PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN BAWANG MERAH
Renny Utami Somantri dan Sri HarnanikBalai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan
Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 PalembangTelp. (0711) 410155 Fax. (0711) 411845Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu
komoditas unggulan di masyarakat, karena selain digunakan sebagai
bumbu masakan sehari-hari, bawang merah mengandung senyawa yang
bermanfaat bagi kesehatan dan berkhasiat sebagai zat anti kanker,
pengganti antibiotik, penurun tekanan darah, kolesterol, serta penurun
kadar gula darah (Irawan, 2014). Menurut penelitian, bawang merah
mengandung zat besi, magnesium, fosfor, kalium, mangan dan vitamin
seperti A, B6 dan C (Nutrition Data, 2014).
Sentra penghasil bawang merah berada di Pulau Jawa, terutama
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di luar Pulau Jawa, bawang merah banyak
dihasilkan di NTB, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Provinsi
Sumatera Selatan tidak termasuk ke dalam sentra produsen bawang
merah. Pada periode 2009-2013, produksi bawang merah di Sumatera
Selatan berfluktuasi. Tahun 2009, dihasilkan 17 ton bawang merah dari
luas panen 7 Ha. Tahun berikutnya tingkat produksi meningkat menjadi
74 Ton seiring dengan bertambahnya luas panen menjadi 31 Ha. Dua
tahun berturut-turut kemudian terjadi penurunan luas panen menjadi
masing-masing 8 dan 5 Ha pada tahun 2011 dan 2012. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan produksi bawang merah menjadi 37
dan 17 Ton. Tahun 2013 lalu produksi dan luas panen bawang merah di
Sumatera Selatan meningkat tajam yaitu sebesar 218 Ton dari 30 Ha areal
panen, dengan produktivitas 7,26 Ton/Ha (BPS, 2014).
Seperti komoditas hortikultura lainnya, bawang merah sangat
fluktuatif harga maupun produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan
produksi yang tidak seimbang antara panenan pada musimnya serta
panenan di luar musim, salah satu diantaranya disebabkan tingginya
intensitas serangan hama dan penyakit terutama bila penanaman
dilakukan di luar musim. Selain itu penanganan panen dan pascapanen
1
yang belum optimal, menyebabkan bawang merah tidak dapat disimpan
lama, hanya bertahan 3-4 bulan padahal konsumen membutuhkannya
setiap saat. Permasalahan lain dalam pengembangan pascapanen
bawang merah adalah sistem jaminan mutu yang meliputi cara
penanganan pascapanen yang baik dan benar (GHP), cara pengolahan
yang baik dan benar (GMP) dan cara distribusi yang baik dan benar (GDP)
belum tersosialisasikan dengan baik dan merata sehingga belum
diterapkan oleh pelaku usaha bawang merah. Tulisan ini berupaya
memberikan informasi cara panen dan penanganan segar bawang merah.
PANEN
Panen merupakan suatu kegiatan pemungutan hasil pertanian yang
telah cukup umur dan sudah saatnya untuk dipetik hasilnya. Tanaman
yang sudah dipanen berarti sudah terputus pula mekanisme penyerapan
zat haranya, akan tetapi masih mempertahankan hidupnya melalui
respirasi. Untuk mencegah agar hasil panen tidak cepat membusuk atau
menurun kualitasnya, hasil panen harus dilindungi dari lingkungan yang
merusak, seperti suhu dan kelembaban tinggi dan serangan
mikroorganisme pembusuk. Kualitas bawang merah setelah panen tidak
bisa diperbaiki, hanya bisa dipertahankan. Oleh karena itu, pada saat
panen kualitas bawang merah harus maksimal, dengan penanganan yang
baik sehingga dapat dipertahankan kualitasnya untuk waktu yang lama.
Waktu atau umur panen dan cara panen merupakan hal penting
yang harus diperhatikan dalam panen bawang merah. Penentuan waktu
panen bawang merah dapat dilihat melalui perkembangan fisik tanaman
(terutama daun). Di daerah dataran rendah bawang merah dipanen pada
umur 60-70 hari setelah tanam, sedangkan di dataran tinggi pada 80-100
hari setelah tanam tergantung dari varietas yang ditanam, tempat
penanaman dan tingkat kesuburan tanahnya. Umbi yang dipanen terlalu
muda kurang baik kualitasnya karena akan cepat lunak dan keriput ketika
dikeringanginkan (Rahayu dan Berlian, 2004).
Ciri-ciri tanaman bawang merah yang siap ditanam adalah sebagai
berikut (Musaddad dan Sinaga, 1995):
- Jika dipegang, pangkal daun sudah lemas
- Daun (70-80%) berwarna kuning pucat
- Umbi sudah terbentuk dengan kompak dan penuh
- Sebagian umbi sudah terlihat di permukaan tanah
2
- Umbi berwarna merah tua atau merah keunguan serta berbau khas
- Sebagian besar (>80%) daun tanaman telah rebah
Pemanenan bawang merah sebaiknya dilakukan pada keadaan
cuaca cerah dan tidak hujan pada pagi atau sore hari. Beberapa hari
sebelum panen, tanaman bawang merah dapat disemprot dengan larutan
natrium maleat hydrozine agar umbi tidak bertunas selama penyimpanan.
Untuk mengatasi terlukanya umbi pada saat dipanen karena tanahnya
keras, sebaiknya sehari sebelum dipanen dilakukan penyiraman.
Pemanenan bawang merah dilakukan dengan cara mencabut
seluruh tanaman dengan tangan atau menggunakan cangkul/garpu
tanah/kayu/bambu atau alat lain yang bagian ujungnya pipih, dan agak
runcing. Tiap 5-10 rumpun diikat pada sepertiga daun bagian atas. Umbi
yang telah dipanen dijemur dengan cara diangin-anginkan dengan posisi
umbi di atas selama ½ hari. Apabila terjadi hujan, lakukan penutupan
dengan plastik.
PASCAPANEN
Pelayuan dan Pengeringan
Proses pelayuan dan pengeringan bertujuan untuk mengurangi
kadar air dari lapisan terluar bawang merah sebelum disimpan. Kulit
bawang yang kering menjadi penghalang untuk kehilangan air dan infeksi
serangan mikroorganisme, sehingga mempertahankan jaringan utama
tetap dalam keadaan segar. Proses ini akan mengurangi susut bobot
selama penanganan lebih lanjut, mengurangi perkecambahan dan
mengeringkan umbi bawang merah sebelum dikonsumsi atau disimpan
(Opara, 2003).
Menurut Musaddad dan Sinaga (1995), setelah bawang merah
dipanen sebaiknya dilakukan pelayuan daun, yang bertujuan untuk
mendapatkan warna kulit umbi yang lebih merah dan berkilau,
mempersingkat waktu pengeringan, membatasi pengeluaran air dari umbi
yang berlebihan, dan mempercepat pembentukan kalus pada permukaan
umbi yang terluka pada waktu pemanenan. Pelayuan dilaksanakan
dengan menjemur bagian daun selama 2-3 hari di bawah sinar matahari
langsung. Pelayuan dihentikan jika susut bobot umbi telah mencapai 3-
5%. Bila cuaca tidak memungkinkan, pelayuan dapat dilakukan secara
mekanis dengan menghembuskan udara panas yang bersuhu 46 °C
3
dengan kelembaban nisbi 70-80%. Sedangkan menurut Opara (2003),
susut bobot umbi yang dikeringkan secara mekanis dapat mencapat 10%.
Pada saat pelayuan diusahakan umbi bawang tidak terkena sinar
matahari secara langsung, sehingga yang layu hanya daun dan leher umbi
bawang merah. Bawang merah yang baru dipanen disusun rapi dengan
susunan daun barisan kedua menutupi umbi barisan pertama dan
seterusnya. Penyusunan ini bertujuan melindungi umbi dari sinar
matahari langsung dan mencegah luka bakar pada umbi serta
mengeringkan batangnya sehingga ketika diikat betul-betul kuat.
Pengeringan dilakukan dengan cara menjemur bagian umbi bawang
merah di bawah sinar matahari langsung selama 7-14 hari, dengan
melakukan pembalikan setiap 2-3 hari saat susut bobot umbi mencapai
25-40% dengan kadar air 80-84%. Untuk memperpanjang umur simpan,
pengeringan hendaknya dilakukan sampai pada tahap kering mati (kering
simpan) keadaan ini dapat diketahui dengan cara membungkus bawang
selama 24 jam. Jika tidak ada titik air yang menempel dalam plastik,
berarti tahap kering mati telah tercapai (Musaddad dan Sinaga 1995).
Proses pelayuan dan pengeringan memerlukan waktu selama 14-20 hari
sebelum umbi bawang merah disimpan (Opara, 2003).
Pembersihan dan Sortasi
Pembersihan adalah proses untuk menghilangkan kotoran (seperti
tanah, kerikil, rumput dan akar) yang menempel pada umbi agar diperoleh
umbi yang bersih. Kegiatan sortasi dilakukan untuk memisahkan umbi
bawang merah yang baik dengan yang cacat, busuk, terkena hama
penyakit atau kerusakan lainnya.
Proses pembersihan dan sortasi dapat dilakukan dengan cara
mengambil satu genggam daun umbi bawang merah yang masih bersatu
dengan umbi, kemudian memisahkan tiap genggaman antara umbi yang
baik dan yang jelek. Umbi yang baik diikat menjadi satu, kemudian
dihentakkan perlahan-lahan untuk merontokkan kotoran yang masih
melekat. Kemudian akarnya dipotong menggunakan pisau atau gunting
(Purwatiningsih et al., 2012). Pembersihan dan sortasi bawang merah
dilakukan dengan hari-hati untuk mencegah kerusakan fisik pada umbi.
Grading
Grading adalah memisahkan umbi bawang merah berdasarkan
ukuran tertentu. Ukuran yang dijadikan acuan biasanya adalah seragam
4
ukuran besar kecilnya umbi, bentuk (bulat atau lonjong), warna dan
tingkat kepedasan (pungency), tingkat ketuaan, kekerasan, kekeringan,
tidak ada kotoran dan benda asing, tidak cacat/busuk/berkecambah serta
tidak terkena hama penyakit.
Standar grading umbi bawang merah sesuai SNI 01-3159-1992
adalah sebagai berikut:
Karakteristik Syarat
Mutu I Mutu II
Kesamaan varietas Seragam Seragam
Ketuaan Tua Cukup tua
Kekerasan Keras Cukup keras
Diameter (cm) min. 1,7 1,3
Kerusakan (% bobot)
maks
5 8
Busuk (% bobot) maks 1 2
Kotoran (% bobot) maks Tidak ada Tidak ada
Jika akan langsung dikonsumsi, bawang merah segera dipotong
daun batangnya sekitar 0,5 cm di atas umbi. Demikian juga akar-akar
yang masih panjang. Pemotongan dilakukan menggunakan pisau atau
gunting. Selanjutnya bawang merah dipisah-pisahkan menurut standar
mutu yang dikehendaki. Apabila akan disimpan, bawang merah biasanya
diikat setelah sebagian daun dipotong.
Penyimpanan
Tujuan dari penyimpanan bawang merah adalah untuk
memperpanjang ketersediaan bawang merah, mempertahankan kualitas
optimal dari umbi dan meminimalkan kerugian fisik, fisiologis dan
kerusakan karena agen patogen. Bawang merah yang akan disimpan
hendaknya dipilih terlebih dahulu. Umbi yang muda dan lunak sebaiknya
langsung dikonsumsi dan tidak disimpan. Umbi yang dipilih untuk
disimpan adalah umbi yang sehat, keras, lehernya kering dan tipis. Umbi
yang lehernya menebal sebaiknya dibuang karena mengandung kadar air
tinggi sehingga umur simpannya pendek. Demikian pula umbi yang
terkena hama penyakit sebaiknya tidak perlu disimpan agar tidak
menyebar ke umbi yang sehat dan baik.
5
Penyimpanan bawang merah secara tradisional dapat dilakukan
dengan menggantungkan bawang merah menggunakan para-para di atas
tungku perapian. Penyimpanan di dalam gudang, diperlukan ruangan
khusus berupa gudang penyimpanan yang bersuhu sekitar 26-29 oC,
tingkat kelembaban 70-80% dan memiliki ventilasi yang baik.
Penyimpanan tradisional dapat mempertahankan kondisi bawang selama
6 bulan dengan kehilangan berat sekitar 25% (Sunarjono dalam Komar et.
al., 2001).
Menurut Musaddad dan Sinaga (1995), bawang merah dikemas
menggunakan karung-karung jala yang berkapasitas antara 50-100 kg.
Penyimpanan bawang merah umumnya dilakukan dalam bentuk ikatan
yang digantungkan pada rak-rak bambu. Suhu penyimpanan yang baik
berkisar antara 30-33 °C, dengan kelembaban nisbi antara 65-70%.
Bila bawang merah disimpan di ruangan dengan tingkat
kelembaban tinggi, bawang merah akan mudah terserang penyakit,
terutama oleh jamur. Penyimpanan dapat juga dilakukan dengan cara
menggantung bawang merah menggunakan para para.
Pengemasan
Pengemasan bawang merah yang baik sebaiknya memenuhi kriteria
sebagai berikut: cukup kuat untuk mempertahankan berat bawang merah
pada kondisi tertentu selama proses pengangkutan dan memiliki ruang
sirkulasi udara yang cukup untuk mempertahankan kelembaban (Opara,
2003). Pengemasan bawang merah terutama dilakukan untuk
memudahkan dalam pengangkutan. Bahan pengemas yang digunakan
adalah karung jala atau karung anyaman plastik yang berlubang-lubang.
Untuk pengiriman jarak dekat bawang merah dikemas
menggunakan karung jala dengan berat 90 - 100 kg, sedangkan untuk
pengiriman jarak jauh/ antar pulau bawang merah dikemas menggunakan
karung jala dengan berat 20 – 25 kg/koli. Setelah dimasukkan ke dalam
karung jala tersebut, ujung karung jala diikat dengan tali plastik
(Purwatiningsih, 2013). Menurut SNI 01-3159-1992, bawang merah
disajikan dalam bentuk gedengan atau protolan, dikemas maksimum 80
kg dan ditutup dengan anyaman bambu atau bahan lain, kemudian diikat
dengan tali bambu atau bahan lain. Isi kemasan tidak melebihi
permukaan. Di bagian tengah kemasan ada yang diberi sekat keranjang
bambu berbentuk silindris untuk memperbaiki aliran udara.
6
Pengangkutan
Pengangkutan bawang merah dilakukan ke beberapa tempat tujuan
seperti pasar penampung, pasar induk, supermarket dengan tetap
menjaga kualitas bawang merah tersebut. Pengangkutan bawang merah
dilakukan oleh kendaraan yang aman selama diperjalanan. Bawang
merah yang telah dikemas diletakan dalam kendaraan secara perlahan-
lahan. Apabila hendak ditumpuk, diupayakan jumlah tumpukan tidak
melebihi kapasitas kendaraan. Agar kualitas bawang merah terjamin,
hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
terhadap umbi, seperti benturan fisik, kontaminasi kotoran, ataupun
terkena air hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS). 2014. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah, 2009-2013. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta. http://www.bps.go.id [20 Agustus 2014].
Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3159-1992 Bawang Merah.
Purwantiningsih, A. Sutaryanti, Sukino, D.R. Arthasari, Suharyadi, Fibrianty, S. Wisudarti, Jihadin M., P. Sulistyohadi, N.E. Mujahidah, R. Hendrata. 2012. Standard Operating Procedure (SOP) Bawang Merah Gunung Kidul. Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.
Irawan, D. 2014. Bawang Merah dan Pestisida. Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, Medan. http://bahanpangsumut.com [20 Agustus 2014].
Kitinoja, L. dan A.A. Kader. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura (Edisi ke-4) Diterjemahkan oleh I Made S. Utama. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar.
Komar, N., S. Rakhmadiono dan L. Kurnia. 2001. Teknik Pascapanen Penyimpanan Bawang Merah di Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 2, Agustus 2001:79-95.
Musaddad, D. Dan R.M. Sinaga. 1995. Panen dan Penanganan Segar Bawang Merah. dalam H. Sunarjono, Suwandi, A.H. Permadi, F.A, S.
7
Susihanti dan W. Broto (ed). Teknologi Produksi Bawang Merah. Puslitbang Hortikultura Hal. 74-82.
Nutrition Data. 2014. Nutrition Facts: Shallots, raw. Nutrition Data, New York. http://nutritiondata.self.com [20 Agustus 2014].
Opara, L.U. 2003. Onions: Post-harvest Operations. Food and Agricultural Organization of the United Nations.
Rahayu, E. dan Nur Berlian V.A. 2004. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
8