423
BABIX
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
POTENSI SUMBER DAYA PERKEBUNAN
9.1. Perkebunan di Kabupaten Pelalawan
Perkembangan usaha perkebunan Kabupaten pelalawan mencapai
220.843,56 ha. Komoditi perkebunan pelalawan tersebar di 12
kecamatan pelalawan , dimana yang terluas berada pada kecamatan
Pangkalan kuras, selanjutnya diikuti dengan kecamatan langgam. Ukui
dan teluk meranti merupakan areal terkecil untuk perkebunan. Untuk
lebih jelasnya mengenai sebaran komoditi perkebunan di Kabupaten
Pelalawan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. 1. Luas Areal Perkebunan Di Kabupaten Pelalawan
No KomoditiTahun Luas Area
Luas Prod TBM TM TTR JumlahProduksi tahun 2008 Petani
1 Karet 19867.90 22419.6 4126.85 13459.81 2626.29 20212.95 23840.88 138072 Kelapa 15625.60 20604.8 804.45 10584.41 4790.16 16179.02 21210.62 100633 K. Sawit 177905.50 285270.3 25275.87 156375.87 1275.00 182926.19 331541.20 361434 Antan 1415.20 537.8 532.04 532.04 407.35 1525.40 484.26 29135 Sagu 653.90 526.5 77.40 77.40 404.41 654.93 206.74 4846 Pinang 67.50 5.6 29.31 29.31 2.93 76.75 8.65 15067 Kopi 693.70 5.6 425.33 425.33 0.01 793.72 268.87 9238 Jumlah 216229.30 329370.20 31271.25 181484.17 9506.15 222368.96 377561.22 65839
Pengembangan usaha perkebunan di Kabupaten Pelalawan
dilakukan melalui 2 bentuk usaha perkebunan yakni perkebunan rakyat
dan perkebunan Besar Swasta.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
9.2. Perkembangan usaha Perkebunan rakyat
Usaha perkebunan rakyat, merupakan usaha perkebunan yang
dikelola langsung oleh rakyat/petani. Keadaan luas areal perkebunan
rakyat di Kabupaten Pelalawan sampaii dengan tahun 2008 menccapai
97.869,03 ha (44,3 % dari total luas areal perkebunan Kabupaten
Pelalawan) dengan produksi tahun 2008 mencapai 128.960,37 ton /tahun
dan diusahakan oleh 62.926 KK petani, dengan komoditas karet, kelapa,
kelapa sawit, dan aneka tanaman lainnya (sagu pinang, dan kopi) , yang
tersebar pada 12 kecamatan di Kabupaten Pelalawan.
Usaha pengembangan perkebunan rakyat diKabupaten Pelalawan
dilaksanakan melalui 3 pola pengembangan yaitu:
1. Pola swadaya (baik swadaya murni maupun swadaya
berbantuan )
2. Pola UPP ( Unit pelayanan dan pengembangan
3. Pola Pir- Bun (perusahaan inti rakyat Perkebunan) baik Pir –
Trans maupun Kemitraan, berupa kebun plasma.
9.3. Perkebunan Karet
Perkebunan karet-rakyat di Kabupaten Pelalawan sudah
membudaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Umumnya
diusahakan oleh petani dalam skala kecil (sempit) dengan sistem
tradisional. Berbeda dengan yang diusahakan oleh perusahaan
pemerintah/swasta, dimana pengusahaannya dilakukan dalam
skala besar dengan sistem teknologi modern. Namun demikian,
dilihat dari proporsi luasan, kebun karet-rakyat tetap
mendominasi, sehingga usaha itu patut diperhitungkan, karena
dapat menentukan dinamika perkaretan Indonesia.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Pengelolaannya dilakukan secara sederhana. Setelah bibit karet
ditanam kemudian dibiarkan begitu saja tanpa perawatan yang
memadai, sehingga tingkat produktivitasnya masih rendah, yaitu
hanya sekitar 5,49 kw/ha/th; disamping kualitas hasil olahan-
karet juga tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah
faktor pemilikan teknologi dan kemampuan sumberdaya petani
masih rendah, sehingga sampai di pasaran, produk karet Indonesia
dikenal sebagai yang bermutu rendah. Sementara produk karet
dari negara jiran, seperti Thailand dan Malaysia tetap mampu
menjaga kualitas karetnya, sehingga sampai sekarang masih
menguasai pasaran karet Dunia.
Rendahnya harga karet yang diterima oleh petani selama ini sering
dituduhkan karena jeleknya kualitas produksi karet-rakyat.
Sebaiknya ke depan, persoalan yang menimpa peta karet ini tidak
dilihat hanya dari sisi rendahnya mutu karet yang dihasilkan
petani karet rakyat. Namun perlu juga dilihat dari sisi faktor
penyebab lainnya, misalnya sisi hubunga sosial antara petani
dengan pihak lain yang ada di tingkat lokal. Artinya, persoala
rendahnya harga (pendapatan) dan kehidupan petani tidak hanya
disebabkan oleh persoalan teknis semata, tapi yang tidak kalah
pentingnya adalah dukungan situasi dan kondisi sosi masyarakat di
tingkat bawah. Iklim sosial yang dimaksud adalah adanya
kenyataan bahwa penentuan harga karet di tingkat bawah justru
sering ditentukan oleh keterikatan hubunga sosial antara petani
kecil, petani besar dengan pedagang karet di tingkat lokal yang
menggiringnya ke sudut posisi tawar petani karet-rakyat menjadi
lemah. Kenyataan seperti ini, di pedesaan sulit sekali untuk
dihindarkan. Keinginan yang besar dari petani untuk tetap
menjaga ke-eratan hubungan sosial sering memaksa dan
menghilangkan rasionalitas petani dalam berbisnis. Artinya,
kebanyakan petani di pedesaan
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
lebih cenderung untuk menomor-satukan hubungan resiprositas
sosial dibandingkan dengan keuntungan bisnis semata, meskipun
bisnis karet tersebut merupakan penyokong kehidupan ekonomi
keluarga. Realitas seperti ini bukan sesuatu yang mustahil
adanya, karena sampai saat ini, di pedesaan masih banyak
dijumpai para toke atau petani besar (induk somang),
disamping berperan sebagai pembeli produksi karet, juga masih
mempunyai hubungan kekerabatan dengan petani produsen; baik
itu sebagai mertua/famili, atau pemberi dana bagi kehidupan
rumah tangga, dsb. Jadi karena hubungan patron-client tersebut
sudah bercampur aduk dengan hubungan sosial kekeluargaan,
maka hubungan resiprositas dan keterikatan sosial tersebut,
secara implisit pada akhirnya menjadi rikuh-pakewuh dan dapat
menyulitkan posisi petani dalam adu tawar-menawar dalam proses
penentuan harga bagi produksi karetnya. Karenanya kebanyakan
mereka, suka atau tidak, terpaksa atau rela, mereka pasrah dan
menerima harga yang telah ditentukan (sepihak) oleh para toke
atau induk semang-nya.
Variabel lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat
pendapatan petani adalah rantai pemasaran karet, sebab
kenyataan menunjukkan bahwa begitu banyaknya lapisan
pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan rantai tataniaga
karet di sini cukup panjang, dan kondisi demikian sudah
merupakan suatu fenomena lama. Petani tidak pernah bisa
langsung dalam memasarkan produksi karetnya kepada pabrik
atau pedagang eksportir. Paling kurang mereka harus melalui dua
atau tiga orang pedagang perantara yaitu pedagang di tingkat
desa dan pedagang di tingkat kecamatan. Meski disadari; rantai
tataniaga yang pendek sulit dijumpai, karena umumnya sentra
produksi karet-rakyat di Riau relatif jauh dari pusat kota dengan
kondisi jaringan transportasi yang kurang memadai. Karenanya
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
petani harus melalui rantai pemasaran yang panjang dan berliku,
mulai dari pedagang ditingkat kelompok, di tingkat desa,
pedagang di tingkat kecamatan, sampai ke pedagang agen-komisi,
baru masuk ke pabrik pengolahan atau eksportir karet.
Panjangnya rantai tataniaga itu berakibat kepada rendahnya harga
jual di tingkat petani, karenanya petani hanya bisa menerima
harga karet apa adanya. Mubyarto dan Dewanta (1991)
menyebutkan bahwa dengan adanya rantai tataniaga yang panjang
tersebut petani karet di Sumatera dan Kalimantan hanya
menerima sekitar 25-30% dari harga ekspor karet-alam.
Bandingkan dengan pendapatan petani karet di negara jiran
Malaysia yang mampu menerima paling kurang 70-80% dari harga
ekspor karet-alam. Jadi tidak mustahil bila kehidupan sosial
ekonomi petani karet di pedesaan Riau masih rendah dan jauh
tertinggal. Dengan begitu, meskipun produksi karet-rakyat tinggi,
tapi menjadi tidak banyak berarti karena tidak sejalan dengan
peningkatan kesejahteraan petaninya. Untuk itu penting adanya
perhatian pemerintah terhadap upaya pembangunan perkebunan
karet-rakyat yang mampu memberikan dampak positif terhadap
perbaikan derajat hidup petani.
Pada Era sebelumnya yakni tahun 2004 luas perkebunan karet-
rakyat (PR) di Riau mencapai 359.091 ha atau 12,97 % dari luas
total PR Indonesia. Sementara luas PR di Indonesia mencapai
sekitar 86 % dari seluruh luas perkebunan karet total 3,26 juta
hektar (Dirjen Perkebunan, 2004). Ini merupakan potensi areal
lahan perkebunan karet terbesar di dunia, meskipun sebagian
besar pengelolaannya masih dilakukan oleh rakyat yang belum
sepenuhnya menerapkan teknik dan manajemen usaha yang
efisien. Pengelolaannya dilakukan secara sederhana. Setelah bibit
karet ditanam kemudian dibiarkan begitu saja tanpa perawatan
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
yang memadai, sehingga tingkat produktivitasnya masih rendah,
yaitu hanya sekitar 5,49 kw/ha/th. disamping kualitas hasil
olahan-karet juga tergolong rendah. Salah satu penyebabnya
adalah faktor pemilikan teknologi dan kemampuan sumberdaya
petani masih rendah, sehingga sampai dipasaran, produk karet
Indonesia dikenal sebagai yang bermutu rendah. Sementara
produk karet dari negara jiran, seperti Thailand dan Malaysia
tetap mampu menjaga kualitas karetnya, sehingga sampai
sekarang masih menguasai pasaran karet Dunia. Dengan
fenomena tersebut, maka posisi Indonesia dalam eskalase
perkaretan dunia saat ini menurun; padahal menurut Mubyarto
dan Dewanta (1991) dalam periode sebelum PD-II sampai 1956
karet-alam Indonesia telah berhasil mencapai kejayaan, karena
menjadi produsen karet-alam terbesar di Dunia.
Gambar 9. 1. Citra Land Sat E 7 EMT Sebaran Realisasi Perkebunan.
Gam
bar
10. 1.
Cit
ra L
and S
at
E 7
EM
T
Sebara
n R
ealis
asi
Perk
ebunan.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Kondisi Perkebunan Karet pada tiap kecamatan sebagai berikut
1. Kecamatan Langgam
Areal perkebunan karet dilakukan baik masyarakat menetap
sebagai pekebun karet maupun masyarakat yang telah memiliki
pekerjaan menetap. Wilayah perkebunan sawit pada
kecamatan Langgam berkisar 4624 ha dari luas pemanfaatan
lahan sebagai perkebunan karet 20213, 0 Ha yang tergarap
dengan produksi pertahunnya dalam satuan ton berkisar 9147,8
Ton.
Pada umunya masyarakat pekebun karet meenjual produknya
langsung ke tauke dengan kisaran harga yang ditentukan oleh
tauke tersebut. Adapun jenis karet yang digunakan adalah
jenis karet alami yakni berasal dari hutan dan sebagian lagi
berasal dari hasil perkawinan silang maupun bantuan dari
pemerintah setempat seperti bibit unggulan.
2. Banadar sikijang
Areal perkebunan sawit yang dimiliki oleh masyarakat bandar
sikijang sebesar 190,5 Ha dengan kisaran produksi pertahun
9147,8 Ton. Usaha perkebunan karet ini dilakukan dengan cara
bergotong royong atau pembukaan lahan secara alami.
3. Pangkalan Kerinci
Luas wilayah perkebunan karet di kecamatan Pangkalan kerinci
merupakan perkebunan karet yang paling sedikit jumlah satuan
lahannya dengan kisaran 152 ha dengan hasil yang didapat
sekitar 158, 2. Walaupun kondisi lahan dalam jumlah yang
relatif kecil , keadaan produksinya dapat dikatakan maksimal.
Keadaan ini diperkirakan karena lokasi sarana transportasi
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
lebih baik dibandingkan dengan kondisi kecamatan lainnya di
wilayah Kabupaten Pelalawan
4. Pangkalan Kuras
Luas wilayah pemanfaatan lahan untuk Kecamatan Pangkalan
kuras berkisar 2055,2 dengan total produksi 2552,4 Ton
pertahunnya. Kondisi ini diperkirakan karena Kecamatan
Pangkalan kUras memiliki satuan lahan yang idea selain jenis
tanahnyya yang memadai juga lokasi yang strategis untuk
perkebunan karet.
5. Pangkalan Lesung
Perkebunan yang dimiliki dalam region kecamatan Pangkalan
Lesung seluas 1909,0 dengan total produksi berkisar 1844, 2
Ton pertahunnya.
6. Kecamatan Bunut
Luas wilayah perkebunan sebagai perkebunan karet berkisar
2935,7 dengan satuan produksi dalam ton pertahunnya berkisar
2836, 3 . masyarakat biasanya melakukan aktifitas perkebunan
dilakukan dengan cara yang tradisional dan bibit yang didapat
merupakan bibit peninggalan dari yang terdahulu. Atau bibit di
dapat dari hutan setempat.
7. Kecamatan Bandar petalangan
Kondisi satuan luas wilayah perkebunan karet masyarakat
berkisar 3102, 0 Ha. Luas wilayah perkebunan karet di
kecamatan bandar petalangan merupakan yang terbesar untuk
satuan wilayah perkebunan Di kabupaten Pelalawan. Total
produksi yang dimiliki oleh kecamatan ini berkisar 2548 Ton
pertahunnya.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
8. Kecamatan Pelalawan
Luas wilayah perkebunan Karet di kecamatan Pelalawan
Kabupaten Pelalawan berkisar 1025 Ha dengan total produksi
berkisar 438, 15 Ton per Tahunnya. Berdasar kan korelasi luas
wilayah dan satuan produksi , dapat dikatan bahwa pada
kecamatan Pelalawan kondisi lahannya masih banyak tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat atau juga dapat jalus
perekonomian untuk usaha perkebunan karet dikatakan lambat
terkait dengan sarana transportasi dan aspek pendukung
lainnya.
9. Kecamtan Ukui
Luas wilayah perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat
kecamatan Ukui berkisar 796 dalam satuan Ha dengan total
peoduksi pertahunnya berkisar 971, 15 Ton pertahunnya
10.Kecamatan Kerumutan
Luas wilayah perkebunan karet di Kecamatan Kerumutan
berkisar 2329 dalam satuan ha , dengan total produksi berkisar
2709 Ton pertahunnya. Kondisi perkebunan karet dikecamatn
kerumutan dapat dikatakan baik hal ini di lihat dari satuan
produksi dalam ton pertahunnya menunjukan hasil yang relatif
baik.
11.Kecamatan Teluk meranti
Luas areal perkebunan karet di kecamatan Meranti berkisar
1009 dengan total produksi dalah satuan ton pertahunnya
berkisar 422,94.
12.Kecamatan Kuala Kampar
Kecamatan kuala kampar merupakan wilayah pesisir yang
masih di pengaruhi oleh air asin sehingga satuan lahan untuk
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
produksi komoditi perkebunan karet dikatak rendah dengan
luas wilayah berkisar 84Ha dengan total produksi dalan satuan
ton pertahunnya berkisar 24, 79.
Perbandingan potensi perkebuan Karet pada masing – masing
kecamatan Kabupaten Pelalawan Dapat Dilihat Pada Gambar
berikut.
Gambar 9. 2. Kondisi Perkebunan Karet di Kecamatan dalam kawasan Regional Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau
Lahan yang telah dimanfaatkan 24.378 Ha, terdiri dari TBM 7839 Ha, TM 15.324 Ha, TT/TR 1,215 Ha Lahan yang tersedia 117.896 Ha dengan Produksi 28.921 ton (15.324 Ha TM).
Dilihat dari diagram diatas Keberadaan Atau Potensi Perkebunan karet bisa dijadikan pusat produksi di kecamatan Langgam, Bunut, Pangkalan Kuras, Kerumutan, Pangkalan Lesung, Pelalawan. Untuk kecamatan Langgam keberadaan Perkebunan Karet sudah didukung dengan Unit pengolahan yakni PT. Mitra Unggul Pusaka.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
9.3.1.Kondisi Pasar Karet
Rendahnya harga karet yang diterima oleh petani selama ini sering
dituduhkan karena jeleknya kualitas produksi karet-rakyat. Sebaiknya ke
depan, persoalan yang menimpa petani karet ini tidak dilihat hanya dari
sisi rendahnya mutu karet yang dihasilkan petani karet-rakyat. Namun
perlu juga dilihat dari sisi faktor penyebab lainnya, misalnya sisi
hubungan sosial antara petani dengan pihak lain yang ada di tingkat
lokal. Artinya, persoalan rendahnya harga (pendapatan) dan kehidupan
petani tidak hanya disebabkan oleh persoalan teknis semata, tapi yang
tidak kalah pentingnya adalah dukungan situasi dan kondisi sosial
masyarakat di tingkat bawah. Iklim sosial yang dimaksud adalah adanya
kenyataan bahwa penentuan harga karet di tingkat bawah justeru sering
ditentukan oleh keterikatan hubungan sosial antara petani kecil, petani
besar dengan pedagang karet di tingkat lokal yang menggiringnya ke
sudut posisi tawar petani karet-rakyat menjadi lemah.
9.4. Perkebunan Kelapa
1. Kecamatan Langgam
Luas wilayah untuk arel perkebunan Kelapa di Kecamatan
Langgam berkisar 71 Ha dengan produksi kelapa berkisar 98 Ton.
Pada umumnya masyarakat di sekitar kecamatan ini menjual hasil
produksinya ke wilayah setempat atau dimanfaatkan sebagian
hasilnya untuk kebutuhan rumah tangganya.
2. Bandar sikijang
Luas areal perkebunan kelapa di kecamatan sikijang berkisar 7,2
Ha dengan kapsitas produksi berkisar 7,3 ton pertahunnya.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
3. Kecamatan Pangkalan Kerinci
Kondisi lahan pada wilayah kecamatan Pangkalan kerinci memiliki
luas areal perkebunan kelapa berkisar 24,5 Ha dengan kapasitas
produksi dalam satuan ton pertahunnya berkisar 24
4. Kecamatan Pangkalan Kuras
Luas areal perkebunan kelapa di wilayah kecamatan Pangkalan
kuras berkisar 16, 48 dengan total produksi dalam satuan ton
pertahunnya berkisar 30,822.
5. Kecamatan Pangkalan lesung
Perkebunan kelapa sawit di wilayah kecamatan pangkalan lesung
memiliki satuan ha dengan kisaran luasan berkisar 38 Ha dengan
total produksi berkisar 38 Ton Pertahunnya
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Gambar 9. 3. Peta Eksisting Kawasan Perkebunan Kabupaten Pelalawan
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
6. Kecamatan Bunut
Luas Areal perkebunan kelapa dikecamatan bunut berkisar 0,4 Ha
dengan total produksi pertahunnya berkisar 0,88 Ton
7. Kecamatan Bandar petalangan
Luas Areal Perkebunan Kelapa di kecamatan Bandar Petalangan
Kabupaten Pelalawan berkisar 30,5 ha dengan total produksi
berkisar 25 Ton pertahunnya.
8. Kecamatan Pelalawan
Luas areal perkebunan untuk komoditi Kelapa di wilayah Kecamat
Pelalawan Berkisar 5,44 ha dengan total produksi pertahunnya
berkisar 64 Ton.
9. Kecamatan Ukui
Luas Areal perkebunan kelapa yang dimiliki oleh masyarakat
Kecamatan Ukui berkisa 57,7 Ha dengan total produksi berkisar 88
Ton pertahunnya.
10.Kecamatan Krumutan
Hasil perkebunan kelapa di wilayah kecamatan kerumutan
berkisar 164 ton per tahunnya dengan luas wilayah 125, 5 Ha
11.Kecamatan Teluk Meranti
Luas area perkebunan kelapa yang berada di Kecamatan Teluk
Meranti merupakan luasan yang kedua untuk komoditi kelapa. Hal
ini diperkirakan jenis satuan lahannya sangat cocok untuk
perkebunan kelapa mengingat daerah ini merupak daerah yang
berhubungan dengan wilayah pesisir. Luasan wilayah perkebunan
kelapa berkisar 1580, 14 ha dengan total produksi berkisar 3016
ton pertahunnya. Kendala yang dihadapi masyarakat kecamatan
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
teluk meranti adalah susahnya jalur perdagangan dan sarana
pendukung lainnya. Hal ini tentu saja dapat menghambat hasil
produksi atau luas lahan produksi tidak sesuai dengan out pun
produksi panen.
12.Kecamatan Kuala Kampar
Kecamatan kuala kampar merupakan salah satu potensi
perkebunan hasil kelapa. Keadaan ini tentu saja didukung oleh
jenis satuan lahan yang ada di sekitar nya serta jumlah luasan
lahan yang ada di kecamatan ini. Luasan lahan yang dimiliki untuk
perkebunan kelapa di kecamatankuala kampar berkisar 14221, 72
Ha. Dilihat luasan lahannya tentu saja secara tidak langsung akan
mengakibatkan dampak terhadap hasil atau out put panen yang
seiring dengan luasan lahannya. Total produksi pertahun dalam
satuan ton untuk komoditi perkebunan kelapa berkisar 17654, 46.
Selain buahnya dijual di luar kecamatan, masyarakat setempat
juga telah mengenal pengolahan kelapa yakni dengan pengeringan
kelapa atau Kopra
Gambar 9. 4. Kondisi Perkebunan Kelapa di Kecamatan dalam kawasan Regional Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Lahan yang telah dimanfaatkan 25.205,50 Ha, terdiri dari TBM 2.986,70
Ha, TM 20.606,90 Ha, TT/TR 1.612 Ha. Lahan yang tersedia 137.783 Ha
dengan Produksi 230.715,60 ton (20.606,90 Ha TM). Pusat produksi
Kelapa terdapat diwilayah kecamatan teluk meranti dan kuala kampar.
9.5. Perkebunan Sagu
Sagu adalah salah satu sumber pangan bagi sebagian masyarakat
Indonesia di Propinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Tengah, Sumatera Barat, Riau, Riau Kepulauan, dan Nangro Aceh
Darussalam. Walaupun akhir-akhir ini sagu sebagai makanan pokok bagi
generasi muda, sudah mulai dialihkan sebagian sumber karbohidratnya
ke beras, yang dianggap lebih mudah didapat dan praktis dalam
pengolahan sebagai makanan pokok.
Namun demikian, sebagai sumber karbohidrat potensinya sangat
besar. Peluang pengembangan sagu sebagai substitusi bahan makanan
lainnya, seperti mie, roti, biskuit, kue, makanan penyedap, dan berbagai
jenis minuman sirup berkadar fruktosa tinggi, serta bahan baku bukan
makanan, seperti bahan perekat, farmasi, biodegradable plastic, serta
sumber bahan baku etanol sangat terbuka dan menjanjikan.
Potensi sagu di Indonesia dari sisi luasnya sangat besar. Sekitar
60% areal sagu dunia ada di Indonesia. Data yang ada menunjukkan
bahwa areal sagu Indonesia menurut Prof. Flach mencapai 1,2 juta ha
dengan produksi berkisar 8,4-13,6 juta ton per tahun. Tetapi data luas
areal sagu ini, perlu diteliti lagi ketepatannya melalui metode dan teknik
yang lebih akurat dan mutakhir, karena berbagai sumber informasi
lainnya, khususnya provinsi Papua dan Papua Barat yang mencakup 90%
sagu di Indonesia, sangat besar perbedaannya yaitu dari 600.000-5 juta
ha. Data sagu perlu diperbaiki, apalagi data yang dipakai selama ini,
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
selain sudah puluhan tahun, dan ternyata sebagian besar merupakan
data perkiraan.
Dari sekian banyak kecamatan maka daerah penghasil sagu di
Kabupaten Pelalawan adalah
a. Kecamatan Kerumutan
Pada kecamatan kerumutan luas areal untuk pemanfaatan lahan
sebagai komoditi Sagu berkisar 1,7 Ha dengan produksi rata-rata 0,2 Ton
Pertahunnnya. Kondisi perkebunan sagu dilakukan oleh penduduk
setempat dengan cara sambilan atau tidak terpaku kepada hasil Sagu.
Hal ini diperkirakan karena rendahnya tingkat jual di daerah tersebut.
b. Kecamatan teluk Meranti dan Kuala Kampar
Pada kecamatan teluk meranti luas area pemanfaatan hasil
perkebunan berupa sagu berkisar 653,23 dengan total produksi dalam
satuan ton pertahunnya berkisar 206,54 . untuk wilayah kecamatan kuala
kampar luas area pemanfaatan perkebunan sagu berkisar 654,93 dengan
total produksi berkisar 206,74 ton pertahunnnya.
Perkebunan sagu di Meranti dan kecamatan kuala kampar telah
menjadi sumber penghasilan utama hampir 20% masyarakat Meranti.
Sagu di Meranti bukanlah tumbuhan hutan yang liar seperti di Papua dan
Maluku. Batas-batas tanah telah disepakati oleh pemilik dan
pemerintah. Sebagian besar perkebunan sagu tersebut merupakan
warisan keluarga sehingga pertumbuhan luasan areal perkebunan sangat
kecil. Hal ini dikarenakan masyarakat jarang melakukan perluasan
tanaman sagu (penanaman tanaman baru) pada tanah mereka. Sebagian
petani yang hanya memiliki luasan kurang dari 20 Ha biasanya menjual
sagu batangan kepada pemilik kilang sagu (pabrik pengolahan) dan
sebagian ada yang titip olah dan kemudian hasilnya dibagi sesuai
kesepakatan dengan pemilik kilang.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Pertumbuhan tinggi pohon sagu pertahun diperkirakan 1,5 meter.
Pohon sagu masak tebang (siap panen) biasanya berumur 8 – 12 tahun.
Tahapan ini ditandai dengan terjadinya penurunan dalam ukuran pelepah
yang baru terbentuk pada bagian pucuknya dan terlihat warna keputihan
menyerupai serbuk pada pelepah. (Rostiawati, Shoon, Natadiwirya,
Balitbanghutbun, Jkt)
Perkebunan sagu rakyat di Meranti masih dibudidayakan secara
tradisional. Hal ini bisa dilihat dari kerapatan tanaman sagu pada
perkebunan rakyat. Jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan
kurangnya ruang bagi pertumbuhan anakan (tunas).
Proses Produksi Sagu Rakyat di Meranti dan kecamatan Kuala
Kampar
Kilang-kilang sagu di Meranti berkapasitas 600 - 3.500 ton tepung
sagu pertahun. Dengan mengandalkan mesin diesel berkekuatan 12 – 30
Horse Power untuk mengoperasikan mesin pompa air guna mensuplai
kebutuhan air (proses pencucian), menjalankan kanban serta alat parut
yang dimodifikasi secara sederhana sehingga menghasilkan tepung sagu
dengan kandungan air 15 – 18%.
Panen dan Pengangkutan Hasil Panen
Pohon sagu ditebang dengan memotong batang pada bagian dasar,
diusahakan dekat dengan permukaan tanah agar mendapatkan berat
batang maksimal. Batang sagu dipotong sepanjang + 1,2 meter (log)
dengan menggunakan gergaji mesin untuk mempermudah proses
pengangkutan ke pengolahan. Kemudian log-log tersebut dibawa ke
pabrik pengolahan dengan digulingkan atau didorong dengan
perlengkapan sederhana ke sungai. Log-log tersebut kemudian
dikumpulkan dalam satu bentuk ikatan yang menyerupai rakit kemudian
dibawa dengan perahu ke pabrik pengolahan.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Sebagai catatan, proses panen yang biasa dilakukan petani ini
belum optimal. Proses pemotongan log berpotensi menghilangan berat
log. Hal ini bisa diminimalisir dengan memperpanjang ukuran log,
namun akan mennyulit proses transportasi log ke tempat pengolahan.
Proses pengolahan sagu
Log-log sagu yang akan diolah terlebihdahulu dikuliti (dikupas)
bagian luarnya. Bagian kulit luar ini keras dan tebal kulit 2 – 3 cm.
Pengupasan ini biasanya mengunakan kapak atau pisau yang agak besar.
Tujuan proses pengupasan adalah memisahkan bagian dalam yang
berbentuk seperti gabus dengan kulit luarnya yang keras dan tebal.
Kemudian bagian dalamnya ini dipotong kecil dan dimasukan kedalam
mesin parutan yang berbentuk drum berpaku yang berputar. Belakangan
mesin parut ini digantikan dengan mesin parut dengan bejana berbahan
stainless steel dengan motor diesel berkekuatan 7 HP, mesin parut ini
prinsip kerjanyanya mirip dengan mesin parut kelapa.
Hasil parutan akan dibawa oleh kanban secara mekanis dan jatuh
pada bak penampungan. Parutan tersebut kemudian dicampur dengan
air dan diaduk secara manual menggunakan tenaga manusia (kadang
memakai sistem mekanis), proses ini adalah proses ekstraksi sagu
menjadi tepung (starch). Pengadukan didalam media aduk ini sebenarnya
merupakan proses pelumatan daging batang sagu (yang berbentuk gabus)
dengan bantuan air sebagai katalis. Hasil ekstraksi ini menghasilkan serat
(fiber) dan butiran untuk kemudian disaring dengan kain yang terbuat
dari nylon dengan ukuran + 200 mesh. Proses ekstraksi ini menghasilkan
ampas yang oleh masyarak Meranti disebut dengan “repu” yang
kemudian menjadi penyebab pencemaran sungai-sungai di sekitar
meranti karena kilang-kilang sagu di Meranti berada dipinggir sungai.
Hasil saringan dari proses ekstraksi dialirkan ke bak penampungan
(bak beton atau ember kayu besar) untuk proses pengendapan, proses ini
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
akan memisahkan air dengan hasil ekstraksi (tepung basah) Setelah bak
penampungan penuh dengan endapan kemudian untuk yang keduakalinya
endapan tersebut diaduk dalam media adukan untuk kemudian dialirkan
ke bak penampungan untuk diendapkan. Setelah pengendapan, tepung
basah dijemur dengan memanfaatkan sinar matahari.
Sebenarnya ampas pengolahan sagu (repu) ini biasanya sebagai
pakan ternak terutama babi. Tapi karena produksi kilang sagu sudah
demikian tinggi amaps pengolahan sagu ini menjadi menggunung. Baru-
baru ini ada riset yang menyatakan bahwa amapas pengolahan sagu
dapat dicampur sampai sebesar 25% untuk pakan unggas.
Permasalahan Limbah Cemaran Produksi Petani Sagu
Hal inilah yang sebenarnya harus menjadi perhatian serius
pemerintah. Kilang sagu mini milik petani sagu di Meranti tidak akan
mungkin membangun IPAL karena investasinya begitu mahal. Penataan
kawasan industry pengolahan kecil milik petani bisa dilakukan dari
sekarang. Pemerintah Daerah harus membangun Instalasi Pengolahan Air
Limbah yang akan dimanfaatkan secara bersama oleh petani sagu.
Sehingga efek pembuangan air limbah proses pengolahan bisa
terkendali. Pemerintah juga dengan teknologi yang telah berkembang
bisa memanfaatkan ampas pengolahan sagu atau repu untuk pakan
ternak. Sehingga Industri Sagu sebagai Zero Waste Industry akan
terwujud.
Namun begitu kebijakan tersebut akan meyisakan permasalahan
bagi pemilik kilang dan petani sagu eksisting. Jarak pabrik pengolahan
yang biasanya dekat dengan perkebunan kini harus memperpanjang
waktu tempuh. Mesin dan fasilitas pabrik harus direlokasi kekawasan
terpadu yang lebih bersahabat dengan lingkungan sesuai dengan
kebijakan pemerintah. Pemilik kilang harus memperhitungkan biaya
break down,re installment mesin dan biaya pemindahan fasilitas pabrik
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
lainnya. Kajian terhadap permasalahan ini akan menjadi acuan
pemerintah dalam memutuskan kebijakan mengenai relokasi kilang-
kilang sagu rakyat di Meranti. Secara Rinci pemanfaatan lahan hasil sagu
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 9. 5. Kondisi Perkebunan Sagu di Kecamatan dalam kawasan Regional Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau.
Lahan yang telah dimanfaatkan 1.412 Ha, terdiri dari TBM 41 Ha, TM
1.371 Ha. Namun keadaan ini masih kurang maksimal hal ini mengingat
bahwa layan yang tersedia 125.383 Ha.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Gambar 9. 6. Konsensi Perkebunan di Kabupaten Pelalawan
9.3. Strategi Kebijakan Pembangunan Perkebunan
Adanya kenyataan bahwa kondisi sosial dan ekonomi petani di
pedesaan kurang baik, Pemerintah Indonesia dewasa ini semakin intensif
melaksanakan berbagai program pembangunan di daerah pedesaan.
Kartodirdjo (1990) menyebut istilah itu dengan syndrome pedesaan.
Jadi, jika akan memecahkan berbagai persoalan di pedesaan, maka harus
bertitik tolak dari syndrome tersebut. Menurutnya ada dua jenis
syndrome pedesaan, yaitu syndrome kemiskinan (berkait dengan
rendahnya produktivitas, pengangguran, tuan tanah, dan kurang gizi) dan
syndrome inertia (adanya sifat serba patuh, pasivisme, fatalisme dan
ketergantungan) yang sudah lama berakar. Kedua syndrome ini
merupakan persoalan pokok yang sudah laten yang perlu segera
dipecahkan dalam program pembangunan. Dengan upaya mengatasi
kedua syndrome tersebut diharapkan semua sumberdaya alam dan
manusia yang sangat potensial di negeri ini dapat dikembangkan untuk
mempertinggi martabat kehidupan rakyat.
Upaya untuk mengatasi persoalan pedesaan di Pelalawan,
Pemerintah (Pusat dan Daerah) telah melakukan pembangunan dengan
menerapkan strategi modernisasi. Secara umum strategi yang diterapkan
untuk membangun perkebunan karet-rakyat adalah melaui cara:
Pertama, pemerintah membentuk pusat-pusat pengolahan karet di
beberapa daerah sentra produksi, dengan sasaran untuk menampung dan
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
mengolah lateks dari hasil perkebunan rakyat. Program ini bertujuan
untuk memperbaiki mutu olahan karet-rakyat. Kedua, melakukan
pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana proyek
(UPP). Di daerah Propinsi Riau, program ini lebih dikenal dengan istilah
proyek SRDP. Sistem ini diharapkan mampu berfungsi sebagai pembina
petani karet secara menyeluruh, meliputi dari masalah penanaman
hingga persoalan pemasaran.
Strategi program pembangunan yang diterapkan pemerintah
tersebut selain untuk memperbaiki kondisi pendaptan petani, juga dalam
jangka panjang diaharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi dan perubahan sosial petani. Strategi dan program pertama
dilaksanakan hampir di seluruh daerah yang menjadi sentra-sentara
produksi karet-rakyat di Riau. Di tahap-tahap awal pelaksanaan program
ini banyak sekali petani yang merespon positif. Karena dipandang dalam
menyukseskan program tersebut, pemerintah.
9.6. Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon
batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai
penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya
sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat
asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia
Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang
ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika.
Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu
Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditas
perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik
oleh pemerintah dalam bentuk Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
oleh perusahaan swasta dalam bentuk Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Pada masa kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit yang ada di
Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada
beberapa alasan, mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul
dikalangan masyarakat petani. Salah satu alasan yang penting adalah
karena membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan sumberdaya
modal yang besar dan teknologi yang mahal. Sampai saat ini belum
ditemukan suatu teknologi yang sederhana yang bisa digunakan oleh
petani untuk memproses buah kelapa sawit menjadi minyak sawit yang
siap untuk dipasarkan oleh petani.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang
memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia,
khususnya pada pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa
sawit di Indonesia tahun 1996 mencapai 2 juta Ha dengan produksi CPO
hampir 5 juta ton. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit
direncanakan akan mencapai 7 juta Ha, dengan produksi CPO lebih dari
12 juta ton. Pada tahun tersebut Indonesia diharapkan akan menjadi
negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Diwilayah kabuapten pelalawan perkembangan usaha perkebunan
kelapa sawit sampai akhir tahun 2008 mencapai 177.905, 5 Ha dengan
total produksi 331.541, 20 Ton. Secara umum perkebunanan sawit
diwilayah kabupaten pelalawan dilakukan oleh masyarakat , pemerintah
dan swasta.
Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk
betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut
memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Varietas unggul hasil
persilangan antara lain: Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x
435B; 34C x 43C), Dura Deli D. Sinumbah, Pabatu, Bah Jambi, Tinjowan,
D. Ilir (keturunan 533 x 533; 544 x 571), Dura Dumpy Pabatu, Dura Deli
G. Bayu dan G Malayu (berasal dari Kebun Seleksi G. Bayu dan G.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Melayu), Pisifera D. Sinumbah dan Bah Jambi (berasal dari Yangambi),
Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun), Pisifera SP 540T (berasal dari
Kongo dan ditanam di Sei Pancur). Beberapa ciri yang dapat digunakan
untuk menandai kecambah yang dikategorikan baik dan layak untuk
ditanam antara lain sebagai berikut:
· Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan
· Ukuran radikula lebih panjang daripada plumula
· Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah
· Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3 cm.
Ilustrasi beberapa jenis varietas bibit kelapa sawit yang dikategorikan
memenuhi syarat seperti pada
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai
dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan
kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua
berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian
produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung
asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak
lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan
menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar
asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah).
Selain minyaknya, ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk
kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui
fermentasi (pengomposan) aerob dengan penambahan mikroba alami
yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan. Tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) mencapai 23 % dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa
sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik sehingga memberikan
manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat
menghemat penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50 %. Ada
beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan, yaitu
sebagai pupuk kompos, merupakan bahan organik yang telah mengalami
proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme.
Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
• Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan.
• Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman.
• Bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama
tanaman.
• Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap
dalam tanah.
• Dapat diaplikasikan pada sembarang musim.
Selain sebagai pupuk kompos TKKS juga sebagai pupuk kalium karena abu
tandan tersebut memiliki kandungan 30 - 40 % K2O, 7 % P2O5, 9 % CaO,
dan 3 % MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200
ppm Fe, 1.000 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu. Fungsi lain TKKS
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
juga sebagi bahan serat untuk bahan pengisi jok mobil dan matras,
polipot, dll.
• Pelepah pohon dan CPO dapat dijadikan ekstrak untuk Vitamin E
• Batang pohon dapat dijadikan “Fiber Board” untuk bahan baku
mebel, kursi, meja, lemari dan
• Ampas tandan/buangan sisa pabrik dapat dijadikan serbuk pengisi
kasur, bantalan kursi, dan sebagainya.
Karakteristik Konsumsi/Pemanfaatan Komoditi Kelapa Sawit dan
Ikutannya
Keberadaan perkebunan kelapa sawit dikabupaten pelalawan sangat
berperan aktif dalam menunjang perokonomian. Keberadaan ini
ditunjang pula dengan adanya unit pengolahan hasil perkebunan kelapa
sawit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Nama Perusahaan Lokasi
KecamatanKapasitas Pabrik
Terpasang TerpakaiPT. Serikat Putra Bunut 60 45PT. Sari Lembah Subur Pangkalan Lesung 60 30PT. Musim Mas Pangkalan Kuras 60 60PT. Sinar Siak dian Permai Langgam 60 45PT. Mitra Unggul Pusaka Langgam 60 30PT. Iis Ukui Ukui 60 60PT. IIS Buatan Pangkalan Kerinci 60 30PT. Surya Brata Sena Pangkalan Kuras 60 30PT. Gandaerah Hendana Ukui 60 45PT. Adei Plantation Pelalawan 120 90PT. Multi Palma Sejahtera Pangkalan Kerinci 45 45PT. Jalus Pusaka Pangkalan Kerinci 10 5PT. Sinar Agro Raya Pangkalan Kerinci 45 45PT. Sumber Sawit Sejahtera Pangkalan Kuras 60 45
Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan 2008
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan
kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya dan sangat prospektif
untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain:
• Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng
kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine, shortening, Vanaspati
(Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun
dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings,
Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream
Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel. Khusus
untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun
mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan
diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan
Jepang untuk menggunakan renewable energy.
• Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti
sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter Substitute,
Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar
Confectionary, Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream,
Sabun, Detergent, Shampoo dan Kosmetik.
• Produk Turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan
minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan
Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing,
Lubricants, Emulsifiers, Detergent, Glicerine, Cosmetic,
Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective
Coatings.
Dari gambaran tersebut dapat disampaikan bahwa prospek kelapa
sawit masih sangat luas, tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan minyak
goreng kelapa sawit, tetapi juga untuk kebutuhan produkproduk
turunannya. Untuk lebih meningkatkan daya saing produk kelapa sawit
dan turunannya agar lebih mempunyai daya saing, keterpaduan
penanganan sejak dari kegiatan perencanaan, kegiatan on-farm, off-
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
farm, dukungan sarana dan prasarana serta jasa-jasa penunjangnya
sangat diperlukan.
Proses Produksi Komoditi Kelapa Sawit Di Kabupaten Pelalawan
Pembibitan
Masyarakat Kabupaten Pelalawan melukan pembibitan Pembibitan
dimulai paling lambat satu tahun sebelum penanaman di lapangan.
Standar yang biasa dilakukan, kapasitas pembibitan 1 ha kelapa sawit
dapat menyediakan bibit tanaman untuk kebun seluas 71 ha. Lokasi
pembibitan harus mendapat perhatian, terutama hal-hal sebagai berikut:
• dekat dengan sumber air
• bebas genangan air atau banjir
• dekat dari pengawasan, mudah dikunjungi
• tidak jauh dari areal yang akan ditanami
• tidak terlalu jauh dengan sumber tanah (top soil) untuk mengisi
polybag.
•
Untuk memperoleh bibit yang berasal dari biji dapat dilakukan dengan
mengusahakan sendiri atau memesan ke produsen resmi bibit kelapa
sawit yang telah ditunjuk pemerintah. Kegiatan mengusahakan bibit
kelapa sawit dimulai dengan melakukan seleksi biji, mengecambahkan,
menyemai, dan membibitkannya.
Sistem Pembibitan
Pada dasarnya dikenal dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan
ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tunggal (single stage
system). Pada penerapan sistem tahap ganda, penanaman bibit
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan
pendahuluan, yaitu kecambah ditanam dengan menggunakan plastik
polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit
tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik
polibag besar selama 9 bulan. Pada sistem pembibitan tahap tunggal,
bibit langsung di tanam di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12
bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil. Pada
prinsipnya sistem manapun yang dipilih tujuannya sama, yaitu untuk
menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan
kemampuan adaptasinya yang besar sehingga faktor kematian bibit di
pembibitan dan setelah dilapangan dapat ditekan.
Waktu Tanam
Biasanya masyarakat di Wilayah Kabupaten Pelalawan Penanaman
dilakukan pada awal musim hujan karena persediaan air sangat berperan
dalam menjaga pertumbuhan bibit tanaman yang baru dipindahkan.
Penanaman yang dilakukan pada musim kemarau dapat menyebabkan
kematian dan memerlukan biaya yang lebih karena perlu persediaan air.
Minimum 10 hari setelah penanaman diharapkan dapat turun hujan
secara berturut-turut. Di Indonesia, saat terbaik untuk melakukan
penanaman adalah pada bulan Oktober atau November.
Panen dan Produksi
Umur panen
Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2,5 tahun dan buahnya masak 5,5
bulan setelah penyerbukan. Kelapa sawit dapat dipanen jika tanaman
berumur 31 bulan, sedikitnya 60 % buah telah matang panen, dari 5
pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Satu tandan beratnya
berkisar 10 kg lebih.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Periode Panen
Panen dilakukan 5 hari dalam seminggu, 2 hari untuk pemeliharaan alat.
Tingkat produksi dipengaruhi kualitas tanaman, kesuburan tanah,
keadaan iklim, umur tanaman, pemeliharaan tanaman dan serangan
hama - penyakit. Contoh kapasitas produksi kelapa sawit jenis dura:
• Umur tanaman 4 tahun hasil minyak = 500 kg/ha, hasil inti = 100
kg/ha
• Umur tanaman 6 tahun hasil minyak = 1.000 kg/ha, hasil inti = 200
kg/ha
• Umur tanaman 8 tahun hasil minyak = 1.600 kg/ha, hasil inti = 320
kg/ha
• Umur tanaman 10 tahun hasil minyak= 2000 kg/ha, hasil inti = 400
kg/ha
• Umur tanaman 12 tahun hasil minyak = 2250 kg/ha, hasil inti = 450
kg/ha.
Pada dasarnya, ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu
minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak
inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas, tahap-
tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengangkutan TBS ke Pabrik
2. Perebusan TBS
3. Perontokan dan Pelumatan Buah
4. Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit
5. Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit
6. Pengeringan dan Pemecahan Kulit
7. Pemisahan Inti Sawit dari Tempurung
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung kepada bahan
tanaman yang digunakan, SDM dengan kapasitas kerjanya, peralatan
yang digunakan pada saat panen, kelancaran tranformasi serta faktor
pendukung lainnya seperti organisasi, keadaan areal. Hal-hal yang perlu
mendapat perhatian dalam pelaksaan panen adalah sebagai berikut :
persiapan panen, sistem dan organisasi panen, kapasitas, kualitas dan
sortasi panen, ramalan produksi, angkutan panen. Penggunaan teknologi
pada pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit mentah
(CPO), merupakan teknologi yang sederhana antara lain meliputi proses
pemurnian dengan melakukan penguapan kadar air dengan menggunakan
mesin bertekanan tinggi.
Skala Usaha Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit Di Kabupaten Pelalawan
Perkebunan kelapa sawit dan unit pengolahan minyak sawit (CPO
mill) membutuhkan modal intensif, teknologi, dan pasar dalam
investasinya. Perkebunan kelapa sawit memerlukan area yang sangat
luas agar bisa menghasilkan tandan buah sawit dan memproduksi CPO
secara berkesinambungan dan cadangan area juga mungkin diperlukan
untuk perluasan perkebunan. Mengikuti peraturan yang ada, tidak
mungkin membangun CPO mill tanpa perkebunan tersebut (yang mampu
menghasilkan bahan baku secara terus-menerus). Karenanya, investasi
pada komoditi CPO dan perkebunan kelapa sawit merupakan investasi
yang terkategori proyek padat modal (capital intensive). Untuk
mengetahui suatu usaha layak atau tidak, maka diperlukan perhitungan
skala usahanya. Untuk kelayakan komoditi kelapa sawit, skala usaha
untuk investasi besar yang menjanjikan keuntungan yang cukup besar
dapat dilakukan pada luas lahan kurang lebih 6.000 ha. Data mengenai
rencana produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur tanaman
untuk luas lahan 6.000 ha dapat dilihat pada Tabel.
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Produksi TBS, Minyak Sawit Dan Inti Sawit Tiap Tahun untuk Luas Lahan 6.000 Ha
Pusat Produksi
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit
(CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu
primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil di
Kabupaten Pelalawan. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit
dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Kabupaten Pelalawan untuk memacu pengembangan areal perkebunan
kelapa sawit.
Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Pelalawan tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang
memberikan berbagai insentif. Terutama kemudahan dalam hal perijinan
dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat
dengan pola PIR-Bun dan dalam perijinan pembukaan wilayah baru untuk
areal perkebunan besar swasta
Lahan Lahan yang telah dimanfaatkan 147.493 Ha, terdiri dari TBM
42.606,50 Ha, TM 104.887 Ha. Lahan yang tersedia 123.347 Ha dengan
produksi 150.486 ton (104.887 Ha TM). Adapun kecamatan yang
dijadikan pusat produksi perkebunan kelapa sawit adalah Ukui, Bunut,
Pelalawan, Pangkalan Kuras, Pangkalan Kerinci, Pangkalan Lesung.
Peluang Investasi
Dilihat dari segi peluang Hasil Perkebunan Kelapa Sawit maka,
pengembangan wilayah yang berpotensi dapat ditujukan di Kecamatan
Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut, Pelalawan, dan Kerumutan Kondisi ini
didukung oleh beberapa faktor seperti
Jalan yang akan dibangun pada pengembangan perkebunan kelapa sawit
rata-rata sudah memiliki:
• jalan utama, merupakan jalan penghubung yang menghubungkan
afdeling ke pusat kebun, pabrik dan merupakan jalan keluar
masuk kebun dengan kualitas cukup baik sehingga dapat dilalui
walaupun dalam kondisi musim penghujan. Arah jalan utama ialah
Utara – Selatan dengan panjang jalan per hektar lebih kurang 2 %
dari luas areal,
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
• jalan produksi, merupakan jalan lalu lintas pengankutan hasil dari
kebun ke pabrik. Lebar jalan 4 – 5 m dengan arah tegak lurus
dengan arah barisan tanaman,
• jalan blok (jalan kontrol), yaitu jalan yang membatasi blok yang
satu dengan yang lainnya yang sewaktu-waktu berfungsi sebagai
jalan produksi. Fungsi utama jalan ini adalah sebagai jalankontrol.
Lebar jalan ini 3 m,
• jalan piringan adalah jalan yang dibuat pada perbatasan antar
afdeling atau dengan perkampungan,
• jalan pembantu adalah jalan yang dibuat pada daerah
bergelombang berguna untuk pengangkutan produksi dan menuju
jalan produksi,
• jalan putaran adalah jalan yang digunakan untuk tempat berputar,
biasanya dibuat di punggung bukit,
• jalan pikul adalah jalan yang dibuat menurut barisan tanaman
dengan sling atau gawangan, berguna untuk mengankut hasil
panen ke tempat pengumpul hasil (TPH).
Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber
minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar
dunia. Peningkatan konsumsi minyak nabati dalam negeri terlihat dari
tahun 1987 hingga tahun 1995, permintaan lokal akan minyak nabati naik
dengan laju rata-rata 5.6% per tahunnya. Peningkatan ini sebagian
disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.98% dan
peningkatan konsumsi minyak nabati per kapita sebesar 2.27%.
Sedangkan laju peningkatan permintaan akan minyak kelapa sawit
adalah 9% (hampir dua kali dari laju peningkatan permintaan akan
minyak nabati). Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
CPO, maka diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir.
Pengolahan CPO menjadi produk hilir memberikan nilai tambah tinggi.
Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk
pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan
margarin. Produk non pangan terutama oleokimia yaitu ester, asam
lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya. Industri penghasil
oleokimia termasuk industri kimia agro (agrobased chemical industry)
yaitu industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui
(renewable), merupakan industri yang bersifat resources-based
industries dan mempunyai peranan penting dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat luas (basic needs) seperti kosmetika,
produk farmasi dan produk konsumsi lainnya. Selain itu industri tersebut
berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan ekonomi (economic
growth with equality) serta pemberdayaan ekonomi rakyat.
Sampai saat ini beberapa produk industri bahan kimia khusus yang
berbasis CPO sepenuhnya masih tergantung impor, seperti produk
isopropyl palmitat, isopropyl miristat, asam palmitat dan asam oleat.
Pengembangan industri bahan kimia khusus di dalam negeri yang
menghasilkan produk-produk tersebut mempunyai prospek yang baik. Hal
ini didukung potensi pasar dalam negeri cukup besar seperti industri
kosmetika yang berjumlah sekitar 600 perusahaan besar dan kecil serta
industri farmasi, yang sebagian besar membutuhkan produk-produk kimia
khusus yang berbasis CPO. Produk olahan CPO yang merupakan non
pangan diantaranya adalah oleokimia. Salah satu produk turunan
oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam lemak metil
ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester
digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu
seperti fatty alcohol, alkanolamida, a-sulfonat, metil ester, gliserol
monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion
of Japan bahkan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah
digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
asam lemak, diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena
membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam
lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non
korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah,
oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan
yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif
sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih
banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin
melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat
gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga
membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah
didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap
panas; 5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan
superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan
asamlemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%;
6) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat
kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui
reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi
asam dengan alkohol menggunakan katalis asam menghasilkan ester.
Kajian Pasar
Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk dilakukan
mengingat peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Sebagai
bahan perbandingan, pada Gambar dibawah ini
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
Dari Gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan
Gliserin diperkirakan dari tahun ketahunnya akan semakin meningkat
atau perkembangn harga produk-produk oleokimia yang menggunakan
CPO sebagai bahan baku. Produk hilir sawit lanjutan yang dapat
dihasilkan melalui penerapan proses lanjutan terhadap produk-produk
oleokimia yang telah berkembang diIndonesia akan memberikan
tambahan nilai tambah yang cukup besar. Nilai tambah produk hilir sawit
tersebut akan lebih besar dibandingkan nilai tambah produk-produk
oleokimia.
Peluang pengembangan produk turunan (hilir) minyak sawit
mengingat lembaga-lembaga riset di Indonesia telah melakukan riset-
riset mengenai produk hilir sawit. Riset-riset produk hilir sawit yang
telah dikembangkan hingga skala produksi pilot plant oleh lembaga
riset di Indonesia sangat baik untuk diaplikasikan ke skala
industri.
Ekspor Impor Oleokimia
Ekspor industri oleokimia telah dilakukan ke berbagai negara. Pasar
ekspor yang selama ini prospektif untuk komoditi asam lemak adalah
Singapura, Eropa (Jerman Prancis, Inggris, Belanda, Denmark dan
Belgia), Jepang dan Amerika Serikat. Negaranegara konsumen utama
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009
deterjen adalah Amerika Serikat (29,1 kg/kapita/tahun), Eropa (15,5 kg/
kapita/tahun), Singapura (7,8 kg/kapita/tahun) dan Jepang (7,2
kg/kapita/tahun); sedangkan konsumen utama sabun berturut-turut
adalah Singapura (4,5 kg/kapita/tahun), Amerika Serikat (2,8 kg/kapita/
tahun) dan Eropa (2,3 kg/kapita/tahun). Sejalan dengan peningkatan
jumlah dan pendapatan penduduk, kebutuhan akan kedua produk
tersebut (deterjen dan sabun) tampaknya akan semakin meningkat
(AP31, 1993;Tri Karya Pecindo, 1995).
_____________________
9.1. Perkebunan di Kabupaten Pelalawan ........................................ 156
9.2. Perkembangan usaha Perkebunan rakyat ............................... 157
9.3. Perkebunan Karet ..................................................................... 157
9.3.1. Kondisi Pasar Karet ............................................................ 167
9.4. Perkebunan Kelapa ................................................................. 167
9.5. Perkebunan Sagu ..................................................................... 172
9.3. Strategi Kebijakan Pembangunan Perkebunan ........................... 178
9.6. Perkebunan Kelapa Sawit ......................................................... 179
423
Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009