7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sediaan farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
(UU No. 36/2009, I:1: (4)). Berdasarkan bentuk sediaannya, sediaan farmasi
dibagi menjadi empat yaitu sediaan padat (solid), sediaan setengah padat
(semi solid), sediaan cair (liquid) dan bentuk gas (Putra, 2012: 309).
1. Kosmetik
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki
bau badan atau memelihara tubuh pada kondisi baik (BPOM RI, 2010).
2. Sediaan setengah padat (semi solid)
Ada beberapa sediaan setengah padat, yaitu unguenta (salep), krim, pasta,
dan gel (jelly) (Putra, 2012: 309).
a. Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (Depkes RI, 1979: 33).
b. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai (Syamsuni, 2006: 74).
c. Pasta
Pasta adalah sediaan semi padat (massa lembek) yang mengandung satu
atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Pata ini serupa
dengan salep hanya berbeda dalam konsistensinya, yaitu bahan padatnya leih
dari 50% (Syamsuni, 2006: 73).
8
d. Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Syamsuni, 2006: 77).
B. Krim
Menurut Farmakope Indonesia edisi III krim adalah sediaan setengah
padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60%. Pada Farmakope
Indonesia edisi IV juga dijelaskan bahwa krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Ada dua tipe krim yaitu krim tipe
M/A (minyak dalam air) dan krim tipe A/M (air dalam minyak). Krim yang
dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan
estetika (Syamsuni,2006: 74).
1. Kelebihan sediaan krim
Keuntungan dari sediaan krim adalah penampilan dan konsistensi yang
menyenangkan saat penggunaannya karena setelah pemakaian tidak
menimbulkan bekas, memberikan efek dingin pada kulit,tidak berminyak
serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Lavi, 2012: 7).
Menurut Widodo (2013: 170) beberapa keuntungan dari sediaan krim
diantaranya adalah:
a. Mudah menyebar rata.
b. Praktis.
c. Mudah dibersihkan atau dicuci.
d. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat.
e. Tidak lengket terutama tipe m/a (minyak dalam air).
f. Memberikan rasa dingin (misalnya cold cream), terutama tipe a/m (air
dalam minyak).
g. Digunakan sebagai kosmetik.
h. Bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorbsi tidak cukup
beracun.
9
2. Basis krim
Beberapa bahan dasar (basis) yang sering digunakan dalan pembuatan
krim diantaranya adalah:
a. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak dan bersifat asam.
Contohnya: asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, dan sebagainya.
b. Fase air, yaitu bahna obat yang larut dalam air dan bersifat basa. Contohnya:
Na tetraborax, Trietanolalamin, NaOH, KOH, Na2CO3, Gliserin,
Polietilenglikol, Propilenglikol, dan Surfaktan.
c. Pengemulsi. Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau dikehendaki.
Misalnya, emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil
alkohol, trietanolalamin stearat, polisorbat, atau PEG.
d. Pengawet, yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas
sediaan. Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya metil paraben
(nipagin) 0,12-0,18% dan propil paraben (nipasol).
e. Pendapar, yaitu bahan yang digunakan untuk mempertahankan pH sediaan.
f. Antioksidan, yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh.
g. Zat berkhasiat.
(Widodo, 2013: 171).
3. Penggolongan krim
a. Tipe a/m
Tipe a/m yaitu air terdispersi dalam minyak. Contohnya adalah cold
cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih, dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil
dalam jumlah besar (Widodo, 2013: 169).
b. Tipe m/a
Tipe m/a yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya vanishing
cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream
10
sebagai pelembab akan meninggalkan lapisan berminyak film pada kulit
(Widodo, 2013: 169).
4. Formula basis krim
a. Unguentum Liniens (Cold cream) (Depkes RI. 1968: 100).
Paraf.liq. 51
Cetacei 6,5
Acid stearic 6,4
Cerae alba 2,5
Triethanolalamin 0,8
Natr. Biborat 0,8
Glycerin 1
Parfum q.s.
Aq. ad 100
b. Unguentum Liniens Rosatum (Cold cream) (Depkes RI. 1968: 100).
Cerae flava 2,5
Cetacei 5
Ad. Lanae 5
Ol. Sesami 25
Aq. Rosae 12,5
c. Vanishing cream (Depkes RI. 1968: 100).
Acid stearic 142
Glycerin 100
Natrium biborat 2,5
Trietanolalamin 10
Aq. dest. 750
Nipagin q.s.
d. Cleansing cream (Depkes RI. 1968: 101).
Acid stearin 145
Triethanolamin 15
Adepslanae 30
Paraffin liquid 250
Aquadest 550
11
Nipagin q.s.
Penelitian ini akan dibuat empat macam formula sediaan krim tabir surya
dalam basis vanishing cream. Formula vanishing cream dalam Formularium
Medicamentorum Selectum (Depkes RI. 1968: 100).
Pemerian dari masing-masing bahan penyusun krim adalah:
a. Acid stearic / Asam stearat (Depkes RI, 1979: 57)
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur,
atau kuning pucat mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian
etanol (95%)P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3
bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Fungsi : Emulgator (Wade and Weller ,1994 :494)
b. Glycerin (Depkes RI, 2014: 498)
Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau
tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam
minyak menguap.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara di tempat sejuk dan kering
Fungsi : Sebagai humektan dan emolien
(Wade and Weller , 1994: 204).
Acid stearic 142
Glycerin 100
Natrium biborat 2,5
Trietanolalamin 10
Aq. dest. 750
Nipagin q.s.
12
c. Natrium Tetraborat (Depkes RI, 2014: 913)
Pemerian : Hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; tidak berbau; larutan bersifat basa terhadap
fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan
hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih.
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin; tidak larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Zat pengawet
d. Trietanolamine (Depkes RI, 1979: 612)
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau
lemah mirip amoniak, higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalama air dan dalam etanol (95%)P, larut
dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
Fungsi : Emulgator (Wade and Weller, 1994: 538).
e. Aqua destilata (Depkes RI, 1979: 96)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Fungsi : Pelarut
f. Nipagin/Metil paraben (Depkes RI, 2014: 845)
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit
rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon
tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Preservatif atau pengawet.
13
C. Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m² dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur,
seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997: 3).
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus
(keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan
suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba
dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar. Selain itu,
kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang besar. (Tranggono dan Latifah,
2007: 11)
Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari dua macam
jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan
jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit
dalam). Kulit mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam secara halus
berguna untuk merasakan sentuhan atau sebagai alat rabadan merupakan
indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihatperubahan pada
kulit (Gibson,J. 2002: 393).
Kulit mempunyai sistem perlindungan alami yaitu lapisan melanin.
Semakin cokelat warna kulit maka semakin tebal lapisan melanin pada kulit,
sehingga memberi perlindungan lebih banyak bagi kulit. Oleh karena itu,
semakin putih kulit seseorang, semakin rentan terhadap radiasi ultraviolet
(UV). Mengingat bahaya dari radiasi ultraviolet (UV) matahari, maka kulit
perlu dilindungi meski tubuh telah menyediakan sistem perlindungan alami.
Berikut ini beberapa cara untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari
14
serta mengurangi risiko terkena kanker kulit, (Perempuan, 2008 di dalam
Isfardiyana, 2014: 128).
1. Batasi waktu terkena sinar matahari secara langsung
2. Sebelum melakukan aktivitas di luar ruangan, gunakan tabir surya atau
sunblock
3. Kenakan pakaian yang melindungi kulit seperti topi dengan bibir topi yang
lebar, kaca mata hitam dengan lensa pelindung anti UV, celana panjang,
pakaian lengan panjang, ataupun jaket.
1. Struktur Kulit
Sumber: Mescher AL, 2010 dalam Kalangi, 2013
Gambar 2.1 Struktur kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupa-kan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa
jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipo-dermis, yang pada beberapa tempat
terutama terdiri dari jaringan lemak.
e. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan
epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa oleh karenaitu semua
nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis
gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
15
keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam
lapis basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama
perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan
filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati
dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama
perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang
berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam
potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri
atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum,
stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.
1) Stratum basal (lapis basal)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang
tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di
bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding
ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat
gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel.
Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel
pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah
luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.
2) Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah
menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin
ke atas bentuk sel semakin gepeng.
16
3) Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak
granula basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan mikroskop
elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi
ribosom. Mikro-filamen melekat pada permukaan granula.
4) Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya,
dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.
Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang
sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum
korneum dari lapisan lain di bawahnya.
5) Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti
serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan
merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.
f. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara
kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
1) Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis
yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya terbanyak dan
lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak
kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang
memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan
akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-
serat kolagen tersusun rapat.
2) Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan
sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada
bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi
jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot
polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut,
17
skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat
otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk
ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia
superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak
mengandung sel lemak.
3) Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.
Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya
menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung
tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di
daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif
sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.
Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan
cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak
ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di
abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus.
(Kalangi, Sonny J.R. 2013: S12-16).
D. Sinar matahari
Indonesia merupakan negara tropis yang penuh dengan limpahan sinar
matahari sepanjang tahunnya. Sinar matahari sendiri merupakan sumber
energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Matahari dapat
memancarkan berbagai macam sinar baik yang dapat dilihat (visibel) maupun
yang tidak dapat dilihat. Sinar matahari yang dapat dilihat adalah sinar yang
dipancarkan dalam gelombang lebih dari 400nm, sedangkan sinar matahari
dengan panjang gelombang 10nm-400nm yang disebut dengan sinar
ultraviolet tidak dapat dilihat dengan mata (Isfardiyana dan Safitri, 2014 :
127).
Dalam beberapa hal sinar ultraviolet bermanfaat untuk manusia yaitu
diantaranya untuk mensintesis Vitamin D dan juga berfungsi untuk
18
membunuh bakteri. Namun disamping manfaat tersebut di atas sinar
ultraviolet dapat merugikan manusia apabila terpapar pada kulit manusia
terlalu lama. Sinar ultra violet (UV) dapat digolongkan menjadi UV A dengan
panjang gelombang antara 320nm-400nm, UV B dengan panjang gelombang
290nm-320nm dan UV C dengan panjang gelombang 10nm-290nm. Semua
sinar UV A di emisikan ke bumi, sedangkan sinar UV B sebagian di emisikan
ke bumi (terutama yang panjang gelombangnya mendekati UV A). Sinar UV
B yang panjang gelombangnya lebih pendek dan sinar UV C tidak dapat di
emisikan ke bumi karena diserap lapisan ozon yang ada di atmosfir bumi.
Dengan demikian apabila lapisan ozon yang ada di atmosfir rusak, sinar UV
B yang masuk ke bumi akan semakin banyak (BPOM, 2009 : 5).
Sumber: Isfardiyana dan Safitri, 2014: 127
Gambar 2.2 Proses penyerapan sinar matahari oleh kulit
Dari ketiga jenis sinar ultraviolet yang sudah dibahas, masing – masing
memiliki ciri-ciri dan tingkat keparahan efek radiasi yang berbeda- beda.
Namun pada umumnya, sinar ultraviolet yang terpapar masuk ke bumi, baik
itu sinar UV A, UV B, maupun UV C, dapat memberikan dampak sebagai
berikut (Ana, 2014 di dalam Isfardiyana, 2014: 12).
1. Kemerahan pada kulit
Bahaya sinar ultraviolet yang pertama adalah memberikan efek
kemerahan pada kulit. Secara umum, sinar ultraviolet, terutama sinar UV B
dapat menimbulkan gejala kemerahan pada kulit. Hal ini merupakan suatu
19
bentuk iritasi kulit yang terpapar sinar ultraviolet. Biasanya gejala ini juga
disertai rasa gatal pada bagian kulit yang memerah.
2. Kulit terasa seperti terbakar
Sinar ultraviolet juga dapat membuat kulit memilikii gejala seperti
terbakar. Hal ini biasanya disebabkan oleh paparan sinar UV– B.
3. Dapat menimbulkan eritema
Eritema merupakan kondisi dimana kulit kaki mengalami kemerahan dan
bengkak. Hal ini disebabkan oleh paparan sinar UV – B.
4. Menimbulkan penyakit katarak
Katarak merupakan kondisi mata yang tertutupi atau terhalang selaput-
selaput tertentu sehingga membuat penglihatan menjadi berkabut dan cukup
jelas. Selain factor usia, paparan sinar UV juga menjadi salah satu pemicu
timbulnya katarak.
5. Dapat memicu pertumbuhan sel kanker
Paparan sinar UV dapat menimbulkan terjadinya kerusakan fotokimia
pada DNA dari sel-sel yang berada di dalam tubuh. Hal ini akan memicu
terbentuknya kanker, terutama kanker kulit pada manusia.
6. Radiasi sinar UV A yang menembus dermis dapat merusak sel kulit.
7. Kulit dapat kehilangan elastisitas
Paparan sinar UV A yang dapat menembus bagian demis kulit dapat
merusak sel-sel yang berada pada dermis. Hal ini membuat elastisitas kulit
menjadi berkurang.
8. Kerut pada bagian kulit
Kerutan pada kulit merupakan salah satu efek samping dari hilangnya
dan berkurangnya elastisitas kulit.
9. Kanker kulit
Beberapa jenis kanker kulit disebabkan oleh sinar UV. Sinar matahari di
siang dan sore hari sangat riskan untuk merusak kulit. Sel-sel kulit dapat
memburuk akibat terkena sinar matahari.
20
E. Tabir surya
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama
daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah
terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari (SNI 16-4399-1996: 1).
Kaur dan Saraf (2009) mengemukakan bahwa dalam jumlah kecil, radiasi
UV-B bermanfaat untuk sintesis vitamin D dalam tubuh, tetapi paparan
berlebihan sinar ini dapat menyebabkan kulit kemerahan/terbakar dan efek
berbahaya sintesis radikal bebas yang memicu eritema dan katarak. Sinar UV-
B juga dapat menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga
memicu pertumbuhan kanker kulit.
Sumber : Setyowati, 2018 .https://m.trubus.id/baca/23304/sama-sama-tabir-
surya-apa-bedanya-sunblok-dengan-sunscreen
Gambar 2.3 Mekanisme tabir surya dalam melindungi kulit.
Berdasarkan mekanismenya dalam melindungi kulit, tabir surya
dibedakan menjadi dua macam yaitu tabir surya physical blocker (pemblok
fisik) yang disebut juga sunblock dan tabir surya chemical absorber
(penyerap kimia) yang disebut juga sunscreen. Mekanisme kerja tabir surya
chemical absorber yaitu mengabsorpsi radiasi sinar UV dan mengubahnya
menjadi energi panas. Mekanisme tabir surya physical blocker yaitu
memantulkan atau menghamburkan sinar UV karena didalamnya
mengandung senyawa anorganik (Rai dan Srinivas, 2007 di dalam Setyowati,
2018 : 13 ).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007: 83) syarat-syarat bagi preparat
kosmetik tabir surya diantaranya adalah:
21
1. Enak dan mudah dipakai
2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan
3. Bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur
4. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban
kulit
Sedangkan syarat-syarat bahan aktif untuk preparat tabir surya adalah
1. Efektif menyerap radiasi UV B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak
demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau
menimbulkan iritasi.
2. Meneruskan UV A untuk mendapatkan tanning (di kulit Kaukasia/Eropa).
3. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap
4. Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya.
5. Tidak berbau atau boleh berbau ringan.
6. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menyebabkan sensitisasi
Bentuk-bentuk preparat sunscreen dapat berupa :
a. Preparat anhydrous
b. Emulsi (non-greasy O/W, semi greasy dual emulsion, dan Fatty W/O)
c. Preparat tanpa lemak, dibandingkan tabir surya yang terbuat dari lemak,
preparat tanpa minyak ini memiliki keuntungan, yaitu tidak berlemak dan
tidak lengket, sehingga lebih menyenangkan untuk dipakai. Bahan-bahan
pengental seperti sorbitol dan gliserol, sering ditambahkan pada produk yang
kadar alkoholnya tidak begitu tinggi untuk menambah ketebalan lapisan yang
menempel pada kulit (Tranggono dan Latifah, 2007: 83).
Krim tabir surya yang beredar dipasaran menggunakan komponen-
komponen kimia. Keuntungan penggunaan krim tabir surya dengan bahan-
bahan kimia adalah mudah didapat, banyak pilihan, bisa dipilih sesuai dengan
kebutuhan masing-masing pengguna karena orang berkulit hitam kebutuhan
akan krim tabir surya akan berbeda dengan orang berkulit putih. Sedangkan
kerugiaannya adalah dapat menyebabkan iritasi dengan rasa terbakar, rasa
menyengat, dan dapat menyebabkan alergikontak berupa reaksi foto kontak
alergi. Jadi, penggunaan krim tabir surya dengan bahan alami akan sangat
22
menguntungkan apalagi jika mempunyai nilai SPF yang tinggi
(Purwaningsih, Salamah, Adnin, 2015 : 2).
F. Tumbuhan jagung
Sumber: Dokumen Pribadi. Sumber: Dokumen Pribadi.
Gambar 2.4 Tumbuhan jagung. Gambar 2.5 Tongkol Jagung.
Jagung (Zea mays L.) berasal dari Amerika Tengah atau Meksiko bagian
Selatan. Budidaya jagung telah dilakukan Indonesia kurang lebih selama
10.000 tahun yang lalu, kemudian teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan
sekitar 7.000 tahun yang lalu. Jagung dari hasil budidaya merupakan
keturunan langsung dari jenis jagung teosinte (Zea mays sp. Parviglumis)
(Rukmana, 1997 di dalam Setyowati, 2018: 19). Jagung tergolong dalam jenis
tanaman pangan yang banyak mengandung serat kasar. Serat kasar tersebut
terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan lignoselulosa. Masing-masing
senyawa tersebut merupakan senyawa potensial yang dapat dikonversikan
untuk menjadi senyawa lain secara biologik (Soeprijanto, 2008 di dalam
Setyowati, 2018 : 20).
1. Sistematika tumbuhan jagung (Litbang Deptan, 2010:14).
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
23
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
2. Morfologi
Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari
subfamili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah
teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung.
Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di
daerah pertanaman jagung. Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak
bercabang, berbentuk silindrris, dan terdiri atassejumlah ruas dan buku ruas.
Daunnya mempunyai bentuk ujung yang berbeda, yaitu runcing, runcing agak
bulat, bulat, dan tumpul. Pada helai daun bisa lurus atau bengkok (Litbang
Deptan, 2010:18).
3. Tongkol jagung
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak
pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding
yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji
yang jumlahnya selalu genap (Litbang Deptan, 2010: 22).
Tongkol jagung yang digunakan adalah limbah tongkol jagung hibrida
yang dibudidayakan oleh petani jagung di daerah Way kanan. Jagung hibrida
merupakan hasil pemuliaan dari flint corn (Zea mays var. Indurata). Jagung
ini merupakan komoditas jagung yang paling banyak dibididayakan didunia
saat ini. Selain paling cepat petumbuhannya produktivitas jagung ini juga
paling tinggi. Limbah tongkol jagung ini biasanya hanya digunakan sebagai
pakan ternak ruminansia (Rahardi, F: 2012).
4. Kandungan dan manfaat tongkol jagung
Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji
jagung selama melekat pada tongkol, oleh sebab itu tongkol jagung diduga
memiliki senyawa-senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan aktif tabir
surya. Telah diteliti sebelumnya tentang jagung, oleh Hossain et al. (2006)
24
dengan mengidentifikasi senyawa antioksidan flavonol glikosida dan
kuersetin dari biji jagung.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa limbah
tongkol jagung mengandung senyawa-senyawa fenolik, flavonoid dan tanin
yang mempunyai potensi sebagai antioksidan atau penangkal radikal bebas.
Lumempouw, Suryanto, Paendong (2012) dan Saleh, Suryanto, Yudistira
(2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol tongkol jagung dapat berperan
sebagai antioksidan dan tabir surya. Selain itu, penelitian Wungkana,
Suryanto, Momuat (2013) menyatakan bahwa fraksi fenolik dari tongkol
jagung dapat berperan sebagai penangkal radikal bebas dan sekaligus tabir
surya.
5. Penelitian yang sudah dilakukan
Sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian mengenai tongkol
jagung. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas anti
UV-B ekstrak fenolik dari tongkol jagung (Zea mays L.) oleh Lumempouw,
Suryanto, Paendong. Didapatkan hasil bahwa ekstrak tongkol jagung dengan
memiliki kandungan fenolik, dimana kandungan fenolik ini mampu
meningkatkan nilai SPF.
Lalu pada tahun 2013 dilakukan penelitian mengenai aktivitas
antioksidan dan tabir surya fraksi fenolik dari limbah tongkol jagung (Zea
mays L.) oleh Wungkana, Suryanto, Momuat.Pada penelitian ini disimpulkan
bahwa ekstrak tongkol jagung memiliki kemampuan sebagai bahan aktif tabir
surya yang memiliki nilai SPF cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahmawati; dkk pada tahun 2018
tentang pengaruh konsentrasi ekstrak tongkol jagung (Zea mays L.) terhadap
nilai sun protection faktor (SPF) di dapatkan hasil bahwa ekstrak etanol
tongkol jagung memiliki kemampuan sebagai tabir surya pada konsentrasi 4
ppm dengan nilai SPF 8,3 tergolong dalam proteksi maksimal, konsentrasi 8
ppm dengan nilai SPF 12,1 tergolong dalam proteksi maksimal, konsentrasi
12 ppm dengan nilai SPF 18,5 tergolong dalam proteksi ultrat, dan 16 ppm
dengan nilai SPF 20,8 tergolong dalam proteksi ultrat.
25
G. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 1995: 7).
Menurut Anief, (1997: 168) ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa
kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan
air mendidih. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter atau campuran etanol
dan air. Penyarian dilakukan diluar pengaruh cahaya matahari langsung.
Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi
atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan ekstraksi adalah suatu proses
penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang bertujuan untuk menarik
komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat tersebut (Marjoni,
2012 : 15).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang
terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang
tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat daoat diatur dosisnya. Dalam
sediaan ekstrak dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar
zat berkhasiatdalam simplisia sukar didapat yang sama (Anief, 1997: 169).
Menurut Mukhriani, (2014: 362) semua senyawa metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh suatu sumber tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan
kontrol yang berbeda, misalnya dua jenis dalam marga yang sama atau jenis
yang sama tetapi berada dalam kondisi yang berbeda. Identifikasi seluruh
metabolit sekunder yang ada pada suatu organisme untuk studi sidik jari
kimiawi dan studi metabolomik.
Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan
adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
26
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petrole-um eter, kloroform, dan sebagainya.
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia kedalam pelarut organik
yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel danselanjutnya
akan masuk kedalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat
aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk
selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini teris berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan
konsentrasi zat aktif di luar sel.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang sesuai
dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan di ekstraksi
dapat berbentuk sampel segar ataupunsampel yang telah dikeringkan. Sampel
yang umum digunakan adalah sampel segar karena penetrasi pelarut akan
berlangsung lebih cepat. Selain itu penggunaan sampel segar dapat
mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer resin atau artefak lain yang
dapat terbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan sampel kering juga
memiliki kelebihan yaitu dapat mengurangi kadar air yang terdapat di dalam
sampel, sehingga dapat mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat anti
mikroba (Marjoni,2016:16).
Salah satu metode ekstraksi yaitu ekstraksi maserasi, maserasi
merupakan cara ekstraksi yang sangat sederhana hanya dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dan tanpa pemanasan.
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif berdasarkan
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like) (Marjoni, 2016:
40).
Bahan baku utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
tongkol jagung (Zea mays L.). Pembuatan ekstrak tongkol jagung dilakukan
dengan cara menimbang serbuk tongkol jagung sebanyak 100 gram, lalu
dimasukkan ke dalam wadah dan ditambahkan 1 liter pelarut etanol 50%
27
hingga serbuk terendam. Selanjutnya diekstraksi menggunakan metode
maserasi selama 1 hari pada suhu ruang. Setelah perendaman selesai
dilakukan penyaringan, cairan yang didapat disimpan pada wadah lain.
Kemudian ampas dari hasil maserasi pertama ditambahkan 1 liter pelarut
etanol 50% dan dilakukan maserasi kedua selama 1 hari, setelah perendaman
selesai dilakukan penyaringan, cairan yang didapat dicampurkan dengan hasil
maserasi pertama. Untuk mendapatkan ekstrak kental tongkol jagung
dilakukan pemanasan terlebih dahulu. (Rahmawati; dkk, 2018: 18).
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan mengikuti prosedur
yang dilakukan Rahmawati; dkk (2018) dengan sedikit modifikasi. Dimana
pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Karena pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya diketahui bahwa tongkol jagung (Zea mays L.)
mengandung senyawa-senyawa fenolik seperti flavonoid. Flavonoid
merupakan senyawa yang larut dalam air, mereka dapat diekstraksi dengan
etanol 70% (Harborne, J.B. , 1987: 70).
H. Evaluasi sediaan
Evaluasi akhir untuk mengetahui mutu fisik sediaan dilakukan setelah
pembuatan krim selesai. Kriteria yang dapat diamati adalah uji organoleptik,
uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, tipe emulsi serta uji kesukaan.
1. Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan menggunakan pancaindera. Komponen yang
dievaluasi meliputi bau warna, tekstur sediaan, dan konsistensi. Adapun
pelaksanaannya menggunakan subjek responden (dengan kriteria tertentu)
dengan menetapkan kriteria pengujiannya (macam dan item), menghitung
presentase masing-masing kriteria yang diperoleh, serta mengambil
keputusan dengan analisis statistik (Widodo, 2013 : 173).
2. Uji kesukaan (hedonik)
Uji kesukaan atau uji hedonik adalah salah satu jenis uji penerimaan.
Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau sebaliknya tentang ketidaksukaan. Disamping itu juga
mereka mengungkapkan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat
28
kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya tidak suka, suka, dan
sangat suka. Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih yaitu panelis
yang dipilih dari kalangan terbatas berdasarkan pengujian terhadap tingkat
kepekaannya. Jumlah panelis yang dibutuhkan yaitu 15 orang (Afrianto; dkk,
2008 : 310).
3. Homogenitas
Sejumlah krim yang akan diamati dioleskan pada kaca objek yang bersih
dan kering sehingga membentuk suatu lapisan yang tipis. Krim dinyatakan
homogen apabila tidak ada partikel kasar pada krim ketika diamati secara
visual (Depkes RI, 1979 : 33).
4. pH
Uji pH ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian nilai pH sediaan
dengan nilai pH kulit. Krim yang digunakan untuk kulit harus sesuai dengan
kriteria derajat keasaman (pH) kulit agar nyaman dan tidak menimbulkan
efek yang tidak diinginkan pada kulit. Sediaan krim tabir surya rentang pH
nya 4,5 – 8,0 (SNI 16-4399-1996). Pengujian pH dilakukan menggunakan pH
meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar
standar, diencerkan 1 bagian krim dalam 10 bagian aquadest. Setelah diaduk
rata dan didiamkan sebentar diukur menggunakan pH meter, dicatat nilai pH
yang tertera pada pH meter (Sukma, 2018: 50).
5. Daya sebar
Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui daya penyebaran krim
pada kulit. Sebanyak 1 gram sediaan krim diletakkan dengan hati-hati di atas
kaca berukuran 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutup dengan kaca yang sama
berukuran 20 x 20 cm dan diberi pemberat diatasnya hingga bobot 125 gram,
kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah 1 menit. Daya sebar krim
yang baik yaitu 5 sampai 7 cm (Garg et al. 2002 : 90).
6. Uji tipe emulsi
Pemeriksaan tipe emulsi bertujuan untuk mengetahui tipe emulsi yang
terbenntuk. Pemeriksaan tipe emulsi dapat dilakukan dengan cara
pengenceran fase. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan
dengan air dan tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak (Syamsuni, 2006:
29
133). Jika sediaan merupakan tipe minyak dalam air maka sediaan akan
terlarut ketika dilarutkan dengan air, sedangkan jika sediaan merupakan tipe
air dalam minyak maka sediaan tidak dapat dilarutkan dengan air.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Sediaan Tabir Surya
No. Kriteria Uji Satuan Mutu
1 Penampakan - Homogen
2 Ph - 4,5 – 8,0
3 Bobot Jenis, 20˚ - 0,95 -1,05
4 Viskositas, 25˚ Cps 2.000 – 5.000
5 Faktor
Pelindung Surya
- Min. 4
6 Bahan Aktif Sesuai Permenkes No.
376/Menkes/Per/VIII/1990
Sesuai Permenkes No.
376/Menkes/Per/VIII/1990
7 Pengawet Sesuai Permenkes No.
376/Menkes/Per/VIII/1990
Sesuai Permenkes No.
376/Menkes/Per/VIII/1990
8 Cemaran
Mikroba
8.1 Angka lempeng
total
Koloni/g Maks. 102
8.2 Jamur Koloni/g Negatif
8.3 Coliform APM/g < 3
8.4 Staphilococcus
aureus
Koloni/g Negatif
8.5 Psaudomonas
aeruginosa
Koloni/g Negatif
Sumber : SNI 16-4399-1996 : 1
30
I. Kerangka Teori
Gambar 2.6 Kerangka teori
Gas
Sediaan farmasi
Solid Semi solid Liquid
Salep Krim Gel Pasta
Tabir surya
Bahan sintetis Bahan alam
Sediaan krim ekstrak tongkol jagung
(Zea mays L.) dengan konsentrsi 0%,
0,5%, 1%, dan 1,5%
Sinar matahari Kulit
Formula vanishing
Cream (FMS : 100)
Acid stearic 142
Glycerin 100
Natrium biborat 2,5
Trietanolalamin 10
Aq. dest. 750
Nipagin q.s
Evaluasi mutu sediaan krim
1. Uji organoleptik
2. Kesukaan
3. pH
4. Bobot jenis
5. Viskositas
6. Faktor pelindung cahaya
7. Bahan aktif
8. Pengawet
9. Cemaran mikroba
10. Homogenitas
11. Daya sebar
12. Tipe emulsi
(SNI 16-4399-1996, Widodo 2013,
Depkes RI 1979, Sukma 2018,
Syamsuni 2006, Garg et al. 2002,
Afrianto 2008)
31
J. Kerangka Konsep
Gambar 2.7 Kerangka konsep
Sediaan krim tabir surya ekstrak
tongkol jagung (Zea mays L.)
konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, dan
1,5%
Evaluasi mutu sediaan krim
1. Uji organoleptik
2. Uji kesukaan
3. Homogenitas
4. pH
5. Daya sebar
6. Tipe emulsi
32
K. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No
Variabel
Penelitian
Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Konsentrasi
ekstrak
tongkol
jagung (Zea
mays L.)
dalam sediaan
krim sebagai
tabir surya
(sunscreen)
Formulasi
ekstrak
tongkol
jagung (Zea
mays L.) yang
didapat
dengan cara
maserasi, lalu
dijadikan
sediaan krim
dengan
variasi
konsentrasi
0%, 0,5%,
1% dan 1,5%.
Menimbang
ekstrak
tongkol
jagung
dengan
neraca
analitik dan
memformulas
ikan ke dalam
basis krim
dengan
variasi
konsentrasi
ekstrak 0%,
0,5%, 1% dan
1,5%.
Neraca
analitik
Formulasi
sediaan
krim ekstrak
tongkol
jagung
dengan
variasi
konsentrasi
ekstrak 0%,
0,5%, 1%
dan 1,5%
Rasio
2. Kesukaan
(Hedonik)
Penilaian
kesukaan
panelis
terhadap
sediaan krim
secara
keseluruhan
dengan panca
indera yang
meliputi
aroma,warna,
dan
konsistensi.
Observasi
dengan
pancaindera
yang
dilakukan
oleh 15 orang
panelis
Checklist 1=Tidak
suka
2=Suka
3=Sangat
suka
Ordinal
3 Organoleptik Penilaian sifat
organoleptik
dengan
menggunakan
panca indera.
Penilaian
meliputi bau,
warna, dam
konsistensi.
Observasi
dengan panca
indera yang
dilakukan
oleh 15 orang
panelis
Checklist 1.Warna
2.Bau
3.Konsisten
si
Nominal
33
Variabel
Penelitian
Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Warna Warna dari
sediaan krim
yang dibuat
Observasi
dengan
pancaindera
penglihatan
dengan
melihat warna
yang
dihasilkan.
Checklist 1.Putih
2.Putih
kekuningan
3.Kuning
kecoklatan
4.Coklat
Nominal
Bau Aroma yang
dihasilkan
dari sediaan
krim
Observasi
dengan
panca indra
penciuman
dengan
mencium bau
yang
dihasilkan.
Checklist 1.Bau khas
2.Tidak
Berbau
Nominal
Konsistensi Konsistensi
yang
dihasilkan
dari sediaan
krim
Observasi
dengan
pancaindera
peraba .
Checklist 1.Setengah
padat
cenderung
cair
2.Setengah
padat.
Nominal
3 Homogenitas Merata
tidaknta
bahan-bahan
yang
tercampur
dalam krim.
Penilaian
dengan
melakukan
observasi
menggunakan
kaca objek
Checklist 1.Homogen
2.Tidak
homogen
Ordinal
4 pH Besarnya
nilai
keasaman
formulasi
sediaan krim.
Penilaian
dengan
melihat nilai
pH sediaan
krim dengan
alat pH meter
pH meter Nilai pH Rasio
5 Daya sebar Diameter area
krim akibat
pemberian
beban.
Penilaian
dengan
melihat
diameter krim
setelah diberi
beban
Penggaris
Cm Rasio
6 Tipe emulsi Emulsi yang
terbentuk
oleh sediaan
krim
Penilaian
dengan
pengenceran
fase
Beaker
gelas
Pipet tetes
1.Tipe M/A
2.Tipe A/M
Nominal
No