TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Agama Islam merupakan
kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MPK). Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi telah
dirumuskan dan ditetapkan materinya berdasarkan
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi
No 43/ DIKTI/Kep/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang
rambu-rambu pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Materi MPK ini berlaku pada seluruh perguruan tinggi
baik universitas maupun sekolah tinggi.
Manfaat mata kuliah Pendidikan Agama Islam
terhadap mahasiswa adalah sebagai pedoman atau
pegangan dalam beraktifitas dan bergaul baik dalam
kampus maupun setelah kembali kepada masyarakat
sebagai alumni atau pekerja di perusahaan bahwa
sikap jujur, disiplin waktu dan disiplin kerja serta
saling menghargai antara satu dengan yang lain tanpa
melihat suku, ras dan agama mutlak diwujudkan agar
tercipta rasa persaudaraan dan persatuan.
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa
diharapkan mampu mengamalkan nilai-nilai dasar
agama Islam (aqidah, syari’ah dan akhlak) dan
1
kebudayaan serta kesadaran berbangsa dan bernegara
dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni yang dikuasainya dengan rasa dan tanggungjawab
kemanusiaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam
mata kuliah ini akan dibahas sembilan bab yang terdiri
atas bab I membahas tentang Konsep Ketuhanan
dalam Islam, Bab II membahas tentang Konsep
Manusia Menurut Islam yang meliputi sifat-sifatnya,
martabat dan tanggungjawabnya sebagai hamba Allah
dan khalifah-Nya di bumi, Bab III membahas tentang
Hukum dan Hak Azasi Mansusia dalam Islam. Bab IV
membahas tentang Etika, moral dan akhlak, Bab V
membahas tentang Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Seni dalam Islam, bab VI membahas tentang
Kerukunan Antar Umat Beragama, Bab VII membahas
tentang Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat,
Bab VIII membahas tentang Kebudayaan Islam, dan
bab IX sebagai bab terakhir membahas tentang
Sistem Politik dan Demokrasi dalam Islam.
Materi pokok bahasan mata kuliah Pendidikan
Agama Islam di atas disampaikan kepada mahasiswa
pada pertemua pertama di kelas dalam bentuk kontrak
2
perkuliahan. Kontrak perkuiahan tersebut disebutkan
sebagai berikut.
KONTRAK PEMBELAJARAN
Nama Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Kode Mata Kuliah : 1011112
Pengajar : Drs. H. Muh. Tang, M. Pd.
Semester : Ganjil dan Genap/ tahun 2010
1. Manfaat Mata Kuliah
Diharapkan kepada mahasiswa dapat menjadikan
Alquran dan Hadis Nabi Saw yang sahih sebagai
sumber nilai dan pedoman hidup, sehingga
mereka dapat mengamalkan dan
mengembangkan profesi dan kepribadian Islami
dalam bekerja dan beraktifitas.
3
2. Deskripsi Perkuliahan
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi merupakan kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK). Dalam mata
kuliah ini akan dibahas mengenai Konsep Ketuhanan
dalam Islam; Konsep Manusia Menurut Islam;
Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) dalam Islam;
Etika, Moral dan Akhlak; Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Seni dalam Islam; Kerukunan Antar
Umat Beragama; Masyarakat Madani dan
Kesejahteraan Umat; Kebudayaan Islam; dan Sistem
Politik dan Demokrasi dalam Islam.
4
3. Tujuan Instruksional
Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Menerangkan Kemahaesaan Tuhan
2. Menguraikan hakekat manusia sebagai hamba
dan khalifah Allah
3. Menerapkan hukum-hukum Islam dalam
bermasyarakat
4. Menerapkan nilai-nilai moral dalam
kehidupan
5. Menerapkan iptek dan seni dalam kehidupan
6. Menerapkan hidup rukun dalam
bermasyarakat
7. Menguraikan indahnya hidup dalam
masyarakat madani
8. Menguraikan indahnya kebudayaan bangsa
dalam berbangsa
9. Menerapkan etika berpolitik dan
berdemokrasi yang baik dan benar.
5
4. Strategi Perkuliahan
Proses perkuliahan Pendidikan Agama Islam
berlangsung dengan menggunakan metode ceramah
sebagai pengantar, dialog langsung dengan
mahasiswa serta metode diskusi kelompok yang telah
ditentukan materinya berdasarkan Silabus. Selain itu
memberikan tugas kepada mahasiswa baik tugas
mandiri maupun tugas kelompok.
5. Bacaan Perkuliahan
1. Abdul Baqy, Muhammad Fuad. 1986. Mu’jam al-Mufaras Li al-faaz al-Aayaat al-Quraan al-Kariim. Dar al-Fkr lith Thaba’ah wan-Nasyar wat Tauzi’
2. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakrta: Raja Grafindo Persada
3. Baiquni, Achmad. 1997. Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan. Yogjakarta: Dana Bhakti Primayasa.
4. -------, 1983. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta: Pustaka
5. Culla, Adi Surya. 2002. Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya Dengan
6
Cita-Cita Reformasi. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
6. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama. 1991/1992. Kompilasi Hukum Islam DI Indonesia. Jakarta
7. Direktorat Ketenagaan Drjen Dikti. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
8. Djatnika, Rahmat. 1987. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Surabaya
9. Hamka. 1983. Filsafat Ketuhanan. Surabaya: Karunia
10. Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
11. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional.
12. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi
13. Majid, Nurchalis. 2000. Kehampaan Spritual
7
Masyarakat Modern: Respon dan Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani. Jakarta :Media Cita
14. ------. 1994. Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi, Pengalaman Indonesia Baru. Jakarta: Temprit
15. -------. 1997. Tradisi Islam (Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan diIndonesia). Jakarta: Paramadina
16. Nurdin, K.H.Muslim, dkk. 1993. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta
17. Ralibi, Osman. Tanpa Tahun. Allah, Alam dan Manusia. Jakarta: Fajar
18. ---------,1981. Akal dan Wahyu. Jakarta: Media Dakwah
19. Suryana Af, A.Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara
20. Syalaby, Ahmad. Tanpa tahun. Kehidupan Sosial dalam pemikiran Islam.
21. Syihab, M.Qurais. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan
22. ---------, 1996, Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan
23. Umar, Akram Dhiyauddin. 1999. Masyarakat Madani, Terjemahan mun’in A.Sirry. Jakarta:
8
Gema Insani Presss
24. Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
25. Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam (Pembinaan Akhlaqul Karimah, Suatu Pengantar). Bandung: Diponegoro.
26. -------. 1984. Kode Etik dagang Menurut Islam. Bandung: Diponegoro.
27. Yunus, A.Saad. 1987. Hukum Kewarisan. Jakarta: Al Qushwa
28. Zuhdi, Masyfuk. A991. Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Haji Mas Agung
6. Tugas
Proses perkuliahan mata kuliah Pendidikan
Agama Islam berlangsung dengan cara bertatap
muka dengan mahasiswa di kelas dan di diberikan
tugas kepada mahasiswa seperti tugas mandiri
yang meliputi menjawab lembar kerja setiap bab
dan tugas kelompok kemudian didiskusikan.
9
7. Kriteria Penilaian
Penilaian akan diberikan oleh pengajar kepada
mahaiswa dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
Nilai Point Range
A 4 80-100
B 3 70-79
C 2 60-69
D 1 50-59
E 0 0-49
1. Tugas : 30 %
2. Ujian Tengah Semester : 30 % (materi bab I – IV)
3. Ujian Akhir Semester : 40 % (materi bab V – IX)
10
8. Jadwal Perkuliahan
Pertemuan ke-
Pokok Bahasan Bacaan
1 Penjelasan tentang kontrak perkuliahan, GBPP dan SAP mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2 Konsep Ketuhanan dalam Islam
3 Konsep Manusia Menurut Islam
Senin, jam 13.00 z+Quis 1
4 Hukum dan HAM dalam Islam (Sumber Hukum Islam dan Hukum Nikah)
5 Quis pertama6 Hukum Kewarisan7 Hukum Bermuamalah
dengan Bank Konvensional, Asuransi dan Koperasi
8 Akhlak, Moral dan Etika9 Ujian Tengah Semester10 Iptek dan Seni dalam
Islam11 Kerukunan Antar Umat
Beragama12 Quis kedua13 Masyarakat madani dan
Kesejehateraan UmatKelompok 8
14 Kebudayaan dalam Islam15 Sistem Politik dan
11
Demokrasi dalam Islam16 Quis ketiga17 Tutup kuliah/Kisi2 final
PERKULIAHAN KE-2
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menerangkan konsep ketuhanan dalam
Islam;
2. Menguraikan kemahaesaan Allah;
3. Menguraikan bukti-bukti keberadaan Allah.
Pokok BahasanKonsep Ketuhanan dalam Islam
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa
akan mempelajari tentang Konsep Ketuhanan dalam
Islam, Kemahaesaan Allah, dan Pembuktian
Keberadaan Allah sebagai Pencipta alam semesta
I. Bahan Bacaan:
12
1. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan
Agama Islam. Jakrta: PT Raja Grafindo
Persada, bab 1
2. Hamka. 1983. Filsafat Ketuhanan. Surabaya:
Karunia, bab 1 dan 2
3. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan
Pembelajaran Matakuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Agama Islam.
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Nasional, bab 1
4. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003.
Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab 1
5. Nurdin, K.H.Muslim, dkk. 1993. Moral dan
Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta, bab 2
6. Ralibi, Osman. Tanpa Tahun. Allah, Alam dan
Manusia. Jakarta: Fajar, bab 1
7. Suryana Af, A.Toto, dkk. 1996. Pendidikan
Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara, bab 1
II. Pertanyaan Kunci:
1. Terangkan konsep ketuhanan dalam Islam!
2. Uraikan tujuh kemahaesaan Tuhan!
3. Uraikan bukti-bukti keberadaan Allah
13
BAB 1 KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM
14
1.1. Pendahuluan
Pemahaman yang mendalam tentang Konsep
Ketuhanan dalam Islam perlu bagi manusia agar
menambah keyakinannya dalam meningkatkan
ketakwaan. Alam semesta beserta seluruh isinya dapat
dijadikan sebagai bahan renungan dan pembelajaran
tentang penciptaannya sekaligus sebagai bukti
kekuasaan Tuhan. Manusia diwajibkan menjadikan
Allah sebagai pengawasan melekat terhadap dirinya
dalam kehidupan agar tidak berbuat dosa dan
kejahatan di bumi.
Dalam bab pertama ini akan dibahas tentang:
1) Filsafat Ketuhanan dalam Islam 2) Hakikat Allah
dalam Kemahaesaan-Nya; 3). Pembuktian
Keberadaan Allah dengan memperhatikan alam
semesta.
1.2. Penyajian
A. Filsafat Ketuhanan dalam Islam
Filsafat adalah pengetahuan tentang yang
benar, meskipun kebenarannya relatif. Agama juga
mengandung kebenaran, tetapi kebenarannya mutlak.
15
Dalam kajian perpustakaan dikenal filsafat ketuhanan,
yaitu mengkaji kekuasaan Tuhan sampai ke akar-
akarnya atau dengan kata lain mengkritisi kekuasaan
Tuhan secara mendalam dan tuntas. Oleh karena itu,
Tuhan Yang Maha Esa oleh umat Islam diyakini
sebagai Tuhan Pencipta alam semesta dan memiliki
sifat-sifat dan nama-nama yang baik atau dikenal
dengan sebutan ”Asmaaullah al-husnaa” dijelaskan
oleh Muhammad Daud Ali (1998) dalam bukunya
“Pendidikan Agama Islam” mengatakan bahwa di
dalam Ilmu Tauhid, dijelaskan dua puluh sifat Tuhan,
yang disebut dengan sifat dua puluh. Sifat-sifat Allah
yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Ada, 2)
Awal, tidak ada permualaan-Nya, 3) Kekal abadi tidak
berkesudahan. 4) Bebrbeda dengan makhluk-Nya, 5)
Berdiri sendiri, 6) Maha Esa, 7) Berkuasa, Maha
Kuasa, 8) Berkehendak, 9) Maha Mengetahui, 10)
Hidup, 11) Maha Mendengar, 12) Maha Melihat, 13)
Maha Berkata-kata, 14) Dalam Keadaan berkuasa, 15)
Dalam keadaan Berkemauan, 16) Dalam Keadaan
Berpengetahuan, 17) Dalam Keadaan Hidup, 18)
Dalam Keadaan Mendengar, 19) Dalam Keadaan
Melihat, dan 20) Dalam Keadaan Berkata-kata.
16
Sebagai mahasiswa, yang perlu diketahui
adalah bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa itu
bersifat:
1. Hidup. Ini berarti Allah, Tuhan
Yang Maha Esa adalah TuhanYang Maha Hidup.
Hidupnya itu Maha Esa tanpa memerlukan
makanan dan minuman, istirahat dan sebagainya.
Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah segala
sesuatu yang sifat hidupnya memerlukan makanan,
minuman, tidur dan sebagainya bagi seorang
muslim bukanlah Allah dan tidak boleh dipandang
sebagai Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berkuasa. Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kekuasaan-Nya Maha Esa, tiada bertara, tidak ada
tolok banding-Nya. Ia maha Kuasa tanpa
memerlukan pihak lain manapun juga dalam
kekuasaan-Nya. Ia Maha Kuasa dengan sendiri-
Nya. Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah
seorang muslim harus teguh dalam keyakinannya
pada kekuasaan Allah, melampaui segala
kekuasaan selain dari kekuasaan Allah. Dan
sebagai akibatnya, seorang muslim tidak boleh
takut pada kekuasaan lain yang ada di alam ini,
17
baik kekuasaan berupa kekuatan-kekuatan
alamiah maupun kekuasaan-kekuasaan insaniah.
3. Berkehendak. Allah mempunyai kehendak.
Kehendak-Nya Maha Esa dan berlaku untuk
seluruh alam semesta, termasuk manusia di
dalamnya. Konsekwensi keyakinan yang demikian
adalah bahwa kehendak Allah Yang Maha Esa
wajib diikuti oleh setiap muslim. Kehendak Allah
yang masih asli tercantum dalam al-Quran yang
menjadi kitab suci umat Islam. Selain itu,
kehendak Allah dapat pula dijumpai pada ayat-
ayat kauniyah di alam semesta berupa sunnatullah
yaitu hukum-hukum Allah yang oleh para sarjana
disebut Nature of laws.
B. Hakikat Allah dalam Keesaan-Nya.
Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Zat
Yang Maha Mutlak di samping sebagai Tuhan Yang
Maha Esa, dan Pemelihara alam semesta. Segala
sesuatu mengenai Tuhan disebut ketuhanan.
Allah berfirman dalam Alquran surat Ali Imran ayat 3:
18
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal
lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.”
Osman Raliby (1980) mengatakan bahwa
konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa disebut
Tauhid. Ilmunya adalah Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid
adalah ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan. Dalam ilmu
Tauhid dikenal istilah tauhid uluhiyyah dan tauhid
rububiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah hanya Allah
yang menerima semua ibadah manusia. Ketika
manusia menyembah selain Allah maka disebut
musyrik. Misalnya menyembah roh, pohon, batu,
gunung, kuburan, membawa sesajen ke sungai atau
istilah lain percaya kepada dinmisme dan animisme.
Mereka meyakini bahwa hal tersebut mempunyai
kekuatan yang dapat menyelamatkan dan melindungi.
Disebutkan dalam Alquran surat annisa’ ayat 36 Allah
berfirman:
19
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Tauhid rububiyyah adalah meyakini bahwa
yang memelihara alam beserta isinya hanyalah Allah.
Perhatikan firman Allah dalam Alqurran Surat
Alfatihah ayat 2:
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam.”
20
Makna “Rabbul ‘alamin” mengandung makna
bahwa Allah adalah Tuhan Pemelihara alam semesta,
Tuhan yang mengatur manusia, tumbuh-tumbuhan
serta makhluk lainnya sesuai dengan kadarnya.
Muhammad Daud Ali (1998) mengutip pendapat
Osman Raliby yang mengemukakan tentang
Kemahaesaan Tuhan sebagai beikut:
1. Allah Maha Esa dalam Zat-Nya
2. Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya
3. Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
4. Allah Maha Esa dalam wujud-Nya
5. Allah Maha Esa dalam menerima ibadah
6. Allah Maha Esa dalam menerima hajat dan hasrat
manusia
7. Allah Maha Esa dalam memberi hukum
1. Allah Maha Esa dalam Zat-Nya.
Kemahaesaan Allah dalam Zat-Nya dapat
dirumuskan dengan kata-kata bahwa Zat Allah tidak
sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun.
Dia Unik, berbeda dalam segala-galanya. Zat Tuhan
Yang Maha Esa itu bukanlah materi yang terdiri atas
beberapa unsur bersusun. Ia tidak dapat disamakan
21
atau dibandingkan dengan benda apa pun yang kita
kenal, yang menurut ilmu fisika terjadi dari susunan
atom, molekul dan unsur-unsur berbentuk yang takluk
kepada ruang dan waktu yang dapat ditangkap oleh
pancaindera manusia, yang dapat hancur musnah dan
lenyap pada suatu masa. Allah berfirman dalam
Alquran Surat Asyura ayat 11:
Artinya: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”
Keyakinan kepada Zat Allah Yang Maha Esa
seperti itu mempunyai konsekwensi. Konsekwensinya
adalah bagi umat Islam yang mempunyai aqidah
demikian, segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh
pancaindera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada
ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan
22
minuman seperti manusia biasa, mengalami sakit dan
mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim
bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2. Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya.
Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya ini
mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh
kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang
menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak
dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran
dapat diketahui sembilan puluh sembilan nama Tuhan
yang biasanya disebut dengan al-Asmaaulllah al-
Husnaa.: Sembilan puluh sembilan nama-nama Allah
yang indah (Muhammad Daud Ali, 1998: 23; A.Toto
Suryana, 1996: 71; dan Muslim Nurdin dkk.,1993: 86-
91).
3. Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-
Nya
Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita
meyakini Tuhan Yang Maha Esa tiada bertara dalam
melakukan sesuatu, sehingga hanya Dialah yang dapat
berbuat menciptakan alam semesta ini. Perbuatan-Nya
itu unik, lain dari yang lain, tiada taranya dan tidak
sanggup pula manusia menirunya. Kagumilah,
23
misalnya, bagaimana Ia menciptakan diri kita sendiri
dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang
dlengkapinya dengan pancaindera, akal, perasaan,
kemauan, bahasa, pengalaman dan sebagainya.
Perhatikan pula susunan kimiawi materi-materi yang
ada di alam ini. Misalnya H20, susunan kimiawi
(materi) zat cair, C02, zat asam dan sebagainya.
Konsekwensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam
berbuat (perbuatan-Nya) adalah seorang muslim tidak
boleh mengagumi
perbuatan-perbuatan manusia lain dan karyanya
sendiri secara berlebihan. Manusia, baik perseorangan
maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial (hebat)
, tidak boleh dijadikan obyek pemujaan apalagi kalau
disembah pula.
4. Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya.
Allah Maha Esa dalam wujud-Nya. Ini berarti
bahwa ujud Allah berbedadengan wujud alam
semesta. Ia tidak dapat disamakan dan diserupakan
dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu,
Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia
pada alam seperti binatang atau benda mati apalagi
pada tuhan) tidak ada dalam ajaran Islam. Menurut
24
keyakinan Islam, Allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya
sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan
alam atau bagian-bagian alam yang merupakan
ciptaan–Nya ini. Keberad Wajib. Karena itu Ia disebut
wajibul wujud . Pernyataan ini mempunyai makna
bahwaan Allahlah yang abadi dan wajib eksistensi atau
wujud-Nya. Selain Dia, semuanya mumkinul wujud.
Artinya boleh (mungkin) ada, boleh (mungkin) tiada
seperti eksistensi manusia dan seluruh alam semeseta
ini yang pada waktunya pasti akan mati atau hancur
binasa. Konsekwensi keyakinan yang demikian adalah
setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus
selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara di
dunia ini, tempat ia diuji mengenai kepatuhan dan
ketidakpatuhannya pada perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya. Pada suatu ketika kelak
seluruh alam akan hancur binasa dan akan muncullah
suatu hidup sesudah mati yang sifatnya lain sama
sekali dari apa yang kita lihat dan rasakan di dunia ini.
Pada waktu itu nanti di hadapan Allah Tuhan Yang
Maha Adil, masing-masing manusia harus
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya selama
hidup di bumi ini. Celakalah manusia yang bergeliman
25
dalam dosa dan berbahagialah manusia yang beriman,
yang yakin kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, dan
taqwa: mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya.
5. Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah
Allah Maha Esa dalam Menerima ibadah
berarti bahwa hanya Allah sajalah yang berhak
disembah dan menerima ibadah. Hanya Dialah satu-
satunya yang patut dan harus disembah dan hanya
kepada-Nya pula kita meminta pertolongan. Yang
dimaksud dengan ibadah ialah segala perbuatan
manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata
terucapkan maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan
lain, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
Konsekwensi keyakinan ini adalah hanya Dialah Allah
yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula
seluruh salat dan ibadah yang kita lakukan, kita
niatkan dan kita persembahkan.
6. Allah Maha Esa dalam Menerima Hajat
Manusia
Bila manusia hendak menyampaikan maksud,
permohonan atau keinginannya kepada Allah
26
langsunglah sampaikan kepada-Nya, kepada Allah
sendiri tanpa perantara atau media apa pun namanya.
Tidak ada system rabbaniyah atau kependetaan dalam
Islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul,
mempunyai kedudukan yang sama dalam berhubungan
langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Konsekwensi
keyakinan ini adalah setiap muslim tidak memerlukan
orang lain di dunia ini dalam menyampaikan hajat dan
hasratnya kepada Allah.
7. Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
berarti Allahlah satu-satunya Pemberi Hukum yang
tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti
hukum-hukum alam yang selama ini kita kenal dengan
sebutan hukum-hukum Archimides, Boyle, Lavoisier,
hukum relativitas, thermodynamic dan sebagainya
(Ali, 1998). Ia pula memberi hukum kepada umat
manusia bagaimana mereka harus hidup di bumi-Nya
ini sesuai dengan ajaran-ajaran dan kehendak-Nya
yang dengan sendirinya sesuai pula dengan hukum-
hukum alam dan watak manusia, yang semuanya itu
adalah ciptaan Allah. Konsekwensi keyakinan seperti
ini adalah seorang muslim wajib percaya pada adanya
27
hukum-hukum alam (sunnatullah) baik alam fisik
maupun alam psikis dan spritual yang terdapat dalam
kehidupan, baik kehidupan individual maupun
kehidupan sosial. Sebagai muslim kita wajib taat dan
patuh serta meyakini kebenaran hukum syariat Allah
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada
manusia dan menjadikannya sebagai jalan hidup kita.
Jalan hidup yang dikehendaki Allah, menurut aqidah,
adalah jalan hidup Islam.
Jalan hidup Islam itu disebut juga dengan
istilah syariat Islam.. Dan karena syariat Islam pula
adalah hukum Allah. Konsekwensinya adalah bagi
umat Islam yang secara teoritis dan praktis dengan
bebas telah memilih Islam sebagai agamanya, tidaklah
ada jalan lain yang lebih baik yang harus ditempuhnya
selain berusaha sekuat tenaga mengikuti jalan hidup
Islam itu sebaik-baiknya (Osman Raliby, 1980).
C. Pembuktian keberadaan Allah
Bukti keberadaan Allah menurut Hamka
(1983) dapat dilihat pada tiga pembuktian: 1) Dalil
28
kejadian, 2) Dalil peraturan dan pemeliharaan, dan 3)
Dalil gerak. Perhatiakan uraian berikut.
1. Dalil kejadian
Manusia telah ada di dunia, namun manusia
mengakui bahwasanya dia terjadi bukan atas
kehendaknya. Bukan dia yang menjadikan dirinya
sendiri. Bukan dia yang membuat anak. Bumi
tempat hidupnya pun bukan dia yang membuatnya.
Sejak manusia lahir sudah mendapati keberadaan
bumi. Langit pun telah menjadi atap tempat
berlindung, dan tangannya tidak pernah ikut
membinanya.
Segelintir manusia mengatakan aku tuhan,
meskipun mereka tidak mampu menjadikan seekor
nyamuk. Jelaslah bahwa segala sesuatu yang
terjadi, dari tidak ada menjadi ada, sebaliknya dari
yang ada menjadi tidak ada, semuanya dari Allah
sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, Dialah yang
merencanakan, mengadakan dengan berbagai
bentuk di alam ini.
29
Bangsa Arab yang mula-mula menerima
Alquran dalam masyarakat yang masih sederhana,
dianjurkan melihat unta, bagaimana dia dijadikan;
langit bagaimana ia ditinggikan; gunung-gunung
bagaimana ia dipancangkan; dan bumi bagaimana
ia dihamparkan. Perhatikan Q.S. Al-Ghasyiah: 17-
20:
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.”
Beberapa ayat disebutkan di atas mengandung
makna bahwa dengan melihat kejadian alam dan
sekitarnya, setiap orang yang berakal akan
bertanya: “Siapa yang menajdikan semua ini? Dan
30
jawabannya adalah Allah, Tuhan Yang Maha
Kuasa.
2. Dalil Peraturan dan Pemeliharaan
Ketika seseorang masuk ke rumah, dilihatnya
meja teratur, kamar tersusun,, makanan terhidang,
tempat tidur yang bersih, dan ada pula ruang
makan dan ruang tamu. Ada ruang kamar mandi
dan sebagainya. Apalagi kalau dilihat teraturnya
pekarangan dan tertatanya bunga. Maka
terlintaslah dalam pikiran orang itu bahwa semua
yang teratur dan tertata rapi, ini ada yang
mengaturnya. Lihatlah pula alam di sekitar kita,
misalnya tetumbuhan, hewan, air dan udara
semuanaya diperuntukkan kepada manusia.
3. Dalil gerak
Matahari bersinar setiap hari, bulan pun
bercahaya pada malam tertentu dan bintang yang
gemerlapan serta berbagai galaksi di angkasa luar,
semuanya berjalan dan berputar pada porosnya
mengikuti sunnatullah (hukum alam) yang telah
ditentukan oleh sang Pencipta, Tuhan Yang Maha
Kuasa tanpa mengalami kerusakan dan gesekan
sedikit pun. Manusia bertanya: ‘Siapakah yang
31
mengatur dan menggerakkan semua ini, begitu
indah dan tertib?. Jawaban atas pertanyaan tersebut
hanya satu dan singkat jawabannya, Dialah Allah
Swt.yang mengatur dan menggerakkan sampai
waktu yang telah ditentukan pula oleh-Nya.
1.3. Penutup.Kebenaran Alquran dan Hadis sahih Nabi atau
disebut dengan wahyu sifatnya mutlak atau tidak
diragukan kebenarannya, karena sumbernya dari
Allah. Lain halnya dengan kebenaran yang digali
dengan pemikiran yang mendalam dan radikal yang
disebut dengan kebenaran filsafat, sifatnya nisbi dan
relatif. Mungkin kebenaran yang kedua disebutkan
(kebenaran filsafat) berubah satu atau dua dasarwarsa
berikutnya.
32
Tugas:
Jawablah pertanyaan berikut ini.
1. Terangkan perbedaan “kebenaran” menurut filsafat dengan agama dan berikan contoh masing-masing!
2. Uraikan tujuh Kemaha Esaan Allah dengan singkat!
3. Terangkan bukti-bukti keberadaan Allah dan berikan contoh!
4. Tulis dan terjemahkan surat al-Ikhlas dan ayat Kursi, dan 99 Asmaullah Al Husna !
PERKULIHAN KE-3
33
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian manusia.
2. Menulis terminologi dan istilah manusia
menurut ilmuwan dan Al-Quran.
3. Menguraikan proses kejadian manusia, sifat-
sifatnya dan martabatnya.
4. Menguraikan peranan manusia sebagai
hamba Allah dan khalifah di bumi
Pokok Bahasan: Konsep Manusia Menurut
Islam
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini,
mahasiswa akan mempelajari tentang pengertian
manusia dan istilahnya, proses kejadiannya, sifat-
sifatnya, martabatnya, dan peranannya sebagai
hamba Allah dan khalifah Allah di bumi.
I. Bahan Bacaan:
1. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam.
34
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, bab 2
2. Poerwadarminta, WJS. 1983. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
3. Rasyid N.A. 1983. Manusia dan Konsepsi
Alam. Jakarta: Karya Indah. bab 4
4. Syihab, M.Quraisy. 1992. Membuikan Al-
Quran. Bandung: Mizan.
5. -------. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung:
Mizan
6. Zaini, Syahminan. Tanpa Tahun. Mengenal
Manusia Lewat Al-Quran. Surbaya: PT Bina
Ilmu.
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian manusia!
2. Tulislah terminologi dan istilah manusia
menurut Alquran dan ilmuwan!
3. Uraikan kejadian manusia, sifat-sifatnya dan
martabatnya di dunia!
4. Uraikan peranan manusia sebagai hamba Allah
dan khalifah-Nya!
35
BAB IIKONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM
36
2.1. Pendahuluan
Manusia dengan proses kejadiannya berjalan
berdasarkan dengan sunnatullah atau hukum alam.
Sumber penciptaan dan proses kejadiannya perlu
dipahami agar manusia hidup tidak sombong dan lupa
diri dalam beribadah dan sebagai khalifah Allah di
bumi.
Dalam bab ini akan dibahas tentang: 1) Konsep
manusia, 2) Terminologi dan Istilah manusia manurut
ilmuwan dan Al-Quran, 3). Proses kejadian manusia,
4) Sifat-sifat manusia, martabat dan peranannya
sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi.
2.2. Penyajian
A. Konsep Manusia
Manusia sebagai ciptaan Allah yang
diamanahkan kepadanya sebagai khalifah juga sebagai
hamba-Nya. Poerwadarminta (1983) memberikan
pengertian manusia, yaitu makhluk yang berakal budi
(lawan dari pada binatang)…..Berbeda pengertian
manusia yang dikemukakan oleh Zakiyah Darajat dkk
37
(1994) bahwa manusia dalam pandangan kebendaan
hanyalah merupakan sekepal tanah di bumi. Dari bumi
asal kejadiannya, di bumi dia berjalan, dari bumi dia
makan dan ke dalam bumi pula dia kembali.
Pengertian manusia kedua di atas menguraikan
asal kejadian manusia, tempat dimana ia hidup dan ke
mana berakhir hidupnya pula. Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Syahminan Zaini (1984) bahwa
manusia adalah bagian dari alam besar yang ada di
bumi, sebagian dari makhluk yang
bernyawa….Demikian pula Abbas Mahmud al-‘Aqqad
yang dikutip oleh Zaini bahwa manusia adalah orang
yang bertanggungjawab, diciptakan dengan sifat-sifat
ketuhanan.
Dari beberapa pengertian manusia yang
dikemukakan ilmuan di atas dapat disimpulkan bahwa
manusia adalah:
1. Makhluk yang diciptakan dari tanah
kemudian berproses mengikuti sunnatullah
(hukum alam);
2. Makhluk yang bertanggungjawabatas tugas-tugas
kekhalifahannya;
38
3. Makhluk yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan
yang terbatas;
4. Makhluk yang berakal, sedhingga akal
manusialah yang membedakan dengan makhluk
lain.
B. Terminologi dan Istilah Manusia
Nama lain daripada manusia menurut ilmuwan
seperti yang dikutip oleh Syahminan Zaini (1984)
dalam bukunya Mengenal Manusia Lewat Al-Quran
dan Muhammad Daud Ali (1998) adalah sebagai
berikut.
1. Linneaus mengatakan: “Manusia adalah
“Homo Sapiens” = makhluk yang berbudi
(berakal);
2. Raves mengatakan bahwa manusia adalah
“Homo Loquen” = makhluk yang pandai
berbahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan
dalam kata-kata yang tersusun;
3. Bergson mengatakan bahwa manusia adalah
“Homo Faber” = makhluk yang pandai membuat
alat pertukangan;
39
4. Aristoteles mengatakan manusia adalah “Zoon
Politicon” = makhluk sosial;
5. Huizinga mengatakan bahwa manusia adalah
“Homo Ludens” = makhluk yang suka main.
Menurut Quraisy Syihab (1996); Khaerul
Umam (1986); ‘Abdul Baqi (1986) istilah manusia
menurut Al-Quran ada tiga, yaitu:
1. Menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun,
dan sin semacam insan, ins, nas, una, basyar, bani
Adam, dan dzurriyyat. Perhatikan : Q.S. al-‘Ashr:
2; Q.S. al-Zariyat: 56; dan Q.S. an-Nas: 1-3
sebagai berikut.
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu benar-
benar dalam kerugian.”
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”
40
Artinya: “Katakanlah: "Aku berlidung kepada
Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.”
2. Menggnakan kata basyar. Perhatikan: surat Al-
Kahfi: 110:
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."
41
3. Menggunakan kata “Bani Adam”.
Perhatikan Q.S. al-Isra’: 70
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Alquran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan sosial. Manusia sebagai
basyar tunduk kepada takdir Allah sama dengan
makhluk lain. Manusia sebagai insan atau annas
bertalian dengan roh Ilahi, memiliki kekebabasan
dalam memilih tunduk atau membangkang
terhadap perintah Allah.
Murtadha Mutahhari (dalam Hasanah, 2007)
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk serba
dimensi, yaitu: 1) secara fisik hampir sama dengan
hewan, membutuhkan makan, minum, istirahat,
dan menikah supaya ia dapat hidup, tumbuh, dan
42
berkembang; 2) manusia memiliki sejumlah emosi
yang bersifat etis, yaitu ingin memperoleh
keuntungan dan menghindari kerugian; 3) manusia
mempunyai perhatian terhadap keindahan; 4)
manusia memiliki dorongan untuk menyembah
Allah; 5) manusia memiliki kemampuan dan
kekuatan yang berlipat ganda, karena ia dikarunia
akal, pikiran dan kehendak bebas, sehingga ia
mampu menahan hawa nafsu dan dapat
menciptakan keseimbangan dalam hidupnya; dan
6) manusia mampu mengenal dirinya sendiri. Jika
manusia mengenal dirinya, ia akan mencari dan
ingin mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia
diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana
proses penciptaannya, dan untuk apa ia diciptakan.
C. Proses Kejadian Manusia
Kejadian manusia dalam pandangan Islam
tidak terlepas dari figur Adam sebagai manusia
pertama kata Quraisy Syihab (1996). Lebih lanjut
Rifyal Ka’bah (1978:34) dalam Panji Masyarakat no
252, 1 Agustus 1978 mengatakan bahwa Al-Quran
telah menyampaikan tentang proses kejadian manusia
43
secara ilmiah dan terinci. Al-Quran menguraikannya
dengan ungkapan yang simpel dan mudah dipahami
serta dalam waktu yang sama juga cocok dengan
penemuan baru.
Quraisy Syihab (1996) tidak sependapat
dengan Rifyal Ka’bah bahwa Al-Quran telah
menguraikan manusia secara rinci. Kata Quraisy
Syihab, Al-Quran
hanya menyampaikan bahwa proses kejadian manusia
dari segi bahan penciptaannya saja sebagai berikut:
1. Bahan awal manusia adalah tanah;
2. Bahan tersebut disempurnakan;
3. Setelah proses penyempurnaannya selesai,
ditiupkan kepada ruh Ilahi. Perhatikan: Q.S. al-
Hijr: 28-29:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal)
dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
44
Artinya: “Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud.”
Q.S. Shad: 71-72:
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah."
Artinya: “Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya."
Al-Quran menguraikan kejadian manusia
dalam dua tahap. Tahap pertama adalah kejadian
manusia dari tanah, Dan tahap kedua kejadian
manusia keturunan Adam.
45
a. Kejadian manusia pertama
Kejadian manusia pertama, al-Quran
menjelaskan sebagai berikut:
1. Allah menjadikan
seorang manusia, sesudah itu baru Allah
menjadikan isterinya dari bahan yang sama.
Dari kedua manusia inilah dikembang-biakkan
Allah keturunannya yang banyak, seperti
firman-Nya dalam Surat an-Nisaa ayat 1:
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
46
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
2. Penciptaan manusia pada awalnya adalah
jasadnya yang dijadikan dari tanah, seperti
firman-Nya dalam Surat as-Sajadah ayat 7 dan
Surat al-Hijr ayat 28:
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang
Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk.”
47
3. Setelah jasad manusia sempurna Allah
meniupkan ruh ke dalam jasadnya, seperti
firman-Nya dalam Surat al-Hijr ayat 29: “Maka
apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalam ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan sujud.”
Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman:
“Tatkala ditiupkan ruh ke dalam jasad Adam,
bergerak dan terbanglah ruh itu kepada Adam,
sehingga ia bersin dan mengucapkan “al-Hamdu
lillah = segala puji bagi Allah”, lalu Allah
menjawab: Allah memberi rahmat kepadamu
(Hadis riwayat Ibnu Hibban, al-Hakim dan
Addhia”).
Jelaslah bahwa ruh ditiupkan ke dalam jasmani
setelah sempurna kejadiannya. Tetapi, dari apakah
ruh dijadikan Tuhan?, manusia tidak
mengetahuinya, karena masalah ruh urusan Allah.
Perhatikan Surat al-Israa ayat 85:
48
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang
roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit."
Karena itu, manusia tidak akan pernah dapat
mengetahui sifat, keadaan dan unsur pokok ruh itu.
Yang diketahui manusia dari ruh itu ialah bahwa
dengan ruh itu manusia dapat menemukan,
mengingat, berpikir, mengetahui, berkehendak,
memilih, mencintai, membenci. (Sayyid Sabiq,
1984: 366).
Pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa yang dapat
diketahui tentang ruh hanya gejala-gejalanya saja.
Atas dasar itulah disusun Ilmu Jiwa. Jadi, Ilmu
Jiwa bukanlah ilmu tentang hakikat ruh, melainkan
ilmu yang mengetahui gejala-gejalanya saja.
b. Kejadian manusia keturunan (dari manusia
pertama).
1) Keturunan manusia ini dijadikan oleh Allah dari
air mani, seperti firman- Nya dalam surat as-
Sajadah ayat 8:
49
Artinya: “Dia menjadikan keturunanya dari
saripati air yang hina (air mani).”
2) Tentang air mani. Al-Quran menjelaskan bahwa
ia dari air yang memancar, seperti firman-Nya
dalam Surat al-Qiyamah ayat 37:
Artinya: “Bukankah dia dahulu setetes mani
yang ditumpahkan (ke dalam rahim).”
Di ayat lain, surat al-insan ayat 2:
Artinya: “Kami menjadikannya dari air mani
yang bercampur.”.
Kata ”Sualalah” dalam ayat di atas,
dalam bahasa Arab berarti “sesuatu yang
dikeluarkan” atau “yang keluar dari yang lain”
atau ”suatu bagian yang terbaik”.
Penyebab sel telur yang mendatangkan
kehamilan adalah sel-sel yang sangat kecil
sekali, yang pangjangnya kira-kira 1,1000 mm.
50
Dari jutaan sel-sel yang keluar dari pria yang
normal hanya satu yang akan jadi bibit. Sel-sel
yang tidak berhasil menerobos dari jalan mulut
vagina melalui terowongan menuju ke rahim
tinggal di perjalanan dan penuh. Hanya satu sel
saja dari zat cair yang kompliket ini yang
kemudian bisa menjadi anak manusia.
Bagaimana kita tak akan takjub menyaksikan
begitu cocoknya pengetahuan modern dengan
uraian al-Quran (Panji Masyarakat, nomor 252,
1 Agustus 1978).
3) Kemudian al-Quran menjelaskan, bahwa sel
yang akan menjadi manusia itu di simpan
dalam suatu tempat (qaraar). Tempat ini
disekitar daerah kandungan ibu, seperti firman
Allah dalam surat al-Mukminun ayat 12-14:
51
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”
”Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumapal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan duia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”
4) Al-Quran menjelaskan pula bahwa Allah
menjadikan manusia sejodoh, laki-laki dan
perempuan, seperti firman-Nya dalam surat an-
Najmi ayat 45:
Artinya: “Dan bahwasanya Dialah yang
menciptakan berpasang-pasangan laiki-laki
dan perempuan.”
52
D. Sifat-Sifat Manusia, Martabat dan Peranannya
sebagai Hamba dan Khalifah Allah.
Berbagai rumusan tentang manusia telah pula
diberikan orang. Salah satu di antaranya, berdasarkan
studi isi Al-Quran dan Hadis berbunyi bahwa manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi
untuk beriman kepada Allah, dengan mempergunakan
akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu
serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggungjawab
atas segala perbuatannya dan berakhlak (Rasyid, 1983:
19) . Bertitik tolak dari rumusan tersebut, menurut
ajaran Islam, manusia dibandingkan dengan makhluk
lain, mempunyai berbagai ciri, antara lain ciri
utamanya menurut Muhammad Daud Ali (1998: 11-
19) adalah:
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam
bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling
sempurna;
2. Manusia memiliki potensi beriman kepada
Allah;
53
3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya;
4. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi
khalifah-Nya;
5. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah
dengan perasaan dan kemauan;
6. Secara individual manusia bertanggungjawab
atas segala perbuatannya;
7. Berakhlak.
Uraian masing-masing unsur di atas adalah
sebagai berikut:
1). Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk
yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Manusia sebagai makhluk yang paling unik di
antara makhluk lainnya, seperti firman Allah
dalam Q.S. at-Tin: 4):
Artinya: “sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.”
54
Karena itu pula keunikannya dari makhluk
ciptaan Tuhan yang lain dapat dilihat pada bentuk
dan struktur tubuhnya, gejala-gejala yang
ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada
setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya
melalui tahap-tahap tertentu. Hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya,
ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan
adanya kekuasaan yang berada di luar manusia itu
sendiri. Manusia sebagai makhluk, karena itu
seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan
manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya
disebutkan Allah dalam Al-Quran, di antaranya
adalah sebagai berikut.
a. Melampaui batas. Perhatikan Q.S.
Yunus ayat12:
Artinya: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan
55
berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”
b. Zalim seperti firman Allah dalam Q.S.Ibrahim: 34
Artinya: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
c. Tergesa-gesa seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Isra’: 11
Artinya: “Dan manusia mendoa untuk
kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk
56
kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-
gesa.”
d. Suka membatah seperti firman Allah
dalam Q.S. al-Kahfi: 54
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al
Quran ini bermacam-macam perumpamaan.
Dan manusia adalah makhluk yang paling
banyak membantah.”
e. Berkeluh kesah dan kikir seperti firman
Allah dalam Q.S. al-Ma’arij: 19-21.
57
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan
apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.”
f. Ingkar dan tidak berterima kasih seperti
firman Allah dalam Q.S. Al-‘Adiyat: 6
Artinya: “sesungguhnya manusia itu sangat
ingkar, tidak berterima kasih kepada
Tuhannya.”
Namun untuk kepentingan dirinya sendiri
manusia harus senantiasa berhubungan dengan
penciptannya, dengan sesama manusia, dengan
dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya.
Oleh karena itu, manusia mempunyai beberapa
potensi sebagai berikut.
1) Manusia memiliki potensi (daya atau
kemampuan yang mungkin dikembangkan)
beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh
(ciptaan) Allah dipertemukan jasad di rahim
ibunya, ruh yang ada di alam gaib itu ditanyai
58
Allah, apakah mereka mengakui Allah sebagai
Tuhan mereka? = Alastu birabbikum. Ruh
menjawab: Balaa syahidnaa artinya Engkau
Tuhan kami. Dengan pengakuan seperti itu,
sesungguhnya sejak awal, dari tempat asalnya
manusia telah mengakui Tuhan, telah bertuhan,
berketuhanan. Pengakuan dan penyaksian
bahwa Allah adalah Tuhan ruh yang ditiupkan
ke dalam rahim wanita yang sedang
mengandung manusia itu berarti bahwa
manusia mengakui pula kekuasaan Tuhan,
termasuk kekuasaan Tuhan menciptakan
agama untuk pedoman hidup manusia di dunia
ini. Ini bermakna pula bahwa secara potensial
manusia percaya atau beriman kepada ajaran
agama yang diciptakan Allah Yang Maha
Kuasa.
2) Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya. Tugas manusia untuk mengabdi
kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya
dalam al-
Quran surat al-Zaariyaat ayat 56:
59
Artinya: “Tidak Kujadikan jin dan
manusia melainkan mengabdi kepada-
Ku.”
Mengabdi kepada Allah dapat
dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur
khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui
jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan
ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian
langsung kepada Allah yang cara dan
waktunya telah ditentukan oleh Allah sendiri.
Sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya,
seperti ibadah salat, zakat, shaum, dan haji.
Pengabdian melalui jalur umum dapat
diwujudkan dengan melakukan perbuatan-
perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri
dan masyarakat, dengan niat yang ikhlas
untuk mencari keridhaan Allah.
3) Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah
dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 30:
60
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi. Perkataan “menjadi khalifah” dalam ayat tersebut menurut H.M. Rasyidi (1972) mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi.
Dalam mengurus dunia, sesungguhnya
manusia diuji, apakah ia akan melaksanakan
tugasnya dengan baik atau sebaliknya mereka
malas. Mengurus dengan baik adalah mengurus
kehidupan dunia ini sesuai dengan kehendak
Allah, sesuai dengan pola yang telah
ditentukan-Nya, agar kemanfaatan alam
61
semesta dan segala isinya dapat dinikmati oleh
manusia dan makhluk lainnya. Kalau
sebaliknya, pengurusan itu tidak baik, artinya
tidak sesuai dengan pola yang telah ditetapkan
Allah. Malapetaka, sebagai akibat salah urus
akan dirasakan oleh manusia, juga oleh
lingkungan hidupnya.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya
menjadi kuasa atau khalifah Allah, manusia
diberi akal pikiran dan kalbu, yang tidak diberi
kepada makhluk lain. Dengan akal pikirannya
manusia mampu mengamati alam semesta,
menghasilkan dan mengembangkan ilmu,
yang benihnya telah “disemaikan” Allah
sewaktu mengajarkan nama-nama (benda)
kepada manusia (Adam) menjadi khalifah-Nya
di bumi ini dahulu. Perhatikan firman Allah
dalam Q.S. al-Baqarah ayat 31.
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
62
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Dengan akal dan pemikirannya yang
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
manusia diharapkan mampu mengembangkan
amanah sebagai khalifah-Nya di bumi.
Manusia diharapkan akan dapat mencapai
tujuan hidupnya memperoleh keridhaan Ilahi di
dunia ini, sebagai bekal mendapatkan
keridhaan Allah di akhitat nanti.
4) Di samping akal, manusia dilengkapi dengan
perasaan dan kemauan. Dengan akal dan
kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh
kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan
akal dan kehendaknya juga manusia tidak
dapat dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh
kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-
Nya (kafir). Karena itu di dalam surat al-Kahfi
ayat 29 Allah berfirman:
63
Artinya: “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Di ayat lain Surat al-Insan ayat 3 Allah
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan yang lurus; ada (manusia)
yang bersyukur tapi ada pula yang kafir.”
Allah telah menunjukkan jalan kepada
manusia. Manusia dapat mengikuti jalan itu,
dapat pula tidak mengikutinya. Memang,
dengan kemauan atau kehendaknya yang bebas
manusia dapat memilih jalan yang akan
64
ditempuhnya. Namun tentang pilihannya itu,
manusia wajib mempertanggungjawabkannya
kelak di akhirat, pada hari perhitungan
mengenai baik buruknya perbuatan manusia di
dunia ini.
5) Secara individual manusia bertanggungjawab
atas segala perbauatannya. Ini dinyatakan
Tuhan dalam firman-Nya yang kini dapat
dibaca dalam Alquran surat Thur ujung ayat 21
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
6) Berakhlak.
Berakhlak adalah ciri utama manusia
dibandingkan dengan makhluk lain. Artinya,
manusia adalah makhluk yang diberi Allah
kemampuan untuk membedakan yang baik
65
dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan
akhlak sangat penting, menjadi komponen
ketiga agama Islam. Kedudukan itu dapat
dilihat dari Sunnah Nabi yang mengatakan
bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Suri teladan yang diberikan
Nabi semasa hayatnya merupakan contoh yang
seyogyanya diikuti oleh umat Islam. Selain
dari keteladanan beliau, butir-butir akhlak
banyak sekali terdapat dalam al-Quran. Ajakan
akhlak yang berasal dari al-Quran dan Hadis
berlaku abadi, selama-lamanya.
Perwujudannya kelihatan pada sikap yang
dilanjutkan dengan perbuatan baik atau buruk.
2.3. Penutup
Manusia pertama (Nabi Adam) diciptakan dari
tanah kemudian keturunannya berkembang dari
keturunan Adam dan Hawa. Dari kedua manusia
inilah, manusia berkembang biak mengikuti ketetapan
Allah, dan ditugaskan Allah sebagai khalifah di bumi
dengan berpedoman kepada hokum-hukum Allah dan
rasul-Nya.
66
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian manusia menurut bahasa, kamus, istilah dan ilmuwan!
2. Tulis dan terjemahkan istilah manusia menurut ilmuwan dan Al-Quran!
3. Tulis dan terjemahkan ayat-ayat tentang istilah manusia dalam Al-Quran!
4. Terangkan proses kejadian manusia menurut ajaran Islam!
5. Kemukakan sifat-sifat manusia, peranan dan martabatnya sebagai khalifah Allah di bumi!
67
PERKULIAHAN KE-4
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Menguraikan sumber-sumber hukum
Islam;
2. Menerangkan hukum nikah;
3. Menerangkan hukum warisan;
4. Menerangkan hukum bermuamalah
dengan bank konvensional;
5. Menerangkan hukum bermuamalah
dengan asuransi;
6. Menerangkan hukum bermuamalah
dengan koperasi.
7. Menerangkan konsep HAM dalam Islam
68
Pokok Bahasan: Hukum dan HAM dalam
Islam
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa
akan mempelajari tentang, sumber-sumber hukum
Islam, hukum nikah, hukum warisan, hukum
bermuamalah dengan bank konvensional, hukum
bermuamalah dengan asuransi, dan hukum
bermuamalah dengan koperasi, dan konsep HAM
dalam Islam.
I. Bahan Bacaan
1. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan
Agama Islam. Jakrta: PT Raga Grafindo
Persada, bab 3
2. Direktorat Pembinaan Badan peradilan Agama
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama. 1991/1992.
Kompilasi Hukum Islam DI Indonesia. Jakarta.
3. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan
Pembelajaran Matakuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Agama Islam.
69
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Nasional, bab 3
4. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003.
Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi.
5. Nurdin, K.H. Muslim dkk. 1996. Moral dan
Kognisi Islam., Bandung: Alfabeta, bab 3
6. Sabiq, Sayid. 1986. Fqhu as-Sunnah.
Diterjemahkan oleh Moh. Thalib dengan
judul: “Fikih Sunnah”. Bandung: PT al-Maarif.
7. Suryana, A. Toto dkk. 1996. Pendidikan
Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara, 3
8. Ya’cub, Hamzah. 1984. Kode Etik Dagang
Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam
berekonomi). Bandung: CV Diponegoro.
9. Yunus, A.Saad. 1987. Hukum Kewarisan.
Jakarta: PT Al Qushwa
10. Zuhdi, Masyfuk. A991. Masailul Fiqhiyah.
Jakarta: CV Haji Mas Agung.
II. Pertanyaan Kunci:
1. Uraikan sumber-sumber hukum Islam secara
singkat yang saudara ketahui!
2. Terangkan hukum-hukum nikah dalam Islam!
70
3. Terangkan bagian-bagian warisan yang telah
ditetapkan Alquran!
4. Terangkan hukum bermu’amalah dengan bank
konvensional!
5. Terangkan hukum bermu’amalah dengan
asuransi!
6. Terangkan hukum bermuamalah dengan
koperasi!
7. Terangkan konsep HAM dalam Islam
71
BAB IIIHUKUM DAN HAM
DALAM ISLAM
3.1. Pendahuluan
72
Hukum atau peraturan yang telah ditetapkan
Allah dan Rasul-Nya wajib dijalankan oleh manusia
muslim agar hidupnya damai dan tertib. Selain hukum
Islam, manusia sebagai bangsa dan warga masyarakat
wajib mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh
ulil amri (pemerintah) selama aturan dan ketetapan
pemerintah tidak membawa masyarakat pada
kemudaratan atau kesesatan.
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Sumber-
Sumber Hukum Islam, 2) Hukum Nikah, 3) Hukum
Waris, 4) Hukum Bermuamalah dengan Bank
Konvensional, 5) Hukum Bermuamalah dengan
Asuransi, 6) Hukum Bermuamalah dengan Koperasi,
dan Hak Azasi Manusia. dalam Islam. Uraian masing-
masing sub pokok bahasan di atas adalah sebagai
berikut.
3.2. Penyajian
A. Sumber Hukum Islam
73
Syariah atau hukum Islam yang sumbernya
secara umum ada dua: Al-Quran dan Hadis. Di antara
ulama ada yang mengatakan tiga. Selain yang dua
disebutkan dimasukkan ijtihad. Sumber hukum yang
ketiga meliputi ijma’ dan qiyas. Agar jelas masing-
masing sub pokok bahasan di atas maka diuraikan
sebagai berikut.
1. Al Quran
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam pertama
dan utama. Menurut keyakinan umat Islam yang
diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Quran
adalah kitab suci yang memuat firman-firman Allah,
sama benar yang disampaikan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit
demi sedikit selama 22 tahun lebih, mula-mula di
Mekah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk
menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia
dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan akhirat.
Al-Quran yang menjadi sumber nilai dan
norma umat Islam itu menurut Muhammad Daud Ali
(1998) terbagi ke dalam:
1. 30 juz (bagian)
74
2. 114 surat (bab)
3. 6666 ayat
4. 74.499 kata atau 325.345 huruf (atau
lebih tepat dikatakan 325.345 suku kata bila
dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia)
Nasaruddin Razak (dalam Daud Ali, 1998)
mengatakan bahwa Al-Quran tidak disusun secara
kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di Gua
Hira’ pada malam 17 Ramadhan tahun pertama
sebelum hijrah atau pada malam nuzulul Quran
ketika Nabi Muhammad berusia 40 tahun,
sekarang kelima ayat itu terletak pada awal surat
al-‘Alaq 1-5.
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia
75
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Ayat terkahir diturunkan di ‘Arafah,
ketika Nabi Muahammad saw berusia 63 tahun
pada tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 hijrah,
kini ayat itu terletak pada surat al-Maidah ayat
tiga. Perhatikan Q.S. al-Maidah ayat 3:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
76
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa, karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat-ayat al-Quran turun dalam dua
periode, Mekah dan Madinah. Ayat atau surat
yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah
disebut ayat atau surat Makkiyah, sedangkan
ayat atau surat yang turun sesudah Nabi hijrah
ke Madinah disebut ayat atau surat Madaniyah.
Ciri-ciri kedua istilah tersebut:
1. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya
pendek-pendek. Jumlah juz, surat dan
ayatnya 19/30, 86/114, dan 4.780 ayat.
Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada
umumnya panjang-panjang. Jumlah juz,
77
surat dan ayatnya 11/30, 28/114 dan 1.456
ayat.
2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-
kata yaa ayyuhannaas (hai manusia)
sedangkan ayat Madaniyah dimulai dengan
kata-kata yaa ayyuhlladziina aamanuu (hai
orang-orang yang beriman).
3. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya
mengenai tauhid yakni keyakinan pada
Kemahaesaan Allah, hari kiamat, akhlak
dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedang ayat Madaniyah memuat masalah
hukum, keadilan, masyarakat dan
sebagainya.
4. Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12
tahun lebih sedang ayat-ayat Madaniyah
selama 10 tahun lebih (Nasaruddin Razak,
1977: 90).
Sistematika penyusunan Al-Quran
ditetapkan oleh Allah sendiri melalui malaikat
Jibril yang disampaikan kepada Rasul-Nya
Muhammad, Dalam ilmu Usul Tafsir disebut
Tauqifi (Quraisy Syihab, 1996: 34).
78
Sistematika Al-Quran tidak seperti buku
(ilmiah), mengikuti metode tertentu. Oleh
karena itu, bila kita membaca al-Quran,
masalah akidah misalnya, berdampingan
dengan soal hukum, sejarah umat yang lalu
disatukan dengan nasihat, dorongan atau tanda-
tanda kebesaran Allah yang ada di alam
semesta. Soal perang berurutan dengan hukum
minuman-minuman yang memabukkan,
perjudian, pemeliharaan anak yatim dan
perkawinan dengan orang musyrik. Misalnya
surat al-Baqarah ayat 216 dan 221:
Artinya; “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
79
Menurut Quraisy Syihab (1996) dalam
bukunya “Membumikan Al-Quran” maksud
sistematika demikian adalah agar orang
mempelajari dan memahami al-Quran sebagai
satu kesatuan yang harus ditaati.
Selama 23 tahun Alquran diturunkan, jika
dikaji isinya, maka ada lima petunjuk isi al-
Quran secara garis besar:
a. Mengenai aqidah yang harus
diyakini oleh manusia;
b. Mengenai syari’ah = jalan yang
harus diikuti manusia dalam berhubungan
dengan Allah dan dengan sesama manusia
demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di
akhirat kelak.
c. Mengenai akhlak = yang baik dan
yang buruk manusia harus
mengindahkannya dalam kehidupan, baik
kehidupan individu maupun kehidupan
sosial.
d. Kisah-kisah umat manusia di zaman
lampau.
80
e. Berita-berita tentang zaman yang
akan datang.
2. Hadis
Hadis sumber ajaran Islam yang kedua.
Ayat-ayat al-Quran yang kandungannya umum
dirinci dalam hadis Nabi. Misalnya “Dirikan
salat dan keluarkan zakat”. Ayat ini hanya
memerintahkan mendirikan salat dan
mengeluarkan zakat, tetapi tidak dirinci salat
apa dan berapa rakaatnya, demikian pula zakat,
tidak dirinci kapan dan berapa kadar harta itu
dikeluarkan.
Hadis menurut pengertian kebahasaan
adalah berita atau sesuatu yang baru. Dalam
ilmu hadis istilah tersebut berarti segala
perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi
tanda setuju (taqrir). Para ahli hadis,
umumnya, menyamakan istilah hadis dengan
istilah sunnah. Namun, ada sementara ahli
hadis mengatakan bahwa istilah hadis
dipergunakan khusus untuk sunnah qauliyah
(perkataan Nabi), sedang sunnah fi’liyah
81
(perbuatan) dan sunnah taqririyah tidak
disebut hadis, tetapi sunnah saja. Dengan
demikian, sunnah lebih luas dan umum
dibandingkan dengan hadis. Sebab, sunnah
meliputi perkataan, perbuatan dan sikap diam
Nabi tanda setuju. Inilah sebabnya, mengapa
untuk semua yang datang dari Rasulullah
(perkataan, perbuatan, dan sikap diam beliau)
biasa dipergunakan perkataan hadis. Dalam
hubungan kajian ini, perlu ditambahkan, bahwa
sunnah atau hadis Nabi kini dihimpun dalam
berbagai kitab hadis.
Sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, hadis mempunyai peranan penting
setelah al-Quran sebagai kitab suci dan
pedoman hidup umat Islam diturunkan pada
umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci
dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat
dipahami dan diamalkan. Di dalam Alquran,
Surat Al Hasyr ayat 7:
82
Artinya: ”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Ada tiga peranan hadis disamping al-
Quran sebagai sumber agama dan sumber
ajaran Islam:
1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang
terdapat dalam Alquran, misalnya
mengenai salat. Ketentuan itu ditegaskan
lagi pelaksanaannya dalam sunnah
Rasulullah. Contoh: mengenai shaum. Di
dalam Alquran terdapat ayat mengenai
83
puasa Ramadhan, tetapi pelaksanannya
ditegaskan dan dikembangkan lebih lanjut
oleh Nabi melalui sunnah beliau. Demikian
juga halnya dengan zakat dan haji.
2. Sebagai penjelasan isi Alquran. Dengan
mengikuti contoh di atas, misalnya
mengenai salat. Di dalam Alquran Allah
memerintahkan manusia mendirikan salat.
Namun, di dalam kitab suci itu tidak
dijelaskan mengenai banyaknya rakaat,
cara, rukun dan syarat mendirikan salat.
Nabilah yang menyebut sambil
mencontohkan jumlah rakaat setiap salat,
cara, rukun, dan syarat mendirikan salat.
Demikian juga halnya dengan shaum dan
haji.
3. Menambahkan atau mengembangkan
sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Alquran. Contoh:
adalah larangan Nabi mempermadu
(mengawini) sekaligus atau mengawini
pada waktu (bersamaan) seseorang
perempuan dengan bibinya. Larangan ini
84
tidak terdapat dalam larangan-larangan
perkawinan di surat an-Nisaa’ ayat 23.
Perhatikan ayat tersebut.
Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
85
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dilihat dari hikmah larangan itu jelas,
bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau
putusnya hubungan silaturrahmi antara dua
kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama
Islam.. Dengan larangan itu, Nabi seakan-akan
mengisi “kekosongan” mengenai larangan
perkawinan (Ali, 1998: 114-115).
Melalui kitab-kitab hadis yang memuat
sunnah Rasulullah, dikalangan Sunni terkenal
“kutubussittah” = enam kitab hadis, yaitu:
1. Kitab Sahih Bukhari
2. Kitab Sahih Muslim
3. Kitab Sunan Abu Daud
4. Kitab Sunan an-Nasaai
5. Kitab Sunan At-Turmudzy
6. Kitab Sunan Ibnu Majah
Tanpa Sunnah sebagian besar isi
Alquran akan tersembunyi dari mata manusia..
86
Di dalam Alquran tertulis misalnya perintah
untuk mengerjakan salat. Tanpa sunnah, orang
tidak akan tahu bagaimana cara
mengerjakannya.
Selain hadis Nabi, ada hadis yang
disebut dengan hadis Qudsi yang tidak menjadi
bagian al-Quran, tetapi di dalamnya Tuhan
berbicara melalui Nabi, disampaikan dengan
kata-kata Nabi sendiri. Hadis qudsi adalah
hadis yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
saw yang maknanya dari Allah swt. sedang
membacanya tidak bernilai ibadah. Meskipun
hadis Qudsi jumlahnya sedikit, tetapi
peranannya sangat penting sehingga menjadi
dasar kehidupan spritual Islam bersama dengan
beberapa surat tertentu di dalam Alquran.
Isi hadis Qudsi kebanyakan tentang
hubungan langsung antara manusia dengan
Tuhan seperti tersirat dalam Hadis Qudsi yang
terkenal yang sering diucapkan berulang-ulang
oleh para sufi sepanjang masa: “Hambaku
tidak pernah berhenti mendekatkan dirinya
kepada-Ku melalui pengabdian yang bebas
87
sampai Kucintai dia. Dan apabila telah
kucintai dia, maka Akulah pendengaran
dengan apa ia dengar, mata dengan apa ia
lihat, tangan dengan apa ia berjuang, kaki
dengan apa ia berjalan”
3. Ijtihad
Sebagai sumber ajaran Islam yang
ketiga, kedudukan akal pikiran manusia
menjadi syarat penting dalam sistem ajaran
Islam. Di dalam kepustakaan, sumber ajaran
Islam yang ketiga ini disebut istilah ar-Ra’yu
atau sering juga disebut kata ijtihad. Istilah
terakhir disebutkan (ijtihad) diartikan dengan
“usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman
tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari,
menemukan dan menetapkan nilai dan norma
yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya
di dalam Alquran dan Hadis.” (Ali, 1998).
Pengertian ijtihad menurut Suryana dkk (1996)
agak berbeda yang disampaikan Muhamad
Daud Ali di atas, yaitu: menggunakan seluruh
88
kesanggupan dan kemampuan untuk
menetapkan hukum syara’ dengan jalan
mengeluarkan dari Kitab dan Sunnah.
Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa orang
yang melakukan ijtihad disebut “Mujtahid”
yaitu ahli fikhi yang menghabiskan seluruh
kesanggupannya untuk memperoleh
persangkaan yang kuat terhadap suatu hukum
agama dengan jalan istimbath (mengeluarkan)
hukum dari Alquran dan Sunnah.
Kebenaran hasil ijtihad tidaklah mutlak,
melainkan persangkaan yang kuat kepada
benar, karena itu mungkin saja antara satu
mujtahid dengan mujtahid yang lain hasilnya
berbeda, karena perbedaan pengalaman, ilmu
dan adat kebiasaan yang berpengaruh kepada
hasil ijtihad mereka.
Masalah yang dijtihadkan adalah
masalah:
1. Hukum yang tidak mempunyai dalil yang
pasti;
2. Bukan masalah hukum akal;
89
3. Bukan masalah yang berhubungan dengan
ilmu kalam;
4. Bukan masalah yang sudah mempunyai
dalil yang pasti.
Ijtihad ada dua macam: 1) ijtihad
perorangan dan 2) ijtihad kelompok. Ulama
mujtahid melakukan ijtihad dengan
memperhatikan dalil-dalil yang tinggi
tingkatannya kemudian berurut kepada
tingkatan berikutnya. Urutan tersebut sebagai
berikut:
1. Nash Alquran
2. Hadis mutawatir
3. Hadis Ahad (yang sahih)
4. Zhahir Quran dan Zhahir Hadis
Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh
siapa saja, tetapi hendaklah orang yang
berijtihad itu memiliki kapasitas dan kualifikasi
ilmu yang memadai. Untuk itu, seorang
mujtahid harus memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Menguasai ayat-ayat dan hadis-
hadis hukum;
90
2. Menguasai bahasa Arab dan segala
gramatikalnya;
3. Menguasai kaedah-kaedah ilmu
Ushul;
4. Menguasai soal-soal ijma’
(kesepakatan ulama);
5. Menguasai ayat-ayat yang di-nasikh
dan ayat-ayat yang di-mansukhkan;
6. Menguasai ilmu Riwayah dan dapat
membedakan antara hadis sahih, hasan dan
dha’if.
Ijtihad dewasa ini, tidak hanya
dilakukan oleh pakar agama saja, tetapi juga
melibatkan pakar-pakar yang lain yang relevan
dengan masalah yang sedang dibahas,
Misalnya masalah kedokteran dan masalah
teknologi dan sebagainya.
Perlu diingatkan, bahwa fungsi hukum
Islam dalam kehidupan bermasyarakat meliputi
1) fungsi ibadah, 2) fungsi amar ma’ruf nahi
mungkar, 3) fungsi pengaturan, yaitu berfungsi
sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin
dan memperlancar proses interkasi sosial
91
sehingga terwujudlah masyarakat yang
harmonis, sejahtera, dan aman.
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan
penegakan hukum di Indonesia semakin jelas,
antara lain: 1) UU No 1 1974 tentang
Perkawinan; Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik,
UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, UU
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Nomor 41
Tahun 2004 tentang Waqaf, dan UU Nomor 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
B. Pernikahan
Sebelum menguraikan hukum-hukum nikah,
terlebih dahulu dijelaskan pengertian nikah, yaitu:
1. Pengertian Nikah
92
Nikah menurut bahasa berarti menghimpun,
sedangkan menurut istilah berarti akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak
dan kewajiban antara keduanya. Pernikahan dalam arti
luas adalah suatu ikatan lahir dan batin antara dua
orang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama
dalam suatu rumah tangga dan untuk mendapatkan
keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-
ketentuan syariat Islam. (Kompilasi Hukum Islam,
1991/1992)
2. Hukum Nikah
Asal hukum pernikahan boleh, tetapi
selanjutnya hukum itu sangat tergantung kepada
kondisi atau keadaan orang yang bersangkutan, karena
itu hukum nikah bisa wajib, sunnat, mubah, makruh
dan haram (Suryana dkk, 1996: 95).
a. Nikah yang hukumnya wajib adalah nikah
bagi orang yang telah cukup sandang, pangan dan
papan dan dikhawatirkan terjerumus kepada
perzinaan.
b. Nikah yang hukumnya sunnat (boleh) adalah bagi
orang yang berkeinginan menikah serta memiliki
93
kemampuan sandang, pangan dan papan dan tidak
dikhawatirkan terjerumus kepada kemaksiatan.
c. Nikah yang makruh adalah nikah bagi orang yang
tidak mampu lahir dan tidak mampu batin.
d. Nikah yang hukumnya haram adalah nikah bagi
orang yang menikah bukan karena Allah, tetapi
karena hartanya saja, kecantikannya saja atau ada
niat balas dendam atau menyakiti wanita yang
dinikahinya.
3. Tujuan Nikah
Pernikahan dalam Islam bertujuan selain
menghalalkan hubungan seksual dua orang yang
berbeda jenis kelamin, mendapatkan keturunan, juga
bertujuan untuk dalam arti luas, yaitu bagaimana
mewujudkan generasi yang salih dan salihah serta
cerdas sebagai harapan kelangsungan pembangunan
agama, bangsa dan negara dari pasangan suami-isteri
yang sakinah. Perhatikan firman Allah dalam Alquran
Surat al-rum ayat 21:
94
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Rasulullah bersabda: “Nikah itu sunnahku,
barang siapa membenci pernikahan, maka ia tidak
termasuk umatku.” Dalam hadis Nabi yang lain:
“Nikah itu setengah iman.”
4. Perempuan yang haram dinikahi
Adapun perempuan yang haram dinikahi
adalah:
a.. Diharamkan karena keturunan:
Ibu ke atas;
1). Anak perempuan dan seterusnya ke bawah;
2). Saudara perempuan sekandung, seayah dan
seibu;
3). Bibi (saudara ibu, baik sekandung atau
perantaraan ayah dan ibu);
4). Bibi (saudara ayah baik sekandung atau
dengan perantaraan ayah atau ibu)
95
5). Anak perempuan dari saudara laki-laki terus
ke bawah;
6). Anak perempuan dari saudara perempuan
terus kebawah.
b. Diharamkan karena susuan
a. Ibu yang menyusui
b. Saudara perempuan yang mempunyai
hubungan susuan
c. Diharamkan karena suatu perkawinan
a. Mertua dan seterusnya ke atas, baik ibu
dari keturunan maupun susuan
b. Anak tiri, jika sudah campur dengan ibunya
c. Isteri ayah dan seterusnya ke atas
d. Wanita-wanita yang pernah dikawini ayah,
kakek sampai ke atas
e. Menantu dan seterusnya
d. Diharamkan untuk sementara
a. Pertalian nikah, yaitu perempuan yang
masih dalam ikatan pernikahan, kalau
sudah dicerai dan habis masa iddahnya
boleh dinikahi
b. Talak baik kubra, yaitu perempuan
yang ditalak dengan talak tiga, haram
96
dinikahi oleh bekas suaminya, kecuali telah
dinikahi oleh laki-laki lain serta telah
dicampuri, apabila cerai dan habis masa
iddahnya boleh dinikah oleh bekas
suamniya yang pertama.
c. Menghimpun dua perempuan
bersaudara, apabila salah satu telah dicerai
atau meninggal, maka yang lainnya boleh
dinikah.
d. Menghimpun perempuan lebih dari
berlainan agama, apabila perempuan itu
masuk Islam boleh dinikah.
5. Pelaksanaan Nikah
Pernikahan dinyatakan sah apabila lengkap
rukun-rukunnya, yaitu 1) Kedua calon pengantin,
2) wali, 3) dua orang saksi, 4) mahar atau mas
kawin, 5) ijab kabul
Masing-masing rukun nikah tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1) Calon pasangan sumai-isteri, yaitu laki-laki
muslim dan perempuan muslimah yang tidak
diharamkan untuk menikah
97
2) Wali, yaitu orang yang bertanggungjawab
menikahkan pengantin perempuan, baik wali
nasab maupun wali hakim.
Wali nasab adalah wali yang ada hubungan
darah dengan permpuan yang akan dinikahkan.
Urutan orang yang menjadi wali bagi
perempuan yang dinikahkan sebagai beriktu:
1. Ayah kandung
2. Kakek dari ayah
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki sekandung dari ayah
8. Saudara laki-laki seayah dari ayah
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu
se ayah dari ayah
10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
dari ayah
Urutan wali-wali di atas secara berurut
diberlakukan mulai pertama sampai ke bawah,
bila urutan pertama tidak ada atau berhalangan.
98
Sedangkan wali hakim adalah wali yang
diangkat untuk menikahkan perempuan yang
tidak memiliki atau karena sesuatu hal tidak
ada wali nasab.
3). Saksi, yaitu dua orang laki-laki dewasa yang
menjadi saksi atas terjadinya suatu pernikahan
untuk menguatkan akad nikah yang terjadi dan
menjadi saksi keabsahan keturunan yang lahir
dari pernikahan tersebut.
4). Mahar, yaitu pemberian pihak laki-laki kepada
perempuan pada saat pernikahan. Jumlah dan
jenis mahar tidak ditentukan oleh ajaran Islam,
tetapi dianjurkan untuk disesuaikan dengan
kemampuan laki-laki. Apabila pasangan itu
bercerai sebelum bercampur, maka laki-laki
memiliki hak untuk menerima pengembalian
maharnya sebanyak seperduanya, tetapi apabila
perceraian itu terjadi sesudah bercampur, maka
perempuan memiliki hak sepenuhnya terhadap
mahar yang diterimanya pada saat pernikahan.
Mahar adalah hak perempuan (isteri), karena
itu jika isteri tidak memberikan atau
menyetujui pemakainnya bersama-sama
99
dengan suaminya, maka harta yang diperoleh
dari mahar itu tetap menjadi milik isteri,
sehingga apabila terjadi perceraian di
kemudian hari, harta yang diberikan sebagai
mahar tidak dijadikan harta yang dibagi dengan
suaminya, atau apabila suami meninggal lebih
dahulu, maka mahar itu bukan harta pusaka
suami. Tetapi apabila isteri meridai harta
mahar itu digunakan untuk berdua, maka harta
itu menjadi milik bersama.
5). Ijab kabul. Ijab adalah ucapan penyerahan dari
wali perempuan kepada pihak laki-laki dan
qabul adalah ucapan penerimaan pihak laki-
laki atas penyerahan perempuan dari walinya.
Ucapan ijab qabul yang umum digunakan di
Indonesia antara lain sebagai berikut:
Wali: Aku nikahkan engkau dengan anakku
(disebut nama pengantin perempuan) dengan
mas kawin (sebut jenis, jumlah) tunai. Qabul
dari pengantin laki-laki: Aku terima nikahnya
(sebut nama perempuan) dengan mas kawin
(sebut jenis, jumlah) tunai.
100
Setelah ijab qabul dilakukan, maka sahlah
pasangan itu sebagai suami-isteri. Masing-masing
memiliki hak dan kewajiban, yaitu suami
berkewajiban memberikan nafkah lahir batin,
memberikan sandang pangan dan papan,
memberikan keamanan dan ketenteraman dalam
keluarga. Sementara itu ia pun memiliki hak
mendapatkan pelayanan dan ketaatan dari
isterinya. Sedangkan isteri memiliki kewajiban
untuk mentaati suami, mengelola nafkah dan
mengatur tata laksana rumah tangga dengan baik.
Hak dan kewajiban suami isteri pada dasarnya
seimbang dan bentuknya dapat dibicarakan dan
disepakati bersama. Suami adalah pemimpin dalam
keluarga yang membimbing dan memberi arah
yang jelas dalam mencapai tujuan keluarga. Dalam
memegang kepemimpinan tersebut suami dituntut
untuk berlaku adil dan mengembangkan
musyawarah dalam keluarga, sehingga dalam
keluarga terjadi komunikasi, saling
memperlihatkan dan saling memberikan kasih
sayang (A. Toto Suryana, 1996).
101
6. Hikmah Pernikahan
Hikmah pernikahan, secara garis besarnya
adalah:
1. Memelihara derajat manusia agar terhindar
dari sifat-sifat kebinatangan
2. Menjaga garis keturunan seperti yang
diperintahkan Rasul, bahwa “Aku bangga di
hari Kemudian kelak mempunyai umat yang
banyak”
3. Mengembangkan kasih sayang seperti firman
Allah: “Sebagian tanda-tanda kebesaran-Ku
adalah menciptakan manusia berpasang-
pasangan agar mereka rukun, sakinah penuh
cinta dan kasih sayang.
PERKULIAHAN KE-6
102
Perkauliahan keenam masih lanjutan dari bab
III (Hukum dan HAM dalam Islam).
C. Kewarisan Islam
Hukum kewarisan adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
masing-masing (Kompilasi Hukum Islam, 1991/1992:
89).
Mawaris menurut bahasa perpindahan dari
sesuatu kepada orang lain, baik perpindahan konkrit
maupun abstrak. Adapun perpindahan yang konkrit
misalnya perpindahan harta benda. Sedang
perpindahan abstrak seperti perpindahan ilmu
pengetahuan (Yunus, 1987: 1).
Menurut istilah mawaris adalah aturan yang
berkaitan dengan pembagian harta pusaka,
pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat
disampaikan kepada pembagi harta pusaka dan
pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari
harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka
(Suryana dkk, 1996: 111).
103
Selanjutnya, dalam buku tersebut dijelaskan
beberapa pengertian yang berkaitan dengan kewarisan
sebagai berikut:
1. Pewaris adalah orang yang pada saat
meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan Pengadilan Islam,
meninggalkan ahli waris dan harta
peninggalan.
2. Ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.
3. Harta peninggalan adalah harta yang
ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa
harta benda yang menjadi miliknya maupun
hak-haknya.
4. Harta warisan dalah harta bawaan ditambah
bagian dari harta bersama setelah digunakan
untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah,
pembayaran hutang dan pemberian untuk
kerabat (hibah).
104
5. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari
pewaris kepada orang lain atau lembaga yang
akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
6. Hibah adalah pemberian suatu benda secara
sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk
dimiliki.
7. Anak angkat adalah anak yang dalam hal
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih
tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada
orang tua angkatnya berdasarkan putusan
Pengadilan.
8. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan atau
kas negara..
Setelah mayat dikuburkan, keluarganya wajib
mengelola harta peninggalannya dengan langkah-
langkah: 1) Membiayai perawatan jenazahnya, 2)
Membayar zakatnya, jika si mayat belum
mengeluarkan zakat sebelum meninggal dunia, 3)
Membayar utang-utangnya apabila mayat
meninggalkan utang, 4) Membayar wasiatnya, jika si
mayat mewasiatkan sebelum meninggal dunia, dan 5)
105
Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta
peninggalan milik mayat sebagai harta pusaka yang
dinamai tirkah atau harta yang akan dibagikan kepada
ahli waris masyat berdasarkan ketentuan hukum waris
Islam.
Seseorang berhak pusaka mempusakai disebabkan
oleh hal-hal berikut:
1. Perkawinan = adanya ikatan yang sah antara laki-
laki dan perempuan sebagai suami isteri. Keduanya
memiliki hak waris mewarisi yang tidak terhalang
oleh ahli waris manapun.
2. Kekerabatan = hubungan nasab antara orang yang
mewariskan dan orang yang mewarisi yang
disebabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak
akan terputus, karena yang menjadi sebab adanya
seseorang tidak bisa dihilangkan.
3. Perwalian = kekerabatan yang timbul karena
membebaskan budak, dan kekerabatan yang timbul
karena adanya perjanjian tolong menolong dan
sumpah setia antara seseorang dengan orang lain.
Pembagian harta pusaka dalam Islam telah
ditentukan dengan rinci dan jelas.
Perincian dan penjelasannya sebagai berikut:
106
1. Pusaka dengan sebab perkawinan ada dua, yaitu
Isteri dan suami.
a. Bagian isteri ada dua macam: a) seperempat =
jika suami tidak mempunyai anak, baik laki-
laki maupun perempuan atau cucu perempuan
dari anak laki-laki terus ke bawah, b)
seperdelapan = jika suami mempunyai anak
(Dasar hukumnya: tugas anda, tulis dan
terjemahkan surat an-Nisaa’ ayat 12)
b. Bagian Suami: 1) seperdua = jika isterinya
tidak mempunyai anak, baik laki-laki maupun
perempuan atau cucu perempaun ke bawah, 2)
seperempat = jika isterinya meninggalkan anak
atau cucu. (dasar hukunya: tugas anda, tulis
dan terjemahkan surat an-Nisaa’ ayat 12)
2. Pusaka dengan sebab kekerabatan ada tiga, yaitu:
anak perempuan, anak laki-laki dan cucu
perempuan dari anak laki-laki.
a. Anak perempuan.
Bagian anak perempuan ada tiga
kemungkinan: 1). Seperdua = jika ia sendiri
saja, tidak ada saudaranya laki-laki (tugas
Anda: tulis dan terjemahkan sebagian surat an-
107
Nisaa’ ayat 11); 2) Dua pertiga = jika dua anak
perempuan ke atas dan tidak mempunyai
saudara laki-laki (tulis dan terjemahkan
sebagian surat an-Nisaa’ ayat 11); 3). ‘Ashabah
(sisa) = jika anak perempuan mempunyai
saudara laki-laki.
b. Anak laki-laki
Anak laki-laki tidak termasuk ahli waris
yang sudah ditentukan kadarnya, tetapi ia
termasuk ahli waris yang menerima sisa dari
seluruh harta pusaka apabila tidak ada
saudaranya seorang perempuan atau lebih.
Anak laki-laki adalah ahli waris utama,
kendatipun kedudukan dalam warisan sebagai
penerima sisa, tidak pernah dirugikan, sebab ia
dapat menghalangi ahli waris lain dengan hijab
hirman-nya (hijab total) atau mengurangi
penerimaan ahli waris lain dengan hijab
nuqshan-nya.
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki
Bagian cucu perempuan dari anak laki-laki: 1)
Setengah = jika ia seorang diri, 2) Dua pertiga
= jika dua orang atau lebih dan tidak ada
108
saudara laki-laki, dan 3) Ashabah atau sisa, bila
ia bersama dengan saudara laki-laki yang
sederajat. Yang mendapat ashabah: 1) Cucu
laki-laki dari anak laki-laki, 2) Ia mendapatkan
semua harta warisan, jika tidak ada anak laki-
laki(ayahnya) dan tidak ada saudaranya
perempuan yang sederajat., dan 3) Mendapat
sisa dengan cara 2:1 jika ada saudara
perempuan yang sederajat.
d. Bagian ibu ada tiga macam: 1) Seperenam =
jika simayit mempunyai anak dan ahli waris
lain (surat an- Nisaa’ ayat 11, tulis dan
terjemahkan sepotong ayat tersebut), 2)
Sepertiga = jika simayit tidak mempunyai anak
dan tidak ada ahli waris lain dasar hukumnya
surat an-Nisaa’ ayat 11, tulis dan terjemahkan
sepotong ayat tersebut). Imformasi selanjutnya.
(baca: A.Toto Suryana, 1996: 120)
e. Bagian ayah ada tiga macam: 1) Seperenam =
jika si mayit mempunyai anak dan ahli waris
lain, 2) Seperenam dan ‘ashabah. Ayah
mendapatkan ‘ashabah jika si mayit tidak
109
mempunyai anak laki-laki maupun perempuan
ke bawah.
g. Bagian kakek ada tiga macam: 1) Seperenam =
jika si mayit mempunyai anak, 2) Seperenam
dan ‘ashabah, dan 3) ‘Ashabah (sama
kedudukannya dengan ayah di atas)
PERKULIAHAN KE-7
110
Perkauliahan ketujuh masih lanjutan dari bab
III (Hukum dan HAM dalam Islam).
D. Hukum Bermuamalah dengan Bank
Konvensional
Dewasa ini, umat Islam hampir tidak bisa
menghindari diri dari bermuamalah dengan bank
konvensional yang memakai system bunga itu dalam
segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan
agamanya. Misalnya ibadah haji di Indonesia, umat
Islam di Indonesia harus memakai jasa bank, apalagi
dalam kehidupan ekonomi tidak bisa lepas dari jasa
bank. Tetapi, akhir tahun 2003 yang lalu Majelis
Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa
bunga bank konvensioanl “haram” dengan melalui
penelitian dan pengawasan yang panjang.
Akibat fatwa MUI tersebut oleh masyarakat
Islam, khususnya para pakar dan cendikiawan muslim
terbagi kepada dua kelompok: 1) mereka setuju
dengan fatwa MUI. Dengan alasan bahwa lembaga
yang legal seperti MUI yang mengeluarkan fatwa itu
yang pengurusnya sarat dengan pakar-pakar atau
cendikiawan Muslim, 2) tidak sependapat. Dengan
alasan bahwa bank syari’ah atau bank Islam yang ada
111
sekarang belum sepenuhnya siap melayani para
nasabah, sekiranya mereka mentransfer dananya dari
bank konvensional ke bank Islam. Selain itu, fasilitas
yang dimiliki bank Islam belum selengkap yang
dimiliki bank konvensional.
Hemat kami sebagai dosen Pendidikan Agama
Islam di Politeknik Negeri Ujung Pandang
menyerahkan kepada masyarakat sebagai pengguna
jasa bank, mereka yang memilih dan menentukan
pilihannya, di lembaga keuangan mana yang
dikehendaki untuk bermuamalah dengan bank.
Pandangan ulama yang mengharamkan
bermuamalah dengan bank konvensional menurut
Masyfuk Zuhdi, 1991: 107-110) dan A. Toto Suryana,
1996: 184) adalah sebagai berikut:
Pendapat Abu Zahrah, Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Cairo Abul A’la al-Maududi
(Pakistan), Muhammad Abduh al-A’rabi, Penasehat
hukum pada Islamic Congres Cairo dan lain-lain
menyatakan bahwa bunga bank konvensional adalah
riba nasiah (riba langsung) yang dilarang Islam.
Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah
dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali
112
kalau dalam keadaan darurat atau terpaksa. Dan
mengharapkan lahirnya bank Islam yang tidak
menggunakan sistem bunga sama sekali.
Sedang ulama yang membolehkan
bermuamalah dengan bank konvensional adalah
A.Hassan, pendiri dan pemimpin Pesantren Bangil
(Persis). Alasannya adalah bunga yang diberikan oleh
bank tidak berlipat ganda seperti yang diharamkan
dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 130:
Ulama yang mengatakan bahwa bunga bank
konvensional hukumnya syubhat (tidak jelas kehalalan
dan keharamannya) seperti, Pendapat Majelis
Tarjihmuhammadiyah di Sidoarjo Jawa Timur tahun
1968. Sesuai dengan petunjuk Nabi dalam hadisnya
bahwa apabila kamu ragu-ragu terhadap sesuatu akan
kehalalannya dan keharamannya maka tinggalkanlah
atau jangan kamu lakukan. Tetapi jika sangat
dibutuhkan (terpaksa) maka bermuamalah dengan
bank konvensional sekadarnya.
113
E. Hukum
Bermuamalah dengan Asuransi
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
d. Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tertanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
e. Contohnya, seorang pasangan membeli rumah seharga Rp. 100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa mereka kepada kehancuran finansial, mereka
114
mengambil perlindungan asuransi dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan asuransi
Di kalangan ulama dan cendikiawan Muslim
ada empat pendapat tentang hukum asuransi menurut
Masyfuk Zuhdi (1991: 127-129) yang dikutip dari
Fiqhi Sunnah dan Kode Etik Dagang Menurut Islam
oleh Hamzah Ya’cub (1984: 295-310), yaitu
mengharamkan asuransi dalam segala macam
bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
Ulama dalam kelompok ini adalah Sayyid Sabiq,
Abdullah al_Qalqili (mufti Yordania), Muhammad
Yusuf al-Qardhawi (pengarang buku al-Halal wal
Haram fil Islam), dan Muhammad Bakhit al-Muth’i
(mufti Mesir). Alasan-alasan mereka adalah:
1. Asuransi pada hakikatnya sama dengan
judi
2. Mengandung unsur tidak jelas dan tidak
pasti
115
3. Mengandung unsur riba
4. Mengandung unsur eksploitasi, karena
pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi
premi yang telah dibayarkan.
5. Premi-premi yang telah dibayarkan
oleh para pemegang polis diputar dalam praktek
riba
6. Asuransi termasuk tukar menukar uang
tidak dengan tunai. Hidup dan mati manusia
dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului
takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ulama yang membolehkan semua asuransi
dalam prakteknya sekarang ini. Kelompok ulama yang
mendukung pendapat ini adalah Abdul Wahab Khallaf,
Mushthafa Ahmad Zarqa’ (Guru Besar Hukum Islam
pada Fakultas Syariah Universitas Syiria, Muhammad
Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada
Universitas r Cairo Mesir, dan Abdurrahman ‘Isa
(Pengarang buku Al-Muamalat al-Haditsah wa
Ahkaamuhaa). Alasan mereka membolehkan asuransi
termasuk asuransi jiwa adalah:
116
1. Tidak ada nas al-Quran dan Hadis yang
melarang asuransi
2. Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah
pihak
3. Saling menguntungkan kedua belah
pihak
4. Mengandung kepentingan umum, sebab
premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan
untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk
pembangunan.
Asuransi termasuk akad kerjasama bagi hasil
antara pemegang polis dengan pihak perusahaan
asuransi yang memutar modal atas dasar profit and
loss sharing. Mereka beralasan bahwa:
1. Asuransi termasuk koperasi
2. Disamakan dengan taspen.
3. Membolehkan asuransi yang bersifat
sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-
mata bersifat komersial. Pendukung kelompok ini
adalah Muhammad Abu Zahrah (Guru Besar
Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir.
Alasan beliau membolehkan asuransi yang bersifat
sosial pada garis besarnya sama dengan alasan
117
pendapat kedua; sedangkan alasan yang
mengharamkan asuransi yang bersifat komersial
pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat
pertama.
4. Menganggap asuransi itu syubhat (tidak
jelas hukumnya, antara halal dan haram).
Alasannya adalah tidak ada dalil-dalil syar’i yang
secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan
asuransi. Informasi selanjutnya, baca buku
“Masailul Fiqhiyah oleh Masyfuq Zuhdi, hal. 130-
132).
E. Hukum
Bermuamalah dengan Koperasi
Pengertian Koperasi adalah organisasi ekonomi
rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-
orang atau badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi sebagai usaha berdasarkan
atas asas kekeluargaan.
Suryana dkk (1996: 185) mengatakan bahwa
koperasi sebagai lembaga ekonomi merupakan
aplikasi dari konsep ta’awun (kerja sama dan
tolong menolong) yang sangat dianjurkan oleh
ajaran Islam. Keberpihakan kepada kesejahteraan
118
anggota sebagai suatu keluarga adalah sifat
koperasi yang mulia, Jika koperasi ditata
sedemikian rupa dapat menjadi lembaga ekonomi
yang kuat, saling memajukan antar anggota,
sehingga pemerataan kesejahteraan dapat
dirasakan oleh masyarakat banyak.
Dalam penyelenggaraan koperasi yang baik
harus berdasarkan sendi koperasi secara umum,
yaitu:
a. Saling menolong
b. Tanggungjawab
c. Keadilan
d. Ekonomis
e. Demokrasi
f. Kemerdekaan
g. Pendidikan
Apabila salah satu di antara tujuh sendi
koperasi disebutkan di atas tidak terpenuhi,
misalnya tidak ada keadilan atau kejujuran bagi
pengurus koperasi maka lembaga ekonomi
seperti ini hilang berkahnya. Firman Allah
dalam sebuah Hadis Qudsi: “Aku memberikan
berkah kepada suatu lembaga yang
119
pengurusnya tetap berlaku adil dan jujur
dalam menjalankan kegiatannya, tetapi ketika
mereka berkhianat, maka Aku mencabut
berkahnya kegaiatan itu.”
Masyfuk Zuhdi (1991:13) dalam bukunya
“Masailul Fiqhiyah” mengutip pendapat
Mahmud Syaltut tentang bagian-bagian
koperasi, yaitu:
1. Syirkah abdan adalah kerja sama antara
dua orang atau lebih untuk melakukan
suatu usaha/ pekerjaan, yang hasilnya
dibagi antara mereka menurut perjanjian,
misalnya usaha konfeksi, bangunan, dan
sebagainya. Abu Hanifah dan Malik
membolehkan syirkah ini, sedangkan
Syafi’i melarangnya.
2. Syirkah mufawadah adalah kerja sama
antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha dengan modal uang
atau jasa dengan syarat sama modalnya,
agamanya, mempunyai wewenang
melakukan perbuatan hukum, dan masing-
masing berhak bertindak atas nama syirkah.
120
Para imam mazhab melarang syirkah
seperti ini, kecuali Abu Hanifah yang
membolehkannya.
3. Syirkah wujuh adalah kerja sama antara
dua orang atau lebih untuk membeli
sesuatu tanpa modal uang, tetapi hanya
berdasarkan kepercayaan para pengusaha
dengan perjanjian profit and loss sharing.
Keuntungan dibagi antara mereka sesuai
dengan bagian masing-masing). Ulama
Hanafi dan Hambali membolehkan syirkah
ini, sedangkan ulama Syafi’i dan Maliki
melarangnya, karena menurut mereka
syirkah hanya boleh dengan uang atau
pekerjaan, sedangkan uang dan pekerjaan
tidak terdapat dalam syirkah ini.
4. Syirkah ‘inan adalah kerja sama antara dua
orang atau lebihg dalam pemodalan untuk
melakukan suatu bisnis atas dasar profit
and loss sharing sesuai dengan jumlah
modalnya masing-masing. Dan syirkah
macam ini disepakati oleh ulama tentang
kebolehannya dilakukan.
121
G. Hak Asasi Manusia dalam Islam
Manusia sebagai makhluk sosial dianugerahi
hak dasar yang disebut hak azasi. Dengan hak azasi
manusia merupakan suatu hak dasar yang melekat
pada diri manusia, misalnya hak mendapatkan
perlindungan dan kemanan, hak mencari nafkah
dengan bebas, hak mendapatkan pendidikan (Hasanah,
2007: 19).
Hak azasi menurut Islam merupakan anugerah
Allah Swt, manusia diharapkan memanfaatkan
pemberian tersebut dengan baik. Oleh Karena itu,
kehendak dan petunjuk Allah sangat dibutuhkan
dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh manusia
berhak mendapatkan kebahagiaan dan keamanan
dalam hidupnya.
3.3 Penutup
Sumber hukum Islam ada empat: 1) Alquran,
2) hadis, 3) Ijma’, dan 4) Qiyas. Selanjutnya, tatacara
pernikahan dan kewarisan, cara dan tatacaranya telah
ditetapkan dalan Alquran dan Hadis Nabi yang sahih
(sah). Adapun hukum bermualamah dengan bank
122
konvensional, hukum bermuamalah dengan asuransi
dan hukum bermuamalah dengan koperasi termasuk
masalah ijtihad dan diperselisihi hukumnya oleh
ulama.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Terangkan pengertian Al-Quran, Hadis dan
Ijtihad menurut bahasa dan istilah!
2. Terangkan rukun dan syarat-syarat nikah!
3. Terangkan siapa saja ahli waris dari pihak laki-
laki dan perempuan yang mendapatkan warisan
4. Berapa bagian masing-masing ahli waris!
5. Mengapa bagian anak-laki-laki lebih banyak
daripada bagian anak perempuan?
6. Terangkan hukum bermu’amalah dengan bank
konvensional!
7. Kemukakan pandangan ulama tentang bunga
bank Konvensional!
8. Terangkan hukum bermu’amalah dengan
asuransi!
9. Terangkan hukum bermuamalah dengan
asuransi dan koperasi!
123
PERKULIAHAN KE-8
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian akhlak, moral dan
etika
2. Menerangkan perbedaan akhlak dengan
moral
3. Menguraikan karakteristik akhlak dalam
Islam
4. Menguraikan aktualisasi akhlak dalam
124
kehidupan
Pokok Bahasan:
Akhlak, Moral dan Etika
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini,
mahasiswa akan mempelajari tentang pengertian
akhlak dan moral, perbedaan akhlak dengan moral,
karakteristik etika Islam, dan aktualisasi akhlak
dalam kehidupan
I. Bahan Bacaan:
1. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakrta: PT Raga Grafindo Persada, bab 7
2. Djatnika, Rahmat. 1987. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Surabaya: Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi.
3. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, bab 4
4. Nurdin, K.H.Muslim, dkk. 1993. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta, bab 7
125
5. Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam (Pembinaan Akhlaqul Karimah, Suatu Pengantar. Bandung: Deponegoro
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian akhlak, moral dan etika!
2. Terangkan perbedaan akhlak dengan moral!
3. Uraikan karakteristik etika dalam Islam!
4. Uraikan aktualisasi akhlak dalam kehidupan
126
BAB IVAKHLAK, MORAL DAN
ETIKA
127
Pendahuluan
Akhlak atau moral sangat dibutuhkan manusia
dalam kehidupannya. Bila manusia tidak bermoral
maka ia akan sengsara bahkan celaka. Sebaliknya, bila
manusia bermoral yang baik akan dihargai atau
diohormati oleh orang lain. Dengan demikian, moral
sangat penting dimiliki oleh setiap orang.
Dalam bab ini akan dibahas tentang: 1) Pengertian
Akhlak, Moral dan Etika, 2) Perbedaan akhlak dengan
moral, 3) Karakteristik akhlak dalam Islam, dan 4)
Aktualisasi akhlak dalam kehidupan.
4.2. Penyajian
A. Pengertian Akhlak, Moral dan Etika
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Arab, yaitu akhlaq, bentuk
jamak dari kata khuluq, yang secara etimologis
bermakna budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat (Rahmat Djatnika, 1987: 25). Selain istilah
akhlak dikenal pula istilah moral dan etika.
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin
mores, jamak kata mos yang berarti adat kebiasaan.
128
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral diartikan
dengan ajaran tentang baik dan buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, budi pekerti, akhlak (Muhammad Daud
Ali, 1998).
Hamzah Ya’cub (1993) mengatakan perkataan
etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti
kebiasaan. Yang dimaksud etika adalah kebiasaan
baik atau kebiasaan buruk. Dalam kepustakaan,
umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu.
Makna etika dalam Kamus Bahasa Indonesia
diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau
akhlak.
B. Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika.
Perbedaan akhlak dengan moral dapat dilihat
dalam tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Terminologi Akhlak, Moral dan Etika
TERMINOLOGI
Akhlak adalah Suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
129
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Ahmad Amin)Moral adalah Istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai , kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar atau salah, baik dan buruk (Muhammad daud Ali)
Etika adalah Sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat. Sehubungan dengan itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia. (Rahmat Jatnika, 1992)
Sumber: Pendidikan Agama Islam oleh Daud Ali, 1998
C. Karakteristik Akhlak dalam Islam
Allah telah berkehendak bahwa akhlak dalam
Islam memiliki karakteristik yang berbeda dan
unik dari agama lain (Yahudi dan Nasrani).
Perbedaannya adalah dengan karakteristik yang
menjadikannya sesuai untuk setiap individu, kelas
sosial, ras, lingkungan, masa dan segala kondisi.
Yusuf Qardhawi (dalam Iberani, 2003: 115-119)
mengatakan bahwa dalam bukunya “Pengantar
Kajian Islam” ada tujuh karakter akhlak Islam,
yaitu: (1) Sebuah moral yang beralasan dan dapat
dipahami, (2) Moral universal, (3) Kesesuian
dengan Fitrah, (4) Memperhatikan Realita, (5)
Moral Positif, (6) Menyeluruh, dan (7)
130
Keseimbangan. Untuk jelasnya, perhatikan uraian
berikut:
1. Sebuah moral yang beralasan dan dapat
dipahami.
Moral Islam tidak bermakna dengan paham
ritual absolut dogmatis yang dikenal oleh
agama Yahudi, dan yang diasumsikan oleh
sebagian peneliti tentang moral sebagai suatu
konsekwensi langsung bagi bahasa dakwah
kepada moral dalam semua agama, namun
mereka tidak mengetahui bahwa Islam justru
kebalikan dari itu.
Sesungguhnya Islam selalu bersandar
pada penilaian yang logis dan alasan yang
dapat diterima oleh akal yang lurus dan naluri
yang sehat, yaitu dengan menjelaskan
kebaikan dibalik apa yang diperintahkannya
dan kerusakan dari terjadinya apa yang
dilarangnya. Disebutkan dalam Al-Quran surat
al-Angkabut ayat 45 Dan surat al-jumu’ah ayat
9:
131
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
2. Moral Universal.
Moral dalam Islam berdasarkan karakter
manusiawi yang universal, yaitu larangan bagi
suatu ras manusia berlaku juga bagi ras lain,
132
bahkan umat Islam dan umat-umat yang lain
adalah sama dihadapan moral Islam yang
universal.
Dalam hal ini Al-Quran surat al-Maidah
ayat 8:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Akhlak Islam bebas dari segala tendensi
133
rasisme kebangsaan, kesukuan maupun
golongan.
3. Kesesuian dengan Fitrah
Islam datang membawa apa yang sesuai
dengan fitrah dan tabiat manusia serta
menyempurnakannya. Islam mengakui
eksistensi manusia sebagaiamna yang telah
diciptakan Allah dengan segala dorongan
kejiwaan, kecenderungan fitrah serta segala
yang telah digariskan-Nya. Islam menjadikan
mulia dan membuat batasan hukum untuk-Nya
agar dapat memelihara kebaikan masyarakat
dan individu manusia itu sendiri.
Islam membolehkan manusia untuk
menikmati reski yang baik, perhiasan dan
mengesahkan kepemilikan pribadi. Namun
syariat Islam tidak membenarkan hasrat naluri
jika barang-barang dan hal-hal yang najis atau
merupakan perbuatan maksiat. Allah berfirman
dalam al-Quran surat al-A’raf ayat 32:
134
Artinya: “Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari
Allah dan makanan yang baik itu dapat
dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang tidak beriman,
sedang di akhirat nanti adalah semata-mata
untuk orang-orang yang beriman saja.
Islam dengan segala yang
diperbolehkannya demi menjaga tabiat
manusiawi telah meletakkan konsep aturan dan
batasan-batasan yang netral atau moderat,
sikap berlebih-lebihan dan ekstrim akan
menjurus kepada perangai binatang yang
tercelah.
135
4. Memperhatikan Realita
Di antara karakteristik moral Islam
merupakan akhlak realistik, tidak
mengeluarkan perintah dan larangannya
kepada orang-orang yang hidup di “menara
gading” atau orang-orang terbang melayang di
awan-awan idealisme, melainkan
memerintahkan kepada manusia yang memiliki
dorongan dan nafsu, keinginan dan cita-cita,
kepentingan dan kebutuhan, juga memiliki
kecenderungan dan hasrat biologis terhadap
kesenangan duniawi sebagaimana mereka juga
memiliki kerinduan jiwa kepada Allah yang
mengangkat derajat mereka.
Al-Quran tidak membebankan kepada
manusia suatu kewajiban untuk mencintai
musuh-musuhnya, karena hal ini merupakan
suatu hal yang tidak memiliki jiwa manusia,
akan tetapi al-Quran memerintahkan kepada
orang-orang mukmin untuk berlaku adil
terhadap musuh-musuhnya, supaya rasa
permusuhan dan kebencian mereka terhadap
musuh-musuhnya tidak mendorong untuk
136
melakukan pelanggaran terhadap musuh-
musuh mereka.
5. Moral Positif
Islam tidak merelakan orang yang telah
berhias dengan moral Islam untuk berjalan
mengikuti trend sisial, berjalan mengikuti arus,
atau bersikap lemah dan menyerah
menghadapi peristiwa yang mengendalikan
hidupnya. Moral Islam menganjurkan untuk
menggalang kekuatan, perjuangan dan
meneruskan amal usaha dengan penuh
keyakinan dan cita-cita, melawan sikap
ketidakberdayaan dan pesimisme, malas serta
segala bentuk penyebab kelemahan. Allah
berfirman dalam al-Aquran surat Maryam ayat
12
Artinya: “Wahai Yahya, Ambillah kitab itu
dengan sungguh-sungguh penuh kekuatan).”
Islam menolak sikap pasif dalam
menghadapi kerusakan moral dan politik,
dekadensi moral dan agama, bahkan Islam
137
memerintahkan kepada muslim untuk merubah
suatu kemungkaran dengan “tangan-nya”,
jika ia tidak mampu maka dengan lisan-nya,
jika tidak mampu lagi maka dengan hati-nya.
6. Menyeluruh
Jika sebagian orang menyangka bahwa
moral dalam agama berkisar pada pelaksanaan
ibadah-ibadah ritual seremonial, maka hal ini
tidak tepat untuk dipredikatkan kepada akhlak,
karena akhlak Islam tidak membiarkan
kegiatan manusia hanya dalam ibadah saja.
Islam telah menggambarkan sebuah konsep
moral dengan aturan tertentu, bahkan
menggariskan hubungan manusia dengan
dirinya sendiri dan hubungannya dengan
umatnya, maka akhlak Islam mencakup
hubungan manusia dengan alam semesta
secara global maupun detail dan untuk itu
akhlak Islam meletakkan apa yang dikehendaki
manusia dari adab susila yang tinggi dan ajaran
yang luhur.
138
7. Keseimbangan
Di antara karakteristik akhlak Islam
adalah keseimbangan yang menggabungkan
sesuatu dengan penuh keserasian dan
kaharmonisan, tanpa sikap yang berlebihan
maupun pengurangan. Contoh keseimbangan
adalah sikap seimbang antar hak tubuh dan hak
jiwa sehingga tidak merusak tubuh ataupun
menelantarkan ruh. Contoh lain adalah sikap
seimbang dalam mengejar dunia dan akhirat.
Islam menganggap dunia ini adalah ladang
untuk akhirat dan Allah telah menjadikan
manusia sebagai khalifah di bumi, maka
tidaklah pantas mereka merusak atau
menelantarkan kehidupan dunia, karena orang
yang bahagia adalah orang yang beruntung
dengan kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.
Firman Allah dalam al-Quran surat al-Baqarah
ayat 201:
Artinya: “Dan di antara mereka ada yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
139
di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
D. Aktualisasi akhlak dalam
kehidupan
Akhlak tidaklah semata-mata perbuatan manusia yang
nampak atau lahiriah. Tetapi banyak aspek yang
berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran. Seperti
akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek,
yaitu pola perilaku kepada Allah, sesama manusia
sampai pola perilaku kepada alam. (Toto Suryana dkk,
1996: 148).
1. Pola Perilaku Kepada Allah
Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan
bertingkah laku yang terpuji terhadap-Nya. Baik
melalui ibadah langsung maupun melalui sikap
dan perilaku tertentu yang mencerminkan
hubungan atau komunikasi dengan Allah di luar
ibadah itu.
Berakhlak yang baik kepada Allah
antara lain:
140
a. Syukur, yaitu mengungkapkan rasa
syukur kepada Allah atas nikmat yang telah
diberikan-Nya. Ungkapan dalam bentuk kata-
kata adalah dengan mengucapkan hamdalah
setiap saat, sedangkan bersyukur dengan
perilaku adalah menggunakan nikmat Allah
susuai dengan kemestiannya, misalnya, nikmat
mata, maka bersyukur dengan nikmat itu
dilakukan dengan menggunakan mata untuk
melihat hal-hal yang baik, seperti membaca,
mengamati alam dan sebagainya yang
mendatangkan manfaat. Selain itu, beribadah
mahdah misalnya mendirikan salat dengan
tepat waktu, tidak menuda-nunda
pelaksanaannya, mengeluarkan zakat bila
memenuhi syarat. Zakat harta atau penghasilan
(gaji), nisabnya 96 gram emas 23 karat, harga
pergram mengukuti harga emas di pasar,
misalnya a Rp 200.000,-. Jadi 96 gram dikali
dengan Rp 200.000,- = Rp 19.800.000,-
pertahun, dikeluarkan zakatnya 2,5%. Bila
qadarnya tidak sampai kepada jumlah tersebut
tidak kena zakat, tetapi keluarkan infaq atau
141
sadaqah juga setiap tahun. Firman Allah Swt.
dalam Alquran surat Albaqarah ayat 110:
Artinya: ”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
b. Bertasbih, yaitu mensucikan Allah
dengan ucapan, yaitu memperbanyak
mengucapkan SUBHAANALLAH artinya Maha
suci Allah, serta menjauhkan perilaku yang
dapat mengotori nama Allah Yang Maha Suci,
misalnya kemusyrikan. Allah berfirman dalam
Alquran surat al-A’la ayat 1:
Artinya: ”Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Maha Tinggi.”
c. Istigfar, yaitu meminta ampun
kepada Allah atas segala dosa yang pernah
dibuat dengan mengucapkan
ASTAGFIRULLAAHAL ‘ADZIIM artinya aku
142
memohon ampun kepada Allah Yang Maha
Agung. Sedangkan istigfar melalui perbuatan
dilakukan dengan cara: (1) berjanji dalam hati
tidak mengulangi perbuatan jelek itu, (2)
menyesali perbuatan jahat yang dilakukan, (3)
meminta maaf langsung kepada orang yang
ditempati berbuat dosa, dan (4) mengikuti
perbuatan jahat itu dengan kebaikan.
d. Takbir, yaitu mengagungkan Allah
dengan membaca ALLAAHU AKBAR Artinya
Allah Maha Besar. Mengagungkan Allah
melalui perilaku adalah mengagungkan nama-
Nya dalam segala hal, sehingga tidak
menjadikan sesuatu melebihi keagungan Allah.
Tidak mengagungkan yang lain melampaui
keagungan Allah dalam berbagai konteks
kehidupan, baik melalui kata-kata maupun
dalam tindakan.
e. Do’a, yaitu meminta kepada Allah
apa saja yang diinginkan dengan
mengemukakan keinginan yang diharapkan itu
dengan cara yang baik sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah. Doa adalah
143
pembuktian kelemahan manusia di hadapan
Allah. Karena itu berdoa merupakan inti dari
ibadah. Orang yang tidak suka berdoa adalah
orang yang sombong, sebab ia tidak mengakui
kelemahan dirinya di hadapa Allah.
2. Pola Perilaku kepada Manusia
Pola perilaku terhadap manusia terdiri
atas perilaku terhadap diri sendiri dan sesama
manusia. Akhlah kepada diri sendiri adalah
menyayangi diri sendiri dengan menjaga diri
dari perbuatan buruk. Berakhlak kepada diri
sendiri lebih banyak dilakukan dengan cara
menjaga dan memelihara hati agar memiliki
perasaan hati yang selalu ikhlas dan berhati
bersih. Membersihkan hati berupa menahan
dan mengendalikan keinginan-keinginan atau
dorongan-dorongan hati yang terbawa oleh
tarikan keburukan.
Hati yang bersih akan melahirkan
ucapan dan perilaku yang baik yang
merupakan gambaran akhlak yang mulia.
Ucapan yang baik digambarkan dalam tutur
kata yang sopan dan dapat menempatkan orang
144
lain lebih tinggi dari dirinya sendiri. Perilaku
yang baik ditampakkan dalam gerak-gerik dan
tingkah laku yang santun, firman Allah Q.S.
Luqman ayat 18:
Artinya: “Dan janglah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janglah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Pola perilaku yang baik terhadap orang
lain merupakan gambaran hasil pengendalian
diri. Jika hati telah bersih akan muncul
pikiran-pikiran yang selalu positif dan melihat
orang lain sebagai bagian dari dirinya, karena
itu akan lahir rasa kasih sayang sebagai dasar
hubungan antar manusia.
Hubungan atas dasar kasih sayang ini
akan melahirkan sikap yang baik kepada orang
145
lain dan sekaligus menghilangkan keresahan
dan kekecewaan diri sendiri.
c. Pola Perilaku Terhadap Alam
Seseorang muslim memandang alam sebagai
milik Allah yang wajib disyukurinya dengan cara
menggunakan dan mengelola alam sebaik-baiknya
agar dapat memberi manfaat bagi manusia.
Pemanfaatan alam yang diajarkan Islam adalah
pemanfaatan yang didasari sikap tanggungjawab,
tanpa merusakkannya. Alam yang memberikan
keuntungan tidak hanya diambil keuntungannya,
tetapi dijaga agar alam tetap utuh dan lestari
dengan cara memberikan kesempatan kepada alam
untuk melakukan rehabilitasi atau membantunya
untuk mempercepat pemulihannya kembali.
Berakhlak kepada alam berarti menyikapi alam
dengan cara memelihara kelestariannya. Karena itu
Allah memberikan isyarat agar manusia dapat
mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi
alam, sebab alam yang rusak akan dapat
merugikan bahkan menghancurkan manusia
sendiri. Akibatnya, banjir tidak dapat dielakkan
146
sehingga merusak tata kehidupan manusia baik
rumahnya maupun lingkungannya.
Firman Allah yang berkaitan dengan larangan
merusak alam adalah Q.S. Q.S. Al-A’raf ayat 56
dan 85:
Artinya: ”Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik.”
147
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk
Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti
yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang-orang yang beriman."
4.3. Pentutup
Manusia wajib berakhlak baik kepada Allah
sebagai Pencipta maupun kepada makhluk-Ny.
Sebaliknya, berbuat dosa, merugikan orang lain,
memaksakan kehendak dengan melanggar norma
agama dan peraturan pemerintah serta merusak
lingkungan seperti menebang hutan secara liar
dilarang agama.
148
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian akhlak dan moral menurut bahasa dan istilah serta ilmuwan!
2. Terangkan perbedaan akhlak dengan moral!3. Uraikan karakteristik etika Islam!4. Uraikan aktualisasi akhlak dalam kehidupan!5. Tulis dan terjemahkan satu ayat tentang
akhlak!
149
PERKULIAHAN KE-10
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian ilmu,
pengetahuan, teknologi dan seni
2. Menerangkan kedudukan akal dan wahyu
dalam Islam
3. Menguraikan klasifikasi dan karakteristik
Ilmu dalam Islam
4. Menerangkan kewajiban menuntut ilmu
5. Menguraikan peranan Ilmuwan terhadap
lingkungan
Pokok Bahasan: Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
dalam IslamDeskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa
akan mempelajari tentang pengertian iptek dan seni,
kedudukan akal dan wahyu dalam Islam, Klasifikasi
dan karakteristik Ilmu dalam Islam, Kewajiban
menuntu ilmu dan tanggungjawab ilmuwan terhadap
lingkungan
150
I. bahan Bacaan:
1. Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan
Agama Islam. Jakrta: PT Raga Grafindo
Persada, bab 9
2. Anshari, Saifuddin. 1986. Wawasan Islam
(Pokok-Pokok tentang Islam dan Umatnya).
Jakarta: Rajawali
3. Baiquni, Achmad. 1997. Al-Quran dan
Ilmu Pengetahuan. Yogjakarta: Dana Bhakti
Primayasa.
4. -------, 1983. Islam dan Ilmu Pengetahuan
Modern. Jakarta: Pustaka
5. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat.
2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab
5
6. Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu
dalam Islam. Universitas Indonesia
7. -------, 1995. Islam Rasional.: Gagasan
dan Pikiran. Bandung: Mizan
8. -------, 1974. Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia.
9. Raliby, Osman. 1881. Akal dan Wahyu.
Jakarta: Dakwah
151
10. Syihab, M.Qurais. 1996. Wawasan Al-
Quran. Bandung: Mizan
11. -------, 1996. Membumikan Al-Quran
(Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat). Bandung: Mizan
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian ilmu,
pengetahuan, teknologi dan seni!
2. Terangkan kedudukan akal dan
wahyu dalam Islam!
3. Uraikan klasifikasi dan karakteristik
Ilmu dalam Islam!
4. Terangkan, mengapa manusia wajib
menuntut ilmu!
5. Uraikan peranan Ilmuwan terhadap
lingkungan!
152
BAB VILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI DAN SENI DALAM ISLAM
153
5.1 Pendahuluan
Menguasai dan mengamalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni bagi manusia
merupakan tugasnya sebagai khalifah dan hamba
Allah di bumi dalam meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Oleh karena itu, ketiga hal tersebut
merupakan soko guru dalam kehidupan baik dalam
lingkungan industri, kantor, perusahaan maupun dalam
dunia pertanian.
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Pengertian
Ilmu dan pengetahuan serta Seni, 2) Kedudukan akal
dan wahyu dalam Islam, 3) Klasifikasi dan
karakteristik Ilmu dalam Islam, 4) Kewajiban menunut
Ilmu, dan 5) Tanggungjawab ilmuwan terhadap
lingkungan. Uraian masing-maisng sub pembahasan di
atas akan dipaparkan berikut ini.
5.2. Penyajian
Uraian kelima sub pokok bahasan disebutkan
di atas adalah sebagai berikut.
A. Pengertian Ilmu, Pengetahuan, Teknologi dan
Seni
154
Kata “Iptek” terdiri atas tiga kata, ilmu,
pengetahuan, dan teknologi. Ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Ilmu
merupakan keistimewaan yang menjadikan
manusia lebih unggul dibanding dengan makhluk-
makhluk lain dalam menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Menurut al-Quran ilmu tediri
atas dua macam. Pertama, ilmu ladunni, yaitu ilmu
yang diperoleh tanpa upaya manusia. Kedua ilmu
kasbi, yaitu ilmu yang diperoleh karena usaha
manusia. Pembagian ini terjadi karena al-Quran
memandang terhadap hal-hal yang “ada” tetapi
tidak diketahui melalui upaya manusia. Ada wujud
yang tidak tampak. Dengan demikian, obyek ilmu
meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan
nonfenomena (Quraisy Syihab, 1998: 434-436)
Pengetahuan adalah pemahaman terhadap
suatu subyek mengenai obyek yang dibahas. Yang
dimaksud subyek adalah manusia sebagai
kesatuan berbagai macam kesanggupan (akal,
panca indera dan sebagainya) yang digunakan
untuk mengetahui sesuatu. Obyek di sini adalah
benda atau hal yang diselidiki, yang merupakan
155
realitas bagi manusia yang menyelidiki (Anshari,
1987: 43). Pengetahuan merupakan proses dari
usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu tersebut
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan
pandai. Pengetahuan itu semua milik atau isi
pikiran, demikian penjelasan menurut Iberani
(2003: 99). Karena itu, ilmu dan pengetahuan suatu
kesatuan yang tak terpisahkan setelah melalui
beberapa proses usaha dan upaya manusia secara
sadar, terencana dan bertanggungjawab.
Teknologi adalah ilmu tentang cara
menerapkan ilmu pengetahuan untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan
kenyamanan manusia (Quraish Shihab, 1996: 441).
Berbeda pengertian teknologi yang dikemukakan
oleh Baiquni (1983: 7) bahwa teknologi ialah
penerapan sains secara sistematis untuk
memperngaruhi alam di sekeliling kita dalam suatu
proses produktif ekonomis untuk menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.
Dengan demikian mesin atau alat canggih yang
digunakan manusia bukanlah teknologi, tetapi
merupakan hasil dari teknologi, walaupun secara
156
umum sering diasosiasikan sebagai teknologi.
Ketersediaan lahan yang diciptakan Allah
mengantarkan manusia berpotensi untuk
memanfaatkan alam ini yang telah ditundukkan
Allah.
Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi
jiwa dan budaya manusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi
terdalam manusia yang didorong oleh
kecenderungan kepada yang indah (Quraish
Shihab, 1996: 441). Kemampuan berseni
merupakan salah satu pembeda manusia dengan
makhluk lain. Dengan demikian, Islam mendukung
kesenian selama penampilannya mendukung fitrah
manusia yang suci atau penampilannya tidak
menyalahi syariat Islam (porno aksi).
B. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Kata “akal” yang sudah menjadi bahasa
Indonesia itu berasal dari bahasa Arab, yaitu al’aql.
Artinya pikiran atau intelek (daya atau proses pikiran
yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu
pengetahuan). Daud Ali (1998) mengatakan bahwa
157
kedudukan akal berarti peranan akal dalam Islam
tinggi sekali, karena akallah wadah yang menampung
aqidah, syari’ah serta akhlak dan menjelaskannya. Kita
tidak pernah memahami Islam tanpa mempergunakan
akal, Dan dengan mempergunakan akalnya secara baik
dan benar, sesuai dengan petunjuk Allah, manusia
akan merasa selalu terikat dan dengan sukarela
mengingatkan diri pada Allah.
Dengan mempergunakan akalnya, manusia
dapat berbuat, memahami dan mewujudkan sesuatu.
Karena posisinya demikian , dapatlah dipahami kalau
dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan:
akal adalah kehidupan, hilang akal berarti kematian
(Osman Ralibi, 1981: 37). Namun, kedudukan dan
peranan akal dalam ajaran Islam, tidak boleh bergerak
dan berjalan tanpa bimbingan wahyu yang
membetulkan akal dalam gerak-geriknya kalau ia
menjurus ke jalan yang nyata-nyata salah karena
berbagai pengaruh. Karena itulah Allah menurunkan
petunjuk-Nya berupa wahyu.
Kata “Wahyu” berasal dari kata bahasa Arab
al-wahy, artinya suara, api dan kecepatan. Disamping
itu wahyu juga mengandung makna bisikan, isyarat,
158
tulisan dan kitab. Selanjutnya al-wahy mengandung
makna pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan
cepat. Namun, dari sekian banyak arti itu, wahyu lebih
dikenal dalam arti “apa yang disampaikan Allah
kepada para Nabi.” Dengan demikian, dalam kata
wahyu terkandung arti penyampaian firman Allah
kepada orang pilihan-Nya agar diteruskan kepada
umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Firman
Tuhan itu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman
yang diperlukan umat manusia dalam perjalanan
hidupnya baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Dalam Islam wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad, semuanya tersimpan dengan baik dalam
al-Quran.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedudukan akal
dan wahyu merupakan sokoguru dalam ajaran Islam.
Namun, segera harus ditegaskan bahwa dalam sistem
ajaran agama Islam, wahyulah yang pertama dan
utama, sedang akal adalah yang kedua. Wahyulah,
baik yang langsung yang kini dapat dibaca dalam kitab
suci al-Quran maupun yang tidak langsung melalui
sunnah Rasulullah yang kini dapat dibaca dalam
kitab-kitab hadis sahih, yang memberi tuntunan, arah
159
dan bimbingan pada akal manusia. Oleh karena itu
pula, akal manusia harus dimanfaatkan dan
dikembangkan secara baik dan benar untuk memahami
wahyu dan berjalan sepanjang garis-garis yang telah
ditetapkan Allah dalam wahyu-Nya dan sunnah Rasul
dalam hadisnya.
C. Kalsifikasi dan Karakteristik Ilmu dalam Islam
Akal menghasilkan ilmu dan ilmu berkembang
dalam masa keemasan sejarah Islam. Supaya dapat
dipelajari dengan baik dan benar, ilmu perlu
diklasifikasikan. Muhammad Daud Ali (1998: 388)
mengatakan sejak al-Kindi di abad III H samapai
Syah Waliyullah dari Delhi pada abad ke-12,
generasi demi genearsi sarjana Muslim telah
mencurahkan pikiran dan kemampuannya untuk
membuat klasifikasi ilmu dalam Islam secara rinci.
Adapun klasifikasi ilmu yang telah dibuat oleh
para ilmuwan muslim dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 1. Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu
160
KLASIFIKASI ILMU KARAKTERISTIK ILMU
161
Al-farabi:1. Ilmu Bahasa2. Logika3. Ilmu-Ilmu
Matematis4. Metafisika5. Ilmu politik,
Ilmu Fikhi dan Ilmu Kalam. (Masing-masing klasifikasi ilmu tersebut dirinci lagi dalam berbagai sub bagian)
1. Dimasukkan sebagai petunjuk umum ke arah bagian ilmu, sehingga para pengkaji dapat memilih subyek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya.
2. Memungkinkan seseorang belajar tentang hirarki ilmu dst. (tugas, lihat: Muhammad Daud Ali, 1998: 390)
Algazali:1. Ilmu-ilmu
teoritis dan praktis
2. Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai
3. Ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu intelektual,
4. Ilmu fardhu ‘ain (kewajiban setiap orang) dan ilmu fardhu kifayah (kewajiban masyarakat). Tugas: baca,
Tidak ada
162
Muhammad Daud Ali, 1998: 391 dan Osman bakar, 1997: 234-237)
Asy-Syirazi:1. Ilmu-ilmu
Filosofis (Ilmu-ilmu kefilsafatan)
2. Ilmu-Ilmu nonfilosofis. Selanjutnya tugas anda, baca, Pendidikan Agama Islam oleh Muhammad Daud Ali, halaman 393-394)
Tugas anda, baca, Pendidikan Agama Islam oleh Muhammad Daud Ali, halaman 393-394)
Sumber: Hasil Olahan buku ”Pendidikan Agama Islam”, oleh Daud Ali 2008
Menelusuri pandangan al-Quran tentang
teknologi, mengundang kita untuk melihat sekian
banyak ayat yang berbicara tentang alam semesta.
Menurut para ahli terdapat sekitar 750 ayat
al_Quran yang berbicara tentang alam materi dan
fenomenanya yang memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkan alam. Secara tegas
dan berulang-ulang al-Quran menyatakan bahwa
163
alam semesta diciptakan dan ditundukkan bagi
kepentingan manusia, seperti yang disebutkan pada
awal surat al-Jatsiyah ayat 13:
Artinya:” Dan Dia menundukkan untukmu apa
yanga da di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya….”
Penundukan yang dimaksud dalam ayat
tersebut secara potensial, terlaksana melalui
sunnatullah (hukum-hukum yang ditetapkan Allah
pada alam) dan kemampuan yang dianugerahkan-
Nya pada manusia. Al-Quran menyebutkan sifat
dan ciri-ciri alam semesta, ditambahkan lagi antara
lain:
1. Segala sesuatu di alam semesta mempunyai
sifat, ciri dan hukum yang di dalam al-Quran
surat ar-Ra’du ayat 8 disebut ukuran.
2. Semua yang berada di alam semesta tunduk
kepada-Nya. “Hanya kepada Allah-lah tunduk
164
segala yang ada di langit dan yang ada di bumi
baik secara sukarela maupun secara terpaksa
(Q.S.ar-Ra’d ayat 15). Q.S. Fushshilat ayat 11;
Q.S. Al-Baqarah ayat 31. (tugas, tulis ayat dan
terjemahnya ayat-ayat tersebut).
Muhammad Daud Ali mengatakan bahwa al-
Quran memerintahkan manusia untuk terus
berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya.
Jangankan manusia (biasa) Nabi Muhammad pun
sebagai Rasulullah diperintahkan selalu berusaha
dan berdoa agar pengetahuannya bertambah.
Doanya dirimuskan Allah sendiri di ujung ayat 114
surat Thaha yang berbunyi: Rabbi Zidnii ‘ilman
warzuqenaa fahmaa. Yang artinya:”Ya Allah
tambahlah ilmuku”. Doa ini perlu selalu
diucapkan, dimohonkan kepada Allah agar ilmu
kita ditambah-Nya, sebab Dialah sumber segala
ilmu….Di samping itu pula perlu dikemukakan
bahwa manusia mempunyai naluri haus
pengetahuan, sebagaimana dilukiskan Rasulullah
dalam sunnahnya, “Ada dua keinginan yang tidak
pernah terpuaskan yaitu keinginan menuntut ilmu
165
dan keinginan memperoleh harta (Quraisy Syihab,
1996: 447).
Doa yang dipanjatkan hendaklah berulang-
ulang diungkapkan serta diiringi dengan usaha dan
kerja keras sambil bersabar menanti rahmat Allah.
Jangan tergesa-gesa mau melihat hasil dari doa
yang kita panjatkan kepada Allah. Renungkan
sebuah akronim berikut: DUIT (Doa, Usaha,
Ikhlas, Tawakkal).
E. Kewajiban Manuntut Ilmu
Kalau kita mengikuti pendapat Imam al-
Gazali tentang klasifikasi ilmu, maka menuntut
ilmu merupakan kewajiban manusia, laki-laki dan
perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-
anak menurut caa-cara yang sesuai dengan
keadaan, bakat dan kemampuan. Bahwa menuntut
atau mencari ilmu merupakan kewajiban bagi
setiap muslim dan muslimah (tanpa membedakan
jenis kelamin) dasarnya terdapat dalam Al-Quran
maupun dalam hadis Nabi.
Di dalam Al-Quran , pada awal penciptaan
manusia sebagai khalifah di bumi, Allah
166
mengajarkan kepada Adam semua nama-nama
benda adalah unsur-unsur pengetahuan, baik yang
duniawi maupun yang ukhrawi. Tatkala Allah
bertanya kepada para malaikat mengenai nama-
nama benda yang telah diketahui Adam dan ia
mampu menyebutnya, para malaikat mengaku
bahwa mereka tidak tahu nama-nama benda itu,
karena dengan jujur malaikat mengatakan bahwa
mereka hanya mengetahui apa yang diajarkan
Allah kepada mereka, tentang nama-nama benda
tidak diketahuinya. Karena Adam tahu dan mampu
menyebutnya, sedang malaikat tidak mempunyai
kemampuan seperti Adam, Allah memerintahkan
semua malaikat sujud, memebri hormat kepada
Adam. Penghormatan itu mereka lakukan, kecuali
iblis yang kendatipun tidak tahu nama-nama benda
yang ditanyakan Allah kepadanya dan karena itu
disuruh memberi hormat kepada Adam karena
keunggulannya, membangkang dan bersumpah
akan menggoda (mengganggu) Adam dan
keturunannya…(baca: Muhammad Daud Ali,
1998: 402-407)
167
F. Tanggungjawab Ilmuwan terhadap Alam
Kehidupan makhluk-makhluk Tuhan saling
berkaitan. Bila terjadi gangguan yang luar biasa
terhadap salah satunya, maka makhluk yang berada
dalam lingkungan hidup itu pun akan terganggu pula.
Tuhan menciptakan segala sesuatu dalam
keseimbangan dan keserasian. Oleh karena itu,
keseimbangan dan keserasian tersebut harus dipelihara
agar tidak mengakibatkan kerusakan.
Islam menegaskan bahwa manusia ditugaskan
Tuhan menjadi khalifah di muka bumi. Kekhalifahan
ini mempunyai tiga unsur yang saling berkaitan,
kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar
jiwa manusia, namun sangat menentukan arti
kekhalifahan tersebut..
Ketiga unsur yang dimaksud menurut Quraish
Shihab (1996: 295) dalam bukunya “Membumikan Al-
Quran” adalah:
1. Manusia
2. Alam semesta
3. Hubungan antara manusia dengan alam dan
segala isinya.
168
4. Allah yang memberi penugasan kepada
manusia (khalifah).
Hubungan antar manusia dengan alam semesta
atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan
merupakan hubungan antara tuan dengan hambanya.
Hubungan tersebut merupakan hubungan kebersamaan
dalam ketundukan kepada Allah, karena kemampuan
manusia dalam mengelolah alam semesta, bukanlah
akibat kekuatan yang dimilikinya tetapi merupakan
anugerah Allah yang telah menundukkan alam semesta
untuk keperluan hidup.
5.3. Penutup
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
Islam merupakan kebutuhan manusia yang sangat
penting dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai
khalifah dan hamba Allah di bumi. Perlu diketahui
bahwa mengamalkan ilmu penting, tetapi jauh lebih
penting mengamalkannya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
169
1. Jelaskan pengertian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menurut bahasa, istilah dan ilmuwan!
2. Terangkan kedudukan akal dan wahyu dalam Islam!
3. Uraikan klasifikasi dan karakteristik Ilmu dalam Islam!
4. Terangkan kewajiban menuntut ilmu!5. Tulis dan terjemahkan satu ayat dan satu
hadis tentang kewajiban menunutut ilmu!6. Uraikan peranan Ilmuwan terhadap
lingkungan!
PERKULIAHAN KE-11
170
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian kerukunan
2. Menerangkan hubungan intern umat Islam
3. Menguraikan hubungan antar umat beragama
4. Menguraikan hubungan antar dan inter umat
beragama dengan pemerintah
Pokok Bahasan: Kerukunan Antar Umat Beragama
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa
akan mempelajari tentang pengertian kerukunan,
hubungan intern umat Islam, dan hubungan antar
umat beragama, dan hubungan antar dan intern umat
beragama dengan pemerintah.
I. Bahan Bacaan:
1. Toto Suryana dkk, 1996. Pendidikan Agama
Islam. Bandung: Tiga Mutiara, bab 6
2. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003.
Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab 6
3. Hasanah, Uswatun, dkk. 2007. Acuan
Pembelajaran Matakuliah Pengembangan
171
Kepribadian Pendidikan Agam Islam. Jakarta:
Direktorat Ketenagaan DIKTI Departemen
Pendidikan Nasional, bab 6
4. Syihab, M.Qurais. 1996. Wawasan Al-Quran.
Bandung: Mizan
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian kerukunan!
2. Terangkan hubungan intern umat Islam!
3. Uraikan hubungan antar umat beragama!
4. Uraikan hubungan antar dan inter umat beragama dengan pemerintah!
172
BAB VIKERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA
173
6.1. Pendahuluan
Hidup rukun dengan tetangga dan masyarakat
luas tanpa melihat suku, ras, dan agamanya
diperintahkan agama Islam. Kedamaian dan ketertiban
dalam berkehidupan senantiasa diperhatikan dan
dijaga agar keseimbangan, keselerasan dan keserasian
dalam bermasyarakat tumbuh dan berjalan dengan
dengan baik.
Dalam bab ini akan diuraikan tentang: 1)
Pengertian kerukunan, 2) Hubungan intern Imat Islam,
dan 3) hubungan antar umat beragama. Untuk jelasnya
perhatikan uraian berikut.
6.2. Penyajian
Uraian tentang kerukunan antar umat bergama
diawali dengan pemaparan sebagai berikut.
A. Pengertian Kerukunan
Kata “Kerukunan” menurut Poerwadarminta,
(1983: 836) berasal dari kata “Rukun’ yang berarti
“perihal hidup muslim; keragaman; kesepakatan;
perasaan rukun (bersatu hati) … Peter Salim dan
Yenni Salim (1991) memberikan pengertian
174
kerukunan yang sama dengan redaksi yang berbeda di
atas, yaitu : 1) hal hidup rukun. Semua orang
mengidamkan hidup rukun, 2) rasa rukun;
kesepakatan. Jadi, kerukunan adalah kesepakatan
hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda
agama untuk mewujudkan kedamaian. Hidup rukun
kepada siapa pun tetangga kita dianjurkan saling
menghormati, saling menghargai antara satu dengan
yang lain bahkan saling membantu dalam kegiatan
sosial kemasyarakatan.
B. Hubungan Intern Umat Islam
Agama Islam menekankan hubungan sesama
muslim berdasarkan kesamaan iman yang pada
kenyataannya jauh lebih kuat daripada hubungan darah
dan etnik, karena bagaimanpun iman merupakan dasar
keyakinan yang berpengaruh terhadap seluruh perilaku
seorang muslim.
Hubungan antara sesama muslim digambarkan
sebagai hubungan yang tak terpisahkan seperti halnya
anggota dalam satu tubuh yang saling berhubungan
dengan anggota tubuh lainnya, sebagaimana sabda
Nabi yang diriwayatkan Muslim dan Imam Ahmad:
175
“Seorang muslim dengan muslim lainnya bagaikan
satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh itu
terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit
(demam)nya.”
Firman Allah yang berkaitan dengan saling
menghargai, saling menghormati, tidak mengolok-
ngolok antara lain Q.S. Al-Hujurat ayat 11:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan
176
memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.
Toto Suryana dkk (1996) mengatakan apabila
seorang muslim menderita kelaparan, muslim lainnya
akan merasakan penderitaannya, sekelompok muslim
teraniaya, kaum muslim lainnya akan merasakan
sakitnya. Demikian rasul mengajarkan umatnya untuk
saling memberikan perhatian dan kepedulian terhadap
sesama muslim, sehingga terwujud ukhuwah
Islamiyah yang penuh kasih sayang. Quraisy syihab
(1996) dalam bukunya Wawasan Al-Quran
memberikan pengertian “ukhuwah” Islamiyah, yaitu
persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan
oleh Islam
Ukhuwah atau persaudaraan lahir karena
adanya persamaan-persamaan, semakin banyak
persamaan semakin kuat persaudaraan itu. Ukhuwah
Islamiyah didasarkan kepada persamaan pada
persoalan yang paling mendasar dalam hidup, yaitu
persamaan aqidah. Persamaan ini melahirkan adanya
177
perhatian dan keakraban, sehingga derita yang dialami
satu pihak dirasakan oleh pihak lain. Perhatikan firman
Allah dalam Alquran surat surat al-Hujurat ayat 10:
Artinya: ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Kasih sayang yang ikhlas terlahir dari
kesamaan iman itu merupakan dasar utama pergaulan
di kalangan umat Islam. Kasih sayang tersebut akan
memancar dan membetuk pola hubungan antar kaum
muslimin yang memandang orang lain sebagaimana ia
memandang dirinya sendiri.
Rasulullah bersabda: “Tidak beriman
seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai
saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. “
(Hadis riwayat Bukhari dari Anas).
Syarat penilaian keimanan seseorang dapat
dilihat dari persaudaraannya, seperti yang dimaksud
178
dalam hadis Nabi di atas. Bila mereka tidak peduli
kepada saudaranya maka tidak dapat dinilai orang
yang beriman. Karena itu, landasan keimanan yang
kuat serta ukhuwah islamiyah yang erat, akan
membentuk sikap adil dalam menyikapi perbedaan-
perbedaan yang ada pada pendapat dan perilaku orang
lain, sebab berbeda pendapat dan sikap adalah hak
seseorang. Tetapi kadang-kadang perbedaan-
perbedaan melahirkan konflik tertentu di kalangan
umat Islam, sehingga ukhuwah Islamiyah menjadi
terganggu.
Perbedaan yang biasa muncul di kalangan
umat Islam adalah perbedaan pemahaman keislaman
yang bersifat fiqhiyah bukan persoalan aqidah (Toto
Suryana dkk, 1996: 165).
Selanjutnya, Toto Suryana dkk (1996)
mengatakan bahwa untuk memantapkan ukhuwah
Islamiyah menyangkut perbedaan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama, para ulama menetapkan
tiga konsep:
1. Keragaman cara beribadah
2. Yang salah dalam berijtihad pun mendapat
ganjaran
179
3. Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum
upaya ijtihad belum dilakukan seseorang mujtahid
Konsep pertama disebutkan (keragaman cara
beribadah) di atas mengakui adanya keragaman yang
dipraktekkan Nabi dalam bidang pengamalan agama,
yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran
semua prakek keagamaan, selama merujuk kepada
Rasulullah. Keragaman dalam praktek beribadah
merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku
Rasul yang ditemukan dalam hadis. Interpretasi
bagaimanapun melahirkan perbedaan-perbedaan,
karena itu menghadapi perbedaan ini hendaknya
disikapi dengan cara mencari rujukan yang menurut
kita atau menurut ahli yang kita percayai lebih dekat
kepada maksud yang sebenarnya. Terhadap orang
yang berbeda interpretasi kita kembangkan sikap
hormat dan toleransi yang tinggi dengan tetap
mengembangkan silaturrahmi.
Konsep kedua disebutkan (yang salah dalam
berijtihad pun mendapat ganjaran), mengandung arti
bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang
ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi
ganjaran oleh Allah, walaupun hasil ijtihad yang
180
diamalkannya itu keliru. Perlu dicatat bahwa
wewenang untuk menentukan yang benar dan salah
bukan manusia, melainkan Allah. Kendatipun
demikian perlu diperhatikan pula bahwa yang
mengemukakan ijtihad maupun orang yang
pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki
otoritas keilmuan, yang disampaikannya setelah
melalui ijtihad. Perbedaan-perbedaan dalam produk
ijtihad adalah sesuatu yang wajar. Karena itu,
perbedaan yang ada hendaknya tidak mengorbankan
ukhuwah Islamiyah yang terbina di atas landasan
keimanan yang sama.
Konsep ketiga dimaksudkan adalah bahwa
persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya
secara pasti, baik dalam Al-Quran maupun dalam
Hadis Nabi, maka Allah belum menetapkan
hukumnya. Oleh karena itu, umat Islam, khususnya
para mujtahid dituntut untuk menetapkannya melalui
ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu
merupakan hukum Allah bagi masing-masing
mujtahid, walaupun hasil ijthiad itu berbeda-beda.
181
C. Hubungan Antar Umat Beragama
Agama Islam ditujukan untuk manusia dengan
segala keberagamaannya, karena itu ajaran Islam tidak
melarang umatnya berhubungan dengan umat agama
lain. Bahkan lebih tegas lagi Islam mengajarkan
umatnya senantiasa berpihak kepada kebenaran dan
keadilan termasuk di dalamnya terhadap orang-orang
non muslim. Sebagai contoh, Nabi bersabda:
”Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina.” Hadis
tersebut memberikan petunjuk bahwa umat Islam yang
ingin belajar atau sekolah di negeri non muslim
dibolehkan selama aqidahnya dijaga dari kemusyrikan.
Dewasa ini, hubungan masyarakat dengan
masyarakat lain yang berbeda agama tidak dapat
dihindarkan, baik dalam bidang ekonomi, sosial
budaya maupun politik. Bagi umat Islam hubungan ini
tidak menjadi halangan, sepanjang dalam kaitan sosial
kemanusiaan. Bahkan dalam berhubungan dengan
mereka umat Islam dituntut untuk menampilkan
perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka
untuk mengetahui lebih banyak tentang ajaran Islam.
182
D.Hubungan Antar dan intern Umat Beragama dengan
Pemerintah
Sebagai bangsa dan masyarakat wajib
membangung hubungan yang harmonis dan
berkesinambungan dengan pemerintah. Misalnya
ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap Undang-
undang dan peraturan-peraturan pemerintah yang
telah menjadi hukum positif.
6.3. Penutup
Kehidupan yang damai, tenteram adalah
dambaan setiap orang. Karena itu, marilah
menciptakan kerukunan inter, antar dan dengan
pemerintah dalam bermasyarakat agar kehidupan
dinikmati bersama. Bermuamalah dengan umat yang
berbeda aqidah dengan kita sebagai umat Islam
dibolehkan, misalnya perniagaan, pendidikan, dan
sosial budaya lainnya dengan kewaspadaan yang
tinggii.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
183
1. Jelaskan pengertian kerukunan menurut bahasa dan istilah serta ilmuwan!
2. Terangkan kerukunan intern umat Islam di Indonesia!
3. Uraikan hubungan antar umat beragama di Indonesia! Dan hubungan antar dan inter umat beragama dengan pemerintah!
4. Bagaimana sikap saudara terhadap tetangga non muslim yang mengadakan kebaktian sampai larut malam!
5. Tulis dan terjemahkan satu ayat tentang kerukunan antar umat beragama!
184
PERKULIAHAN KE-13
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian masyarakat madani
2. Menguraikan karakteristik masyarakat madani
3. Menerangkan cara mewujudkan masyarakat
madani
4. Menerangkan urgensi meningkatkan
kesejahteraan umat
185
Pokok Bahasan: Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini,
mahasiswa akan mempelajari tentang pengertian
masyarakat madani, karakteristik masyarakat
madani, dan cara mewujudkan masyarakat madani,
meningkatkan kesejahteraan umat.
I. Bahan Bacaan:
1. Culla, Adi Surya. 2002.
Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan
Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi.
Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
2. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M.
Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-
Kahfi, bab 7
3. Majid, Nurchalis. 1994.
Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi,
Pengalaman Indonesia Baru. Jakarta: PT
Temprit
4. ---------, Nurchalis. 2000.
Kehampaan Spritual Masyarakat Modern:
Respon dan Transformasi Nilai-Nilai Islam
186
Menuju Masyarakat Madani. Jakarta:Media
Cita
5. Poerwadarminta, W.J.S. 1983.
Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian masyarakat madani!
2. Uraikan karakterirtik masyarakat madani!
3. Terangkan cara mewujudkan masyarakat
madani!
4. Terangkan urgensi meningkatkan kesejahteraan
umat!
187
BAB VIIMASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN
UMAT
7.1 Pendahuluan
Masyarkat madani adalah masyarakat yang
beradab, masyarakat yang patuh dan tunduk pada
hukum dan aturan yang berlaku, baik yang dibuat oleh
Allah (samawi) maupun pemerintah (ardhi).
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Pengertian
masyarakat Madani, 2) Karakteristik Masyarakat
188
Madani, dan 3) Mewujudkan masyarakat Madani, dan
4) Kesejahteraan umat.
7.2. Penyajian
Uraian masing-masing sub pembahasan di atas
adalah sebagai berikut:
A. Pengertian Masyarakat
Madani
Perkataan ‘Masyarakat” berasal dari bahasa
Arab artinya pergaulan. Dalam bahasa Latin disebut
“Sosius”. Istilah Sosius berubah bentuknya menjadi
sosial yang berati segala sesuatu yang berhubungan
dengan pergaulan hidup. Poerwadarminta (1983: 636)
dalam kamusnya memberikan pengertian masyarakat:
“Pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang
hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-
ikatan aturan yang ditentukan), misalnya memperbaiki
masyarakat madani.” Jamal Syarif Iberani dan Hidayat
(2003) dalam bukunya: “Mengenal Islam” mengatakan
bahwa konsep masyarakat madani mencuat di
masyarakat Indonesia di awal tahun 90-an. Konsep
masyarakat madani di barat tersebut dikenal istilah
civil society.
189
Culla (2002) mengatakan bahwa istilah civil
society adalah lawan dari kelompok militer, yaitu
masyarakat sipil. Selanjutnya Ryas Rasyid
mengatakan bahwa istilah itu diartikan dengan
masyarakat yang berbudaya berarti suatu masyarakat
yang saling menghargai nilai-nilai sosial kemanusiaan.
Pengertian social society di atas dapat
disimpulkan bahwa sekelompok orang yang hidup
dengan tertib dan aman di bawah seperangkat nilai-
nilai atau aturan yang mengandung unsur saling
menghargai dan menghormati antara satu dengan yang
lain, jauh berbeda dengan penampilan hidup dan
kehidupan militer.
Masyarkat madani identik dengan masyarakat
Islam yang telah dibentuk Rasulullah di Madinah lima
belas abad yang lalu. Masyarakat Madinah adalah
masyarakat yang beradab, sopan, dan menghargai hak-
hak orang lain.
Syariati (1986: 159) mengatakan: “Masyarakat
Islam yang ideal disebut ummat. Kata ummat berasal
dari kata ‘amm yang bermakna jalan dan maksud.
Jadi, masyarakat madani (umat madani) yang beradab,
sopan, dan saling menghargai, saling menolong.
190
B. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani telah dibangun Nabi
Muhammad lima belas abad yang lalu berdasarkan
ajaran Islam, masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
Masyarakat madani yang dibangun Rasul
mempunyai sebagai berikut:
a. Ukhuwwah (Persaudaraan). Yang dimaksud
dengan persaudaraan adalah ukhuwah Islamiyah
(seaqidah dan seiman). Wujud nyata nilai-nilai
persaudaraan antara lain: tolong-menolong, saling
menghargai antara satu dengan yang lain, saling
melindungi dari kejahatan orang lain bukan
sebaliknya saling memukul, saling memaki, saling
menyudutkan, saling menyerang, menyinggung
perasaan dan lain-lain. Nilai-nilai persdaudaraan
dalam masyarakat madani telah dicantumkan
dalam Al-Quran surat al-Hujurat ayat 10 yang
menyatakan bahwa orang mukmin itu bersaudara.
Konsep perasaudaraan itu, mengingatkan,
terutama, pada kejadian manusia berasal dari
sumber yang sama, baik laki-laki maupun
191
perempuan. Konsep persaudaraan yang disebut
dalam ayat di atas dijelaskan lebih lanjut oleh
Nabi Muhammad dalam sebuah hadis, yaitu
“Orang beriman itu terhadap sesamanya bagaikan
sebuah bangunan saling mengokohkan.. Ini berarti
bahwa dalam masyarakat madani disatukan oleh
satu keyakinan, persaudaraan yang Islami.
b. Musawamah (Persamaan). Yang dimaksud
musawamah (persamaan) adalah persamaan
kedudukan di sisi Allah yang membedakan hanya
ketaqwaannya. Baca dan tulis surat al-Hujurat
ayat 13 yang artinya menyatakan pada sisi Allah,
kedudukan manusia adalah sama. Yang
melebihkan seseorang dari yang lain.
c. Tasamuh (toleransi). Yang dimaksud dengan
tasamuh adalah sikap atau perbuatan yang dapat
membiarkan atau menghargai pendirian, pendapat
dan perbuatan orang lain, kendatipun tidak sama
dengan pendirian atau pendapat sendiri. Rumusan
ini menyangkut rumusan sosial. Dalam masyarakat
majemuk, kita dapat hidup berdampingan dengan
umat lain dalam batas-batas yang telah ditentukan,
192
tanpa mengorbankan aqidah yang telah diatur
secara jelas dan rinci dalam Al-Quran dan Hadis.
d. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Yang dimaksud
dengan amar ma’ruf nahi mungkar adalah sesama
muslim kita wajib saling mengingatkan untuk
berbuat kebajikan dan mencegah dari yang
mungkar dan memelihara hukum-hukum Allah.
Baca dan tulis ayat Q.S. at-Taubah ayat 112
e. Musyawarah. Dalam Al-Quran surat asy-syuura
ayat 38 dan surat Ali Imran ayat 159 (tulis dan
terjemahkan ayat tersebut) dijelaskan bahwa
untuk menyelesaikan segala urusan hendaknya
dengan cara musyawarah baik soal
kemasyarakatan maupun soal kehidupan social
lainnya, misalnya masalah kenegaraan.
f. Keadilan dan Menegakkan Keadilan. Ciri ini
sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan
sangat diutamakan dalam ajaran Islam. Sebab,
selain keadilan merupakan keinginan manusia,
juga merupakan kehendak Allah untuk
mewujudkan dalam kehidupan masyarakat.
Keadilan menurut ajaran Islam adalah titik tolak,
proses dan tujuan yang harus dicapai. Karena itu
193
banyak ayat dalam al-Quran menyebutkan
kewajiban orang untuk menegakkan keadilan, baik
keadilan hukum maupun keadilan sosial. Di antara
ayat itu adalah surat an-Nisaa ayat 135 dan Q.S.
Al-Maidah ayat 8 yang menyebutkan kewajiban
orang untuk menegakkan keadilan, menjadi saksi
yang adil kendatipun untuk diri sendiri, orang tua
dan kerabat, baik yang kaya maupun yang miskin
g. Keseimbangan. Yang dimaksud dengan
keseimbangan adalah keseimbangan antara 1) hak
dan kewajiban, 2) kewajiban individu dengan
individu, 3) kewajiban masyarakat dengan
masyarakat, 4) kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat (Muhammad Daud Ali,
1998: 183-189).
C. Mewujudkan Masyarakat Madani
Untuk mewujudkan masyarakat madani
membutuhkan waktu dan sosialisasi yang panjang.
Perlu ada pemahaman tentang apa itu masyarakat
madani atau masyarakat yang berdasarkan ajaran
Islam, dan kepada siapa akan diberi pemahaman
tentang itu.
194
Kelompok pertama dan utama yang diberi
pemahaman tentang masyarakat madani atau
masyarakat Islam adalah kelompok birokrat dan segala
yang berhubungan dengannya, misalnya pihak
kepolisian, pihak kejaksaan, pihak pengadilan dan
kepada masyarakat secara umum.
Sebagai contoh daerah Sulawesi Selatan, bila
diinginkan masyarakatnya bermasyarakat madani,
yang pertama-tama diusahakan adalah: otonomi
khusus, seperti daerah Istimewa Aceh; Kedua,
sosialisasi ajaran ke-madani-an itu sendiri kepada
mayarakat daerah atau bangsa, seperti yang telah
diajarkan Rasulullah atau dengan kata lain ajaran
syariat Islam.
D. Kesejahteraan umat
Untuk meningkatkan kesejahteraan umat
Islam dibutuhkan etos kerja yang tinggi, kerja keras
yang islami. Toto Tasmara (dalam Hasanah dkk
(2007) mengatakan etos kerja adalah totalitas
kepribadian diri dan cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan makna
tentang sesuatu pekerjaan yang mendorong dirinya
195
untuk bertindak dan meraih amal yang optimis.
Disamping itu, etos kerja juga bermakna percaya,
tekun, dan senang pada pekerjaan yang sedang
dihadapi dengan tidak memandang apakah pekerjaan
itu sebagai buruh kasar atau memimpin suatu
perusahaan besar.
Kesejateraan hidup akan meningkatkan bila
memaksimalkan doa, kerja dan tawakkal. Ketiga aspek
tersebut mutlak diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, harus memotivasi diri untuk
berubah ke arah yang lebih baik seperti perubahan
kualitas ekonomi.
7.3. Penutup
Masyarakat madani identik dengan
masyarakat yang beradab, patuh dan tunduk pada
hukum dan aturan yang berlaku, hidup dalam
kedamaian dan ketertiban, saling menghargai,saling
menghormati, dan saling membantu antara satu
dengan yang lain.
196
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian masyarakat madani!
2. Uraikan karakteristik/Ciri-ciri masyarakat madani!
3. Terangkan cara mewujudkan masyarakat madani!
4. Tulis Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama
dan tertua di dunia!
5. Apa manfaatnya jika masyarakat madani
terbentuk di Indonesia?
197
PERKULIAHAN KE-14
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian kebudayaan
2. Menguraikan prinsip-prinsip kebudayaan
3. Menerangkan karakteristik budaya dalam
Islam
4. Menerangkan nilai-nilai Islam dalam budaya
Indonesia
5. Menguraikan kehidupan sosial dalam
pemikiran Islam
198
Pokok Bahasan:Kebudayaan dalam Islam
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini,
mahasiswa akan mempelajari tentang pengertian
budaya, Pinsip-prinsip kebudayaan, Nilai-nilai
Islam dalam budaya Indonesia dan Kehidupan
sosial dalam Pemikiran Islam.
I. Bahan Bacaan:
1. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan
Pembelajaran Matakuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Agama Islam.
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Nasional, bab 8
2. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003.
Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab 7
3. Ismail, Faisal. 1997. Paradigma Kebudayaan
Islam: Studi Kritis dan refleksi Historis.
Yoyakarta: Titian Ilahi.
4. Majid, Nurchalis. 1994. Demokrasi Politik,
Budaya dan Ekonomi, Pengalaman Indonesia
Baru. Jakarta: PT Temprit
199
5. -------. 1997. Tradisi Islam (Peran dan
Fungsinya dalam Pembangunan diIndonesia).
Jakarta Paramadina
6. Syalaby, Ahmad. Tanpa tahun. Kehidupan
Sosial dalam pemikiran Islam. Jakarta: Amzah
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian kebudayaan Islam!
2. Uraikan prinsip-prinsip kebudayaan Islam!
3. Terangkan nilai-nilai Islam dalam budaya
Indonesia!
4. Uraikan kehidupan sosial yang dibolehkan
Islam
200
BAB VIIIKEBUDAYAAN DALAM
ISLAM
8.1. Pendahuluan
Islam berkembang dari masa ke masa karena
budayanya, misalnya ilmu pengetahuan dan
klasifikasinya. Perlu diketahui bahwa bagaimanapun
perkembangan peradaban dan budaya manusia harus
diwarnai oleh ajaran Islam, dalam arti penggunaan
teknologi sesuai dengan peruntukannya, yaitu
meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan
manusia.
201
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Hakikat
kebudayaan, 2) Prinsip-prinsip Kebudayaan dalam
Islam, 3) Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia,
dan 4) Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam.
Untuk jelsnya, perhatikan uraian berikut ini.
8.2. Penyajian
Uraian masing-masing sub pokok bahasan di
atas dipaparkan sebagai berikut.
A. Hakikat Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan, saling terkait, karena kebudayaan
merupakan hasil karya, rasa kemudian menjadi adat
istiadat manusia sebagai khalifah di bumi. Tidak ada
kebudayaan bila tidak ada manusia dan sebaliknya,
tidak ada manusia bila mereka tidak berbudaya dalam
masyarakat dan lingkungannya.
Jamal Syarif Iberani dan Hidayat (2003: 89)
mengutip pendapat J.Verkuyl dan Koentjaraningrat
tentang pengertian budaya, yaitu:
a. J.Verkuyl mengatakan bahwa kebudayaan itu
berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni budaya,
bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal.
202
Kata “Kebudayaan” berarti segala sesuatu yang
diciptakan oleh manusia.
b. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan berasal
dari bahasa Sangksekerta, yakni budhaya, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti
budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan
sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi
dan akal.
Jadi, pengertian yang dikemukakan dua pakar
budaya di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
adalah hasil karya dan rasa manusia melalui proses
pemikiran yang sungguh-sungguh berdasarkan
kerangka teoritis keilmuwan.
B. Prinsip-Prinsip Kebudayaan
Faisal Ismail (1997: 24) dalam bukunya
“Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan
Refleksi Historis” mengatakan kebudayaan adalah
manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk
203
tindakan dan karya. Oleh karena itu kebudayaan
adalah suatu yang spesifik manusia.
Kebudayaan Islam merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi manusia di bumi, yaitu sebagai
hamba dan khalifah Allah. Adapun prinsip kebudayaan
Islam adalah 1). menghormati akal, 2). memotivasi
untuk menuntut dan meningkatkan ilmu, 3).
menghindari taklid buta, 4). tidak membuat
kerusakan). Dalam Al-Quran prinsip-prinsip
kebudayaan tersebut dapat dibaca secara berurut dalam
surat, Ali Imran ayat 190; Surat al-Mujadalah ayat 11;
Surat al-Isra’ ayat 36 dan Surat al-Qashash ayat 77)
dan karakteristik kebudayaan Islam menurut Yusuf
Qardhawy (2001: 31-44) adalah sebagai berikut:
a. Rabbaniyah
Kebudayaan Islam bernuangsa ketuhanan. Ia
bercampur dengan keimanan secara umum dan
ketauhidan secara khusus.
b. Akhlaqiyah
Kebudayaan Islam tidak ada pemisahan antara
akhlak dengan ilmu, antara akhlak dengan
perbuatan, antara akhlak dengan ekonomi, antara
akhlak dengan politik, dan antara akhlak dengan
204
peperangan serta antara akhlak dengan semua segi
kehidupan lainnya.
c. Insaniyah
Kebudayaan Islam menghormati manusia,
memelihara fitrah, kemuliaan dan hak-haknya.
Kebudayaan Islam tegak atas asumsi bahwa
manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh
Tuhannya.
d. ‘Alamiyah
Selama kebudayaan Islam berlaku bagi setiap
manusia, maka dengan sendirinya ia pun bersifat
‘alamiyah. Ia bersifat terbuka untuk semua
kelompok manusia dan tidak menutup diri.
e. Tasamuh
Islam tidak mewajibkan non muslim yang hidup
dalam naungan kebudayaannya untuk menjalankan
syariat Islam dan tidak memaksakan orang lain
untuk masuk ke dalam lingkungan kebudayaan
Islam.
f. Tanawwu’
Kebudayaan Islam bersifat tanawwu’ (beraneka
warna). Ia tidak hanya memuat masalah-masalah
ketuhanan, tetapi terdapat juga masalah ilmu
205
pengetahuan, kemanusiaan, dan kealaman yang
beranega ragam.
g. Washatiyah
Kebudayaan Islam mencerminkan sistem
wasathiyah (pertengahan). Pertengahan antara
berlebihan dan kekurangan, antara jasmani dan
rohani, antara hak dan kewajiban, antara
kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, dan
antara dunia dan akhirat.
h. Takamul
Takamul atau terpadu, saling mendukung antara
kebudayaan Islam yang satu dengan kebudayaan
Islam yang lain.
i. Bangga terhadap diri sendiri, yaitu bangga
terhadap sumber kebudayaan yang berketuhanan,
berkemanusiaan dan bernuangsa akhlak. Sifat
bangga ini menjadikan kebudayaan Islam enggan
untuk diwarnai atau dipengaruhi dengan yang lain
yang menyebabkan hilangnya keistimewaan dan
keasliannya..
C. Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia
206
Bangsa Indonesia mempunyai dua budaya
secara umum: 1) budaya nasional dan 2) budaya
daerah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
yang terdiri atas berbagai suku, ras dan etnik bangsa.
Sistem budaya nasional adalah suatu yang
relatif baru dan sedang berada dalam proses
pembentukan. Nilai-nilai yang terbentuk dalam sistem
budaya nasional ini bersifat menyongsong masa depan.
Di antara nilai-nilai budaya nasional itu berkaitan
antara lain dengan faktor-faktor:
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama
2. Ilmu pengetahuan
3. Penghargaan kepada kedaulatan rakyat
4. Toleransi dan empati terhadap budaya suku bangsa
yang bukan suku bangsanya sendiri (Iberani dan
Hidayat, 2003)
Wardiman Joyonegoro (1996) mengatakan
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa
dengan sistem budaya yang beragam dari masing-
masing etnik lokal kemudian berkembang menjadi
tradisi atau adat istiadat yang berakar kuat dalam
masyarakat yang bersangkutan. Dalam rangka
perkembangan budaya nasional, kebudayaan seperti
207
ini seringkali berfungsi sebagai sumber dalam
penciptaan-penciptaan di bidang seni, tata masyarakat
dan teknologi serta bahasa yang kemudian ditampilkan
dalam kehidupan lintas budaya.
Di daerah-daerah, budaya Islam juga tampak
mewarnai kehidupan berbangsa baik budaya seni,
tradisi, maupun peninggalan fisik, misalnya perayaan
maulid, peringatan Isra’ mi’raj, halal bihalal,
pembacaan sejarah hidup Nabi (Barasanji) di berbagai
acara sosial.
D. Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam
Ahmad Syalabi dalam bukunya ”Kehidupan
Sosial dalam Pemikiran Islam, Penerbit Amzah,
mengelompokkan kehidupan sosial masyarakat dalam
berbagai kelompok yang disertai dengan dalil dan
ulasan yang jelas dan transparan sehingga mudah
dipahami. Pengelompokan kegiatan sosial yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut.
1. Masalah Sosial dalam Lingkungan keluarga
Perkawinan: dorongan, tujuan dan hukum
Islam
Pemilihan dalam perkawinan
Perkawinan dengan perempuan kitabi
208
Perkawinan dengan perempuan asing
Laki-laki yang masuk Islam, kawin dengan
perempuan yang beragama Islam
Pertunangan
Maskawin dan akad nikah
Anak-Anak: Pemberian dan pelayanan
sakasama di antara anak-anak
Ibu Tiri
Mertua
Khitan
Keluarga Berencana:
Pencegahan Hamil Permanen
Penangguhan hamil untuk Kemaslahatan anak
yang disusui
Penangguhan hamil bagi kesehatan Orang Tua
dan anak
Penangguhan hamil menurut persetujuan
suami-isteri
Kelebihan penduduk
Abortus
Anak yang bukan dari benih sendiri, anak
angkat, dan penanaman benih buatan
209
Pertanggungjawaban di antara anggota
keluarga:
Hak suami-Isteri
Pertanggungjawaban anatar ayah, ibu, dan
anak-anak
Kaum kerabat dan pertanggungjawabannya
Pembantu rumah tangga
Perempuan pekerja
Pewarisan menurut syara’ dan
pematuhannya
2. Masalah Sosial dalam Lingkungan Masyarakat:
Hari Raya
Nishfu Sya’ban
Malam lailatul qadri
Asyura
Hikmah Hari raya dan Upacara
Penyambutannya
Hari-Hari Penyambutan Khusus
Hiburan, Musik dan Nyanyian
Memperingati Orang Meninggal
Wali, Sambutan Maulid, Nazar, dan Majelis
Zikir
Hari-hari maulid
210
Menunaikan Nazar
Majelis Zikir
Pengeras Suara
Olahraga dan Hiburan
Sepak Bola dan Suporternya
Adu Kambing, Sabung Ayam, dan Matador
Sepatah Kata tentang judi
Kaum Wanita dalam Masyarakat:
Pakaian Wanita
Hijab
Wanita dan Pimpinan
Laki-laki menyerupai Wanita dan Sebaliknya
Khamar
Hukum bagi Peminum Khamar
Berobat dengan Khamar
Mabuk
Rokok
Perhatian Terhadap Hakikat dan Sejarah
Pengemis
Persamaan dan Hukum Bersuku-Suku
Qada dan Qadar
Pandangan Sekilas tentang Masyarakat
Ilmu dan Praktek
211
Manusia dan Suka Dukanya
Hubungan Sesama Manusia
Kikir dengan Kata lain:
Kebaikan Tidak Dinilai dengan Angka
Meniru Perbuatan Jahat dan Baik
Berbahagiakah Anda Sebab Sukses dan
menderita
Cara Menghapuskan Dengki
Masyarakat Islam yang Sebenarnya
Hak tetangga
3.`Masalah Sosial Di sekitar Keuangan
Dasar-dasar Pembahasan
Riba
Macam-Macam riba
Memberi dan Mengambil Riba
Bank
Bank-Bank Khusus
Simpanan dengan Bunga di Pos
dan Bank
Ke arah Pendirian bank Islam
Perkonsian Mudharabah
Pinjaman
Pesanan
212
Penjualan dengan Kredit
Pembelian Kembali
Bank Islam: Pendahuluan
Bank Islam Lokal:
Simpanan “Current Account”
Simpanan Penanaman Modal
Bank Islam Pusat
Perseoroan dan Saham
Bursa dan Makelar
Asuransi:
Pandangan Hukum Islam tentang Asuransi
dengan Asuransi Tetap itu
Kartu Undian
E. Mesjid sebagai Pusat Kebudayan Islam
Kata ”Mesjid” berasal dari kata ”Sajada”
artinya sujud, makna mesjid berarti tempat sujud,
tempat meyembah Allah, tempat beribadah khusus
kepada Allah. Arti lain dari kata sujud ialah
ketundukan, ketaatan manusia secara total (Hasanah,
dkk, 2007). Pada masa Nabi Muhammad saw
menyiarkan dakwahnya mesjid sebagai markaz atau
pusat berdakwah, informasi Islam disampaikan
213
melalui mesjid, karena salah satu tempat
berkumpulnya manusia adalah mesjid.
8.3. Penutup
Kebudayaan dan peradaban manusia
berkembang dan maju karena orang Islam yang
berpikir modern dan positif. Setiap kebudayaan atau
peradaban harus sesuai dengan petunjuk Islam.
Sebaliknya, setiap peradaban dan kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran Islam harus ditinggalkan
bila aqidah taruhannya. Tetapi, menghidupkan budaya
justru menambah wawasan keislaman, menambah
keyakinan, menyambung silaturrahmi boleh dilakukan
bahkan dikembangkan.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian budaya menurut bahasa
dan istilah
2. Uraikan prinsip-prinsip kebudayaan!
3. Terangkan karakteristik budaya dalam Islam
4. Terangkan nilai-nilai Islam dalam budaya
Indonesia!
214
5. Uraikan kehidupan sosial dalam pemikiran
Islam!
6. Bagaimana pendapat saudara tentang
perkembangan budaya lewat TV dan imformasi
teknologi yang lain!
PERKULIAHAN KE-15
TIK: Pada akhir pertemuan ini mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian Politik
2. Menerangkan prinsip Dasar Politik Islam
3. Menerangkan Demokrasi dan Musyawarah
215
4. Menguraikan Kontribusi Umat Islam dalam
Perundang-Undangan di Indonesia
Pokok Bahasan: Sistem Politik dan Demokrasi dalam Islam
Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini, mahasiswa
akan mempelajari tentang pengertian politik, Prinsip
dasar politik Islam, Demokrasi dan Musyawarah,
dan Kontribusi Umat Islam dalam Perundang-
Undangan di Indonesia.
I. Bahan Bacaan:
1. Al-Maraghy, Ahmad Mushthafa. 1974. Tafsir
Al-Maraghy. Beirut: Darul Fikr.
2. Budiardjo, Meriam. 1993. Dasar-Dasar Ilmu
Politik. Jakarta: Gramedia
3. Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan
Pembelajaran Matakuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Agama Islam.
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Nasional, bab 9
4. Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003.
Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, bab 8
216
5. Majid, Nurchalis. 1994. Demokrasi Politik,
Budaya dan Ekonomi, Pengalaman Indonesia
Baru. Jakarta: PT Temprit
6. -------. 1997. Tradisi Islam (Peran dan
Fungsinya dalam Pembangunan diIndonesia).
Jakarta Paramadina
7. Noer., Deliar. 1981. Bunga Rampai dari
Negeri Kanguru. Jakarta: Panjimas
8. Salim.Abd. Muin. 1994. Fiqh Siyasah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
9. Syihab, M.Quraisy. 1996. Wawasan Al-Quran.
Bandung: Mizan.
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan pengertian politik Islam!
2. Terangkan prinsip dasar politik Islam!
3. Terangkan sistem demokrasi dan musyawarah
dalam Islam!
4. Uraikan kontribusi umat Islam dalam perundang-undangan di Indonesia!
217
218
BAB IXSISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI DALAM
ISLAM
9.1. Pendahuluan
Kesuksesan seseorang tergatung siasat atau
strategi atau sistem politik yang dijalankan. Islam
memberikan petunjuk bahwa dalam berpolitik atau
mengatur pemerintahan di sebuah negara hendaklah
santun dan bersaing secara sehat, tidak saling
menghina, menyinggung antara satu dengan yang lain.
Bila ada masalah yang tidak dapat diselesaikan melalui
musyawarah dan mufakat maka kembalikanlah kepada
Allah dan rasul-Nya (Alquran dan Hadis Nabi).
219
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Pengertian
Politik, 2) Prinsip dasar politik Islam, 3) Demokrasi
dan Musyawarah, dan 4) Kontribusi umat Islam dalam
Perundang-Undangan di Indonesia.
9.2. Penyajian
Uraian masing-masing sub pokok bahasan di
atas dipaparkan sebagai berikut:
A. Pengertian Politik Islam
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin dan
bahasa Yunani “Politicus” dan “Politicos, keduanya
berarti sesuatu yang berhubungan dengan warga
negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari
kata polis maknanya kota. (Muhammad Daud Ali,
1998). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)
pengertian politik sebagai kata benda ada tiga
maknanya jika dikaitkan dengan ilmu artinya:
1. Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-
dasar pemerintahan);
2. Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan,
siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan
atau terhadap negara lain;
220
3. Kebijakan, cara bertindak (dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah).
Pengertian politik menurut kamus di atas dapat
disimpulkan bahwa politik adalah ilmu tentang
ketatanegaraan, kebijaksanaan, siasat dan cara
bertindak menghadapi sesuatu masalah.
Pengertian politik menurut ilmuwan adalah
sebagai beikut.
a. Meriam Budiardjo (1993) mengatakan
ada lima unsur sebagai konsep pokok dalam
politik, yaitu:
1). Negara
2). Kekuasaan
3). Pengambilan keputusan
4). Kebijaksanaan
5). Pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam
masyarakat
Jadi, pengertian politik menurut beliau adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu
system politik (negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan itu.
b. Deliar Noer mengatakan bahwa politik
menggunakan dua pendekatan:
221
1). Pendekatan nilai
2) Pendekatan perilaku
Jadi, politik adalah segala aktivitas atau
sikap yang berhubungan dengan kekuasaan
untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah
atau mempertahankan suatu macam bentuk
susunan masyarakat.
c. Abd. Muin Salim (1994) memberikan
pengertian politik: “Perilaku manusia baik
berupa aktivitas maupun sikap, yang bertujuan
mempengaruhi atau mempertahankan tatanan
suatu masyarakat dengan mempergunakan
kekuasaan.
B. Prinsip Dasar Politik Islam
Prinsip-prinsip dasar politik Islam tercantum
dalam Al-Quran surat an-Nsaa’ ayat 58-59 (tugas,
tulis ayat dan terjemahnyanya). Kandungan kedua
ayat tersebut adalah 1) Prinsip menunaikan
amanah, 2) Prinsip keadilan, 3) Prinsip ketaatan
kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri, dan 4) Prinsip
merujuk kepada Allah dan Rasul jika terjadi
222
perselisihan. Uraian masing-masing prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Prinsip menunaikan amanah
Prinsip ini mengandung kewajiban setiap orang
beriman baik ia sebagai pejabat (berkuasa)
maupun sebagai masyarakat biasa agar
menunaikan amanah yang menjadi
tanggungjawabnya, meskipun amanah itu dari
sesama manusia apa lagi dari Allah. Di sisi
lain, ayat empat surat an-Nisaa’ di atas
memperkenalkan prinsip tanggungjawab
kekuasaan politik.
Al-Maraghy (1974: 70) dalam tafsirnya
“Tafsir al-Maragy” mengklasifikasi amanah
sebagai berikut:
1). Tanggungjawab manusia kepada Tuhan
2). Tanggungjawab manusia kepada sesamanya
3). Tanggungjawab manusia kepada dirinya
sendiri
b. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan ini, menurut Islam berlaku
kepada semua makhluk di bumi ini, baik
223
manusia secara individu maupun secara
berkelompok, beriman atau tidak beriman,
kaya atau miskin, anak-anak atau orang
dewasa. Pendek kata. Prinsip keadilan ini
mutlak diiberlakukan dalam semua lini
kehidupan.
Dalam al-Quran, istilah yang dipakai
untuk makna keadilan adalah: 1) ‘Adl, al-qisth,
al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman,
walaupun pengertian keadilan tidak selalu
menjadi antonim kezaliman (Iberani dan
Hidayat, 2003: 178)
M.Quraisy Syihab (1996: 112-113)
dalam bukunya “Wawasan Al-Quran”
mengatakan “Islam memandang kepemimpinan
sebagai perjanjian Ilahi yang melahirkan
tanggungjawab menentang kezaliman dan
menegakkan keadilan. Kepemimpinan dalam
pandangan Islam tidak hanya merupakan
hubungan dengan sesama manusia, tetapi juga
menjadi hubungan atau perjanjian antara Allah
dan sang pemimpin untuk
224
mempertanggungjawabkannya dengan berbuat
keadilan.
c. Prinsip ketaatan kepada Allah, Rasul dan
Ulil Amri
Abd. Muin Salim (1994: 231)
memberikan pengertian kalimat “Ulil Amri”
dengan makna “Pemilik Pemerintahan,”
menjalankan roda pemerintahan dan
kekuasaan. Karena itu, makna tersebut
mencakup setiap pribadi yang memegang
kendalli urusan kehidupan baik urusan
keluarga, tetangga, masyarakat dan negara.
Prinsip ketiga ini mengadung unsur
kesadaran untuk mentaati perintah, baik
perintah itu sumbernya dari Allah yang
tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-
Nya maupun dari orang yang diberi kekuasaan
memerintah, selama yang diperintahkan
manusia tidak menyalahi syariat Islam.
d. Prinsip merujuk kepada Allah dan Rasul
jika terjadi perselisihan.
225
Perselisihan apa pun yang terjadi di
antara manusia hendaklah diselesaikan dengan
cara mengembalikan kepada Allah dan Rasul-
Nya (al-Quran dan Sunnah) sekiranya
masalahnya tidak dapat diselesaikan dengan
cara musyawarah dan mufakat. Di samping itu,
cara penyelesaian masalah berdasarkan wahyu
menjauhkan orang dari pertengkaran dan
perkelahian.
Iberani dan M. Hidayat (2003: 180)
mengatakan bahwa musyawarah adalah
pemberian kesempatan kepada anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan dan
hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk
aturan-aturan hukum maupun kebijakan-
kebijakan politik
C. Demokrasi dan Musyawarah
Iberani dan Hidayat (2003) memberikan
pengertian “Demokrasi”, yaitu terdiri atas kata
“demos” yang berarti rakyat dan “cratia” yang berarti
pemerintahan. Jadi demokrasi artinya pemerintahan di
226
tangan rakyat atau kekuasaan ada di tangan rakyat.
Pendek kata, rakyat yang berkuasa, menentukan roda
pemerintahan dengan sistem perwakilan.
Dalam Islam, istilah demokrasi dikenal dengan
“Musyawarah” kemudian mengambil kemufakatan.
Ibnu Zakaria (1972) dalam bukunya “Mu’jam
Maqaayis Lughat” jilid III, memjelaskan makna
“Musyawarah,” yaitu merupakan bentuk mashdar
( kata kerja yang dibendakan) yang berarti
menampakkan dan menawarkan atau mengambil
sesuatu. Agak berbeda pengertian musyawarah
menurut Quraisy Syihab (1996) dalam bukunya
“Wawasan Al-Quran,” mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Di samping itu, musyawarah juga berati
mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Secara etimologi, musyawarah mempunyai arti
nasehat, konsultasi, perundingan, pikiran atau
konsideran permufakatan Secara terminology,
musyawarah adalah majelis yang dibentuk untuk
mendengarkan saran atau ide, bagaimana mestinya dan
terorganisir dalam urusan negara (Ibnu Mandzur,
1968). Misalnya: Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Majelis Syura Muhammadiyah, Lembaga
227
Musyawarah Desa, Musyawarah Alim ‘Ulama,
Musyawarah Kerukunan Umat Beragama dan
sebagainya.
Dalam melaksanakan musyawarah ada empat
unsur penting diperhatikan:
1. Mustasyir adalah orang yang menghendaki
adanya musyawarah dan menginginkan suatu
pendapat yang benar atau mendekati kebenaran.
2. Mustasyar adalah orang yang diajak
bermusyawarah.
3. Mustasyar fih adalah permasalahan yang akan
dikaji atau dijadikan obyek musyawarah.
4. Ra’yu adalah pendapat bebas yang
argumentatif, mencermati esensi syari’at dan
terlepas dari perasaan nafsu.
Dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
bernegara musyawarah merupakan sarana untuk
menyatukan hati, mensucikan jiwa, dan menghargai
pendapat orang lain selama empat unsur di atas
terpenuhi.
Ayat-ayat yang berkaitan langsung dengan
musyawarah, antara lain: Q.S. al-Baqarah ayat 233;
Q.S. Ali Imran ayat 159 dan asy-Syura ayat 38. Ketiga
228
ayat tersebut menjadi petunjuk bagi manusia untuk
menyelesaikan problem keluarga, masyarakat dan
negaranya (tugas anda, tulis dan terjemahkan ayat
tersebut ).
D. Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
E.Dalam perjalanan sejarah pembanguan bangsa,
dari repelita ke repelita umat Islam banyak
memberikan sumbangsih terhadap perpolitikan di
Indonesia (Iberani dan Hidayat, 2003: 198) dalam
bukunya “Mengenal Islam” mengatakan sejak tahun
1930-an sampai akhir 1960, bahkan sampai sekarang
umat Islam tetap memberi warna dalam perpolitikan
bangsa, meskipun di antara mereka ada yang tidak
murni untuk perpolitikan Islam yang dijalankan, tetapi
masih banyak yang lain tetap konsisten dalam
menegakkan politik Islam, misalnya seorang politikus
sekaligus cendikiawan muslim dewasa ini adalah
Hidayat Nur Wahid bersama dengan kelompoknya,
Nurchalis Majid, Rektor Universitas Paramadina dan
lain-lain.
9.3. Penutup
229
Sebuah negara akan berkembang dan maju
serta baik pemerintahannya apabila menerapkan
sistem politik Islam dalam mengatur negara seperti
Nabi Muhammad membangun negara Islam di
Madinah pada tahun 622 M atau sekitar 1386
tahun yang lalu.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian Politik menurut bahasa, kamus, istilah dan ilmuwan!
2. Terangkan prinsip Dasar Politik dalam Islam!3. Terangkan sistim Demokrasi dan Musyawarah
dalam Islam!4. Uraikan Konstribusi Umat Islam dalam
Perundang-Undangan di Indonesia!5. Tulis dan terjemahkan satu ayat tentang
politik!
DAFTAR PUSTAKA
230
Abdul Baqy, Muhammad Fuad. 1986. Mu’jam al-Mufaras Li al-faaz al-Aayaat al-Quraan al-Kariim. Dar al-Fkr lith Thaba’ah wan-Nasyar wat Tauzi’
Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Al-Maraghy, Ahmad Mushthafa. 1974. Tafsir Al-Maraghy. Beirut: Darul Fikr
Baiquni, Achmad. 1997. Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan. Yogjakarta: Dana Bhakti Primayasa.
-------, 1983. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta: Pustaka
Budiardjo, Meriam. 1993. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Culla, Adi Surya. 2002. Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama. 1991/1992. Kompilasi Hukum Islam DI Indonesia. Jakarta: Depag RI.
Djatnika, Rahmat. 1987. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Surabaya: Mutiara
231
Ibrani, Jamal Syarif dan M.M. Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi
Fuad, Muhammad Abdul Baqi. 1986. Mu’jam al-Mufahras li al-Faaz aayaatil Quran al-Kariim. Dar al-Fikr lith Thaba’ah wan-Nasyar wat-Tauzy.
Hamka. 1983. Filsafat Ketuhanan. Surabaya: Karunia
Hasanah, Uswatun dkk. 2007. Acuan Pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional.
Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ismail, Faisal. 1997. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan refleksi Historis. Yoyakarta: Titian Ilahi.
Majid, Nurchalis. 1994. Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi, Pengalaman Indonesia Baru. Jakarta: PT Temprit
---------, Nurchalis. 2000. Kehampaan Spritual Masyarakat Modern: Respon dan Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Media Cita
Nurdin, K.H.Muslim, dkk. 1993. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta
232
Noer., Deliar. 1981. Bunga Rampai dari Negeri Kanguru. Jakarta: Panjimas
Poerwadarminta, WJS. 1983. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ralibi, Osman. Tanpa Tahun. Allah, Alam dan Manusia. Jakarta: Fajar
Rasyid N.A. 1983. Manusia dan Konsepsi Alam. Jakarta: Karya Indah.
Salim.Abd. Muin. 1994. Fiqh Siyasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suryana Af, A.Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
Syalaby, Ahmad. Tanpa tahun. Kehidupan Sosial dalam pemikiran Islam. Jakarta: Amzah
Syihab, M.Quraisy. 1992. Membuikan Al-Quran. Bandung: Mizan
-------. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan
Umar, Akram Dhiyauddin. 1999. Masyarakat Madani, Terjemahan mun’in A.Sirry. Jakarta: Gema Insani Press.
Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam (Pembinaan Akhlaqul Karimah, Suatu Pengantar. Bandung: Deponegoro
233
--------, 1984. Kode Etik dagang Menurut Islam. Bandung: CV Diponegoro.
Yunus, A.Saad. 1987. Hukum Kewarisan. Jakarta: PT Al Qushwa
Zaini, Syahminan. Tanpa Tahun. Mengenal Manusia Lewat Al-Quran. Surbaya: PT Bina Ilmu.
Zuhdi, Masyfuk. A991. Masailul Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji Mas Agung.
SENARAI
Filsafat = Berpikir mendalam dan radikal
Asmaaullah al-husnaa = Nama-nama Allah yang baik
234
Ilmu Tauhid = Ilmu tentang Kemahaesaaan Tuhan
Tauhid uluhiyyah = Hanya Allah menerima semua
ibadah manusia.
Tauhid rububiyyah = Hanya Allah memelihara alam
semesta
Rabbul ‘alamin = Tuhan yang memelihara alam
semesta
Anthromorfisme = paham pengenaan
ciri-ciri manusia pada
alam
wajibul wujud = wajib eksistensi atau
wujud-Nya
mumkinul wujud = boleh (mungkin) ada,
boleh (mungkin) tiada
syariat Islam = hukum atau aturan
dalam Islam
Konsekwensi = akibat
Tauhid = meng-Esa-kan Allah
Nature of Law = hukum alam
Wajibul wujud = wajib/mutlak ada
Mumkinul wujud = boleh/mungkin ada
Rabbaniyah =bernuangsah ketuhanan
Syariat Islam = hukum Islam
235
Dalil = keterangan
Khalifah = pengelolah/pemelihara
Homo Sapiens = makhluk yang berakal
Homo Loquen = makhluk yang pandai
berbahasa
Homo Faber = makhluk yang pandai
membuat alat
pertukangan
Homo Ludens = makhluk yang suka
humor dan bermain
Zoon Politicon = makhluk social
Insan,ins,nas,unas = manusia
Bansyar = manusia dewasa yang
tahu hak dan
kewajibannya
Bani Adam = anak cucu Adam
Zurriyyat Adam = anak cucu Adam
Karakteristik = ciri khas
Klasifikasi = pengelompokan
Universal = berlaku menyeluruh
Temporer = tidak selamanya
Karakter = watak, tabiat
Fitrah = suci
236
Trend sosial = perkembangan terkini
dalam masyarakat
Aktualisasi = penerapan
Subhaanallah = Maha Suci Allah
Astagfirullaah = mohon ampun kepada
Allah
Allahu Akbar = Allah Maha Besar
Ilmu Ladunni = ilmu yang diperoleh
tanpa upaya manusia
Ilmu Kasbi = ilmu yang diperoleh
dengan kerja keras
manusia
Kerukunan = kedamaian, rela hidup
berdampingan umat lain
Intern = urusan ke dalam
Ukhuwah = persaudaraan
Fiqhiyah = pemahaman ajaran
Islam
Madani = damai, tenang, aman,
sejahtera
Civil society = mayarakat yang
beradab dan berbudaya
237
Ummat =
kaum/kelompok masyarakat
Musyawarah = duduk bersama
membicarakan sesuatu
Musawamah = persamaan
Tasamuh = toleransi
Budaya = hasil cipta, karya dan
rasa manusia secadar
sadar
Motivasi = dorongan
Akhlaqiyah = sarat nilai baik dan
benar
Insaniyah = kemanusiaan
‘Alamiyah = terbuka/menyesuaikan
Tanawwu’ = beragam warnanya
Washathiyah = pertengahan/sederhana
Ayat Makkiyah = ayat yang turun
sebelum Nabi Hijrah ke
Madinah
Ayat Madaniyah = ayat yang turun
sesudah Nabi hijrah ke
Madinah
238
Tauqifi = penetapan dan
penyusunan ayat atas
kehendak Allah
Hadis qauliyah = perkataan Nabi
Hadis fi’liyah = perbuatan Nabi
Hadis taqririyah = persetujuan
Nabi/Diam-nya Nabi
Kutubussittah = enam kitab standar
Hadis
Ra’yu = menggunakan
akal/pikiran
Ijtihad = usaha yang sungguh-
sungguh
Mujtahid = orang yang
bersungguh-sungguh
mendapatkan hukum
agama dengan cara
mengeluarkan hukum
dari Al-Quran dan Hadis
Istimbath = mengeluarkan hukum
dari Al-Quran dan Hadis
Sahih/hasan
239
Nasikh = ayat yang menghapus
kandungan hukum ayat
yang turun terlebih
dahulu
Mansukh = ayat yang dihapus
kandungan hukumnya
oleh ayat yang datang
kemudian.
DRS. H. MUH. TANG, M.Pd.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
240
POLITEKNIK NEGERIUJUNG PANDANG
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ..................................... i
Sambutan Direktur ..................................... ii
Daftar Isi ................................................. iii
Daftar Tabel ................................................. iv
Tinjauan Mata Kuliah ......................... 1
241
Bab I Konsep Ketuhanan dalam Islam ........ 16
Bab II Konsep Manusia Menurut Islam ...... 38
Bab III Hukum dan HAM dalam Islam ....... 75
Bab IV Akhlak, Moral dan Etika ................. 130
Bab V Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Seni dalam Islam ............................ 156
Bab VI Kerukunan Antar Umat Beragama .... 175
Bab VII Masyarakat Madani dan Kesejehte-
raan Umat ..................................... 188
Bab VIII Kebudayaan dalam Islam ............. 200
Bab IX Sistem Politik dan Demokrasi dalam
Islam ............................................. 218
DAFTAR PUSTAKA ................................ 230
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt.
atas rahmat-Nya sehingga penyusunan Buku Ajar
Pendidikan Agama Islam (PAI) ini dapat diselesaikan
dengan baik. Salawat dan salam dikirimkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarga dan segenap
sahabatnya.
242
Buku ajar Pendidikan Agama Islam ini
disusun berdasarkan Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Perguruan Tinggi No 43/ DIKTI/Kep/2006
tanggal 2 Juni 2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Materi Mata Kuliah Pengembangan
Keperibadian (MPK) ini berlaku pada seluruh
perguruan tinggi di Indonesia baik tingkat universitas
maupun sekolah tinggi umum sebagai mata kuliah
umum.
Buku ajar ini digunakan dalam lingkungan
Politeknik Negeri Ujung Pandang pada dua tingkat
pendidikan mahasiswa, yaitu mahasiswa Diploma tiga
dan mahasiswa Diploma empat pada semua jurusan.
Keritikan dan saran dalam menyempurnakan
buku ajar ini kami harapkan kemudian diperbaiki
selanjutnya. Semoga bermanfaat kepada penulis dan
khususnya kepada pembaca, amin.
Makasar, Juli 2011
243
Penyusun,
Drs. H. Muh. Tang, M. Pd.
SAMBUTAN DIREKTUR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt. ,
salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Kepada keluarga dan segenap
sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnah
beliau. atas selesainya Buku Ajar Pendidikan Agama
Islam yang disusun oleh saudara Drs. H. Muh. Tang,
244
M.Pd. selaku dosen agama di Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
Buku ajar Pendidikan Agama Islam ini
disusun berdasarkan Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Perguruan Tinggi No 43/ DIKTI/Kep/2006
tanggal 2 Juni 2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Materi Mata Kuliah Pengembangan
Keperibadian (MPK) ini berlaku pada seluruh
perguruan tinggi di Indonesia baik tingkat universitas
maupun sekolah tinggi umum sebagai mata kuliah
umum.
Buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) ini
disusun dengan tujuan memperlancar prose
perkuliahan mahasiswa pada mata kuliah Pendidikan
Agama Islam dan di diharapkan kepada mahasiswa
menjadikan buku ajar tersebut sebagai referensi atau
rujukan dalam pembelajaran di kelas.
Semoga bernilai ibadah dan menjadi amal
jariyah buku ajar pendidikan Agama Islam ini dan
menambah semangat belajar mahasiswa di Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
245
Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada sadara penyusun atas
usaha yang dilakukan. Amin
Makassar, 28 Juli 2010
Direktur,
Dr. Pirman, M.Si.Nip 131 835 736
246
247