Budaya, Kreatifitas dan Inovasi
(TEORI ORGANISASI UMUM 2)
DI SUSUN OLEH:
DEVIN ADAM HUSEIN
12113266
2KA16
Pengertian dan Fungsi Budaya
Organisasi
Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan
harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan
kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu
mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh
organisasi. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut
beberapa ahli :
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh
organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263),
budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan
pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian
organisasi.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama
yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru
sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah
yang dihadapi.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi
merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi
dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh
anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja
dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu
pola asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah
organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan
disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau
lapisan budaya organisasi, yaitu :
Artifak (Artifact)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan.
Termasuk dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat
dilihat, didengar dan dirasakan Ketika seseorang memasuki
sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing baginya.
Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak
(visible products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik,
bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam
berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang
organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual,
perayaan-perayaan.
Nilai-nilai yang diyakini
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang
umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri
dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam
menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang
kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi
didiskusikan dan didukung oleh perangkat keyakinan,
norma serta aturan-aturan operasional mengenai
perilaku dalam organisasi Hal-hal tersebut membentuk
suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta
dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau
moral yang memandu anggota organisasi dalam
menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota Baru.
Asumsi-asumsi dasar
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada
sebelumnya (taken for granted) dan menjadi panduan
perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang
suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh,
maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku
berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang
berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak
dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung
sangat sulit diubah.
Tipologi Budaya Organisasi
Ada beberapa tipologi budaya organisasi.
Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi
jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu
budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang
memiliki kecocokan strategik; dan budaya
adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat
biasanya dapat dilihat oleh orang luar
sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam
budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai
yang dianut bersama itu dikonstruksi ke
dalam semacam pernyataan misi dan secara
serius mendorong para manajer untuk
mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah
mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat
cenderung tidak banyak berubah walaupun
ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah
budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif
dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak
anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar
komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat
pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang
berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu
kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol
dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun
berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan
kebijakan pimpinan yang baru.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa
organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang
dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan.
Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang
senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat
membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan
melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi
adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi
setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan
dengan perubahan itu sendiri.
Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi
sebagai berikut:
• Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi
• Norma-norma
• Nilai-nilai yang dominan
• Filosofi
• Aturan-aturan
• Iklim organisasi.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi,
yaitu:
• Inisiatif individu
• Toleransi terhadap risiko
• Pengarahan
• Integrasi
• Dukungan manajemen
• Pengawasan
• Identitas
• Sistem penghargaan
• Toleransi terhadap konflik
• Pola komunikasi.
Kreatifitas Individu dan
Team Proses Inovasi
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang
dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab,
kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi,
dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam
melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus
dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan
mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber
daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau
menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini
berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan
objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil
kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang
ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di
dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan
manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap
bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi
langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan
dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan
pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi
secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut
terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya
organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji,
promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah
ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan
sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap
kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir
adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal
dari setiap perusahaan.
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan
pikiran untuk menciptakan sesuatu yang
baru, sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang
baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi merupakan aplikasi
praktis dari kreativitas. Dengan kata lain, kreativitas bisa
merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel
tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan
yang meliputi strategi, taktik, dan eksekusi.
Dalam pitching konsultansi atau agency,
sering terdengar keluhan bahwa secara
konseptual apa yang disodorkan agency
bagus, tetapi strategi itu tak berdampak
pada perusahaan karena mandek
di tingkat eksekusi. Mengapa? Sebab,
strategi bisa ditentukan oleh seseorang,
tetapi eksekusinya harus melibatkan ba
nyak orang, mulai dari atasan hingga
bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan
antarkaryawan, beda persepsi hingga ke
sikap penentangan.
Sumber
http://erlanggaba.blogspot.com/20
13/06/normal-0-false-false-false-
en-us-x-none.html
http://www.psychologymania.com/
2013/01/tipologi-budaya-
organisasi.html
https://duniatugasasri.wordpress.c
om/2013/06/11/fungsi-budaya-
organisasi/
THANK YOU