BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak
tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula, dan
pertumbuhan anak yang berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini
antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak,
kebiasaan hidup dan lainnya.
Nutrisi dan kesehatan anak sangat mempengaruhi perkembangan fisik anak dalam
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Selama masa bayi dan balita, anak-anak
dengan mudah beradaptasi dan mendekatkan diri kepada orang lain. Awal hubungan
mereka mereka biasanya dengan orang tua dan anggota keluarga lain. Pada fase ini sangat
tergantung pada pengasuh untuk mendapatkan makanan, pakaian, kehangatan, dan
pengasuhan. Cara mengajarkan anak mengenal sesuatu dapat disesuaikan dengan
perkembangan motorik anak sesuai dengan umur mereka. Oleh karena itu kita perlu
memahami apa yang dimaksud dengan belajar motorik.
Belajar motorik adalah suatu proses perubahan perilaku pada diri sendiri yang
dilakukan secara sadar dan bersifat relatif permanen akibat latihan, pengalaman serta
kondisi lingkungan dalam bentuk keterampilan gerak yang timbul dari usaha yang berupa
kemauan dan motivasi. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan
kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah
merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam
tubuh yang dikontrol oleh otak.
1
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
perkembangan individu secara keseluruhan. Keterampilan fisik yang dibutuhkan anak
untuk belajar gerak bisa dilatih di masa-masa awal perkembangan. Sangat penting untuk
mempelajari keterampilan ini dengan suasana yang menyenangkan, tidak berkompetisi
agar anak-anak mempelajari gerak dasar dengan senang dan merasa nyaman untuk ikut
berpartisipasi.
Viktor G. Simanjuntak (2008: 49) pola gerak dasar adalah bentuk gerakan-gerakan
sederhana yang bisa dibagi kedalam 3 bentuk gerak dasar sebagai berikut:
1. Gerak lokomotor (gerakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain) dimana
bagian tubuh tertentu bergerak atau berpindah, misalnya: jalan, lari, dan lompat
2. Gerak non lokomotor (gerakan tidak berpindah tempat) dimana sebagian anggota
tubuh tertentu saja yang digerakkan tapi tidak berpindah tempat, misalnya:
mendorong, menarik, menekuk, memutar, dan lain-lain.
3. Gerak manipulatif, dimana ada sesuatu yang digerakkan, misalnya: melempar,
menangkap, memukul, menyepak dan gerakan lain yang
Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar
adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh
anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri, misalnya kemampuan
untuk duduk, menendang, berlari dll, sedangkan motorik halus adalah gerakan yang
menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh
kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Tidak banyak orangtua yang mengerti bahwa keterampilan motorik kasar dan halus
seorang anak perlu dilatih dan dikembangkan setiap saat dengan berbagai aktivitas.
Pengembangan ini memungkinkan seorang anak melakukan berbagai hal dengan lebih
baik, termasuk di dalamnya pencapaian dalam hal akademis dan fisik.
2
Banyak sekali teori-teori belajar yang dapat dihubungkan dengan belajar motorik
salah satunya adalah teori belajar behavior. Teori belajar motorik behavior adalah
perubahan perilaku keterampilan gerak yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret yang didapat dari percobaan-percobaan. Tokoh-tokoh aliran behaviorisme antara
lain: John B Waston, Ivan Petrovich Pavlov, Edward Lee Thorndike, Clark Leonard Hull,
Edwin Ray Gutrie, dan Bhrrhus Frederick Skinner. Setiap tokoh dalam aliran behaviorisme
beranggapan bahwa dalam pembelajaran yang terpenting adalah masukan (input) yang
berupa rangsangan (stimulus) dan produk/hasil (output) yang berupa tanggapan (respons),
namun masing-masing tokoh tersebut membahas dan menjabarkan teori behavior dengan
karakteristik tertentu.
Berdasarkan latar belakang ini, maka dianggap perlu untuk memahami konsep
pembelajaran gerak khususnya gerak lokomotor. Gerak lokomotor yang dikaji adalah
berjalan, lalu di analisis berdasarkan teori-teori pembelajaran yang dikemukakan oleh
Edward Lee Thorndike yang merupakan salah satu tokoh aliran behaviorisme yang
memiliki konsep tentang pembelajaran gerak.
B. Tujuan Makalah
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk dapat menganalisis gerak
lokomotor berjalan pada anak sehingga dapat diimplementasikan ketahap-tahap
perkembangan anak sesuai dengan konsep pembelajaran behavioresme yang dikemukakan
oleh Edward Lee Thorndike.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Pembelajaran Edward Lee Thorndike
Menurut Thorndike (Heri Rahyubi, 2012: 33) belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar ia mengungkapkan bahwasanya
setiap makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya itu merupakan hubungan antara stimulus
dan respon adapun teori thorndike ini disebut teori koneksionisme. Belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dalam artian dengan
adanya stimulus itu maka diharapkan timbulah respon yang maksimal teori ini sering juga
disebut dengan teori trial and error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan
stimulus dan respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan
orang yang berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan
respon ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.
Dalam teori trial and error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme
ini dihadapkan denagan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis oarganisme
ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bias juga
berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemukakn respon.
Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu menelurkan perbuatan atau tindakan
yang cocok atau memuaskan maka tindakan ini akan disimpan dalam benak seseoarang
atau organisme lainya karena dirasa diantatara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah
4
itu, selama yang telah dilalakukan dalam menanggapi stimulus dan situasi baru. Jadi dalam
teori ini pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau
situasi baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu menemukan
tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi
kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus. Teorinya Thorndike
mengemukakan tiga hukum dalam belajar, yaitu:
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga
asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum Latihan (Law of Exercise)
Yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut
akan semakin kuat
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
Yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan
dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
4. Hukum Sikap ( Law of Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar gerak berjalan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan
yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
B. Gerak Lokomotor
Viktor G. Simanjuntak (2008: 49) pola gerak dasar adalah bentuk gerakan-gerakan
sederhana yang bisa dibagi kedalam 3 bentuk gerak dasar sebagai berikut:
1. Gerak lokomotor (gerakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain) dimana
bagian tubuh tertentu bergerak atau berpindah, misalnya: jalan, lari, dan lompat
5
2. Gerak non lokomotor (gerakan tidak berpindah tempat) dimana sebagian anggota
tubuh tertentu saja yang digerakkan tapi tidak berpindah tempat, misalnya:
mendorong, menarik, menekuk, memutar, dan lain-lain.
3. Gerak manipulatif, dimana ada sesuatu yang digerakkan, misalnya: melempar,
menangkap, memukul, menyepak dan gerakan lain yang
Hal yang sama juga dikemukakan Yudanto (2011: 6) terdapat tiga keterampilan
motorik dasar seseorang, yaitu: gerak lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif.
Gerak lokomotor dapat diartikan sebagai gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke
tempat yang lain. Bentuk gerak lokomotor diantaranya berjalan, berlari, berjingkat
melompat dan meloncat, berderap, merayap dan memanjat.
Amalia (2010: 11) Gerak lokomotor juga dapat diartikan sebagai gerak
memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain seperti berjalan, lari,
lompat, dan loncat. Definisi gerak lokomotor juga dijelaskan oleh Asim (2005:
32) bahwa gerak lokomotor adalah gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat
yang lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Gerakan tersebut diantaranya jalan,
lari, lompat, loncat, jingkat, menderap, memanjat dan lain-lain.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa gerak lokomotor adalah merupakan
akivitas memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, banyak contoh
gerak lokomotor salah satunya dalam hal ini adalah berjalan.
Berjalan menurut Viktor G. Simanjuntak (2008: 50) adalah aktivitas gerak
memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, pada saat kaki melakukan
pergantian langkah salah satu kaki tetap menumpu pada dasar pijakan. Dengan konsep di
atas, berjalan dapat dilakukan dengan kaki, dengan tangan, dengan kaki dan tangan,
dengan tubuh; demikian juga arahnya, ke depan dan ke belakang, ke samping kiri dan
kanan, dalam hal usaha, bisa cepat, lambat, keras, perlahan, terhenti-henti, berkelanjutan;
6
dalam hal keterhubungan, bisa di sekitar ruangan, di sekitar teman sendiri, melintasi atau
melangkahi alat, dan sebagainya.
Gambar 1. Contoh Gerakan Berjalan
C. Implementasi Teori Edward Lee Thorndike terhadap Gerak Lokomotor
Hery Rahyubi (2012: 34) Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba
kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and
conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.
Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus
yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian
selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S R S1 R1
Dalam proses pembembelajaran gerak berjalan pada anak, keterampilan anak
tidak datang dengan sendirinya melainkan dengan proses pengulangan, hal ini sesuai
dengan pengertian belajar motorik yang dikemukakan Amung Ma’mun (2000: 3) belajar
gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh dan
7
Lama belajar Lama belajar
Nil
ai K
eber
hasi
lan
Nil
ai K
eber
hasi
lan
menyempurnakan keterampilan gerak sangat terkait dengan latihan dan pengalaman
individu bersangkutan. Hal ini dapat digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini:
Gambar 2. Kurva hasil belajar gerak
Jumlah keberhasilan akan meningkat setiap kali anak melakukan latihan, dan jumlah
kesalahan yang dilakukan akan berkurang ketika anak semakin terlatih. Berdasarkan
pendapat di atas belajar gerak berjalan selain proses dan tahap-tahap kematangan anak,
belajar berjalan harus dilakukan dengan berlatih secara berulang-ulang sehingga anak akan
mendapatkan stimulus-stimulus pada setiap respon geraknya.
5. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Sebelum membahas implementasi hukum kesiapan (Law of Readiness) ini, maka
terlebih dulu untuk mengetahui masa perkembangan anak. Selama setahun pertama, ada
tiga bulan yang sangat pesat perkembanganya, yaitu bulan ketiga, bulan keenam, dan bulan
kesepuluh, dalam bulan-bulan itu anak mengalami perkembangan yang maju dengan cepat.
Amalia (2010) urutan perkembangan metorik anak dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bagian kepala
- Ocular melakukan gerakan : 4 minggu
- Sensum sosial : untuk menanggapin senyuman orang lain, 3 tiga bulan
8
- Koordinasi mata : 4 bulan
- Menegakan kepala : dalam posisi tengkurap : 1 bulan, dalam posisi duduk 4
bulan
b. Bagian batang tubuh
- Membalik – dari miring ke terlentang : 2 bulan, dari terlentang ke miring : 4
bulan, lengkap : 6 bulan
- Duduk – menarik keposisi duduk : 4 bulan, dengan bantuan : 5 bulan, tampa
bantuan : 9 bulan
- Organ eminasi – pengendalian unsur : 2 bulan, pengendalian kandungan air seni
: 2-4 tahun
c. Tangan
- Gerakan bertahan : 2 minggu
- Mengisap jempol : 1 bulan
- Menggenggam dan menjangkau : 4 bulan
- Memegang dan menggenggam : 5 bulan
- Memungut benda dengan ibu jari : 8 bulan
d. Kaki
- Mengesot : 6 bulan
- Merangkak : 7 bulan
- Maju berlahan-lahan pada tangan dan lutut : 9 bulan, pada kedua tangan dan
kedua kaki : 10 tahun
- Berdiri dengan bantuan : 8 bulan, tanpa bantuan : 10 bulan
- Berjalan dengan bantuan : 11 bulan, tanpa bantuan : 12 – 14 bulan
9
Setelah mengetahui urutan perkembangan motorik anak di atas, maka terlihat
tahapan atau masa belajar gerak berjalan pada anak, yaitu pada usia 6 bulan sampai 14
bulan, dimana tahapan belajar anak dimulai dari mengesot, merangkak, maju berlahan
dengan tangan dan lutut dan pada kedua tangan dan kaki, berdiri dengan bantuan, berjalan
dengan bantuan sampai saatnya berjalan tanpa bantuan.
Hal ini di tegaskan Sugiono dan Sudjarwo (1991: 16) perkembangan kemampuan
gerak berjalan berhubungan denga kekuatan kaki, keseimbangan dan koordinasi bagian-
bagian tubuh yang mendukung mekanisme keseimbangan. Kekuatan kaki diperlukan untuk
mendukung beban berat tubuh, dan keseimbangan diperlukan untuk menjaga tubuh agar
tidak roboh. Untuk menjaga keseimbangan pada saat memindahkan titik berat badan ke
kaki depan yang melangkah maka koordinasi antara kaki dengan anggota tubuh bagian atas
terutama tangan sangat diperlukan.
Dari pendapat di atas, kesiapan anak untuk melakukan gerak berjalan dapat terjadi
dengan kematangan usia. Pada saat kematangan usia ini, anak dapat melakukan tahapan-
tahapan berjalan. jika anak merasa senang atau tertarik pada belajar gerak berjalan ini,
maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan berulang-ulang.
Pada kematangan ia akan merasa puas dan belajar berjalan akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
6. Hukum Latihan (Law of Exercise)
Menurut Viktor G. Simanjuntak (2008: 59) pada pertumbuhan gerak akan lebih
memungkinkan anak melakukan gerakan-gerakan yang lebih terampil dan gesit, antara lain
gerakan berjalan dan memegang. Setelah melewati masa ini lambat laun anak mampu
melakukan gerak berjalan dengan lebih lancar dan mampu bergerak lebih cepat.
10
Berdasarkan pendapat di atas gerak berjalan dapat dilakukan oleh anak dengan
sendirinya apabila sudah pada masa tertentu, namun gerak berjalan sudah dapat dilatih
sejak anak berusia 6 bulan, hal ini sesuai yang dikemukakan Sugiono dan Sudjarwo di atas.
Pola perkembangan penguasaan atau latihan gerak berjalan menurut Viktor G.
Simanjuntak (2008: 59) adalah sebagai berikut:
a. Irama, gerakan yang cepat dan terkontrol, bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan
irama yang dikehendaki. Dengan kata lain anak bisa melakukan dengan irama
lambat dan juga bisa cepat.
b. Bentuk gerakan kedua kaki yang melangkah tidak mengangkang mendekati garis
lurus, sudut kedua telapak kaki menyempit.
c. Ayunan langkah menjadi semakin otomatis, sudah mampu berjalan seperti gerakan
berjalan orang dewasa pada umumnya. Anak sudah mampu berjalan dengan ayunan
kaki dan berbelok ke arah yang dikehendaki dengan mudah.
Perkembangan kemampuan gerak berjalan berhubungan dengan peningkatan
kekuatan kaki, keseimbangan, dan koordinasi bagian-bagian tubuh yang mendukung
mekanisme keseimbangan. Kekuatan kaki diperlukan untuk mendukung beban berat tubuh,
dan keseimbangan diperlukan untuk menjaga tubuh agar tidak roboh. Untuk menjaga
keseimbangan pada saat memindahkan titik berat badan ke kaki depan yang melangkah
maka koordinasi antara kaki dengan anggota tubuh bagian atas terutama tangan sangat
diperlukan. Perkembangan positif dalam hal kekuatan kaki, keseimbangan, dan koordinasi
antara kaki dengan tubuh bagian atas sangat menunjang kemampuan anak melakukan
berbagai variasi. gerakan berjalan.
Dari uraian di atas, kita dapat memahami upaya dan bentuk latihan yang dapat
dilakukan pada anak agar mereka memiliki tingkat kemampuan gerak berjalan yang tinggi.
Beberapa contoh latihan gerak berjalan adalah dengan memapah anak, banyak orang tua
11
yang mengajarkan anaknya berjalan dengan baby walker dan banyak lagi jenis dan alat
latihan untuk berjalan.
Viktor G. Simanjuntak (2008: 60) Setelah anak dapat berjalan dengan lancar,
latihan-latihan untuk melatih kematangan berjalan dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Jalan cepat
Jalan cepat adalah gerak melangkah ke depan sedemikian rupa tanpa terputus
hubungan dengan tanah. Artinya, setiap kali melangkah kaki depan harus menyentuh tanah
sebelum kaki belakang meninggalkan tanah. Pada periode melangkah di mana satu kaki
harus berada di tanah maka kaki tersebut harus lurus/lutut tidak bengkok dan kaki tumpu
dalam keadaan posisi tegak lurus.
Secara teknis beberapa hal yang dapat kita perhatikan berikut ini.
a. Togok
Pada waktu bergerak maju ada kecenderungan untuk lebih condong badannya ke
depan atau ke belakang. Oleh karena itu pertahankan badan sedemikian rupa
sehingga tegak. Pundak jangan terangkat dan waktu lengan mengayun. Jika ini
dilakukan maka akibatnya akan cepat melelahkan anggota badan bagian atas.
b. Kepala
Pada saat berjalan, posisi kepala menatap ke depan, namun sesekali boleh saja
menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sebab gerakan demikian tidak
menganggu dari lajunya gerak jalan tersebut.
c. Kaki waktu melangkah
Kaki melangkah lurus ke depan satu garis dengan garis khayal dari badan
si pejalan/garis khayal di antara kedua ujung kaki dipertahankan (jari-jari) segaris,
tidak ke luar atau ke dalam. Pada saat menumpu, tumit harus menyentuh tanah
lebih dahulu terus bergerak ke arah depan secara teratur.
12
d. Lengan dan bahu
Gerakan lengan mengayun dari muka ke belakang dan sikut ditekuk tidak kurang
90°. Kondisi ini harus dipertahankan dan ditambah dengan mengayunkannya
dengan rileks tanpa mengganggu keseimbangan.
b. Jalan di tempat
Gerakan jalan di tempat memberikan rangsangan kepada anak untuk mau
melakukan gerakan mengangkat lutut. Tujuan gerakan ini adalah memberikan rasa atau
irama langkah yang terkendali satu sama lain. Jalan di tempat ini juga dapat dilakukan
sambil bermain seperti bermain mengenal mata angin atau arah barat, utara, timur dan
selatan. Permainan ini juga sekaligus bisa memperkenalkan arah kanan, kiri dan
sebagainya.
c. Jalan mundur
Gerakan jalan mundur memberikan rangsangan untuk keseimbangan, melatih
feeling terhadap suatu kondisi, memberikan dan merangsang rasa kewaspadaan diri
terhadap lingkungan sekitar, serta menambah rasa percaya diri bagi petumbuhan mental
anak. Gerakan-gerakan ini dapat diberikan kepada anak-anak dalam bentuk bermain
perorangan maupun kelompok.
d. Jalan menyamping
Jalan menyamping dapat dilakukan oleh semua anak dengan berbagai variasi untuk
memupuk rasa percaya diri serta meningkatkan kematangan bergerak dalam berbagai
bentuk aktivitas anak. Kegiatan ini pun dapat dilakukan dengan menggunakan alas, atau
dapat pula dilakukan dalam bentuk permainan, baik itu satu-satu, dua-dua, tiga-tiga, dan
sebagainya.
13
e. Jalan silang
Jalan silang dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu jalan silang maju ke
depan dan jalan silang menyamping. Jalan silang ini memberikan kualitas atau tekanan
pada kaki khususnya pada persendian pinggul dan persendian lutut serta persendian pada
pergelangan kaki. Jalan silang ini merupakan upaya meningkatkan bobot jalan pada setiap
anak serta memberikan motivasi lain dengan gerakan tersebut. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan bermain, baik secara perorangan maupun secara kelompok.
6) Jalan jinjit
Jalan jinjit merupakan kontraksi dari otot kaki dengan bertumpu pada ujung
kaki/telapak kaki depan didukung dengan keluasan dari persendian pergelangan kaki.
Gerakan-gerakan ini memberikan rangsangan kekuatan pada tungkai kaki sehingga cepat
sekali melelahkan otot kaki. Jalan jinjit ini pun dapat dilakukan dengan cara bermain baik
itu secara perorangan maupun berkelompok, apakah permainan yang menggunakan alat
atau tanpa menggunakan alat.
7) Berjalan ke Depan
Pada waktu berjalan posisi badan tegak, dada dibuka, perut agak ditarik ke dalam
supaya rata, kepala tegak, pandangan ke depan. Tangan diayunkan dari belakang ke depan
lemas dengan siku agak dibengkokkan di samping badan. Mula-mula langkah kaki kiri ke
depan dengan ibu jari kaki kiri lurus dan lutut agak dibengkokkan, tangan kanan ayunkan
dari belakang ke depan, siku agak dibengkokkan, tangan kiri agak diayunkan ke belakang
dengan siku agak dibengkokkan. Setelah kaki kiri kontak dengan tanah/lantai, segera
langkahkan kaki kanan dari belakang ke depan kaki kiri, tangan kiri diayunkan dari
belakang ke depan dan tangan kanan diayunkan dari depan ke belakang, demikian
seterusnya. Hal yang perlu diperhatikan pada waktu melangkahkan kaki ke depan, yang
pertama kali terkena tanah adalah tumit, kemudian pindahkan berat badan melalui ibu jari
14
kaki, serta telapak kaki lurus ke depan. Selain itu, waktu melangkah ibu jari kaki dibantu
dengan jari-jari kaki yang lainnya agak ditolakkan, dan gerakan melangkahnya dimulai
dari pangkal paha.
8) Berjalan ke Samping
Dari permulaan sikap berdiri tegak, langkahkan kaki kiri ke samping kiri, setelah
kaki kiri kontak dengan tanah segera kaki kanan langkahkan ke samping kiri dan rapatkan
pada kaki kiri, demikian seterusnya dan bila berjalan ke samping kanan langkahkan dulu
kaki kanan disusul dengan kaki kiri dilangkahkan ke samping kanan dan dirapatkan pada
kaki kanan, pandangan tetap ke depan.
Latihan sebaiknya dilakukan secara bervariasi sesuai dengan irama belajar anak dan
karakteristik anak. Pada dasarnya anak selalu ingin bermain, untuk itu sebaiknya latihan
dilakukan dengan cara bermain agar anak tidak merasa bosan waktu mengikuti latihan
berjalan tersebut.
7. Hukum Akibat (Law of Effect)
Sesuai dengan hukum akibat yang dikemukakan Thorndike, yaitu hubungan stimulus
respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Latihan gerak berjalan yang diberikan kepada anak harus
sesuai dengan keinginan atau irama belajar anak atau dengan kata lain latihan gerak
berjalan divariasikan dengan bermain sehingga pada melaksanakan latihan anak merasa
senang. Apibila anak merasa senang, maka anak akan dapat memahami atau menguasai
latihan yang diberikan tersebut.
8. Hukum Sikap ( Law of Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar gerak berjalan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan
yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
15
Terkadang anak sudah bisa melakukan gerakan berjalan akan tetapi ada juga anak
yang belum bisa melakukan gerakan ini sama sekali. Untuk itu kita sebagai orang tua
seharusnya memantau perkembangan anak mereka dari berbagai aspek. Gerakan ini salah
satu termasuk dalam peranan pertumbuhan dan perkembangan anak, apabila pertumbuhan
dan perkembangan anak baik bisa dipastikan anak akan cepat untuk melakukan gerakan
berjalan ini.
Yudanto (2011) Berdasarkan hal tersebut diartikan bahwa selain faktor
keberhasilan latihan gerak berjalan di atas, terdapat faktor yang menghambat keberhasilan
gerak berjalan pada anak, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Keluarga
Aktivitas gerak berjalan sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan
aktivitas fisik itu sendiri. Apabila usia dini selalu dikekang atau tidak diberi kesempatan
untuk melakukan aktivitas gerak, maka perkembangan gerak berjalan pada anak akan
mengalami keterlambatan. Sebaliknya apabila anak diberikan kesempata untuk melakukan
aktivitas anak menjadi berkembang tentunya dalam gerak dasar mereka terutama gerak
berjalannya. Perkambangan gerak berjalan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga. Dalam hal ini peran keluarga dan orang dewasa sangat penting. Biasanya orang
tua suka menggendong anaknya terutama pada anak pertamanya. Hal itu justru tidak baik
untuk perkembangan gerak khususnya kemampuan berjalannya. Seharusnya orang tua
harus memberikan fasilitas dan memberikan kesempatan untuk bergerak kepada anak-
anaknya.
2. Asupan Gizi
Dengan adanya asupan gizi yang baik modal mereka untuk berkembangan semakin
baik, fungsi organ-organ tubuh akan baik dengan dukungan gizi. Kekurangan gizi, bisa
16
mengakibatkan daya tahan tubuh lemah dan rentan sakit. Bagaimana anak bisa
berkembangan dengan keadaan anak yang seperti ini.
3. Kesempatan untuk bergerak
Perkembangan gerak anak juga ditentukan banyak atau tidaknya mereka dalam
melakukan aktivitas gerak. Seorang anak itu cenderung untuk bergerak tetapi orang tua
justru membatasi aktivitas mereka. Maksud mereka itu baik menjaga anak agar tidak
terluka, akan tetapi sikap mereka itu justru mengenghambat perkembangan gerak mereka.
Seiring berjalannya waktu teori Torndike mengalami revisi, hal ini dikemukakan
Heri Rahyubi (2012: 38) hukum belajar yang direvisi Thorndike antara lain hukum latihan
karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus
respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu
diperlemah. Artinya ada juga kasus di mana seseorang mampu menguasai materi pelajaran
dengan baik tanpa proses pengulangan dan sebaliknya ada juga seseorang tetap saja tidak
mampu menguasai materi pelajaran dengan baik meskipun proses belajarnya telah diulang-
ulang. Tetapi Thorndike masih mempertahankan bahwa latihan mengarah kepada
peningkatan yang minor dan kurangnya latihan mengarah pada proses pelupaan.
Hukum akibat direvisi bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku
adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa. Dilanjutkan Heri Rahyubi
(2012: 38) respon yang diikuti kondisi yang menyenangkan bisa berakibat meningkatkan
kekuatan hubungan, sedangkan hukuman tidak berpengaruh terhadap kekuatan hubungan.
17
BAB III
KESIMPULAN
Belajar menurut teori Thorndike merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah
suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah
laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Belajar motorik adalah suatu proses perubahan perilaku pada diri sendiri yang
dilakukan secara sadar dan bersifat relatif permanen akibat latihan, pengalaman serta
kondisi lingkungan dalam bentuk keterampilan gerak yang timbul dari usaha yang berupa
kemauan dan motivasi.
Gerak dasar adalah bentuk gerakan-gerakan sederhana yang bisa dibagi kedalam 3
bentuk gerak dasar sebagai berikut:
1. Gerak lokomotor (gerakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain) dimana bagian
tubuh tertentu bergerak atau berpindah, misalnya: jalan, lari, dan lompat
2. Gerak non lokomotor (gerakan tidak berpindah tempat) dimana sebagian anggota
tubuh tertentu saja yang digerakkan tapi tidak berpindah tempat, misalnya:
mendorong, menarik, menekuk, memutar, dan lain-lain.
3. Gerak manipulatif, dimana ada sesuatu yang digerakkan, misalnya: melempar,
menangkap, memukul, menyepak dan gerakan lain yang
Impelemntasi gerak lokomotor dalam hal ini gerak berjalan adalah sesuai dengan
teori hukum Thorndike adalah sebagai berikut:
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
2. Hukum Latihan (Law of Exercise)
18
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
4. Hukum Sikap (Law of Attitute)
Selain faktor keberhasilan latihan gerak berjalan, terdapat faktor yang menghambat
keberhasilan gerak berjalan pada anak, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Keluarga
2. Asupan gizi
3. Kesempatan untuk bergerak.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. (2010). Petunjuk pembelajaran gerak dasar lokomot r melalui bentuk-bentuk permainan. Malang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.
Asim (2005). Pengembangan riset dalam belajar motorik.. Malang: JIK FIP
Amung Ma’mun. (2000). Perkembangan gerak dan belajar gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Heri Rahyubi. (2012). Teori-teori belajar dan aplikasi pembelakaran motorik. Bandung: Nusa Media
Soetjiningsih. (2002). Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suyono dan Hariyanto (2011). Belajar dan pembelajaran: Teori dan konsep dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Victor G Simanjuntak, dkk (2008). Pendidikan jasmani dan kesehatan. Jakarta: Departemen Jendral Pendidikan Tiggi: Departemen Pendidikan Nasional.
Yudanto. (2011). Stimulasi gerak dasar siswa sekolah dasar kelas bawah. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.
20