75
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Faktor
5.1.1. Identifikasi Kecukupan Data dan Korelasi Antar Variabel
Kecukupan data atau sample dapat diidentifikasi melalui nilai Kaiser-
Meyer-Olkin (KMO) dan Bartlett’s Test of Sphericity. Nilai kedua ukuran tersebut
bisa didapatkan dengan bantuan software SPSS. Mengacu pada landasan teori
bahwa sekelompok data dikatakan memenuhi asumsi kecukupan data adalah jika
nilai MSA dan KMO lebih besar daripada 0,5. Tabel 25 menunjukkan output nilai
MSA dan KMO faktor-faktor internal dan eksternal.
Tabel 25. Output KMO dan Bartlett’s Test of Sphericity Faktor Internal dan
Eksternal
Faktaor-faktor KMO Bartlett’s Test of Sphericity
Internal 0.822 Approx. Chi-square
df
sig
614.291
45
.000
Eksternal 0,827 Approx. Chi-square
df
sig
681.673
36
.000
Berdasarkan data Tabel 25, dapat diketahui bahwa asumsi kecukupan data
telah terpenuhi yaitu dengan melihat nilai KMO dan Bartlett’s Test of Sphericity.
Uji kecukupan data atau sampel telah terpenuhi, berarti salah satu asumsi untuk
melanjutkan ke analisis faktor telah terpenuhi.
Untuk membantu mengidentifikasi korelasi antar variabel digunakan bantuan
software SPSS. Berdasarkan landasan teori bahwa hipotesis untuk uji korelasi ini
adalah sebagai berikut:
H0 : Matriks korelasi adalah matriks identitas
H1 : Matriks korelasi bukan matriks identitas
76
Dari Tabel 25 diketahui bahwa antar variabel dari faktor internal dan
eksternal telah memenuhi asumsi saling berkorelasi yaitu dengan melihat nilai Sig.
0,000 kurang dari α 0,05 yang berarti tolak H0. Dengan demikian kedua asumsi
untuk analisis faktor telah terpenuhi.
5.1.2. Penentuan Banyak Faktor dan Pengelompokan Variabel Berdasarkan
Loading Faktor
Dengan menggunakan software statistika SPSS akan diperoleh komponen
jumlah faktor. Keputusan pengambilan jumlah faktor sebanyak didasarkan pada
nilai eigenvalue dari matriks korelasi antar variabel dan pengelompokan variabel
dilakukan dengan membandingkan nilai loading faktor secara mutlak diantara
faktor-faktor yang terbentuk.
5.1.3.1. Penentuan Banyak Faktor Dengan Eigenvalue dan persentase
keragaman
Seperti yang dijelaskan di atas penentuan banyak faktor di dasarkan pada
nilai eigenvalue dari matriks korelasi antar variabel.
Tabel 26 . Eigenvalue matriks korelasi keragaman Faktor-faktor Internal
Component Initial Eigenvalues
Total % of Variance Cumulative%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
6.589
1.536
1.287
1.074
.769
.610
.501
.283
.240
.111
1.017E-12
7.117E-13
3.739E-13
50.684
11.813
9.897
8.260
5.916
4.696
3.855
2.175
1.847
.857
7.819E-12
5.475E-12
2.877E-12
50.684
62.498
72.394
80.654
86.570
91.266
95.121
97.296
99.143
100.000
100.000
100.000
100.000
Extraction method: Principa Componen Analisys
77
Tabel 27 . Eigenvalue matriks korelasi keragaman Faktor-faktor External
Component Initial Eigenvalues
Total % of Variance Cumulative%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
6.213
1.097
.895
.533
.372
.308
.231
.205
.122
.025
62.126
10.968
8.951
5.327
3.721
3.078
2.309
2.050
1.217
.254
62.126
73.094
82.045
87.372
91.093
94.170
96.480
98.530
99.746
100.000
Extraction method: Principa Componen Analisys
Nilai eigenvalue yang diambil untuk menentukan berapa banyaknya faktor
yang terbentuk adalah nilai eigenvalue yang lebih besar dari satu (>1). Jika
mengacu pada Tabel 26 dan Tabel 27, maka jumlah faktor yang terbentuk untuk
faktor internal adalah 4 faktor dan untuk faktor eksternal adalah sebanyak 2
faktor. Faktor internal terbentuk 4 faktor, akan tetapi sebenarnya 4 faktor ini masih
merupakan faktor internal sehingga tujuan penggunaan 4 faktor ini digunakan
untuk menyeleksi faktor-faktor yang seharusnya masuk dan tidak masuk sebagai
faktor Internal. Begitu pula faktor eksternal. Berdasarkan persentase keragaman
dari masing-masing faktor dari Tabel 26 total keragaman yang dapat di jelaskan
oleh tiga faktor internal adalah sebanyak 80.654% sedangkan dari Tabel 27 untuk
dua faktor eksternal adalah sebesar 73.094%. Maka sudah memenuhi kriteria
bahwa harus lebih besar dari 70%.
5.1.3.2. Penentuan banyak faktor dengan Scree Plot
Scree plot adalah grafik yang menggambarkan plot nilai eigenvalue dari
masing-masing variabel. Dibawah ini adalah output scree plot dari SPSS.
78
Gambar 20. Scree Plot dari Faktor Internal
Gambar 21. Scree Plot dari Faktor Eksternal
Seperti pada pembahasan sebelumnya, untuk menentukan banyak faktor
yang terbentuk dapat dilihat pada nilai eigenvalue yang > 1. Dari Gambar 20 dan
Gambar 21 dapat dilihat bahwa pada faktor internal ada empat faktor yang
mempunyai nilai eigenvalue > 1, dan pada faktor eksternal ada dua faktor yang
terbentuk.
5.1.4. Pengelompokan Faktor-faktor Ketidakberdayaan ke dalam Faktor
Internal dan Faktor Eksternal
Pada software SPSS metode ekstraksi yang digunakan untuk pembagian
variabel adalah principal component factoring analysis. Pembagian variabel-
variabel ke dalam kelompok faktor tertentu didasarkan pada perbandingan nilai
loading factor secara mutlak mana yang lebih besar antar loading factor dari
faktor 1 dan faktor 2. Tabel 28 dan Tabel 29 merupakan output SPSS yang telah
79
melalui proses rotasi varimax dan faktor yang memiliki nilai loading factor lebih
besar 0.5 dimasukan sebagai faktor internal maupun eksternal.
Tabel 28. Output SPSS Nilai loading Factor dari Faktor Internal
Hasil Rotasi Componen
Faktor Component
1 2 3 4
I1
I2
I3
I4
I5
I6
I7
I8
I9
I10
I11
I12
I13
.742
.714
.606
.603
.626
.749
.856
-.017
.959
.410
-.127
-.035
.916
-.020
.357
-.206
.457
.539
.294
.098
-.105
.101
.558
.199
.845
.091
.571
.421
.601
.344
.115
.082
.000
-.005
-.017
.002
.799
.099
-.028
.175
.265
.234
.348
.081
.249
-.114
.896
.-022
.413
-.111
-.289
.057
Tabel 29. Output SPSS Nilai loading Factor dari Faktor Eksternal
Hasil Rotasi Componen
Faktor Component
1 2
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
E9
E10
.566
.252
.844
.643
.673
.291
.662
.854
.848
.409
.487
.930
.226
.420
.385
.919
.423
.181
.328
.751
Berdasarkan Tabel 28 dan Tabel 29, dapat disimpulkan bahwa untuk faktor
internal terbagi menjadi 4 komponen utama, masing-masing faktor terdiri dari
beberapa variabel yang berbeda-beda. Komponen satu terdiri dari variabel I1,
I2,I3, I4, I6,I7,I9 dan I13. Komponen kedua terdiri dari variabel I5, I10 dan I12,
sedangkan Komponen ketiga terdiri dari variabel I11. Komponen ke empat terdiri
80
dari I8. Keempat faktor ini mencirikan faktor internal, tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui variabel mana saja yang menjadi faktor internal, maka dari itu
jika di gabungkan maka tetap ada 13 variabel yang menjadi faktor internal. Begitu
pula dengan variabel-variabel dari faktor eksternal, berdasarkan tabel di atas maka
semua variabel menjadi faktor eksternal. Berdasarkan hasil analisis faktor di atas,
maka dapat diulas lebih lanjut mengenai nilai mean score dari masing-masing
variabel / faktor internal dan eksternal.
5.2. Faktor-Faktor Ketidakberdayaan
5.2.1. Faktor-faktor Internal
Hasil analisis faktor yang menjadi faktor internal penyebab
ketidakberdayaan masyarakat TNKS. Nilai mean score masing-masing faktor
internal dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Histogram Mean Score Masing-masing Faktor Internal
Terlihat dari histogram pada gambar 22, faktor dengan mean score
tertinggi adalah faktor Potensi SDA, sedangkan yang memiliki nilai mean score
terendah adalah konflik sosial dan lingkungan.
5.2.1.1. Potensi SDA TNKS
Mean score untuk potensi SDA di kawasan TNKS mempunyai nilai
tertinggi dibanding mean score faktor-faktor lainnya. Faktor ini dibangun dari sub
faktor-sub faktor yang dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 30.
81
Tabel. 30 Skor Indikator dari Faktor Potensi Sumber Daya Alam
Kode Indikator Score
F9 Potensi Hidrologis TNKS 4.741
F10 Potensi Kayu dan Non Kayu 4.273
F8 Tingginya Potensi Sumberdaya Hayati 4.303
F1 Potensi Bahan Tambang 4.385
F6 Potensi Kesuburan lahan 4.538
F7 Potensi Objek Wisata Alam 4.802
F2 Potensi Flora dan Fauna exotic dan langka 4.697
F3 Potensi Budaya Masyarakat 3.667
F4 Potensi Tumbuhan/flora bahan obat-obatan 4.636
F5 Potensi Pemanfaatan jasa lingkungan 4.039
Skor rata-rata (mean score) 4.408
Dari Tabel 30 dapat dijelaskan potensi-potensi yang terkandung di TNKS,
bahwa Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan penyatuan dari berbagai
kawasan-kawasan cagar alam, hutan lindung dan hutan produksi terbatas di
sekitarnya yang berfungsi sebagai hidro-orologis yang sangat vital bagi wilayah
sekitarnya. Kelompok hutan tersebut merupakan daerah aliran sungai (DAS)
utama, yaitu DAS Batanghari, DAS Musi dan DAS wilayah pesisir bagian barat.
DAS tersebut sangat vital peranannya terutama untuk memenuhi kebutuhan
air bagi kehidupan jutaan orang. Khusus wilayah pedesaan sebagai lokasi
penelitian bahwa di kawasan ini merupakan Potensi sumber daya alam termasuk di
dalamnya keragaman hayati atau biodiversity yang sangat besar di kawasan TNKS
dapat menjadi sumber penghasilan yang tidak akan pernah habis dan dapat
diandalkan sebagai tulang punggung pengembangan berbagai kebutuhan hidup.
Keragaman hayati yang lengkap juga diperlukan guna menciptakan lingkungan
hidup yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, baik dari segi fisik (udara dan
air bersih), keperluan estetika dan juga kebutuhan spiritual.
5.2.1.2. Nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal
Berdasarkan mean score pada Tabel 31 mengenai nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal masyarakat di 4 desa kawasan TNKS mempunyai skor tertinggi
kedua, yaitu sebesar 3.317, pada skala likert nilai ini cukup besar di antara score
yang lain, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai-nilai budaya dan kearifan
yang dijunjung oleh masyarakat masih cukup kuat dan ini merupakan modal sosial
dalam proses pemberdayaan masyarakat TNKS selanjutnya.
82
Tabel 31. Skor Indikator Nilai-nilai Budaya / kearifan lokal
Kode Indikator Mean
Score
D5 Kepatuhan terhadap Pimpinan di daerah (bupati/camat/kades) 4.201
D2 Kepercayaan dan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan,
norma-norma dan nilai-nilai yang dianut secara turun temurun 3.578
D8 Percaya kalau keputusan/kebijakan pemerintah selalu bertujuan
baik dan untuk mensejahterakan rakyat 3.482
D15 Kepercayaan terhadap kekuatan gaib/ roh-roh yang memelihara
alam 3.341
D10 Kebiasaan tolong menolong sesama warga 3.711
D1 Keyakinan terhadap adat dan kepercayaan tradisional 3.877
D4 Keterlibatan Kegiatan gotong royong di lingkungan desa 3.087
D3 Mengikuti perayaan ritual adat dan budaya 3.026
D6 Menitipkan rumah pada tetangga jika harus bepergian atau
menginap 3.096
D9 Menitipkan anak balita pada tetangga jika harus keluar rumah 3.096
D11 Hambatan adat istiadat/ kepercayaan terhadap tuntutan
kemajuan disegala bidang 3.017
D7 Pertentangan antara adat dan kepercayaan dengan kemajuan dan
tuntutan kebutuhan hidup 2.894
D12 Kebiasaan mengantar makanan dengan tetangga 2.552
D14 Kebiasaan bersilaturrahmi dengan anggota komunitas
(pengajian, arisan, olah raga,dll) 3.377
D13 Kepercayaan bahwa manusia dan alam perlu hidup dalam satu
kesatuan ekosistem 3.421
Skor rata-rata 3.317
Kebudayaan masyarakat TNKS cukup beragam yakni dengan berbagai
etnik. Etnik yang ada mempunyai keunikan masing-masing seperti dalam hal
bahasa, kesenian, pola hubungan, orientasi nilai budaya, etika tata krama dan
sebagainya. Etnik yang ada di TNKS wilayah Musi Rawas adalah etnik Rejang
Rawas, Rawas, Lakitan Ulu Terawas, dan etnik Kubu Rawas. Keberagaman etnik
juga mempengaruhi terhadap keyakinan mereka akan Tuhan (agama). Etnik
Rejang Rawas, Rawas dan Lakitan Ulu Terawas umumnya beragama Islam.
Sementara etnik Kubu (Suku Anak Dalam) merupakan salah satu contoh etnik
penduduk asli yang cenderung menutup diri dari pengaruh dunia luar. Mereka
memiliki budaya yang khas dan unik yang tinggal di hutan-hutan pedalaman
kawasan TNKS dengan kepercayaan Hindu dan aliran kepercayaan (Frankistoro,
2006).
Kearifan lokal termasuk didalamnya kepercayaan masyarakat setempat
terhadap Tuhan ternyata juga mempengaruhi keberhasilan dalam pengelolaan
kawasan perlindungan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang beragama memiliki
83
pedoman untuk memanfaatkan alam sebagaimana mestinya. Semakin patuh
masyarakat di sekitar kawasan tersebut terhadap nilai dan norma dari kepercayaan
yang mereka anut, semakin mudah mereka untuk memahami betapa pentingnya
memelihara alam. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib seperti roh-roh yang ada
dalam sumberdaya alam juga mempengaruhi kelestarian sumberdaya alam dan
pengelolaan kawasan perlindungan.
Selanjutnya banyak kawasan yang terjaga kelestarian sumber daya alamnya
adalah kawasan keramat alami (sacred natural site) karena tidak dapat
sembarangan diakses. Kawasan alami ini dapat bertahan dari degradasi lingkungan
karena menyatu dengan sistem budaya dan kepercayaan masyarakat setempat.
Pengeramatan ini berlaku di kawasan TNKS yang melarang masyarakat untuk
mengakses suatu kawasan yang dianggap keramat. Dapat dipahami, di kawasan
tersebut terdapat keanekaragaman hayati yang langka dan harus dilindungi.
Masyarakat tradisional telah mampu dan mengakumulasikan pengetahuan
empirik yang berharga dari ratusan tahun pengalaman mereka berinteraksi dengan
lingkungan dan sumber daya alam. Kearifan tradisional ini berdasarkan
pemahaman bahwa manusia dan alam membentuk kesatuan yang tak terpisahkan
sehingga harus kompak dan berdampingan. Pandangan ekologi-sentris masyarakat
ini secara umum direfleksikan dalam sikap mereka terhadap tumbuhan, binatang,
dan lingkungan alam (Soedjito dan Sukara, 2006).
5.2.1.3. Potensi SDM (Masyarakat TNKS)
Suatu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, tidaklah dengan
sendirinya memberikan kemakmuran bagi warga masyarakatnya, jika sumberdaya
manusia yang ada didalamnya tidak mampu memanfaatkan dan mengembangkan
teknologi guna memanfaatkan sumber alamnya. Sebaliknya, wilayah yang terbatas
akan sumberdaya alam, namun terdapat SDM yang cakap dalam mengembangkan
teknologi, ternyata lebih cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang
tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan manusia yang unggul. Hal ini
berarti bahwa sumberdaya manusia memiliki peran penting dalam proses
pemakmuran suatu wilayah. Sumberdaya manusia berperan ganda, baik sebagai
obyek namun sekaligus sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek
pembangunan, SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan, dan
84
sebagai subyek, SDM berperan sebagai pelaku pembangunan yang sangat
menentukan kemajuan.
Tabel 32. Skor Indikator dari Faktor Potensi SDM
Kode Indikator
Mean
Score
M1 Jumlah Penduduk di kawasan yang relatif tinggi 3.929 M4 Semangat meningkatkan pendidikan dan mengikuti Diklat 3.815 M2 Jumlah Penduduk usia produktif yang tinggi 3.771 M7 Keinginan untuk berpartisipasi dalam pembangunan 3.763 M5 Keinginan untuk meningkatkan taraf hidup 3.377 M3 Keingingan untuk maju dan berubah kearah yang lebih baik 3.245 M8 Keinginan untuk menjaga kelestarian TNKS 2.824 M9 Memanfaatkan kawasan secara bijaksana 2.711 M10 Keinginan untuk meningkatkan derajat kesehatan 2.596 M6 Keiniginan berpartisipasi dalam pengelolaan/menjaga
kelestarian TNKS 2.017
M11 Kemauan untuk mematuhi peraturan/larangan 1.807 M12 Pemahaman terhadap batas - batas kawasan TNKS 1.964
Skor rata-rata 2.985
Skore pada Tabel 32 mengenai potensi masyarakat kawasan TNKS.
menggambarkan nilai rata-rata dari faktor potensi SDM sebesar 2.985 menunjukan
masyarakat di wilayah TNKS memiliki potensi SDM yang cukup besar dan dapat
diharapkan mampu mendukung proses pemberdayaan masyarakat di kawasan
TNKS.
Sumberdaya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan
potensi yang dimiliki kawasan TNKS dan merupakan makhluk sosial yang adaptif
dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi
yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian masyarakat TNKS
sehari-hari, SDM lebih diartikan sebagai bagian integral dari sistem yang
membentuk suatu sistem kawasan hutan. Oleh karena itu, masyarakat TNKS
sebagai kekuatan SDM harus mengambil peranan dalam pembangunan mereka
sendiri dan kawasan yang menaunginya.
Masyarakat TNKS sebagai potensi SDM bukan sebagai sumberdaya
belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi kawasan dan pemerintah,
yang dianggap tidak hanya sebagai Human Resources (HR), tetapi sudah menjadi
Human Capital yang dapat dijadikan sebagai asset investasi yang bernilai, yang
dapat dilipatgandakan atau dikembangkan potensinya.
85
Berdasarkan data pada tahun 2009, jumlah penduduk di desa Pasenan
sebanyak 1.282 jiwa, di Desa Napal Melintang sebanyak 731 jiwa, di desa Napal
Licin sebanyak 1344 jiwa dan Desa Batu Gane sebanyak 1240 jiwa sehingga total
jumlah penduduk di ke empat desa adalah 9615 jiwa. Banyaknya jumlah
penduduk yang ada pada kawasan ini akan sangat membantu dalam proses
pengelolaan kawasan TNKS dan proses pembangunan berkelanjutan demi
terwujudnya kondisi ekonomi dan sosial yang stabil.
5.2.1.4. Persepsi Masyarakat terhadap TNKS
Hasil analisis pada Tabel 33 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat
terhadap kawasan Taman Nasional sangat bervariasi. Berdasarkan batas kriteria
yang ditetapkan, persepsi masyarakat positif, karena masyarakat memiliki sikap
positif terhadap keberadaan kawasan taman nasional yang harus dilestarikan (nilai
skor >3), positifnya persepsi masyarakat terhadap kawasan taman nasional maka
akan berlanjut dalam menentukan perilaku individu tersebut. Hal yang menarik
dari penelitian ini adalah masyarakat bersedia berpartisipasi ikut menjaga
kelestarian kawasan taman nasional, jika kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi.
Tabel 33. Skor indikator dari faktor persepsi terhadap kawasan TNKS
Kode Indikator Score
J7 Persepsi masyarakat terhadap batas desa yang termasuk dalam
kawasan TNKS
3.523
J2 Persepsi jika diberi kesempatan mengolah lahan di hutan TNKS 3.061
J3 Persepsi terhadap manfaat TNKS untuk ekosistem dan lingkungan 2.912
J6 TNKS merupakan kawasan konservasi dan tidak untuk dirambah 2.811
J8 Manfaat TNKS bagi kehidupan 2.523
J9 Pemberantasan illegal logging di kawasan TNKS 2.381
J1 Persepsi terhadap nilai-nilai yang dimiliki TNKS 2.194
J4 Pengetahuan batas-batas kawasan TNKS 1.696
J10 Persepesi tentang kesepakatan konservasi desa yang dicanangkan
dalam ICDP
1.731
J5 Pengaruh keterlibatan dalam KKD terhadap pemahaman dan
kehidupan masyarakat
1.164
Skor rata-rata 2.399
Namun jika dilihat secara keseluruhan masih rendah, hal ini dapat dilihat
dari Mean score sebesar 2,399 menunjukan bahwa persepsi masyarakat TNKS
terhadap kawasan konservasi masih rendah. Persepsi masyarakat TNKS terhadap
kawasan konservasi tersebut meliputi indikator pandangan terhadap nilai-nilai
86
yang dimiliki TNKS, persepsi terhadap perlunya menjaga hutan, persepsi terhadap
pemanfaatan TNKS, pengetahuan tentang batas-batas kawasan TNKS,
pengetahuan tentang fungsi penetapan hutan dan ekosistem TNKS, frekuensi
penyuluhan tentang kehutanan dan agroforestry, tingkat kepedulian terhadap
pemberantasan illegal loging, serta manfaat TNKS.
Rendahnya persepsi terhadap fungsi TNKS, karena sebagian masyarakat
tidak memahami pentingnya fungsi TNKS, hal ini disebabkan kurangnya
informasi tentang fungsi kawasan TNKS. Dengan demikian perlu adanya perhatian
khusus dari pemerintah setempat, untuk meningkatkan persepsi masyarakat.
Indikator lain yang menunjukkan masih rendahnya persepsi masyarakat terhadap
kawasan konservasi antara lain masih sedikitnya peran masyarakat dalam
Kesepakatan Konservasi Desa (KKD), hal ini dibuktikan dengan nilai skor sebesar
0,51 yang menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak terlibat dalam
KKD. Selain itu keterlibatan dalam KKD ICDP juga masih tidak ada. Selain itu
frekuensi penyuluhan tentang kehutanan dan agroforestry masih rendah.
Rendahnya persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi juga tidak
terlepas dari tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Rendahnya tingkat
pendidikan menyebabkan masyarakat sulit untuk menerima informasi dengan
cepat. Akses terhadap informasi yang kurang berpengaruh terhadap persepsi
masyarakat terhadap kawasan konservasi. Selain itu, peran serta dalam
kelembagaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kawasan
konservasi yang masih kurang maksimal.
5.2.1.5. Interaksi Masyarakat TNKS dengan Masyarakat Luar Kawasan
Nilai Mean Score sebesar 2,064 dari Tabel 34 menunjukan masih
kurangnya interaksi sosial masyarakat dengan lingkungan luar, sehingga
mempunyai pengaruh sedang terhadap ketidakberdayaan masyarakat TNKS.
Masyarakat desa di TNKS sebenarnya masih memiliki semangat dan
keinginan untuk memperbaiki kondisi kehidupan. Baik itu melalui pelatihan
ataupun kegiatan lain yang sifatnya membangun. Fasilitas pelatihan yang kurang
dan sebagian besar waktu masyarakat yang dihabiskan untuk bertani dan berkebun
membuat interaksi masyarakat sangat terbatas. Kesulitan berinteraksi dengan dunia
luar juga ada kaitannya dengan posisi geografis desa-desa TNKS dan kondisi
infrastruktur khususnya transportasi yang masih sangat terbatas.
87
Tabel 34. Indikator Faktor interaksi dengan masyarakat luar kawasan
Kode Indikator Score
E13 Keinginan belajar jika ada penyuluhan dan teknik baru dalam
menjalankan usaha
3.872
E16 Keinginan untuk sama dengan kehidupan orang yang lebih baik 3.831
E15 Ketergantungan terhadap lembaga sosial ekonomi di luar desa 3.322
E12 Perilaku jika berada ditengah-tengah orang lain yang lebih maju 2.991
E4 Fasilitas angkutan dalam desa maupun antar desa 2.414
E3 Kemudahan menghubungi sanak famili di luar desa 2.273
E6 Jumlah saudara yang tinggal di luar desa 1.921
E1 Kemudahan melakukan perjalanan ke luar desa 1.861
E14 Semangat untuk mencari kebutuhan hidup diluar desa sendiri 1.821
E2 Kemudahan memperoleh informasi dari luar daerah 1.802
E11 Kemudahan memperoleh kebutuhan hidup yang berasal dari
luar desa
1.796
E7 Kunjungan sanak famili dari luar desa 1.625
E8 Pengetahuan terhadap kejadian-kejadian di luar desa 1.623
E9 Pengaruh kondisi dan informasi di luar wilayah desa terhadap
kehidupan
1.585
E5 Frekuensi melakukan perjalanan satu tahun terkahir 1.182
E10 Frekuensi melakukan interaksi dengan orang di luar desa 1.115
E17 Ketergantungan terhadap orang lain 1.062
E18 Fasilitas angkutan dalam desa maupun antar desa 1.051
Skor rata-rata 2.064
Rendahnya jejaring informasi adalah permasalahan sosial ekonomi yang
dapat menghambat pencapaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Akibat
rendahnya jejaring informasi masyarakat tidak mengetahui potensi sumberdaya
sekitarnya sehingga masyarakat cenderung menjadi objek pihak lain dan
kurangnya dorongan untuk maju. Implikasinya, pemanfaatan kesempatan usaha
tidak optimal, kemampuan mendapat nilai tambah menjadi sulit, harga jual hasil
produksi masyarakat tertekan, dan masyarakat sulit melepaskan diri dari
kungkungan sistem yang membelenggu masuknya arus informasi.
Ada kalanya masyarakat yang mempunyai cukup informasi memiliki
keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan. Keinginan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan seringkali terhambat karena
keterbatasan modal ekonomi. Terbatasnya modal ekonomi masyarakat ini
berdampak pada terhambatnya pemanfaatan lebih lanjut sumber daya hutan,
rendahnya peluang berusaha, dan sulitnya mengembangkan potensi dan mendapat
nilai tambah sehingga pada akhirnya cenderung berorientasi pada eksploitasi
illegal sumber daya hutan.
88
Interaksi dapat diartikan sebagai bentuk hubungan sosial yang dinamis
menyangkut hubungan perorangan, antar orang dengan kelompok, maupun antar
kelompok manusia. Bentuk interaksi tidak hanya terjadi antar manusia saja, tetapi
juga terjadi antara manusia dengan alam di sekitarnya. Interaksi antara masyarakat
dengan kawasan perlindungan ternyata dapat mempengaruhi pengelolaan kawasan
perlindungan tersebut, serta erat kaitannya dengan keberdayaan masyarakat di
dalam kawasan.
5.2.1.6. Akses Terhadap Kelembagaan Sosial dan Ekonomi
Nilai mean score sebesar 1,793 pada Tabel 35 menunjukan lemahnya
struktur-struktur penghubung (mediating structures) yang memungkinkan
kelompok-kelompok lemah mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan
kemampuannya terhadap lingkungan sosial yang lebih luas, seperti organisasi-
organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga keluarga yang secara
tradisional merupakan lembaga alamiah yang dapat memberi dukungan dan
bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan para anggotanya
mengakibatkan ketidakberdayaan bagi masyarakat TNKS.
Tabel 35. Faktor Akses terhadap kelembagaan Sosial Ekonomi
Kode Indikator Score
D1 Kemudahan memperoleh pekerjaan formal 2.298
D6 Kemudahan terhadap akses kelembagaan desa 2.877
D14 Percaya pada pengurus dan pengelolaan keuangan desa 2.719
C12 Keutuhan lembaga-lembaga marga dan keluarga 2.184 C13 Lembaga yang dapat memberi modal dengan persyaratan rendah 2.193 D4 Manfaat dari kegiatan sosial yang diikuti 2.088
C1 Hubungan sosial kekerabatan 1.930 C2 Pelaksanaan adat istiadat, pola dan sistem produksi 1.877 C9 Keaktifan dalam kepengurusan sosial desa 1.816 C11 Akses terhadap modal dengan suku bunga rendah, 1.614 D5 Keaktifan dalam kepengurusan sosial desa 1.675
C8 Kemudahan terhadap akses kelembagaan desa 1.509 D17 Kemudahan akses terhadap organisasi sosial-ekonomi 1.491
C10 Akses terhadap koperasi, UKM dan lembaga keuangan 1.412 C4 Keikutsertaan dalam organisasi sosial 1.377 C14 Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha 1.289 C6 Keterlibatan dalam sistem politik desa 1.175 C8 Kemudahan untuk memperoleh izin usaha 0.754 Skor rata-rata 1.793
89
Rendahnya hubungan sosial yang terjadi di masyarakat tidak terlepas dari
aktifitas masyarakat desa yang sebagian besar adalah bertani atau berkebun, yang
dilakukan masyarakat mulai dari pagi sampai sore, sehingga tidak memungkinkan
masyarakat berhubungan ataupun berpartisipasi dalam kelembagaan sosial yang
ada.
Aspek kelembagaan merupakan salah satu hal terpenting dalam rencana
pemberdayaan masyarakat TNKS. Beberapa isu pokok dalam aspek kelembagaan
pemberdayaan masyarakat TNKS antara lain adalah: kurangnya peran dan
sinergitas diantara para pihak (stakeholder), baik sinergitas antar sektor maupun
antar tingkat pemerintahan; lemahnya akses masyarakat terhadap modal (finansial,
lahan, saprodi), pasar, iptek, informasi, dan dalam proses pengambilan kebijakan;
melemahnya social capital (kepercayaan, kebersamaan, partisipasi, jejaring)
masyarakat yang diberdayakan; kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan;
lemahnya posisi tawar masyarakat dalam kemitraan pengelolaan sumber daya
hutan; dan lemahnya data dan informasi tentang masyarakat di dalam dan sekitar
hutan serta kurangnya kepedulian terhadap data.
Kurangnya lapangan pekerjaan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja
pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan
sehingga mereka tergolong miskin. Masyarakat juga mempunyai akses yang
terbatas untuk memulai dan mengembangkan koperasi dan usaha, mikro, dan kecil
(KUMK). Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah sulitnya mengakses
modal dan rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap
informasi, pasar, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi.
Permasalahan lainnya adalah masih terbatasnya lembaga resmi yang dapat
memberi modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi oleh kapasitas
masyarakat TNKS.
Di sisi lain, masalah yang dihadapi masyarakat adalah terbatasnya dukungan
produksi, tata niaga yang tidak efisien dan rendahnya penerimaan usaha tani.
Kurangnya lapangan kerja yang tersedia menyebabkan masyarakat semakin
tergantung pada sumber daya hutan dan masyarakat cenderung melegalkan segala
cara dalam mengeksploitasi sumber daya hutan. Kurangnya lapangan kerja
mengakibatkan banyak pengangguran maupun setengah penganggur, sehingga
produktivitas masyarakat rendah dan mudah dihasut untuk melakukan kegiatan
90
yang cenderung merusak lingkungan. Akibatnya, kelestarian sumber daya hutan
semakin terancam.
5.2.1.7. Posisi geografis dan kondisi infrastruktur
Wilayah TNKS sangat luas dan bervariasi. Umumnya secara geografis
daerah TNKS relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman,
perbukitan/pegunungan, kawasan terpencil atau karena faktor geomorfologis
lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media
komunikasi. Secara fisik kondisi kawasan TNKS bergunung dan berbukit yang
sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa atau kendaraan roda empat.
Sarana perhubungan yang memungkinkan untuk mencapai kawasan angkutan
sungai, itupun sangat tergantung dengaan kondisi air sungai serta sepeda motor.
Mean skore sebesar 1.785 pada Tabel 36 menunjukan terbatasnya kondisi
infrastruktur dan kurang strategisnya posisi geografis desa, hal ini juga dapat
menjadi faktor penghalang proses pemberdayaan masyarakat.
Tabel 36. Faktor Kondisi Infrastruktur dan Posisi Geografis
Kode Indikator Score
K2 Kondisi Jalan dan jembatan menuju desa 2.682
K6 Kondisi fisik wilayah berbukit, pegunungan, 2.323
K8 Kondisi angkutan desa 2.241
K5 Transportasi sungai 2.321
K4 Akses terhadap informasi, pasar, dan saprodi 2.201
K11 Sarana sanitasi permukiman 2.131
K9 Media komunikasi dan informasi 2.004
K7 Fasilitas pasar desa 1.982
K14 Akses terhadap bantuan teknis dan teknologi 1.845
K1 Posisi geografis di kawasan TNKS, terpecil dan sulit dijangkau 1.765
K15 Kondisi jaringan listrik 1.282
K13 Fasilitas persampahan 1.254
K3 Kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi 1.246
K12 Sarana irigasi 1.032
K10 Sarana air bersih 0.831
Skor rata-rata 1.785
Walaupun menyimpan sumberdaya alam yang melimpah, pembangunan
ekonominya menghadapi tantangan-tantangan luar biasa. Rintangan yang harus
dihadapi bersifat fisik – yaitu jarak yang sangat jauh, pegunungan yang curam,
dataran rendah berawa-rawa, tanah yang rapuh, curah hujan musiman yang tinggi
91
dan kepadatan penduduk yang rendah. Keterbatasan prasarana dan sarana
komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
lainnya yang menyebabkan masyarakat di kawasan TNKS masih mengalami
kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Masih lemahnya kondisi infrastruktur dikawasan TNKS, sangat dirasakan
oleh masyarakat umum. Salah satu kelemahan yang menonjol adalah akses
transportasi yang sangat terbatas, sehingga masyarakat kesulitan untuk
memobilisasi produk-produk pertanian yang dihasilkan di desa. Kelemahan ini
tergambar dari masih rendahnya aktifitas bepergian bagi masyarakat, karena tidak
tersedianya sarana dan prasarana transportasi.
Infrastruktur lain yang juga belum dapat dinikmati oleh sebagian besar
masyarakat desa TNKS seperti pasokan listrik, prasarana lingkungan
permukiman, fasilitas pasar, dan lain-lain. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur
dihadapkan pada tantangan mengingat kawasan ini adalah kawasan konservasi.
Secara umum walaupun kawasan TNKS luas akan tetapi perubahan sosial sulit
terjadi di kawasan ini. Hal ini di karenakan lokasi masyarakat TNKS jauh dari
pusat perkembangan kota sebagai akses utama perdagangan.
5.2.1.8. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan
Partisipasi masyarakat TNKS dalam pengelolaan TNKS masih sangat
rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai mean score sebesar 1,551 pada Tabel 37.
Rendahnya partisipasi masyarakat TNKS baik dalam keterlibatan pengambilan
keputusan, pelaksanaan program pengelolaan kawasan, keikutsertaan dalam
organisasi, dan keikutsertaan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan
berpengaruh terhadap masa depan kawasan TNKS dan tingkat
kesejahteraan/ketidakberdayaan masyarakat.
Ketergantungan masyarakat yang masih cukup tinggi terhadap
keberadaan kawasan TNKS seharusnya menjadikan masyarakat sadar bahwa
mereka juga ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian kawasan TNKS. Tidak
hanya itu, pihak pengelolah TNKS seharusnya juga terus memberikan pengarahan
kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan konservasi. Melibatkan
masyarakat dalam hal pengambilan keputusan serta menempatkan mereka dalam
struktur kelembagaan merupakan cara untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
masyarakat terhadap kelestarian kawasan TNKS.
92
Tabel 37. Skor Faktor Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan TNKS
Kode Indikator Score
I5 Keikutsertaan dalam Penerapan UU tentang konservasi 2.253
I6 Ketergantungan Kehidupan masyarakat dengan wilayah TNKS 1.962
I2 Keikutsertaan dalam menjaga dan mengamankan hutan 1.885
I10 Manfaat yang dirasakan jika diajak terlibat dalam kegiatan
konservasi
1.844
I8 Pemahaman manfaat penggunaan teknologi pertanian 1.756
I9 Pengetahuan batas-batas kawasan TNKS 1.721
I4 Keterlibatan dalam pengelolaan TNKS 1.684
I7 Kegiatan pertanian dan kehutanan masyarakat TNKS 1.682
I3 Keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan 0.943
I11 Keikutsertaan dalam organisasi yang menangangi konservasi 0.755
I1 Kepatuhan melaksanakan kegiatan pertanian sesuai aturan
konservasi
0.581
Skor rata-rata 1.551
Salah satu penyebab kurang sesuainya rumusan kebijakan publik dengan
kebutuhan masyarakat adalah lemahnya partisipasi mereka dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan. Rendahnya tingkat kesadaran untuk berpartisipasi dan
tidak adanya akses untuk melakukan partisipasi penyebab lemahnya partisipasi
masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat TNKS dalam perumusan kebijakan
juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan
dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan
mereka.
5.2.1.9. Alternatif mata pencaharian dan tingkat kesejahteraan
Sumberdaya alam yang ada dikawasan TNKS kurang termanfaatkan secara
baik dan optimal. Kawasan TNKS yang dikaruniai sumber daya alam melimpah
seperti tanah yang relatif subur, kawasan hutan yang luas dan kaya berbagai bahan
mineral, namun kenyataan yang dihadapi seolah-olah kawasan ini sangat minim
sumber daya alam. Memang suatu kenyataan yang sangat ironis, bahwa di
kawasan yang dikenal kaya dengan sumber daya alam dan didukung jumlah
penduduk yang relatif besar, tetapi masih terbelenggu masalah kemiskinan dan
kemelaratan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah ini menghadapi persoalan
yang serius dalam pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan
berkelanjutan.
93
Tabel 38. Skor Indikator dari Faktor Alternatif Mata Pencaharian dan
Tingkat Kesejahteraan
Kode Indikator Score
F12 Pengaruh kehilangan pendapatan akibat dilarang masuk TNKS 1.992
F13 Peran pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan pendapatan 1.763
F11 Informasi dalam mencari pekerjaan dan pendapatan lain 1.371
F15 Tingkat pemenuhan kebutuhan hidup dan gizi dalam keluarga 1.369
F10 Kemudahan mendapatkan pekerjaan 1.367
F8 Luas kepemilikan lahan yang dikuasai untuk usaha pertanian 1.279
F1 Sumber pendapatan dari sektor pertanian 1.287
F6 Penggunaan lahan rumah tangga untuk tambahan usaha
pertanian
1.119
F4 Pendapatan dari subsidi pemerintah atau lembaga keuangan lain 1.109
F16 Pemenuhan biaya kesehatan 1.091
F17 Tingkat pemenuhan kebutuhan sekunder 1.032
F14 Akses terhadap lembaga Koperasi, UKM, dan lembaga
keuangan
0.954
F18 Pemenuhan untuk biaya sosial 0.952 F19 Pemenuhan biaya pendidikan 0.935
F7 Tambahan pendapatan dari hasil hutan 0.859
F9 Sumber pendapatan dari lapangan kerja lain yang ditekuni 0.758
F7 Sumber pendapatan dari hasil hutan selain kayu /jasa lingkungan 0.581
F2 Pendapatan dari usaha dagang dalam mencukupi kebutuhan
keluarga
0.486
F3 Kontribusi sumber pendapatan dari usaha diluar desa 0.462
Rata-rata 1.093
Sumber daya alam yang melimpah belum menjamin suatu komunitas atau bangsa
akan makmur dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang tinggi. Jika sumber daya alam
tersebut tidak dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat. Bahkan ada gejala pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam tidak bijaksana dan
tidak optimal. Akibatnya kerusakan lingkungan dan ekosistem yang terjadi seperti di
daerah TNKS pada dekade terakhir terasa begitu dahsyat. Oleh karena itu, dalam upaya
meningkatkan pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan
berkelanjutan diperlukan kesadaran, keterampilan, keahlian dan kepedulian dari manusia
pengelolanya.
Nilai mean score sebesar 1,093 menunjukkan rendahnya alternatif mata
pencaharian, sumber pendapatan, lapangan kerja, penguasaan lahan dan akses terhadap
SDA lainnya, hal ini mengingat masyarakat berada pada kawasan konservasi TNKS
dengan lokasi yang cukup jauh dari pusat perkembangan. Berdasarkan Tabel dibawah ini,
dapat kita ketahui bahwa semua indikator yang menyusun faktor ini mempunyai pengaruh
yang tinggi terhadap ketidak berdayaan masyarakat TNKS, karena memiliki skor yang
94
sangat rendah. Hal ini didukung oleh data pengeluaran rata-rata masyarakat TNKS yang
sangat kecil yaitu sebesar Rp. 286.938,98 per bulan.
Rendahnya sumber pendapatan masyarakat desa lebih disebabkan oleh mata
pencarian masyarakat yang hanya sebagai petani dan berkebun. Masyarakat kurang
mampu untuk mencari sumber pendapatan lain dikarenakan kurangnya kemampuan atau
keterampilan. Penguasaan terhadap teknologi juga memiliki peranan penting dalam
pemberdayaan masyarakat, karena teknologi dapat memanfaatkan SDA yang berada di
desa. Selain itu akses terhadap pasar dapat memberikan pertumbuhan perekonomian.
Adanya pertumbuhan perekonomian bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat TNKS menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan
pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian.
Kehidupan petani sangat dipengaruhi oleh aspek penguasaan tanah dan kemampuan
memobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Masalah utama
yang dihadapi masyarakat adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya
alam TNKS, baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penunjang kehidupan
sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk miskin juga terjadi dengan menyempitnya
kepemilikan lahan dan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat sebagai akibat
pembatasan akses terhadap SDA TNKS terutama kayu hutan.
5.2.1.10. Kondisi Kesehatan
Kondisi kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor bagi keberhasilan
pembangunan bangsa, karena aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Kondisi dan pelayanan kesehatan
penduduk disekitar Taman Nasional Kerinci Seblat masih sangat rendah. Berdasarkan
nilai mean score kondisi kesehatan masyarakat di kawasan TNKS sebesar 1,092 dan nilai
ini terendah bersama-sama dengan faktor pendapatan dari seluruh faktor, nilai ini
mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan masyarakat merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap ketidakberdayaan masyarakat.
Masyarakat di kawasan TNKS juga menghadapi masalah keterbatasan akses layanan
kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan
mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga
untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Penyebab utama
dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat TNKS selain ketidak cukupan pangan adalah
keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan
dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan
kesehatan reproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa akses masyarkat TNKS terhadap
95
layanan kesehatan yang memadai, memang masih sangat terbatas dan masih terjadi
keterlambatan pemberian layanan kesehatan.
Tabel 41. Skor Indikator dari Faktor Kesehatan
Kode Indikator Score
B14 Tingkat keikutsertaan imunisasi bagi Balita 2.371
B10 Gangguan terhadap pekerjaan atau kegiatan sehari-hari akibat
sakit
1.471
B7 Pemahaman terhadap pentingnya kecukupan gizi anak 1.381
B1 Pemahaman terhadap perilaku hidup sehat 1.339
B5 Kematian Ibu dan anak dalam persalinan 1.291
B11 Pemahaman terhadap sanitasi lingkungan 1.135
B3 Kemudahan mengakses pelayanan kesehatan 1.075
B9 Frekwensi rawat inap dalam 3 bulan terakhir 1.062
B6 Pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada 0.943
B2 Tingkat pemahaman terhadap pentingnya kesehatan reproduksi 0.931
B4 Sistem perawatan kesehatan 0.902
B8 Frekuensi berobat jalan dlm 3 bulan terakhir 0.831
B13 Biaya pengobatan 0.433
Skor rata-rata 1.092
Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih
menjadi masalah bagi masyarakat. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan mutu pangan
berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak merata,
ketergantungan tinggi terhadap beras dan terbatasnya diversifikasi pangan. Kurang
terpenuhinya gizi dari masyarakat tercermin dari kasus-kasus gizi buruk yang terjadi
diperdesaan yang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai
kecukupan gizi.
Selain itu, di daerah ini juga masih terdapat kasus berbagai penyakit seperti ISPA,
Diare, dan lain-lain. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap berbagai jenis penyakit
serta kurangnya informasi terhadap adanya layanan kesehatan yang tersedia menyebabkan
berjangkitnya berbagai jenis penyakit. Selain itu, keluhan utama masyarakat adalah
mahalnya biaya pengobatan dan perawatan serta jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan.
Hal ini disebabkan oleh jauhnya tempat pelayanan kesehatan dan rendahnya pemanfaatan
jaminan kesehatan. Masyarakat sekitar TNKS yang mempunyai Kartu Sehat hanya sekitar
15 persen, itu pun digunakan hanya bila penduduk memerlukan rawat inap di Rumah
Sakit. Penyebab utama rendahnya pemanfaatan tersebut adalah ketidaktahuan tentang
proses pembuatan KS dan kurang jelasnya pelayanan terhadap pemegang KS.
Berdasarkan kondisi di atas, hampir semua fasilitas pelayanan kesehatan di daerah
ini harus ditingkatkan, mulai dari jumlah tenaga medis dan paramedis, selain obat-obatan
dan alat kesehatan. Sedangkan untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam hal
96
perbaikan kesehatan perlu dilakukan penyuluhan kesehatan dan pendidikan kader
kesehatan pada desa-desa dikawasan TNKS. Rendahnya tingkat kesehatan juga
merupakan tantangan yang harus diatasi dalam pemberdayaan masyarakat, sebab tingkat
kesehatan yang rendah mengakibatkan rendahnya potensi sumberdaya manusia yang
ditandai dengan rendahnya kinerja, produktivitas, dan mobilitas sehingga masyarakat
menjadi kurang mampu berpartisipasi dalam berbagai proses pembangunan.
5.2.1.11. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil pengolahan data pada analisis faktor didapatkan bahwa nilai
mean score untuk faktor tingkat pendidikan adalah sangat rendah, yaitu sebesar 1,23.
Berdasarkan skala likert, skore ini tergolong sangat rendah. Dari hasil amatan didapatkan
bahwa kondisi pendidikan masyarakat khususnya responden memang belum memadai,
mayoritas KK rumah tangga miskin mempunyai pendidikan tidak tamat SD atau tidak
pernah mendapatkan pendidikan. Memperhatikan jumlah penduduk usia dibawah 15 tahun
yang seharusnya wajib mengikuti pendidikan dasar (TK, SD dan SLTP) kenyataannya
hampir separuh penduduk usia sekolah wajib belajar 9 tahun tidak mengikuti pendidikan
dasar tersebut, dilain pihak rasio antara guru dengan murid untuk proses belajar mengajar
memang masih sangat terbatas.
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah tidak hanya dimiliki oleh Kepala
Keluarga masyarakat TNKS, namun juga secara keseluruhan masih sangat rendah. Hal ini
disebabkan keterbatasan akses terhadap fasilitas pendidikan formal dan nonformal,
fasilitas pendidikan yang kurang mendukung, jarak antara tempat tinggal dengan fasilitas
pendidikan yang relatif jauh, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan
pentingnya pendidikan, tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu
prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah dan guru bermutu, terbatasnya
jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar, serta terbatasnya jumlah,
sebaran dan mutu kegiatan kesetaraan pendidikan dasar melalui pendidikan nonformal.
Gambar 23. Tingkat Pendidikan Masyarakat
97
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat TNKS berkaitan dengan kondisi
perekonomian masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai petani dengan pendapatan
yang sangat rendah, sehingga masyarakat desa cenderung lebih fokus dalam hal cara
memenuhi kebutuhan hidup dibandingkan melanjutkan tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan masyarakat ini selanjutnya dapat dijadikan indikator kualitas sumberdaya
manusia di desa sekitar TNKS atau lebih spesifik lagi bahwa tingkat keberdayaan
masyarakat di kawasan ini. Kondisi pendidikan masyarakat sekitar TNKS menunjukkan
indikator yang masih terlalu jauh dari yang diharapkan, terutama dalam rangka partisipasi
masyarakat bagi kepentingan pembangunan daerah. Kualitas pendidikan penduduk yang
demikian berimplikasi kepada beratnya tantangan yang akan dihadapi sehubungan dengan
rencana pemberdayaan masyarakat TNKS.
5.2.1.12. Kerawanan terhadap bencana
Dengan karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis yang
dimiliki kawasan TNKS, maka dapat dikategorikan sebagai daerah yang rawan terhadap
bencana alam.
Tabel 40. Skor Indikator dari Faktor Kerawanan Bencana
Kode Indikator Score
J15 klimatologis dan geografis yang dimiliki kawasan TNKS 1.472
J2 Perbedaan Debit air sungai dimusim hujan dan musim kemarau 1.314
J5 Pengetahuan masyarakat tentang Fungsi penetapan hutan dan
ekosistem TNKS 1.284
J12 Potensi Illegal mining 1.214
J1 Pelaksanaan sistem pertanian ramah lingkungan 1.213
J14 Karakteristik hidrologis, mempunyai curah hujan tinggi 1.213
J16 Pemahaman Fungsi hutan dan ekosistemnya 1.212
J3 Potensi kekeringan dimusim kemarau 1.113
J18 Kerusakan Ekosistem Sungai 1.006
J6 Potesi kerusakan ekosistem hutan 1.063
J9 Alih fungsi lahan dari hutan ke non hutan 1.051
J10 Terjadinya Banjir bandang 1.012
J17 Keterlibatan masyarakat dalam illegal logging 1.003
J4 Penebangan hutan dan pembangunan yang tak terencana di
TNKS 1.002
J8 Keterlibatan masyarakat dalam KKD ICDP 1.002
J7 Karakteristik geologis yang rapuh 0.979
J13 Tingginya sedimentasi di sungai 0.987
J11 Terjadi Perambahan Hutan, peladang berpindah 0.941
Skor rata-rata 1.116
98
Kerusakan lingkungan biotis seperti penurunan sumberdaya hayati (flora/fauna)
illegal logging, kerusakan ekosistem hutan, ekosistem sungai, kerusakan sumberdaya alam
oleh exploitasi berlebihan, illegal mining dan perambahan hutan, maka dapat
diprediksikan daerah ini menjadi potensi bencana alam, longsor, erosi, kekeringan dan
banjir. Banjir bandang sudah sering terjadi selama ini disebabkan oleh adanya kerusakan
hutan yang parah yaitu dipicu oleh adanya perubahan alih fungsi lahan secara cepat, dari
hutan menjadi non hutan dan pengambilan kayu. Skor indicator kerawanan terhadp
bencana dapat dilihat pada Tabel 40.
5.2.1.13. Konflik Sosial dan Lingkungan
Nilai mean score sebesar 1,017 pada Tabel 41 menunjukan bahwa kondisi
konflik yang terjadi di masyarakat TNKS sangat tinggi, khususnya konflik lahan,
dimana sebagian besar perkebunan yang diusahakan masyarakat merupakan lahan
TNKS. Secara tidak langsung, konflik yang terjadi di masyarakat juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan yang masih rendah dan kondisi masyarakat yang belum
sejahtera.
Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan pola pikir masyarakat yang
belum terbuka, belum bisa menerima masukan yang bersifat pembaharuan dari
luar serta masih mementingkan yang juga sering terjadi kepentingan pribadi untuk
memenuhi kebutuhan.
Pada umumnya masyarakat setempat telah hidup sejak sebelum daerah
tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Mereka telah turun temurun
menjalankan kehidupan tradisional mereka yang dicirikan dengan eratnya
hubungan mereka dengan alam sekitar. Namun tidak jarang terjadi bahwa
masyarakat yang sebenarnya pendatang di daerah tersebut sengaja menerobos ke
dalam kawasan untuk mengambil hasil hutan atau membuka kebun karena alasan-
alasan ekonomis yang mendesak. Selain itu, diketahui cukup banyak kasus di
mana para perambah adalah orang-orang yang dibayar oleh pemilik-pemilik modal
di kota untuk membuka kebun-kebun baru dalam kawasan. Masyarakat di sekitar
hutan atau kawasan konservasi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
berpendidikan rendah, tidak banyak berhubungan dengan dunia luar, sistem
pertanian yang sederhana dan belum mengembangkan perilaku petani produsen
yang berorientasi ke pasar.
99
Tabel 41. Skor Indikator dari Konflik Sosial dan Lingkungan
Kode Indikator Score
H2 Konflik antar warga masalah lahan pertanian 2.163
H26 Keamanan lingkungan 2.161
H5 Kekuatan ikatan Kekerabatan antar warga 2.084
H1 Kondisi keamanan dan kenyaman di desa 2.049
H6 Perubahan sistem kekerabatan 2.018
H7 Perebutan lahan usaha tani sesama warga 1.075
H3 Konflik dapat menghambat kemajuan desa 1.013
H23 Kesadaran dan pemahaman tentang flora dan fauna 0.991
H11 Pemahaman terhadap aturan konservasi 0.928
H9 Kesadaran terhadap pentingnya lingkungan 0.891
H4 Konflik warga dengan taman nasional 0.841
H16 Potensi kerugian akibat rusaknya ekosistem hutan 0.805
H25 Aktifitas pembakaran lahan dan penebangan liar 0.803
H14 Kepedulian Tata Batas Wilayah TNKS 0.801
H21 Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa 0.799
H22 Latar belakang merambah hutan karena ekonomi 0.763
H10 Konflik kepentingan antara masyarakat dan kawasan
TNKS
0.753
H24 Pemahaman maksud dan tujuan Penetapan Taman
Nasional
0.709
H18 Konflik manusia dengan fauna langka 0.703
H12 Frekwensi masuk ke dalam kawasan 0.692
H8 Konflik horisontal akan merugikan sesama/mengganggu
aktifitas
0.681
H17 Potensi bencana alam dan bencana sosial, 0.662
H19 Kegiatan pertanian yang mengalihfungsikan lahan hutan
TNKS
0.602
H15 Melakukan illegal logging dan perburuan liar demi
ekonomi
0.507
H13 Alasan merambah kawasan adalah ekonomi 0.492
H20 Hilangnya habitat hutan akibat pembabatan liar 0.465
Skor rata-rata 1.017
Konflik di masyarakat adalah konflik sesama warga desa. Walaupun
demikian kekuatan kekerabatan antar warga masih cukup tinggi hal ini
dikarenakan masyarakat desa masih memiliki nilai-nilai dan hubungan sosial yang
cukup baik. Kondisi ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan
konflik agar tidak menjadi lebih besar.
Dengan tingkat pengetahuan yang rendah, pendidikan yang rendah,
penguasaan ketrampilan dan teknologi yang rendah serta akses pasar yang minim
pada umumnya mereka adalah masyarakat yang miskin. Konflik kepentingan
100
antara masyarakat dan kawasan TNKS menjadi tak terhindarkan di banyak tempat.
Kedua belah pihak merasa memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan
kepentingannya di kawasan tersebut. Pendekatan penegakan hukum untuk
melindungi kawasan konservasi dari masyarakat yang hidup di sekitarnya sulit
mencapai keberhasilan. Sebaliknya, membiarkan masyarakat untuk terus memanen
hasil alam secara tidak terkendali dari kawasan TNKS akan secara langsung
berkibat buruk bagi kelestarian kawasan dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Beberapa ancaman dan gangguan dapat merusak hutan dan ekosistem dalam
kawasan TNKS. Gangguan tersebut adalah perambahan, illegal logging,
perburuan liar, rencana pembangunan jalan melintasi kawasan dan pertambangan
illegal (Fandelli, 2002). Menyusutnya populasi ekosistem hutan dapat
menimbulkan kerugian besar bagi manusia, bahkan dapat menimbulkan bencana
alam dan bencana sosial, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan dan konflik
manusia dengan fauna.
Sebagai akibat menyusutnya populasi harimau Sumatera berdampak pada
tidak terkendalinya populasi babi hutan sehingga berdampak mewabahnya hama
babi yang merusak perkebunan masyarakat. Pada hakekat rantai makanan, harimau
Sumatera berfungsi sebagai satwa pengendali pupulasi babi hutan. Harimau
merupakan satwa pemangsa atau pemakan daging (carnivora). Demikian juga
sebaliknya, kalau populasi babi hutan punah maka satwa pemangsa seperti
harimau Sumatera akan kekurangan mangsa. Seperti yang terjadi di beberapa
daerah di wilayah Sumatra, harimau Sumatera memangsa hewan ternak milik
masyarakat sehingga terjadilah konflik antar fauna dan manusia.
Kegiatan pertanian yang mengalihfungsikan lahan hutan dapat juga menjadi
penyebab kerusakan habitat dan kepunahan jenis flora dan fauna yang telah
disebutkan di atas. Hal ini sejalan dengan Nyhus dan Tilson (2004) dalam Dinata
dan Sugardjito (2008) yang menyatakan bahwa alih fungsi kawasan hutan secara
besar-besaran menyebabkan hilangnya habitat hutan atau terpotongnya blok
kawasan hutan yang luas menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah-pisah.
Kompetisi ruang dan sumber pakan antara manusia dan harimau telah mendorong
masyarakat untuk memusuhi dan membunuh satwa ini. Perusakan habitat dan
perburuan hewan telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan
turunnya jumlah harimau secara dramatis di TNKS. Sementara itu, dijabarkan pula
bahwa pada pertemuan population and habitat viability assessment (PHVA) tahun
101
1992 di kota Padang, dinyatakan bahwa hanya tersisa 400 ekor harimau sumatra
yang bertahan hidup di lima kawasan konservasi besar di Sumatera. Seratus
individu lainnya diperkirakan hidup di hutan-hutan di luar kawasan konservasi
(Dinata dan Sugardjito, 2008; Seal et al., 1994).
Hubungan antar faktor
Masing-masing faktor internal saling mempengaruhi satu sama lain dan
memiliki hubungan karakteristik yang berbeda-beda. Hubungan kedekatan
masing-masing faktor internal dapat dilihat dari analisis biplot yang ditunjukkan
oleh Gambar 24 berikut:
Gambar 24. Plot Nilai Loading Masing-Masing Faktor
Berdasarkan Gambar 24 dapat dilihat bahwa keragaman yang diterangkan
oleh sumbu utama 1 sebesar 49.33% dan sumbu utama 2 sebesar 10.36%, sehingga
secara keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan oleh kedua sumbu tersebut
sebesar 59.69%. Plot loading faktor di atas menunjukan hubungan kedekatan antar
faktor. Faktor I1, I3, I6, I7, I8, I9 dan I13 memiliki hubungan yang cukup dekat,
karena masih terletak dalam satu kuadran dan sudut yang di bentuk antar faktor
sempit. Kemudian semakin panjang garis menunjukan bahwa semakin beragam
kondisi dari faktor tersebut. Sedangkan faktor I2, I4, I5, I10, I11 dan I12 terletak di
kuadran lainnya dan memiliki hubungan yang cukup dekat.
102
5.2.2. Faktor-faktor Eksternal
Dalam penelitian ini hipotesis awal ada 10 variabel yang menjadi faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap ketidakberdayaan masyarakat TNKS. Nilai
mean score masing-masing faktor eksternal dapat dilihat pada Gambar 30
dibawah ini:
Gambar 25. Histogram Mean Score Masing-masing Faktor Eksternal
Terlihat dari histogram di atas, bahwa seluruh faktor-faktor eksternal
mempunyai mean score sangat rendah, bahkan beberapa faktor mempunyai mean
score sangat-sangat rendah, yakni dibawah angka 1. Hal ini dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap ketidakberdayaan masyarakat,
artinya berbagai fungsi-fungsi pemerintahan belum berjalan sebagaimana
mestinya.
5.2.2.1. Rendahnya Dukungan Peraturan Perundangan
Untuk melindungi suatu kawasan perlindungan, pemerintah Republik
Indonesia telah mengeluarkan beberapa payung hukum diantaranya melalui
Undang-Undang nomor 5 tahun 1990, Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990
serta Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 1998. Pada payung hukum tersebut
dijelaskan bahwa pembentukan suatu kawasan perlindungan di Indonesia dapat
berupa sebuah taman nasional. Taman nasional merupakan kawasan pelestarian
alam yang memiliki ciri khas dan berfungsi sebagai pelindung ekosistem yang
akan dapat menyangga sistem kehidupan. Taman nasional dikelola dengan sistem
zonasi yang ditujukan untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian. Namun tujuan
103
pembentukan kawasan belum dapat sepenuhnya diterapkan diberbagai kawasan
Taman Nasional. Demikian juga berbagai perangkat peraturan perundang-
undangan yang sudah dibuat dan diundangkan, namun implementasi dilapangan
belum dilaksanakan.
Tabel 42. Skor Indikator Faktor Dukungan Peraturan Perundangan
Kode Indikator Nilai
S13 Penerapan amanat Undang-Undang Dasar 45, pasal 33 0.915
S11
Penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan 1.032
S5
Penerapan Undang-Undang No 5 /1990 tentang Konservasi SDA
Hayati dan Ekosistemnya 1.061
S14
Penerapan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup 1.116
S3 Penerapan terhadap larangan membakar hutan dan sanksinya 1.106
S1
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah 1.134
S12 Pemahaman terhadap peruntukan kawasan TNKS 1.023
S4 Penerapan terhadap larangan penebangan hutan secara liar 1.089
S7
Pemahaman terhadap UU / Peraturan tentang Kawasan
konservasi 0.817
S2
Pelaksanaan Peraturan tentang Pemberdayaan Masyarakat
dikawasan hutan 1.051
S10
Pemahaman terhadap sanksi jika menduduki hutan
lindung/kawasan konservasi 1.106
S8
Sosialisasi tentang Batas Desa dan Batas TNKS kepada
masyarakat 1.012
S9
Penetapan dan Penegasan serta pematokan fisik batas Desa dan
TNKS 1.079
S6
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan 1.045
Skor rata-rata 1.042
Nilai mean score pada Tabel 42 sebesar 1,042 menunjukan rendahnya
dukungan peraturan perundang-undangan terhadap pengembangan kawasan
konservasi termasuk masyarakat yang ada di dalamnya. Selain itu juga,
pemahaman terhadap berbagai aturan perundang-undangan masih sangat rendah,
hal ini dapat di lihat dari rendahnya pengetahuan masyarakat tentang adanya
undang-undang konservasi, adanya larangan membakar hutan, adanya UU
kehutanan, larangan eksploitasi hutan dan adanya sanksi jika melanggar. Sehingga
menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat TNKS.
Rendahnya pemahaman masyarakat yang menempati wilayah Taman
Nasional terhadap birokrasi dan peraturan yang ada merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan sering terjadinya masalah di dalam Taman Nasional. Masalah
yang sering timbul antara lain perusakan hutan yang digunakan untuk lahan
104
pertanian dan peternakan, penebangan hutaan secara liar bahkan sampai
melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian baru. Hal ini dapat
dilihat dari masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang adanya undang-
undang konservasi, adanya larangan membakar hutan, dan adanya UU kehutanan.
5.2.1.2. Rendahnya Keberpihakan Pemerintah
Pemerintah merupakan wakil dari masyarakat yang bertugas untuk
mengayomi serta mendukung masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan.
Dalam penelitian ini keberpihakan dari suatu pemerintah adalah salah satu hal
terpenting bagi masyarakat dalam menyusun pembangunan di dalam masyarakat
TNKS. Nilai mean score sebesar 1,294 pada Tabel 43 menunjukkan bahwa
keberpihakan dari pemerintahan masih sangat rendah. Dengan demikian akan
berpengaruh kepada berbagai aspek kehidupan.
Tabel 43. Skor Indikator Faktor Keberpihakan Pemerintah
Kode Indikator Nilai
P21 Peningkatan Peran Masyarakat dalam Pelestarian
Lingkungan
1.213
P9 Porsi kegiatan pembangunan di kawasan 1.214
P6 Dampak kebijakan pemerintah terhadap masyarakat 1.193
P13 Fasilitasi pemberdayaan masyarakat pada kawasan SDA
strategis
1.162
P17 Perbaikan lingkungan pemukiman keluarga miskin. 1.121
P16 Pengembangan prasarana perdesaan berbasis
masyarakat.
1.471
P1 Bantuan pemerintah terhadap adanya bencana 1.504
P12 Fasilitasi pemberdayaan sosial ekonomi 1.463
P18 Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana dasar
pemukiman
0.845
P3 Kemudahan mendapatkan pelayanan birokrasi 1.106
P19 Fasilitasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga 1.174
P8 Bantuan sosial kesejahteraan yang didapatkan 1.701
P20 Memperkuat jaringan pelayanan kesehatan dasar 1.653
P2 Kondisi sarana perhubungan tiga tahun terakhir 1.144
P10 Pemberian jaminan sosial (Askeskin, Pendidikan, KTP,
Sertifikat,dll)
2.103
P4 Penyediaan sarana prasarana pelayanan sosial 1.153
P14 Perlindungan hak-hak adat atau ulayat dalam
pengelolaan SDA
1.016
P11 Fasilitasi masyarakat dalam pendayagunaan SDA 1.342
P15 Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam mendorong peran
masyarakat
1.015
Skor rata-rata 1.294
Rendahnya Keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat miskin dapat
dilihat dari rendahnya tingkat penyediaan sarana prasarana pelayanan sosial,
105
bantuan sosial, pemberdayaan sosial ekonomi, pemberian jaminan ekonomi dan
sosial dan peningkatan kualitas manajemen kelembagaan sosial masyarakat.
5.2.1.3. Rendahnya Dukungan Politik dan pengalaman dalam politik
Nilai mean score sebesar 1,059 pada Tabel 44 menunjukkan dukungan dan
pengalaman politik masyarakat TNKS masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat
dari sangat terbatasnya masyarakat yang ikut serta dalam organisasi politik serta
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi politik seperti kampanye.
Dukungan politik ini sangat diperlukan dalam proses pemberdayaan dan
pengalaman politik yang dimiliki masyarakat akan sangat berpengaruh baik dalam
proses pemberdayaan masyarakat.
Tabel 44. Skor Indikator Dukungan Politik dan Pengalaman Politik Masyarakat
Kode Indikator Score
M5 Keikutsertaan dalam pemilu, pilkada, pemilihan kades 2.709
M6 Intervensi pihak-pihak tertentu terhadap pilihan dalam pemilu 1.025
M19 Penguatan dan peningkatan kinerja DPD 1.205 M18 Peran politik dalam penataan Keuangan dan Asset Desa 1.017 M14 Kontribusi politik dalam pemberdayaan masyarakat 1.052 M13 Fasilitasi Politik dalam menunjang Kemandirian masyarakat 1.108 M3 Keikutsertaan dalam kampaye-kampaye 0.758
M16 Fasilitasi parpol dalam Pemberdayaan Pemerintahan Desa 1.019 M11 Kesempatan menjadi pengurus dalam organisasi politik 0.596
M9 Minat terhadap organisasi politik 0.681
M12 Frekwensi legislatif datang ke kawasan/desa 1.086
M15 Peran Parpol dalam mendorong pengelolaan SDA secara
bijaksana 0.541 M10 Pengaruh keikutsertaan dalam rapat-rapat organisasi 1.095
M7 Keikutsertaan dalam negosiasi untuk memutuskan sesuatu 1.185
M17 Fasilitasi pengembangan sumber-sumber keuangan desa 1.245 M4 Pendapat sering di dengar 0.836
M2 Akses terhadap Organisasi politik 1.024
M1 Peluang untuk terlibat dalam organisasi politik di desa dan di
luar desa
1.081
M8 Keikutsertaan dalam rapat-rapat desa 0.853
Skor rata-rata 1.059
Rendahnya keterlibatan Politik anggota masyarakat dapat dilihat dari
berbagai aktifitas politik dan daya tawar masyarakat yang masih sangat rendah,.
Rendahnya posisi tawar masyarakat karena mereka tidak terlibat dalam berbagai
kegiatan seperti dalam kampaye, organisasi politik di desa dan di luar desa serta
ketidakikutsertaan masyarakat dalam negosiasi untuk memutuskan sesuatu
kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan masyarakat di kawasan TNKS
yang berkaitan dengan keikutsertaan mereka dalam kegiatan kampanye dan
106
peluang mereka terlibat dalam organisasi politik di dalam dan di luar desa masih
sangat rendah, serta keikutsertaan mereka dalam negosiasi untuk memutuskan
sesuatu tergolong masih kurang. Demikian juga dukungan secara politik yang
dilakukan oleh perwakilan masyarakat, belum dapat dimanfaatkan untuk
mendukung kegiatan atau proses pemberdayaan masyarakat, karena masih sangat
rendah.
5.2.1.4. Rendahnya Dukungan Lembaga Keuangan
Tabel 45 menggambarkan hampir semua indikator mempunyai score yang
sangat rendah, yaitu sebesar 0,669 pada. Hal ini menunjukan hampir tidak adanya
bantuan keuangan dari lembaga keuangan baik swasta maupun Pemerintah, seperti
akses perbankan yang tidak ada, kepercayaan terhadap lembaga keuangan yang
sangat rendah, kurangnya bantuan dana dari pemerintah, kurangnya sarana
prasarana produksi, kurangnya akses terhadap bantuan pemerintah dan jarang
sekali masyarakat TNKS terpilih sebagai sasaran dalam program-program
pemerintah. Oleh karena itu kurangnya bantuan keuangan dari lembaga keuangan
atau pemerintah yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat TNKS.
Masyarakat juga mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan
mengembangkan koperasi dan usaha, mikro, dan kecil (KUMK). Permasalahan
yang dihadapi antara lain adalah sulitnya mengakses modal dengan suku bunga
rendah, hambatan untuk memperoleh izin usaha, kurangnya perlindungan dari
kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap
informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan
teknologi.
Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar masih sulit diakses
oleh pengusaha kecil dan mikro, apalagi oleh masyarakat miskin. Permasalahan
lainnya adalah tidak adanya lembaga resmi yang dapat memberi modal dengan
persyaratan yang dapat dipenuhi oleh kapasitas masyarakat. Masyarakat juga
menghadapi masalah lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan hasil
produksi. Usaha koperasi juga sering menghadapi kesulitan untuk menjadi badan
hukum karena persyaratan yang sangat rumit, seperti batas modal, anggota, dan
kegiatan usaha.
107
Tabel 45 Skor Indikator dari Faktor Dukungan Lembaga Keuangan
Kode Indikator Score
N10 Fasilitasi pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Perdesaan 0.701
N9
Penguatan jaringan kemitraan antara lembaga keuangan mikro
dengan perbankan. 0.592
N11
Fasilitasi pengembangan kemandirian masyarakat dalam
pengelolaan keuangan 0.821
N7 Ketersediaan lembaga keuangan di desa 1.026
N8 Bimbingan Administrasi di lembaga keuangan desa 0.361
N12
Peningkatan dan pengembangan kemampuan pengelola
keuangan desa 0.552
N4 Kredit-kredit yang disalurkan ke masyarakat 1.106
N14 Kecocokan Jenis kredit atau pinjaman yang diberikan dengan
usaha
0.779
N2 Manfaat adanya lembaga keuangan di desa bagi kehidupan 0.811
N6 Bunga pinjaman yang diberikan 0.345
N13
Akses modal usaha pengembangan kegiatan ekonomi mikro dan
usaha kecil 0.672
N1 Akses terhadap lembaga keuangan 0.839
N5 Kepercayaan perbankan/lembaga keuangan lainnya kepada
masyarakat
0.478
N3 Akses masyarakat terhadap perbankan/lembaga keuangan lain 0.285
Skor rata-rata 0.669
Lembaga keuangan merupakan salah satu kunci perekonomian suatu
masyarakat. Suatu lembaga keuangan/perbankan dapat berkembang juga karena
masyarakat. Jika antara masyarakat dan perbankan saling mendukung maka akan
sangat membantu tumbuhnya perekonomian di Masyarakat TNKS. Beberapa
bentuk dukungan kelembagaan perbankan yang di terapakan pada masyarakat
antara lain investasi pada lembaga perbankan yang mampu mengembangkan
modal masyarakat menjadi lebih bermanfaat, kemudahan akses administrasi
terhadap perbankan, adanya kepercayaan dari pihak perbankan untuk
meminjamkan sejumlah modal kepada masyarakat TNKS.
Kurangnya lembaga perekonomian yang dapat mendukung usaha
masyarakat berpengaruh terhadap sulitnya masyarakat dalam mendapatkan
bantuan modal usaha. Peran lembaga perekonomian sangat diperlukan untuk
membantu masyarakat menciptakan peluang usaha yang dapat memajukan taraf
kesejahteraan.
5.2.1.5. Rendahnya Ketersediaan Pelatihan – pelatihan
Nilai mean score sebesar 1,047 pada Tabel 46 menunjukan bahwa hampir
tidak adanya pelatihan-pelatihan dari luar untuk masyarakat TNKS. Hal ini
108
ditunjukan dengan hampir tidak ada masyarakat yang ikut serta dalam penyuluhan,
rendahnya penguasaan terhadap ilmu dan teknologi pertanian, serta masyarakat
jarang terpilih sebagai sasaran dalam program-program pelatihan. Sedikitnya
pelatihan-pelatihan dari luar untuk masyarakat TNKS menyebabkan
ketidakberdayaan masyarakat TNKS. Skor Indikator dari Faktor Pelatihan-
pelatihan dari Luar dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46. Skor Indikator dari Faktor Ketersediaan Pelatihan
Kode Indikator Nilai
O5 Penyuluhan tentang larangan perambahan hutan TNKS 1.268
O2 Frekuensi diikutsertakan dalam penyuluhan-penyuluhan 1.013
O8 Terpilih sebagai sasaran dalam program pelatihan-pelatihan 1.134
O9 Pemahaman terhadap materi pelatihan 1.209
O15 Identifikasi terhadap bentuk, jenis dan jenjang pelatihan
pemberdayaan
1.142
O4 Penyuluhan tentang agroforestry 1.062
O17 Pengembangan dan fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa 1.182 O11 Peningkatan keterampilan dalam pendayagunaan teknologi tepat
guna.
1.023
O1 Jenis pelatihan yang ditawarkan 1.319
O10 Akses terhadap lokasi pelatihan 1.321
O3 Penguasaan terhadap ilmu dan teknologi pertanian 1.207
O16 Identifikasi kebutuhan pelatihan masyarakat Desa 1.132 O14 Bimbingan Teknis pengembangan desa 1.213
O12 Fasilitasi kerjasama pendayagunaan TTG bersama instansi terkait
dan kalangan LSM
1.162
O13 Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat 1.046
O19 Koordinasi Penyusunan Program Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa. 0.834 O18 Fasilitasi Pendataan, Pengolahan dan Pendayagunaan Profil Desa 1.203 O7 Manfaat dari pertemuan dengan PPL dan mengikuti pelatihan-
pelatihan/penyuluhan
1.386
O20 Pengembangan Pelatihan Tingkat Daerah 1.062 O6 Frekwensi pertemuan dengan Petugas Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL)
1.014
Skor rata-rata 1.147
Masyarakat masih sangat terbatas dalam mengikuti berbagai kegiatan
penyuluhan-penyuluhan, sehingga penguasaan terhadap ilmu dan teknologi
pertanian, serta masyarakat jarang terpilih sebagai sasaran dalam program-program
pelatihan masih sangat rendah. Sedikitnya pelatihan-pelatihan dari luar untuk
masyarakat TNKS mampu mengurangi ketidakberdayaan masyarakat TNKS.
Disamping pendidikan formal, bagi masyarakat diperlukan juga peningkatan
keterampilan bagi masyarakat disekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
melalui kursus-kursus keterampilan baik dibidang pertanian kaitannya dengan
109
meningkatkan ekonomi pertanian secara luas ataupun keterampilan berbagai
keahliannya untuk dapat mendukung dan berpartisipasi didalam berbagai program
pembangunan daerah. Dengan meningkatnya keterampilan masyarakat berarti
meningkat pula produktifitas sumberdaya manusia yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
5.2.1.6. Rendahnya Jaminan Ekonomi
Jaminan ekonomi merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung
lancarnya pembangunan pada masyarakat. Nilai Mean Score sebesar 0,592 pada
Tabel 47 menunjukkan hampir tidak adanya jaminan ekonomi yang di berikan
kepada masyarakat TNKS. Hal ini perlu ada perhatian khusus dari pemerintah,
pemerintah daerah dan juga pihak swasta maupun masyarakat TNKS sendiri.
Kurangnya lembaga perekonomian yang dapat mendukung usaha
masyarakat berpengaruh terhadap sulitnya masyarakat dalam mendapatkan
bantuan modal usaha. Peran lembaga perekonomian sangat diperlukan untuk
membantu masyarakat menciptakan peluang usaha yang dapat memajukan taraf
kesejahteraan. Kondisi ini sejalan dengan beberapa kajian bahwa salah satu
masalah yang dihadapi oleh masyarakat lemah adalah dalam hal akses untuk
memperoleh modal. Kenyataan yang terjadi, kepada masyarakat lemah dan
pengusaha kecil, perlakukan atas ketiga hal tersebut juga diskriminatif. Dan atas
perlakuan yang tidak adil itu, masyarakat tidak memiliki kekuatan tawar menawar
dengan pihak lembaga kuangan.
Tabel 47. Skor Indikator dari Faktor Jaminan Ekonomi
Kode Indikator Score
T11 Bantuan pendampingan kepada keluarga / kelompok
masyarakat
0.521
T7 Bantuan pemerintah dalam hal pelatihan keterampilan usaha 0.501
T10 Bantuan prasarana dan sarana pengembangan usaha keluarga
miskin.
0.621
T12 Peningkatan keterampilan usaha ekonomi produktif
masyarakat miskin
0.562
T1 Bantuan keuangan dari Pemerintah dan manfaatnya 0.686
T6 Jaminan pembelian dari hasil pertanian 0.792
T16 Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Pasar Desa 1.108
T9 Bantuan modal usaha bagi keluarga miskin 0.362
T13 Identifikasi potensi dan sumber daya keluarga masyarakat
miskin
0.525
T20 Peningkatan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan
Lumbung Desa
0.585
110
T17 Peningkatan keterampilan pengelola kelompok Usaha
Ekonomi Produktif 0.531 T19 Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Masyarakat.
0.625
T2 Jaminan kesalahan dari kebijakan yang diambil 0.247
T18 Pemberdayaan masyarakat dalam memperkuat cadangan
pangan
0.832
T15 Fasilitasi peluang pemasaran bagi hasil usaha 0.521
T14 Pengembangan partisipasi dan keswadayaan masyarakat
miskin
0.584
T5 Peningkatan ketersediaan pangan wilayah berbasis pangan
lokal
0.592
T8 Peran swasta dalam hal peningkatan keterampilan SDM 0.563
T3 Manfaat kredit bagi usaha 0.684
T4 Kredit-kredit yang disalurkan kepada keluarga dan warga desa 0.389
Skor rata-rata 0.592
Penanganan kendala modal, kendala distribusi, dan kendala tanah tidak
seluruhnya dapat dilakukan melalui pendekatan ekonomi semata. Karena banyak
dimensi-dimensi politik yang harus ditangani. Oleh sebab itu, pemberdayaan
ekonomi masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa pemberdayaan politik dan
kebijakan politik.
Selain itu akses terhadap pasar dapat memberikan pertumbuhan
perekonomian. Adanya pertumbuhan perekonomian bagi masyarakat diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat TNKS menghadapi
masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta
ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan petani
sangat dipengaruhi oleh aspek penguasaan tanah dan kemampuan memobilisasi
anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Masalah utama yang
dihadapi masyarakat adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya
alam TNKS, baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penunjang
kehidupan sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk miskin juga terjadi dengan
menyempitnya kepemilikan lahan dan hilangnya sumber mata pencaharian
masyarakat sebagai akibat pembatasan akses terhadap SDA TNKS terutama kayu
hutan.
Kurangnya lapangan pekerjaan serta banyaknya masyarakat yang bekerja
pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan
sehingga mereka tergolong miskin. Masyarakat juga mempunyai akses yang
terbatas untuk memulai dan mengembangkan koperasi dan usaha, mikro, dan kecil
(KUMK). Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah sulitnya mengakses
111
modal dengan tingkat suku bunga pasar oleh pengusaha kecil dan mikro, hambatan
untuk memperoleh izin usaha, kurangnya perlindungan dari kegiatan usaha,
rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi,
pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi..
Permasalahan lainnya adalah tidak adanya lembaga resmi yang dapat memberi
modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi oleh kapasitas masyarakat.
Masyarakat juga menghadapi masalah lemahnya perlindungan terhadap aset usaha
dan hilangnya aset usaha akibat peraturan.
5.2.1.7. Implementasi Kebijakan dan kesesuaian dengan Kebutuhan
Masyarakat (Distorsi kebijakan)
Nilai mean score sebesar 1,104 pada Tabel 48 menunjukan bahwa kurang
sesuainya program-program atau kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dengan kondisi kebutuhan masyarakat TNKS. Sehingga menyebabkan
ketidakberdayaan masyarakat TNKS. Ada beberapa bentuk implementasi
kebijakan dan keterkaitannya dengan kebetuhan lokal bantuan sarana prasarana
produksi, kesesuaian antara kebutuhan dengan yang diprogramkan dari atas,
tingkat pemenuhan kebutuhan masyarakat desa, dll. Jika beberapa bentuk
implementasi itu bisa di terapkan dengan baik maka masyarakat TNKS masih
memiliki peluang untuk menjadi masyarakat yang sejahtera.
Tabel 48. Skor Indikator dari Faktor Implementasi Kebijakan dan
Kesesuaiannya dengan Kebutuhan Masyarakat
Kode Indikator Nilai
P1 Kesesuaian program yang diberikan oleh Pemerintah & Pemda 1.243
P2 Manfaat kebijakan terhadap pemberdayaan masyarakat 1.123
P9 Kesesuaian bentuk bentang alam kawasan TNKS dengan
keinginan warga
1.091
P3 Pemahaman masyarakat terhadap kebijakan 1.091
P5 Kesesuaian antara kebutuhan dengan yang diprogramkan 1.052
P8 Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam membangun Desa. 1.125
P12 Kesesuaian teknologi tepat guna dengan kebutuhan
masyarakat
1.224
P4 kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan; 0.623
P10 Peran serta masyarakat dalam penentuan kebijakan 1.107
P6 Benturan kebijaksanaan antara Pemerintah, Pemda dan
Masyarakat
1.402
P7 Bantuan sarana prasarana produksi 1.072
P11 Kesesuaian pola Keswadayaan dan Kemandirian masyarakat 1.155
P13 Ketidak adilan yang didapatkan dalam menuntut hak-hak 1.033
P14 Hilangnya hak kepemilikan dan penguasaan lahan masyarakat
lokal
1.119
Skor rata-rata 1.104
112
5.2.1.8. Rendahnya Akses terhadap Informasi
Informasi merupakan suatu sarana penting untuk membuka wawasan dan
pengetahuan tentang berbagai hal. Informasi merupakan kebutuhan wajib untuk
jaman sekarang, berkat informasi kita bisa tahu dan mengerti apa yang sebaiknya
di lakukan jika suatu masalah terjadi. Nilai mean score sebesar 1,314 pada Tabel
49 menunjukan masih rendahnya akses masyarakat TNKS dalam menjangkau
berbagai informasi dari luar wilayah TNKS, sehingga berpengaruh terhadap
ketidakberdayaan bagi masyarakat TNKS.
Salah satu bentuk manfaat dengan adanya kemudahan akses informasi
untuk masyarakat TNKS adalah adanya ajakan dari wilayah untuk bekerja dan
berkembang, fasilitas bagi masyarakat setempat untuk berkembang lebih baik dari
luar, akses masyarakat setempat terhadap sistem sosial di luar desa, kesempatan
masyarakat setempat untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan, dan kemudahan
masyarakat setempat dalam menjangkau fasilitas-fasilitas sosial diluar wilayah.
Tabel 49. Skor Indikator Faktor Akses Informasi
Kode Indikator Score
Q8 Informasi Kesempatan masyarakat setempat untuk mengikuti
diklat
1.692
Q1 Hambatan dari lingkungan di luar wilayah desa 1.201
Q14 Data dan informasi tentang masyarakat di dalam dan sekitar
hutan
1.192
Q12 Pengembangan system informasi Pemberdayaan Masyarakat 0.953
Q4 Hambatan masyarakat luar desa terhadap keinginan
masyarakat
0.737
Q7 Akses terhadap sistem sosial di luar desa 1.628
Q9 Akses terhadap bantuan pemerintah 1.651
Q3 Sarana dan prasarana perhubungan untuk menuju wilayah
lain
1.458
Q13 Kesulitan dalam menjangkau fasilitas-fasilitas sosial diluar
wilayah
1.443
Q11 Fasilitasi pelayanan informasi dan penyediaan perangkat
TTG
1.414
Q10 Pengembangan informasi pasar bagi pemasaran produk 1.396
Q5 Fasilitas untuk berkembang lebih baik dari luar 1.289
Q6 Peluang atau ajakan dari wilayah lain untuk bekerja 1.245
Q2 Keadilan yang didapatkan dalam menuntu hak-haknya 1.092
Skor rata-rata 1.314
113
5.2.1.9. Pola Perencanaan Pembangunan
Pembangunan merupakan faktor kunci menjadi masyarakat yang maju.
Pembangunan perlu di lakukan dalam berbagai bidang. Setiap pembangunan
memiliki skala prioritas untuk bidangnya.
Tabel 50. Skor Indikator Faktor Pola Perencanaan Pembangunan
Kode Indikator Score
R12 Peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan kawasan TNKS 1.511
R1 Proses perencanaan pembangunan desa melalui prosedur
Musrenbang
1.404
R2 Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Kegiatan
pembangunan
1.228
R14 Fasilitasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa 1.212
R15 Kompetensi dalam Proses Perencanaan dan Pembangunan
Partisipatif.
1.011
R3 Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan
0.975
R4 Pendapat masyarakat dalam perencanaan pembangunan 1.047
R13 Partisipasi Wanita dalam perencanaan dan pembangunan 0.801
R5 Budaya menghambat pembangunan 2.689
R11 Fasilitasi Pendayagunaan Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar
Desa.
1.025
R6 Pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan pentingnya
pembangunan
1.772
R10 Penetapan Tipologi Desa sesuai karakteristik dan potensi SDA
desa
1.033
R16 Perencanaan pengembangan Kader Pemberdayaan Masyarakat 0.875
R7 Jika ada proyek pembangunan, apakah anda pernah dimintai
pendapat
0.862
R8 Penyusunan Rencana Pembangunan berbasis kebutuhan
Masyarakat.
0.912
R9 Peran masyarakat dalam penataan ruang kawasan perdesaan. 1.098
Skor rata-rata 1.216
5.2.1.10. Implikasi Program pelestarian TNKS & Pembangunan
Masyarakat TNKS
Nilai mean score sebesar 0,871 pada Tabel 51 menunjukan sangat
rendahnya implikasi program pembangunan yang selama ini dijalankan terhadap
kesejahetraan masyarakat. Masyarakat belum dapat menikmati manfaat
pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini, mengingat tingkat pemenuhan
kebutuhan masyarakat belum terlaksana, termasuk didalamnya masyarakat belum
mendapat manfaat dari program kesehatan dan pendidikan gratis yang
dicanangkan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
114
Tabel 51. Skor Indikator dari Faktor Implikasi Program Pembangunan
Sebelumnya
Kode Indikator Score
S9 Tingkat Pemenuhan Kebutuhan masyarakat desa 1.105
S17 Manfaat program kesehatan bagi masyarakat 1.102
S7 Koordinasi dengan pihak dan instansi terkait 1.090
S1 Fasilitasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis
Masyarakat
1.028
S4 Peningkatan Koordinasi Pembangunan desa tertinggal 1.032
S16 Pelaksanaan Sanksi penebangan pohon pelindung 1.021
S15 Sanksi aktivitas pertambangan di dalam kawasan TNKS 0.987
S15 Sanksi jika salah dalam penggunaan kawasan hutan 0.932
S6 Pengembalaan ternak di hutan dan perburuan liar 0.929
S5
Lahan yang dikelola masyarakat ditetapkan sebagai
kawasan TNKS 0.923
S18 Gangguan Taman Nasional akibat kelalaian 0.881
S16 Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya 0.838
S8 ekspansi lahan untuk pertanian lainnya 0.826
S14 Gangguan terhadap satwa liar dan ekosistemmnya 0.804
S13 Sanksi penggunaan alat-alat yang dapat merusak hutan 0.770
S11 Melakukan perusakan Taman Nasional dengan sengaja 0.675
S10
Melakukan gangguan keutuhan Suaka Alam yang dengan
sengaja 0.635
S3 Sanksi jika merusak/memindahkan tanda batas 0.631
S12 Sanksi terjadinya kebakaran hutan karena kelalaian 0.620
S2
Terjadi gangguan dan tekanan dari masyarakat sekitar
kawasan 0.587
Skor rata-rata 0.871
Pada sisi pengelolaan kawasan, koordinasi yang dilakukan juga belum
berjalan dengan baik, mulai dari Pemerintah Pusat dalam hal ini dilakukan oleh
Balai TNKS, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dan masyarakat
luas, hal ini dapat dilihat dari rendahnya koordinasi.
Demikian juga berbagai pelanggaran dan konflik dengan TNKS masih
terus terjadi. Masyarakat masih belum memahami sepenuhnya akibat dari berbagai
aktifitas yang mereka lakukan termasuk sanksi-sanksi yang harus mereka emban
jika melakukan pelanggaran seperti sanksi jika merusak/memindahkan tanda
batas, Sanksi penebangan pohon pelindung, Sanksi jika salah dalam penggunaan
kawasan hutan, gangguan taman nasional akibat kelalaian, sanksi penggunaan alat-
alat yang dapat merusak hutan, melakukan perusakan taman nasional dengan
sengaja, melakukan gangguan keutuhan suaka alam yang dilakukan dengan
sengaja, sanksi terjadinya kebakaran hutan karena kelalaian, aturan pengembalaan
ternak di hutan, dll.
115
Keterkaitan Antar Faktor Eksternal:
Berdasarkan Gambar 26, dapat dilihat bahwa keragaman yang diterangkan
oleh oleh sumbu utama 1 sebesar 59.10% dan sumbu utama 2 sebesar 9.33%,
sehingga secara keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan oleh kedua sumbu
tersebut sebesar 68.43%. Plot loading faktor di atas menunjukan hubungan
kedekatan antar faktor.
Faktor E1, E4, E5,E7 ,E3, E8 dan E9 memiliki hubungan yang cukup
dekat, karena masih terletak dalam satu kuadran dan sudut yang di bentuk antar
faktor sempit. Kemudian semakin panjang garis menunjukan bahwa semakin
beragam kondisi dari faktor tersebut. Kemudian faktor E2, E6 dan E10 terletak di
kuadran lainnya dan memiliki hubungan yang cukup dekat.
Gambar 26. Plot Nilai loading masing-masing faktor eksternal
Kelompok vektor peubah yang membentuk sudut yang cenderung lancip
adalah antara vektor E4 (dukungan politik), E5 (ketersediaan pelatihan), dan E7
(pola perencanaan pembangunan), antara vektor E3 (dukungan kelembagaan
perbankan), E8 (akses informasi), dan E9 (Jaminan Ekonomi), dan antara vektor
E2 (keberpihakan pemerintah) dan E6 (Implementasi kebijakan dan keterkaitanya
dengan kebutuhan lokal). Masing-masing kelompok vector indikator faktor
eksternal tersebut memiliki hubungan yang positif dan korelasi yang tinggi.
Vektor indikator E4, E5, dan E7 menunjukkan hubungan yang sangat
tinggi. ketiga indikator tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama.
116
Rendahnya tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kehidupan
politik ternyata juga diikuti dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam
mengikuti program pelatihanan dalam peningkatan kapasitas keterampilan
masyarakat. Sehingga menyebabkan rendahnya penguasaan terhadap ilmu dan
teknologi, khususnya bidang pertanian, rendahnya keterampilan masyarakat
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi juga berdampak terhadap rendahnya
tingkat partisipasi masyarakat dalam program perencanaan pembangunan daerah.
Vektor indikator E3, E8, dan E9 menunjukkan bahwa semakin pemerintah
memberikan kemudahan dalam memberikan akses bantuan keuangan, baik dalam
hal administrasi dan bantuan bunga kredit, maka jaminan kesejahteraan
masyarakat dalam perbaikan ekonomi akan dapat ditingkatkan. Peran serta
kelembagaan keuangan swasta sangat diharapkan untuk mempercepat
pertumbuhan perkeonomian. Selain itu, akses sumberdaya informasi juga dapat
membantu masyarakat dalam kejelasan mendapatkan bantuan keuangan dari
lembaga keuangan baik pemerintah maupun swasta. Vektor indikator E2 dan E6
menunjukkan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, ketika
pemerintah membuat suatu program dan kebijakan yang kurang sesuai dengan
kutuhan lokal masyarakat, terutama kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan
sarana dan prasarana, masyarakat merasakan bahwa pemerintah kurang
memperhatikan kebutuhan mereka hingga muncul asumsi bahwa pemerintah tidak
berpihak kepada masyarakat.
Vektor peubah yang membentuk sudut yang cenderung tumpul adalah
vektor E2 (keberpihakan pemerintah) atau E6 (Implementasi kebijakan dan
keterkaitannya dengan kebutuhan lokal) dan E8 (akses informasi). Indikator-
indikator tersebut masih memiliki hubungan yang positif, tetapi memiliki korelasi
yang kecil.
Panjang vektor dalam grafik Biplot menunjukkan besar atau kecilnya
keragaman nilai yang dimiliki oleh masing-masing peubah. Peubah yang memiliki
tingkat keragaman yang kecil digambarkan dengan vektor yang pendek, sedangkan
peubah yang memiliki tingkat keragaman yang besar digambarkan dengan vektor
yang panjang. Dari gambar, semua indikator memiliki tingkat keragaman yang
tinggi. Pada umumnya, posisi objek indikator faktor eksternal berdekatan satu
sama lain, hal ini menunjukkan bahwa secara umum faktor ektsernal yang
mempengaruhi ketidakberdayaan masyarakat memiliki karakteristik yang sama.
117
Nilai indikator faktor-faktor eksternal yang rendah secara keseluruhan juga
menunjukkan bahwa masyarakat di daerah penelitian masih kecilnya faktor-faktor
dari luar lingkunngan yang dapat mempengaruhi atau mengubah pola pikir dan
kebiasaan masyarakat sehingga membuat tingkat kesejahteraan masyarakat
meningkat.
5.3. Perumusan Konsep Pemberdayaan Masyarakat
5.3.1. Analisis SWOT
5.3.1.1. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Identifikasi lingkungan internal dan eksternal diperlukan untuk mengetahui
seberapa besar kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat yang bisa dimanfaatkan
untuk mengatasi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang di luar serta
meminimalisir ancaman yang ada di luar lingkungan masyarakat TNKS.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, pada lingkungan internal, terdapat
faktor kekuatan dan faktor kelemahan. Karena bersifat internal, semua faktor
kekuatan dan faktor kelemahan ini berada dalam jangkauan kapasitas masyarakat
untuk mengubah atau mempengaruhinya. Identifikasi faktor internal telah
dilakukan melalui teknik analisis faktor dan brainstorming untuk mengidentifikasi
sejumlah kemampuan dan sumber daya internal yang dapat diandalkan dalam
mencapai tujuan dan sasarannya, Identifikasi dapat juga dilakukan dengan
observasi atau telaahan dokumen. Identifikasi yang dilakukan hasilnya
dikelompokkan dalam kategori strengths dan weaknesses. Potensi dan
kemampuan, yang dimiliki masyarakat TNKS dikategorikan sebagai strengths
(kekuatan), sebaliknya keterbatasan dan kekurangan yang ada di masyarakat,
dikategorikan sebagai weaknesses.
Dari identifikasi faktor eksternal dapat diketahui potensi-potensi apa yang
ada di luar masyarakat TNKS untuk dimanfaatkan dan dikembangkan yang
selanjutnya akan dikategorikan sebagai peluang bagi masyarakat untuk dapat
memanfaatkannya. Selain itu, faktor eksternal dapat berupa ancaman yang akan
dapat menghambat kemajuan pengelolaan TNKS. Hasil identifikasi faktor-faktor
internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 52.
118
5.3.1.2. Formulasi Strategi
Formulasi strategi yang dapat dilakukan sebagai hasil interaksi masing-
masing faktor internal dan eksternal disajikan pada Tabel 53, Tabel 54, Tabel 55,
Tabel 56. Serta Evaluasi faktor internal dan eksternal faktor dapat dilihat pada
Tabel 57 dan 58.
Tabel 53. Formulasi strategi SO
Interaksi Strategi
S1-O1,3 Optimalisasi pemanfaatan potensi SDA
S1-O1-5 Pemberdayaan masyarakat dlm memanfaatkan SDA melalui
kegiatan pelatihan intensif dan berkelanjutan
S1-O4 Peningkatan kapasitas usaha dan kelembagaan ekonomi
masyarakat
S2,3,4-O1-5 Pemberdayaan masyarakat berbasis nilai-nilai budaya dan
keagamaan masyarakat setempat
Tabel 54. Formulasi strategi ST
Interaksi Strategi
S1-T1 Pengelolaan SDA berbasis kebutuhan dan kearifan
masyarakat lokal
S1,2-T1,2
Sosialisasi pemanfaatan SDA berbasis kebutuhan masyarakat,
nilai-nilai budaya dan keagamaan setempat
S1-T2
Meningkatkan akses informasi untuk meningkatkan kualitas
SDM dalam memanfaatkan SDA
S1-4 -T1,3,4 Pengelolaan SDA yg memperhatikan aspirasi dan budaya
setempat serta melibatkan partisipasi masyarakat
S1,4 – T5 Memberikan jaminan ekonomi bagi masyarakat di kawasan
TNKS
Tabel 55. Formulasi strategi WO
Interaksi Strategi
W1,2,3,7,10-
O1,2,3
Pembangunan infrastruktur dibutuhkan masyarakat di
kawasan TNKS
W5,9-O1,2,3,4 Meningkatkan akses terhadap kelembagaan sosial dan
ekonomi
W4-O1,2,3 Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
TNKS
W6,8,9-O5 Meningkatkan kualitas SDM melalui kegiatan penyuluhan dan
pelatihan secara intensif dan berkelanjutan
119
Tabel 56 . Formulasi strategi WT
Interaksi Strategi
W1,2,3,7,10-
T1,3,4
Meningkatkan sarana prasarana wilayah untuk membuka
keterisolasian wilayah dan aksesibilitas masyarakat berbasis
kebutuhan masyarakat lokal
W4,5,6,8,9-
T3
Melibatkan aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam melakukan
mitigasi bencana, alternatif matapencaharian, meningkatkan
pendidikan dan kesejahteraan masyarakat setempat
W5,9-T5 Meningkatkan alternatif mata pencaharian dan kesejahteraan
masyarakat untuk mengatasi ketiadaan jaminan ekonomi
W4,6-T1,3,4 Membuat kebijakan atau peraturan birokrasi tentang mitigasi bencana
berbasis kondisi lokasi, aspirasi, partisipasi dan nilai-nilai budaya
lokal
5.3.1.3. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Tabel 57. Evaluasi faktor internal (IFE)
NO IFE
KEKUATAN BOBOT RATING SKOR
1 Potensi SDA 0.15 4 0.600
2 Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal 0.029 4 0.116
3 Potensi SDM 0.125 3 0.375
4 Subtotal (I) 0.304 1.091
KELEMAHAN BOBOT RATING SKOR
1 Posisi geografis di lokasi terpencil dan
infrastrukur terbatas
0.012 4 0.048
2 Akses terhadap kelembagaan sosial dan
ekonomi yang terbatas
0.304 4 1.216
3 Kerawanan Terhadap Bencana 0.013 2 0.026
4 Alternatif mata pencaharian terbatas dan
tingkat kesejahteraan rendah
0.162 4 0.648
5 Partisipasi yang masih rendah 0.136 3 0.408
6 Interaksi sosial dengan masyarakat luar
rendah
0.013 2 0.026
7 Tingkat pendidikan yang rendah 0.013 2 0.026
8 Kondisi kesehatan yang rendah 0.016 2 0.032
9 Rendahnya persepsi masyarakat terhadap
kawasan konservasi
0.002 2 0.004
10 Masih Tingginya konflik sosial dan kon-
flik pemanfaatan kawasan
0.025 2 0.05
Subtotal (II) 0.696 2.46
TOTAL (I + II) 1.000 3.551
120
Tabel 58. Evaluasi faktor eksternal (EFE)
NO EFE
PELUANG BOBOT RATING SKOR
1 Adanya dukungan peraturan
perundangan
0.203 4 0.812
2 Adanya keberpihakan pemerintah 0.167 4 0.668
3 Adanya dukungan politik dan
pengalaman politik
0.125 4 0.500
4 Adanya dukungan Lembaga Keuangan 0.059 3 0.177
5 Ketersediaan pelatihan-pelatihan 0.054 3 0.162
Subtotal (III) 0.608 2.319
ANCAMAN BOBOT RATING SKOR
1 Implementasi kebijakan yang g keliru
dan tidak sesuai kebutuhan masyarakat
0.12 3 0.360
2 Akses informasi yg rendah 0.032 2 0.064
3 Pola perencanaan pembangunan yang
tidak aspiratif
0.046 3 0.138
4 Implikasi Pembangunan sebelumnya 0.025 3 0.075
5 Ketiadaan jaminan ekonomi 0.16 3 0.480
Subtotal (IV) 0.383 1.117
TOTAL (III+IV) 1.000 3.436
Hasil evaluasi faktor-faktor internal dan eksternal pada Tabel 59 dan Tabel
60 di atas menggambarkan kondisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
dalam proses pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS. Dimana Kekuatan
mendapat skor sebesar 1,091, Kelemahan mendapat skor 2,460, Peluang mendapat
skor 2,319 dan Ancaman mendapat skor 1,117. Selanjutnya digambarkan dalam
bentuk matrik SWOT pada Gambar 27.
5.3.1.4. Penentuan Posisi Strategis
Gambar 27. Kuadran Hasil Analisis SWOT (Strategi WO)
( -1,369 ) 1 0,5
1
0,5
( 1,202 )
O
W
T
S 1 1,5
0,5
0,5
1,5
2
Strategi Turn
Around
121
Hasil pembobotan di atas mengarahkan pada pemilihan alternatif strategi
prioritas Pemberdayaan Masyarakat. Dari diagram SWOT pada Gambar 32
didapatkan bahwa posisi strategis berada pada kwadran III, dengan demikian
strategi pemberdayaan yang harus dilaksanakan adalah Strategi WO (Strategi Turn
Around), yaitu strategi pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS dengan bertumpu
pada meminimalisasi faktor-faktor yang melemahkannya untuk menangkap peluang-
peluang yang ada di lingkungannya dan diluar lingkungannya.
5.3.1.5. Strategi Pemberdayaan Masyarakat TNKS Wilayah Musi Rawas
Dari hasil formulasi strategi dengan strategi meminimalkan fakor-faktor
yang melemahkan dan menangkap peluang-peluang yang ada, maka alternative
strategi yang terpilih seperti diuraikan pada Tabel 55.
Tabel 59. Strategi WO terpilih untuk Pemberdayaan Masyarakat
Interaksi Strategi
W1,2,4,6,7,8-O1,2,3 Pemberdayaan Masyarakat melalui pembangunan infra-
struktur yang dibutuhkan masyarakat TNKS
W2,4,6,1-O1,2,3,4 Pemberdayaan Masyarakat dengan meningkatkan akses
terhadap kelembagaan ekonomi dan sosial
W7,8,9,2,10-O5 Pemberdayaan Masyarakat melalui peningkatan partisipasi
masyarakat
W3,5,7,9,10-O1,2,3 Pemberdayaan Masyarakat dengan meningkatkan kualitas
SDM melalui pendidikan formal dan non formal seperti
kegiatan penyuluhan dan pelatihan secara intensif dan
berkelanjutan
5.3.2. Analisis Proses Hirarki Strategi Pemberdayaan Masyarakat Kawasan
TNKS Wilayah Musi Rawas
Setelah analisis SWOT dilakukan, selanjutnya adalah analisis dengan
menggunakan AHP dengan maksud untuk mengorganisasikan informasi dan
judgement dalam memilih alternatif, sub alternatif dan stakeholders Pemberdayaan
Masyarakat. Dengan menggunakan AHP, persoalan strategi pemberdayaan dapat
dipecahakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisisr, sehingga
memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas
persoalan strategi pemberdayaan Masyarakat Kawasan TNKS secara lebih
sederhana dan akurat serta dapat dipercepat proses pengambilan keputusannya.
Faktor-faktor proses pemberdayaan masyarakat yang telah diidentifikasi
dan akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan
122
alternatif kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Dengan maksud untuk
mempersepsikan gagasan, mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan secara
realistis yang kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokonya.
Kemudian bagian ini diuraikan ke dalam bagian-bagian yang lebih spesifik dan
seterusnya secara terstruktur (Saaty 1991). Pembagian struktur melputi: Tujuan,
Kriteria, Alternatif, Sub Alternatif dan Stakeholders, dapat dilihat pada Gambar
35.
5.3.2.1. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan utama dalam analisis ini adalah untuk menentukan prioritas strategi
Pemberdayaan Masyarakat kawasan TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas,
dengan kriteria keseimbangan antara kelestarian TNKS secara ekologi, dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial.
5.3.2.2. Kriteria Strategi Pemberdayaan
Pembobotan berdasarkan tujuan menunjukkan bahwa kriteria Kelestarian
Kawasan TNKS memiliki bobot terpenting, yaitu dengan skor sebesar 0,3812.
Selanjutnya kriteria meningkatnya keberdayaan masyarakat secara ekonomi
dengan skor sebesar 0,3682 serta meningkatnya keberdayaan masyarakat secara
sosial dengan skor sebesar 0,2506. Hal ini menunjukkan keseimbangan yang
sangat baik, dimana faktor terpenting untuk melakukan proses Pemberdayaan
Masyarakat kawasan TNKS adalah tetap kelestarian TNKS itu sendiri dengan
melihat peluang-peluang yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dan sosial. Rincian keseimbangan
kriteria dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Kriteria Strategi Pemberdayaan Masyarakat TNKS di Kawasan
Kabupaten Musi Rawas
123
128
Gambar 29. Hasil Strukturisasi Strategi pemberdayaan Masyarakat TNKS
Tujuan
Kriteria
Alternatif
Sub Alternatif
PERUMUSAN PRIORITAS STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TNKS
DI KABUPATEN MUSI RAWAS
EKONOMI SOSIAL KELESTARIAN TNKS
(EKOLOGI)
PERGURUAN TINGGI
(Peneliti) LSM
MASYARAKAT
PEMERINTAH DAERAH PEMERINTAH PUSAT
(Balai TNKS)
Partisipasi Pengelolaan
Kawasan TNKS
Peningkatan Kualitas
SDM
Akses Terhadap Lembaga
Sosial dan Ekonomi
Pembangunan Infrastruktur
- Peningkatan akses
transportasi ramah
lingkungan
- Peningkatan akses
Komunikasi
- Pembangunan Irigasi
- Pembangunan sarana dan
prasarana pemukiman (air
bersih/sanitasi
/persampahan)
- Pembangunan kelistrikan
ramah lingkungan ( Solar
cell, Microhydro)
- Akses kepada bantuan
modal pengembangan
kegiatan jasa lingkungan
- Akses terhadap
kelembagaan sosial
ekonomi (UMKM)
- Akses terhadap bantuan
saprodi ramah lingkungan
- Jaminan pasar produk
kawasankonservasi
- Insentif khusus sebagai
kawasan konservasi
- Pelatihan keterampilan
masyarakat
- Penyuluhan
- Pengenalan Teknologi
Ramah Lingkungan
- Pendidikan formal
- Terlibat dalam
penjagaan kawasan
TNKS
- Melakukan kegiatan
pertanian sesuai
aturan konservasi
- Ikut serta dalam
proses perencanaan
dan pengambilan
keputusan
SWASTA
124
5.3.2.3. Alternatif Strategi Pemberdayaan
Gambar 30. Nilai Eigen Prioritas Alternatif Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat
Hasil analisis prioritas alternatif Pemberdayaan Masyarakat kawasan TNKS
Wilayah Kabupaten Musi Rawas yang memiliki bobot terpenting adalah
Pembangunan Infrastrukur yang ramah lingkungan dengan skore sebesar 0,3592,
diikuti oleh Peningkatan Akses terhadap Kelembagaan Ekonomi dan Sosial dengan
skor sebesar 0,3044, selanjutnya Pemberdayaan Masyarakat dengan Meningkatkan
kualitas SDM melalui pendidikan formal dan non formal seperti kegiatan penyuluhan dan
pelatihan secara intensif dan berkelanjutan dengan skor 0,2211; serta peningkatan
Partisipasi Masyarakat dalam pengelolaan kawasan TNKS dengan skor sebesar
0,1153. seperti tetuang pada Gambar 34. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan
Pemberdayaan Masyarakat TNKS Wilayah Kabupaten Musi Rawas secara
berimbang dipengaruhi oleh alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur yang
ramah lingkungan, Peningkatan Akses terhadap Kelembagaan Sosial dan Ekonomi,
Peningkatan Kualaitas SDM melalui penyuluhan dan pendidikan, serta Peningkatan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan TNKS.
125
5.3.2.4. Pemberdayaan masyarakat melalui Pembangunan Infrastruktur yang
ramah lingkungan
Program aksi dari kebijakan Pembangunan Infrastruktur yang dapat
dilakukan dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat TNKS diantaranya adalah:
1. Pembangunan infrastruktur transportasi yang ramah lingkungan
2. Pembangunan Irigasi dan Pengolahan Air Minum (Air dalam kemasan)
3. Pembangunan Jaringan komunikasi
4. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang ramah lingkungan
(penyediaan air bersih, sanitasi, dan persampahan) agar lingkungn
perumahan menjadi baik)
5. Penyediaan energi dan listrik ramah lingkungan ( PLTMH/microhydro,
wind power dan solar cell)
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa sub kriteria yang
mempunyai bobot paling penting dari program pembangunan infrastruktur adalah
Pembangunan infrastruktur taransportasi yang ramah lingkungan dengan skore
sebesar 0,32 berada pada posisi pertama dari semua program yang ada, selanjutnya
diikuti oleh program penyediaan sumber energi dan listrik yang ramah ligkungan
dengan skore sebesar 0,20, yang meliputi pengembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pengembangan Listrik Tenaga Surya dan Tenaga
Angin, Pembangunan Bendungan untuk Irigasi dan Penyediaan Air Bersih
termasuk pengembangan industri air dalam kemasan mempunyai skore sebesar
0,18, penyediaan sarana dan prasarana pemukiman mempunyai skor sebesar 0,15,
peningkatan akses komunikasi mempunyai skor sebesar 0,15.
Dari Gambar 31 dapat dijelaskan bahwa keberadaan infrastruktur fisik baik
prasarana transportasi, telekomunikasi, sumber daya air, energi, air bersih,
drainase dan sanitasi maupun pengelolaan sampah, sebagai modal sosial
masyarakat merupakan prasyarat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mutlak
untuk dibangun dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pada tingkatan yang lebih
luas, untuk mencapai tujuan yang diinginkan memerlukan investasi infrastruktur
untuk membuat laju pertumbuhan ekonomi yang akan mendorong pertumbuhan
wilayah secara keseluruhan.
126
Jalan dan jembatan yang baik akan membuat aliran barang dari sentra
produksi ke lokasi konsumen berjalan lancar. Ketersediaan telekomunikasi
membuat arus informasi berlangsung baik pula. Listrik dan energi serta sarana
transportasi adalah penggerak roda perekonomian yang akan tidak terbantahkan
lagi.
Gambar 31. Nilai Eigen Prioritas Program dari Kebijakan Pembangunan
Infrastruktur Transportasi yang ramah Lingkungan.
Infrastruktur memiliki peranan positif terhadap pertumbuhan ekonomi
dengan jangka pendek menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi dan jangka
menengah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas
sektor-sektor terkait. Infrastruktur dapat menjadi jawaban dari kebutuhan wilayah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan membantu penanggulangan
kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, mendukung tumbuhnya pusat ekonomi
dan meningkatkan mobilitas barang dan jasa serta merendahkan biaya aktifitas
masyarakat;
Diantara berbagai fasilitas infrastruktur, infrastruktur transportasi adalah
yang paling berperan. Pembangunan infrastruktur di bidang transportasi, tidak
hanya ditujukan untuk menghubungkan pabrik dengan pasar, tetapi juga untuk
membawa dokter dan guru ke seluruh pelosok wilayah, keberadaan dokter dan
guru-guru yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan di
seluruh pelosok tanah air itu membuktikan bahwa infrastruktur berkaitan erat
dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
127
Kondisi infrastruktur jalan di wilayah Musi Rawas khususnya masih jauh
dari memadai untuk menunjang perkembangan ekonomi daerah, padahal kemajuan
dan perkembangan suatu masyarakat sangat tergantung pada fasilitas infrastruktur
sebagai sarana untuk distribusi berbagai sumberdaya dan pelayanan masyarakat. Di
daerah-daerah seperti di Musi Rawas dan sekitarnya, sarana transportasi ini lebih
signifikan lagi artinya bagi aktivitas ekonomi. Infrastruktur jalan sangat dibutuhkan
untuk menghubungkan perekonomian di daerah pedesaan sehingga terjadi
distribusi hasil-hasil pertanian ke perkotaan serta sebaliknya pula memberikan
akses kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya bagi masyarakat pedesaan.
Sistem infrastruktur jalan yang baik menyediakan system distribusi barang dan jasa
yang lebih ekonomis dan efisien, yang pada akhirnya menyumbangkan bagi
peningkatan daya saing wilayah. Sarana dan prasarana fisik, atau sering disebut
dengan infrastuktur, merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem
pelayanan masyarakat.
Dalam pembangunan infrastruktur ini, tantangan yang dihadapi di satu sisi
terletak pada bagaimana infrastruktur membantu pengurangan kemiskinan ditengah
tingginya kebutuhan masyarakat akan ketersediaan pelayanan umum, sementara di
sisi lain kemampuan dalam penyediaan infrastruktur yang berkualitas dan terjang-
kau terkendala oleh keterbatasan anggaran serta disatu sisi adalah perlunya kehati-
hatian dalam pembangunan infrastruktur, mengingat TNKS adalah kawasan kon-
servasi.
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan infra-
struktur di Musi Rawas khususnya kawasan perdesaan TNKS diselenggarakan un-
tuk memenuhi kebutuhan fasilitas pelayanan umum, baik secara kuantitas maupun
kualitas, sehingga ketersediaannya yang memadai dapat meningkatkan kesejahte-
raan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah sebagai
penyelenggara utama pembangunan di daerah, memiliki kewenangan yang dapat
memaksimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia dalam pembangunan infra-
struktur. Pemerintah Daerah perlu meletakkan masyarakat sebagai subyek pemban-
gunan di setiap lini pembangunan infrastruktur, terutama berkenaan dengan pem-
berdayaan masyarakat TNKS.
128
Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur yang memadai dan berkualitas
akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk lebih produktif lagi dalam
melakukan kegiatannya. Pembangunan infrastruktur perlu diorientasikan kepada
penanggulangan kemiskinan, yang dapat dilaksanakan dengan mengedepankan
prinsip-prinsip kerjasama melalui kemitraan secara adil, terbuka, transparan, kom-
petitif, dan saling menguntungkan. Untuk itu, kapasitas masyarakat, pemerintah
dan dunia usaha harus disejajarkan sehingga dalam memroses pembangunan infra-
struktur fungsi dan peran masing-masing dapat saling melengkapi. Pemerintah, pa-
da khususnya, akan terus berupaya untuk melakukan percepatan pembangunan in-
frastruktur, dengan program dan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat
miskin.
Agar tujuan pembangunan infrastruktur tercapai, maka tantangan dan
kendala anggaran harus diatasi. Sebagai penyelenggara utama pembangunan di
daerah, pemerintah daerah telah dilengkapi dengan berbagai kewenangan yang
dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia
bagi kepentingan pembangunan infrastruktur. Dalam hubungan ini, pemerintah
daerah perlu memaksimalkan perannya dalam menghasilkan infrastruktur sehingga
sesuai dengan tujuan pembangunannya, yakni: untuk meningkatkan perekonomian
dan kesejahteraan, membantu mengurangi kemiskinan, dan untuk mengangkat
harkat dan daya saing kawasan. Dengan demikian langkah-langkah yang dapat
dilakukan Pemerintah daerah yang dianjurkan Pemerintah dalam rangka
pembangunan infrastruktur, dengan orientasi penyediaan lapangan kerja untuk
pengurangan kemiskinan. Adapun manfaat desentralisasi pembangunan
infrastruktur adalah adanya kesempatan interaksi langsung antara masyarakat
dengan pemerintah daerah yang lebih dekat dengan permasalahan yang dihadapi.
Masyarakat tidak mungkin bangkit dari kemiskinan jika mereka masih
hidup di lingkungan yang kurang tersedia bahan makanan, kurang gizi, tidak ada
akses untuk memperoleh air bersih, tidak tersedia energi, serta tinggal dilingkungan
kumuh dan tidak sehat. Pemberdayaan masyarkat lewat pendidikan formal maupun
pembekalan keterampilan praktis akan menjadi sia-sia manakala mereka masih
129
hidup dalam kondisi di mana seluruh kekurangan tersebut masih mengelilingi
mereka.
5.3.2.5. Pemberdayaan Masyarakat dengan meningkatkan akses terhadap
kelembagaan ekonomi dan sosial
Program aksi dari kebijakan Akses terhadap lembaga sosial dan ekonomi
yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat TNKS di kawasan
Kabupaten Musi Rawas diantaranya adalah:
1. Akses terhadap bantuan modal usaha pengembangan kegiatan jasa lingkungan
2. Akses terhadap kelembagaan sosial ekonomi (UMKM)
3. Akses terhadap bantuan saprodi ramah lingkungan
4. Jaminan pasar produk kawasan konservasi
5. Intensif khusus sebagai kawasan konservasi
Berdasarkan hasil pembobotan menunjukkan bahwa bobot yang paling
penting dari strategi Pemberdayaan Masyarakat dengan meningkatkan akses
terhadap kelembagaan ekonomi dan sosial adalah program Peningkatan Akses
terhadap bantuan modal usaha pengembangan kegiatan jasa lingkungan sebesar
dengan skor sebesar 0,306. Selanjutnya diikuti oleh program Akses terhadap
kelembagaan sosial ekonomi seperti UMKM dengan skor sebesar 0,2504, Akses
terhadap bantuan Saprodi ramah lingkungan dengan skor sebesar 0,1898, Jaminan
Pasar bagi produk Kawasan Konservasi sebesar 0,1534, Insentif khusus sebagai
Kawasan Konservasi sebesar 0,1004. Seperti dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Nilai Eigen Prioritas Program dari Kebijakan Akses Terhadap
Lembaga Sosial dan Ekonomi
130
Taman Nasional merupakan bagian dari kawasan lindung yaitu kawasan yang
harus terjaga kelestariannya baik flora maupun fauna yang ada sehingga
biodiversitasnya dapat terus dipertahankan. Kawasan lindung merupakan kawasan
konservasi yang terdiri atas kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya,
kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,
kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, dan kawasan lindung lainnya.
Potensi Sumber Daya Alam termasuk didalamnya keragaman hayati atau
biodiversity yang sangat besar di Kawasan TNKS dapat menjadi sumber penghasilan
yang tidak akan pernah habis dan dapat diandalkan sebagai tulang punggung
pengembangan berbagai kebutuhan hidup. Keragaman hayati yang lengkap juga
diperlukan guna menciptakan lingkungan hidup yang mampu memenuhi kebutuhan
manusia, baik dari segi fisik (udara dan air bersih), keperluan estetika dan juga
kebutuhan spiritual
Ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah sebagai
pengelola dan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pihak pemerintah berhak dan
berkewajiban agar fungsi taman nasional dapat berjalan dengan baik, tetapi dilain sisi
juga harus memperhatikan masyarakat yang tinggal di dalamnya dimana mereka
memiliki hak untuk dapat hidup dengan sejahtera.
Secara ekonomi di dalam kawasan ini juga terdapat beraneka ragam
tumbuhan, baik kayu ataupun non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat sebagai tumbuhan obat, tanaman hias, tumbuhan aromatik dan tumbuhan
penghasil pangan (Frankistoro, 2006). Selain itu, manfaat ekonomi yang diperoleh
dari kawasan ini juga berasal dari kegiatan pertanian, yang dilakukan masyarakat
sekitar kawasan. Terdapat beberapa cara agar masyarakat memperoleh manfaat dari
kawasan perlindungan, termasuk pemanfaatan sumberdaya tertentu dari kawasan
dan zona penyangga, melestarikan hak tradisional dan kebiasaan budaya serta
preferensi khusus bagi penduduk setempat untuk memperoleh pekerjaan dan
pelayanan sosial (Untoro, 2006).
Bentuk interaksi masyarakat di TNKS umumnya dalam bentuk
pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertanian dan perkebunan. Secara
keseluruhan diperkirakan ada 15.000 kepala keluarga yang menggarap lahan di
kawasan TNKS. Selain itu, terdapat pengambilan sumberdaya alam untuk
131
pemenuhan kebutuhan seperti berbagai jenis tumbuhan obat yang biasa digunakan
masyarakat sekitar taman nasional antara lain paku gajah, akar tik ulat, akar kepuh,
pinang, kunyit, akar sepakis, ubi hitam dan lain-lain (Frankistoro, 2006). Sementara
itu, jenis-jenis anggrek juga ditemukan di TNKS diantaranya Spathoglotis plicata,
Pholodita articulata, Calants sp dan Renanthera sp.
Secara konkrit upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kawasan TNKS adalah dengan cara meningkatkan
kapasitas usaha mereka melalui upaya perbaikan teknologi dan manajemen usaha
sehingga produktivitas usaha mereka semakin meningkat dan secara manajerial
usaha yang dilakukan semakin efisien sehingga pada akhirnya mampu
meningkatkan pendapatan dan dengan sendirinya kesejahteraan mereka juga
semakin meningkat.
Shang (1969) menyatakan bahwa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
meningkatkan profitabilitas usaha adalah melalui tiga cara pokok, yaitu
meningkatkan produksi (increasing in production), meningkatkan harga jual
produk (increasing in price) dan menurunkan biaya operasional usaha (decreasing
in cost).
Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara melakukan manajemen
produksi input secara efisien dan efektif atau optimal dimana input yang digunakan
kombinasinya tepat tidak kurang dan tidak berlebih sehingga akan terjadi efisiensi
dan padda akhrnya akan meningkatkan profitabilitas. Profitabilitas juga dapat
tercapai apabila dilakukan terjadi peningkatan harga jual produk. Upaya yang dapat
dilakukan untuk itu diantaranya dengan cara melakukan diversifikasi produk,
diversifikasi pasar, kerjasama produksi dan pemasaran, meningkatkan kualitas
hasil, memperhatikan musim dan sebagainya. Penurunan biaya operasional
dilakukan dengan cara mengefisienkan biaya untuk penggunaan faktor-faktor
produksi seperti pupuk, benih, bibit, pakan, tenaga kerja dan sebagainya.
Masyarakat setempat juga perlu diajak untuk menyadari bahwa dukungan
pembangunan di daerahnya merupakan bagian dari pembangunan Taman Nasional,
yaitu manfaat langsung yang diterima daerah di dekat kawasan alami, yang oleh
pemerintah pusat dibuat sebagai zona untuk mengakomodasi kepentingan
nonkonsumsi oleh masyarakat. Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa
132
kegiatan pengelolaan dimungkinkan untuk dilakukan pada Taman Nasional. Oleh
karenanya diperlukan kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang
eksploitatif seperti kegiatan pariwisata dan kegiatan budidaya (Wiratno, et al.
2004).
Pada prinsipnya, pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa
depannya, penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi,
dan penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depannya.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-faktor
produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat
untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk
memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan secara
multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek kebijakannya.
Kebijakannya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat adalah: (1) pemberian
peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal); (2)
memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku
ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; (3) pelayanan pendidikan dan
kesehatan; (4) penguatan industri kecil; (5) mendorong munculnya wirausaha baru;
dan (6) pemerataan spasial.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: (1) peningkatan akses
bantuan modal usaha; (2) peningkatan akses pengembangan SDM; dan (3)
peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial
ekonomi masyarakat.
1. Akses terhadap bantuan modal
Salah satu aspek permasalahan yang dihadapi masyarakat TNKS adalah
permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil,
dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan
usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah.
Oleh sebab itu tidak salah, kalau dalam pemberdayaan masyarakat di bidang
ekonomi, pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan.
Ada dua hal yang perlu kita cermati bersama. Pertama, bahwa lemahnya ekonomi
masyarakat TNKS ini bukan hanya terjadi pada masyarakat yang memiliki usaha
133
mikro, kecil, dan menengah, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki faktor
produksi, atau masyarakat yang pendapatannya hanya dari upah/gaji. Karena tidak
mungkin semua anggota masyarakat TNKS dapat dan memiliki talenta untuk
dijadikan pengusaha, maka bantuan modal tidak akan dapat menjawab
permasalahan yang dihadapi masyarakat pekerja. Dalam praktik pemberdayaan
ekonomi masyarakat, tampaknya pemberdayaan untuk masyarakat pekerja ini perlu
dipikirkan bersama.
Kedua, yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan masyarakat di
bidang ekonomi melalui aspek permodalan ini adalah: (1) bagaimana pemberian
bantuan modal ini tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat; (2) bagaimana
pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif
baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk mendapatkan akses di
lembaga keuangan; (3) bagaimana skema penggunaan atau kebijakan
pengalokasian modal ini tidak terjebak pada perekonomian subsisten atau ekonomi
kere. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti pemberdayaan adalah
kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada masyarakat, selain kurang
mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, juga akan
dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang cukup elegan dalam
memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha kecil, dan
usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di lembaga kuangan yang
ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di lembaga keuangan.
Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian
kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan
lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa
tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
2. Bantuan Pembangunan Prasarana perekonomian
Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan
memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan,
atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu
komponen penting dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah
pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran
dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran
134
dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan pengusaha mikro,
pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi,
maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal, memang strategis.
3. Bantuan Pendampingan
Pendampingan masyarakat memang perlu dan penting. Tugas utama
pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator
untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha
menengah dengan usaha besar.
4. Penguatan Kelembagaan
Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan
melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang
memuaskan, oleh sebab itu, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok.
Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit dicapai di kalangan orang miskin, oleh
sebab itu akumulasi kapital harus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok
atau usaha bersama. Demikian pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil
dapat mengendalikan distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual.
Melalui kelompok, mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan
distribusi. Dalam beberapa hal logika ini benar, tetapi tidak benar untuk hal yang lain.
5.3.2.6. Pemberdayaan Masyarakat dengan meningkatkan kualitas SDM melalui
pendidikan formal dan non formal seperti kegiatan penyuluhan dan
pelatihan secara intensif dan berkelanjutan
Program aksi dari kebijakan peningkatan kualitas SDM yang dapat
dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat TNKS di kawasan Kabupaten
Musi Rawas diantaranya adalah:
1. Pemberian pelatihan keterampilan pemanfaatan jasa lingkungan kepada
masyarakat
2. Penyuluhan tentang kawasan konservasi kepada masyarakat
3. Pengenalan Teknologi Ramah Lingkungan
4. Peningkatan pendidikan formal
Berdasarkan pembobotan hasil menunjukkan bahwa bobot yang terpenting
adalah program Peningkatan Pendidikan Formal dengan skor sebesar 0,3265,
135
selanjutnya diikuti oleh program pelatihan peningkatan keterampilan pemanfaatan
jasa lingkungan dengan skor sebesar 0,2576, diikuti oleh Pemberian Penyuluhan
tentang Kawasan Konservasi 0,2217, Pengenalan Teknologi Ramah Lingkungan
untuk mengolah produk-produk yang dihasilkan dengan skor sebesar 0,1942.
Seperti dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Nilai Eigen Prioritas Program dari Kebijakan Peningkatan Kualitas
SDM
Mengingat kondisi masyarakat yang ada di kawasan TNKS secara umum
berada dalam kondisi tidak berdaya dimana tingkat kesejahteraan mereka masih sangat
rendah maka pemerintah dengan stakeholder terkait memiliki kewajiban untuk
memberdayakan mereka. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan,
yaitu; 1). Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui
bimbingan, konseling, stress managemet, intervensi krisis. Tujuan utamanya adalah
membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.
Model ini sering disebut pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered
approach).; 2). Pendekatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan
kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
keterampilan, dan sikap individu agar memiliki kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.; 3). Pendekatan makro. Pendekatan ini disebut
strategi sistem besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas seperti perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
136
kampanye, aksi sosial, lobi, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat,
merupakan beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi
masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup mereka menjadi lebih baik,
mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang
kosmopolitan (Tampubolon, 2004). Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan
kualitas SDM melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas.
Memberdayakan masyarakat bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu
mendidik diri mereka sendiri" atau "membantu masyarakat agar mampu membantu
diri merekka sendiri". Berikut kerangka pemberdayaan menuju peran serta
masyarakat yang pernah dikonsepkan oleh Linda Darmayanti Ibrahim (1998):
Gambar 34. Proses pemberdayaan menuju peran serta masyarakat
(Sumber : Dimodifikasi dari Ibrahim 1998)
Peran serta masyarakat
Perilaku baru
Sikap menerima
Bekerja sama
Kemampuan/Keb
erdayaan
Kemandirian Bertindak
Peduli
Sadar
Jaringan kerja Saluran
komunikasi
Kemiskinan
Keterbelakangan
Ketergatungan
137
Dalam konsep pemberdayaan pada Gambar 34 masyarakat yang memiliki
kondisi miskin, terbelakang dan bergantung terhadap yang lain perlu diberdayakan
agar mampu membantu dirinya sendiri. Proses pemberdayaan ini tidak lepas dari
peran serta pemerintah atau fasilitator dan masyarakat sendiri. Adanya beberapa
jaringan kerja dan saluran komunikasi yang mampu masyarakat dapatkan, bisa
menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjadi masyarakat yang lebih baik dan
maju yang tidak bergantung hanya pada lingkungannya. Kesadaran masyarakat ini
berguna untuk menimbulkan sikap peduli masyarakat terhadap lingkungannya dan
kondisinya sendiri yang pada akhirnya dapat membuat masyarakat menjadi
masyarakat yang mandiri dan mampu bertindak dalam menghadapi segala
hambatan yang ada sehingga jadilah masyarakat sebagai masyarakat yang berdaya
dan memiliki kemampuan. Masyarakat yang sudah berdaya dan memiliki
kemampuan ini akan mampu bekerjasama dan memiliki sikap menerima yang
secara perlahan akan membentuk perilaku baru dari masyarakat yaitu perilaku yang
mau berperan serta menuju perkembangan yang lebih baik.
Pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS mempunyai makna
meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemandirian masyarakat. Atau
dengan kata lain pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi adalah
upaya peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar mereka mampu
mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kebutuhan obyektif masyarakat, baik
sosial, budaya maupun ekonomi dalam suatu ekosistem hutan yang lestari.
Pengelolaan kawasan TNKS tidak akan terlepas dari masyarakat di
sekitarnya. Oleh karena itu masyarakat sangat penting untuk dilibatkan di dalam
suatu sistem pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan kawasan TNKS
diarahkan kepada pemanfaatan multifungsi, dengan memperhatikan aspek
lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya, serta dengan melibatkan dan
mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan. Pemberdayaan
masyarakat kawasan TNKS merupakan keharusan yang menjadi tanggung jawab
semua pihak, dengan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan, untuk mencapai
kondisi yang diharapkan yaitu peningkatan status sosial ekonomi masyarakat dan
kelestarian kawasan TNKS itu sendiri. Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat
138
kawasan TNKS adalah terciptanya masyarakat yang mau dan mampu
mengembangkan kreativitas yang bertumpu pada potensi sosial, budaya dan
lingkungan yang mereka miliki guna mendukung kelangsungan pembangunan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka peningkatan
kesejahteraannya (Departemen Kehutanan, 2004).
Pemberdayaan dalam perspektif peningkatan kesejahteraan masyarakat
kawasan TNKS merupakan hal yang perlu diantisipasi dengan peningkatan SDM
pengelola dan masyarakat desa melalui pendampingan-pendampingan program,
sehingga perspektif terwujudnya pengelolaan kawasan hutan secara lestari tetap
terakomodir. Pendampingan ini bertujuan agar program pemberdayaan tetap
berjalan sesuai dengan koridor aturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga
masyarakat mengetahui dengan jelas kegiatan pemanfaatan apa yang diperbolehkan
didalam kawasan TNKS yang statusnya hutan lindung dan apa kewajiban
pengelola dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tenaga pendamping program pemberdayaan masyarakat dapat berperan
sebagai fasilitator yang akan merancang kegiatan peningkatan SDM pengelola dan
masyarakat desa. Kegiatan pendampingan ini dapat dilakukan melalui kegiatan
fasilitasi perancangan beberapa Peraturan Desa dan pelaksanaan kegiatan training
seperti training penguatan hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan,
pengelolaan usaha kehutanan masyarakat dan lain-lain yang terkait dengan
pengembangan masyarakat konservasi.
5.3.2.7. Pemberdayaan Masyarakat melalui peningkatan partisipasi
pengelolaan TNKS
Program aksi dari kebijakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap
pengelolaan kawasan konservasi TNKS yang dapat dilakukan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat TNKS di kawasan Kabupaten Musi Rawas diantaranya
adalah:
1. Peningkatan Keterlibatan masyarakat dalam penjagaan kawasan
Konservasi TNKS
2. Melakukan kegiatan pertanian yang sesuai dengan aturan konservasi
139
3. Ikut serta dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan
Berdasarkan hasil pembobotan menunjukkan bahwa bobot yang paling
penting adalah Program Peningkatan Keterlibatan dalam penjagaan kawasan TNKS
dengan skor sebesar 0,4221, diikuti oleh Program Melakukan Kegiatan Pertanian
yang sesuai dengan kaidah-kaidah Konservasi memperoleh skor sebesar 0,3511,
Program keikutsertaan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan
memperoleh skor sebesar 0,2268, yang dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Nilai Eigen Prioritas Program dari Kebijakan Peningkatan
Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Kawasan Konservasi
Tujuan pengelolaan TNKS sendiri relatif luas dan mencakup kegiatan
beraneka ragam seringkali merepotkan institusi pengelola taman nasional.
Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan sendiri seluruh
kegiatan yang menjadi tujuan pengelolaan tersebut karena berbagai macam
keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi masyarat sangat
dibutuhkan.
Pentingnya partisipasi masyarakat tersebut sejalan dengan pendapat
McNelly (1988) dalam Abbas (2005) yang menyatakan bahwa partisipasi
masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional perlu dikembangkan dan memperoleh
prioritas di dalam kawasan tersebut, karena masyarakat sekitar memberikan
sumbangan yang besar bagi kesinambungan sumberdaya alam yang terdapat dalam
kawasan. Meskipun hal ini sering menimbulkan konflik penggunaan ruang dalam
taman nasional, namun untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan inovasi dalam
140
proses perencanaan dan sistem pengelolaan yang dapat meningkatkan sistem
perlindungan sumberdaya alam dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kawasan.
Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS harus sesuai
dengan yang telah digariskan oleh Departemen Kehutanan (2004) adalah: (1)
pelestarian lingkungan dan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya; (2) pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam rangka mendukung
dan mempromosikan kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian yang berkaitan
dengan konservasi keanekaragaman sumberdaya alam hayati serta pembangunan
berkelanjutan; (3) pemanfaatan yang proporsional guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Mengacu kepada Kartasasmita (1996), Sumodiningrat (1996), Departemen
Kehutanan RI menguraikan proses pemberdayaan masyarakat di kawasan
konservasi melalui tiga strategi, sebagai berikut: (1) proses enabling, yaitu
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Pada tahap ini dilakukan pengembangan aspirasi dan partisipasi
masyarakat, memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat. Dengan
maksud memahami permasalahan dan potensi ekologis, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat yang perlu dikembangkan sesuai aspirasi dan partisipasi
masyarakat; (2) proses empowering yaitu memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki oleh masyarakat. Upaya pokok pada tahap ini antara lain meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia yang ada pada masyarakat serta membuka
kesempatan untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada, mengembangkan
kelembagaan masyarakat. Dengan maksud untuk mendorong peranserta masyarakat
untuk memahami, merencanakan dan melaksanakan serta pemecahan
permasalahannya dengan membangun kelembagaan yang mampu mendorong
terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi. Selain itu
dilakukan pengembangan usaha ekonomi masyarakat, pendekatan lintas sektoral
dan menerapkan teknologi ramah lingkungan; (3) proses protecting (perlindungan),
yaitu memberdayakan yang mengandung arti melindungi. Proses ini adalah untuk
mencegah terjadinya kecenderungan persaingan yang tidak seimbang serta
terjadinya eksploitasi bagi yang lemah oleh yang kuat.
141
Untuk menghindari semakin meluasnya kerusakan hutan TNKS perlu
segera dilakukan upaya pelestarian hutan, diantaranya dengan meningkatkan
partisipasi seluruh lapisan masyarakat terkait terutama masyarakat sekitar hutan.
Hal ini dimaksudkan agar di satu pihak mereka dapat membangun kehidupan yang
lebih baik, tetapi di pihak lain dapat melestarikan dan menggunakan sumberdaya
alam berupa hutan secara berkelanjutan. Hasil konggres kehutanan Dunia VIII
1978 dengan tema Forest for people menghasilkan sebuah bingkai paradigma
Social Forestry, yaitu konsep hutan untuk rakyat sehingga orientasi pembangunan
kehutanan tidak lagi dititik beratkan pada penerimaan yang sebesar-besarnya bagi
negara, melainkan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat melalui perannya
baik secara individu maupun dalam bentuk koperasi.
Menurut UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup bahwa setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat, memelihara lingkungan hidup, mencegah kerusakan dan pencemarannya,
dan berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Partisipasi akan
terlaksana jika orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dari
segala sesuatu yang berpusat kepada kepentingannya dan juga ikut memikul
tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangannya atau tingkat kewajibannya.
Menurut John W. Newstrom dan Keith Davis, partisipasi adalah keterlibatan
mental dan emosional seseorang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka
untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung
jawab dalam pencapaian tujuan itu. Dengan demikian, partisipasi memiliki tiga
unsur penting, yakni: 1). Keterlibatan, yaitu keterlibatan mental, perasaan, dan
fisik, 2). Kontribusi, yaitu kesediaan untuk memberi sumbangan kepada usaha yang
akan dilakukan guna mencapai tujuan kelompok, 3). Tanggung jawab.
Setidaknya ada tiga alasan penting melibatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kelestarian Taman Nasional/hutan; pertama, partisipasi masyarakat
merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan,
dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan
serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaan. Dan ketiga, mendorong partisipasi umum, karena anggapan bahwa
142
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
masyarakat mereka sendiri.
Partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mengelola kelestarian hutan
dapat dilakukan dengan melibatkan mereka dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan, serta pengembangan kelestarian
hutan.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pengelolaan
kelestarian hutan diantaranya: memberikan masukan, mengidentifikasi masalah,
perumusan rencana-rencana, memberikan informasi, pengajuan keberatan terhadap
rancangan, kerjasama dalam penelitian dan pengembangan juga bantuan tenaga ahli
sehingga partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dapat membantu pemikiran
dan memberikan pertimbangan dalam bentuk teknis dan pengelolaan. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian hutan. Dengan diterbitkannya
PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan serta Pemanfaatan Hutan diharapkan mampu menjadi landasan dasar dan
tolok ukur partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan hutan di
Indonesia. Dinamika persoalan kehutanan di lapangan yang semakin kompleks dan
saling berkaitan maka studi tentang Perencanaan Pengelolaan hutan harus semakin
digiatkan, tenaga perencanaan di pusat dan daerah harus dibekali IPTEK di bidang
perencanaan, sehingga perencanaan tidak hanya bersifat top down (instruktif)
melainkan juga bottom up (artikulatif). Kepentingan ekosistem dan sistem
produktif seringkali berada pada kondisi trade off sehingga diperlukan kriteria
sistem perencanaan yang benar dan tidak sekadar mekanistik. Mashab perencanaan
historis by control dan by extrapolation yang bersifat stable untuk kondisi yang
normal dan reaktif sudah harus mulai ditingkatkan dan dilengkapi by anticipation
and by contingency dan bahkan by strategic.
Sedangkan partisipasi masyarakat terhadap pemeliharaan hutan dilakukan
dengan melibatkan mereka dalam kegiatan perlindungan dan konservasi. Konsep
perlindungan hutan bersifat menjaga hutan dari gangguan, sementara konsep
konservasi lebih bersifat pelestarian dan pengawetan alam. Perbedaan tekanan
kegiatan meletakkan kegiatan perlindungan terpisah dengan konservasi. Tetapi
143
karena objeknya hampir sama yaitu kawasan hutan, tegakan dan hasil hutan maka
dalam setiap pembahasan selalu terkait perlindugan dan konservasi.
5.3.2.8. Stakeholder
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat TNKS Wilayah Kabupaten Musi
Rawas melibatkan banyak pihak seperti Pemerintah Pusat yang dalam hal ini
adalah Balai TNKS, Pemerintah Daerah (Pemkab Musi Rawas), LSM, Perguruan
Tinggi (peneliti), dan Masyarakat itu sendiri. Berdasarkan pembobotan bahwa
stakeholder yang paling penting berperan dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat
TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah Pemerintah Pusat, dengan skor
sebesar 0,3256.
Gambar 36. Prioritas Peran Stakeholder Dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat TNKS di Kawasan Kabupaten Musi Rawas
Hal ini menunjukkan bahwa peran Pemerintah Pusat khususnya Balai TNKS,
Kementrian Lingkungan Hidup, dan Kementrian Pertanian dan Kementrian Dalam
Negeri, sangat menentukan dalam pencapaian proses Pemberdayaan Masyarakat
TNKS, diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah, maka peran daerah dalam pmberdayaan masyarakat
harus dikuatkan serta masyarakat itu sendiri, mereka harus berperan aktif dalam
memberdayakan diri mereka sendiri. Prioritas peran stakeholder dalam rangka
pemberdayaan masyarakat TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat
pada Gambar 36. Seiring dengan berkembangnya paradigma baru pengelolaan
144
kawasan Taman Nasional yang mengarah ke kolaborasi pengelolaan (Collaborative
management), maka pemberdayaan masyarakat kawasan Taman Nasional juga
dapat dilaksanakan dengan mekanisme Collaborative Community Empowerment
seperti pada Gambar 37.
Gambar 37. Konsep Collaborative Community Empowerment
Aspek konservasi hutan menjadi unsur penting dari pelestarian hutan
berkaitan dengan peranannya untuk mengarahkan pengelolaan hutan pada
penanggulangan erosi, pengaturan air, pemeliharaan keragaman hayati,
kesinambungan siklus karbon dan estetika wisata alam. Secara operasional kegiatan
konservasi meliputi upaya melindungi, mengawetkan dan memanfaatkan secara
lestari. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah akan sangat kesulitan
melaksanakan kegiatan konservasi hutan tanpa adanya partisipasi langsung dari
masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan. Pengurangan luas dan kualitas
hutan, tekanan defisit pemenuhan produksi kayu, pertumbuhan populasi, kebakaran
hutan dan belum memadainya peraturan dan implementasinya.
1. Segmentasi pengelolaan sumberdaya hutan alam yang berakibat pada
eksploitasi berlebihan, sementara konservasi dianggap sebagai beban.
2. Persepsi konservasi belum dimiliki oleh sebagian besar penentu kebijakan
pengelolaan sumberdaya hutan.
145
Saat ini banyak terjadi permasalahan di taman nasional yang disebabkan
oleh ketidakcocokan antara pelaksanaan kegiatan dengan kondisi lingkungan.
Ketidakcocokan antara lain disebabkan oleh perubahan fungsi hutan akibat
mengabaikan prinsip keseimbangan lingkungan, perubahan lingkungan setelah
terjadi kegiatan, perubahan sosial dan teknologi akibat kegiatan pengelolaan.
Dengan demikian perlu dilakukan inovasi baru dalam perencanaan taman nasional
dengan melakukannya secara partisipasif yang berlandaskan optimalisasi
partisipasi stakeholder.
Tidak dilibatkannya stakeholder dalam pengelolaan taman nasional
merupakan penyebab kurang optimalnya pengelolaan taman nasional. Partisipasi
masyarakat dan daerah diatur dalam UU no5/1990 dan UU no 23/1997. Pemerintah
pusat tetap menjadi aktor utama penggerak dalam mengendalikan keputusan
pengolahan SDA. Pada klausul partisipasi atau peran serta masyarakat selalu ditulis
diikutsertakan, dibina, dan dikelola. Partisipasi masyarakat dilihat sebagai suatu
kewajiban bukan sebagai suatu hak asasi manusia. Disini seringkali tamapk
kekeliruan pemahaman terhadap peran serta masyarakat. Dalam UU no. 22/1999
menyatakan bahwa kewenangan konservasi pada tangan pusat.
Munculnya konsep pembangunan partisipasif terjadi seiring dengan
munculnya isu desentralisasi (bottom up) dengan penekanan kontekstual yang
dikonsentrasikan pada strategi pembangunan yang dapat memberikan manfaat
ekonomi, ekologi dan sosial secara bersama sehingga dapat menunjang pencapaian
pembangunan berkelanjutan.
Beberapa alasan pentingnya dilakukan perencanaan partisipasif adalah:
1. Seringnya terjadi konflik kepentingan antar instansi, sehingga pengelolaan ti-
dak bersifat saling sinergi. Masalah yang sering terjadi adalah konflik penggu-
naan lahan dan SDA, perencanaan partisipasif penting untuk mengurangi kon-
flik ini
2. Mencari dukungan lebih luas bagi peranan Taman Nasional dalam konteks
pembangunan wilayah
3. Mendapatkan persetujuan bagi pengembangan pengelolaan Taman Nasional
dalam paket tata ruang daerah dalam konteks regional. Pembangunan wilayah
146
yang melibatkan banyak departemen memerlukan pembangunan rencana lintas
sektor yang lebih luas dan komprehensif.
4. Membantu pendanaan bagi fungsi perlindungan yang vital bagi program yang
menarik manfaat terbesar. Maksud pengembangan Taman Nasional ke dalam
proyek yang lebih besar akan memungkinkan pembiayaan juga dibantu oleh
instansi lain.
5.4. Implikasi Pemberdayaan Masyarakat terhadap Kelestarian
TNKS
Setelah diterapkan strategi pemberdayaan, maka diharapkan adanya
implikasi yang positif terhadap terhadap perkembangan masyarakat TNKS. Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat TNKS, memiliki kemampuan dalam
mengatur pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hutan TNKS. Hal ini
didukung oleh tingginya etos kerja masyarakat serta tertanamnya nilai-nilai budaya
dan agama dengan baik. Selain itu adanya hubungan sosial yang baik antar desa
mampu mendukung peningkatan finansial warga.
Setiap masyarakat memiliki kelemahan, begitu pula dengan masyarakat
TNKS memiliki beberapa kelemahan antara lain sedikitnya sumber pendapatan,
rendahnya tingkat pendidikan, sulitnya akses akses terhadap kelembagaan sosial
dan ekonomi serta sulitnya akses terhadap fasilitas kesehatan. Dalam penelitian
ini, diharapkan setelah dilaksanakan strategi defensif, dengan memanfaatkan
mendorong peranserta pemerintah dan masyarakat yang ada maka diharapkan
masyarakat sudah mampu meningkatkan taraf ekonominya melalui subsidi
keuangan dari pemerintah, dan masyarakat juga sudah mampu meningkatkan
tingkat pendidikannya baik formal maupun informal.
Dalam kehidupan, pasti selalu ada ancaman, begitu pula dengan kehidupan
masyarakat TNKS yang tidak lepas dari ancaman. Banyaknya ancaman yang
dihadapai masyarakat antara lain banyaknya blokade dan hambatan dari
masyarakat lingkungan eksternal. (S), Struktur sosial dari eksternal yang tidak adil
(S), Sangat sedikitnya Pengalaman politik (S), Sangat kurangnya Dukungan
finansial dari lembaga keuangan atau pemerintah (S), Jarangnya Pelatihan-
147
pelatihan dari luar, Hampir tidak adanya keberpihakan dari tingkat pemerintahan
lebih tinggi (S), Buruknya kebijakan yang top-down, Sulitnya perkembangan
kelembagaan ekonomi (S), Kurangnya pemahaman terhadap birokrasi dan
peraturan perundang–undangan. Dengan melakukan strategi diversifikasi
diharapkan masyarakat TNKS sudah memiliki tingkat interaksi sosial yang erat
serta sudah memiliki paguyuban baru untuk menampung aspirasi masyarakat.
Kelemahan yang dimiliki masyarakat TNKS jangan sampai membuat
masyarakat tidak dapat menghadapi segala ancaman yang ada. Maka untuk
mengatasi hal ini perlu benar-benar diterapkan strategi defensif, sehingga
diharapkan masyarakat TNKS sudah memiliki fasilitas pendidikan baik segi
formal maupun informal (seperti penyuluhan dari pemerintah), optimalnya
dukungan finansial yang ada untuk meningkatkan dan mempercepat
perkembangan ekonomi, tersedianya fasilitas kesehatan seperti poliklinik dan
rumah sakit, pembuatan kebijakan yang mampu mendukung kemudahan
masyarakat dalam megakses kelembagaan social dan ekonomi, adanya penyuluhan
serta penanaman mindset dari LSM ataupun pemerintah bahwa “kawasan
konservasi adalah kawasan penting untuk menjaga berlangsungnya kehidupan
masyarakat sekitarnya” serta adanya peraturan yang mewajibkan masyarakat
terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi yang disesuaikan dengan kondisi
masyarakat sekitar.
Kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat juga mampu dimanfaatkan untuk
menghadapi hambatan yang ada, strategi yang dilakukan adalah strategi
diversifikasi yang meliputi meningkatkan hubungan interaksi sosial dan penerapan
serta pengajaran nilai-nilai budaya, agama untuk menghadapi blokade dari luar,
membentuk suatu paguyuban baru yang mampu menampung aspirasi masyarakat
agar menambah wawasan masyarakat terhadap dunia politik serta memaksa
pemerintah untuk lebih berpihak kepada masyarakat, memanfaatkan cepatnya laju
perubahan system social untuk mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik,
meningkatkan interaksi dengan lingkungan eksternal untuk mendukung
perekonomian masyarakat serta membuka wawasan masyarakat terhadap
kelembagaan ekonomi yang berada di lingkungam eksternal dan mengurangi
148
struktur social dari eksternal yang tidak adil.serta membuat peluang akan adanya
pelatihan-pelatihan dari luar yang mampu membimbing masyarakat sekitar
kawasan.
Setelah dilakukannya perbaikan dengan menjalankan beberapa strategi baik
dari segi peningkatan taraf ekonomi maupun peningkatan hubungan sosial antar
warga baik inter-desa maupun antar desa, maka tanpa kita sadari lambat laun,
masyarakat TNKS akan memiliki suatu “budaya atau gaya baru” dimana dapat
dipastikan akan lebih baik dari keadaan semula. Budaya yang dimaksud adalah
sudah tidak tergantungnya masyarakat TNKS terhadap hutan di TNKS, karena
sudah terciptanya perilaku non-pembalakan liar yang berasal dari kesadaran
masyarakat sendiri. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi lingkungan di TNKS,
sehingga kelestarian lingkungan hidup TNKS dapat tercapai.