BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma tumpul abdomen adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian pada seluruh batasan usia. Identifikasi dari patologi intraabdomen
terkadang cukup menantang. Banyak cedera yang tidak bermanifestasi selama
pemeriksaan awal dan selama periode penatalaksanaan. Cedera intraabdomen
yang terlewat dan perdarahan terselubung adalah penyebab yang sering
menyebabkan kesakitan dan kematian, terutama pada pasien yang selamat dari
fase awal setelah cedera. 1,2
Penanganan pasien trauma memerlukan penanganan cepat dan efisien.
Mengevaluasi pasien yang diduga mengalami trauma tumpul abdomen tetap
menjadi tantangan utama dan memerlukan aspek intensif dari penanganan trauma
akut. 1,2
Trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh tabrakan kendaraan
bermotor, kecelakaan rekreasi, perkelahian, dan jatuh. Organ yang sering terkena
adalah limpa, hati, organ retroperineum, usus halus, ginjal, kandung kemih,
kolorektal, diafragma, dan pankreas. Laki – laki lebih sering cedera daripada
perempuan. Data dari WHO didapati bahwa penyebab utama adalah jatuh dari
ketinggian lebih dari 5 meter dan tabrakan kendaraan bermotor menjadi penyebab
kedua. 1,2
Frekuensi yang sebenarnya dari trauma tumpul abdomen tidak diketahui.
Data yang dikumpulkan dari pusat trauma menunjukkan pasien yang dirujuk ke
rumah sakit atau yang mencari bantuan kesehatan. Insidensi diluar rumah sakit
tidak diketahui. Secara global, cidera menempati 10% dari penyebab kematian.
Diperkirakan pada tahun 2020, 8,4 juta orang di seluruh dunia akan meninggal
akibat trauma. 1,2
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Abdomen 3,4
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas
dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan
menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan
yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-
batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu
masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal,
tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang
punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Bagian dari rongga abdomen
dan pelvis beserta daerah-daerah.
Gambar 2.1 Rongga Abdomen dan Pelvis
Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
2
3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus dan usus besar.
2.1.1 Lambung 3,4
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di belakang
iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia terletak di
belakang tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai ketinggian
ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak di tengah.
Pylorus, suatu kanalis yang menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian
corpus dekat dengan pylorus disebut anthrum pyloricum.
Fungsi lambung:
a. Tempat penyimpanan makanan sementara.
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
g. Faktor antianemi dibentuk.
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.
2.1.2 Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika
3
tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus
dan dikelilingi usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum menempati tiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi
duodenum adalah alkali.
2.1.3 Usus Besar 3,4
Usus halus adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik
yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah :
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar)
2.1.4 Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati dilindungi oleh iga-
iga.
Fungsi hati adalah :
a. Metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan
darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh sebagai pengantar
metabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
4
g. Membuat sebagian besar protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah.
2.1.5 Kandung Empedu 3,4
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah
hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas
centimeter. Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kandung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat.
2.1.6 Pankreas 3,4
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari duodenum
sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala pankreas yang
terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan abdomen, badan
pankreas yang terletak di belakang lambung dalam di depan vertebre lumbalis
pertama, ekor pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :
a. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang
membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-
kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
c. Menghasilkan hormon insulin → mengubah gula darah menjadi gula otot.
2.1.7 Ginjal 3,4
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di
sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai
vertebre lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati
5
menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7½
centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi
beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus
sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa
darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
2.1.8 Limpa 3,4
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus
ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.
b. Setelah dewasa berfungsi sebagai penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
2. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
6
Gambar 2.2 Rongga Abdomen Bagian Depan
Keterangan :
A. Diafragma
B. Esofagus
C. Lambung
D. Kaliks kiri
E. Pankreas
F. Kolon desenden
G. Kolon transversum
H. Usus halus
I. Kolon sigmoid
J. Kandung kencing
K. Apendiks
L. Sekum
M. Illium
7
N. Kolon asenden
O. Kandung empedu
P. Liver
Q. Lobus kanan
R. Lobus kiri
2.2 Definisi Trauma Tumpul Abdomen 1,3,5
Trauma tumpul abdomen adalah semua cedera yang terjadi akibat tekanan tumpul
dari luar, yang biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,
tumbukan dari hewan atau benda tumpul.
Cedera intraabdomen secara sekunder akibat tekanan tumpul yang terjadi
karena tubrukan antara orang yang terluka dengan lingkungan eksterna dan karena
proses tekanan akselerasi dan deselarasi pada organ internal orang tersebut.
2.3 Patofisiologi 1,3,5
Trauma – trauma intra abdomen tumpul disebabkan oleh benturan antara orang
yang mengalami trauma dan lingkungan luar tubuh dengan proses aselerasi atau
deselerasi yang mengenai organ – organ tubuh penderita. Trauma abdomen secara
umum dapat dijelaskan melalui tiga mekanisme, yaitu :
a. Mekanisme pertama adalah deselerasi.
Suatu proses deselerasi yang cepat akan menyebabkan ketidak seimbangan
perubahan antar organ – organ yang berdekatan. Sebagai hasilnya, benturan
yang sangat kuat dapat menyebabkan organ berongga, organ solid, organ
viseral dan pembuluh darah mengalami robekan, terlebih lagi apabila terdapat
beberapa tempat perlekatan antar berbagai organ tersebut. Sebagai contoh,
bagian distal aorta melekat pada tulang spinal vetebra dan suatu proses
deselerasi dapat menyebabkan pergerakan lengkung aorta yang lebih cepat
daripada pergerakan yang seharusnya. Sebagai hasilnya, benturan yang sangat
kuat pada daerah tersebut dapat menyebabkan aorta menjadi ruptur. Keadaan
yang sama dapat terjadi pada pedikel ginjal dan persambungan antara tulang
servikal dan tirakal di spinal cord. Trauma deselerasi klasik menyebabkan
8
robekan pada beberapa organ, termasuk hepar, ligamen – ligamen hingga
kerusakan pada arteri ginjal.
b. Mekanisme kedua adalah kompresi atau penekanan dari luar tubuh.
Baik akibat hantaman langsung atau pun penekanan dari luar tubuh yang
menyebabkan kompresi organ – organ yang melekat. Trauma kompresi
eksternal yang tiba – tiba menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang
pada akhirnya dapat menyebabkan rupturnya berbagai organ. Hati dan limpa
adalah organ yang paling banyak mengalami kerusakan pada trauma tumpul
abdomen dan diikuti oleh usus kecil maupun usus besar.
2.4 Etiologi 1,3,5
Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab yang paling sering
menyebabkan trauma abdomen. Penggunaan sabuk pengaman amemang
mengurangi angka kejadian trauma kepala dan dada, namun dapat juga
menimbulkan suatu ancaman pada organ – organ abdomen seperti pankreas dan
usus yang dapat menyebabkan perpindahan atau penekanan ke arah berlawanan.
Anak – anak biasanya sangat rentan mengalami trauma abdomen yang disebabkan
oleh sabuk pengaman. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki regio
abdominal yang masih lembut dan memang sabuk pengaman yang terdapat di
mobil tidak disesuaikan dengan ukuran tubuh mereka.
2.5 Tanda dan Gejala 1,3,5
Gejala dan tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ mana yang
terkena, bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan tampak
gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis bahkan sampai dengan
tanda-tanda syok hemoragic. Gejala perdarahan di intra peritoneal akan ditemukan
klien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan sampai dengan nyeri hebat, nyeri
tekan dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku otot), bising usus menurun,
dan pada klien yang kurus akan tampak perut membesar, dari hasil perkusi
ditemukan bunyi pekak.
9
Bila yang terkena organ berlumen gejala yang mungkin timbul adalah peritonitis
yang dapat berlangsung cepat bila organ yang terkena gaster tetapi gejala
peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang terkena. Klien
mengeluh nyeri pada seluruh kuadran abdomen, bising usus menurun, kaku otot
(defans muskular), nyeri tekan, nyeri lepas dan nyeri ketok.
2.6 Pemeriksaan penunjang 1,2,3,5
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin yang meliputi Hemoglobin, hematokrit untuk melihat
pendarahan dimana kalo pendarahan maka Hemoglobin dan hematokrit akan
menurun selain itu leukosit akan meninggi karena adanya proses infeksi.
Jika kadar serum amilase 100 unit dalam 100 ml cairan intra abdomen,
kemungkinan besar terjadi trauma pada pankreas. Lipase amilse serum tidak
sensitive maupun spesifik sebagai penanda untuk cedera pankreas atau usus besar.
Tingkat normal tidak mengecualikan cedera pankreas utama. Amilase atau lipase
mungkin meningkat karena iskemia pankreas yang disebabkan oleh hipotensi
sistemik yang menyertai trauma. Namun, hiperamilasemia persisten atau
hiperlipasemia meningkatkan kemungkinan cedera intra-abdomen yang signifikan
dan merupakan indikasi untuk penyelidikan radiografi dan bedah agresif lainnya.
LFT mungkin berguna pada pasien dengan trauma tumpul abdomen, namun hasil
tes mungkin meningkat dalam kondisi lain misalnya, penyalahgunaan alkohol.
2.6.2 Pemeriksaan Radiologi
A. X-Ray
Meskipun nilai keseluruhan film polos dalam evaluasi pasien dengan trauma
tumpul abdomen terbatas tetapi dapat menscreening trauma tumpul dengan foto
servical lateral, Thorax AP dan foto abdomen dengan posisi terlentang, setengah
tegak dan lateral dekubitus.
Foto toraks dapat membantu dalam diagnosis cedera perut seperti
hemidiaphragma yang pecah (misalnya, pipa nasogastrik terlihat di dada) atau
10
pneumoperitoneum. Rontgen panggul atau dada dapat menunjukkan fraktur tulang
belakang torakolumbalis.
Foto abdomen menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi cedera
tumpul untuk usus. Selain itu, udara bebas intraperitoneal, atau terperangkap
udara retroperitoneal dari perforasi duodenum, dapat dilihat.
Pada trauma dengan hemodinamik tidak stabil tidak diperlukan
pemeriksaan screening x-ray, tetapi pasien stabil dengan sangkaan cedera
thoracoabdominal atau pada cedera diatas umbilicus berguna untuk
menyingkirkan hemo atau pneumothorax dan bisa juga melihat udara di
intraperitoneal.
B. CT Scan
1. Trauma tajam
CT scan digunakan dalam evaluasi pasien dengan luka tusukan pada sisi
dan belakang dan dalam evaluasi pasien dengan luka tusukan perut dan sering
digunakan untuk mendeteksi penetrasi peritoneal dan cedera organ intra-
abdomonial. Pasien dengan CT scan dengan kontras dapat menentukan derajat
cedera ginjalnya.
Tanda-tanda khusus penetrasi peritoneal termasuk ditandai oleh adanya
perdarahan, udara, cairan atau fragmen tulang yang jelas meluas ke rongga
peritoneal, kehadiran udara bebas intraperironeal, cairan bebas, dan cedera organ
intraperitoneal jelas terlihat.
2. Trauma tumpul
CT scan merupakan kriteria standar untuk mendeteksi cedera organ padat.
Selain itu, CT scan perut dapat mengungkapkan cedera yang terkait lainnya,
terutama patah tulang belakang dan panggul dan cedera di rongga dada.
Pada Blunt abdominal trauma dengan cedera limpa dan hemoperitoneum,
CT scan memberikan pencitraan yang sangat baik dari duodenum, pancreas, dan
system Genitourinary. Gambar dapat membantu melihat jumlah darah di perut dan
dapat mengungkapkan gambaran organ yang cedera. Walaupun dengan
11
keterbatasan CT scan memiliki sensitivitas untuk mendiagnosa cedera viskus
diafragma, pancreas, dan berongga walaupun relatif mahal dan memakan waktu
dan memerlukan kontras oral atau intravena, yang dapat menyebabkan reaksi
alergi.
C. Focused Assessment Sonograghy in Trauma (FAST)
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang cepat, portable, noninvasive, dan
akurat yang dapat dilakukan oleh dokter ahli bedah darurat dan trauma untuk
mendektesi hemoperitoneum. Bahkan, di pusat medis, pemeriksaan FAST telah
hamper menggantikan DPL sebagai prosedur pilihan dalam evaluasi pasien
trauma hemodinamik tidak stabil. Pemeriksaan FAST didasarkan pada factor-
faktor seperti habitus tubuh, lokasi cedera, adanya darah beku, posisi pasien, dan
jumlah dari cairan bebas. Dicari scan dari kantung pericard, fossa hepatorenalis,
fossa splenorenalis ataupun cavum douglas.
D. Peritoneal Lavage
1. Trauma tajam
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat dilakukan baik melalui metode
tertutup (yaitu, kulit tusukan kecil dengan penyisipan kateter dengan kawat
pemandu) atau metode terbuka (misalnya, penyisipan kateter dengan penglihatan
langsung setelah pemaparan peritoneum dengan sayatan kecil infraumbilical).
Aspirasi darah positif untuk penetrasi peritoneal dan cedera organ dengan
cara bilasan rongga perut 1 liter natrium klorida dimasukkan melalui kateter dan
kemudian ditarik. Cairan ini kemudian diperiksa untuk mengevaluasi sel-sel darah
merah (> 10.000 /mm3), sel darah putih (> 500/mm3), empedu, atau partikel,
apapun yang menunjukkan penetrasi peritoneal dan cedera organ. DPL
memerlukan banyak waktu, dan telah digantikan dalam pemeriksaan oleh FAST,
CT scan, atau laparoskopi.
12
2. Trauma tumpul
Indikasi DPL dalam mendiagnosa trauma tumpul dengan sangkaan:
a. pasien dengan cedera tulang belakang
b. pasien dengan beberapa luka dan shock
c. pasien dengan bekas cedera perut
d. pasien mabuk dan
e. pasien dengan cedera intra-abdomen potensial yang akan menjalani
anestesi lama untuk prosedur lain.
Kontraindikasi mutlak untuk DPL adalah untuk laparotomi. Kontraindikasi relatif
meliputi obsesitas morbid, sejarah operasi perut bertulang, dan kehamilan. DPL
dianggap positif pada pasien trauma tumpul jika 10 mL aspirasi keluar darah
(yaitu, 1 L normal saline dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui kateter
dan diperiksa) memiliki > 100.000 RBC /mL, > 500 WBC/mL, kadar amilase
tinggi, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah diperlukan dalam
peritoneum untuk menghasilkan hasil DPL mikroskopis positif.
Tabel 2.1 Tabel Perbandingan DPL, USG dan CT Scan
KRITERIA DPL USG CT SCAN
Indikasi Menentukan
adanya perdarahan
bila TD menurun
Menentukan
cairan bila TD
menurun
Menentukan organ
cedera bila TD
normal
Keuntungan Diagnosis cepat
dan sensitif,
akurasi 98 %
Diagnosis cepat,
tidak invasif dan
dapat diulang,
akurasi 86-97%
Paling spesifik
untuk cedera,
akurasi 92-98%
Kerugian Invasif, gagal
mengetahui cedera
diafragma atau
cedera
retroperitoneum
Tergantung
operator distorsi
gas usus dan
udara di bawah
kulit. Gagal
mengetahui
Membutuhkan
biaya dan waktu
yang lebih lama,
tidak mengetahui
cedera diafragma
13
cedera diafragma
usus, pankreas
usus dan pankreas.
2.7 Penatalaksanaan Trauma Tumpul Abdomen 1,2,3,5
Perawatan pra-rumah sakit berfokus pada evaluasi cepat masalah yang
mengancam jiwa, dengan memulai tindakan resusitasi, dan memulai transportasi
yang cepat ke situs perawatan definitif. Prinsip penatalaksanaan awalnya sama
dengan penanganan pada trauma lainnya yaitu dengan primary survey (Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Exposure).
A. Airway
Nilai jalan nafas bebas atau tidak. Nilai apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas. Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
B. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, beri oksigen
C. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah:
Hentikan perdarahan eksternal bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
D. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow
Coma Scale.
ALERT/AWAKE A
14
RESPON BICARA (VERBAL) V
RESPON NYERI (PAIN) P
TAK ADA RESPONS U
E. Exposure
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
Pasien cedera dengan resiko perdarahan berlanjut dan membutuhkan
transportasi yang cepat ke pusat trauma atau fasilitas yang sesuai terdekat, dengan
prosedur yang tepat dilakukan stabilisasi selama perjalanan. Sehingga perlu
pengamanan jalan nafas, pemasangan IV line dan pemberian cairan. Gunakan
intubasi endotrakeal untuk mengamankan jalan napas dari setiap pasien yang tidak
mampu mempertahankan jalan napas atau yang memiliki potensi ancaman saluran
napas. Mengamankan jalan napas dalam hubungannya dengan in-line imobilisasi
serviks pada setiap pasien yang mungkin telah menderita trauma serviks. Menjaga
saturasi oksigen lebih dari 90 – 92%.
Perdarahan eksternal jarang dikaitkan dengan trauma tumpul abdomen.
Jika ada perdarahan eksternal, kontrol dengan tekanan langsung. Perhatikan
tanda-tanda perfusi sistemik yang tidak memadai. Pertimbangkan perdarahan
intraperitoneal jika ada tanda syok hemoragik tanpa adanya perdarahan eksternal.
Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus
segera dinilai kemungkinan perdarahan intraabdominal maupun kontaminasi GI
tract dengan melakukan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) ataupun FAST
(Focused Assesment Sonography in Trauma).
Adapun indikasi laparotomi untuk trauma tumpul abdomen adalah:
Adanya tanda-tanda peritonitis
Perdarahan atau syok yang tidak terkontrol
Perburukan klinis selama observasi
Adanya perdarahan peritoneum setelah pemeriksaan FAST dan DPL
15
Udara bebas, udara retroperitoneal atau rupture diafragma
Hipotensi dengan dugaan adanya perdarahan intraabdomina
CT scan dengan kontras menunjukkan adanya ruptur saluran cerna, cedera
buli intraperitoneal, cedera pembuluh darah ginjal ataupun kerusakan
parenchyma viscera.
2.8 Komplikasi 1,5
Komplikasi yang sering terjadi adalah terjadinya peritonitis, dan syok hemoragik
dimana adanya perdarahan intraabdominal yang sulit dinilai sehingga berujung
pada kematian.
2.9 Prognosis 1,5
Tingkat kematian untuk pasien rawat inap adalah sekitar 5-10%. The National
Pediatric Trauma Registry melaporkan bahwa 9% dari pasien anak dengan trauma
tumpul abdomen meninggal. Dari jumlah tersebut, hanya 22% yang dilaporkan
cedera intraabdomen sebagai kemungkinan penyebab kematian.
Sebuah tinjauan dari Australia of intestinal injuries pada trauma tumpul
melaporkan bahwa 85% dari cedera terjadi akibat kecelakaan kendaraan. Tingkat
mortalitas adalah 6%. Dalam review besar kematian di ruang operasi di mana
trauma tumpul menyumbang 61% dari semua cedera, trauma abdomen adalah
penyebab primer kematian pada 53,4% kasus.
BAB 3
16
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : HS
Umur : 21 tahun
No MR : 48.74.32
Alamat : Jl. Mekar Jaya Kecamatan Medan Tuntungan
Datang tanggal : 20 September 2011
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak + 30 menit sebelum masuk
RSHAM. Pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai
sepeda motor. Pasien menabrak sepeda motor lain dan
pasien terjatuh kemudian perut pasien membentur kemudi
sepeda motor. Riwayat muntah (-), kejang (-), sakit kepala
(-), pingsan (-). BAB dan BAK (-) setelah kejadian.
RPT : Asma (-), Alergi (-), Hipertensi (-), Jantung (-)
RPO : -
Primary Survey
Airway : Clear
Breathing : Spontan
Frekuensi nafas : 30 x/i
Suara Pernafasan : vesikuler/vesikuler
Suara Tambahan : -/-
Circulation : Akral : hangat/merah/kering
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Disability : Alert, GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, RC +/+, ø 3mm/3mm
Exposure : Dilaporkan pada status lokalisata
17
Secondary Survey
Kepala & leher : Mata : Pupil isokor, ø 3mm/3mm, RC +/+, Anemis (-)
Trakea : Midline
Thorax : Look : Simetris
Listen : SP: Vesikuler, ST: -
Feel : Simetris fusiformis, Sonor
Abdomen : Look : Simetris, ekskoriasi pada simfisis pubis ø 1x1 cm
Listen : Peristaltik (+) N
Feel : Soepel, Nyeri tekan pada regio umbilikal dan
iliaka kanan, Tympani
Ekstremitas : Superior : Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
Status Urologi
PA : Simetris, jejas (-), TP -/-
SS : Jejas (-), bulging (-), ekskoriasi pada simfisis pubis ø 1x1 cm
GE : Laki-laki, sirkumsisi, bloody discharge (-).
Diagnosa sementara :
Blunt Abdominal Injury
Penanganan di IGD:
- O2 5 L/i Face Mask
- IVFD RL 30 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (Skin Test terlebih dahulu)
- Inj. Ranitidin 500 mg/12 jam
- Rawat inap, awasi tanda-tanda akut abdomen
- Puasa sementara
Rencana pemeriksaan
18
Laboratorium : Darah Lengkap, LFT, RFT, Elektrolit, KGD Ad-random,
Urinalisa
Radiologi : Thorax AP Erect, Abdomen Erect & Supine, Pelvic AP
Hasil Laboratorium (20/09/2011)
Hb/Ht/Leu/T : 14,4 / 42,30 / 13.940 / 250.000
SGOT/SGPT : 21 / 15
KGD-Adr : 115 mg/dL
Ur/Cr : 24,3 / 1,02
Na/K/Cl : 138 / 3,2 / 103
Urinalisa : dalam batas normal
Radiologi : Dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Udeani, Jhon. 2011. Blunt Abdominal Trauma. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview#aw2aab6b2b7
[accessed at 25 September 2011]
2. William S. Hoff, MD, Michelle Holevar, MD, et al. 2002. The Journal of
trauma_ Injury, Infection, and Critical Care. Practice Management Guidelines
for the Evaluation of Blunt Abdominal Trauma: The EAST Practice
Management Guidelines Work Group.
3. American College of Surgeons Comittee on trauma. 2004. Advanced Trauma
Life Support for Doctors. Chicago: Saint Clair St.
4. Widjaja Harjadi. Anatomi Abdomen. EGC. Jakarta. 2009. hal: 3 - 17.
5. Salomone A Joseph, Salomone Jeffrey. 2010. Abdominal Trauma: Blunt.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/821995-overview.
[accessed at 25 September 2011]
20