KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. ”A” UMUR 0 HARI
DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG PERINATOLOGI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
DISUSUN OLEH:
SITI KHOTIMAHBP. 1121228041
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEBIDANAN
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2013
LEMBAR PERSETUJUAN
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. A Umur 0 Hari Dengan Bayi Berat Lahir
Rendah Di Ruang Perinatologi RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tanggal : Juli 2013
Mahasiswa
SITI KHOTIMAH
BP. 1121228041
Mengetahui Pembimbing Praktek
dr. AMIRAH IZATIL IZZAH, SpA
Mengetahui Dan Menyetujui Ketua Program Studi
dr. YUSRAWATI, SpOG (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. A Dengan Bayi Berat Lahir Rendah Di Ruang
Perinatologi RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam menyusun laporan ini penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, arahan dan saran dari pembimbing praktek maupun akademik. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Hj. Yusrawati, SpOG (K) selaku ketua Program Studi S2
Kebidanan
2. Ibu dr. Amirah Izatil Izzah, SpA selaku pembimbing klinik yang telah
banyak memeberikan masukan
3. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan
ini
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, maka kami mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Padang, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian.....................................................................................................5
B. Faktor Penyebab...........................................................................................6
C. Tanda Bahaya..………………………………………………………….. 8
D. Patofisiologi…………………………………………………………….. 9
E. Permasalahan……..………………………………………………………10
F. Penatalaksanaan………………………………………………………… 19
BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………………… 21
BAB IV KAJIAN KASUS……………………………………………………….26
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………...……………………………. 31
B. Saran…………………………………………………………………….. 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi di Negara
ASEAN. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indenesia (SDKI,
2007), Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sekarang adalah 35 bayi per
1000 kelahiran. Dirincikan 157.000 bayi meninggal dunia per tahun atau 430
bayi meninggal dunia per hari. Dalam Millenium Development Goals (MDG),
Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka kematian bayi (AKB) menurun
menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Penyebab kematian bayi baru lahir
(Neonatus) yang terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit
pada masa Neonatus,salah satunya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di Dunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir
(Maryunani, 2009).
Bayi berat lahir rendah adalah bayi Baru Lahir Dengan Berat badan
Lahir kurang dari 2500 gram. Bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang
atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Djitowiyono, 2010).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature beby dengan
low birth weight baby (Bayi Dengan Berat Lahir Rendah). Dilakukan karena
tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi
prematur. Menentukan apakah bayi baru lahir itu prematur kita dapat melihat
dari sesuai masa kehamilan (SMK), dan (BMK) besar masa kehamilan
(Sarwono, 2006).
Menurut WHO pada tahun 1995 data BBLR dirincikan sebanyak 17%
dari 25 juta persalinan per tahun dan hampir semua terjadi dinegara
berkembang (Maulana, 2009).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah
Multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan
analisa nasional, Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui
karena refleks menghisapnya masih lemah. Berdasarkan estimasi dari Survei
Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI, 2007).
Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara
satu daerah dengan daerah lain. BBLR masih merupakan masalah di seluruh
dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi
baru lahir, Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50%
meninggal saat bayi (Evariny, 2005).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan dengan BBLR antara
lain kemiskinan merupakan akar dari masalah yang menimbulkan kondisi
kurang gizi pada kaum perempuan selain ketersediaan pangan dan konsumsi
makanan yang kurang jumlahnya maupun nilai gizinya menimbulkan kurang
energi kronik (KEK) dan anemia. Kondisi tersebut lazim didapatkan pada
kaum ibu di desa yang sudah sejak kecil menderita kurang kalori dan protein
(KKP) dan anemia. Nilai budaya setempat seringkali belum menempatkan
kaum perempuan dalam kesetaraan gender, sehingga pembagian makanan
dalam keluarga tidak mendapat prioritas. Beban pekerjaan yang berat pada
perempuan desa menambah buruknya gizi dan kesehatan kaum perempuan.
Kondisi tersebut seorang perempuan memasuki masa kehamilan yang
menambah buruk kesehatan dan gizinya. Kelahiran yang terlalu muda, terlalu
rapat, terlalu banyak dan terlalu tua menambah buruknya kondisi kesehatan
dan gizi ibu hamil yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
timbulnya BBLR (Mitayani, 2009).
Upaya menurunkan angka kejadian dan angka kematian BBLR akibat
komplikasi seperti Asfiksia (27%), Infeksi Tetanus (5%), Hipotermia,
Hiperbilirubinemia yang masih tinggi terus dilangsungkan melalui berbagai
kegiatan termasuk pelatihan tenaga-tenaga profesional kesehatan yang
berkaitan. Departemen Kesehatan RI dan Unit Kerja Kelompok Perinatologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan
beberapa Dinas Kesehatan Propinsi telah menyelenggarakan pelatihan
manajemen BBLR bagi bidan, dokter serta dokter spesialis anak menurut
tahapannya ( Purwanto. E.R, 2009).
Dalam beberapa dasawarsa ini perhatian terhadap janin yang mengalami
gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini
disebabkan masih tingginya angka kematian perinatal neonatal karena masih
banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah. (Mochtar,
1998).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan
low birth weight baby ( bayi dengan berat lahir rendah = BBLR ), karena
disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu
lahir bukan bayi premature.
Menurut data angka kaejadian BBLR di Rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24 %. Angka kematian perinatal di
rumah sakit dan tahun yang sama adalah 70 % dan 73 % dari seluruh kematian
di sebabkan oleh BBLR ( Prawirohardjo, 2005 )Melihat dari kejadian
terdahulu BBLR sudah seharusnya menjadi perhatian yang mutlak terhadap
para ibu yang mengalamai kehamilan yang beresiko karena dilihat dari
frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8 %, di Negara
berkembang berkisar antara 10 – 43 %. Dapat di dibandingkan dengan rasio
antara Negara maju dan Negara berkembang adalah 1 : 4 ( Mochtar, 1998 ).
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar
dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi
dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka
kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan
komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan
intrakranial, dan hipoglikemia.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang BBLR
2. Untuk menganalisis kasus BBLR dan melakukan kajian berdasarkan
asuhan kebidanan sesuai kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan Lahir
kurang dari 2500 gram. Bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang atau sama
dengan 2500 gram disebut prematur (Djitowiyono, 2010).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir dengan berat
badan kurang atau sama dengan 250 gram (WHO, 1961), sedangkan bayi dengan
berat badan kurang dari 1500 gr termasuk bayi dengan berat badan lahir sangat
rendah. Pada kongres European Prenatal Medicine II (1970) di London diusulkan
definisi sebagai berikut:
1. Preterin Infant (bayi kurang bulan: masa gestasi kurang dari 269 hari (37mg).
2. Term infant (bayi cukup bulan: masa gestasi 259-293 hari (37 – 41 mg).
3. Post term infant (bayi lebih bulan, masa gestasi 254 hari atau lebih (42
mg/lebih).
Dengan pengertian di atas, BBRL dibagi atas dua golongan:
1. Prematuritas murni kurang dari 37 hari dan BB sesuai dengan masa
kehamilan/ gestasi (neonatus kurang bulan - sesuai masa kehamilan/ NKB-
SMK).
2. Dismatur, BB kurang dari seharusnya untuk masa gestasi/kehamilan akibat
bayi mengalami retardasi intra uteri dan merupakan bayi yang kecil untuk
masa pertumbuhan (KMK). Dismatur dapat terjadi dalam preterm, term dan
post term yang terbagi dalam :
a. Neonatus kurang bulan – kecil untuk masa kehamilan (NKB- KMK).
b. Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan (NCB – KMK).
c. Neonatus lebih bulan – kecil untuk masa kehamilan (NLB – KMK).
B. Faktor Penyebab
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010)
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
4) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
5) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1tahun).
6) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
7) Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik(inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah
dini
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal didataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
Tanda-tanda fungsional janin yang erat kaitannya dengan BBLR
bermanfaat untuk menentukan etiologi dan prognosis janin, antara lain :
1. Volume cairan amnion, dimana penilaian cairan amnion dilakukan secara
semikuantitatif. Bila terdapat obligohidramnion (bukan karana pecah
ketuban), maka nilai prediksi PJT antara 79-100%. Meskipun demikian,
volume cairan amnion yang normal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan PJT. Bila ada obligohidramnion angka
mortalitas perinatal meningkat 50 kali lipat akibat komplikasi asfiksia.
Untuk itu biasanya kehamilan diterminasi bila janin viable. Kemungkinan
adanya agenesis atau disgenesis ginjal perlu diwaspadai.
2. Kesejahteraan janin, dimana berguna untuk mendeteksi adanya asfiksia
intrauterin. Beberapa cara pemeriksaan yang bisa dilakukan antara lain
penilaian profil biofisik janin, kardiotokografi dan analisa gas darah.
3. Sistem organ janin, digunakan untuk menentukan etiologi dan derajat
beratnya BBLR. Misalnya rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen
(rasio K/A) akan meningkat pada BBLR tipe II, sedangkan pada BBLR
tipe I rasio K/A normal.
4. Pemeriksaan Doppler, ditujukan untuk menilai perubahan resistensi
vaskular uterus-plasenta-janin melalui pengukuran velositas arus darah
dengan gelombang ultrasonik, dimana bila terjadi peningkatan resistensi
vaskuler menunjukkan adanya insufisiensi plasenta yang dapat
menyebabkan BBLR. Tanda-tanda fungsional janin yang kurang erat
kaitannya dengan PJT, misalnya penilaian maturasi plasenta, ketebalan
lemak subkutan janin, dan sebagainya.
Di dalam referat ini batasan yang digunakan untuk BBLR adalah
berat lahir bayi pada usia kehamilan tertentu berada di bawah nilai 10
persentil. Nilai persentil berat lahir ditentukan dari kurva distribusi yang
menggambarkan hubungan berat lahir dan usia kehanilan. Kurva tersebut
biasanya spesifik untuk populasi tertentu yang tinggal di daerah geografi
tertentu, sehingga tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Kurva pertumbuhan
yang dibuat untuk populasi yang tinggal di daerah yang letaknya tinggi di atas
permukaan laut (seperti halnya kurva Battaglia dan Lubchenco yang dibuat
untuk masyarakat kulit putih yang tinggal di Colorado yang letaknya kira-kira
5000-6000 kaki di atas permukaan laut), belum tentu cocok digunakan pada
populasi yang berbeda rasnya, berbeda tingkat heterogenisitasnya, dan tinggal
di daerah yang rendah dari permukaan laut. Idealnya untuk setiap populasi,
atau paling tidak untuk setiap negara mempunyai kurva pertumbuhan sendiri.
C. Tanda-tanda bayi BBLR
a. BB < 250 gram, TB < 45 cm, lingkar dada < 30 cm, lingkar kepala < 33
cm.
b. Tanda-tanda neonatus :
1. Kulit keriput tipis, merah, penuh bulu-bulu halus
(lanugo) pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak alam jaringan
sub-kutan sedikit.
2. Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung
jari.
3. Bayi prematur laki-laki testis belum turun dan pada bayi perempuan
labia minora lebih menonjol.
c. Tanda-tanda fisiologis :
1. Gerak pasif dan tangis hanya merintih walaupun lapar, lebih banyak
tidur dan malas.
2. Suhu tubuh mudah berubah menjadi hipotermis.
D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia
transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas
(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme
dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat
pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris
respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada
tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung
akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga
menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang
adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami
gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh
berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya
E. Permasalahan pada BBLR
1. Gangguan Pernafasan
a. Sindroma Gangguan Pernafasan
Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah
perkembangan imatur sistem pernafasan atau tidak adekuatnya surfaktan
pada paru-paru. Surfaktan adalah zat endogen yang terdiri dari fosfolipid,
neutral lipid dan protein yang membentuk lapisan di antara permukaan
alveolar dan mengurangi kolaps alveolar dengan cara menurunkan
tegangan permukaan di dalam alveoli (Usman, 2008).
Secara garis besar, penyebab sesak nafas pada neonatus dapat
dibagi menjadi dua, yaitu kelainan medik, seperti hialin membran disease,
aspirasi mekonium, pneumonia, dan kelainan bedah seperti choana atresia,
fistula trachea oesephagus, empisema lobaris kongenital. Gejala gangguan
pada sistem pernafasan dapat dikenali sebagai berikut (Kliegman et al.,
2007; Proverawati, 2010):
1) Frekuensi nafas takipneu(> 60 kali per menit)
2) Retraksi suprasternal dan substernal
3) Gerakan cuping hidung
4) Sianosis sekitar mulut dan ujung jari
5) Pucat dan kelelahan
6) Apneu dan pernafasan tidak teratur
7) Mendengkur
8) Pernafasan dangkal
9) Penurunan suhu tubuh
b. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon
dioksida yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang
lebih lanjut. Semua tipe BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan,
semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir
sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan
dan keterampilan resusitasi (Manuaba, 2010).
c. Aspirasi Mekonium
Ini adalah penyakit paru yang berat yang ditandai dengan
pneumonitis kimiawi dan obstruksi mekanis jalan nafas. Penyakit ini
terjadi akibat inhalasi cairan amnion yang tercemar mekonium peripartum
sehingga terjadi peradangan jaringan paru dan hipoksia. Pada keadaan
yang lebih berat, proses patologis berkembang menjadi hipertensi
pulmonal persisten, morbiditas lain dan kematian. Bahkan dengan terapi
yang segera dan tepat, bayi yang parah sering kali meninggal atau
menderita kerusakan neurologis jangka panjang (Cunningham et al.,
2005).
d. Retrolental
Fibroplasia Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur dimana
disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen
dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg) maka akan terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah retina. Kemudian setelah bernafas dengan
udara biasa lagi, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang
selanjutnya akan diikuti dengan proliferasi kapiler secara tidak teratur.
Stadium akut dapat terlihat pada umur 3-6 minggu dalam bentuk dilatasi
arteri dan vena retina, kemudian diikuti pertumbuhan kapiler secara teratur
pada ujung vena yang terlihat seperti perdarahan dan kapiler baru ini
tumbuh ke arah korpus vitreus dan lensa sehingga menyebabkan edema
retina dan retina dapat terlepas dari dasarnya.Keadaan ini dapat terjadi
bilateral dengantanda COA mengecil,pupil mengecil dan tidak teratur dan
visus menghilang. Pengobatan dengan diberikan ACTH atau
kortikosteroid. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut (Cunningham et al., 2005;
Proverawati, 2010):
a. Oksigen yang diberikan tidak boleh lebih dari 40 %
b. Tidak menggunakan oksigen untuk pencegahan apneadan sianosis
c. Pemberian oksigen pada bayi kurang dari 2.000 gram harus hati-hati
dan dimonitor selalu.
2. Gangguan Metabolik
a. Hipotermia
Bayi prematur dan BBLR akan dengan cepat kehilangan panas
tubuh dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan
belum berfungsi dengan baik, metabolisme yang rendah dan luas
permukaan tubuh yang relatif luasdan lemak masih sedikit (Depkes,
2008; Manuaba, 2010).
b. Hipoglikemia
Glukosaberfungsi sebagai makanan otak pada tahun pertama
kelahiran pertumbuhan otak sangat cepat sehingga sebagian besar glukosa
dalam darah digunakan untuk metabolisme di otak. Jika asupan glukosa ini
kurang, akibatnya sel-sel saraf di otak mati dan mempengaruhi kecerdasan
di masa depan. Pada BBLR hipoglikemia terjadi karena cadangan glukosa
yang rendah dan aktivitas hormonal untuk glukoneogenesis yang belum
sempurna (Kliegman et al., 2007).
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula
darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan
terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat
mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40
mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress
dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun
sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat
metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat
pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi.
Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang
rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
c. Masalah Pemberian ASI
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh
bayi yang kecil, kurang energi, lemah dan lambungnya kecil dan tidak
dapat menghisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan ASI dengan
bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit
tapi sering bayi BBLR dengan kehamilan >35 minggu dan berat lahir >
2.000 gram umumnya bisa langsung menyusui (Depkes RI, 2008).
3. Gangguan Imunitas
a. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh berkurang karena rendahnya kadar
Imunoglobulin G (IgG) maupun gamma globulin. IgG pada saat awal
kelahiran sebagian besar didapat dari ibu dimulai sekitar minggu ke-16
dan yang paling tinggi empat minggu sebelum kelahiran. Dengan
demikian, bayi BBLR relatif kurang mendapat antibodi ibu belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi
belum baik, karena sistem kekebalan tubuh bayi juga belum matang. Bayi
juga dapat terkena infeksi saat lahir. Keluarga dan tenaga kesehatan yang
merawat bayi harus melakukan tindakan pencegahan infeksi dengan
menjaga kebersihan dan cuci tangan dengan baik (Cunningham et al,
2005; Proverawati, 2010).
b. Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit , selaput lendir dan
berbagai jaringan karena tingginya zat warna empedu. Ikterus neonatal
adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Biasanya
bersifat fisiologis, tapi dapat juga patologis dikarenakan fungsi hati yang
belum matang (imatur) menyebabkan gangguan pemecahan bilirubin dan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami ikterus patologis
memerlukan tindakan dan penanganan lebih lanjut. Ikterus yang patologis
ditandai sebagai berikut (Manuaba, 2010):
1) Kuningnya timbul 24 jam pertama setelah lahir
2) Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat pesat dan progresif
3) Jika bayi tampak tidak aktif, tak mau menyusu
4) Cenderung banyak tidur disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat
atau malah turun
5) Air kencing gelap seperti the 24, Adanya gangguan konjugasi dan
ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi
vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim
glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum
sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi
bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.
4. Gangguan Sistem Peredaran darah
a. Masalah Perdarahan
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkankarena
kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah
yang abnormal karena imaturitas sel. Sebagai tindakan pencegahan
terhadap perdarahan otak dan saluran cerna pada bayi BBLR diberikan
injeksi vitamin K , yang sangat penting dalam mekanisme pembekuan
darah normal. Pemberian biasanya secara parenteral, 0,5-1 mg IM dengan
dosis satu kali segera setelah lahir dilakukan pada paha kiri(Depkes RI,
2008).
b.Anemia
Anemia fisiologik pada bayi BBLRdisebabkan oleh supresi
eritropoeisis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta
bertambah besarnya volume darah akibat pertumbuhan yang lebih cepat.
Oleh karena itu anemia pada bayi BBLR terjadi lebih dini dan kehilangan
darah pada janin atau neonatus akan memperberat anemianya
(Cunninghamet al., 2005).
c. Gangguan Jantung
Patent Ductus Arteriosus (PDA) sejenis masalah jantung, biasanya
dicatat dalam beberapa minggu pertama atau bulan kelahiran. PDA yang
menetap sampai bayi berumur 3 hari sering ditemui ada bayi BBLR,
terutama pada bayi dengan penyakit membran hialin. Defek septum
ventrikel, frekuensi kejadiannya paling tinggi pada bayi dengan berat
kurang dari 2500 gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu
dibandingkan dengan bayi yang lebih besar dengan masa gestasi yang
cukup (Usman, 2008 ; Proverawati, 2010).
d. Gangguan pada Otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial (otak) pada
neonatus. Bayi mengalami masalah neurologis, seperti gangguan
mengendalikan otot (cerebral palsy), keterlambatan perkembangan dan
kejang (Cunningham et al., 2005).
5. Gangguan Cairan Elektrolit
a.Gangguan Eliminasi
Kerja ginjal yang masih belum matang, kemampuan
mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum
sempurna, ginjal imatur baik secara anatomis maupun fungsinya.
Produksi urine yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak
sanggup mengurangi kelebihanair tubuh dan elektrolit dari badan
dengan akibat mudah terjadiedema dan asidosis metabolic
(Kliegmanetal., 2007).
b.Distensi Abdomen
Yaitu kelainan yang berhubungan dengan usus bayi.
Distensi abdomen akibat motilitas usus berkurang, volume lambung
kecil sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk
mencernakan dan mengabsorbsi lemak berkurang. Kerja dari sfingter
gastroesofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya
regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi
(Proverawati, 2010).
c.Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna
membuat penyerapan makan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna, mengakibatkan pengosongan
lambung lambat. Bayi BBLR mudah kembung, hal ini karena stenosis
anorektal, atresia ileum, peritonitis meconium(Kliegmanet al., 2007).
d.Gangguan Elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi,
keadaan lingkungan dan penyakit bayi. Diduga kehilangan cairan
melalui tinja dari janin yang tidak mendapat makanan melaui mulut
sangat sedikit. Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehikangan
cairan insensible, cairan yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran
cairan oleh sebab lainnya, kehilangancairan insensible meningkat di
tempat udara panas, selama terapi sinar, dan pada kenaikan suhu
tubuh (Proverawati, 2010).
F. Penatalaksanaan BBLR
1. Pengaturan suhu
Untuk mencegah hipotermi, diperlukan lingkungan yang cukup
hangat dan istirahat konsumsi O2 yang cukup. Bila dirawat dalam
inkubator maka suhunya untuk bayi dengan BB 2 kg adalah 35C dan
untuk bayi dengan BB 2 – 2,5 kg adalah 34C. Bila tidak ada inkubator,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan
botol-botol hangat yang telah dibungkus dengan handuk atau lampu
petromak di dekat tidur bayi. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan
popok untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum, warna
kulit, pernafasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit dapat dikenali
sedini mungkin.
2. Pengaturan makanan/nutrisi
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah
sedikit demi sedikit. Secara perlahan-lahan dan hati-hati. Pemberian
makanan dini berupa glukosa, ASI atau PASI atau mengurangi resiko
hipoglikemia, dehidrasi atau hiperbilirubinia. Bayi yang daya isapnya baik
dan tanpa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Umumnya bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram memerlukan minum pertama dengan
pipa lambung karena belum adanya koordinasi antara gerakan menghisap
dengan menelan.
Dianjurkan untuk minum pertama sebanyak 1 ml larutan glukosa 5
% yang steril untuk bayi dengan berat kurang dari 1000 gram, 2 – 4 ml
untuk bayi dengan berat antara 1000-1500 gram dan 5-10 ml untuk bayi
dengan berat lebih dari 1500 Gr.
Apabila dengan pemberian makanan pertama bayi tidak mengalami
kesukaran, pemberian ASI/PASI dapat dilanjutkan dalam waktu 12-48
jam.
3. Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah terserang infeksi. Hal ini disebabkan karena
daya tubuh bayi terhadap infeksi kurang antibodi relatif belum terbentuk
dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik.
Prosedur pencegahan infeksi adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir selama
2 menit sebelum masuk ke ruang rawat bayi.
b. Mencuci tangan dengan zat anti septic/ sabun sebelum dan sesudah
memegang seorang bayi.
c. Mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang
berhubungan dengan bayi.
d. Membatasi jumlah bayi dalam satu ruangan.
e. Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke ruang rawat bayi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN DATA
A. Biodata Bayi
Nama : By. Ny. F
Tanggal lahir bayi : 23 Juli 2013
Tanggal pemeriksaan : 23 Juli 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan lahir : 1800 gr
Pengukuran panjang :
- Panjang : 37 cm
- Lingkar kepala : 30 cm
- Lingkar dada : 25 cm
- Denyut jantung/menit : 130 /menit
- Reguler/ Irreguler : Irreguler
- Respirasi : 60 X/menit
- Temperatur aksila : 36,3C
B. Identitas Orang Tua Bayi
- Nama ibu : Ny F
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
- Nama ayah : Bp. R
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Alamat : Padang Sarai
MR : 832313
Diagnosa sementara : BCB / KMK / SPT. BK
C. Keluhan Utama
Berat badan 1800 gr, suhu aksila 36,3C, lingkar dada < 30 cm, LK < 33 cm
kesadaran CM.
D. Riwayat Penyakit Sekarang
BBLR, berak kurang aktif, menangis lemah, tanda vital: 140 X/menit untuk
denyut jantung, respirasi 50 X/menit, suhu 36,3C. Berat badan 1800 gr, dan
dirawat dalam inkubator.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu baru pertama kali melahirkan, tidak pernah abortus, keluarga belum
pernah masuk Rumah Sakit, sosial ekonomi yang sangat rendah
F. Riwayat Penyakit Dahulu / Persalinan
Pada tanggal 23 Juli 2013, jam 03.00 WIb sehabis melahirkan ibu kejang
(eklamasi), bayi lahir spontan tidak langsung menangis kuat, gerak tidak
terlalu aktif, lalu dirujuk ke RS karena bayi BBLR. Riwayat antenatal: ibu
tidak rajin memeriksakan kehamilan ke PKM dan mendapat TT.
G. Pemeriksaan Fisik Biologis
- Kepala : bayi tidak mengalami caput suecedenium dan cephal
hematome, ubun-ubun dan sutura lebar, rambut
halus, tipis & ada, tidak ada.
- Telinga : simetris, tidak megeuarkan sekret.
- Mulut : sianosis , mukosa bibir basah.
- Leher : massa , gerak leher lemah.
- Badan : warna kemerahan, torax retraksi sternum & iga.
tulang teraba lunak
- Aktivitas : lemah, gerak kurang aktif, lemas.
- Lanugo : terdapat pada dahi, lengan, telinga, pelipis.
- Abdomen : bising usus , tidak terdapat benjolan.
- Ekstremitas : tidak terdapat edema & parese (-) kuku belum
mencapai ujung jari.
- Mata : sulit membuka, ikterik , anemis .
- Hidung : tidak terdapat sekret.
- Anus : .
- Genital : labia minora lebih menonjol.
- Minum : bayi dipuasakan, cairan lewat infus.
- Refleks : menghisap lemah.
- Kulit : turgor jelek, kulit dingin.
H. Laboratorium
Hasil lab tanggal 23 Juli 2013.
- Hb : 14,3 gr %
- Leukosit : 5.600 mm3.
- Trombusit : 112.000 /mm3.
- GD : 0
- GDR : 35 mg/dl
I. Pemberian Obat Sekarang
IVFD D 10 % 135 cc /5 tts/mikro.
Ampicillin: 3 x 50 mg.
Gentamisin: 2 x 5.
O2 : 2 l/m
Inkubator : .
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DO: suhu 36,3 o C.
lingkar dada 25 cm.
Menangis lemah.
Kemampuan menghisap
lemah.
Kurangnya jaringan
lemak bawah kulit.
Gangguan
regulasi suhu
tubuh.
Gerak kurang aktif.
lemah.
lingkar dada < 30 cm, LK
< 33 cm
DS: bayi dipuasakan.
Refleks menghisap
lemah.Turgor jelek.
2. DO: bayi dipuasakan.
Refleks menghisap lemah.
Turgor jelek.
Refleks menghisap
dan menelan yang
belum sempurna.
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi.
3. Rendah kadar Ig G
dan relatif belum
membentuk
antibodi.
Potensial
infeksi.
4. Tipisnya kulit bayi
dan kurang
pergerakan.
Kelembaban.
Potensial
kerusakan
integritas kulit.
BAB IV
KAJIAN KASUS KEBIDANAN
Penyebab BBLR dan prematur sangat banyak dan bervariasi, dari yang
sifatnya genetis, riwayat medis (misalnya riwayat kelainan genitourinary,
kehamilan sebelumnya, riwayat infeksi, dll), sampai yang sifatnya lifestyle
(misalnya merokok, konsumsi alkohol, dan kekurangan nutrisi). Penyebab genetis
tentunya susah di cegah, jadi lebih mudah fokus ke medis, yaitu menyembuhkan
dan mencegah infeksi penyebab BBLR/prematur dan perbaikan kebiasaan sehari-
hari.
Pada kasus by. F dengan BB 1800 gram dan PB 37 cm, lahir spontan,
kurang masa kehamilan, ibu sering mengalami nyeri saat miksi, dan mengalami
keputihan dengan rasa gatal, kondisi janin lahir dengan kulit pucat mengalami
kelainan congenital.
Masalah yang paling utama pada bayi BBLR/prematur adalah
mempertahankan daya dan kualitas hidupnya sampai kondisi kesehatannya
dianggap stabil. Mereka yang lahir prematur, belum sempat mendapatkan antibodi
karena antibodi baru ditransfer dari ibu di trimester ketiga. Pembentukan lemak
tubuh juga belum sepenuhnya selesai di usia prematur. Sehingga dari dua kondisi
ini, infeksi dan hipotermia (penurunan suhu tubuh) merupakan musuh utama dari
BBLR/prematur.
Dengan kondisi bayi seperti bayi F ini, ASI akan sangat membantu daya
tahan bayi melawan infeksi. Sebisa mungkin semakin cepat bayi diberi ASI,
semakin kecil pula kemungkinan terkena infeksi. Pada bayi BBLR/prematur,
kadang diperlukan tambahan HMF (human milk fortifier) untuk membantu
pertambahan berat badan bayi. Pada kasus hipotermia, pencegahannya adalah
penggunaan inkubator, yang pasti sudah default di RS.
Bayi F dengan frekuensi pernafasan > 60 x/mnt, bayi mengalami Takipnea
Hal ini disebabkan Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan
tetap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea.
Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda
distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan
intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal.
Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori
idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress
respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.
Sebaliknya bayi bisa saja apnea, dimana Serangan apnea disebabkan
ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan
hipoglikemia atau perdarahan intracranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan
diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apnea dan memberikan
oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar
bayi akan dapat bertahan dari serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin
berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti
aminofilin mungkin bermanfaat.
Dapat pula terjadi Enterokolitis nekrotik, Keadaan ini timbul terutama
pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah
transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak
cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan
pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan
berikan pemberian makanan intravena.
Pada bayi F ini juga mengalami Bronchupenumonia dimana hal ini
merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya RDS (Respiratory
Distress synndrom) pada bayi BBLR yang disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal
tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung
90% fosfolipid dan 10% protein ,lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik,
paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh
sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir sedangkan Epithelium mulai membaik dan surfaktan
mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir.
Melihat begitu banyaknya komplikasi yang bisa saja terjadi pada bayi
BBLR, maka bidan sebagai tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan
pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi kasus dan risiko
BBLR/prematur dengan berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkannya yaitu
memberikan pendidikan kesehatan pada setiap ibu hamil tentang:
a. Stop merokok dan merokok pasif.
b. Meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan.
c. Rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan.
d. Memastikan kecukupan nutrisi selama hamil.
e. Pemeriksaan dan perawatan sejak sebelum hamil, seperti perencanaan
kehamilan dan mengatur jarak antar kehamilan.
f. Vaksinasi sebelum kehamilan untuk memastikan bebas dari infeksi yang
dapat menyebabkan BBLR/prematur.
g. Beberapa infeksi yang diketahui menjadi penyebab BBLR/prematur
seperti ISK (infeksi saluran kencing, rubella (campak jerman),
dan cytomegalovirus (CMV) bisa disembuhkan atau minimal bisa dicegah.
ISK bisa sembuh dengan pengobatan dan perawatan teratur, sedangkan
rubella dan CMV bisa dicegah dengan vaksinasi sebelum hamil.
Peranan Bidan dalam Pencegahan BBLR :
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting.
Hal-hal yang dapat dilakukan :
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik.
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun) dan menghentikan kehamilan pada
multiparitas dengan berKB agar kesehatan reproduksi wanita tetap sehat dan
berkualitas.
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Prevalensi bayi berat lahir
rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan
batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau
sosio-ekonomi rendah.
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR.
B. Saran
1. Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
2. Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan BBLR.
3. Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J.M., Bulecheck, G.N. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) 4th Edition. Missouri: Mosby.
Etika, R., Harianto, A., Indarso F., Damanik,S.M. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo – Surabaya. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Diakses 14 maret 2012. Website URL http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9khg-pkb.pdf
Herdman, T.H. 2009. NANDA Nursing Diagnoses Definition and Classification 2009-2011. UK: Wiley-Blackwell.
Hockenberry, M.J. 2005. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing 7th Edition. Elsevier: Philadelphia.
James, S.R., Ashwill , J.W. 2007. Nursing Care of Children Principle and Practice. Elsevier: Philadelphia.
Moprhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., Swanson, E. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) 4th Edition. Missouri: Mosby.
Nelson. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3. Edisi 12. Jakarta: EGC.
Wilson, M.N. dan Price, A.S. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
www.scirp.org/fileOperation/downLoad.aspx?path=OJOG20110300003_15253897.pdf&type=journal
Recommended