31
BAB III
DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS
BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM
Pabrik teknologi peningkatan kualitas batubara skala komersial kapasitas
150 ton/jam (untuk selanjutnya disebut Coal Upgrading Technology Commercial
Plant / CCP) merupakan pengembangan metoda CUT dalam skala komersial
pertama. Proses pengolahan batubara CCP didesain untuk dapat mengurangi
kandungan air batubara dari 30% (terhadap massa kering) menjadi 5% (terhadap
massa kering).
3.1 Proses Pengolahan Batubara dan Subsistem CCP
Pembagian subsistem pabrik CCP ditunjukkan dalam diagram blok CCP
pada Gambar 3.1. Tingginya kapasitas pengolahan batubara menyebabkan
beberapa subsistem yang menangani proses pengolahan batubara dibagi menjadi 3
jalur proses dengan kapasitas pengolahan batubara pada masing-masing jalur
adalah 50 ton/jam. Beberapa subsistem pabrik tersebut dibagi menjadi 3 unit
operasi dimana satu unit operasi menangani satu jalur proses pengolahan batubara.
Dengan adanya pembagian kapasitas pengolahan ini, maka usaha pengontrolan
proses pengolahan batubara menjadi lebih mudah. Tujuan lain dari pembagian
tersebut adalah ketika ada komponen atau alat dalam satu unit operasi pabrik yang
memerlukan perawatan atau mengalami kegagalan, maka operasional pabrik tidak
seluruhnya berhenti karena hanya jalur pengolahan proses yang berhubungan
dengan komponen atau alat tersebut-lah yang berhenti beroperasi.
Pembagian jalur proses diatas hanya berlaku untuk subsistem yang
menangani proses pengolahan batubara (subsistem pengolahan awal, pengering,
pembriketan dan penyimpanan). Subsistem pembangkit daya dirancang untuk
dapat memenuhi variasi kebutuhan uap proses sedangkan subsistem pengolahan
air dirancang untuk dapat menangani variasi produksi limbah dihasilkan pabrik.
Jadi, ketika ada jalur proses yang mati, maka suplai uap dari subsistem
32
pembangkit daya ke subsistem pengering akan dikurangi, sedangkan subsistem
pengolahan air akan bekerja pada kapasitas pengolahan limbah yang lebih kecil.
Gambar 3.1. Diagram blok CCP
Proses pengolahan batubara CCP memiliki urutan proses pengolahan
batubara yang hampir sama dengan CPP. Batubara basah yang akan di-upgrade
ditampung dalam subsistem pengolahan awal. Ketika akan diolah, batubara
tersebut dikurangi ukurannya dan diangkut menuju subsistem pengering untuk
dikeringkan dan dipanaskan hingga mencapai temperatur proses pembriketan.
Energi pengeringan dan pemanasan batubara utamanya didapatkan dari uap yang
disuplai oleh subsistem pembangkit daya. Setelah digunakan dalam subsistem
pengering, uap tersebut dialirkan kembali ke dalam subsistem pembangkit daya
untuk dipanaskan dan digunakan kembali.
Proses pengeringan dan pemanasan batubara dalam subsistem pengering
CCP dilakukan dalam 2 tingkat fluidized bed menggunakan media uap
superpanas. Sistem ini menghasilkan limbah yang berasal dari kandungan air
batubara yang menguap. Limbah tersebut terbagi menjadi 2 jalur, satu jalur berupa
33
limbah berfasa cair (kondensat) sedang jalur lain berupa limbah berfasa gas (uap).
Limbah kondensat tersebut (garis limbah dalam Gambar 3.1) langsung dialirkan
menuju subsistem pengolahan air sedang limbah uap (garis uap(limbah) dalam
Gambar 3.1) dialirkan ke dalam subsistem pembangkit daya. Selama melewati
subsistem pembangkit daya, limbah uap tersebut didinginkan sebelum akhirnya
dialirkan ke subsistem pengolahan air.
Batubara kering dan panas yang keluar dari subsistem pengering kemudian
diangkut ke subsistem pembriketan dan penyimpanan untuk dijadikan briket,
didinginkan, dan disimpan dalam stockpile. Pendinginan briket dilakukan dengan
menggunakan sebagian flue gas boiler dalam subsistem pembangkit daya yang
pada akhirnya dialirkan kembali ke subsistem pembangkit daya untuk dibuang ke
lingkungan.
Kebutuhan daya seluruh peralatan pabrik didapatkan dari subsistem
pembangkit daya yang berupa siklus pembangkit uap. Turbin uap yang digunakan
CCP adalah turbin yang tersedia di pasaran (bukan turbin custom) sehingga daya
yang dihasilkan subsistem pembangkit daya lebih besar dari kebutuhan daya
pabrik. Kelebihan daya tersebut nantinya akan dialirkan ke jala-jala listrik
lingkungan sekitar pabrik (CCP juga menjual listrik).
Semua limbah cair yang dihasilkan CCP dialirkan menuju subsistem
pengolahan air. Limbah tersebut kemudian diolah sedemikian rupa hingga
memenuhi baku mutu air buangan pabrik. Air tersebut pada akhirnya dibuang ke
badan air penerima setempat. Selain menangani limbah yang dihasilkan pabrik,
subsistem pengolahan air CCP juga menyediakan kebutuhan air bersih pabrik.
Contoh layout CCP ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Gambar tersebut
hanya merupakan contoh karena rencana lokasi pembangunan CCP belum
ditentukan. Dalam Gambar 3.2, gudang pabrik digunakan untuk menyimpan suku
cadang peralatan dan bahan-bahan kuantitas kecil yang dibutuhkan pabrik seperti
bahan kimia yang diperlukan subsistem pengolahan air. Selain digunakan untuk
ruang kontrol dan gedung administrasi, bangunan nomor 7 dalam Gambar 3.2
juga digunakan untuk keperluan lain seperti kantin dan laboratorium.
Laboratorium tersebut berisi peralatan pengujian untuk keperluan operasional
proses pabrik dan untuk pengembangan sistem CCP lebih lanjut.
34
Gambar 3.2. Contoh layout CCP
3.2 Sub-sistem Pengolahan Awal
Subsistem pengolahan awal CCP merupakan tempat penerimaan dan
penyimpanan batubara mentah yang akan di-upgrade serta bertugas untuk
mengurangi ukuran batubara (size reduction) hingga sesuai dengan kebutuhan
proses pengeringan dan pemanasan dalam subsistem pengering. Batubara kecil
tersebut kemudian diangkut ke subsistem pengering menggunakan sistem
pneumatic conveying ke subsistem pengering.
Bird view unit pengolahan awal ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Batubara
mentah yang akan di-upgrade disimpan dalam tempat-tempat penyimpanan yang
bergantung pada ukuran batubara mentah tersebut. Batubara yang berukuran
kurang dari 200 mm langsung dibawa ke bak penyimpanan batubara ukuran
sedang, sedang batubara yang lebih besar dari ukuran tersebut, dibawa ke bak
penyimpanan batubara ukuran besar untuk dikurangi ukurannya menjadi kurang
dari 200 mm. Batubara ukuran sedang kemudian diangkut ke feeding hopper
crusher house untuk dibagi menjadi 3 jalur pengolahan menggunakan overhead
crane (tidak diperlihatkan dalam Gambar 3.3) dan konveyor utama. Crusher
house terdiri dari peralatan size reduction dan sebagian sistem pneumatic
conveying.
35
Gambar 3.3. Bird view unit pengolahan awal CCP
Skema proses size reduction dan pneumatic conveying dalam subsistem
pengolahan awal CCP ditunjukkan dalam Gambar 3.4. Proses size reduction
batubara menggunakan satu rangkaian peralatan grinding machine (jaw crusher)
dan milling machine (trapezium mill). Milling machine tersebut dilengkapi dengan
satu rangkaian peralatan size separator untuk memisahkan partikel batubara yang
berukuran terlalu kecil ketika batubara mengalami proses size reduction di dalam
milling machine. Batubara tersebut dikumpulkan dalam satu tempat tersendiri dan
nantinya akan dialirkan menuju subsistem pengering.
Sistem pneumatic conveying CCP terdiri dari alat pengumpan padatan
(feeding device), pipa pengangkut, peralatan penangkap debu (dust collector),
blower, dan 2 tingkat siklon. Batubara dari siklon milling machine dicampur
dengan udara pembawa dalam alat pengumpan sehingga kecepatan batubara
meningkat. Udara pembawa akan mengangkut batubara tersebut menuju siklon
tingkat pertama yang akan memisahkan partikel batubara berukuran besar (ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan proses). Batubara halus yang lolos dari siklon
36
pertama akan dipisahkan oleh siklon kedua yang memiliki efisiensi lebih tinggi
daripada siklon pertama. Udara yang keluar dari siklon kedua disirkulasi kembali
menuju alat pengumpan melalui peralatan penangkap debu dan blower.
Gambar 3.4. Skema unit pengolahan awal
3.2.1 Proses Size Reduction Batubara
Proses size reduction memiliki sejarah yang panjang, meskipun demikian
pengontrolan ukuran dan distribusi ukuran partikel hasil proses tersebut masih
sulit dilakukan. Efisiensi energi proses size reduction juga sangat rendah, dan
energi yang diperlukan proses tersebut akan bertambah seiring dengan semakin
kecil ukuran partikel yang dihasilkan proses [13].
Pemilihan peralatan size reduction CCP ditujukan untuk meminimalisir
produksi batubara halus. Beberapa metoda yang ditempuh untuk meminimalisir
produksi batubara halus tersebut adalah
1. proses size reduction dilakukan secara bertahap (Gambar 3.5). Semakin kecil
perubahan rasio ukuran batubara melewati alat, maka potensi produksi
batubara halus dari proses size reduction semakin kecil [13].
37
2. Penggunaan mekanisme klasifikasi partikel internal dalam mesin size
reduction terakhir. Mekanisme tersebut juga ditujukan untuk meminimalisir
waktu tinggal partikel yang berlebihan dalam mesin tersebut.
Gambar 3.5. Proses size-reduction dalam unit pengolahan awal CCP
Crusher biasa digunakan sebagai mesin size reduction tingkat pertama
untuk menghasilkan partikel berukuran kurang dari 10 cm [13]. Crusher yang
digunakan dalam CCP adalah jenis jaw crusher (Gambar 3.6) yang terdiri dari 2
permukaan penghancur dengan suatu sudut tertentu. Material dihancurkan antara
satu pelat statis dan satu pelat dinamis menggunakan tekanan yang berulang-ulang
hingga produk yang dihancurkan menjadi cukup kecil untuk keluar dari celah
antara 2 permukaan penghancur.
Gambar 3.6. Jaw crusher [13]
38
Trapezium mill yang digunakan CCP adalah jenis high suspension mill
(Gambar 3.7). Alat ini sering digunakan dalam pertambangan, industri kimia,
material konstruksi, metalurgi, dll. [15]. Penggerusan batubara terjadi karena
tekanan yang diberikan roller pada batubara saat batubara berada diantara antara
roller dan dinding alat/ring. Roller tersebut berputar pada sumbu dinding alat dan
pada sumbu roller itu sendiri. Gaya tekan roller pada batubara diatur dengan
mekanisme pegas di bagian atas roller. Trapezium mill ini juga dilengkapi dengan
mekanisme klasifikasi ukuran partikel. Udara yang dialirkan dari bawah akan
mengangkut partikel batubara halus ke bagian atas alat. Karena luas permukaan
bagian atas alat lebih besar dari bagian penggerusan, maka partikel batubara yang
masih berukuran besar akan jatuh kembali ke daerah penggerusan dan tergerus
kembali. Fungsi shovel nose tools dalam Gambar 3.7 adalah untuk mengangkat
batubara yang ada di dasar alat ke daerah penggerusan (daerah roller). Udara dan
partikel batubara yang keluar dari trapezium mill kemudian dilewatkan siklon.
Sebagian besar partikel batubara akan terkumpul dalam kaki siklon dan udara
pembawa disirkulasi kembali ke blower dan ke trapezium mill setelah dilewatkan
dust collector untuk menyaring partikel batubara yang berukuran terlalu kecil
(Gambar 3.8). Dalam desain ini, dust collector yang digunakan berupa susunan
beberapa bagfilter. Semua bagian trapezium mill tersebut bekerja dalam tekanan
negatif sehingga masalah debu tidak akan terjadi. Katalog jaw crusher dan
trapezium mill yang digunakan CCP ini ada dalam lampiran B.1 dan B.2.
3.2.2 Sistem Pneumatic Conveying
Pengangkutan batubara dari subsistem pengolahan awal ke subsistem
pengering dilakukan dengan menggunakan sistem pneumatic conveying yang
terdiri dari sumber gas, alat pengumpan padatan (feeding device), pipa
pengangkut, dan receiver untuk memisahkan partikel batubara dari gas pembawa
[16]. Dasar pemilihan sistem pneumatic conveying untuk mengangkut batubara ke
unit pengering adalah
1. konstruksi unit pengering yang tinggi
2. kapasitas pengolahan batubara yang besar
3. minimasi masalah debu saat pengangkutan batubara
39
Gambar 3.7. MTM High Suspension Mill [15]
Gambar 3.8. Susunan jaw crusher dan trapezium mill [15]. Main unit dalam
gambar tersebut adalah trapezium mill.
Gas yang digunakan dalam sistem pneumatic conveying CCP adalah udara
biasa yang disirkulasi. Peralatan receiver dalam sistem pneumatic conveying CCP
adalah 2 tingkat siklon dan sebuah dust collector. Siklon tingkat pertama
ditujukan untuk memisahkan partikel batubara yang besar (sesuai dengan
40
kebutuhan proses unit pengering yaitu berdiameter rata-rata 1 mm). Siklon kedua
yang memiliki efisiensi lebih tinggi dari siklon pertama, akan mengumpulkan
partikel batubara yang berukuran lebih kecil. Partikel kecil tersebut dapat berasal
dari:
1. proses size reduction sebelumnya (lolos dari peralatan klasifikasi ukuran
trapezium mill)
2. partikel batubara yang pecah (fragmentation) saat batubara mengalami proses
pneumatic conveying
3. hasil abrasi pada permukaan partikel batubara karena bertumbukan dengan
partikel yang lain saat mengalami proses pneumatic conveying
Batubara yang dikumpulkan oleh siklon kedua langsung dialirkan menuju
hopper mesin briket untuk dibriket bersama partikel batubara yang telah melewati
unit pengering. Partikel kecil dalam udara sirkulasi pneumatic conveying yang
masih lolos dari siklon kedua, dipisahkan menggunakan dust collector. Semua
batubara halus yang dihasilkan oleh unit pengolahan awal dikumpulkan dalam
satu tempat dan diangkut menggunakan sistem pneumatic conveying ke subsistem
pengering setelah mencapai jumlah tertentu. Batubara halus tersebut dicampur
bersama hasil dari siklon kedua sistem pneumatic conveying utama dalam
subsistem pengolahan awal.
Jenis dust collector sistem pneumatic conveying CCP adalah intermittent-
shaker baghouse. Jenis continuous-shaker baghouse tidak digunakan karena
selain ukurannya yang lebih besar daripada intermittent-shaker, sistem pneumatic
conveying CCP masih dapat beroperasi dengan baik dengan menggunakan
intermittent-shaker baghouse. Intermittent-shaker baghouse tersebut terdiri dari
beberapa kompartemen bagfilter dan mekanisme pembersihan bagfilter tersebut
yang ditata dalam sebuah shell yang memiliki hopper untuk menerima debu yang
ditangkap (Gambar 3.9). Bagian bawah kantung biasanya terbuka dan ditahan
dengan pipa sedang bagian atas terhubung dengan mekanisme penggetar berupa
susunan batang yang digerakkan oleh motor. Frekuensi penggetaran kantung diset
dengan menggunakan timer. Faktor frekuensi tersebut, bersama tingkat osilasi dan
amplitudo getaran mempengaruhi efisiensi pembersihan baghouse [17].
41
Kelembaban udara sirkulasi sistem pneumatic conveying maksimum
adalah 65%. Kelembaban udara yang lebih tinggi dari tingkat tersebut dapat
menjadi pemicu munculnya liquid bridge [18] pada bagian kontak antara 2
partikel (Gambar 3.10) sehingga muncul gaya adhesi antar partikel yang nilainya
lebih besar daripada gaya van der Waals antar partikel. Tingkat kelembaban udara
tersebut akan menentukan bentuk liquid bridge sedangkan ketebalan air yang
diserap akan berpengaruh pada besar gaya adhesi tersebut. Meskipun demikian,
efek kelembaban tersebut juga dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dan
temperatur [13].
Gambar 3.9. Intermittent-shaker baghouse [17]
Gambar 3.10. Liquid bridge antara 2 partikel [13]
42
3.3 Subsistem Pengering
Subsistem pengering dibagi menjadi 3 unit pengering dengan kapasitas
pengolahan batubara tiap unit adalah 50 ton/jam. Skema peralatan dalam satu unit
pengering ditunjukkan dalam Gambar 3.11. Batubara yang ditangkap oleh siklon
pertama pneumatic conveying dikumpulkan dalam silo sementara. Batubara
kemudian dipanaskan dan dikeringkan dalam 2 tingkat fluidisasi dengan
menggunakan media pemanas uap. Tekanan tiap tingkat fluidisasi tersebut
berbeda sehingga perlu digunakan flap gate untuk mengalirkan padatan dari satu
titik ke titik lain. Flap gate juga berperan dalam meminimalisir kebocoran uap
saat batubara diangkut dari 2 titik dengan tekanan yang berbeda. Uap yang keluar
dari bed pada tiap tingkat fluidisasi kemungkinan besar mengandung partikel
halus sehingga harus dipisahkan menggunakan siklon. Batubara halus yang
terkumpul dalam tiap tahap pengeringan dan dari siklon kedua pneumatic
conveying kemudian langsung dialirkan ke hopper mesin briket (unit pembriketan
dan penyimpanan). Untuk mengatasi perbedaan tekanan antar tiap siklon tersebut,
digunakan flap gate.
3.3.1 Silo Sementara
Fungsi utama silo sementara adalah untuk menampung batubara yang
ditangkap oleh siklon pneumatic conveying tingkat pertama. Bervariasinya
karakteristik partikel batubara saat mengalami proses pneumatic conveying
menyebabkan laju aliran massa batubara masuk ke flap gate sebelum bed 1
menjadi bervariasi. Variasi ini diatasi dengan penampungan partikel batubara
sementara di dalam silo sementara. Di bagian bawah silo tempat batubara keluar
juga dipasang rotary feeder untuk mengetahui laju volumetrik aliran batubara ke
flap gate sebelum bed 1 dan sebuah sensor berat untuk untuk mengetahui berat isi
silo.
Ada 2 pola aliran partikel padatan (bulk-material flow) dalam silo [13].
Pola mass flow (Gambar 3.12a) adalah pola aliran dimana semua material yang
disimpan bergerak ketika isi silo dialirkan. Pola kedua adalah funnel flow (3.12b
s/d. 3.12f) terjadi ketika muncul saluran aliran padatan yang terbentuk di dalam
daerah tertentu di atas outlet dan material yang dekat dengan dinding miring
43
outlet. Saluran aliran padatan tersebut juga dapat memotong dinding yang paralel
dan terbentuk hingga bagian atas. Pola aliran seperti ini sering disebut dengann
internal flow (Gambar 3.12c s/d. 3.12e). Jenis pola aliran funnel flow lain adalah
expanded flow dimana pola aliran mass flow terbentuk dalam bagian hopper yang
curam tetapi masih terjadi sedikit tumpukan padatan di bagian bawah silo yang
memiliki kemiringan lebih kecil daripada daerah dengan mass flow. Pola aliran
yang digunakan dalam desain silo sementara CCP adalah pola mass flow.
Gambar 3.11. Skema elevation view unit pengering
dari unit pengolahan awal
ke unit pengolahan awal
7
7
10
611
7
ke penyimpanan(stockpile)
1
Catatan :- pipa pneumatic conveying, siklon pneumatic conveying pertama, siklon pneumatic conveying kedua merupakan bagian dari unit pengolahan awal- hopper mesin briket, mesin briket, dan conveyor pendingin merupakan bagian dari unit briketing dan penyimpanan
6
10
Keterangan : 1. pipa pneumatic conveying 2. siklon pneumatic conveying pertama 3. siklon pneumatic conveying kedua 4. silo sementara 5. pemanas batubara halus 6. rotary feeder 7. flap gate 8. bed 1 (bertekanan 1.7 bar) 9. bed 2 (bertekanan 3.4 bar)10. siklon bed 11. slide gate12. hopper mesin briket13. mesin briket14. conveyor pendingin
14
13
12
9
8
57
33
4
22
44
Gambar 3.12. Pola aliran dalam silo [13]
45
3.3.2 Fluidized Bed Superheated Steam Drying
Proses pengeringan dan pemanasan batubara CCP dilakukan dalam 2
tingkat fluidized bed dalam tekanan dan temperatur yang berbeda dengan
menggunakan fluida pemanas uap secara kontinyu. Skema tiap tingkat fluidized
bed CCP ditunjukkan dalam Gambar 3.13. Batubara dimasukkan dalam bed
menggunakan flap gate untuk mengatasi perbedaan tekanan dalam bed dengan
tekanan inlet batubara basah. Di dalam bed, batubara akan terfluidisasi oleh uap
yang selalu disirkulasi oleh blower. Batubara mengalami pemanasan dan
pengeringan oleh uap tersebut dan oleh internal heater. Pemanasan dan
pengendalian temperatur uap sirkulasi dilakukan dengan pengaturan preheater.
Adanya penguapan kandungan air batubara akan menambah jumlah uap sirkulasi
sehingga perlu digunakan sebuah katup untuk mengurangi jumlah uap sirkulasi
tersebut.
Gambar 3.13. Skema tiap tingkat fluidisasi CCP
Proses fluidisasi dalam bed dengan konfigurasi seperti dalam Gambar
3.13. akan menghasilkan partikel batubara halus. Beberapa contoh penyebab hal
tersebut adalah tumbukan antar partikel batubara dan tumbukan antara partikel
batubara dengan dinding pipa internal heater atau dinding bed. Partikel batubara
46
halus tersebut akan terbawa oleh uap sirkulasi keluar bed. Untuk melindungi
katup, blower, dan sisi dingin preheater dari partikel batubara halus tersebut,
digunakan siklon.
Tingginya kapasitas pengolahan batubara dalam CUT Commercial Plant
(CCP) membawa pada pemilihan desain :
− Diameter bed besar untuk mengurangi wall effect [9]
− Penggunaan internal heater dengan luas permukaan yang besar untuk men-
stabilkan proses fluidisasi. Internal heater tersebut diharapkan berfungsi
sebagai pengaduk.
Skema susunan 2 tingkat fluidised bed CCP ditunjukkan dalam Gambar
3.14. Fluida pemanas utama yang digunakan adalah uap panas yang didapat dari
boiler. Semua partikel batubara halus yang dikumpulkan oleh siklon dalam sistem
fluidised bed langsung ”dialirkan” menuju hopper mesin briket (unit pembriketan
dan storage). Uap dari boiler yang telah melewati proses dialirkan kembali ke unit
pembangkit daya. Kelebihan uap sirkulasi bed 2 digunakan sebagai fluida
pemanas internal heater bed 1 sedang kelebihan uap sirkulasi bed 1 dialirkan ke
unit pembangkit daya sebagai pemanas feedwater boiler.
3.3.3 Sistem Transport Batubara Antar Bed
Sistem transport padatan berhubungan dengan peralatan untuk
mengalirkan padatan antara 2 titik pengangkutan. Dalam unit pengering CCP,
sistem transport padatan perlu didesain karena adanya kebutuhan untuk
mengalirkan padatan antara 2 tekanan yang berbeda. Peralatan utama yang
digunakan untuk kebutuhan proses tersebut adalah flap gate (Gambar 3.15.
Batubara dari titik yang bertekanan rendah ke dalam pipa dan mengalir secara
gravitasi ke dalam flap gate. Flap gate terdiri dari 2 ruang untuk menampung
batubara dan 2 buah gate yang dapat bergerak membuka dan menutup. Pada
kondisi pengangkutan batubara dari silo sementara ke bed 1, jumlah batubara
yang ada di atas pintu pertama flap gate perlu dibatasi. Pembatasan tersebut
dilakukan dengan penggunaan rotary vane. Tingginya kapasitas pengangkutan
pengangkutan batubara dan keterbatasan ruang yang tersedia untuk peralatan
47
menyebabkan jumlah flap gate yang digunakan tiap unit pengering CPP
berjumlah lebih dari satu.
Keterangan :batubara TS - silo sementarauap FB - bedkondensat/air RF - rotary vane
FG - flapgate B - blowerSG - slide gate P - preheaterCD - drum kontrol
batubara dari siklon 1pneumatic conveying
(subsistem pengolahan awal)
batubara dari siklon 2pneumatic conveying
(subsistem pengolahan awal)
FG1
ke penukar panas 3(subsistem pembangkit daya)
RF1
TS
C1
FB1CD1
FG2
FG4
CD2CD3
FB2
C2
P1
P2
B1
B2
FG5
ke cooling pond (subsistem pengolahan air)
dari deaerator (subsistem pembangkit daya)
ke deaerator (subsistempembangkit daya)
ke hopper mesin briket(subsistem briketing dan penyimpanan)
uap superpanas dari boiler(subsistem pembangkit daya)
feedwater dari drum boiler(subsistem pembangkit daya)
ke penukar panas 1(subsistem pembangkit daya)
RF2
SG1
SG2
FG3
Gambar 3.14. Skema unit pengering CCP
48
Gambar 3.15. Flap gate [19]
3.4 Subsistem Pembriketan dan Penyimpanan
Batubara kering dan panas yang keluar dari subsistem pengering kemudian
dibriket, didinginkan, dan disimpan/dikemas dalam subsistem pembriketan dan
penyimpanan. Pembriketan dilakukan dengan menggunakan sebuah binderless
briquetting machine sedangkan pendinginan briket dilakukan dengan
menggunakan sebagian flue gas boiler dalam subsistem pembangkit daya. Flue
gas tersebut dialirkan ke saluran konveyor setelah binderless briquetting machine
(Gambar 3.16). Batubara halus yang tidak ikut menjadi briket akan terbawa oleh
flue gas tersebut dan dan dikumpulkan dalam suatu dust collector. Katup bypass
flue gas dalam Gambar 3.16 ditujukan untuk mengendalikan temperatur flue gas
masuk dust collector sehingga filter bag dalam dust collector tidak rusak karena
temperatur yang terlalu tinggi.
Proses pembriketan padatan merupakan salah satu jenis proses size
enlargement. Proses size enlargement dapat dikategorikan dalam 2 mode utama,
mode pertumbuhan granular dan mode produk yang dihasilkan mesin [13]. Mode
proses size enlargement CCP adalah mode produk yang dihasilkan mesin dimana
batubara dipaksa untuk “mengalir” dalam kondisi panas dan lengket melewati
49
cetakan dalam binderless briquetting machine. Mekanisme ikatan antar partikel
batubara dalam briket disebabkan oleh beberapa faktor antara lain,
Gambar 3.16. Skema proses pendinginan briket
1. Deformasi dan pecahnya partikel padatan akibat gaya tekan yang diberikan
mesin briket
2. Pemanasan batubara yang menyebabkan munculnya berbagai gaya ikat aktif
antar partikel akibat dari permukaan kontak antar partikel yang meningkat.
Peningkatan tersebut dipicu oleh beberapa hal seperti perubahan struktur
permukaan, desorption, atau mekanisme lain.
3. Adanya cairan pengikat (binder) berupa cairan tar yang berasal dari partikel
batubara itu sendiri
3.5 Subsistem Pembangkit Daya
Semua kebutuhan daya peralatan dalam CCP dan kebutuhan uap subsistem
pengering disuplai oleh subsistem pembangkit daya (Gambar 3.17). Turbin yang
digunakan CCP adalah turbin uap tipe kondensing yang memiliki kebutuhan uap
bertekanan 34,32 bar dan bertemperatur 432°C (lihat Lampiran B.4). Kondisi uap
yang diperlukan turbin tersebut ternyata juga langsung dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan uap subsistem pengering.
50
penukarpanas 2
deaerator udara luar
air pendingin dari dan ke pabrik
cooling tower
makeup water
kondensor
turbin
ke unit pengering
air panas dari unit pengering
makeup water
G
ke unit pengolahan limbah
uap dari bed 1 (unit pengering)
penukarpanas 1
boiler
Gambar 3.17. Skema subsistem pembangkit daya CCP
51
Output daya generator subsistem pembangkit daya CCP adalah 6 MW.
Kebutuhan daya total peralatan dalam CCP sebenarnya tidak sebesar daya output
generator tersebut. Besar daya di atas dipilih karena turbin yang digunakan CCP
adalah turbin yang umum dijual di pasaran sehingga pilihan kapasitas output daya
turbin tersebut terbatas pada tingkatan kapasitas tertentu (lihat Lampiran B.4).
Dari berbagai kapasitas output daya tersebut, kapasitas output daya turbin yang
paling mendekati dengan kebutuhan daya total peralatan dalam CCP adalah turbin
dengan output daya ekivalen 6 MW.
Boiler yang digunakan subsistem pembangkit daya adalah boiler tipe
stoker yang berbahan bakar batubara. Batubara yang digunakan sebagai bahan
bakar boiler adalah sebagian batubara basah yang akan diupgrade.
Uap boiler yang telah digunakan dalam subsistem pengering dialirkan
kembali ke subsistem pembangkit daya. Meskipun telah berkondensasi, uap
tersebut (selanjutnya disebut air panas) masih memiliki temperatur yang tinggi.
Air panas tersebut selanjutnya digunakan untuk memanaskan feedwater boiler (air
dari pompa setelah deaerator) melalui sebuah feedwater heater (penukar panas 2
dalam Gambar 3.17). Karena berasal dari uap boiler, air panas tersebut dapat
langsung dicampur dengan feedwater boiler yang berasal dari deaerator.
Aliran uap lain yang mengalir ke dalam subsistem pembangkit daya adalah
uap dari kelebihan sirkulasi bed 1 dalam subsistem pengering. Uap ini berasal dari
kandungan air batubara yang menguap dan bersifat kotor sehingga hanya
digunakan untuk pemanas feedwater yang keluar dari deaerator (penukar panas 2
dalam Gambar 3.17). Pemanasan tersebut dilakukan hingga feedwater yang akan
mengalir ke deaerator mencapai keadaan cair jenuh. Setelah digunakan untuk
memanaskan feedwater boiler, uap kotor tersebut dialirkan ke subsistem
pengolahan limbah untuk diolah.
Air pendingin kondensor turbin CCP didapatkan dari cooling tower. Selain
menerima beban pendinginan kondensor turbin, cooling tower tersebut juga
menerima beban pendinginan lain dalam pabrik seperti air pendingin tangki
destilasi dalam subsistem pengolahan air.
52
3.6 Subsistem Pengolahan Air
Subsistem pengolahan air CCP (Gambar 3.18) berfungsi untuk
menyediakan kebutuhan air bersih pabrik (termasuk make up water boiler) dan
mengolah limbah cair pabrik. Peralatan yang berada di deretan atas dalam Gambar
3.18 merupakan peralatan-peralatan untuk mengolah air bersih, sedangkan
peralatan yang berada di deretan bawah adalah peralatan untuk mengolah air
limbah pabrik. Peralatan pengolahan air bersih dipilih berdasarkan asumsi bahwa
kondisi sumber air CCP memiliki kualitas air yang lebih buruk daripada kualitas
sumber air pada umumnya (air sungai).
3.6.1 Proses Pengolahan Limbah
Limbah cair utama CCP adalah kelebihan uap sirkulasi tiap bed pengering
(dalam subsistem pengering) yang berasal dari kandungan air batubara yang
menguap. Kelebihan uap sirkulasi bed 1 yang telah melewati subsistem
pembangkit daya yang masih berupa campuran, dikondensasi lebih lanjut dalam
sebuah tangki destilasi dengan menggunakan fluida pendingin berupa sebagian air
buangan pabrik yang telah melewati rangkaian proses pengolahan air. Kondensat
tersebut kemudian dicampur dengan kondensat dari internal heater bed 1 (yang
berasal dari kelebihan uap sirkulasi bed 2) dan didinginkan dalam cooling pond.
Cooling pond juga merupakan tempat penampungan limpasan air hujan yang
berasal dari stockpile penyimpanan batubara yang akan di-upgrade maupun
stockpile briket batubara. Karena kedua jenis limbah yang masuk ke cooling pond
diperkirakan masih mengandung batubara halus, maka endapan yang muncul
dalam cooling pond dan klarifier dipisahkan dari endapan lain dalam subsistem
pengolahan air. Endapan ini (cake2 dalam Gambar 3.18) pada akhirnya
dikeringkan untuk kemudian digunakan sebagai campuran bahan bakar boiler
dalam subsistem pembangkit daya.
53
Gambar 3.18. Skema unit pengolahan air
54
Selain pengurangan total dissolved solid (TDS), pengolahan limbah CCP
juga ditujukan untuk mengurangi kandungan pencemar lain. Proses yang
digunakan adalah koagulasi bahan pencemar dengan menggunakan bahan kimia.
Semua bahan kimia yang diperlukan dicampur dengan air limbah yang berasal
dari overflow klarifier setelah cooling pond. Pencampuran tersebut dilakukan
dalam bak kontak padatan. Campuran tersebut kemudian dialirkan ke dalam bak
klarifier final dan dicampur lagi dengan limbah kuantitas kecil pabrik, seperti
blowdown boiler dan cooling tower, buangan sistem pendingin mesin, limbah dari
drains (lantai, halaman), limbah hasil pembersihan logam seperti pembersihan
pipa boiler (luar dan dalam), atau limbah lain. Semua bahan tersebut akan
tercampur dalam klarifier final sehingga timbul koagulan yang akan keluar dari
pipa bawah klarifier. Limbah kuantitas kecil juga akan terkoagulasi karena bahan
kimia yang memicu koagulasi limbah tersebut juga ikut dicampur dengan air
limbah yang mengalir dalam bak kontak padatan. Air overflow klarifier
merupakan air bersih yang dapat langsung dibuang ke lingkungan.
3.6.2 Proses Pengolahan Air Bersih
Proses pengolahan air bersih utamanya ditujukan untuk menyediakan
make up water boiler dan cooling tower. Kualitas air boiler yang buruk dapat
merusak pipa-pipa boiler. Penguapan air yang terjadi dalam pipa boiler dapat
meninggalkan padatan yang terlarut dalam air boiler sehingga terbentuk kerak dan
endapan pada permukaan pipa boiler. Adanya endapan dalam permukaan
perpindahan panas dapat menyebabkan logam menjadi panas berlebihan sehingga
berakibat pada kegagalan. Kualitas air boiler buruk juga dapat menyebabkan
korosi dalam pipa boiler ketika. Kandungan gas terlarut seperti oksigen, CO2, dan
hidrogen sulfida yang terbawa bersama uap dapat memicu korosi dalam jalur pipa
dan kondensat. Tingkat pH yang rendah juga bisa menjadi penyebab korosi [21].
Tabel 3.1 menunjukkan kualitas air maksimum yang direkomendasikan
oleh American Boiler Manufacturers Association (ABMA). Kualitas air tersebut
dicapai dengan penggunaan beberapa peralatan pengolahan air seperti dalam
Gambar 3.18. Penjelasan singkat tentang peralatan-peralatan tersebut ditunjukkan
dalam Tabel 3.2.
55
Tabel 3.1. Batas kualitas air maksimum boiler [22]
Tabel 3.2. Peralatan pengolahan air bersih dalam unit pengolahan air
Peralatan Fungsi Proses
Bak prasedimentasi Mengurangi kandungan TDS Sedimentasi
Bak aeerasi Mengurangi kandungan CO2 dan H2S
Aerasi
Bak kontak padatan dan klarifier
− Mengurangi kandungan oksigen
− Mengurangi TDS − Menaikkan pH
− Reaksi bahan oxygen scavenger dengan oksigen
− Koagulasi dan Sedimentasi
− Reaksi kandungan air dengan bahan kimia
Deep sand filter Mengurangi kandungan TDS Filtrasi
Filter karbon aktif Mengurangi kandungan volatile organic compound (VOC)
Adsorpsi VOC oleh karbon aktif
Reverse osmosis Mengurangi kandungan Total Suspended Solid (TSS)
Reverse osmosis
3.7 Beberapa Catanan untuk Perancangan Awal Unit Pengering
Energi pengeringan dan pemanasan batubara dalam unit pengering
didapatkan dari uap superpanas yang disuplai oleh boiler dalam subsistem
pembangkit daya. Desain kondisi proses pengeringan-pemanasan batubara dalam
unit pengering sangat menentukan besar kebutuhan uap tersebut. Desain peralatan
dalam unit pengering juga memiliki kontribusi terbesar dalam kebutuhan daya
total CCP. Oleh sebab inilah, perlu dilakukan perancangan awal unit pengering,
baik dari segi kondisi proses maupun dari segi desain peralatan, sehingga
didapatkan desain yang optimum.