7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
1/34
i
LOMBA KARYA TULIS BANK INDONESIA -CAMPUS KNOWLEDGE
COMPETITION 2014
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM
PENYELENGGARAAN E-MONEY DI INDONESIA
Oleh :
Henggar Budi Prasetyo 8111411122
Fitria Nur Anggraeni 7111412094
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2014
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
2/34
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis : TINJAUAN YURIDIS TENTANG
KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM PENYELENGGARAAN E-
MONEY DI INDONESIA
2. Universitas : Universitas Negeri Semarang (UNNES)
3.
Penulis / Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Henggar Budi Prasetyo
b.
NIM : 8111411122
c.
Jurusan : Ilmu Hukum
d. Alamat Rumah : Griya Mustika Jati A33, Bawen 50661
No Tel./HP : 628540066824
4.
Anggota Kelompok :
a. Nama Lengkap : Fitri Nur Anggraeni
b. NIM : 7111412094
c.
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Semarang, 27 Agustus 2014
Menyetujui,
Dekan Fakultas Hukum Penulis
Drs. Sartono Sahlan M.H Henggar Budi Prasetyo
NIP. 195308251982031003 NIP. 8111411122
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
3/34
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM
PENYELENGGARAAN E-MONEY DI INDONESIA
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis telah berusaha
semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia
biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik
penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa
mungkin menyelesaiakan karya ilmiah meskipun tersususn sederhana.
Atas dukungan dari dosen pembimbing disertai partisipasi responden dan
informan dan juga kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi
penulis demi tersusunya karya ilmiah itu. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan sarana demi kelancaran penyusunan
karya ilmiah.
Penulis
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
4/34
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................... i
Halaman Pengesahan................................................................................. ii
Kata Pengantar........................................................................................... iii
Daftar Isi..................................................................................................... iv
Abstraksi.................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................... 1
Rumusan Masalah................................................................................ 2
Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
E-Money............................................................................................... 3
Kejahatan Elektronik............................................................................ 11
Penegakan Hukum................................................................................ 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian....................................................................................... 14
Pendekatan Penelitian........................................................................... 14
Bahan Hukum....................................................................................... 14
Metode Pengumpulan Bahan Hukum................................................... 15
Metode Pengolahan Bahan Hukum....................................................... 16
Metode Analisis Hukum........................................................................ 16
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
5/34
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dasar Yuridis Penyelenggaraan Pembayaran dengan E-money........... 17
Mekanisme Penegakan Hukum dalam Penyelenggaraan E-Money..... 20
BAB V PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................... 26
Saran..................................................................................................... 26
Daftar Pustaka........................................................................................... 27
Daftar Riwayat Hidup............................................................................... 28
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
6/34
vi
ABSTRAK
Karya Ilmiah ini berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Kejahatan Elektronik dalam
Penyelenggaraan E-Money Di Indonesia. E-money merupakan bagian dari
masyarakat modern dengan dinamika dan aktifitas keseharian yang tinggi dan
padat. E-money menawarkan fleksibilitas dan kemudahan dalam bertransaksi
terutama untuk transaksi mikro dengan intensitas tinggi dikarenakan e-money
berbasis teknologi dan informasi. Permasalahan terkait uang giral meliputi
kerusakan, palsu, atau kembalian dapat teratasi dengan adanya uang elektronik. Di
tengah pesatnya perkembangan jasa e-money ditandai dengan munculnya penerbit
baru. Tetapi penyelenggaraan e-money di Indonesia juga dihadapkan tantangan
kejahatan elektronik (cyber crime) dikarenakan tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap teknologi dan informasi yang masih rendah.
Penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif denganmenggunakan pendekatan undang-undang dan analisis konsep hukum. Bahan
hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa literatur yang berkaitan
dengan permasalahan, dan bahan hukum primer yang bersumber dari kamus
hukum. Seluruh bahan hukum. Seluruh bahan hukum tersebut dikumpulkan
berdasarkan sistem kartu an dianalisa secara deskriptif.
Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap kejahatan elektronik dalam
penyelenggaran e-money. Resiko terjadinya kerugian akibat kejahatan elektronik
dapat diminimalkan lewat peningkatan teknologi. Tetapi ujung tombak dari usaha
manajemen resiko berada di tangan pihak-pihak. Perlu adanya usaha pendekatan
berupa pemberdayaan konsumen untuk meningkatkan pengetahuan guna
meminimalkan resiko.
Kata kunci : E-Money, Kejahatan Elektronik, dan Penegkan Hukum (law
enforcement)
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
7/34
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
E-money merupakan instrumen pembayaran alternatif, terutama
pembayaran mikro dengan intensitas tinggi. Kehadiran e-money memberikan
fleksibilitas dan kemudahan bagi masyarakat modern ditengah tingginya dinamika
dan aktifitas sehari-hari. Permasalahan dalam uang giral, semisal penggunaan uang
pecahan kecil tidak lagi ditemui dalam e-money. Selain itu secara makro
berkurangnya penggunaan uang pecahan kecil dapat mengurangi beban dalam
pembuatan dan pemeliharaan. Peraturan Bank Indonesia
Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (e-money)
merupakan dasar yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money di
Indonesia.
Namun, penggunaan e-money juga dihadapkan resiko keamanan,
seperti : duplication of devices, Alteration of duplication of data/ software,
Alteration of message, Pencurian, Penyangkalan, Malfunction. Oleh karena itu
diperlukan perhitungan resiko (security measure) dalam peneyelenggaraan e-
money sebagai instrumen pembayaran. Security measure berdasarkan tujuannya
digolongkan menjadi : preventive measure, detection measures, dancontainment
measures. Keberhasilan implementasi security measure ditentukan pada aspek
penegakan hukum (law enforcement). Hal ini didasarkan pendapat Achmad Ali
funsgi hukum, meliputi : fungsi alat kontrol sosial, fungsi sebagai perekayasa sosial,
dan fungsi hukum sebagai simbol (Menguak Takbir Hukum).
Aspek penegakan hukum merupakan hal pokok yang harus
diperhatikan agar penyelenggaraan pembayaran dengan e-money dapat berjalan
efektif dan efisien. Selain itu, untuk melindungi dan menjaga integrity,
authenticitity, dan confidentialitydata maupun transaksi serta melindungi pihak-
pihak dari terjadinya kerugian akibat adanya pemalsuan dan penyangkalan
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
8/34
2
transaksi. Dalam penegakan hukum dalam kasus kejahatan elektronik Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat
digunakan sebagai instrumen hukum.
Untuk itu diperlukan kordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan transaksi elektronik, meliputi : prinsipal, penerbit, pemegang, dan
pedagang (merchant) dalam penegakan hukum berkaitan transaksi elektronik.
Penggunaan instrumen hukum UU ITE dengan PBI E-money harus bersinergi
dalam mewujudkan penyelenggaraan sistem pembayaran dengan e-money. Hal
inilah yang mendorong untuk dilakukan kajian tentang mekanisme penegakanhukum berkaitan dengan pihak-pihak dalam penggunaan instrumen hukum.
Perumusan Masalah
Permasalaha yang diangkat dalam penelitian ini, meliputi :
1. Apakah Dasar Yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money ?
2. Bagaimana mekanisme penegakan hukum dalam penyelenggaraan
pembayaran dengan e-money ?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan
sebagai berikut :
1. Menjelaskan dasar Yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money.
2. Menjelaskan mekanisme penegakan hukum dalam penyelenggaraan
pembayaran dengan e-money.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
9/34
3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
E-Money
Difinisi e-money dirujuk dari Bank for International Setlement (BIS)
dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 1996, yaitu : stored-value or
prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer
is stored on electronic device in the consumers possession (produkstore-value
atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis
yang dimiliki seseorang). Dalam 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 disebutkan
bahwa difinis e-money adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut : (a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu
oleh pemegang kepada penerbit; (b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam
suatu media sepertiserveratau chip; (c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada
pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan (d) nilaiuang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan
merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai perbankan.
Penyelenggaraan pembayaran dengan e-money didukung pihak-pihak,
sebagai berikut : Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Pemegang, Pedagang (merchant).
Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas
pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai
penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang Elektronik yang kerjasama
dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis. Penerbit adalah Bank
atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Uang Elektronik. Acquirer adalah
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerja sama dengan pedagang,
yang dapat memproses data Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.
Pemegang adalah pihak yang menggunakan Uang Elektronik. Pedagang (merchant)
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
10/34
4
adalah penjualbarang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari
Pemegang.
Keunggulan dari penggunaan e-money, diantaranya : lebih cepat dan
nyaman terkhusus untuk transaksi pecahan kecil, waktu penyelesaian transaksi
dengan e-money lebih cepat, pengisian ulang mudah. Selain keunggulan
penggunaan e-money dihadapkan pada potensi resiko. Oleh karena itu untuk
mengenali potensi resiko terdapat aspek teknis yang harus diketahui,
meliputi : media penyimpanan data elektronis, teknik representasi nilai uang
dalam e-money, features e-money, dan proses transaksi. Berdasarkan media yangdigunakan untuk merekam nilai uang secara elektronik, e-money digolongkan :
card-based product (penggunaan chip) dan software-based product (penggunaan
aplikasi virtual).
Mekanisme transaksi dengan menggunakan e-money pada prinsipnya
dilakukan melalui pertukaran data elektronik antar dua media komputer dari pihak
yang bertransaksi yaitu antara kartu konsumen dan terminal merchant dengan
menggunakanprotocol yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, jenis-jenis transaksi
dengan e-money secara umum, meliputi :
1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang(top-up atau loading)
Pengisian nilai uang pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan
terlebih dahulu oleh issuersebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk
selanjutnya konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang
umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal-terminal
pengisian ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.
Proses pengisian ulang melalui ATM/terminal pada umumnya
dirancang agar dapat langsung mempengaruhi/mendebet rekening
nasabah yang telah link dengan kartu e-money milik konsumen.
Proses pengisian ulang pada umumnya dilakukan secara on-line
dengan koneksi langsung ke komputer issuer, namun demikian
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
11/34
5
dimungkinkan pula pengisian dilakukan secara offline dimana
penyelesaian transaksi oleh issuer dilakukan setelah saldo di kartu
bertambah. Dalam beberapa kasus, untuk produk e-moneyyang
reloadable dimungkinkan pula bersaldo negatif (overdraft) dimana
pada saat ada penagihan, dana tersebut akan ditalangi dari rekening
nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.
2.
Transaksi pembayaran Pada saat seseorang melakukan pembayaran
dengan menggunakan kartu e-money, maka mekanisme yang
dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut : Konsumen meng-
insert/mengarahkan kartu ke terminal merchant; Terminal merchant
memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal yang harus
dibayar; Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal
transaksi, terminal memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada
kartu sejumlah nominal transaksi; Kartu milik konsumen kemudian
memerintahkan terminal untuk menambah saldo pada terminal sebesar
nominal transaksi.
3.
Deposit, Collection:
a.Deposit/Refund Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-
money dapat melakukan refundatau penyetoran kembali dana pada
e-money yang tidak terpakai/masih tersisa untuk didepositkan ke
dalam rekeningnya.
b.
Collection Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant
yaitu penyetoran electronic valueyang diterima oleh merchantdari
konsumen kepada issueruntuk untung rekening merchant.
Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, BIS merilis terdapat
features (layanan) yang diterapkan dalam e-money di berbagai negara,
meliputi :
1.
TransferabilityFeatures ini dimaksudkan untuk memberikan batasan
kepada siapa transaksi atau transfer dana dari e-money dapat dilakukan.
Secara teknis, e-money dapat dikembangkan untuk bisa melakukan
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
12/34
6
transaksi atau transfer dana secara bebas (free transferability) dari satu
pemegang kartu ke pemegang kartu lainnya secara off-linemelalui alat
bantu tertentu. Transaksi seperti ini akan sulit dideteksi dan ditelusuri
sebab tidak termonitor oleh penyelenggara secara langsung. Contoh
produk e-money yang mempunyai fasilitas ini adalah Mondex, dimana
dengan menggunakan alat bantu tertentu seorang pemegang kartu
mondex dapat memindahkan dana-nya ke pemegang kartu mondex
lainnya. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok kerja
BIS, produk e-money yang dikembangkan pada umumnya membatasi
featuresini dimana pemegang kartu hanya dapat melakukan transfer dana
kepada merchant dan merchant hanya dapat mentransfer
(menagih/menyetorkan) pembayaran-pembayaran yang diterimanya
kepada issuer.
2. Otorisasi On-lineOtorisasi on-lineyang dimaksudkan disini adalah suatu
proses validasi oleh penyelenggara atau card issuer atas transaksi e-
money yang dilakukan oleh pemegang kartu. Feature on-line ini bisa
diterapkan untuk seluruh transaksi atau dibatasi hanya untuk transaksi-
transaksi tertentu saja yang dianggap kritikal, seperti pada saat loading
transaction (pengisian ulang) oleh pemegang kartu atau proses deposit
(penyetoran) oleh merchant. Konsekuensi dari penerapan feature on-line
ini adalah adanya tambahan biaya komunikasi dan waktu dalam
penyelesaian suatu transaksi. Oleh karena itu, pada umumnyafeatureini
hanya diterapkan untuk transaksi-transaksi tertentu saja, seperti pada saat
pengisian ulang (top up).
3. Information CollectionFeature ini dimaksudkan untuk memudahkan
pelacakan suatu transaksi. Setiap transaksi pembayaran yang
menggunakan e-money akan menghasilkan informasi baik yang terkait
dengan aspek finansial maupun sekuriti. Informasi ini antara lain bisa
meliputi, nominal transaksi, lokasi, waktu, dan lainlain. Informasi ini bisa
disimpan secara temporer atau permanen di kartu milik konsumen,
terminal merchant atau pada pusat komputer penyelenggara (issuer).
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
13/34
7
Semakin lengkap informasi transaksi yang disimpan akan semakin
memudahkan penyelenggara dalam melakukan pelacakan (tracing) jika
terjadifraud.
4.
Pengisian ulang Suatu produk e-money dapat di-design hanya untuk
sekali penggunaan (disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi
apabila dana yang tersimpan pada e-money telah habis. Alternatif lainnya
adalah produk e-money yang dapat diisi ulang setiap waktu melalui
berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari rekening, pembayaran
tunai atau dengan kartu kredit.
5.
Single atau multiple currenciesSecara teknis, e-money dapat di-design
untuk multiple currencies. Namun pada umumnya produk e-money yang
ada saat ini hanya menggunakan single currency yaitu mata uang yang
berlaku di negara yang bersangkutan.
6. Single atau multiple aplicationsSecara teknis, miroprocessor chippada
smart card mampu mengoperasikan lebih dari satu aplikasi. Dengan
demikian suatu card-based product dapat berfungsi sekaligus sebagai
kartu kredit, kartu debet, dan lain-lain bahkan bisa ditambahkan aplikasi
yang bersifat non-payment seperti program royalti, medical record,
identitydan lain-lain.
Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, potensi resiko dalam
penyelenggaraan pembayaran dengan e-money, meliputi :
1.
Duplication of devices : Risiko kejahatan ini merupakan upaya untuk
membuat duplikasi dari kartu yang asli, sehingga dapat digunakan untuk
melakukan transaksi pembayaran sebagaimana kartu yang asli. Kejahatan
dengan cara duplikasi ini tentunya memerlukan upaya yang cukup rumit
(complicated) oleh orang yang mempunyai tingkat keahlian yang cukup
tinggi, sebab pelaku kejahatan ini harus memiliki jenis dan tipe chip serta
operating systemyang persis sama dengan kartu yang asli. Hal ini dapat
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
14/34
8
dilakukan dengan mempelajari secara seksama seluruh aspek teknis pada
kartu yang asli.
2. Al teration or duplication of data/software: Risiko ini merupakan risiko
kejahatan melalui upaya perubahan atau modifikasi data atau aplikasi
yang ada pada kartu yang asli, sedemikian rupa sehingga si pelaku
memperoleh keuntungan finansial. Misalnyacdengan menambah data
outstanding dana pada e-money atau merubah sistem internal aplikasi
akunting pada kartu chip sehingga prosedur perhitungan akuntingnya
tidak bekerja sebagaimana mestinya. Upaya kejahatan ini dapat dilakukan
dengan memanfaatkan kelemahan sistemsecuritypada operating system
atau melalui physical attacks terhadap chip itu sendiri.
3. Al teration of message : Risiko ini merupakan risiko kejahatan melalui
upaya untuk melakukan perubahan/intervensi ketika data
elektronis/message dikirim pada saat seseorang melakukan transaksi.
Risiko ini akan lebih mungkin terjadi ketika produk e-money digunakan
untuk pembayaran melalui jaringan internet.
4.
Pencurian : Bentuk kejahatan e-money yang paling sederhana adalah
dengan mencuri kartu e-money milik orang lain untuk kemudian
menggunakan dana yang masih tersisa. Pencurian juga dapat dilakukan
oleh orang-orang dalam yang terlibat dalam penyelenggaraan e-money,
misalnya dengan melakukan pengisian dana secara tidak legal ke dalam
kartu. Pencurian juga bisa dilakukan oleh oknum yang memproduksi
smart card atau issuersebelum instrumen tersebut dijual atau diterbitkan
ke konsumen atau bahkan mencuri kunci cryptographic tanpa
sepengetahuan perusahaan. Bentuk pencurian lainnya juga bisa dilakukan
oleh oknum yang bekerja di bagian pengembangan produk dengan
memberikan dokumen rahasia yang berisikan design produk kepada pihak
lain. Bentuk pencurian yang paling berbahaya adalah pencurian kunci
cryptographicmilik penerbit (issuer) yang mungkin dilakukan oleh orang
dalam maupun pihak luar.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
15/34
9
5. Penyangkalan tr ansaksi(repudiation): Bentuk penyalahgunaan lainnya
dalam penyelenggaraan e-money adalah penyangkalan bahwa seseorang
telah melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan e-money.
Dengan penyangkalanini, merchant maupun issuer dapat dirugikan.
Risiko ini juga lebih mungkin terjadi pada produk e-money yang berbasis
software(software-based product) yang menggunakan jaringan internet
dalam pengiriman messagepada saat bertransaksi.
6. Malfunction: Risiko malfunctiondapat berupa data corruptatau hilang,
tidak berfungsinya aplikasi atau kegagalan dalam pengiriman message.
Risiko malfunctionini dapat diakibatkan oleh gangguan fisikal maupun
elektronis pada instrumen atau karena adanya interupsi pada saat
pengiriman message antar pihak yang bertransaksi. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerugian bagi pihak yang terkait. Sebagai contoh, apabila
gangguan tersebut kemudian mengakibatkan berkurang/bertambahnya
outstanding dana yang terekam dalam e-money. Jika hal ini kemudian
dimanfaatkan oleh pihak yang beritikad tidak baik, maka issuersebagai
pihak yang mempunyai liability dapat dirugikan. (Seminar Bank
Indonesia).
Untuk itu diperlukan perhitungan resiko keamanan (security measure)
untuk meminimalkan resiko, berdasarkan tujuannyasecurity measure digolongkan
menjadi : prevention measures, detection measures, contaiment measures .
preventif measures, meliputi : penggunaan chip yang tamper-resistance,
cryptography, On-line Authorisation, Verifikasi pada saat transaksi, penggunaan
protocol yang tepat, dan prosedur administrasi. Detecting measures, meliputi :
sistem monitoring dan penelusuran transaksi, Interaksi dengan sentral komputer,
pembatasan fasilitas transfer, dan Analisa statistik. Contaiment measures
(pembatasan kerugian), meliputi : pembatasan waktu dan nominal pada instrumen,
pendaftaran registrasi instrumen, hot list instrumen yang sudah tidak berfungsi,
system suspension.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
16/34
10
Potensi resiko dalam e-money harus diimbagi dengan pembentukan
dasar hukum terkait e-money. Dalam Report on Electronic Money yang
dikeluarkan olehEuropean CentralBank(ECB) pada bulan Agustus 1998, terdapat
beberapa faktor yang menjadi concerndan melatar belakangi perlunya pengaturan
e-money.Regulatory concernini secara umum juga relevan bagi bank-bank sentral
lainnya dalam kedudukannya sebagai otoritas moneter dan otoritas sistem
pembayaran. Dalam reportdimaksud, secara garis besar ada 6 (enam) faktor yang
menjadi concern bank sentral dalam pengaturan e-money yaitu: (1) Perlunya
menjaga efektivitas kebijakan moneter yang bersifat fundamental. (2) Perlunya
menjaga efisiensi dalam sistem pembayaran dan kepercayaan terhadap instrumen
pembayaran. (3) Perlunya perlindungan terhadap konsumen dan merchant. (4)
Perlunya menjaga stabilitas sistem keuangan. (5) Perlunya proteksi terhadap tindak
kriminal. (6) Perlunya antisipasi terhadap market failure.
Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, berdasarkan faktor-faktor
yang menjadi concerndalam pengaturan e- money tersebut, ECB kemudian
menetapkan 7 (tujuh) minimum requirements yang harus dipenuhi oleh bank-
bank sentral anggotanya, dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan e-
money di negaranya masing-masing yaitu: (1) Pengawasan yang bersifat
prudentialPenerbit e-money harus tunduk pada ketentuan pengawasan yang
bersifatprudential. (2) Kerangka hukum yang kuat dan transparan Hak dan
kewajiban masing-masing pihak (konsumen, merchant, issuer,operator)
harus didefinisikan dan diinformasikan secara jelas. (3) Technical Security
Schemee-money yang diselenggarakan harus memiliki sistem pengamanan
yang baik yang meliputi aspek teknis, organisasi dan prosedur. (4) Proteksi
terhadap tindak kejahatan. Dalam men-designdan mengembangan e-money
harus mengantisipasi perlunya proteksi terhadap tindak kejahatan seperti
money laundering. (5) Laporan terkait statistik Moneter Adanya laporan yang
disampaikan kepada bank sentral untukkepentingan statistik moneter. (6)
RedeemabilityIssuerharus dapat memenuhi permintaan penukaran (redeem)
electronic valueke dalam bentuk central bank moneysesuai dengannilai yang
ditukarkan (at par value). (7) Reserve Requirement Bank sentral harus
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
17/34
11
memiliki kewenangan untuk menetapkan reserverequirementkepada semua
issuere-money.
Kejahatan Elektronik (Cyber Crime)
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai induk dari
hukum pidana di Indonesia tidak mendifinisikan secara jelas mengenai kejahatan.
Di dalam KUHP hanya disebutkan tentang sejumlah pasal yang mengatur tentang
delik kejahatan, yaitu pasal 104 hingga 488 KUHP. Kemudian pakar hukum pidana
R.Soesilomemberikan difinisi kejahatan menjadi dua sudut pandang secara yuridis
dan sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis kejahatan adalah suatu perbuatan
tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-Undang. Dilihat dari sudut
pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang
selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa
hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti
sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat
menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Van Bammelen menyebutkan
difinisi kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan,
dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu,
sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya
atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan
tersebut.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik merupakan dasar yuridis berkaitan dengan kejahatan
elektronik. Tetapi dalam UU ITE tidak disebutkan difinisi kejahatan elektronik
secara eksplisit, hanya secara implisit dalam sejumlah. Dari maknitua implisit dari
sejumlah pasal dapat ditarik difinisi kejahatan elektronik ya tindakan kejahatan
berkaitan dengan informasi elektronil. Dalam UU ITE dijelaskan difinisi informasi
elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
18/34
12
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Penegakan Hukum (Law Enforcement)
Leon Duguit berpendapat hukum adalah semua aturan tingkah laku para
anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu
diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan
jika yang dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran itu. Sedangkan Paul Scholten berpendapat suatu petunjuk tentang apa
yang layak dilakukan dan apa yang tidak dilayak dilakukan, yang bersifat perintah.
Hans Kelsen berpendapat hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku
manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi. Dari
pendapat para ahli tersebut dapat ditarik inti sari hukum adalah aturan berkaitan
dengan tingkah laku komponen masyarakat dengan untuk menjamin kepentingan
bersama.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara (Jimmly A). Dalam penegakan hukum ada 3 unsur yang harus selalu
diperhatikan yaitu : Kepastian hukum (rechtssicherheit), Keadilan (gerechttigkeit),
dan Kemanfaatan (Zweckmaassigkeit). Kepastian hukum merupakan perlindungan
yustisiable terhadap tindakan semaunya, dengan adanya kepastian hukummasyarakat akan lebih tertib bagaimana hukumnya itulah yang seharusnya berlaku
dalam peristiwa kongkrit. Dalam penegakan hukum harus memperhatikan
keadilan, namun hukum tidak selalu identik dengan keadilan karena hukum bersifat
umum dan mengikat semua orang. Dalam penegakan hukum masyarakat
mengharapkan kemanfaatan, jangan sampai karena penegakan hukum justru timbul
kesengsaraan masyarakat.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
19/34
13
Dalam hukum positif di Indonesia dikenal penggolongan hukum
berdasarkan objek yang diatur, meliputi : hukum tata negara, hukum pidana, dan
hukum perdata. Hukum tata negara berisi asas-asas atau prinsip tentang hubungan
negara dengan masyarakat dalam bidang hak-hak dasar. Hukum pidana berisis asas-
asas atau prinsip tetang negara dan warga negara berkaitan dengan pelanggaran atau
kejahatan. Hukum perdata berisi asas-asas terkait hubungan antar individu yang
bersifat pribadi. Berdasarkan penggolongan tersebut, masing-masing hukum
memiliki ciri khas dan tujuan yang berbeda. Namun memiliki tujuan yang sama,
yaitu pembentukan dan pemeliharaan tatanan masyarakat.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
20/34
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian karya ilmiah ini merupakan penelitian yuridis normatif,
artinya ruang lingkup kajian dalam penelitian ini terkait dengan fungsi dan tujuan
esensial dari hukum. Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian library
research atau penelitian kepustakaan. Penelitan semcam ini lazimnya juga disebut
Legal research. Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian
lapangan karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan
sebagai library based, focusing on reading and analysis of primary and second
materials.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitan adalah metode atau cara mengadakan penelitian.
Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu
informasi dalam bentuk deskripsi dan menghendaki makna yang berada di balik
badan hukum. Sesuai dengan jenis penelitian yakni yuridis normatif, maka dapat
digunakan lebih dari satu pendekatan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
perundang-undangan (Statue approach) dan pendekatan konsep (Conceptual
aprroach).
Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya data, sebab dalam
penelitian hukum khususnya yuridis normatif sumber penelitian hukum diperoleh
dari kepustakaan bukan dari lapangan, untuk itu istilah yang dikenal adalah bahan
hukum (Peter Mahmud Marzuki). Dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka
merupakan bahan dasar yang dalam ilmu penelitian umumnya disebut bahan hukum
sekunder. Dalam bahan hukum sekunder terbagi bahan hukum primer dan
sekunder.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
21/34
15
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif
artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
2. Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia
Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (e-
money)
Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan hukum yang bersifat membantu atau menunjang
bahan hukum primer dalam penelitian yang akan memperkuat penjelasnya di
dalamnya. Diantara bahan sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, thesis,
jurnal dan dokumen-dokumen yang mengulas tentang kejahatan uang elektronik
dalam penyelenggaraan e-money sesuai yang tertera dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dilengkapidengan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014
tentang Uang Elektronik (e-money)
Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,
dan lain-lain.
Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian library research adalah
teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka seperti,
buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, koran, atau karya para pakar. Selain
itu, wawancara juga merupakan salah satu dari teknik pengumpulan bahan hukum
yang menunjang teknik dokumenter dalam penelitian ini serta berfungsi untuk
memperoleh bahan hukum yang menunjang penelitian jika diperlukan.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
22/34
16
Metode Pengolahan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini digunakan pengolahan bahan hukum secara
editing, yaitu pemeriksaan kembali bahan hukum yang diperoleh terutama dari
kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian, serta relevansinya dengan
kelompok yang lain. Setelah melakukan editing, langkah selanjutnya adalah coding
yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber bahan hukum
(literatur, undang-undang, atau dokumen), pemegang hak cipta (nama penulis,
tahun penerbitan) dan urutan masalah.
Selanjutnya adalah rekontruksi bahan (reconstructing) yaitu
penyusunan ulang bahan hukum secara teratur, berurutan logis, sehingga mudah
dipahami dan diinpretasikan. Dan langkah terkhir adalah sistematis bahan hukum
(systematizing) yakni menempatkan bahan hukum berurutan menurut kerangka
sistematika bahasa berdasarkan urutan masalah.
Metode Analisis Hukum
Dalam penelitian ini, setelah bahan hukum terkumpul maka bahanhukum tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi, bentuk dalam teknik
analisis bahan hukum adalah Content Analysis. Sebagaimana telah dipaparkan
sebelumnya, bahwa dalam penelitian normatif tidak diperlukan data lapangan untuk
kemudian dilakukan analisis terhadap sesuatu yang ada di balik data tersebut.
Dalam analisis bahan hukum jenis ini dokumen atau arsip yang integratif dan secara
konseptual cenderung diarahkan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah,
dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikasi, dan
relevansinya.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
23/34
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Dasar Yuridis Penyelenggaraan Pembayaran dengan E-Money
E-money sebagai produk hasil inovasi teknologi merupakan suatu hal
yang tergolong baru di Indonesia. Peraturan Perundang-Undangan terkait Informasi
dan Transaksi Elektronik baru dikeluarkan tahun 2008 dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. E-money sebagai instrumen pembayaran baru telah membawa
perubahan terhadap pola transaksi masyarakat modern, yaitu fleksibilitas dan
kemudahan terutama untuk transaksi mikro dengan intensitas tinggi.
Pertumbuhan E-money di Indonesia didukung oleh perkembangan
teknologi informasi yang pesat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari angka
pengguna telepon gengam dan internet yang mengalami peningkatan. Berdasarkan
media penyimpannya e-money dibedakan menjadi : berbasis kartu dan server. E-
money berbasis kartu menggunakan chip yang ditanam di dalam kartu sebagai bedia
penyimpanan. Sedangkan media penyimpanan berbasis server menggunakan media
penyimpanan komputer yang dikelola server. Di Indonesia terdapat 17
Penyelenggara, meliputi : BPD DKI Jakarta, Bank Mandiri, Bank Central Asia, PT.
Telekomunikasi Indonesia, PT. Telekomunikasi Seluler, Bank Mega, PT. SKYE
SAB Indonesia, PT. Indosat, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT.
XL Axiata, PT. Finnet Indonesia, PT. Artajasa Pembayaran Elektronis, Bank
Permata, Bank CIMB Niaga, PT. Nusa Satu Inti Artha, PT. Bank Nationalnobu, dan
PT. Smartfren Telcom.
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014
tentang E-money merupakan pedoman penyelenggaraan pembayaran dengan e-
money. Peraturan tersebut terbagi dalam 11 Bab, meliputi : ketentuan umum,
hubungan para pihak (prinsipal, penerbit, acquirer,penyelenggara kliring, dan/ atau
penyelenggara penyelesaian akhir), penyelenggara kegiatan, peralihan izin
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
24/34
18
penyelenggara kegiatan uang elektronik, pengawasan, peningkatan keamanan
teknologi, lain-lain, sanksi, sanksi administratif (penghentian sementara,
pembatalan, dan pencabutan izin), ketentuan peralihan, dan penutup.
Sistem pembayaran dengan e-money di gerakan oleh pihak-pihak,
meliputi : prinsipal, Penerbit, Acquirer, penyelenggara kliring dan/ atau
penyelenggara laporan akhir. Sebelum menjalankan tugas dan kewenangan para
pihak yang telah disebutkan wajib memperoleh izin dari bank Indonesia. Izin dari
bank Indonesia. Perizinan ini dilakukan untuk mewujudkan nilai-nilai strategis
dalam penyelenggaraan sistem e-money, meliputi : trust & integrity,professionalism, excellence, public interest, dan Cordination & team work. Tujuan
utama dari perlunya ditanamkan nilai-nilai strategis dalam penyelenggaraan sistem
e-money adalah mewujudkan visi Bank Indonesia, yaitu : menjadi bank sentral
yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang
dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah serta nilai tukar yang stabil.
Penerapan nilai-nilai strategis itu sangat berpengaruh terhadap resiko
yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan pembayaran dengan e-money. Potensi
resiko tersebut, meliputi : (1) Duplication of devices (2) Al teration or dupli cation
of data/software (3) Alteration of message (4) Pencurian (6) Malfunction.
Potensi resiko ini jika tidak diantisipasi dengan cepat dan tanggap tentu akan
mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak terkait penyelenggaraan pembayaran
dengan e-money. Untuk itu telah Bank Indonesia telah menetapakan security
measure, meliputi : preventive measures, detection measures, containment
measuresuntuk meminimalkan potensi resiko yang mungkin terjadi.
Potensi kerugian yang akan terjadi meliputi : potensi langsung dan tidak
langsung. Potensi langsung berkaitan dengan kerugian riil yang diderita, sedangkan
kerudian tidak langsung berkaitan dengan dampak jangka panjang akibat dari
terganggunya sistem pembayaran. Potensi kerugian yang terjadi tidak hanya akan
merugikan individu (pihak-pihak), namun negara juga akan menanggung kerugian
secara jangka panjang. Oleh karena itu dalam penerapan security measures perlu
untuk diikuti dengan penegakan hukum (law enforcement) yang responsif.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
25/34
19
Dalam PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 telah diatur
tentang pengawasan terhadap internal penyelenggara pembayaran dengan e-money,
meliputi prinsipal, penerbit, Acquirer, penyelenggara kliring, dan/ atau
penyelenggara laporan akhir (para pihak). Aturan tersebut tertuang dalam pasal 22
hingga pasal 23. Dalam melakukan pengawasan Bank Indonesia melakukan
pengawasan melalui penyelenggaraan pertemuan konsultasi. Selain pengawasan
yang bersifat aktif dari Bank Indonesia, para pihak juga wajib untuk menyampaikan
laporan, keterangan, ataupun izin untuk melakukan pemeriksaan lapangan (on site
visit). Bank Indonesia memiliki kewenangan sebagai bentuk evaluasi atas
pengawasan yang dilakukan, meliputi : pembinaan dan pengenaan sanksi
administratif. Dalam hal pemeriksaan (on site visit) bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk menugasi pihak lain dalam pemeriksaan tersebut.
Selain pengawasan langsung terhadap penyelenggaraan pembayaran e-
money. Bank Indonesia mewajibkan peningkatan keamanan teknologi, meliputi :
menggunakan sistem yang aman dan andal, memelihara dan meningkatkan
keamanan teknologi Uang Elektronik, memiliki kebijakan dan prosedur tertulis
(standart operating procedure) penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, dan
menjaga keamanan (kerahasian data). Untuk menjaga tingkat keamanan dalam
penggunaan sarana teknologi para pihak wajib melaksanakan audit teknologi
informasi secara berkala dan melaporkan hasil audit kepada bank Indonesia.
Berkaitan dengan potensi resiko yang dilakukan oleh pihak diluar
penyelenggaraa pembayaran dengan e-money, maka diterapkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik.Ketentuan mengenadi larangan berkaitan dengan penyalahgunaan informasi dan
transaksi elektronik diatur dalam Bab VII, meliputi : pasal 27 sampai 37. Selain itu
berkaitan dengan ketentuan kerugian individu dalam UU ITE diatur berkaitan
Penyelesaian Sengketa pada Bab VIII, meliputi pasal : 38 dan 39. Berkaitan dengan
penegakan hukum pemerintah dan masyarakat memiliki peran dalam memfasilitasi
pemanfaatan teknologi dan pemanfaatan teknologi secara bijak dan tepat sasaran.
Muatan materi terkait penyidikan dituangkan dalam Bab XI UU ITE, meliputi pasal
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
26/34
20
42 sampai 44. Dan sebagai ketentual ultimum remidium dituangkan muatan materi
berkaitan dengan ketentuan pidana, meliputi : pasal 45 sampai pasal 52.
Keberadaan UU ITE perlu untuk dilengkapi dengan peraturan
pelaksana yang terpadu dan berkelanjutan. Perkembangan teknologi informasi yang
begitu cepat menuntut hukum untuk bertindak responsif. UU ITE telah
menyebutkan Kedudukan pemerintah dan masyarakat sangat vital dalam
kelancaran jalannya suatu sistem.
Mekanisme Penegakan Hukum dalam Penyelenggaraan Pembayaran dengan
E-Money
Penegakan hukum (law enfocerment) dalam penelitian ini memiliki arti
penerapan hukum baik tindakan preventif maupun represif yang bersumber dari
sanksi pidana. Penegakan hukum, meliputi : persuasif, kuratif, hingga pengenaan
sanksi. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum yang dikemukan oleh Acmah Ali bahwa
hukum memiliki fungsi sebagai : alat kontrol sosial, alat rekayasa sosial, dan
lambang. Penegakan hukum persuasif dilakukan dengan pemberian penyuluhan,
tindakan hukum kuratif dilakukan dengan pemberian sanksi administratif, dan
pengenaan sanksi pidana merupakan bentuk upaya terakhir (ultimum remidium)
agar timbul efek jera bagi pelaku dan masyarakat sebagai bentuk pencegahan
dilakukan pengulangan tindak pidana tersebut.
Dasar (payung) hukum merupakan elemen penting dalam penegakan
hukum dikarenakan merupakan kerangka aturan yang menentukan berjalannya
sistem penegakan hukum. Terkait dengan penyelenggaraan pembayaran dengan e-
money UU ITE dan PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 merupakan
dasar yuridis sekaligus pedoman pelaksanaan. Jika dilihat dari hirarki sistem
peraturan perundang-undangan kedudukan UU ITE lebih tinggi dari pada PBI. UU
ITE memiliki daya ikat yang lebih luas dari pada PBI yang hanya mengikat pihak
yang turut serta dalam penyelenggaraan pembayaran dengan e-money. UU ITE
sebagai peraturan perudang-undangan didasarkan pada asas kepastian hukum,
manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
27/34
21
teknologi. Sedangkan PBI sebagai pedoman pelaksanaan didasarkan pada nilai-
nilai strategis Bank Indonesia.
Penyelenggaraan pembayaran dengan e-money sangat rentan dengan
potensi resiko, dikarenakan pemahaman dan kesiapan pemerintah dan masyarakat
yang masih rendah dalam pengembangan instrumen pembayaran ini. Hal ini telah
dimuat dalam ketentuan PBI bahwa pengawasan terhadap pihak terkait dan audit
teknologi dilakukan secara berkala, berkelanjutan, dan dievaluasi oleh bank
Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia. Hasil evaluasi menjadi ahan dalam
penegakan hukum.
Dilihat dari aspek penegakan hukum e-money merupakan bentuk
instrumen pembayaran yang berbentuk virtual. Hal ini berpengaruh terhadap proses
pembtuktian dikarenakan dibutuhkan keahlian tertentu dalam mengungkap fakta-
fakta hukum terkait dengan informasi dan transaksi elektronik. Dalam UU ITE
dimuat materi terkait penyidikan pada Bab X, disebutkan dalam pasal 42 bahwa
terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,
dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan
Undang-Undang ini. Ditambahkan dalam pasal 43 bahwa berkaitan dengan
penyidikan selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khus sebagai penyidik. Terkait dengan alat bukti penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dijelaskan dalam pasal 44 alat
bukti, meliputi : alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan perudang-undangan dan alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.
Kelancaran penyelenggaraan pembayaran dengan e-money sangat
tergantung dari kesiapan para pihak. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Pemegang, dan
Pedagang harus mentaati ketentuang yang telah ditetapkan dalam PBI. Dan bagi
pihak diluar penyelenggara yang melakukan tindakan yang merugikan terhadap
pihak terkait e-money dikenakan dengan UU ITE. Dalam PBI telah dimuat
ketentuan bahwa batasan e-money untuk yang tidak didaftarkan adalah Rp.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
28/34
22
1.000.000,00 (satu juta rupiah), sedangkan untuk e-money yang didaftarkan
memiliki nilai maksiaml Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Penentuan batas yang
berbeda tersebut berkaitan dengan resiko keamanan.
E-money merupakan bentuk dari informasi yang disimpan secara
elektronik (informasi elektronik) dijelaskan dalam pasal 5 bahwa informasi
elektronik dapat dijadikan barang bukti. Di dalam pasal 30 (2) UU ITE disebutkan
delik terkait tentang tindakan melawan hukum terkait informasi elektronik, pasal
31 dimuat delik terkait intersepsi (peretas) data yang tidak bersifat publik, pasal 35
menyebutkan delik terkait (manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,pengerusakan) informasi elektronik. Ancaman dari delik dalam pasal-pasal
tersebut, yaitu : pasal 30 (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/ atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (Tujuh ratus juta rupiah),
pasal 31 (1) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah), Pasal 35
diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah). Tidak adanya aturan
minimal khusus dalam pengenaan sanksi pidana membutuhkan pedoman atau
aturan tambahan terkait dengan pertimbangan dalam pengenaan hukuman. Hal ini
agar pengenaan sanksi pidana dapat mencapai tujuan sebagai instrumen penegakan
hukum (pemberian efek jera).
Ancaman pidana dalam UU ITE merupakan bentuk upaya ultimum
remidiumagar terdapat efek jera bagi pelaku maupun masyarakat yang memiliki
itikad buruk. Delik pidana yang dimuat dalam UU ITE tergolong sebagai tidakpidana khusus, artinya aturannya bersifat khusus berbeda dengan ketentuan umum
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu diperhatikan oleh
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terkait dengan proses penyidikan dan
pembuktian tindak pidana berkaitan dengan e-money. Hal perlu diperhatikan,
meliputi : kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki oleh bank
Indonesia.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
29/34
23
Penegakan hukum tidak hanya mencakup tindakan represif, tetapi juga
tindakan preventif, misalnya : penyuluhan, maupun penguatan sistem. Penyuluhan
dapat berupa himbaun kepada pihak-pihak terkait termasuk masyarakat tentang
berjalannya sebuah sistem, tujuan sistem, dan fungsi sistem. Penyuluhan dapat
menumbuhkan rasa kepemilikan bersama, sehingga timbul rasa untuk menjaga dan
melindungi berjalannya sistem. Penguatan sistem terdiri dari elemen teknologi dan
sumber daya manusia. Elemen teknologi dapat dikembangkan melaui penelitian
dan pengembangan secara terpadu dan berkelanjutan, sedangkan aspek sumber
daya manusia dikembangkan melalui internalisasi nilai-nilai yang mendorong
peningkatan kinerja.
Penyuluhan merupakan langkah preventif tetapi dalam jangka panjang
dapat memberikan hasil signifikan terhadap tatanan masyarakat yang terbentuk.
Intensitas penyuluhan perlu untuk ditingkatkan mengingat e-money merupakan
suatu hal yang baru bagi masyarakat. Masyarakat merupakan subjek sekaligus
objek dari pembangunan, termasuk dalam penggunaan e-money. Masyarakat perlu
mengerti tentang mekanisme serta tujuan e-money. Tumbuhnya kepercayaan
masyarakat pada instrumen e-money akan mendorong sikap untuk menjaga dan
melindungi keterpaduan dan keberlanjutan sistem pembayaran dengan e-money.
Nilai-nilai strategis bank Indonesia perlu untuk dimengerti dan dipahami
masyarakat. Masyarakat sebagai subjek dan objek harus didorong untuk
berpartisipasi dalam perwujudan visi bank Indonesia.
Aspek teknologi merupakan komponen yang sangat vital dalam
penyelenggaraan e-money. Teknologi sebagai sarana lalu-lintas data elektronikharus memiliki kinerja dan keamanan bagi para penggunannya. Namun, proses
penelitian dan pengembangan teknologi membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Hal ini berbenturan dengan permasalahan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
terutama bidang teknologi yang belum memperoleh penghargaan, ditandai dengan
maraknya pembajakan atas hak cipta. Dalam hal ini peranan hukum sangat
dibutuhkan untuk mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya teknologi.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
30/34
24
Aspek sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen utama
berjalannya sistem pembayaran dengan e-money, sebagai instrumen pembayaran
tergolong sebagai bentuk pelayanan jasa. Pelayanan jasa berdasarkan pada
kepercayaan, semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu jasa
akan meningkatkan kepuasaan konsumen dalam penggunaan jasa tersebut. Oleh
karena itu sumber daya manusia yang tersedia haruslah memiliki kualitas dan
perilaku yang baik. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia harus ditanamkan dalam
peraturan personalia pihak terkait.
BI sebagai otoritas moneter merupakan kordinator dalam penegakanhukum, meliputi : Aspek Pemerintah, Aspek Masyarakat, Aspek Teknologi, dan
Aspek Sumber Daya Manusia terkait penyelenggaran pembayaran dengan e-
money. Penegakan hukum disini haruslah mencakup tindakan preventif hingga
represif. Pendekatan administratif perlu ditananamkan sebagai langkah utama
dalam penyelesaian permasalahan terkait e-money. Dikarenakan
e-money merupakan sebuah sistem mekanis. Untuk dapat dilakukan penyelesaian
haruslah menggunakan sistem mekanis agar proses penegakan hukum tidak
mengganggu kinerja sistem yang sudah baik. Penegakan hukum administratif
haruslah bertujuan untuk memperbaiki elemen yang tidak bekerja. Selanjutnya, jika
penegakan hukum administratif tidak bekerja baru diterapkan hukum pidana
sebagai ultimum remidium.Hukum pidana mempunyai sifat pembalasan, hal ini
bertujuan untuk memberikan efek jera konsekuensi penegakan hukum berimplikasi
pada timbulnya kerusakan pada elemen sistem.
Pasca pembentukan OJK, BI tidak lagi memiliki kewenanganpengawasan terhadap Perbankan. BI saat ini fokus pada core competition sebagai
otoritas moneter dalam pemeliharaan stabilitas keuangan dan penyelenggaraan
sistem pembayaran. BI harus berkordinasi dengan OJK dalam penyelenggaraan
pembayaran dengan e-money, dikarenakan termasuk dalam bentuk jasa keuangan.
Selain itu kehadiran operator seluler sebagai penerbit
e-money perlu untuk mendapat kedudukan yang jelas. Perlu terdapat pemisahan
antara kegiatan jasa pelayan komunikasi dan pelayanan e-money. Hal tersebut akan
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
31/34
25
memudahkan dalam melakukan pengawasan. Kedudukan operator sebagai
penyelenggara e-money termasuk dalam industri jasa keuangan, dikarenakan terjadi
lalu-lintas keuangan yang berpengaruh terhadap stabilitas keuangan. Oleh karena
itu, OJK seharusnya memiliki kewenangan dalam pengawasan operator seluler
yang menyelenggarakan pembayaran dengan e-money.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
32/34
26
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 merupakan dasar yuridis dari
penyelenggaraan e-money di Indonesia. Kemudian sebagai pedoman yang
lebih komprehensf diatur dalam PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo.
16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik. Dasar yuridis dalam penegakan
hukum terkait e-money masih kurang memadai dibandingkan dengan potensi
resiko yang dihadapi dalam penyelenggaraan e-money. Security measure
perlu diimplementasikan dalam hukum positif dikarenakan perkembangan
teknologi yang begitu pesat, hukum dituntut untuk responsif.
2. Mekanisme penegakan hukum terkait e-money dipengaruhi aspek
masyarakat, aspek teknologi, dan aspek sumber daya manusia. Pengegakan
hukum harus mejangkau ketiga aspek tersebut. Pasca pembentukan OJK, BIfokus sebagai otoritas moneter dalam penyelenggaraan sistem pembayaran
sekaligus menjaga dan melindungi stabilitas keuangan. Untuk itu perlu
dibentuk garis kordinasi yang tegas anatara BI dan OJK mengingat kaitan
pengawasan bank dengan sistem pembayaran sangat erat. Selain itu kehadiran
operator seluler sebagai penyelenggara e-money perlu untuk mendapat
kedudukan yang jelas untuk mempermudah dalam pengawasan.
Saran
1. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia harus diwajibakan untuk diterapkan
sebagai aturan personalia bagi para pihak yang terkait penyelenggaraan
pembayaran dengan e-money.
2. Kehadiran operator seluler perlu mendapat kedudukan sebagai lembaga
keuangan. Dikarenakan penyelenggaraan e-money, berimplikasi pada
timbulnya lalu-lintas keuangan yang menimbukan resiko. Berkaitan dengan
itu seharusnya OJK berwenangan dalam melakukan pengawasan.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
33/34
27
Daftar Pustaka
Arifin, Tajul . 2008. Metode Penelitian Hukum. Pustaka Setia : Bandung.
Asshiddiqie, Jimmly. 2010. Penegakan Hukum. Guru Besar Hukum Tata Negara.
Universitas Indonesia
Bank For International Settlements. 1996. Implication For Central Banks of The
Development of Electronic Money. BIS. Basle
Bank Indonesia (BI). 2006. Kajian Operasional E-Money. BI. Jakarta.
Kansil, C.S.T . 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai
Pustaka : Jakarta.
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang
Uang Elektronik.
Rahardjo, Satjipto Rahardjo. 2006. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
keuangan.
7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...
34/34
Daftar Riwayat Hidup
1.
Biodata Ketua
a. Nama : Henggar B P
b. Nim/Angkatan : 8111411122
c.
Fakuitas/Jurusan/Prodi: Ilmu Hukum
d. No HP : 085640066824
e.
E-mail : [email protected]
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang ( UNNES )
g.
Alamat Rumah : Griya mustika jati a33 Bawen
Semarang,25 Agustus 2014
(Henggar Budi Prasetyo)
NIM: 8111411122
2. Biodata Anggota
a. Nama : Fitria Nur Anggraeni
b.
Nim/Angkatan : 7111412094
c. Fakuitas/Jurusan/Prodi: Ekonomi Pembangunan
d. No HP : 085640550311
e. E-mail :[email protected]
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang ( UNNES )
g. Alamat Rumah : Jambu Lor Kab. Semarang
Semarang,25 Agustus 2014
(Fitria Nur Anggraeni)
NIM: 711141209
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]