BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Topografi
Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Propinsi Jawa Barat. Desa Cibodas
memiliki luas 1273,44 ha. Secara geografis, Desa Cibodas dibatasi oleh wilayah-
wilayah sebagai berikut.
Sebelah utara : Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang
Sebelah selatan : Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan
Sebelah barat : Desa Sutenjaya, Kecamatan Lembang
Sebelah timur : Desa Langensari, Kecamatan Lembang
Secara topografi, bentang wilayah Desa Cibodas merupakan dataran
tinggi/pegunungan dengan ketinggian tempat mencapai 1260 meter di atas
permukaan laut (dpl). Curah hujan rata-rata mencapai 177,55 mm/tahun dan suhu
rata-rata harian antara 19-22 0C. Ditinjau dari jarak dan waktu tempuh, Desa
Cibodas berjarak 8 km dari ibukota Kecamatan Lembang dan bila ditempuh
dengan kendaraan bermotor dapat ditempuh selama 0,5 jam. Sedangkan jika
ditempuh dengan berjalan kaki atau tanpa kendaraan dapat ditempuh selama 2
jam.
49
4.1.2 Keadaan Lahan dan Jenis Penggunaannya
Desa Cibodas memiliki luas 1070,94 ha. Secara umum, kondisi tanah Desa
Cibodas merupakan tanah yang subur dengan sebagian besar tanahnya berwarna
hitam dan tekstur tanah bersifat debuan. Penggunaan lahan di Desa Cibodas dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cibodas
No. Penggunaan Luas Lahan
(ha)
Persentasi
(%)
1. Pemukiman 111,5 10.411
2. Persawahan/Pertanian 433,72 40.499
3. Perkebunan/Kehutanan 351 32.775
4. Kuburan 0,9 0.084
5. Pekarangan 139 12.979
6. Taman 2,5 0.233
7. Perkantoran 0,3 0.028
8. Prasarana dan sarana umum lainnya 0,02 0.002
9. Hutan konservasi/Tahura 32 2.988
Total 1070,94 100,00 Sumber : Data Potensi Desa Cibodas, 2011
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan paling
banyak digunakan untuk persawahan/pertanian yakni seluas 433,72 Ha (40,499%).
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Cibodas merupakan
petani.
4.1.3 Data Monografi Desa Cibodas
1. Potensi Sumber Daya Alam
Lahan pertanian di Desa Cibodas adalah 40,499 % dari total luas wilayah.
Secara keseluruhan, penggunaan lahan pertanian diperuntukan untuk ladang/tegal
(lahan kering) dan penggunaan lahan sawah tidak akan ditemukan. Sayuran
merupakan komoditas unggulan baik sayuran lokal (brokoli, kol,tomat dan
50
sebagainya) dan sayuran eksklusif (buncis, edamame, horenso, kyuri, natsubi, dan
sebagianya). Selain itu, ada juga tanaman palawija dan buah-buahan.
2. Potensi Sumber Daya Manusia
Jumlah penduduk Desa Cibodas tahun 2011 adalah 9549 orang yang terdiri
dari 4834 orang laki-laki dan 4715 orang perempuan serta terbagi dalam 2981 KK
dengan kepadatan penduduk 0,13 jiwa per km. Berdasarkan keterangan di atas,
dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
penduduk perempuan. Jumlah penduduk menurut kelompok umur adalah sebagai
berikut.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Desa Cibodas Menurut Kelompok Umur Tahun
2011
No. Golongan
Umur (Tahun)
Jumlah
(orang)
Total
(orang)
Persentasi
(%)
Laki-laki Perempuan
1. 0 – 14 1364 1354 2718 28
2. 15 – 19 364 411 775 8
3. 20 – 29 807 837 1644 17
4. 30 – 39 818 724 1542 16
5. 40 – 49 671 647 1318 14
6. 50 - 59 470 386 856 9
7. 60 – 69 223 220 443 5
8. ≥ 70 117 136 253 3
Jumlah 4834 4715 9549 100 Sumber : Data Monografi Desa Cibodas, 2011
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa
Cibodas yang terbesar berusia 0 – 14 tahun yakni sebanyak 2718 orang (28%)
yang terdiri dari 1364 orang laki-laki dan 1354 orang perempuan. Sedangkan
jumlah penduduk terkecil berada pada golongan umur lebih dari 70 tahun ( ≥ 70
tahun) yakni 253 orang (3%) yang terdiri dari 117 orang laki-laki dan 136 orang
51
perempuan. Dilihat dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas
penduduk Desa Cibodas terdiri dari penduduk yang masih produktif.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pengetahuan
dan keterampilan seseorang. Tingkat pendidikan penduduk dapat diperoleh
melalui pendidikan formal dan non formal. Sebagian besar penduduk Desa
Cibodas telah memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan formal yang dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cibodas
No. Tingkat
Pendidikan
Jumlah (orang) Total
(orang)
Persentase
(%)
Laki-Laki Perempuan
1. TK/Play Group 148 154 302 4.51
2. SD 2410 2358 4768 71.15
3. SMP/Sederajat 443 452 895 13.36
4. SMA/Sederjat 362 249 611 9.12
5. D-1/Sederajat 12 16 28 0.42
6. D-2/Sederajat 9 5 14 0.21
7. D-3/Sederajat 5 10 15 0.22
8. S-1/Sederajat 38 27 65 0.97
9. S-2/Sederajat 1 1 0.01
10. SLB A 1 1 0.01
11. SLB B 1 1 0.01
Jumlah 3429 3272 6701 100.00 Sumber : Data Monografi Desa Cibodas, 2011
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa penduduk Desa Cibodas
dominan telah menempuh pendidikan formal hingga SD, yakni sebanyak 4678
orang (71.15%) terdiri dari 2410 orang laki-laki dan 2358 orang perempuan.
Sedangkan jumlah terkecil adalah penduduk yang menempuh pendidikan formal
hingga S-2, yakni 1 orang (0,01%). Selain itu, ada penduduk desa yang
52
menempuh pendidikan formal di SLB yakni SLB A dan SLB B yang masing-
masing 1 orang. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Desa Cibodas
masih rendah.
b. Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Cibodas adalah di bidang
pertanian. Penduduk Desa Cibodas dominan bermata pencaharian sebagai buruh
tani dan petani, yakni 1420 orang (41,59%) dan 734 orang (21,50%). Sedangkan
jumlah penduduk terkecil adalah penduduk yang bermata pencaharian sebagai
TNI dan Arsitektur, yakni masing-masing 1 orang (0.03%). Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Desa Cibodas adalah buruh tani.
c. Sarana dan Prasarana
Desa Cibodas mempuyai lembaga ekonomi dan unit usaha desa yang terdiri
dari:
1. Koperasi Simpan Pinjam sebanyak 1 unit
2. Kelompok Simpan Pinjam sebanyak 3 unit
3. Bumdes sebanyak 1 unit
Sarana pendidikan di Desa Cibodas terdiri dari 2 TK dengan tenaga
pengajar berjumlah 4 orang dan jumlah siswa 25 orang, terdapat 5 SD dengan
tenaga pengajar berjumlah 56 orang dan jumlah siswa 1164 orang, dan 1 SMP
dengan tenaga pengajar berjumlah 34 orang dan jumlah siswa 506 orang. Desa
Cibodas juga memiliki sarana pendidikan formal keagmaan yakni Ponpes dengan
jumlah tenaga pengajar 8 orang dan jumlah siswa sebanyak 112 orang. Sedangkan
53
sarana pendidikan non formal yakni beladiri (SMI) yang memiliki 585 orang
siswa dengan tenaga pengajar sebanyak 6 orang.
Sarana transportasi umum antara lain ojek sebanyak 303 unit, andong/dokar
sebanyak 1 unit, dan mini bus 33 unit. Kendaraan umum ke ibukota kecamatan 29
unit. Selain itu, terdapat juga industri kerajinan dan industri material bahan
bangunan serta sarana produksi pertanian yang terdiri dari 4 unit traktor.
4.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani yang sedang mengusahakan
bayam Jepang (horenso) dan mentimun Jepang (kyuri). Beberapa karakteristik
responden dalam penelitian ini meliputi, umur, pendidikan, luas lahan,
pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga.
4.2.1 Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan kemampuan
petani dalam mengolah usahataninya. Semakin tua umur petani kemampuan kerja
cenderung semakin menurun yang akhirnya dapat mempengaruhi produksi dan
pendapatan petani itu sendiri. Adapun keadaan umur petani di daerah penelitian
dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 11. Karakteristik Umur
No. Tingkat Umur (Tahun) Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1. < 30 0 0
2. 30 – 39 6 46
3. 40 – 49 3 23
4. 50 – 59 2 15
5. > 60 2 15
54
Umur petani sayuran Jepang di daerah penelitian mayoritas berusia 30 – 39
tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagain besar tergolong usia produktif.
Pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa petani yang tergolong usia produktif adalah
46%. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran Jepang di daerah
penelitian banyak dikembangkan oleh orang-orang yang masih berusia produktif.
4.2.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola
usahatani. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam
hal menerima informasi untuk mengoptimalkan usahatani. Seluruh responden
yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun, tingkat
pendidikan yang diikuti oleh petani tersebut masih tergolong rendah.
Berikut tabel tingkat pendidikan petani responden di daerah penelitian.
Tabel 12. Lama Pendidikan
No. Lama Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1. 6 7 54%
2. 9 2 15%
3. 12 3 23%
4. 16 1 8%
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden
mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 54%. Petani responden lainnya
yang mencapai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu 15%, Sekolah
Menengah Atas yaitu 23%, dan tingkat Sarjana (S-1) yaitu 8%. Rata-rata lamanya
pendidikan petani adalah 8,58 tahun.
55
4.2.3 Pengalaman Berusahatani
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan
usahatani adalah lama bertani. Pengalaman berusahatani merupakan lamanya
waktu petani menekuni usahanya dalam bidang pertanian. Pengalaman bertani
dapat mempengaruhi produksi suatu usahatani. Semakin tinggi tingkat
pengalaman bertani maka semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Keadaan
pengalaman bertani petani responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 13. Pengalaman Berusahatani
No. Pengalaman Berusahatani
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1. < 1 3 23
2. 1 – 5 9 69
3. >5 1 8
Jumlah 13 100
Rata-rata 3.25 25
Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 9 orang petani (69%)
yang telah membudidayakan sayuran Jepang dengan rentang waktu 1-5 tahun dan
rata-rata lama bertani petani adalah 3,25 tahun. Sayuran Jepang mulai
dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1997 dan petani menganggap
membudidayakan jenis sayuran Jepang lebih menguntungkan.
4.2.4 Status Kepemilikan Lahan
Tabel 14. Status Kepemilikan Lahan
No. Status Kepemilikan Lahan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1. Pemilik Penggarap 6 46
2. Penyewa 7 54
3. Penyakap 0 0
56
Berdasarkan status kepemilikan lahan, Tabel 14 menunjukakkan sebagian
besar adalah petani penggarap (54%) dan sebagian lagi petani (46%). Status
kepemilikan lahan ini nantinnya akan berpengaruh pada tingkat penerimaan yang
akan diperoleh petani.
4.2.5 Luas Lahan Garapan
Tabel 15. Luas Lahan Garapan Petani
No. Luas Lahan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1. < 0,5 13 100%
2. 0,5 – 1 0 0%
3. > 1 0 0%
Luas areal rata-rata usahatani sayuran Jepang di daerah penelitian adalah
0,13 ha. Secara keseluruhan petani sayuran Jepang memiliki luasan areal
usahatani < 0,5 ha yaitu sebanyak 100%. Sedangkan untuk luasan lahan 0,5-1 ha,
dan luasan lahan lebih dari 1 ha tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa petani
responden termasuk petani yang memiliki lahan yang tidak terlalu luas untuk
berusahatani dan usahatani sayuran Jepang merupakan usahatani kecil jika dilihat
dari kepemilikan lahan oleh petani.
4.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga
Tabel 16. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani di Desa Cibodas
No. Jumlah Tanggungan
Keluarga (orang)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1. 0 – 2 2 15
2. 3 – 5 10 77
3. ≥ 5 1 8
57
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa persentase jumlah tanggungan keluarga
yang terbesar ada pada kelompok 3 – 5 orang sebesar 10 orang atau 77% dan yang
terkecil pada kelompok ≥ 5 orang atau 8%.
4.3 Analisis Profitabilitas Usahatani Sayuran Jepang
Analisis profitabilitas usahatani sayuran Jepang yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh petani responden dalam
melakukan kegiatan usahatani sayuran Jepang. Analisis profitabilitas usahatani
sayuran Jepang yang dilakukan terdiri dari analisis biaya, analisis penerimaan,
pendapatan, analisis R/C rasio serta analisis BEP usahatani sayuran Jepang.
Berdasarkan penelitian dan analisis data, diperoleh angka-angka sebagai berikut.
Tabel 17. Analisis Rata-rata Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C, dan BEP
Usahatani Sayuran Jepang
No. Uraian
Jenis Sayuran
Bayam Jepang Mentimun Jepang
1.
Biaya Tetap (Rp)
- Penyusutan Alat
- Sewa Lahan
- Pajak
158.325
582.500
242.250
124.825
1.653.000
16.800
2.
Biaya Variabel (Rp)
- Bibit
- Tenaga Kerja
- Pupuk
- Pestisida
176.250
376.874,95
755.250
125.375
116.000
328.971,43
827.000
114.200
3. Total Biaya Produksi 2.416.824,95 3.150.596,43
4. Volume Produksi (Kg) 718,75 1.300
5. Harga Jual (Rp) 10.000 6.000
6. Penerimaan (Rp/kg) 7.187.500 7800000
8. Pendapatan Usahatani
(Rp/msn) 4.770.675,049 4.649.403,57
9. R/C 3,347 2,475
10. BEP Produksi (Kg) 241,68 525,099
BEP Penjualan (Rp) 3.362,53 2.423,53
58
4.3.1 Biaya Produksi Usahatani Sayuran Jepang
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB/sewa lahan) maupun biaya
variabel seperti biaya pembeliaan sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan
biaya tenaga kerja. Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh komponen input
produksi dan harga dari input produksi tersebut. Rata-rata besarnya penggunaan
biaya produksi usahatani sayuran bayam Jepang dan timun Jepang dalam sekali
musim tanam dapat dilihat pada tabel di atas.
Tabel 17 memperlihatkan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan dalam
usahatani bayam Jepang dan timun Jepang memiliki selisih yang tidak berbeda
jauh. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk bayam Jepang adalah Rp
2.416.824,95 per musim tanamnya dengan luas lahan rata-rata 0,122 ha dan
mentimun Jepang adalah sebesar Rp 3.150.596,43 per musim tanamnya dengan
luas lahan rata-rata 0,144 ha. Petani dalam memperoleh benih untuk budidaya
mentimun Jepang tidak mengeluarkan biaya. Sebaliknya, petani memperoleh
benih tersebut dari pihak supplier yang mengadakan kontrak kerjasama dengan
petani. Biasanya jumlah benih yang diberikan pihak supplier kepada petani
berdasarkan luas lahan yang dimiliki petani atau tergantung persediaan benih dari
pihak supplier. Akan tetapi, untuk harga benih mentimun Jepang yang dijual di
toko dijual dengan harga Rp 1.000/bungkus dimana 1 bungkus berisi 10 biji.
Sedangkan untuk memperoleh benih bayam Jepang petani mengeluarkan rata-rata
biaya sebesar Rp 176.250,- dan biasanya petani dapat membeli di koperasi atau
toko yang menjual benih sayuran.
59
Nilai biaya pada penggunaan sarana produksi tertinggi usahatani bayam
Jepang terletak pada penggunaan pupuk yaitu sebesar Rp 755.250,- per musim
tanam dan yang terendah pada penggunaan pestisida Rp 125.375,- per musim
tanam. Sedangkan pada penggunaan sarana produksi tertinggi usahatani mentimun
Jepang sebesar Rp 827.000,- per musim tanam dan yang terendah pada
penggunaan Rp 84.000,- per musim tanam. Tidak begitu besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk penggunaan pestisida disebabkan dalam perawatan dan
pemeliharaan sayuran Jepang para petani umumnya hanya menggunakan pestisida
seperlunya saja dan biasanya beberapa petani melakukan perawatan dan
pemeliharaan secara alami.
4.3.2 Penerimaan Usahatani Sayuran Jepang
Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah
hasil produksi sayuran Jepang per kilogram dengan harga jual produksi per
kilogram. Semakin tinggi jumlah produksi yang dihasilkan dan harga yang
diterima maka penerimaan juga semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Produksi merupakan jumlah fisik sayur-sayuran yang dihasilkan yang dihitung
dalam kilogram per musim tanam. Harga jual produksi di daerah penelitian
cenderung stabil. Pada Tabel 17 dapat dilihat rata-rata besarya penerimaan untuk
bayam Jepang dan mentimun Jepang adalah Rp 7.187.500,- dan Rp 7.800.000,-
per musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran Jepang
memberikan nilai produksi yang tinggi dengan produksi rata-rata 718,75 kg per
musim tanam untuk bayam Jepang dan 1.300 kg per musim tanam.
60
4.3.3 Pendapatan Usahatani Sayuran Jepang
Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani
dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung.
Berdasarkan tabel 17, dapat dilihat bahwa pendapatan yang diperoleh petani
dalam usahatani bayam Jepang yaitu dengan biaya produksi Rp 2.416.824,95 dan
nilai produksi yang tinggi mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp
4.770.675,049 per musim tanam. Pendapatan yang diperoleh dari usahatani
mentimun Jepang dengan biaya produksi Rp 3.150.596,43 dan nilai produksi yang
tinggi mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp 4.649.403,57 per musim
tanam. Melihat pendapatan yang diperoleh dari kedua jenis sayuran Jepang
tersebut, dapat dikatakan bahwa usahatani sayuran Jepang sangat menguntungkan.
Apalagi dapat diketahui terbatasnya luas lahan yang dimiliki petani untuk
usahataninya.
4.3.4 Analisis R/C Usahatani Sayuran Jepang
Analisis R/C digunakan untuk mengetahui apakah suatu usahatani itu
mengalami kerugian, impas, atau untung dengan membandingkan antara
penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Atau dengan kata lain,
analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani. Dari Tabel
17 tersebut dapat diketahui bahwa nilai R/C rasio pada usahatani sayuran Jepang
menunjukkan nilai lebih dari satu yang artinya usahatani sayuran Jepang layak
untuk diusahakan dan memberikan keuntungan bagi petani.
61
Hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya total produksi untuk bayam
Jepang adalah 3,347. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp
1,00 akan menghasilkan penerimaan Rp 3.347. Nilai R/C rasio atas biaya total
produksi untuk mentimun Jepang adalah 2,475. Nilai ini memiliki arti bahwa
setiap pengeluaran sebesar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan Rp 2,475. Nilai
R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani sayuran Jepang di Desa
Cibodas mampu memberikan keuntungan karena masing-masing penerimaannya
lebih besar 3,347 kali dari biaya yang dikeluarkan untuk bayam Jepang dan lebih
besar 2,475 kali dari biaya yang dikeluarkan untuk mentimun Jepang.
4.3.5 Analisis BEP (Break Even Point) Usahatani Sayuran Jepang
Analisis BEP digunakan untuk mengetahui keadaan dimana suatu usaha
tidak mengalami keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Dalam menghitung
BEP diperlukan perhitungan mengenai biaya produksi total, harga jual per
kilogram sayuran, dan output yang dihasilkan oleh usahatani sayuran Jepang.
Perhitungan BEP terbagi 2 yaitu BEP unit (volume produksi) dan BEP harga.
1. BEP unit, menggambarkan produksi minimal yang harus dicapai dalam
usahatani agar tidak mengalami kerugian.
2. BEP harga, menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan.
Jika harga pasaran di tingkat petani lebih rendah daripada BEP, maka
uasahatani akan mengalami kerugian. Harga BEP merupakan harga pokok
atau harga dasar untuk pengembalian modal. Agar usahatani untung, maka
petani harus menjual produksi di atas harga dasar ini.
62
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat hasil perhitungan BEP pada usahatani
sayuran Jepang menunjukkan bahwa pada saat volume BEP produksi yang didapat
untuk bayam Jepang mencapai 241,68 kg titik impas tercapai, artinya usahatani
tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan. Jumlah ini lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah produksi yang diterima oleh petani yaitu sebesar
718,75 kg. Volume BEP produksi yang didapat untuk mentimun Jepang mencapai
525,099 kg titik impas tercapai, artinya usahatani tidak menguntungkan dan juga
tidak merugikan. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah produksi
yang diterima oleh petani yaitu sebesar 1300 kg. Itu berarti hasil produksi yang
diterima lebih besar dari jumlah BEP Produksi (Produksi > BEP Produksi).
Berdasarkan kategori kelayakan maka usahatani sayuran Jepang dikategorikan
layak dan menguntungkan.
Sama halnya dengan harga produksi untuk bayam Jepang timun Jepang di
tingkat petani. Jumlah BEP harga yang harus diterima oleh petani untuk bayam
Jepang adalah sebesar Rp 3.362,53/kg dan jumlah ini lebih kecil dari harga rata-
rata yang diterima oleh petani yaitu sebesar Rp 10.000/kg. Jumlah BEP harga
yang harus diterima oleh petani untuk timun Jepang adalah sebesar Rp
2.423,53/kg dan jumlah ini lebih kecil dari harga rata-rata yang diterima oleh
petani yaitu sebesar Rp 6.000/kg. Itu artinya harga rata-rata yang diterima oleh
petani untuk sayuran Jepang lebih besar dari BEP Harga (Harga > BEP Harga).
Berdasarkan kategori kelayakan maka usahatani sayuran Jepang dikategorikan
layak dan menguntungkan.
63
Berdasarkan analisis profitabilitas usahatani, dapat dikemukakan bahwa
usahatani kedua jenis sayuran Jepang di Desa Cibodas merupakan jenis komoditas
yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Usahatani sayuran ini memberikan
keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Jika dilihat dari
keuntungan yang diperoleh, bayam Jepang memberikan keuntungan yang lebih
besar dibandingkan dengan mentimun Jepang, walaupun selisihnya tidak berbeda
jauh yaitu Rp 121.271,48. Selain itu, usahatani sayuran ini dapat memberikan
dampak yang positif terhadap peningkatan aktivitas ekonomi petani sayuran
Jepang. Aktivitas ekonomi yang meningkat tersebut akan memberikan dampak
terhadap peningkatan kesejahteraan.
4.4 Penggunaan Input Produksi Usahatani Sayuran Jepang di Desa Cibodas
Ketersediaan input produksi di daerah penelitian secara tidak langsung ikut
mempengaruhi tingkat optimasi penggunaan input produksi. Input produksi yaitu
sarana produksi yang digunakan untuk menunjang kegiatan usahatani mulai dari
tahap pengolahan tanah sampai tahap pemanenan. Adapun input produksi yang
digunakan pada usahatani bayam Jepang dan mentimun Jepang adalah lahan,
benih, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida yang dipergunakan pada usahatani
bayam Jepang dan mentimun Jepang.
a. Lahan
Lahan yang digunakan petani di daerah penelitian kebanyakan lahan sewa.
Namun ada juga yang milik sendiri. Adapun luas lahan rata-rata yang digunakan
oleh petani untuk usahatani bayam Jepang adalah sebesar 0,122 dan mentimun
Jepang oleh petani adalah sebesar 0,144 Ha. Selain kesuburan tanah, penerapan
64
teknologi baru yang lebih baik, pengelolaan usahatani, dan status kepemilikan
lahan, dalam suatu usahatani luas lahan akan menentukan besar kecilnya produksi.
b. Benih/Bibit
Rata-rata penggunaan benih dalam satu musim tanam di daerah penelitian
adalah 22.650 pohon untuk bayam Jepang yaitu membutuhkan sekitar 2 kaleng
dimana berisi 15.000/kaleng dan 1160 pohon untuk timun Jepang. Benih bayam
Jepang yang ada di toko pertanian dijual dengan harga sekitar Rp 90.000 per
kaleng. Sedangkan untuk bibit mentimun Jepang petani secara rutinnya
memperoleh benih dari supplier.
c. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga dan luar
keluarga. Tenaga kerja dari luar keluarga diambil dari penduduk setempat. Tenaga
kerja yang digunakan pada usahatani bayam Jepang dan mentimun Jepang
sebagian besar adalah tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja yang
dipakai dalam suatu usahatani didasarkan pada standar hari orang kerja (HOK).
Adapun upah tenaga kerja di Desa Cibodas adalah Rp 25.000/hari untuk laki-laki
dan Rp 15.000/hari untuk perempuan. Untuk melihat besarnya penggunaan tenaga
kerja dalam setiap proses produksi dalam satu musim tanam dapat dilihat pada
tabel berikut.
65
Tabel 18. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja pada
Usahatani Bayam Jepang dan Menimun Jepang
No. Jenis Kegiatan
Tenaga Kerja (HOK)
Bayam
Jepang
Mentimun
Jepang
1 Pengolahan Lahan 10.189 4.2286
2 Penyemaian 0.429 0.3286
3 Penanaman 4.921 2.5004
4 Penyiangan 3.394 1.893
5 Pemupukan 1.991 1.743
6 Peng. Hama Penyakit 1.375 1.1858
7 Panen 1.491 8.9146
Total 23.790 20.794
Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa besarnya rata-rata penggunaan tenaga
kerja pada usahatani bayam Jepang adalah sebesar 23,790 HOK Dalam
penggunaan tenaga kerja yang terbesar adalah pada kegiatan pengolahan lahan
yaitu sebesar 10,189 HOK dan yang terkecil adalah pada kegiatan penyemaian
yaitu sebesar 0,429 HOK. Sedangkan besarnya rata-rata penggunaan tenaga kerja
pada usahatani mentimun Jepang adalah sebesar 20,794 HOK. Dalam penggunaan
tenaga kerja yang terbesar adalah pada kegiatan panen yaitu sebesar 8,9146 HOK
dan yang terkecil adalah pada kegiatan penyemaian yaitu sebesar 0,3286 HOK.
d. Pupuk
Pupuk sangat berperan dalam usahatani bayam Jepang dan mentimun
Jepang di daerah penelitian. Adapun pupuk yang digunakan oleh petani antara
lain pupuk kandang ayam dengan harga Rp 8.000 – Rp 9.000 per karung, pupuk
kandang domba dengan harga Rp 100/kg, kascing dengan harga Rp 500/kg ,
pupuk organik dengan harga 26.000/kg , TSP dengan 2.000/kg , Posca dengan
harga Rp 2.800–Rp 3.000/kg Grower dengan harga Rp 8.500- Rp 9.000/kg, dan
NPK dengan harga Rp 8.000/kg. Untuk melihat besarnya penggunaan tenaga kerja
66
dalam setiap proses produksi dalam satu musim tanam dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 19. Rata-rata Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bayam
Jepang dan Mentimun Jepang
No. Jenis Pupuk
Penggunaan Pupuk (kg)
Bayam Jepang Mentimun
Jepang
1. Pupuk Kandang Ayam 2625 1630
2. Pupuk Kandang
Domba 500 0
3. Kascing 362.5 160
4. Pupuk Organik 0.5 0
5. NPK 13.75 12
6. Posca 25 12
7. Grower 6 4
8. TSP 0 70
Total 3532.75 1880
Rata-rata 441.59 236
Berdasarkan Tabel 20 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan
pupuk untuk usahatani bayam Jepang sebesar 441,59 kg dan untuk mentimun
Jepang sebesar 1880 kg dalam setiap musim tanam. Penggunaaan pupuk terbesar
terdapat pada penggunaan pupuk kandang ayam yang biasa digunakan sebagai
pupuk dasar.
e. Pestisida
Pestisida yang dipakai petani di daerah penelitian adalah berupa fungisida,
insektisida, dan bakterisida jika dibutuhkan.
1. Insektisida
Penggunaan insektisida adalah untuk membasmi hama yang menyerang
areal pertanaman sayuran Jepang. Rata-rata penggunaan insektisida tersebut dalam
satu musim tanam untuk bayam Jepang adalah adalah Dursban sebesar 31,25 ml,
67
Prevakton sebesar 68,75 ml, dan Kurakron sebesar 31,25 ml. Sedangkan untuk
mentimun Jepang adalah Dursban sebesar 200 ml, Proclaim sebesar 21 gr,
Demolish sebesar 40 ml. Adapun harga insektisida adalah Dursban dengan harga
Rp 108/ml, Prevakton dengan harga Rp 516 - Rp 600/ml, Kurakron dengan harga
Rp 108/ml, Proclaim dengan harga berkisar Rp 1.062 - Rp 1.080/gr, dan Demolish
dengan harga Rp 860/ml.
2. Fungisida
Penggunaan fungisida adalah untuk membasmi penyakit pada tanaman
yang menyerang areal pertanaman bayam Jepang dan timun Jepang. Penyakit
yang menyerang seperti jamur. Fungisida yang digunakan untuk bayam Jepang
adalah Score dan Heksa. Rata-rata penggunaan fungisida tersebut dalam satu
musim tanam adalah Score sebesar 116,25 ml dengan harga Rp 448 – Rp
512,5/ml dan Heksa sebesar 12,5 ml dengan harga 150/ml. Sedangkan untuk
mentimun Jepang adalah Daconil dengan rata-rata penggunaan dalam satu musim
tanam sebesar 100 gr dengan harga Rp 140/gr.
3. Bakterisida
Penggunaan bakterisida adalah untuk membunuh bakteri yang menyerang
bagian tubuh tanaman. Jenis bakterisida yang digunakan pada bayam Jepang,
yaitu Agrept dengan penggunaan rata-rata 6.25 gr dalam satu musim tanam
dengan harga Rp 1.700/gr.
68
4.5 Analisis Optimasi Penggunaan Input Produksi
Analisis optimasi penggunaan input produksi yang digunakan adalah
program linier yaitu dengan metode simpleks. Program linier adalah suatu metode
yang memiliki fungsi tujuan dan fungsi kendala dengan cara mengalokasikan
sumber-sumber input produksi secara optimal. Analisis optimasi penggunaan
input produksi ini dilihat melalui maksimasi penerimaan yang diperoleh petani
pada usahatani yang dilakukannya. Maksimasi penerimaan ini akan menjadi
fungsi tujuan, sedangkan input-input yang digunakan akan menjadi fungsi
kendala. Masalah program linier dapat dipecahkan secara bertahap, sampai
memperoleh solusi optimum. Tercapainya pemecahan optimum, maka besarnya
penerimaan maksimum dapat diketahui. Begitu pula dengan kapasitas penggunaan
input produksi yang ada pada petani dapat ditentukan untuk mencapai hasil
optimal.
Fungsi Tujuan : Z = 10000X1
+ 6000X2
Z = maksimasi penerimaan bayam Jepang dan mentimun Jepang
Kendala-kendala :
Nilai dari masing-masing fungsi kendala dapat dilihat pada lampiran.
(Lihat Lampiran 2)
Fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan atau Z maksimun pada
usahatani bayam Jepang dan mentimun Jepang. Fungsi tujuan dapat dicapai jika
memenuhi syarat persamaan kendala. Adapun syarat tersebut adalah sebagai
berkut.
69
Untuk menghasikan 1 kg bayam Jepang dan mentimun Jepang dibutukan
penggunaan input produksi dengan kapasitas input produksi sebagai berikut.
Tabel 20. Penggunaan Input Produksi dan Kapasitas Input Produksi
Input Produksi
Jenis Sayuran
Bayam Jepang Mentimun Jepang
Penggunaan
Input
Produksi
Kapasitas
Input
Produksi
Penggunaan
Input
Produksi
Kapasitas
Input
Produksi
Luas Lahan (ha) 0,00020 0,122 0,000089 0,144
Bibit (pohon) 29,66964 22650 0,9733 1160
Tenaga Kerja
(HOK) 0,03509 23,790 0,0949 20,794
Pupuk Kandang
Ayam (kg) 5,15625 2625 6,25 1630
Pupuk Kandang
Domba (kg) 2,08333 500 - -
Pupuk Organik 0,00083 0,5 - -
TSP (kg) - - 0,0350 70
Kascing (kg) 0,41964 362,5 0,1467 160
NPK (kg) 0,01979 13,75 0,0121 12
Posca (kg) 0,1935 25 0,0100 12
Grower (kg) 0,0100 6 0,0040 4
Score (ml) 0,11190 116,25 - -
Heksa (ml) 0,01042 12,5 - -
Kurakron (ml) 0,15923 31,25 - -
Dursban (ml) 0,05208 156,25 0,2 200
Prepaton (ml) 0,19271 68,75 - -
Agrept (gr) 0,00521 6,25 - -
Proclaim (gr) - - 0,0210 21
Demolish (ml) - - 0,0233 40
Daconil (gr) - - 0,05 100
Setelah selesai merumuskan fungsi tujuan dan fungsi kendala serta
permasalahan program linier dalam bentuk standar, maka data tersebut diproses
dalam komputer untuk memperoleh penggunaan input produksi yang optimal dan
memperoleh penerimaan maksimal . Program yang digunakan untuk menganalisis
70
masalah program linier ini adalah program POM-QM. Sesuai dengan fungsi tujuan
dan fungsi kendala maka melalui teknik program linier diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 21. Penerimaan dan Penggunaan Input Optimum melalui Program Linier
pada Usahatani Bayam Jepang dan mentimun Jepang di Desa Cibodas.
Input Produksi Input yang
Digunakan
Input
Optimal
Sisa
(Slack) Hasil
Luas Lahan Bayam Jepang (ha) 0.1215 0.0393 0.0822 Belum Optimal
Luas Lahan Mentimun Jepang (ha) 0.144 0.0971 0.0469 Belum Optimal
Bibit Bayam Jepang (pohon) 22650 5822.87 16827.13 Belum Optimal
Bibit Mentimun Jepang (pohon) 1160 213.2645 946.7355 Belum Optimal
Tenaga Kerja Bayam Jepang (HOK) 23.790 6.8867 16.9033 Belum Optimal
Tenaga Kerja Mentimun Jepang (HOK) 20.794 20.794 0 Optimal
Pupuk Kandang Ayam Bayam Jepang
(kg) 2625 1011.95 1613.05
Belum Optimal
Pupuk Kandang Ayam mentimun
Jepang (kg) 1630 1369.468 260.5321
Belum Optimal
Pupuk Kandang Domba Bayam Jepang
(kg) 500 408.8681 91.1319 Belum Optimal
Pupuk Organik Bayam Jepang (kg) 0.5 0.1629 0.3371 Belum Optimal
TSP Mentimun Jepang (kg) 70 7.669 62.331 Belum Optimal
Kascing Bayam Jepang (kg) 362.5 82.3573 280.1427 Belum Optimal
Kascing Mentimun Jepang (kg) 160 32.1441 127.8559 Belum Optimal
NPK Bayam Jepang (kg) 13.75 3.8839 9.8661 Belum Optimal
NPK Mentimun Jepang (kg) 12 2.6294 9.3706 Belum Optimal
Posca Bayam Jepang (kg) 25 3.7976 21.2024 Belum Optimal
Posca Mentimun Jepang (kg) 12 2.1911 9.8089 Belum Optimal
Grower Bayam Jepang (kg) 6 1.9626 4.0374 Belum Optimal
Grower Mentimun Jepang (kg) 4 0.8765 3.1235 Belum Optimal
Score Bayam Jepang (ml) 116.25 21.9612 94.2888 Belum Optimal
Heksa Bayam Jepang (ml) 12.5 2.045 10.455 Belum Optimal
Kurakron Bayam Jepang (ml) 31.25 31.25 0 Optimal
Dursban Bayam Jepang (ml) 156.25 10.2211 146.0289 Belum Optimal
Dursban Mentimun Jepang (ml) 200 43.823 156.177 Belum Optimal
Prepaton Bayam Jepang (ml) 68.75 37.8207 30.9293 Belum Optimal
Agrept Bayam Jepang (gr) 6.25 1.0225 5.2275 Belum Optimal
Proklem Mentimun Jepang (gr) 21 4.6014 16.3986 Belum Optimal
Demolish Mentimun Jepang (ml) 40 5.1054 34.8946 Belum Optimal
Daconil Mentimun Jepang (gr) 100 10.9557 89.0443 Belum Optimal
71
Zmax Bayam Jepang dan Timun Jepang = 10000(196,257) + 6000(219,1149)
= Rp. 3.277.759,4
Dari Tabel 21, dapat dilihat bahwa nilai optimal variabel X1
dan X2
tercapai pada jumlah produksi 196,257 untuk bayam Jepang dan 219,1149 untuk
mentimun Jepang. Artinya luas lahan optimal yang digunakan untuk usahatani
bayam Jepang dan timun Jepang adalah 0.0393 Ha dan 0.0971 Ha dengan
penerimaan maksimal yang akan diperoleh dengan mengusahakan lahan bayam
Jepang dan mentimun Jepang adalah Rp. 3.277.759,4,-.
Jika dibandingkan dengan kegiatan usahatani yang telah dilakukan petani,
ternyata terjadi kelebihan penggunaan input produksi. Slack/surplus adalah sisa
atau kelebihan penggunaan input produksi yang tidak terpakai. Jika nilai
slack/surplus adalah 0 maka dapat dikatakan optimal.
Berdasarkan hasil analisis dengan program linier, penggunaan input
produksi untuk usahatani bayam Jepang dan timun Jepang belum optimal. Hal ini
dapat dilihat bahwa terjadi kelebihan penggunaan input produksi pada usahatani.
Penggunaan yang mencapai optimal hanya pada penggunaan tenaga kerja untuk
usahatani mentimun Jepang dan penggunaan pestisida kurakron untuk bayam
Jepang. Untuk menghasilkan penggunaan input produksi yang optimal maka perlu
diadakan pengurangan penggunaan input produksi .
Adanya pengurangan penggunaan dari masing-masing input usahatani
sayuran Jepang baik bayam Jepang ataupun mentimun Jepang, maka biaya
produksi yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran dapat menurun sehingga
usahatani akan lebih menguntungkan dengan kondisi usahatani yang berada di
72
atas nilai BEP dan nilai R/C yang lebih besar dari satu. Nilai BEP dan R/C yang
lebih besar dari satu menjadikan usahatani sayuran Jepang ini layak untuk
dikembangkan dengan tingkat produksi dan harganya yang stabil.