BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak.
Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama
masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah
dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang
timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif
kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis
antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,
tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.
BAB IIOTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan
sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan
sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat
ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel,2,4.
I. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3
a. Kongenital.
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi
marginal, teori itu adalah2,5 :
Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini
ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk
menjadi nekrotis, terangkat keatas.
Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi
(metaplasia teori menurut Wendt).
Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction
cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total1,2,4.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma1,2,4.
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom,
tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang
tersedia7.
III.ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.
Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai
pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous,
menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga
kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan.
2. Genetik.
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi.15
5. Infeksi saluran nafas atas.
6. Autoimun.
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain8 :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
IV. PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk
diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus1. Perforasi sekunder pada OMA
dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering.
Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media
kronis1.
V. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan
kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman
gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh
otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang1.
VI. GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis2.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat.6
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis1,2.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin
lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum4.
VII. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular.
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
VIII. PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut1,3:
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran, sebagai berikut :
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB.
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif
30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto
ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-
tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telah mengenai struktur-struktur3.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,3
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella dan bakteri anaerob adalah
Bacteriodes sp1,2.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari
1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba.
Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai
akibat minum susu yang tidak dipateurisasi3.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa,
stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk
Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten
pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif
untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap
sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan
gentamisin2
IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif.
2. Operasi2,3.
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika :
- Topikal antibiotik ( antimikroba)
- Sistemik.
OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy).
2. Mastoidektomi radikal.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi.
4. Miringoplasti.
5. Timpanoplasti.
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
BAB III
KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi
serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung
pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang
resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah
mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut.
2. Gejala prodromal tidak jelas.
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta
lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi.
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit.
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan
fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang
sudah sembuh.
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena
erosi.
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti
otorea terus terjadi dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu
tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga
timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital dan adanya mual, muntah proyektil,
serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi
intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti,
karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat terlihat erosi
tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT
Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan1,2 :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak.
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah
menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20. Bagaimanapun,
komplikasi ini dapat terus terjadi dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan
diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan
penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi
bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga
tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani dengan adanya
cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan
terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran
timpani melemah yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan
kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intracranial
meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi
di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya lebih sering terjadi pada
anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa
klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang
dibagi menjadi komplikasi intracranial dan extracranial. Komplikasi extracranial dibagi lagi
menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan
antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi
dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan.
Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini
mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang
efektif.
Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering
terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid
meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi
korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai
akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan
pada otitis kronis dengan dan tanpa kolesteatoma. Kolesteatoma dapat menghalangi aditus ad
antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga
tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang
infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses
Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien
akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-
tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior dan juga terdapat
daerah yang fluktuatif, eritematosa dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti
pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal
pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada
semua pasien dengan gejala-gejala ini untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk
menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati,
abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus
disingkirkan.
Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid
terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,
dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan
lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini
ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari
mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari
ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan
cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan
mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi
dari OMK dengan kolesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses
Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan
dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang
menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat
menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan
operasi.
Komplikasi Intratemporal
Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis
dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa
keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic dari pada terdapatnya sebuah labirin
terbuka yang ditemukan pada saat operasi kolesteatoma. Resiko kehilangan pendengaran
sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan
pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang
paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun
kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di
koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran
yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan
terdapatnya kolesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari kolesteatoma itu
sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat
terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang
biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem
pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin
yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai
stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini
diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja
disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin
membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan
vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik
tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang
signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum
operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki
fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan
di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun
adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang
memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-
tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah
yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma,
untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma
belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi
meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas
dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi
suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan
operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi
telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif
dari pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis
definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk
menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.
Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk
diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi
mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT
scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan
daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses
subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi
tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang
jarang terjadi dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis
coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang
tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang
temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan
terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan kolesteatoma.
Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa
cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah
dalam segmen timpani yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf
wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan
wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder
untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan
biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK
atau kolesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau kolesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk
dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi dan konseling
pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti
labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat
keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK dan OMA
adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi
OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka
komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara
signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang
subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi
(fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan,
meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan
oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial
termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit
kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi
perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika
ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan
selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan
peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang
dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang
signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis
dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media
setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang
lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK.
Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang
sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua
kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal.
Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora
campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis
yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai
tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,
perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di
mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan
terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam,
perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan
intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI
kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih
unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan
memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam
menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri
adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan
diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan
intrakranial meningkat.
Trombosis Sinus Lateral.
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari
otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan
dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk
menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga
tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang
sekunder untuk OMK dan kolesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular
ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus
telah terlibat dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi
yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan
yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular
herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar
ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna
meningkatkan risiko emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi
yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum.
Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam
spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi
spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan
dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan
menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya
trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin, karena
mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.
Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari kolesteatoma atau dari mastoiditis
coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam
OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit
kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi
ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada
saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau
spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk
mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala
sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras
cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini
sering dibuat pada saat operasi.
Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat
hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic"
sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah
sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki
ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal)
lateral dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital
superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS
melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi
tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat
pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral
biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus
dural.
Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk
mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari
tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh
dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema
sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk
mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti
trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan
gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup
untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis
sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Diploma
Pekerjaan : Karyawati
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Swasembada no. 7 Rt 02 Rw 10 Jakarta Utaraa
II. Keluhan Utama : Telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan : Telinga kiri terasa gatal, nyeri dan pendengaran dirasa
menurun.
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari yang
lalu. Cairan yang keluar kental, berwana putih kehijauan, berbau dan hampir memenuhi
liang telinga. Keluhan ini muncul setelah pasien berenang kemudian mengorek telinga
kiri dengan cotton bud karena merasa telinganya gatal dan basah. Untuk memperingan
keadaan pasien sering mengorek kuping kembali dan memberikan obat tetes telinga
namun tidak ada perbaikan. Hal diatas dirasakan semakin berat ketika pasien selesai
mandi. Selain keluhan diatas pasien juga mengeluh telinga kiri terasa gatal, nyeri dan
pendengaran dirasa menurun. Batuk, pilek dan demam disangkal. Pasien mempunyai
kebiasaan sering berenang.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah mengalami keluhan tersebut sebelumnya sekitar 1 tahun yang
lalu.
- Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit dan memiliki penyakit berat
sebelumnya.
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
VI. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
• Keadaan umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tekanan darah : 120/80 mmHg
• Frekuensi nad i : 80x/menit
• Frekuensi nafas : 20x/menit
• Suhu : 36,7˚ C
• Kepala : Dalam batas normal
• Leher : Dalam batas normal
• Thorax : Dalam batas normal
• Abdomen : Dalam batas normal
• Ekstremitas : Dalam batas normal
STATUS THT
- Telinga Luar
DEXTR
A
TELINGA
LUAR
SINISTRA
Normal Bentuk telinga
luar
Normal
Normotia Daun telinga Normotia
Normal Retroaurikuler Normal
- Radang -
- Nyeri tarik -
- Nyeri tragus -
- Liang Telinga
DEXTRA LIANG
TELINGA
SINISTRA
Lapang Kondisi Terisi
cairan
Merah
muda
Warna Merah
muda
- Hiperemis -
- Edema -
- Massa -
- Sekret
DEXTRA SEKRET SINISTRA
- Serumen +
+ Warna sekret Putih
kekuningan
- Jumlah sekret banyak
- Konsistensi sekret Kental
- Membran Timpan
DEXTRA MEMBRAN
TIMPANI
SINISTRA
+ Utuh +
Putih
mutiara
Warna suram
+ Reflek
cahaya
-
- Perforasi +
Sentral
utuh Tulang
pendengaran
Utuh
- Tes Garpu Tala
DEXTRA TES
GARPU
TALA
SINISTRA
+ Rinne 512
Hz
+
Lateralisasi
ke kiri
Weber Lateralisasi
ke kiri
Sama
dengan
pemeriksa
Schwabach Memanjang
6/6 Tes berbisik 3/6
Normal Kesimpulan Suspek tuli
konduktif
- Hidung
DEXTRA HIDUNG SINISTRA
Normal Bentuk
hidung
Normal
- Deformitas -
- Nyeri tekan -
Normal Dahi Normal
Normal Pipi Normal
- Krepitasi -
DEXTRA SINUS
PARANASAL
SINISTRA
- Radang -
- Trauma -
- Massa -
- Nyeri tekan -
- Nyeri ketuk -
- Sikatriks -
- Rinoskopi Anterior
DEXTRA RINOSKOPI
ANTERIOR
SINISTRA
Lapang Vestibulum Lapang
Eutrofi,
tidak
hiperemis
Konka
inferior
Eutrofi,
tidak
hiperemis
Eutrofi,
tidak
hiperemis
Konka media Eutrofi,
tidak
hiperemis
Tidak
terlihat
Konka
superior
Tidak
terlihat
Tidak ada
kelainan
Meatus nasi Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Kavum nasi Tidak ada
kelainan
Tidak
hiperemis
Mukosa Tidak
hiperemis
- Sekret -
Tidak ada
deviasi
Septum Tidak ada
deviasi
- Palatum mole dan Arcus Faring
DEXTRA PALATUM
MOLE&
ARKUS
FARING
SINISTRA
Simetris Posisi Simetris
Merah
muda
Warna Merah muda
- Edema -
- Eksudat -
- Orofaring
DEXTRA OROFARING SINISTRA
Merah
muda
Warna faring Merah
muda
Licin Permukaan
faring
Licin
T1 Ukuran tonsil T1
Merah
muda
Warna tonsil Merah
muda
Licin Permukaan
tonsil
Licin
Tidak
melebar
Muara kripta Tidak
melebar
- Detritus -
- Eksudat -
- Perlengketan
dengan pilar
-
• Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior dan Laringoskopi Indirek: Tidak dilakukan
karena pasien tidak kooperatif
• Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB
VII. Resume
Pasien datang dengan keluhan telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari
yang lalu. Cairan yang keluar kental, berwana putih kekuningan, berbau dan
hampir memenuhi liang telinga kiri. Keluhan ini muncul setelah pasien
berenang kemudian mengorek telinga kiri dengan cotton bud karena merasa
telinganya gatal dan basah. Untuk memperingan, pasien sering mengorek
telinganya kembali dan memberikan obat tetes telinga namun tidak ada
perbaikan. Hal diatas dirasakan semakin berat ketika pasien selesai mandi.
Selain keluhan diatas pasien juga mengeluh telinga kiri terasa gatal, nyeri dan
pendengaran dirasa menurun. Batuk, pilek dan demam disangkal. Pasien
mempunyai kebiasaan sering berenang.
Pada pemeriksaan otoskopi, ditemukan adanya sekret dengan jumlah yg
sedikit berwarna kekuningan kental pada telinga kiri. Membran timpani pada
telinga kiri ditemukan berwarna pucat, refleks cahaya menghilang dan tidak
intak (perforasi). Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan
tes penala (Rinne, Weber, Schwabach) dapat disimpulkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami gangguan pendengaran dengan dugaan tuli konduktif
pada telinga kiri. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan pemeriksaan
orofaring tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan rinoskopi posterior dan
laringoskopi indirek tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif.
VIII. Diagnosa Kerja
- Otitis media supuratif kronik tipe benigna auricula sinistra.
- Suspek tuli konduktif auricula sinistra.
IX. Diagnosa Banding
Corpus Alienum Auricula Sinistra.
X. Pemeriksaan Lanjutan
- Tes Audiometri untuk menentukan jenis tuli pasien secara objektif.
- Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat.
XI. Penatalaksanaan
- Obat pencuci telinga H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari, diberikan bila
sekret telinga keluar terus-menerus.
- Obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid setelah
sekret ynag keluar telah berkurang. Jangan diberikan > 1-2 minggu secara
berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik
OMSK) tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat
ototoksik.
- Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin
sebelum hasil tes resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien
alergi terhadap golongan penisilin. Berikan ampisilin asam klavulanat bila
terjadi resistensi ampisilin.
XII. Prognosis
- Ad vitam : Ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam
- Ad fungtionam : Dubia ad Malam
BAB III
KESIMPULAN
- Pasien mengeluh telinga kiri mengeluarkan cairan kental sejak kurang lebih 7 hari
yang lalu.
- Cairan kental berwarna putih kekuningan, jumlahnya banyak dan tidak berdarah.
- Telinga kiri terasa gatal, sedikit nyeri dan dirasakan penurunan pendengaran.
- Pasien sering mengorek-ngorek telinga kirinya dengan menggunakan kapas dan
memiliki riwayat sering berenang
- Membran timpani pada telinga kiri ditemukan berwarna pucat, refleks cahaya
menghilang dan tidak intak, perforasi pada bagian sentral.
Sehimgga disimpulkan bahwa pasien menderita Otitis Media Supuratik Kronik
Benigna Auricula Sinistra
- Selain itu, pendengaran telinga kiri dirasakan penurunan sejak keluhan teling berair
muncul
- Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan tes penala (Rinne +,
Weber lateralisasi ke kiri, Schwabach memanjang) didapatkan kesan bahwa pasien
mengalami gangguan pendengaran.
Sehingga disimpulkan bahwa pasien menderita dugaan tuli konduktif telinga kiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar N, sopeardi EA, bashiruddin J, Restuti RD, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi keenam FKUI.Jakarta : 2007. p 69-72
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,
1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from
URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-
based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of
Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management. BMJ. 1997.
available from URL: http://www.bmj.org/
Recommended