BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang sudah ada
Penelitian tentang harf /wāwu/ ini sebelumnya sudah pernah dibahas di
Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Arab USU oleh Rosminah Sinukaban (1987)
dengan judul “Fungsi Huruf Waw dan Pemakaiannya dalam Bahasa Arab” (bukti otentik
tidak dapat ditemukan sehingga penulis tidak dapat mendeskripsikan penelitiannya).
Adapun tulisan ini akan membahas khusus harf /wāwu al-‘āmilah/ yang
terdapat dalam Al-Qur`an juz 30.
2.2 Pengertian
Sebelum membahas harf /wāwu al-‘āmilah/ terlebih dahulu penulis
jelaskan tentang beberapa pengertian harf secara umum, karena /wāwu/ termasuk
bagian dari harf. Pengertian harf menurut beberapa ahli bahasa Arab di antaranya sebagai
berikut :
Al-Ghulayaini (2005:11) menyatakan:
/Al-harfu mā dalla `ala ma`na fi ghairi mislu : hal, fi, lam, wa, laisa lahu ‘alāmatun
yatamayyazu bihā kamā li al ismi wa al-fi’li/ “Harf itu tidak menunjukkan makna kecuali
ketika ia terangkai dengan kata lain contoh: hal, fi, lam, dan tidak ada tanda-tanda khusus
bagi harf yang membedakannya sebagaimana tanda-tanda yang dimiliki oleh ism dan
fi’il”
Kemudian Hubeis (1985:4) mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
/Al-harfu wa huwa lafzun lā yadullu `alā ma`nan mustaqillin illā ma`a ghairihi/ “Harf
adalah kata yang tidak menunjukkan makna yang jelas kecuali terangkai dengan kata
yang lain”
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat kita ketahuai bahwa /harf/ ialah
kata yang tidak memilki makna yang sempurna kecuali harf tersebut terletak dalam suatu
kalimat. Dan harf itu sendiri tidak memiliki tanda-tanda sebagaimana dimiliki oleh ism
maupun fi`il.
Menurut Ghulayaini (2005:619) harf dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua
macam, yaitu /harfu mabna/ dan /harfu ma’na/. /harfu
mabna/ adalah harf yang menjadi bangunan atau komponen dalam pembentukan suatu
kata. Sedangkan /harfu ma’na/ adalah harf yang memiliki arti yang tidak
sempurna kecuali terangkai dalam suatu kalimat. Harf /wāwu/ yang menjadi
pembahasan dalam tulisan ini termasuk /harfu ma’na/. Adapun
/harfu ma’na/ terbagi menjadi dua macam, yaitu /harfu ‘āmil/ dan
/harfu gairu ‘āmil/. Harf ‘amil adalah harf yang dapat menentukan i’rab dari suatu
kata yang dimasukinya sedangkan harf gairu ‘amil adalah harf yang tidak menentukan
i’rab dari suatu kata yang dimasukinya. Karena pokok pembahasan lebih erat kaitannya
dengan harf ‘amil, maka penulis lebih memfokuskan tentang harf ‘āmil sedangakan harf
ghairu ‘amil tidak masuk dalam pembahasan ini. Pengertian harf ‘āmil menurut pakar
bahasa Arab, diantaranya Gulayaini (2005:619) menyatakan:
/Al-harfu al-‘āmilu mā yuhdisu i’rābān (ay tagayyurān) fi ākhiri gairihi mina al-kalimāti/
“Harf ‘āmil adalah yang menjadikan kasus atau perubahan bunyi harkat akhir pada
kalimat”
Hubeis (1985:66) menambahkan:
Universitas Sumatera Utara
/Al-harfu al-‘āmilu huwa al-laziy yuhdisu i‘rābān ay tagayyurān fi ākhiri al-ismi aw
ākhiri al-fi’li/ “Harf ‘āmil adalah yang menjadikan kasus (i’rab) atau perubahan bunyi
harkat pada akhir kata benda (ism) atau bunyi harkat akhir kata kerja (fi’il)”
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan
harf amil adalah harf yang menjadikan perubahan kasus (i’rab) pada sebuah kata benda
(ism) dan kata kerja (fi’il) di dalam suatu kalimat yang dimasuki harf ‘amil.
Dalam bahasa Arab ism maupun fi’il ditinjau dari i’rab dan bina`-nya terdiri dari
dua bagian, yaitu mu’rab dan mabni. Ni’mah (t.t:23) menjelaskan tentang pengertian
mu’rab dan mabni sebagai berikut:
/al-mu’rabu:huwa al-laziy yatagayyaru syakla akhiri bitagyiri mawqi’ihi fi al-jumlah/
“Mu’rab ialah kata yang mengalami perubahan bentuk harkat akhirnya disebabkan
perubahan letaknya dalam kalimat”.
Sedangkan mabni menurut Ni’mah adalah:
/al-mabni:huwa al-laziy lā yatagayyaru syakla akhiri bitagyiri mawqi’ihi fi al-jumlah/
“Mabni ialah kata yang tidak mengalami perubahan bentuk harkat akhirnya disebabkan
perubahan letaknya dalam kalimat”.
Ism mu’rab ialah ism di mana harkat akhirnya bisa berubah sesuai dengan
perubahan kedudukannya dalam kalimat. Ism mu’rab terbagi tiga, yaitu marfu’,
mansub,dan majzum. Ketiga ism tersebut memiliki tanda-tanda yaitu;
a. Ism marfu’, tanda-tanda rafa’ pada ism marfu’ yaitu:
1. Harkat dammah untuk ism:
Mufrad, contoh: /najaha at-tālibu/ “Siswa itu telah berhasil”
Jama’ mu`annas salim, contoh: /hadarat al-mudarrisātu/
“Ibu-ibu guru telah datang”
Universitas Sumatera Utara
Jama’ taksir, contoh: /qama ar-rijālu/ “Bapak-bapak itu telah
berdiri”
2. Harf alif untuk ism musanna, contoh: /at-tā`iratāni
‘aliyatani/ “Kedua pesawat terbang itu sangat tinggi”
3. Harf waw untuk ism:
Jama’ muzakkar salim, contoh: /hadara al-muhandisuna/ “Para
ilmuan itu telah datang”
Asmaul khamsah, contoh: /jā`a abuka/ “Ayahmu telah datang”
Bagi ism mu’tal akhir seperti kata /al-fata/ dan /al-qadi/ tanda rafa’-
nya adalah harkat dammah yang disembunyikan (muqaddarah) pada akhir harkat ism
tersebut.
b. Ism mansub, tanda-tanda nasab pada ism nasab yaitu:
1. Harkat fathah untuk ism:
Mufrad,contoh: /qada as-sā`iqu as-sayyārata/ “Supir itu telah
menjalankan mobil”
Jama’ taksir, contoh: /syarraha al-mudarrisu an-nususa/
“Guru itu telah menjelaskan beberapa teks”
2. Harf ya untuk ism:
Musanna,contoh: /qābiltu al-mudarrisayni/ “Saya menjumpai
kedua bapak guru itu”
Jama’ muzkkar salim, contoh: /kāna al-lā’ibuna
mutanāfisina/ “
3. Harkat kasrah untuk ism jama’ mu`annas salim, contoh:
/ra`aytu al-mumarridāti/ “Saya melihat para perawat”
4. Harf alif untuk ism asmaul khamsah, contoh /syāhadtu
akhāka/ “Saya melihat saudaramu”
sedangkan tanda /nasab/ untuk ism mu’tal akhir seperti pada contoh kata
/mustafa/ maka tanda /nasab/ adalah harkat fathah yang disembunyikan
pada harf alif.
Universitas Sumatera Utara
c. Ism majrur, tanda-tanda nasab pada ism majrur yaitu:
1. Harkat kasrah untuk ism:
Mufrad, contoh: /wasaltu ila ad-dāri/ “Saya telah sampai ke
kampong”
Jama’ taksir, contoh: /tahaddastu ma’a ar-rijāli/ “Saya telah
berbicara dengan banyak orang”
Jama’ mu`annas salim, contoh: /sa`altu ila al-mu’allimāti/
“Saya bertanya kepada ibu-ibu guru”
2. Harf ya untuk ism:
Musanna, contoh: /atla’tu ‘ala qissatayni/ “Saya telah
mentelaah dua cerita”
Jama’ muzakkar salim, contoh: /marartu bi al-muhandisina/
“Saya telah melewati para insinyur”
Asmaul khamsah, contoh: /tahaddastu ma’a akhika/ “Saya telah
berbicara dengan saudaramu”
3. Ada beberapa ism yang di-jar-kan dengan harkat fathah dalam posisi
mufrad dan jama’ taksir disebut dengan /mamnu’un min as-
sarfi/
sedangkan bagi ism mu’tal akhir seperti kata /al-fata/ dan /al-qadi/
di-jar-kan adalah harkat kasrah yang disembunyikan (muqaddarah) pada akhir harkat
ism tersebut.
Fi’il mu’rab ialah fi’il yang berubah-ubah harkat akhirnya dalam kalimat. Dalam
bahasa Arab fi’il yang di-i’rab adalah fi’il mudari’ yang tidak bersambung dengan nun
niswah atau nun tawkid. Fi’il mudari’ yang di-i’rab dibagi kepada tiga yaitu: marfu’,
mansub, dan majzum.
a. Fi’il mudari’ marfu’, tanda-tanda rafa’ fi’il mudari’ yaitu:
1. Harkat dammah, contoh: /ana aktubu/ “Saya sedang menulis”
2. Pengganti harkat dammah yaitu harf nun jika fi’il tersebut termasuk af’alu
khamsah. Yang dimaksud af’alu khamsah adalah setiap fi’il mudari’ yang
Universitas Sumatera Utara
berakhiran dengan alif musanna, waw jama’, dan ya` mukhatabah. Contoh:
/antuma taktubāni/ “Kamu berdua sedang menulis”
dan jika fi’il tersebut adalah mu’tal akhir maka fi’il tersebut di-rafa’-kan dengan
harkat dammah yang disembunyikan (muqaddarah) pada akhir harkat fi’il tersebut.
b. Fi’il mudari’ mansub, tanda-tanda nasab fi’il mudari’ yaitu:
1. Harkat fathah, contoh: /lan aktuba/ “Aku tidak akan menulis”
2. Pengganti harkat fathah yaitu membuang harf nun jika fi’il tersebut termasuk
af’alu khamsah. Contoh: /lan taktubā/
c. Fi’il mudari’ majzum, tanda-tanda jazm fi’il mudari’ yaitu:
1. Harkat sukun, contoh: /lam aktub/ “Saya tidak menulis”
2. Pengganti harkat sukun yaitu membuang harf nun jika fi’il tersebut termasuk
af’alu khamsah. Contoh: /lam taktubā/ “Kamu berdua tidak menulis”
Menurut pengamatan penulis, waw yang menjadi pembahasan dalam penelitian
ini adalah sebahagian dari harf-harf dalam bahasa Arab. Ditinjau dari jenisnya terdapat
beberapa jenis. Dilihat dari segi berfungsi atau tidaknya, terdiri dari dua kelompok yaitu
berfungsi (‘amilah) dan yang tidak berfungsi (gayru ‘amilah). Berikut penjelasan tentang
harf waw ditinjau dari jenis dan fungsinya.
2.3 Jenis-jenis harf waw
Harf waw ditinjau dari segi jenisnya dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Jika
ditinjau dari segi fungsinya, maka harf waw itu ada yang berfungsi dan ada yang tidak
berfungsi. Adapun yang termasuk waw yang berfungsi yang disebut dengan waw āmilah
adalah waw qasam dan waw `atf, sedangkan yang termasuk waw gairu ‘amilah (waw
yang tidak berfungsi) adalah waw ibtida`, waw isti`naf, waw ma’iyyah, waw hal, dan waw
zaidah.
2.3.1 Wawu al-‘amilah
Berikut ini akan dijelaskan tentang harf /wāwu al-‘āmilah/, yang
terbagi menjadi dua jenis yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. /wāwu al-qasami/
Sebelum membahas /wāwu al-qasami/ terlebih dahulu penulis
kemukakan pengertian harf qasam. Secara leksikal, qasam artinya sumpah (Yunus,
1990:341). Secara gramatikal harf qasam adalah harf yang bertugas untuk bersumpah.
Yang termasuk harf qasam menurut Ni’mah (t.t:180) :
/Adawatu al-qasami hiya al-wawu wa al-ba`u wa at-ta`u/ “Alat (harf) qasam ialah harf
waw, ba`, dan ta`”
Kemudian Saifullah (2005:29) menjelaskan juga seperti penjelasan ini.
Hadal (2005:176) menambahkan :
/…qāla ba’duhum wa al-aslu fi hurufi al-qasami al-bā`u wa al-wāwu badlun minhā wa
at-tā`u badlun min al-wāwi / “Telah berkata sebahagian mereka (ahli nahwu) bahwa asal
harf-harf qasam itu adalah ba` sedangkan harf waw adalah sebagai ganti dari harf ba`,
dan harf ta` adalah sebagai ganti dari harf waw”
Gulayaini (200:569) mengatakan :
.
/wa al-wāwu wa at-tā`u takunāni li al-qasami kaqawlihi ta’ala wa al-fajri wa layālin
‘asyrin wa qawlihi ta Allāhi la akidanna asnāmakum wa at-tā`u lā tadkhulu illā ‘ala lafzi
al-Jalalati/ “Waw dan ta` untuk sumpah. Sebagaimana firman Allah wa al-fajri wa
layālin ‘asrin dan firman-Nya ta Allahi la akidanna asnāmakum, dan harf ta` hanya
masuk kepada lafazh Jalalah saja”
Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa harf-harf qasam itu
adalah ba`, waw, dan ta`. Ba` adalah harf qasam yang asli, dan harf waw sebagai ganti
dari ba`. Sedangkan ta` adalah sebagai ganti dari waw. Ta` sebagai harf qasam hanya
dapat berada di depan ism khusus lafaz Jalalah, contohnya:
Universitas Sumatera Utara
/Ta Allāhi la af’alanna/ “Demi Allah aku akan melakukannya”
Ba` dan waw dapat berada di depan ism apa saja yang dapat digunakan untuk
sumpah, tidak terbatas pada lafaz Jalalah saja. Apakah bersumpah demi Allah, demi
matahari, demi langit, dan lain sebagainya. Contoh :
/Wa as-samā`i wa at-tāriq/ “Demi langit dan yang datang pada malam hari, (QS.At-Tariq
[86]:1)
/Bi Allāhi la ajtahidanna/ “Demi Allah aku akan bersungguh-sungguh”
2. /Wāwu `atf/
Sebelum membahas pengertian /wāwu `atf/, terlebih dahulu penulis
kemukakan pengertian ‘atf dan pembagiannya. Secara leksikal (lughah) kata /‘atf/
adalah masdar atau kata dasar yang berarti “cenderung”, “bengkok”, dan “kasihan” fi’il
madi-nya adalah /’atafa/ yang berarti “memperikutkan”. Secara gramatikal ‘atf
adalah kata sambung yang menghubungkan ma’tuf (kata yang berada setelah harf ‘atf)
dengan ma’tuf ‘alaihi (kata yang berada sebelum harf ‘atf) dalam ketentuan yang sama
baik dari segi lafaz maupun makna. ‘Atf terbagi menjadi dua bagian, yaitu
/’atf bayān/ dan /‘atf nasaq/ (Suyuti,t.t:132). Hal ini juga sebagaimana
dikemukakan oleh Hadal (2005:219) :
Universitas Sumatera Utara
/Wa al-‘atf istilāhan nau’āni ‘atf bayān bi gairi harfin wa ‘atf nasaq wa huwa mā kāna bi
harfin/ “’Atf secara istilah terbagi dua ‘atf bayan yaitu ‘atf yang tidak menggunakan harf
dan ‘atf nasaq adalah ‘atf yang menggunakan harf. Massih (1985:224) menambahkan:
/’Atfu al-bayāni huwa tābi’ asyharu min matbu’ihi/ “’Atf bayan yaitu pengikut yang lebih
masyhur dari yang diikutinya”
/’Atfu an-nasaqi huwa tābi’ yali ahada hurufi al-‘atf/ “’Atf nasaq yaitu pengikut dengan
adanya salah satu harf ‘atf”
Gulayaini (2005:610) menjelaskan pengertian ‘atf bayan sebagai berikut:
/’Atf al-bayāni huwa tābi’ jamidun yusbihu an-na’ta fi kaunihi yaksifu ‘ani al-muradi
kama yaksifu an-na’tu/ “’Atf bayan adalah pengikut yang jamid (tetap, tidak diambil dari
kata lain), menyerupai na’at (kata sifat) dalam bentuk kaadaannya, menjelaskan tentang
maksud sebagaimana halnya na’at”
Contoh:
/Jā`a sahibuka zaidun/ “Telah datang temanmu si Zaid”
Kemudian ‘atf nasaq menurut Gulayaini (2005:612) :
/Al-ma’tufu bi al-harfi huwa tābi’ yatawassatu bainahu wa baina matbu’ihi
harfun min ahrufi al-‘atfi wa yusamma al-‘atfu bi al-harfi ‘atfa nasaqi aidan/
“Ma’tuf dengan harf ialah pengikut yang antara pengikut dan yang diikutinya
terdapat salah satu harf ‘atf. ‘Atf dengan harf disebut juga dengan ‘atf nasaq”
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
/Tawalla al-khilāfata abu bakrin wa ‘umaru/ “Abu Bakar dan ‘Umar menjabat
sebagai Khalifah”
Karena harf waw lebih erat kaitanya dengan ‘atf nasaq (‘atf dengan harf)
maka pembahasan ini lebih ditekankan pada ‘atf nasaq. Sebagai langkah pertama
untuk mengetahui pengertian ‘atf nasaq ialah dengan mengetahui asal kata dan
artinya terlebih dahulu. Secara bahasa /’atf nasaq/ terdiri dari dua kata
yakni /’atfun/ yang berarti “penghubung” atau “kecenderungan”,
/nasaqun/ yang berarti “beratur” atau “teratur”. Secara harfiyah /’atfun
nasaq/ diartikan “penghubung yang teratur”. Al-Hadal (t.t:223) menjelaskan:
/Fa ‘atfu an-nasaqi yatba’u fi jami’i wujuhi al-i‘rābi liannahu yadkhulu al-
asmā`a wa al-af’āla wa al-jumlata wa syabihahā/ “Adapun ‘atf nasaq itu
megikuti semua jenis ‘irab karena ia masuk baik pada semua jenis ism dan pada
semua jenis fi’il dan jumlah (kalimat) maupun syibhu jumlah (frasa)”
Adapun harf nasaq (harf ‘atf) itu ada sembilan sebagaimana dikemukan
oleh Gulayaini (2005:612) :
/Ahrufu al-`atfi tis’atun wa hiya : al-wāwu, wa al-fā`u wa summa aw hatta wa au, wa am,
wa bal wa la wa lakin/ “Harf `atf ada sembilan yaitu, waw, al-fā`u, summa, hatta, au, am,
bal, la dan lakin”
Kemudian Hasyimi (t.t:298) dan Ni’mah (t.t:36) menjelaskan juga seperti
penjelasan ini.
Jarim (1947:148) menegaskan :
Universitas Sumatera Utara
/Al-‘atf: tābi’un yatawassatu bainahu wa baina matbu’ihi ahadu hazihi al-hurufi wa hiya
al-wāwu, al-fā`u, summa, aw, am, la, bal, lakin, wa hatta/ “’Atf adalah tabi’ (pengikut)
yang diantara ma’tuf (kata yang berada setelah harf ‘atf) dengan ma’tuf ‘alaihi (kata yang
berada sebelum harf ‘atf) terdapat salah satu dari harf ‘atf yaitu waw, fa`, summa, aw, am,
la, bal, dan hatta”
2.3.2 Waw gairu al-‘amilah
Berikut ini akan dijelaskan tentang harf /wāwu gairu al-
‘āmilah/, yang terbagi menjadi 5 jenis yaitu:
1. /wāwu ibtidā`/
Secara gramatikal harf ibtida` merupakan harf yang terletak dipermulaan kalam
dan permulaan alinea. Terletak di depan ism, fi’il ataupun harf. Menurut Massih, 1982: )
yang termasuk harf ibtida` adalah /wāwu/, /lakin/, /la/, /fa/, /hatta/,
/bal/. Sebahagian harf ibtida` termasuk harf yang berfungsi menentukan ‘irab kata
sesudahnya dan sebahagian lagi tidak. Diantara harf ibtida`, harf واو /wāwu/ adalah harf
yang tidak berfungsi dalam menentukan i‘rab kata sesudahnya, tidak memiliki arti
tertentu melainkan hanya bertugas untuk menyatakan permulaan kalam dan alinea, dan
terletak di depan ism, fi’il dan harf.
Contoh :
/Wa taqabbal tahyāti wa aswāqi/ “Terimalah salam hormat dan rindu dariku”
Universitas Sumatera Utara
Pada contoh di atas waw ibtida` terletak di depan fi’il, terletak di awal kalam,
bertugas untuk menyatakan permulaan kalam dan alinea serta tidak berfungsi menentukan
i‘rab kata sesudahnya.
2. /wāwu isti`nāf/
Secara gramatikal harf isti`naf merupakan harf yang tidak berfungsi dalam
menentukan i‘rab kata sesudahnya, tidak memiliki arti tertentu, dan terletak dipermulaan
kalimat di tengah kalam baik jumlah ismiyah maupun jumlah fi`liyah. Harf isti`naf
terletak di depan ism, fi’il, dan harf. Disebut isti`naf sebab apabila harf tersebut dibuang
dari kalam tidak menyebabkan perubahan arti. Adapun yang termasuk harf isti`naf adalah
harf /wāwu/ dan harf /fā`u/. Perlu diperhatikan bahwa dalam penggunaan isti`naf
kalam (kalimat) sesudahnya tidak berhubungan dengan kalam (kalimat) sebelumnya,
kalimat sesudahnya disebut dengan insya`iyah dan kalimat sebelumnya disebut dengan
khabariyyah. Contoh:
/Wa’ada Allahu haqqan wa man asdaqa mina Allāhi qilan/ “Allah telah membuat suatu
janji yang benar siapakah yang lebih benar perkataannya dari Allah”
Pada contoh di atas waw isti`naf terletak di depan ism dan tidak berfungsi dan waw
tersebut tidak mungkin sebagai waw ‘atf kalimat yang sesudahnya kepada kalimat
sebelumnya.
3. /wāwu ma’iyyah/
Waw ma’iyyah adalah harf yang terletak di depan ism sebagai penghubung untuk
menyatakan kesamaan waktu. Dan ism sesudahnya mansub selamanya karena menjadi
maf`ul ma’ah. Waw ma’iyyah tidak berfungsi menentukan i‘rab kata sesudahnya.
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
/Utrukni wa al-kitāba/ “Tinggalkan saya bersama buku itu”
4. /wāwu hāl/
Sebelum membahas /wāwu hāli/, akan dijelaskan terlebih dahulu
pengertian hal. Hal adalah ism untuk menerangkan keadaan fa’il atau maf’ul bih ketika
terjadi suatu perbuatan. Fa’il (subjek) atau maf’ul bih (objek) yang diterangkan
keadaannya itu dinamakan /sāhibul hāl/. Hal dilihat dari segi pemakaiannya
terbagi menjadi tiga,yaitu hal yang berupa mufrad, hal yang berupa syibhul jumlah, dan
hal yang berupa jumlah ismiyyah ataupun jumlah fi’liyyah. Hal mufrad harus sama-sama
sahibul halnya dengan hal-nya, baik dari segi mufrad, musanna dengan mussana, jama’
dengan jama’, baik mu`annas maupun muzakkar. Sedangkan hal yang berupa syibhul
jumlah terdiri dari zaraf mazuf atau jar majrur. Yang terakhir hal yang terdiri baik dari
jumlah ismiyyah maupun jumlah fi’liyyah. Hal yang berupa kalimat harus mempunyai
rabit (penghubung) yang menghubungkan jumlah itu dengan sahibul halnya.
Waw merupakan salah satu dari rabit yang menghubungkan jumlah ismiyyah
dengan sahibul hal. Waw hanya dapat masuk pada hal yang berupa jumlah ismiyyah
maupun jumlah fi’liyyah, waw hal boleh menempati zarfiyyah.
Contoh:
/Nazhabu ila al-jāmi’ah wa al-mataru yanzilu/ “Kami pergi ke kampus ketika hujan
turun”
/Ya ayyuha allazina amanu lā taqrabu as-shalata wa antum sukara/ “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk”(QS.An-Nisa
[4]:43)
Universitas Sumatera Utara
Pada contoh di atas dapat kita ketahui bahwa harf waw adalah sebagai rabit
(penghubung) yang menerangkan keadaan kata sebelumnya. Pada contoh di atas harf
waw sebagai penghubung yang menghubungkan kalimat sebelumnya dengan kalimat
sesudahnya (jumlah ismiyyah) yang terdiri dari mubtada` dan kabar.
4. /wawu zaidah/
Harf waw zaidah adalah harf yang tidak mempunyai arti tertentu, melainkan
hanya sebagai tambahan saja. Harf waw zaidah baik dipergunakan atau tidak, tidak akan
menimbulkan perubahan arti dan i‘rab. Waw zaidah dapat terletak di depan ism, fi’il, dan
harf dan juga terletak sesudah illa sebagai penguat hukum.
Contoh:
/mā min ahadin illa wa lahu tama’un aw hasdun/ “Tidak ada satu pun dari diri seseorang
kecuali tamak dan dengki”
Dalam penelitian ini penulis tidak mendeskripsikan secara spesifik tentang harf
gairu ‘amilah, karena tidak termasuk dalam pembahasan penulis.
Fungsi dan kedudukan harf waw ‘amilah
Waw Qasam
Waw qasam adalah harf yang berfungsi (beramal) untuk membuat kata
sesudahnya ber’irab jar ditandai dengan harkat kasrah. Hal ini seperti dijelaskan oleh
Ni’mah (t.t:180) sebagai berikut:
/Wa hiya hurufu jarrin tajurru mā ba’dahā/ “Dan (harf qasam) itu adalah harf jar yang
berfungsi men-jar-kan kata sesudahnya”
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
/wa al-fajri/ “Demi fajar” (QS.Al-Fajr [89]:1)
/wa Al-Qur`āni al-hakim/ “Demi Al Qur'an yang penuh hikmah” (QS.Yaa siin [36]:2)
/wa al-mursalāti ‘urfa/ “Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan”
(QS.al-Mursalat [77]:1)
Apabila kita teliti beberapa contoh di atas, semua ism yang berada sesudah waw
qasam itu ber-i‘rab jar. Kata sesudah harf waw berkedudukan sebagai muqsam bih.
Waw ‘Atf
Waw ‘atf adalah harf yang berfungsi menggabungkan kata sebelum harf waw
yang disebut (ma’tuf ‘alaihi) dan sesudahnya (ma’tuf) dalam i‘rab yaitu ketika rafa’,
nashb, jar, dan jazm. Ma’tuf dan ma’tuf ‘alayhi bisa berbentuk ism, fi’il, sibhul jumlah
maupun jumlah.
Contoh:
/huwa al-awwalu wa al-akhiru wa az-zāhiru wa al-bātinu wa huwa bikulli syay`in
‘alimun/ “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.Al-Hadid [57]:3)
Universitas Sumatera Utara
/qala innamv `asyku bassi wa huzni ila Allāhi wa a’lamu mina Allahi ma lā ta’lamuna/
“Ya`qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan
dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”
(QS.Yusuf [12]:86)
Pada contoh (1) di atas terdapat harf waw yang menghubungkan ism dengan ism
yaitu kata /al-akhiru/ dengan kata /al-awwalu/ berkedudukan sebagai khabar.
Pada contoh (2) di atas terdapat harf waw yang menghubungkan ism dengan ism
yaitu kata /huzni/ dengan kata /bassi/ berkedudukan sebagai maf’ul bih.
2.5 Korelasi (hubungan) dan makna antara kata sebelum dan sesudah harf /wāwu
al-‘āmilah/
2.5.1 Muqsam bih dan jawab qasam
Waw qasam adalah harf yang digunakan untuk bersumpah. Setiap waw qasam
harus disertai muqsam bih dan jawab qasam. Muqsam bih ialah kata yang digunakan
untuk bersumpah, seperti bersumpah dengan nama Allah, langit, bumi, dan lain
sebagainya. Sebagaimana Gulayaini (2005:569) menyatakan:
/Wa al-wāwu tadkhulu `ala kulli muqassam bi hi/ “Adapun waw dapat memasuki setiap
muqsam bih”
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa waw merupakan harf jar yang
bermakna sumpah. Harf waw dapat memasuki setiap muqsam bih yaitu kata yang
digunakan untuk bersumpah baik bersumpah dengan Allah, langit, bumi dan lain
sebagainya tidak dikhusukan bersumpah dengan menggunakan lafaz Jalalah saja.
Jawab qasam ialah kalimat yang berada sesudah harf waw qasam dan muqsam
bih digunakan untuk mempertegas sumpah. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
/Wa al-asri, innā al-insāna lafi khusrin/“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam
kerugian” (QS.Al-Ashr [103]:1-2)
/Wa al-Qur`āni al-hakim innaka lamina al-mursalin/ “Demi Al-Qur`an yang penuh
hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (QS.Yasin [36]:2-3)
Berdasarkan contoh di atas harf waw digunakan untuk bersumpah. Kata yang di
masuki harf waw qasam itu berharkat kasrah akhirnya yaitu kata /al-asri/ dan kata
/al-Qur`ani/. Kata sesudah harf waw qasam yaitu /al-asri/ pada contoh (1)
dan kata /al-Qur`ani/ pada contoh (2) disebut muqsam bih. Sedangkan pesan yang
ingin ditegaskan dengan sumpah disebut /jawābu al-qasami/ yaitu kata yang
terletak setelah harf qasam dan muqsam bih, yaitu kalimat /inna al-
insāna lafi khusrin/ pada contoh (1) dan kalimat /innaka lamina al-
mursalin/ pada contoh (2). Jawab qasam tersebut disertai dengan harf taukid seperti /inna/ dan ada pula yang tidak.
Sesuai dengan kaidah tata bahasa Arab bahwa jawab qasam seperti tersebut di
atas harus disertai harf taukid apabila:
1. Jawab qasam-nya jumlah ismiyah yang musbit, maksudnya kaliamat (jawab
qasam) tersebut dimulai dengan ism (kata benda) atau damir (kata ganti) yang
tidak didahului oleh harf nafi (kata-kata yang menidakkan), maka harus ada
penegasan dengan harf /inna/ dan harf /al-lām/ atau dengan harf /inna/ saja.
Contoh:
/Wa Allāhi inna fā’ila al-khairi la mahbubun/”Demi Allah sesungguhnya orang yang
berbuat kebaikan akan disukai”
atau boleh juga:
Universitas Sumatera Utara
2. Jawab qasam-nya jumlah fi’liyah yang musbit, dan fi’il-nya adalah fi’il madi,
maksudnya kalimat (jawab qasam) tersebut didahului oleh fi’il (kata kerja) yang
menunjukkan masa lampau dan fa’il, dan kalimat tersebut tidak didahului dengan
harf nafi (kata-kata yang menidakkan), maka harus ada penegasan dengan harf
/qad/ dan harf /al-lam/ atau dengan harf /qad/ saja.
Contoh:
/Wa Allāhi laqad `ata’tu amraka/ “Demi Allah sesungguhnya aku telah menuruti
peritahmu”
atau boleh juga:
3. jawab qasam-nya jumlah fi’liyah yang musbit dan fi’il-nya adalah fi’il mudhari’,
maksudnya kalimat (jawab qasam) tersebut harus didahului oleh fi’il (kata kerja)
yang menunjukkan masa sekarang dan fa’il, dan kalimat tersebut tidak didahului
dengan harf nafi (kata-kata yang menidakkan), maka harus ada penegasan dengan
harf /lāmu al-qasami/ dan /nunu tawkid/
Contoh:
/Wa Allāhi lauhasibanna al-muqassara/ “Demi Allah saya akan membalas orang yang
lalai”
Sebaliknya jika jawab qasam-nya dalam bentuk kalimat manfi, baik kalimat
ismiyah maupun kalimat fi’liyah, maka tidak harus ada penegas (taukid).
Contoh kalimat ismiyah dalam bentuk pernyataan manfi:
Universitas Sumatera Utara
/Wa haqqika lā najaha illa bi al-masābarah/ “Demi Allah tidak ada keberhasilan kecuali
dengan pembiasaan”
Contoh kalimat fi’liyah dalam bentuk pernyataan manfi:
/Wa Allāhi mā yadi’u majhudaka/ “Demi Allah tidak akan lenyap kesungguhanmu”
Sering juga dijumpai bahwa syarat dan qasam terdapat dalam satu kalimat, dalam
konteks ini jawab qasam harus terdahulu dari keduanya.
Contoh:
/wa Allāhi in ittaqanta al-‘amala latanjahanna/ “Demi Allah jika kamu terampil dalam
pekerjaan itu kamu akan berhasil”
(kata /latanjahanna/ diberi penegas dengan harf /al-lāmu/ dan /nun/
karena qasam-nya terlebih dahulu dari syarat-nya)
/in ittaqanta al-‘amala wa Allāhi tanjah/ “jika kamu terampil dalam pekerjaan itu, demi
Allah kamu akan berhasil”
(kata /tanjah/ di-jazm-kan, karena fi’il syarat-nya mendahului qasam)
(Ni’mah,t.t:180-181).
Ma’tuf dan ma’tuf ‘alaihi
Waw atf adalah harf yang digunakan untuk menghubungkan antara ma’tuf
dengan ma’tuf ‘alayhi dalam suatu ketentuan baik secara lafaz (i’rab) maupun makna.
Ma’tuf ialah kata yang terletak setelah harf waw. Ma’tuf selalu mengikuti ma’tuf ‘alayhi
dalam i’rab maupun makna. Sebagaimana Massih (1985:224) menjelaskan:
Universitas Sumatera Utara
/Wa al-ma’tufu yatba’u al-ma’tufu ‘alaihi fi al-i‘rābi/ “…dan ma’tuf mengikuti ma’tuf
‘alahi pada ‘irab”
Sedangkan ma’tuf ‘alayhi ialah kata yang berada sebelum harf waw. Ma’tuf
‘alayhi bisa ism, fi’il, sibhul jumlah, dan jumlah. Jadi dapat disimpulkan bahwa waw
dapat menghubungkan ism dengan ism, fi’il dengan fi’il, sibhul jumlah dengan sibhul
jumlah, dan jumlah dengan jumlah
Contoh /wāwu `atf/ yang menghubungkan ism (kata benda) dengan ism
(kata benda).
/ra’aytu ‘aliyan wa at-tālibat/ “Saya telah melihat Ali dam mahasiswi-mahasiswi itu”
/marartu bi muhammadin wa at-tilmizataini/ “Saya berjalan dengan Muhammad dan dua
orang siswi”
/ana wa anta sadiqāni/ “Saya dan engkau adalah dua orang yang bersahabat”
Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat kita ketahui bahwa yang di-‘atf-kan itu
adalah ism dengan ism, baik itu ism mufrad dengan jama’ sama-sama nasb, seperti pada
contoh pertama, ism mufrad dengan musanna sama-sama jar, seperti pada contoh kedua,
dan ism damir dengan damir sama-sama rafa’, seperti pada contoh ketiga.
Contoh /wāwu `atf/ yang menghubungkan fi’il dengan fi’il
Universitas Sumatera Utara
/illa allazina amanu wa ‘amilu as-sālihāti lahum ajrun gaiu mamnun/ “Kecuali orang-
orang yang beriman dan beramal saleh bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”
(QS.At-Tin [84]:25)
/satuglabuna wa tuhsyaruna ila jahannam/ “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini)
dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam” (QS.Ali Imran [3]:12)
/lan yagdiba wa lan yadriba abuhu/ “Ayahnya tidak pernah marah dan tidak pernah
memukul”
/lam yalid wa lam yulad wa lam yakun lahu kufuan ahad/ “Dia tidak beranak dan tidak
(pula) diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (QS.Al-Ikhlas
[112]:3-4)
/kulu wa israbu/ “makan dan minumlah kamu”
Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat kita ketahui bahwa yang di’atfkan oleh
wawu ‘atf itu adalah sama-sama fi’il madi pada contoh pertama, fi’il mudari’ dengan
mudari’ sama-sama rafa’ seperti pada contoh kedua, sama-sama nasb seperti pada contoh
ketiga, sama-sama jazm seperti pada contoh keempat, dan fi’il amr dengan fi’il amr
seperti pada contoh kelima.
Contoh /wāwu `atf/ yang menghubungkan jumlah dengan jumlah.
/Allahu qādirun wa al-insānu da’ipun/ “Allah itu maha kuasa dan manusia itu lemah”
Universitas Sumatera Utara
/qāma zaidun wa qa’uda ‘aliyyun/ “Zaid berdiri dan Ali duduk”
Berdasarkan contoh di atas waw dapat menghubungkan jumlah dengan jumlah.
Pada contoh (1) waw menghubungkan jumlah ismiyah dengan jumlah ismiyyah. Pada
contoh (2) waw menghubungkan jumlah fi’liyah dengan jumlah fi’liyah.
Universitas Sumatera Utara