimpanan spesimen jarang diperhatikan sebagai bagian
subordinat dalam proses preanalitik. Namun, dalam hematologi ada beberapa
parameter yang harus segera atau dalam waktu singkat ditindak lanjuti setelah
darah diambil. Dengan memperhatikan bagian tersebut akan diperoleh hasil
laboratorium yang tepat dan sahih.
Berbagai sumber menjelaskan cara penyimpanan dari spesimen hematologi dalam
suhu ruang. Waktu penyimpanan ini tercantum dalam tabel di bawah. Waktu ini
bisa berubah-ubah sesuai dengan metode test atau teknologi atau tergantung dari
reagen yang digunakan oleh system analisis.
Tabel 2.2 Guidelines for Storage times of EDTA blood samples
PARAMETER PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG
PROSES PERANAN PENTING
Hematokrit 24 jam Meningkat Sel darah merah 12 jam Menurun Sel darah putih 24 jam Menurun Trombosit 12 jam Menurun Apusan Darah 3 jam WBC
Degenerasi
Sumber: (Sysmex, 2011: 1)
Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan intruksi dari pabriknya.
Persyaratan dasar untuk laboratorium diagnostic yang tepat dan handal merupakan
kesempurnaan fungsi dari system analitik dan preanalitik yang benar.
40
Tahap preanalitik selalu tidak diketahui kuantitasnya oleh laboratorium rutin
rumah sakit dan laboratorium pribadi. Karenanya kemudian muncul pertanyaan,
“Apakah kesalahan Preanalitik dapat teridentifikasi dalam hasil lab?” Dengan
menggunakan sampel percobaan akan ditunjukkan. Seperti contoh, abnormal
histograms/scattergrams dan atau kombinasi dari beberapa parameter bisa
mengindikasi kesalahan dalam preanalitik.