RENCANA AKSI
Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
(AMPL)
Dinas Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni
Draft
Oktober 2011
Disusun olehPrathiwi W. Putri
Konsultan Air dan SanitasiKonsorsium MCC-YSA
Program Kesehatan Ibu dan AnakDidukung oleh BP Tangguh LNG
Dokumen ini dibuat Berdasarkan:
1. Draft Renstra P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni
2. Kunjungan konsultan pada periode Agustus 2011 dan Dokumen Rencana Kerja
Strategis Konsorsium MCC-YSA
3. Workshop Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Kabupaten Teluk Bintuni 11
Oktober 2011
Dan merujuk kepada Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL berbasis masyarakat,
Republik Indonesia tahun 2003.
I. Status sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni
Status sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni antara lain dapat diukur dari:
1. Jumlah kasus diare (6.9% untuk seluruh Papua Barat, x% untuk Kabupaten
Teluk Bintuni) dan kasus cacingan (x% kasus untuk Kabupaten Teluk Bintuni)
2. Sejumlah 50% keluarga menggunakan sumber air minum dengan kualitas tidak
layak
3. Sejumlah 43% keluarga harus menempuh jarak ke sumber air lebih dari 1 km
4. Sejumlah x% KK tidak menggunakan jamban sehat
( data di atas sebaiknya di isi oleh Dinkes Kab Bintuni)
II. Identifikasi Permasalahan dalam Pembangunan Sektor AMPL
Kabupaten Teluk Bintuni
A. Permasalah sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni
1. Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup
Bersih Sehat (PHBS)
i. Kepercayaan dan kebiasaan lama yang tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini
seringkali menjadi penghalang atas dipahaminya dan diterapkannya pola hidup
bersih sehat. Pola hidup leluhur masyarakat Papua yang dekat dengan alam
serta pola hidup meramu mengasumsikan bahwa lingkungan membersihkan
dirinya sendiri. Pola ekonomi modern yang disertai dengan kepadatan penduduk
yang tinggi tidak disertai oleh perubahan perilaku sanitasi lingkungan.
ii. Saat ini promosi PHBS untuk masyarakat masih kurang. Dari program yang telah
berjalan, perlu adanya pendekatan baru dalam promosi PHBS sehingga lebih
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih efektif.
2. Tingginya praktik BAB sembarangan
i. Praktik BAB sembarangan masih dianggap ‘normal’, merupakan bagian dari
kepercayaan dan kebiasaan lama.
ii. Rendahnya pemahaman akan pentingnya PHBS menyebabkan rendahnya
keinginan untuk memiliki/ menggunakan fasilitas jamban sehat.
3. Kurangnya fasilitas penyaluran air bersih di area pegunungan/ daratan
(sumber air bersih tersedia pada jarak yang relatif jauh) dan kurangnya
fasilitas pengelolaan air bersih di area pesisir, yang pada umumnya justru
merupakan area konsentrasi penduduk
i. Saat ini, investasi untuk infrastruktur air bersih baik di tingkat pemerintah daerah
maupun investasi mandiri oleh masyarakat masih sangat rendah.
ii. Pengetahuan akan teknologi mudah, sederhana, dan murah untuk menyediakan
air bersih masih sangat kurang.
4. Tidak adanya sistem pengorganisasian untuk memecahkan persoalan dalam
sektor AMPL secara bersama-sama di tingkat desa
i. Persoalan air minum dan sanitasi lingkungan sering dianggap persoalan rumah
tangga sehingga pada umumnya belum menjadi kepedulian dan prioritas
perangkat desa. Ketika ada dana bantuan untuk desa dari pemerintah,
perusahaan atau pihak lain, kebutuhan infrastruktur lain seperti jalan lebih
diutamakan.
ii. Masyarakat seringkali tidak tahu bagaimana cara yang efektif untuk
memperdengarkan suara mereka akan kebutuhannya. Pada kasus sudah
terbangunnya kesadaran akan pentingnya fasilitas air dan sanitasi, seringkali
tetap tidak ada tindakan untuk berbuat sesuatu memecahkan persoalan tersebut.
Minimnya anggaran dan program untuk pembangunan fasilitas air dan sanitasi
lingkungan oleh pemerintah daerah, ternyata selama ini tidak memunculkan
inisiatif dari masyarakat untuk bersepakat mencari jalan keluar atau mendorong
struktur pemerintah daerah yang lebih tinggi untuk lebih memperhatikan sektor
ini.
5. Persoalan AMPL masih dianggap masalah domestik rumah tangga dan
menjadi beban perempuan/ ibu rumah tangga
Pada keseharian, perempuanlah yang dianggap bertanggung jawab untuk
menyediakan air bersih dan mengurus kesehatan anak. Peran anggota masyarakat
yang lain masih relatif terbatas.
B. Permasalahan terkait dengan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah)
Kabupaten Teluk Bintuni
1. Belum terbentuknya sistem penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), dalam
hal ini diare, yang terintegrasi lintas SKPD.
2. Kurangnya Pembinaan PHBS Masyarakat.
Promosi PHBS selama ini hanya menjadi beban Dinas Kesehatan, belum ada
keterlibatan secara optimal Dinas Pendidikan dan Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Berencana.
3. Lemahnya sistem pendataan sektor AMPL: tidak dilakukannya/ tidak
berkelanjutannya pola pendataan.
i. Pendataan tingkat rumah tangga saat ini hanya dibebankan pada Seksi P2PL
Dinas Kesehatan. Sementra itu tenaga Kesling jumlahnya sangat terbatas.
ii. Pengelolaan data yang telah terkumpul di Dinas Kesehatan belum baik.
iii. Belum ada inventaris fasilitas infrastruktur terkait air dan sanitasi yang dikelola
pada tingkat kampung, baik jumlah maupun kelayakannya, oleh Dinas PU
(Cipta Karya).
4. Belum adanya rencana strategis pembangunan AMPL dan program
pembangunan AMPL yang komprehensif di Kabupaten Teluk Bintuni
i. Rendahnya penganggaran untuk sektor AMPL, baik perangkat lunak maupun
perangkat kerasnya. Pembangunan infrastruktur terkait air dan sanitasi tidak
diprioritaskan dibandingkan pembangunan jalan dan jembatan.
ii. Belum adanya pembagian mandat yang jelas antara tiap SKPD untuk
pembangunan sektor AMPL.
iii. Belum ada perhatian khusus bagi desa-desa terpencil dan/ atau termiskin.
iv. Belum diprioritaskannya pembangunan fasilitas air dan sanitasi di fasilitas
umum seperti puskesmas, rumah sakit dan sekolah.
v. Belum adanya peraturan khusus bagi fungsi komersial/ industri untuk
penanganan limbahnya.
vi. Belum adanya pendekatan yang seragam dalam setiap SKPD untuk
melakukan pembangunan yang berbasis masyarakat. Pembangunan berbasis
masyarakat dalam hal ini adalah pembangunan bersama masyarakat
sehingga jelas apa tugas pemerintah dan apa tugas masyarakat.
5. Dari porsi anggaran yang ada, penyerapan atau eksekusinya tidak efektif
dan efisien
i. Kurangnya pemahaman akan bentuk program yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
ii. Untuk bantuan pembangunan fasilitas fisik, seringkali masyarakat tidak
dilibatkan dalam transfer pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan
dan memelihara fasilitas tersebut.
iii. Minimnya pengetahuan pemerintah daerah akan berbagai macam pilihan
teknologi tepat guna, untuk diperkenalkan kepada masyarakat.
III. Sasaran Pembangunan Sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni
2011-2013
Sasaran yang dimaksud sebagai berikut diasumsikan sebagai sasaran bagi program
Kabupaten Teluk Bintuni secara keseluruhan. Dinas Kesehatan dipandang sebagai salah
satu SKPD kunci dalam Pembangunan Sektor AMPL untuk mencapai sasaran tersebut.
Sasaran pembangunan sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni 2011-2013 yang diusulkan
adalah sebagai berikut:
1. Tersusunnya Rencana Strategis Lima Tahun Program Pembangunan Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan(AMPL) Pemerintah Daerah Kabupaten Bintuni oleh
Pokja AMPL Kabupaten Teluk Bintuni.
2. Mengurangi jumlah kasus diare menjadi setengah dari jumlah kasus tahun
sebelumnya melalui peningkatan jumlah populasi yang memiliki akses terhadap air
bersih dan sanitasi menjadi dua kali jumlah tahun sebelumnya.
IV. Strategi Pembangunan Sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni
2011-2013 dan Pihak-pihak yang Terlibat
Strategi Pembangunan Sektor AMPL Kabupaten Teluk Bintuni 2011-2013 adalah sebagai
berikut:
1. Mengutamakan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya
masyarakat pengguna.
Mengubah paradigma pembangunan yang lama bahwa pemerintah yang paling
memahami persoalan masyarakat, menjadi paradigma baru bahwa masyarakat yang
paling memahami apa kebutuhan mereka. Pemerintah perlu untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat sehingga masyarakat dapat memutuskan sistem
pembiayaan dan teknologi AMPL yang paling tepat bagi kampungnya masing-masing.
2. Merumuskan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan pengelolaan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dengan kejelasan
pembagian beban antara pemerintah dan masyarakat.
Dari berapapun anggaran yang dimiliki pemerintah, alokasi untuk setiap kampung
harus diwujudkan dalam program yang terbagi jelas tanggung jawabnya antara
pemerintah dan masyarakat. Pilihan-pilihan pembagian tanggung jawab tersebut
dapat dirinci dari skema sebagai berikut:
Tabel 3. Beberapa pendekatan pemberian bantuan (sumber: Konsultan)
Sasaran Bantuan
Bantuan Fasilitas Fisik Bantuan Teknis Konstruksi
Bantuan Teknis Informatif
Kolektif/ Kelompok
Bantuan unit berupa fasilitas umum. Jika bantuan fisik ini dari pemerintah/ sumber lain diluar masyarakat, maka harus ada jaminan perawatan fasilitas tersebut oleh masyarakat.
Percontohan cara membangun saringan air, fasilitas penyediaan air bersih lain, dan fasilitas sanitasi. Masyarakat dipicu untuk membuat fasilitas serupa untuk keluarganya masing-masing.
Informasi berupa kelas tatap muka, mulai dari simulasi tanggap diare, materi PHBS, pemaparan manual teknis, pendampingan pembuatan program air dan sanitasi serta panduan pelaksanaannya.
Individual/ Keluarga
Bantuan unit berupa fasilitas individual. Jika hanya beberapa unit contoh, pemilihan penerima-manfaat harus diputuskan bersama masyarakat.
Bantuan seperti diatas dapat disertai bantuan tenaga tukang yang membangunkan beberapa elemen fasilitas individual dengan disertai pelatihan. Anggota keluarga ikut serta membangun.
Bantuan berupa insentif kepada kader yang memberikan bantuan teknis informatif kepada warga masyarakat pada tingkat rumah tangga/ kelompok kecil.
3. Mendorong terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Teluk Bintuni
Diharapkan bahwa Pemerintahan Kabupaten Teluk Bintuni mengikuti arahan
kebijakan nasional untuk membentuk Pokja AMPL tingkat Kabupaten untuk
mengintegrasikan pembangunan sektor AMPL. Satuan Kerja Pemerintahan Daerah
(SKPD) yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni yang dapat diintegrasikan dalam Pokja
AMPL ini adalah: Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan
Hidup, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan
Badan Pemberdayaan Perempuan, dengan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda)
sebagai koordinator Pokja.
4. Mengangkat Isu Air dan Sanitasi menjadi Isu yang Bergengsi
Sangat penting untuk menjadikan isu air dan sanitasi menjadi isu yang bergengsi,
dalam pengertian sektor ini memiliki dampak bagi peningkatan ekonomi keluarga dan
masyarakat, bukan hanya persoalan peningkatan taraf kesehatan yang sering
diasosiasikan sebagai bagian dari ranah domestik saja. Ketika isu sektor air dan
sanitasi dikemas menjadi menarik, maka lebih mudah untuk menjadikan
pembangunan sektor ini sebagai norma bagi para politisi dan aparat pemerintahan,
yaitu bahwa sektor ini harus menjadi prioritas dalam agenda pembangunan dan
pengertian bahwa keberhasilan pembangunan daerah diukur salah satunya dengan
tingkat pencapaian sektor air dan sanitasi.
5. Menjadikan air dan sanitasi sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat akar
rumput
Gaya hidup masyarakat seringkali tercermin pada konsumsi dan gaya hidup ini
dibentuk melalui pemasaran produk konsumsi tertentu. Dengan logika yang serupa,
pemicuan kesadaran terhadap sektor air dan sanitasi secara kreatif diperlukan,
termasuk memperkenalkan gaya hidup sehat sebagai bagian dari status sosial. Yang
harus dikampanyekan adalah, bahwa selama ini masyarakat telah kehilangan baik
secara finansial maupun potensi ekonomi akibat kondisi sanitasi yang buruk (uang
yang dipakai untuk berobat, hari kerja yang berkurang, produktivitas yang menurun,
tidak pergi ke sekolah karena sakit, dan sebagainya). Terkait dengan pemasaran gaya
hidup sehat melalui sanitasi lingkungan yang sehat, strategi kampanye publik harus
dikembangkan dengan serius.
6. Mendorong munculnya para champions sektor air dan sanitasi melalui
persaingan yang sehat
Salah satu usaha untuk mempromosikan air dan sanitasi sebagai norma dalam
pembangunan adalah kompetisi antar desa seperti: penghargaan pencapaian status
bebas BABS dari Bupati dan lomba kebersihan lingkungan antar desa dengan hadiah
bukan uang. Pertukaran informasi dari desa yang relatif berhasil dengan komunitas
yang masih berjuang untuk memperbaiki kondisi air dan sanitasinya sangat
dianjurkan.
V. Rencana Aksi Strategis Sektor AMPL Dinas Kesehatan dan Indikator Kerja
Merujuk pada definisi permasalahan pembangunan sektor AMPL yang telah dikemukakan sebelumnya, berikut adalah aksi-aksi yang
dianjurkan untuk dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bintuni.
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS)
Memaksimal-kan fungsi ujung tombak Dinas Kesehatan: tenaga Kesling, Kesga dan Promkes.
1. Pelatihan petugas Kesling Dinkes dengan materi sebagai berikut (lihat Dokumen Kurikulum Pelatihan):a. Pembangunan AMPL berbasis
masyarakat, disertai contoh-contoh sukses di kota/kabupaten lain.
b. Strategi mobilisasi masyarakat serta strategi Promosi dan Pemicuan Sanitasi dan Kesehatan Berbasis Masyarakat: pengolahan isu air dan sanitasi secara partisipatif dan kreatif (creative triggering).
c. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare
d. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
e. Pilihan-pilihan sistem pembiayaan dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
Meningkatkan kapasitas petugas Kesling, Kesga, dan Promkes sebagai tenaga penyuluh kesehatan masyarakat dalam bidang AMPL.
1) Seluruh tenaga Kesling, Kesga, dan Promkes yang ada terlatih dan mampu menjadi training di area kerjanya.
2) Setiap distrik memiliki Strategi Promosi dan Pemicuan Sanitasi dan Kesehatan Berbasis Masyarakat untuk skala desa. Catatan: peserta membawa peta sederhana desa-desa yang menjadi wilayah kerjanya.
1) Sesi kelas 90 menit dengan materi a.
2) Sesi kelas dan praktek 120 menit dengan materi b. Praktek: membuat Strategi Promosi dan Pemicuan Sanitasi dan Kesehatan skala desa.
3) Sesi 120 menit praktek: peserta praktek memaparkan materi sesi b dan c, sementara para fasilitator menstimulasi metode penyuluhan yang kreatif.
4) Sesi kelas 120 menit pemaparan materi e.
Pelaksana: 2 orang trainer/fasilita-tor professionalPenanggung Jawab: Kabid Promkes
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS)
Memaksimalkan peran tokoh masyarakat dan kader kesehatan masyarakat.
2. Edukasi kader kesehatan desa, kepala desa, pemimpin adat, tokoh agama, dan tokoh berpengaruh lain melalui pelatihan tatap muka dengan materi sebagai berikut:a. Pemicuan AMPL berbasis
masyarakat (termasuk pemicuan STBM).
b. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare.
c. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
d. Pilihan-pilihan sistem dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
e. Simulasi tanggap diare.
Meningkatkan pemahaman para tokoh dan kader masyarakat akan Pola Bersih Hidup Sehat dan solusi dari kebutuhannya akan sumber air bersih.
Sebanyak xx pelatihan tokoh dan kader masyarakat di masing-masing desa dilakukan oleh tenaga Kesling, Kesga dan Promkes
Manajemen dilakukan di tingkat Distrik, dengan target volume kegiatan per masing-masing desa sebanyak 2x dalam setahun.Contoh: Dalam distrik A terdapat 5 desa. Maka dalam setahun distrik A mengadakan 10 kali pelatihan dengan materi lengkap dari a sampai e. Jika materi terlalu panjang, maka materi dapat dibagi dalam dua kali tatap muka. Catatan:Masyarakat luas diluar para tokoh dan kader, sebaiknya dilibatkan, terutama para bapak dan kaum laki-laki. Forum ini dapat menjadi cikal bakal Pokja AMPL Desa.
Pelaksana: Tenaga Kesling, Kesga dan PromkesPenanggung Jawab: Kepala Puskesmas
( data di atas sebaiknya di isi oleh Dinkes Kab Bintuni)
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS).
Pendekatan dari, oleh dan untuk masyarakat.
3. Edukasi masyarakat luas melalui pelatihan tatap muka terutama untuk kelas ibu hamil dan ibu dengan balita dengan materi sebagai berikut:a. Pemicuan AMPL berbasis
masyarakat (termasuk pemicuan STBM).
b. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare.
c. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
d. Pilihan-pilihan sistem dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
e. Simulasi tanggap diare.
Meningkatkan pemahaman masyarakat luas akan Pola Bersih Hidup Sehat dan solusi dari kebutuhannya akan sumber air bersih.
Mayarakat termotivasi untuk membuat pelatihan dari dan untuk masyarakatnya sendiri.
Sebanyak xx pelatihan untuk ibu hamil dan ibu dengan balita dilakukan.
Pertemuan ini dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil tiga bulan sekali. Satu atau dua pertemuan dapat digabungkan dengan Kegiatan No. 2 di atas.
Pelaksana: Tokoh dan Kader Masyarakat didampingi Tenaga Kesling atau Kesga atau Promkes masing-masing desa.Penanggung Jawab: Kepala Puskesmas.
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS).
Bekerja erat dengan Dinas Pendidikan.
4. Edukasi para guru dan anak-anak sekolah dengan materi sebagai berikut:a. Sebab terjadinya dan bagaimana
penyebaran diare.b. Pencegahan Diare dengan status
Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
c. Simulasi tanggap diare.
Meningkatkan pemahaman masyarakat luas akan Pola Bersih Hidup Sehat.
Sebanyak xx pelatihan untuk anak sekolah dilakukan.
Masing-masing sekolah mendapat pelatihan dengan materi a-c setiap semester untuk kelas angkatan yang berbeda.
Pelaksana: Petugas Kesling dan Promkes/ staf Dinas Kesehatan yang ditunjuk.Penanggung Jawab: Kabid Promkes.
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS).
Memanfaatkan media KIE pada tempat-tempat yang paling sering dikunjungi masyarakat luas.
5a. Sosialisasi materi pelatihan pada No.2, 3 dan 4 bagi masyarakat luas melalui media KIE: poster dan spanduk.
Meningkatkan pemahaman masyarakat luas akan Pola Bersih Hidup Sehat.
Poster dan/ atau spanduk terpasang pada setiap sekolah, tempat pertemuan masyarakat , dan tempat-tempat umum lain yang strategis.
Terpasangnya media KIE di setiap tempat pertemuan masyarakat dan tempat-tempat umum lain yang strategis.
Pelaksana: Tenaga Kesling, Kesga dan Promkes.Penanggung Jawab: Kepala Puskesmas.
5b. Pengadaan dan pendistribusian Materi KIE.
Tersedianya dan terdistribusinya Materi KIE yang didesain dengan komunikatif.
Materi KIE terdistribusi ke semua Puskesmas/ Pustu untuk kemudian didistribusikan lebih lanjut.Materi KIE terdistribusi ke semua sekolah melalui Dinas Pendidikan.
Satu kali kegiatan. Penanggung Jawab: Kabid Promkes
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan
Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Tingginya praktik BAB sembarangan dan minimnya fasilitas jamban sehat keluarga.
Munculnya kesepakatan bersama di kampung tentang BABS sebagai praktik yang tidak benar.
Mengadopsi pendekatan STBM.
6a. Membuat komite pemantau praktik BABS yang mendorong masyarakat untuk menerapkan sangsi terhadap pelaku praktik BABS.
6b. Melakukan pemicuan STBM, pemicuan agar masyarakat membangun dan menggunakan jamban sehat.
6c. Jika STOP BABS telah berhasil, mendorong deklarasi status Bebas BABS oleh kepala desa.
6d. Membuat percontohan jamban sehat keluarga di setiap desa.
Masyarakat mau membangun dan menggunakan jamban sehat demi tercapainya status bebas BABS di setiap desa.
a. Sebanyak x desa telah memiliki komite pemantau praktik BABS.
b. Sebanyak x pertemuan khusus untuk pemicuan STBM dilakukan di setiap desa.
c. Sebanyak x kepala desa telah mendeklarasikan bahwa desanya berstatus Bebas BABS.
d. Terbangunnya x jamban sehat keluarga. Selama setahun setelah dibangun, dilakukan pemantauan terhadap penggunaan jamban yang telah dibangun tersebut.
a. Satu kali di setiap desa.
b. Setiap 3 bulan sekali di setiap desa.
c. Satu kali di setiap desa.
d. Satu kali di setiap desa pada waktu yang disepakati dengan Pokja AMPL desa.
Pelaksana: Tenaga Kesling, Kesga dan Promkes
Penanggung Jawab: Subid P2PL
Tingginya praktik BAB sembarangan dan minimnya fasilitas jamban sehat keluarga.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk membangun dan merawat jamban sehat.
7. Membuat studi berbagai pilihan teknologi jamban sehat keluarga dan membuat buku petunjuk bagaimana membangun dan merawat jamban sehat keluarga.
Tersedia sumber informasi akan cara membuat dan merawat jamban sehat keluarga
Tersedianya buku petunjuk bagaimana membangun dan merawat jamban sehat keluarga dan terdistribusinya buku petunjuk ini ke seluruh distrik
Satu kali kegiatan.
Penanggung Jawab: Subid P2PL
( data di atas sebaiknya di isi oleh Dinkes Kab Bintuni)
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Kegiatan Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Tingginya praktik BAB sembarangan.
Menciptakan iklim persaingan sehat antar-desa.
8. Penghargaan dari Bupati untuk desa-desa yang telah berhasil STOP BABS pada setiap perayaan HUT Kabupaten Bintuni.
Para kepala desa terpacu untuk mencapai status bebas BABS.
Sebanyak x kepala desa yang telah mendeklarasikan bahwa desanya berstatus Bebas BABS mendapat penghargaan dari Bupati
Setiap HUT Kabupaten Bintuni
Penanggung Jawab: Kadinkes
Tingginya praktik BAB sembarangan.
Menciptakan iklim persaingan sehat antar-desa.
9. Memantau konsistensi status Bebas BABS di desa-desa pada no. 8.
Status Bebas BABS bukan hanya dijaga menjelang deklarasi oleh Kepala Desa dan penghargaan oleh Bupati.
Seluruh desa yang telah berstatus Bebas BABS tetap menjaga desanya bebas BABS selama setahun setelah deklarasi
Pemantauan setiap 3 bulan sekali
Pelaksana: Subid P2PLPenanggung Jawab: Kadinkes
Minimnya fasilitas pengelolaan dan penyaluran air bersih.
Mengajak semua pihak untuk membangun fasilitas air bersih.
10a. Membuat studi berbagai skema pembiayaan pembangunan fasilitas air bersih skala rumah tangga dan skala desa.
10b. Membuat studi berbagai pilihan teknologi penyediaan air bersih.
10c. Menguji studi berbagai pilihan teknologi penyediaan air bersih tersebut melalui pembangunan percontohan di beberapa desa yang dipilih.
Akses masyarakat terhadap sumber air bersih meningkat.
a. Studi berbagai skema pembiayaan dilakukan untuk setiap distrik.
b. Studi berbagai pilihan teknologi penyediaan air bersih yang sesuai untuk setiap distrik telah dilakukan.
c. Pengujian teknologi yang dipilih masyarakat dilakukan di setiap desa percontohan.
a. Satu kali di setiap distrik
b. Satu kali di setiap distrik
c. Satu kali di setiap xx desa percontohan (bukan DAV BP Tangguh)
Pelaksana: Subid P2PL dengan bantuan Pokja AMPL DesaPenanggung Jawab: Subid P2PL
( data di atas sebaiknya di isi oleh Dinkes Kab Bintuni)
Identifikasi Permasalahan yang dirujuk
Strategi Aksi dan Rincian Aktivitas Tujuan Indikator Kerja Volume Kegiatan Pelaksana dan
Penanggung Jawab
Unit Biaya
Lemahnya sistem pengorganisasian untuk memecahkan persoalan dalam sektor AMPL secara bersama-sama di tingkat desa
Mengoptimalkan peran kepala desa, tokoh agama, tokoh adat, dan para pendidik
11a. Mendorong masyarakat untuk membentuk Pokja AMPL Desa sebagai penggerak gotong royong masyarakat desa untuk menyelesaikan persoalan AMPL secara bersama-sama.
11b. Pokja AMPL Desa melakukan promosi PHBS.
11c. Mendorong Pokja AMPL desa untuk membuat percontohan teknologi sederhana penyediaan air bersih dan sanitasi. Jika sudah ada percontohan sebelumnya, maka mendorong Pokja AMPL untuk memperkenalkan kembali kepada masyarakat dan atau mereplikasikannya untuk beberapa unit tambahan.
Terpacunya para pemimpin desa untuk melakukan pembangunan sektor AMPL.
Sebanyak x desa memiliki pokja sanitasi yang secara efektif berfungsi:
1. Per 3 bulan melakukan promosi PHBS..
2. Membangun setidaknya satu jenis percontohan fasilitas pengelolaan air bersih di desanya.
a. Satu kali di setiap distrik.
b. Setiap tiga bulan dilakukan pemantauan di setiap distrik.
c. Satu kali di setiap xx desa percontohan (bukan DAV BP Tangguh).
Pelaksana: Subid P2PL dengan bantuan Pokja AMPL Desa.
Penanggung Jawab: Kabid P2PM.
Lemahnya sistem pengorganisasian untuk memecahkan persoalan dalam sektor AMPL secara bersama-sama di tingkat desa.
Menciptakan iklim persaingan sehat antar-desa.
12. Mengadakan pertemuan antara Pokja AMPL desa yang dikemas dalam kegiatan kompetisi: lomba olahraga dan lomba kebersihan desa yang disertai dengan Piala Bintuni Sehat dan penghargaan-penghargaan lain pada HUT Kabupaten Teluk Bintuni.
Terpacunya para pemimpin desa untuk melakukan pembangunan sektor AMPL.
Terselenggaranya kompetisi memperebutkan Piala Bintuni Sehat.
Setiap HUT Kabupaten Bintuni..
Penanggung Jawab: Kadinkes.
( data di atas sebaiknya di isi oleh Dinkes Kab Bintuni)
VI. Waktu Pelaksanaan Aksi dan Pelaksana
Aksi Strategis dan Rincian Aktivitas
Pelaksana2011
2012 2013
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Pelatihan petugas Kesling Dinkes dengan materi:
a. Pembangunan AMPL berbasis masyarakat, disertai contoh-contoh sukses di kota/kabupaten lain.
b. Strategi mobilisasi masyarakat serta strategi Promosi dan Pemicuan Sanitasi dan Kesehatan Berbasis Masyarakat: pengolahan isu air dan sanitasi secara partisipatif dan kreatif (creative triggering).
c. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare
d. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
e. Pilihan-pilihan sistem pembiayaan dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
1. Divisi PromKes Dinas Kesehatan.
2. Divisi P2PL Dinas Kesehatan.
3. dengan bantuan trainer profesional.
Aksi Strategis dan Rincian Aktivitas
Pelaksana 2011 2012 201311 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Edukasi kader kesehatan desa, kepala desa, pemimpin adat, tokoh agama, dan tokoh berpengaruh lain melalui pelatihan tatap muka dengan materi sebagai berikut:a. Pemicuan AMPL berbasis
masyarakat (termasuk pemicuan STBM).
b. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare.
c. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
d. Pilihan-pilihan sistem dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
e. Simulasi tanggap diare.
1. Divisi PromKes Dinas Kesehatan.
2. Divisi P2PL Dinas Kesehatan.
Aksi Strategis dan Rincian Aktivitas
Pelaksana 2011 2012 201311 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3. Edukasi masyarakat luas melalui pelatihan tatap muka terutama untuk kelas ibu hamil dan ibu dengan balita dengan materi sebagai berikut:a. Pemicuan AMPL berbasis
masyarakat (termasuk pemicuan STBM).
b. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare.
c. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
d. Pilihan-pilihan sistem dan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi.
e. Simulasi tanggap diare.
Tokoh dan Kader Masyarakat didampingi Tenaga Kesling atau Kesga atau Promkes masing-masing desa.
4. Edukasi para guru dan anak-anak sekolah dengan materi sebagai berikut:
a. Sebab terjadinya dan bagaimana penyebaran diare.
b. Pencegahan Diare dengan status Bebas BABS dan taat komponen PHBS (termasuk CTPS).
c. Simulasi tanggap diare.
Petugas Kesling dan Promkes/ staf Dinas Kesehatan yang ditunjuk.
Aksi Strategis dan Rincian Aktivitas
Pelaksana 2011 2012 201311 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5a. Sosialisasi materi pelatihan pada No.2, 3 dan 4 bagi masyarakat luas melalui media KIE: poster dan spanduk.
5b. Pengadaan dan pendistribusian Materi KIE.
Tenaga Kesling, Kesga dan Promkes.
Divisi Promkes.
6a. Membuat komite pemantau praktik BABS yang mendorong masyarakat untuk menerapkan sangsi terhadap pelaku praktik BABS.
6b. Melakukan pemicuan STBM, pemicuan agar masyarakat membangun dan menggunakan jamban sehat.
6c. Jika STOP BABS telah berhasil, mendorong deklarasi status Bebas BABS oleh kepala desa.
6d. Membuat percontohan jamban sehat keluarga di setiap desa.
Tenaga Kesling, Kesga dan Promkes.
7. Membuat studi berbagai pilihan teknologi jamban sehat keluarga dan membuat buku petunjuk bagaimana membangun dan merawat jamban sehat keluarga.
Subid P2PL.
8. Penghargaan dari Bupati untuk desa-desa yang telah berhasil STOP BABS pada setiap perayaan HUT Kabupaten Bintuni.
Penanggung Jawab: Kadinkes.
Aksi Strategis dan Rincian Aktivitas
Pelaksana 2011 2012 201311 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
9. Memantau konsistensi status Bebas BABS di desa-desa pada no. 8.
Subid P2PL.
10a. Membuat studi berbagai skema pembiayaan pembangunan fasilitas air bersih skala rumah tangga dan skala desa.
10b. Membuat studi berbagai pilihan teknologi penyediaan air bersih.
10c. Menguji studi berbagai pilihan teknologi penyediaan air bersih tersebut melalui pembangunan percontohan di beberapa desa yang dipilih.
Subid P2PL dengan bantuan Pokja AMPL Desa.
11a. Mendorong masyarakat untuk membentuk Pokja AMPL Desa sebagai penggerak gotong royong masyarakat desa untuk menyelesaikan persoalan AMPL secara bersama-sama.
11b. Pokja AMPL Desa melakukan promosi PHBS.
11c. Mendorong Pokja AMPL desa untuk membuat percontohan teknologi sederhana penyediaan air bersih dan sanitasi. Jika sudah ada percontohan sebelumnya, maka mendorong Pokja AMPL untuk memperkenalkan kembali kepada masyarakat dan atau mereplikasikannya untuk beberapa unit tambahan.
Subid P2PL dengan bantuan Pokja AMPL Desa.
12. Mengadakan pertemuan antara Pokja AMPL desa yang dikemas dalam kegiatan kompetisi: lomba olahraga dan lomba kebersihan desa yang disertai dengan Piala Bintuni Sehat dan penghargaan-
Penanggung Jawab: Kadinkes.
penghargaan lain pada HUT Kabupaten Teluk Bintuni.