5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Tentang Perjuangan dan Nasionalisme
1. Pemahaman Tentang Nasionalisme di Media Film
Nasionalisme merupakan sebuah pemahaman mengenai sebuah aspek
tentang menciptakan serta mempertahankan kedaulatan dari sebuah negara dengan
cara mewujudkan suatu konsep tentang identity bersama ke sekelompok manusia
yang berusaha untuk berjuang. Kata Nasionalisme berawal dari kata nation yang
artinya bangsa yang memiliki 2 (dua) arti, yakni: antropologis dan sosiologis, dan
pengertian politis. Antropologis dan sosiologis memiliki arti yaitu bangsa ialah
suatu kelompok yang terdiri dari masyarakat independen yang memiliki bahasa,
agama, kesatuan ras, sejarah dan adat. Sedangkan didalam artian politik dijelaskan
bahwa masyarakat yang patuh dan menganggap kedaulatan negaranya sebagai
suatu kekuasaan tertinggi di luar dan didalam (Yatim, 1999: 57).
Dalam konteks ini, sejarah perjuangan rakyat daerah untuk lepas dari
kolonialisme dan untuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
manifestasi dari sikap politik untuk berada dalam sebuah “nation” yang disebut
Indonesia. Pemahaman yang baik terhadap sejarah perjuangan rakyat di daerah
untuk lepas dari kolonialisme dan untuk menjadi NKRI selayaknya menjadi
pondasi semangat nasionalisme masyarakat pada tiap daerah, dengan demikian
nasionalisme yang diliki setiap warga negara merupakan nasionalisme yang
mempunyai pijakan yang kokoh sehingga tidak mudah luntur oleh berbagai
tantangan yang muncul kemudian dan dituangkan didalam media massa. Dalam hal
ini penelitian ini mengkaitkan media film audio visual sebagai media massa dalam
6
kaitannya mengikat dan menyampaikan sikap Nasionalisme melalui media.
Terdapat 6 (enam) bentuk nasionalisme menurut Listyanti dan Setiadi (2008:34),
diantaranya yakni:
a. Nasionalisme kewarganegaraan (Nasionalisme Sipil), adalah nasionalisme
yang terbentuk karena negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi
aktif rakyatnya. Keanggotaan suatu bangsa bersifat sukarela. Bentuk
nasionalisme ini mula-mula dibangun oleh Jeanjacques Rousseau dan menjadi
bahan tulisannya. Di antara tulisannya yang terkenal adalah buku berjudul Du
Contract Social (Kontrak Sosial).
b. Nasionalisme etnis atau etnonasionalisme, adalah nasionalisme yang
terbentuk karena negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau
etnis sebuah masyarakat. Keanggotaan suatu bangsa bersifat turun- temurun.
c. Nasionalisme romantik (disebut pula nasionalisme organik, nasionalisme
identitas), adalah nasionalisme etnis yang terbentuk karena negara
memperoleh kebenaran politik sebagai suatu yang alamiah (organik) dan
merupakan ekspresi dari bangsa atau ras.
d. Nasionalisme budaya, adalah nasionalisme yang terbentuk karena negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan tidak bersifat turun-
temurun seperti kulit (ras) atau bahasa.
e. Nasionalisme kenegaraan, merupakan variasi nasionalisme
kewarganegaraan, yang sering dikombinasikan dengan nasionalisme etnis.
Dalam nasionalisme kenegaraan, bangsa adalah suatu komunitas yang
memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan kekuatan negara.
7
f. Nasionalisme agama, adalah nasionalisme yang terbentuk karena negara
memperoleh legimitasi politik dari persamaan agama.
2. Media Film sebagai Nilai Sebuah Perjuangan serta Nasionalisme
Nilai nasionalisme adalah sebuah inti, ilmu atau sebuah substansi yang ada
dalam kenyataan yang melekat secara intrinsik pada yang dinilai sebagai sebuah
sejarah yang kaitannya dengan kepahlawanan. Namun jika di tinjau kembali banyak
yang tidak memahami dan berupaya untuk memupuk sikap nasionalisme, sebagai
contoh seperti sejarah pada suatu daerah yg acapkali dipercaya kurang menarik
perhatian. Atas penjelasan tersebut Bambang Purwanto (2006) menyampaikan,
apabila prinsip-prinsip sejarah diadopsi, maka dapat diungkapkan jika semua
sejarah sesungguhnya adalah sejarah lokal.
Pada saat yang sama, disaat berkembangnya nasionalisme hal tersebut
berhasil membangun identitas baru didalam kerangka senagara-bangsa, sejarah
nasional hanyalah ekspresi politik dari sejarah lokal dalam dimensi spasial baru.
Sejarah nasional pada dasarnya adalah merupakan lokal yang dikumpulkan dalam
ruang yang lebih luas, sehingga paham dengan sejarah local yang menjadi upaya
untuk memupuk sikap nasionalis yang kepentingannya bisa disandingkan dengan
paham tentang sejarah nasional serta kepahlawanan.
Selain kepahlawanan, adapula peran budaya dalam era reformasi & pada era
digital mulai sadar atas fungsinya “sense of belonging dan nasionalisme”
(Wiriatmadja, 2012 :8). Diharapkan bahwa dalam kerangka republik Indonesia
yang bersatu, nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah akan dapat
membentuk karakter warga masing-masing daerah, menjadikannya lebih kuat dan
8
lebih maju, daripada hanya digunakan sebagai sarana pembagian di antara rekan-
rekan senegaranya. . Untuk mencapai hal ini, diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran secara sistematis melalui pendidikan.Diharapkan bahwa dalam kerangka
republik Indonesia yang bersatu, nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah
akan dapat membentuk karakter warga masing-masing daerah, menjadikannya
lebih kuat dan lebih maju, daripada hanya digunakan sebagai sarana pembagian di
antara rekan-rekan senegaranya. . Untuk mencapai hal ini, diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran secara sistematis melalui pendidikan.
2.2. Film
2.2.1. Pengertian Film
Film atau yang bisa disebut dengan gambar bergerak merupakan
komunikasi massa yang dominan dalam bidang visual . Menurut UU no 23 tahun
2009 film ialah seni budaya dan sarana komunikasi massa yang diolah atas kaidah
sinematografi menggunakan ataupun tidak menggunakan suara dan bisa
ditampilkan. Selain itu menurut Sobur dalam Oktavianus (2015:3) menjelaskan
bahwa film adalah bentuk komunikasi modern yang kedua yang ada di dunia
perfilman. Jika ditelaah melalui sisi ilmu komunikasi, film merupakan komunikasi
massa elektronik yang menampilkan audio visual diantaranya terdapat bunyi, kata,
ucapan, citra dan kombinasi dari semuanya.
Film memiliki fungsi yang sama menggunakan fungsi Komunikasi Massa,
lantaran film merupakan media komunikasi massa. Dampak film kepada jiwa
manusia, bukan hanya sesaat atau selama duduk dibioskop, namun terus sampai
ketika yang cukup lama. Misalnya peniruan terhadapa gaya berbaju atau gaya
potongan rambut. Hal itu disebut proses imitation. Kategori penikmat film yang
9
terpengaruh umumnya anak – anak muda, meski kadang - kadang orang dewasa
juga.
2.2.2. Pengertian dari Animasi
Dari arti kata, animasi merupakan program televisi atau movie yang
berrbentuk rangkaian gambar yg diigerakan secara mekanik elektronis, sebagai
akibatnya tampak dilayar sebagai bergerak. Animasi merupakan suatu bentuk
visualisasi dari sebuah desain yg bergerak dan elemen yg penting pada abad ke 20
ini. Lantaran animasi memberikan suatu suguhan baru bagi rakyat yang melihatnya.
Animation art is concerned with movement of the 20th century. It took till
this century to finally discover the art of movement (Ernest Pintoff, 1998:57).
A. Film Animasi
Dengan animasi dalam sebuah film, maka manusia bisa membuat benda yang
tidak hidup seakan hidup. Warna adalah unsur design yg bisa membuat munculnya
rasa haru, bahsgia, sediih, semangat, & lainnya. Warna jua sebagai karakteristik
spesial sebuah produk atau jasa. Didalam animasi warna merupakan penunjang
atau pendukung teks dan gambar. Bentuk teks yang dipakai dalam animasi harus
tampil utama dan proporsional dari desain animasi keseluruhan, tidak layak
diganggu oleh warna yang kontras serta gambar animasi yang menghalangi teks
tersebut, sehingga pesan dapat tersampaikan dengan jelas.
B. Konsep Dalam Film Animasi
Dalam pembuatan sebuah animasi memerlukan sebuah konsep animasi
kemudian pembuatan storyline. Pembuatan konsep dan storyline juga memerlukan
persiapan yang matang dalam proses pembuatan animasi. Selain itu perlunya
konsep dalam penggunaan warna yang cocok mempunyai daya tarik tersendiri
10
untuk sebuah design yang dibuat, diantaranya teknik keyframe, yaitu dengan cara
membuat frame diawal dan diakhirnya saja, selanjutnya personal komputer pada
hal ini pelaksanaan program (software) yang akan membuat frame - frame
diantaranya yg disebut inbetween, sehingga terbuatnya animasi yang lebih banyak.
Animasi personal komputer yaitu mampu berupa animasi 2 dimensi & animasi 3
dimensi, bedanya hanya animasi 2 dimensi masih memakai gambar manual, namun
animasi 3 dimensi pengerjaannya sebagian besar telah dilakukan di komputer.
2.2.3. Film sebagai Media Propaganda Kemerdekaan
Dalam sejarahnya film sejak pertama kali diperkenalkan di Indonesia, film
dianggap dapat mengubah pandangan dan perilaku orang. Film yang lahir di
perancis pada tahun 1895 masuk ke negeri Sakura pada tahun 1897. Tiga tahun
kemudian, barang ajaib yang bernama “gambar idoep” itu masuk ke Indonesia.
Lama kelamaan film yang didatangkan dari Barat dianggap mempertontonkan hal-
hal yang berpengaruh negatif bagi kaum pribumi dan dapat mengubah pandangan
dan perilaku mereka terhadap bangsa Barat. Guna mengantisipasi hal ini,
pemerintah kolonial untuk pertama kalinya mengeluarkan undang-undang
pengaturan film dan bioskop melalui “Bioscoop Ordonantie (Ordonansi Bioskop)”
pada tahun 1916. Dan terbentuklah Komisi Film yang “memiliki gunting besar dan
menggunting (film) dengan seenaknya saja (Jauhari, 1992: 21).
Usmar Ismail (2002) berpendapat bahwa pada masa pendudukan Jepang
rakyat Indonesia baru pertama kali menaruh perhatian pada fungsi film sebagai
sarana komunikasi sosial. Dengan memanfaatkan fasilitas Multifilm tersebut,
Sendenhan serta Jawa Eiga Kosha mulai membuat film berita yang berjudul “Djawa
Baharoe” setiap bulan. Kemudian, Nichiei melanjutkannya dengan “Berita Film di
11
Djawa” setiap dua mingguan. Pada awal tahun 1944, judul film itu diubah menjadi
“Nanpo Hodo Nyusu (Warta Berita Selatan)”. Film berita ini dibuat setiap dua
mingguan dalam dua versi, yaitu versi bahasa Indonesia dan bahasa Jepang, dan
menjadi salah satu alat propaganda andalan Sendenhan. Film-film berita yang rata-
rata berdurasi sepuluh menit itu dikirim juga ke pulau-pulau lain seperti Sumatra,
Celebes (Sulawesi), Bali, Borneo (Kalimantan), dan Nugini. Selain film berita,
Nichiei juga membuat film budaya (bunka eiga), film dokumenter, film cerita, dan
mengindonesiakan fim Jepang yang diimpor oleh Eihai.
2.3.Teori-Teori
2.3.1. Teori Representasi
Seperti yang dikemukakan oleh Stuart Hall bahwa teori representasi bisa
disebut juga sebagai teori primer yang menjadi dasar penelitian, yang terdiri dari
pemahaman bahasa untuk menjabarkan suatu yang penting kepada orang lain. .
Representasi merupakan hal penting dari proses yang makna
dibuat dan ditukarkan antar kelompok didalam suatu budaya (culture).
Representasi merupakan kegiatan menafsirkan pemikiran menjadi sebuah bahasa.
Stuart Hall dengan tegas mendefinisikan representasi menjadi proses produksi
makna yang memakai language sebagai representasi utama.
Representasi mempertemukan konsep yang berada di pikiran dan bahasa
sehingga dapat menemukan makna benda, suatu keadaan realita,dan sebuah
khayalan objek, dan juga keadaan dimana terdapat peristiwa yang tidak real
(fuctional). Ada dua metode untuk system representasi, diantaranya sebagai berikut:
12
1. Mental Respresentation yang mana seluruh objek, manusia dan keadaan
atau peristiwa dihubungkan oleh beberapa konsep yang dibawa kemanapun oleh
otak dan fikiran para khalayak.
Dengan tidak adanya concept, kita tidak dapat memaknai apa pun yang ada
di dunia ini. Maka, sanggup dijabarkan bahwa kita mampu merepresentasikan
apapun yang ada baik didalam benak ataupun diluar benak tergantung kepada
system konsep yang ada pada benak masing masing individu.
2. Bahasa (language), yang mengaitkan seluruh proses konstruksi
berdasarkan makna. Konsep-konsep dalam pikiran kita harus dijelaskan ke bahasa
universal, hal tersebut mampu menyambungkan konsep & wangsit kita
menggunakan bahasa tertulis, bahasa tubuh, bahasa berkaitan dengan mulut. Tanda
(Signs) itu yang merepresentasikann persepsi yang akan dibawa kemanapun pada
fikiran kita dan dengan bersamaan membangun sistem arti (meaning sistem) dalam
kebudayaan (culture) menurut sebuah bangsa dan negara.
Teori representasi dibagi jadi tiga teori antara lain (1) reflective approach
yaitu mengartikan bahwasanya bahasa yang digunakan layaknya cermin yang
memantulkan arti sesungguhnya. Pada abad 4 SM, bangsa Yunani mengartikannya
menjadi mimetic. Sebagai contoh mawar yang memiliki arti mawar, tidak terdapat
arti llain. (2) International approach, disini Bahasa dipakai untuk mengekpresikan
arti diri dari seorang pelukis, penulis, dan lain -lain. Ada kekurangan pada
pendekatan ini yaitu menganggap bahasa adalah permainan private, (3)
Constructionist approach ialah pendekatan pemanfaatan penggunaan bahasa atau
sistem apa saja agar merepresntasikan konsep.
13
2.3.2 Teori Retorika (Public Speaking)
Istilah Public speaking berawal dari istilah “retorika”. sebutan retorika dapat
ditemui dalam pebendaharaan Inggris dengan kata rhetoric yang mempunya arti
kepintaran dalam berbicara atau berpidato (Suhandang,2009: 25). Menurut Hornby
dan parnwell (1961:364) menjabarkan dalam seni, retorika harus menggunakan
bahasa yang mengesankan, tulisan ataupun lisan yang baik (Suhandang, 2009:25).
Istilah “retorika” mulai bergeser menjadi Speech communication, oral
commonuication, dan selanjutnya lebih dikenal dengan public speaking.
Dari pendapat Littlejohn (2008: 50), “These were the elements involved in
preparing a speech; the rhetor is concerned with the discovery of ideas, their
organization, choices about how to frame those ideas in languange, and finally,
issues of delivery and memory.” Retorika diartikan menjadi seni yang dapat
membangun obrolan dan pembicaraan (the art of constrcting arguments and
speechmsking). Saat ini, retorika juga melingkupi proses kepada “menyesuaikan ide
dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan”.
Teori retorika memiliki konsep yakni salah satu cara atau teknik bujuk rayu
dengan cara persuasi untuk membuat bujukan menggunakan karakter obrolan,
emosioanal atua pembahasan. Didaalam aktivitas berucap manusia dalam
kehidupan bermasyarakat selalu melibatkan kasus permasalahan retorika. Asumsi
Teori Retorika pembicaraan yang efisien harus melihat kadaan audiens. Asumsi ini
menuju pada konsep analisis khalayak (sasaran audience analysis). Inductive
reasoning merupakan proses menyampaikan pesan dari historis & hipotesis, maka
dari itu, hal tersebut membuat khalayak menarik konklusi umum.. Penalaran
deduktif adalah keinginan orang untuk mengungkapkan informasi dalam bentuk
14
proposisi umum, sehingga menciptakan audiensi dapat menarik kesimpulan
khusus.
2.4. Analisis Isi Kualitatif
Analisis isi digunakan sebagai alat identifikasi sistematis konten
komunikasi yang tampak atau terlihat (manifest), secara objektif, tepat, reliable,
dan dapat disalin. Analisis Isi (Eriyanto, 2015: 15). Analisis isi adalah proses uji
sistematis namun juga bisa direplikasi dari symbol-simbiol komunikasi, yang mana
symbol ini diberikan nilai angka dari penguukuran yang cocok dan analisis
memakai metode statisik yang bertujuan untuk memaparkan isi komunikasi,
mengambil kesimpulan dan menrauh konteks produksi atau konsumsi Riffie,
Lacy & Fico (1998: 20)
Metode Kualitatif merupakan penelitian berdasar pada filsafat positivisme,
dan dipakai saat kondisi objek alamiah, yang mana disini peneliti merupakan
instrumen kunci, cara mengumpulkan data akan dilaksanakan secara triangulasi,
lalu analisis data menggunakan metode induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatf memfokuskan arti dari pada generalisasi. (Prof. Dr. Sugiono, 2016:06).
Peneliti menganalisis mamakai beberapa kategori dan data-data tersebut
diklasifikasikan dengan karakteristik khusus dan memprediksi menggunakan teknis
analisis tertentu juga. Lambang/simbol merupakan simbol-simbol yang muncul
dalam kejadian. Klasifikasi data melalui lambang/simbol guna mengetahui makna
satuan yang berkaitan oleh tujuan dan menyusun kategori dari setiap kategori
analisis dan mencari hubungan satu dengan yang lain untuk menemukan makna,
arti dan tujuan. Prediksi atau menganalisis data adalah menganalisa guna
mengetahui arti dari data yang dikumpul, yakni mendapatkan pola tema, koneksi
15
persamaan, hipotesis dan setelah itu diimplementasikan ke kesimpulan yang masih
memiliki sifat tentatif.
berikut penjelasan teknik content Analysis pada gambar dibawah ini:
Analisa Konten (Content Analysis) secara induktif dalam penelitian
kualitatif adalah mekanisme dengan tujuan menemukan konsep, tema, ataupun
contoh menurut interpretasi analisis. Berbeda menggunakan analisis secara
deduktif yang mana buat menguji sebuah hipotesis, perkiraan maupun teori yanng
sebelummya telah dikonstruksi. Analisa menggunakan induktif mempunyai
beberapa kelebihan, yakni:
a. Memandatkan data ementah dan majemuk ke format ringkasan
b. Berguna membangun koneksi yang kentara antara tujuan penelitian dan
kompendium buat menetapkan transparansi dan menjustifikasikan interaksi
ini menggunakan tujuan padapenelitian.
c. Menguraikan bentuk/teori masalah struktur,prosedur dan pengalaman
yangg mendassari temuan menurut analisa data teks
Peneliti yang memakai analisis konten dari Lambang/symbol, Klasifikasi
dan Prediksi/menganlisa data dan dijabarkan mengenai Nasionaolisme dari
Berkowitz (2003)
Gambar 2.1 Teknik Analisis Isi
Sumber : Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2015: 85)