PERSEPSI PARA SISWA KELAS I DAN II SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA WEETEBULA
TAHUN AJARAN 2007/2008 TERHADAP ASPEK-ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
AGUSTINUS TANGGU DAGA NIM: 0 4 1 1 1 4 0 2 7
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
ii
iii
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO: “Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya” (1 Tes 5:24). “Jika engkau tidak bisa mengubah nasibmu maka ubahlah sikapmu kepada dirimu, kepada orang lain dan kepada kehidupan”. “Kerjakan hal-hal baik yang dapat kau kerjakan, dengan semua cara yang dapat kau lakukan, pada setiap tempat di mana kau berada, pada setiap waktu yang ada padamu, dengan semua semangat yang ada padamu, selama kau mampu melakukannya”. PERSEMBAHAN: Kemuliaan kepada Allah, syukur bagi keluarga, terimakasih untuk semua. Kasih dan dukungan yang tulus bagi para calon imam dan pendidik di Seminari Menengah Sinar Buana Weetebula Sumba Barat Daya NTT.
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 November 2008 Penulis
Agustinus Tanggu Daga
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : AGUSTINUS TANGGU DAGA
Nomor Mahasiswa : 0 4 1 1 1 4 0 2 7
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PERSEPSI PARA SISWA KELAS I DAN II SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA WEETEBULA TAHUN AJARAN 2007/2008 TERHADAP ASPEK-ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 14 November 2008
Yang menyatakan
(AGUSTINUS TANGGU DAGA)
vi
ABSTRAK
PERSEPSI PARA SISWA KELAS I DAN II SMA
SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA WEETEBULA TAHUN AJARAN 2007/2008
TERHADAP ASPEK-ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM
Oleh
Agustinus Tanggu Daga Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Persepsi terhadap pembinaan calon imam merupakan unsur yang penting dalam proses pembinaan para siswa Seminari sebagai calon imam. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang persepsi terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana Weetebula tahun ajaran 2007/2008.
Masalah yang diteliti adalah (1) Bagaimana persepsi siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap seluruh aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah? (2) Bagaimana persepsi siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap tiap aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah? (3) Bagaimana persepsi tiap kelas (kelas I dan II SMA) terhadap setiap aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana? (4) Apakah persepsi siswa kelas II SMA Seminari Sinar Menengah Sinar Buana terhadap setiap aspek pembinaan calon imam lebih tinggi daripada persepsi siswa kelas I?
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Alat pengumpulan data adalah kuesioner persepsi siswa Seminari terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam yang berjumlah 180 item. Populasi penelitian adalah siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana Weetebula yang berjumlah 55 orang. Uji hipotesis dengan teknik Chi-Kuadrat.
Gambaran persepsi para siswa kelas I dan II SMA seminari Menengah Sinar Buana menunjukan: (1) Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap semua aspek pembinaan calon imam lebih banyak (54,55%) dari jumlah siswa kelas I dan II yang mempunyai persepsi rendah (45,45%), (2) jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap semua aspek pembinaan calon imam lebih sedikit /lebih kecil (18,18%) daripada jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah (25,45%), (3) jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam lebih banyak (36,36 %) daripada jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah (20 %).
Uji hipotesis menunjukkan: (1) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan pribadi tidak lebih tinggi daripada
vii
persepsi para siswa kelas I, (2) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan hidup kristiani tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I, (3) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I, (4) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek intelektual tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I, (5) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan misioner lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I, (6) persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
Usaha para pembina menyusun dan melaksanakan program kegiatan pembinaan bagi para siswa serta upaya para siswa untuk melaksanakan kegiatan pembinaan tersebut dapat meningkatkan persepsi para siswa terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam. Untuk itu diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas program pembinaan yang dilaksanaan secara integral dalam seluruh aspek pembinaan calon imam.
viii
ABSTRACT
THE PERCEPTION OF THE STUDENTS OF CLASS I AND II SINAR BUANA SECONDARY SEMINARY WEETEBULA ACADEMIC YEAR 2007/2008 TOWARD
ASPECTS FORMATION OF CANDIDATES PRIESTHOOD
By: Agustinus Tanggu Daga
Sanata Dharma University Yogyakarta
2008
The perception toward formation of candidates for priesthood is one of the
important elements in the formation process of the students as candidates for priesthood. This research was done to get information about the perception toward aspects of formation of candidates of the students of Sinar Buana Secondary Seminary, Weetebula, during the academic year of 2007/2008.
This study asked the following questions: (1) What is the perception of the students of class I and II of Sinar Buana Secondary Seminary toward the whole formation of candidates for priesthood in the Secondary Seminary? (2) What is the perception of the students of class I and II of Sinar Buana Secondary Seminary toward the different aspects of formation of candidates for priesthood in the Secondary Seminary? (3) What is the perception of the students of each class (I and II) of Sinar Buana Secondary Seminary toward every aspect of formation of candidates for priesthood in the Secondary Seminary? (4) Weather the perception of the students in class II Sinar Buana Secondary Seminary toward each aspect of formation was highter than the perception of class I?
This study was a descriptive research, which employed a survey method. This study used a questionaire regarding the Seminary students perception toward the formation of candidates for priesthood consisting of 180 items as the tool of data collection. The participants of this research were 55 students of class I and II Sinar Buana Secondary Seminary. This hypothesis testing was done by using Chi-Square technique.
The description of the perception of the students of class I and II Sinar Buana Secondary Seminary showed that: (1) The total of students of class I and II Sinar Buana Secondary Seminary had a high level of perception toward all formation aspects higher (54,55%) than those who had low level perception (45,45%), (2) The total of students of class I Sinar Buana Secondary Seminary who had a high level of perception toward all formation aspects was lower(18,18%) than those who had low level perception (25,45%), (3) The total of students of class II Sinar Buana Secondary Seminary who had a high level of perception toward all formation aspect was higher(36,36 %) than those who had a low level perception (20 %).
The hypothesis testing result showed that: (1) The perception of class II students of Sinar Buana Secondary Seminary toward personal formation was equal with that of the class I, (2) ) the perception of class II students of Sinar Buana Secondary Seminary
ix
toward Christian formation was equal with that of the class I, (3) ) The perception of class II students at Sinar Buana Secondary Seminary toward the understanding of the intention of formation was equal with that of the class I, (4) The perception of class II students Sinar Buana Secondary Seminary toward intellectual formation was equa l with that of the class I, (5) The perception of class II students of Sinar Buana Secondary Seminary toward missionary (apostolate) formation was higher that of the class I, (6) The perception of class II students of Sinar Buana Secondary Seminary toward interfaith-dialoque formation was equal with that of the class I.
Therefore the formator’s attempts to prepare and implement the formation program in formation activities and also the student’s attempts to practice the formation program increased the students perception toward all aspects of formation of candidates for priesthood. Hence, there is a need for upgrading the quantity and quality of formation activities in all aspects of formation of candidates for priesthood.
KATA PENGANTAR
x
Penulis menghaturkan pujian dan syukur kepada Tuhan atas tuntunanNya kepada
penulis selama mengikuti kegiatan perkuliahan, terutama selama penulisan skripsi ini
sehingga penulis dapat menyelesaikannya hingga akhir.
Penulis menyadari keterlibatan banyak pihak selama penulisan skripsi ini. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih, khususnya kepada:
1. Bapak Drs. Y.B. Adimassana, M.A selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing penulis dengan sabar dan tekun.
2. Drs. H. Sigit Pawanta, SVD, M.A selaku dosen pembimbing II yang telah
membaca dan mengoreksi skripsi ini serta memberikan saran-saran yang
bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.
3. Drs. Wens Tanlain, M.Pd. yang telah membantu penulis mengolah data-data
penelitian.
4. Panitia Penguji yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mempertanggungjawabkan dan mempertahankan skripsi ini.
5. Dr. M.M.Sri Hastuti, M.Si selaku Kaprodi Bimbingan dan Konseling dan para
dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Sanata Dharma yang telah
memperkaya penulis dengan ilmu pengetahuan selama kegiatan perkuliahan.
6. Drs. T. Sarkim. M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah mengatur penyelenggaraan kegiatan pendidikan di FKIP
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi
7. Rektor dan seluruh Civitas Akademica Universitas Sanata Dharma yang
memungkinkan penulis menimba ilmu pengetahuan di Universitas Sanata
Dharma.
8. Mgr G. Kherubim Pareira, SVD dan Administrator Keuskupan Weetebula serta
Ekonom Keuskuan Weetebula yang telah memberikan kesempatan belajar serta
memberikan bantual moril dan materiil selama penulis menjalani pendidikan di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
9. Rm. Yohanes Kota Sando, Pr dan para staf pembina/guru di Seminari Menengah
Sinar Buana Weetebula yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
melakukan kegiatan penelitian.
10. Rm Emilianus Sarimas, Pr yang telah mengijinkan penulis menggunakan
kuesioner penelitian.
11. Para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran
2007/2008 yang telah mengisi kuesioner penelitian.
12. Pater Rektor dan anggota komunitas Wisma Sang Penebus Nandan yang dengan
tulus menerima, mendukung penulis selama menempuh pendidikan di
Yogyakarta.
13. Rekan-rekan mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling angkatan tahun 2004:
Ardhi, Priska, Irna, Anting, Phimpom, Sigit/Cimbah, Sr. Yus CB, Tian, Sepri, Sr.
Eva ADM, Ratna, Acha, Kris Kumis, Pikal, Lia, Sr. Sisca JMJ, Condro, Wulan,
Fenty, Tyo, Ocha, Leni, Br. Yulius CSA, Elshinta, Ria, Marsel, Sr. Hilaria ADM,
Yasinta, Sr. Brigita SCMM, Erna, Sr. Rachel OSFS, Trias, Sr. Lina FdCC,
Natalia, Tina, Ayu, Emma yang telah menjalin kebersamaan, persahabatan dan
xii
kerjasama dengan penulis selama masa perkuliaan serta dengan cara masing-
masing memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Pihak-pihak manapun yang telah mendukung, memperhatikan, membantu penulis
secara langsung dan tidak langsung dalam menjalani masa pekuliahan dan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki keterbatasan. Penulis sangat
menghargai kritik dan saran yang ditujukan terhadap skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 4 November 2008
Penulis
Agustinus Tanggu Daga.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................iii
HALAMAN MOTO PERSEMBAHAN.......................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................................v
ABSTRAK....................................................................................................................vi
ABSTRACT................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR....................................................................................................x
DAFTAR ISI...............................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................7
E. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian.....................................................8
1. Definisi Operasional....................................................................................8
2. Variabel Penelitian.....................................................................................9
F. Hipotesis...........................................................................................................10
BAB II KAJIAN TEORITIS........................................................................................12
A. Seminari Sebagai Lembaga Pendidikan Calon Imam
dalam Gereja Katolik........................................................................................12
xiv
1. Landasan Hukum Seminari........................................................................12
2. Tingkatan Seminari....................................................................................12
3. Tujuan Pendidikan di Seminari Menengah................................................14
4. Gambaran Lulusan Seminari Menengah....................................................16
B. Aspek-Aspek Pembinaan Calon Imam di Seminari Menengah.......................21
1. Pembinaan Pribadi......................................................................................22
2. Pembinaan Hidup Kristiani........................................................................25
3. Pembinaan Menanggapi Panggilan............................................................27
4. Pembinaan Intelektual................................................................................29
5. Pembinaan Semangat Misioner..................................................................31
6. Pembinaan Sikap Dialog Antar Umat Beragama.......................................31
C. Pembinaan di Seminari Menengah Sinar Buana..............................................32
1. Gambaran Umum tentang Seminari Menengah Sinar Buana.....................32
2. Kegiatan Pembinaan di Seminari Menengah Sinar Buana.........................33
D. Persepsi.............................................................................................................36
1. Arti Persepsi...............................................................................................36
2. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi............................................37
3. Proses Terjadinya Persepsi.........................................................................40
4. Fungsi dan Sifat-Sifat Dunia Persepsi........................................................42
E. Persepsi Para Siswa Seminari Menengah Sinar Buana....................................43
1. Perkembangan Persepsi Siswa Seminari....................................................43
2. Perkembangan Persepsi Siswa Seminari Terhadap
Aspek-Aspek Pembinaan Calon Imam.......................................................45
xv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................50
A. Jenis Penelitian.................................................................................................50
B. Populasi Penelitian..........................................................................................50
C. Alat Penelitian..................................................................................................51
1. Kuesioner Persepsi Siswa...........................................................................51
2. Pengskoran Item Kuesioner........................................................................54
3. Reliabilitas dan Validitas Kuesioner..........................................................54
a. Reliablitas.............................................................................................54
b. Validitas................................................................................................55
D. Pengumpulan Data............................................................................................55
E. Analisa Data.....................................................................................................55
1. Perhitungan Reliabilitas dan Validitas ......................................................55
2. Mean...........................................................................................................57
3. Standar Deviasi...........................................................................................58
4. Uji Hipotesis...............................................................................................58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................................60
A. Hasil Penelitian.................................................................................................60
1. Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Kelas I dan II SMA
Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008 Terhadap
Semua Aspek Pembinaan Calon Imam.....................................................60
2. Gambaran Umum Persepsi Siswa Kelas I dan II Seminari
Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008 terhadap
tiap-tiap aspek pembinaan calon imam......................................................61
xvi
3. Gambaran umum persepsi para siswa tiap kelas (kelas I dan II)
SMA Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran
2007/2008 terhadap tiap-tiap aspek pembinaan calon imam....................62
4. Uji Hipotesis...............................................................................................65
B. Pembahasan......................................................................................................71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................80
A. Kesimpulan.......................................................................................................80
B. Saran.................................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................84
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................90
Lampiran 1 : Kuesioner Persepsi Siswa Kelas I dan II SMA Seminari Sinar Buana
Lampiran 2 : Total Skor Penelitian Persepsi Kelas I dan II Seminari Sinar Buana
Lampiran 3 : Skor Gasal-Genap Penelitian Persepsi Kelas I dan II
Lampiran 4 : Perhitungan Reliabilitas dan Validitas
Lampiran 5 : Tabel Frekuensi Skor dan Tinggi-Rendah Skor Lampiran 6 : Perhitungan Uji Hipotesis
Lampiran 7 : Surat Permohonan Ijin Penelitian.
Lampiran 8 : Surat Pemberitahuan Penelitian
Lampiran 9 : Surat Ijin Menggunakan Kuesioner Penelitian
1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sidang Majelis Wali Gereja Indonesia (sekarang: Konferensi Wali Gereja
Indonesia) tentang pendidikan calon imam menegaskan bahwa imam yang diharapkan
adalah imam yang mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhan, imam yang penuh
dedikasi terhadap umat, imam yang komunikatif, imam yang solider dengan rekan-rekan
seimamat dan imam yang suka belajar seumur hidupnya. Imam yang memiliki
hubungan yang erat dengan Tuhan mengandaikan bahwa imam mempunyai iman yang
mendalam, menjadikan doa dan ekaristi sebagai pusat hidupnya dan mampu
merefleksikan karya pastoralnya (Sidang MAWI, 1977:3).
Imam memiliki dedikasi terhadap umat karena ia mempunyai jiwa misioner, peka
terhadap situasi konkrit umat, menghargai kebudayaan dan bahasa umat yang dilayani.
Imam yang komunikatif dengan umat adalah imam yang bersedia membangun suasana
dialog, membangun kerjasama dengan umat, membangun dialog dengan umat yang
beragama lain (Sidang MAWI, 1977:4). Imam yang solider dengan rekan imam berarti
imam yang memiliki sikap saling memperhatikan dalam kesulitan masing-masing,
bersedia mengakomodasi berbagai kritik dan teguran, membangun kebersamaan dalam
karya pelayanan. Imam yang suka belajar seumur hidup senantiasa belajar tanpa
hentinya, baik dari dirinya sendiri maupun dari sumber-sumber lainnya berupa buku-
buku, lokakarya, ceramah dan diskusi (Sidang MAWI, 1977:5).
2
Gambaran imam tersebut ditegaskan kembali oleh KWI dalam Pedoman Dasar
Pembinaan Imam di Indonesia tentang citra imam di Indonesia, yakni. imam yang tampil
sebagai pemimpin rohani, pendoa, pelayan, nabi, misionaris. Imam sebagai pemimpin
rohani berperan membimbing umat dengan sabar, lembut dan tegas untuk menempuh
perjalanan hidup rohani yang mampu memberi makna pada segala bidang dan peristiwa
hidup, mahir dalam pelbagai pengalaman iman, terbuka terhadap nilai-nilai religius pada
agama dan kepercayaan lain, bersedia dan mampu bekerjasama dengan pemuka umat dan
tenaga pastoral lainnya (Komisi Seminari KWI, 1987:16).
Imam sebagai pendoa berarti imam meneladani Kristus yang mengawali karya
perutusanNya dengan berdoa. Kehidupan doa hendaknya meresapi cipta, rasa dan karsa
imam. Doa seorang imam selalu menggereja dan misioner artinya dilaksanakan bagi dan
bersama umnat yang dilayaninya dan demi perkembangan injil (Komisi Seminari KWI,
1987: 17).
Imam sebagai pelayan berarti imam yang mengikuti sabda Kristus: “...bukan untuk
dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi
banyak orang”(Mat 20:28). Sebagai pelayan imam berperan mengamalkan semangat
pengabdian Kristus dengan melayani kebutuhan-kebutuhan umat. Imam membina umat
dalam keterlibatan sosial, meningkatkan nilai-nilai rohani dalam seluruh aspek
kehidupan. Oleh karena itu menurut Mulyono (2007:4) karya pelayanan imam harus
bercirikhas pastoral yang artinya imam membawa umat kepada Tuhan. Imam sebagai
nabi berarti imam mampu mewartakan iman kristiani dengan cara dan bahasa yang
relevan dengan tuntutan zaman. Dengan semangat kenabian, imam menempatkan diri
dipihak orang-orang lemah, tertindas, menderita, tersingkir, direndahkan, baik dengan
3
gaya hidup maupun dengan perkataan dan perbuatannya. Imam memberi perhatian penuh
kepada soal-soal keadilan dan perikemanusiaan dan memperjuangkan apa yang baik dan
benar (Komisi Seminari KWI, 1987: 18)
Imam sebagai misionaris berarti imam terus-menerus mempelajari nilai-nilai injil
yang terdapat dalam masyarakat dan mengintegrasikan dalam diri dan karya pastoralnya.
Imam juga memiliki keterbukaan terhadap karya misi gereja universal sehingga ia selalu
siap untuk diutus kemana pun (Komisi Seminari KWI, 1987: 19).
Rapat para pembina calon imam di Seminari Menengah Se-Nusa Tenggara pada
tahun 1978 menghasilkan pedoman pendidikan dan pembinaan siswa-siswa Seminari
Menengah Se-Nusa Tenggara. Pedoman tersebut mengatakan bahwa Seminari Menengah
merupakan pendidikan awal calon imam yang bertujuan membentuk manusia yang
hidupnya berpusat pada Kristus, mengembangkan segala aspek kepribadian secara
seimbang dan mengarahkannya kepada imamat. Seminari Menengah mempunyai tugas
mempersiapkan siswa-siswa melanjutkan pendidikan ke Seminari Tinggi (Rapat
Pimpinan Seminari Menengah, 1978:3).
Pedoman pembinaan calon imam di Indonesia bagian Seminari Menengah
menyatakan bahwa lulusan Seminari Menengah adalah manusia yang dewasa secara
manusiawi dan dewasa secara kristiani pada tingkatnya serta diperlengkapi dengan
kemampuan untuk belajar mandiri, hidup berpola pada Kristus, terarah kepada imamat
dan meneladani Bunda Maria dalam menghayati panggilannya (Driyanto, 2001:31).
Gambaran tentang imam sebagai pemimpin rohani, pendoa, pelayan, nabi,
misionaris dan lulusan calon imam di Seminari Menengah yang dewasa secara
manusiawi, dewasa secara kriatiani, terarah kepada panggilan tersebut menjadi tujuan
4
dan arah pembinaan calon imam di Indonesia. Pembinaan tersebut menurut Paus Yohanes
Paulus II (1992:84) adalah pembinaan manusiawi, pembinaan hidup rohani dan
pembinaan intelektual.
Konsili Vatikan II dalam dokumen Optatam Totius (Dekrit tentang Pembinaan
Imam) mengungkapkan bahwa seminari sebagai lembaga pendidikan calon imam
“diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan para seminaris” (Hardawiryana, 1993:275).
Oleh karena itu Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia Bagian Seminari
Menengah memuat enam aspek pembinaan diri calon imam di Seminari Menengah yaitu
aspek pribadi, aspek hidup kristiani, aspek menanggapi panggilan, aspek intelektual,
aspek semangat kerasulan atau misioner, aspek sikap dialog antar umat beragama
(Driyanto, 2001: 37).
Calon imam menjalani pendidikan dan pembinaan pada lembaga gerejani yang
disebut seminari. Dewasa ini khususnya di Indonesia, seminari dibagi dalam dua tingkat
yaitu Seminari Menengah dan Seminari Tinggi. Seminari Menengah merupakan tempat
pendidikan calon imam yang menempuh pendidikan tingkat SMP dan SMA. Ada dua tipe
Seminari Menengah yaitu: Seminari yang merupakan satu kesatuan asrama dan sekolah,
seminari yang terpisah antara asrama dan sekolah. Ada tiga tipe Seminari Tinggi yaitu:
Seminari Tinggi yang merupakan satu-kesatuan asrama dan tempat studi filsafat- teologi,
Seminari Tinggi yang hanya menjadi tempat studi filsafat dan teologi, Seminari Tinggi
hanya tempat tinggal pembinaan rohani dan pastoral ( Heuken, 1994: 202-204).
Keuskupan Weetebula memiliki sebuah lembaga pendidikan calon imam yaitu
Seminari Menengah Sinar Buana di Weetebula, Sumba Barat Daya. Seminari Menengah
Sinar Buana merupakan tempat pendidikan calon imam pada tingkat SMP dan SMA yang
5
merupakan tipe seminari terpadu. Secara kurikuler, proses pendidikan bagi para siswa
Seminari Sinar Buana berlangsung di Seminari Sinar Buana. Ada siswa Seminari
Menengah Pertama dan ada siswa Seminari Menengah Atas. Setiap kelompok menurut
jenjangnya mempunyai asrama masing-masing, namun satu-kesatuan sebagai calon
imam. Seminari Sinar Buana melaksanakan pembinaan bagi siswa-siswa dengan
menekankan aspek-aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah.
Uraian tentang gambaran imam dan lulusan calon imam dalam konteks Indonesia
mengisyaratkan adanya tantangan bagi para calon imam dan tuntutan bagi lembaga
pendidikan calon imam. Pembinaan calon imam di Seminari Menengah memiliki kendala
tersendiri yang berkaitan dengan kepribadian calon imam dan pola pembinaan yang
dijalankan. Berkaitan dengan pola pembinaan, Hill (1987:133-134) menegaskan bahwa
kesulitan di seminari disebabkan oleh ketidakberesan pola pendidikan dan
ketidakseriusan pembinaan calon imam sehingga menyebabkan banyak calon imam yang
meninggalkan seminari. Oleh karena itu para penyelenggara pendidikan dan pembinaan
calon imam perlu memeriksa pola pendidikan dan pembinaan yang sedang dijalankan.
Kardinal Pio Laghi mengatakan: “They are more conservative and conforming than
before. They are also more individualistic, even choosy. Their catechatical formation is
not as good as in generation past...” (Suharman, 2007: 12). Suyitno (2005:8) mengatakan:
“Para pengelola Seminari Menengah sepakat mengakui bahwa panggilan menurun karena
sulitnya menjaring calon seminaris apalagi bicara soal kualitas”.
Berkaitan dengan kepribadian seminaris, pertemuan para pembina Seminari
Menengah se-Nusa Tenggara yang berlangsung tanggal 28 Oktober 2004 di Atambua
mengemukakan tiga masalah pokok yaitu:
6
(1) Masalah gambaran imam: Para siswa seminari gambaran memiliki yang keliru tentang imam, misalnya: imam itu rapi dan anggun, sering naik sepeda motor atau mobil, disapa duluan, status sosialnya tinggi. Akibatnya, siswa seminari bersikap enggan kerja kerja tangan. (2) Masalah kedisiplinan. Kedisiplinan seminaris semakin menurun, misalnya: tidak tepat waktu, tidak menghargai silentium (waktu hening), suka bolos. (3) Mentalitas negatif. Misalnya: tidak jujur terhadap pembina, solider dalam hal-hal negatif, permisif terhadap kelakuan jelek temannya, kurang menghargai sopan santun, kurang serius belajar, tidak menghargai fasilitas umum, kurang bertanggngjawab, tidak terbuka terhadap pembina, tidak mempunyai ‘rasa memiliki’, kurang menghargai bimbingan rohani (Sarimas, 2005: 5).
Pertemuan para Rektor Seminari Menengah seluruh Indonesia pada tanggal 3-7
Oktober 2005 di Wisma Samadi Klender Jakarta merumuskan beberapa tantangan
pembinaan di seminari sebagai berikut:
“Daya juang, kreativitas dan insiatif menurun, belum siap menghadapi perubahan yang cepat (globalisasi), latar belakang keluarga yang miskin, belum tampak keunggulan/kekhasan seminaris daripada siswa SMA lainnya, internalisani nilai dan panggilan menurun” (Kusumawanta, 2007: 31).
Masalah-masalah tersebut menyebabkan banyak siswa yang tidak merasa nyaman
menjalani proses pembinaan di seminari. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan
mengenai pandangan para siswa seminari terhadap pembinaan calon imam di Seminari
Menengah. Penelitian dengan topik “Persepsi Para Siswa Kelas I dan II SMA Seminari
Menengah Sinar Buana Weetebula Tahun Ajaran 2007/2008 Terhadap Aspek-Aspek
Pembinaan Calon Imam” ini dilaksanakan dengan tujuan memperoleh jawaban obyektif
terhadap permasalahan tersebut.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana persepsi siswa kelas I dan
II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap seluruh aspek pembinaan calon imam
di Seminari Menengah? (2) Bagaimana persepsi siswa kelas I dan II SMA Seminari
7
Menengah Sinar Buana terhadap tiap aspek pembinaan calon imam di Seminari
Menengah? (3) Bagaimana persepsi para siswa tiap kelas (kelas I dan II SMA) terhadap
setiap aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana? (4) Apakah ada
perbedaan yang signifikan persepsi siswa kelas I dan II SMA Seminari terhadap tiap
aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah. ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah
Sinar Buana terhadap seluruh aspek pembinaan calon imam di Seminari
Menengah.
2. Mengetahui persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar
Buana terhadap tiap aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah.
3. Mengetahui persepsi para siswa tiap kelas (kelas I dan II SMA) terhadap tiap
aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana
4. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan persepsi siswa kelas I dan
II SMA Seminari terhadap tiap aspek pembinaan calon imam di Seminari
Menengah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan (1) oleh para pembina di Seminari Menengah
Sinar Buana sebagai masukan dalam menyusun program pembinaan di seminari, (2) oleh
para guru di Seminari Sinar Buana sebagai masukan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan dan pengajaran bagi seminaris, (3) oleh Program Studi Bimbingan dan
8
Konseling Universitas Sanata Dharma sebagai masukan dalam merencanakan dan
menyusun kegiatan mahasiswa.
E. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
1. Definisi Operasional
a. Persepsi adalah pandangan, tanggapan dan penilaian individu terhadap benda,
kejadian, tingkah laku manusia, dan hal-hal lain yang ditemuinya dalam
kehidupan sehari-hari (Mulyono 1978:22).
b. Seminari
Seminari adalah lembaga pendidikan calon imam dalam gereja katolik
c. Seminari Sinar Buana
Seminari Sinar Buana adalah tempat pendidikan calon imam pada tingkat
SMP dan SMA di Keuskupan Weetebula Sumba Barat Daya NTT.
d. Pembinaan
Pembinaan berarti usaha, kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil
yang lebih baik (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990: 117).
Pembinaan adalah pendampingan berupa pemeliharaan, pengasuhan kepada
seseorang dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depannya (Sarimas, 2005:8).
e. Calon Imam
Calon imam di Seminari Menengah adalah remaja (siswa SMA) yang bercita-
cita untuk menjadi imam.
f. Pembinaan Calon Imam
9
Pembinaan calon imam adalah pendampingan berupa pemeliharaan,
pengasuhan siswa seminari sebagai calon imam dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan demi mencapai pribadi yang dewasa secara
manusiawi dan kristiani dan siap memenuhi tuntutan panggilan.
Pendampingan itu mencakup aspek pribadi-sosial, kristiani, menanggapi
panggilan, intelektual, semangat misioner, dialog antar umat beragama.
2. Variabel Penelitian
a. Aspek pembinaan calon imam
1) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan pribadi adalah pengalaman,
pandangan dan tanggapan siswa dalam kegiatan pemeliharaan diri dan
lingkungan, solidaritas, relasi sosial dan komunikasi di seminari dan
diukur dengan kuesioner persepsi serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh
siswa.
2) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan kristiani adalah pengalaman,
pandangan dan tanggapan siswa terhadap bimbingan rohani, kitab suci,
doa, ekaristi, sakramen tobat, rekoleksi/ret-ret, doa rosario, bacaan rohani,
lagu-lagu gereja, petugas liturgi dan diukur dengan kuesioner persepsi
serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh siswa.
3) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan menanggapi panggilan adalah
pengalaman, pandangan dan tanggapan siswa terhadap kejujuran,
penerimaan diri, orientasi status/fungsi, cita-cita, pengenalan dunia,
tanggungjawab terhadap panggilan teman dan diukur dengan kuesioner
persepsi serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh siswa.
10
4) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan intelektual adalah pengalaman,
pandangan dan tanggapan siswa terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
pengetahuan akademis (pengajaran di kelas, sikap dan cara belajar),
keterampilan dan diukur dengan kuesioner persepsi serta ditunjuk oleh
skor yang diperoleh siswa.
5) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan semangat misioner (kerasulan)
adalah pengalaman, pandangan dan tanggapan siswa terhadap kegiatan
ambulasi/pesiar, aksi panggilan dan aksi sosial, mengenal dokumen-
dokumen gereja, mengenal nilai-nilai budaya, katekese diukur dengan
kuesioner dan diukur dengan kuesioner persepsi serta ditunjuk oleh skor
yang diperoleh siswa.
6) Persepsi siswa dalam aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama
adalah pengalaman, pandangan dan tanggapan siswa terhadap kegiatan
pendalaman ajaran agama, relasi dengan umat beragama lain dan diukur
dengan kuesioner persepsi serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh siswa.
b. Tingkat kelas siswa adalah pengalaman pendidikan siswa SMA Seminari
Menengah Sinar Buana yaitu kelas I, kelas II.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah persepsi para siswa kelas
II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap tiap aspek pembinaan calon imam
lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA. Hipotesis ini dapat dijabarkan menjadi 6
hipotesis yaitu:
11
1. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan pribadi calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA
2. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan hidup kristiani calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA.
3. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan menanggapi panggilan calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas
I SMA.
4. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan intelektual calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA.
5. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan semangat misioner calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I
SMA.
6. Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam lebih tinggi daripada
siswa kelas I SMA.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Seminari Sebagai Lembaga Pendidikan Calon Imam dalam Gereja Katolik
1. Landasan Hukum Seminari
Landasan hukum berdirinya sebuah Seminari -Seminari Tinggi dan
Seminari Menengah- tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik tentang Pembinaan
Klerus. Kanon 232 mengatakan: “Gereja mempunyai kewajiban dan juga hak
yang bersifat miliknya sendiri dan eksklusif untuk membina mereka yang
ditugaskan bagi pelayanan suci” (Rubiyatmoko, 2005: 86). Kanon ini menegaskan
bahwa pendidikan calon imam dalam gereja merupakan sebuah kewajiban dan
hak yang bersifat eksklusif bagi gereja. Artinya pendidikan calon imam adalah
hak istimewa bagi gereja. Kanon 234 menyatakan:
“Hendaknya dipelihara, kalau ada, dan juga dibina seminari-seminari menengah atau lembaga-lembaga sejenis, di mana diselenggarakan pendidikan keagamaan khusus bersama dengan pendidikan humaniora dan ilmiah demi pembinaan pangilan, bahkan bilamana dinilai bermanfaat, hendaknya Uskup diosesan mengusahakan didirikannya seminari menengah atau lembaga sejenis” (Rubiyatmoko, 2005:87).
Kanon ini menegaskan bahwa pembinaan calon imam adalah tugas uskup
diosesan melalui pendidikan khusus di seminari. Maka di setiap keuskupan perlu
didirikan seminari untuk mendidik calon imam; baik Seminari Tinggi maupun
Seminari Menengah.
2. Tingkatan Seminari
Secara etimologis kata Seminari berasal dari bahasa Latin Seminarium
(Semen = bibit) yang berarti tempat penyemaian atau pembibitan (Prent, 1969:
13
779). The Chatolic Encyclopedia For Shcool and Home (1965:27) mendefinisikan
seminari sebagai “An institution established for the training of diocesan priest
those who work directly under the bishop in serving the faithful of a diocese”.
Istilah Seminari dipakai untuk menunjukkan menyemai dan menumbuhkan benih-
benih panggilan imamat. Seminari merupakan tempat dimana sekelompok
pemuda dipersiapkan menjadi imam (Staf Kepamongan Medan Utama, 1996:95).
Selanjutnya, menurut Ponomban (2007: http://yesaya.indocell.net/id766.htm.),
sekretaris eksekutif Komisi Seminari KWI, seminari adalah tempat di mana
benih-benih panggilan imam yang terdapat dalam diri anak-anak muda,
disemaikan secara khusus, untuk jangka waktu tertentu, dengan tatacara hidup dan
pelajaran yang khas, dengan dukungan bantuan para staf pengajar dan pembina,
yang biasanya terdiri dari para imam / biarawan. Adapun kata “seminaris”
menunjuk pada para siswa yang menempuh pembinaan di seminari.
Seminari merupakan lembaga pendidikan calon imam dalam gereja katolik.
Ada dua tingkatan Seminari yakni Seminari Tinggi dan Seminari Menengah.
Seminari Tinggi merupakan lembaga pendidikan calon imam pada tingkat
perguruan tinggi. Di Seminari Tinggi para calon imam memperoleh pendidikan
dalam bidang filsafat dan teologi sebagai persiapan menjadi imam.
Seminari Menengah merupakan lembaga pendidikan calon imam pada
tingkat SMP dan SMA. Siswa Seminari SMP berasal dari lulusan Sekolah Dasar.
Para siswa menempuh masa pembinaan selama tiga tahun, mengikuti kurikulum
nasional ditambah dengan beberapa materi pelajaran khas Seminari. Siswa
Seminari SMA berasal dari lulusan SMP Seminari dan juga dari siswa Kelas
14
Persiapan Bawah (KPB). Para siswa menempuh masa pembinaan selama tiga
tahun, mengikuti kurikulum pemerintah ditambah beberapa materi pelajaran yang
khas Seminari, sekaligus dengan tambahan 1 tahun, entah pada tahun pertama
memasuki Seminari (disebut KPB: Kelas Persiapan Bawah) atau nanti
ditambahkan sesudah melewatkan 3 tahun pendidikan SMU (disebut KPA: Kelas
Persiapan Atas).
Seminari Menengah menerapkan dua kurikulum yaitu kurikulum nasional
dan kurikulum Seminari. Kurikulum nasional merupakan kurikulum yang
ditetapkan oleh pemerintah yang wajib ditempuh oleh siswa-siswa sekolah
menengah di seluruh Indonesia. Sedangkan kurikulum Seminari adalah kurikulum
yang ditetapkan oleh Komisi Seminari Konferensi Wali Gereja Indonesia.
Kurikulum ini memuat sejumlah mata pelajaran yakni: Bahasa Latin, Kitab Suci,
Liturgi, Sejarah Gereja, Tradisi Doa, Pengenalan Ordo dan Kongregasi, etiket
pergaulan, public speaking, musik dan kesenian gereja, hidup berkomunitas,
panggilan dan motivasi panggilan, bimbingan rohani, katekese.
3. Tujuan Pendidikan di Seminari Menengah
Konsili Vatikan II melalui Dekrit Optatam Totius (Dekrit tentang
Pembinaan Imam) No. 3 mengungkapkan bahwa Seminari Menengah Atas
didirikan untuk memupuk tunas-tunas panggilan. Para seminaris disiapkan untuk
mengikuti Kristus Penebus dengan semangat rela berkorban dan hati yang jernih
melalui pembinaan hidup rohani yang khas terutama bimbingan rohani yang
cocok. Seminaris dibantu untuk menjalani hidup yang cocok dengan usia dan
prinsip-prinsip psikologi yang sehat. Seminari Menengah menjadi tempat bagi
15
seminaris memperoleh pengalaman-pengalaman manusia secukupnya dan
memiliki hubungan yang biasa dengan keluarganya (Hardawiryana, 1993: 271).
Seminari Menengah didirikan untuk mempersiapkan para seminaris
memasuki Seminari Tinggi. Paus Yohanes Paulus II (1992: 117) melalui Ensiklik
Pastores Dabo Vobis menegaskan bahwa Seminari Menengah merupakan
lembaga gereja dibidang karya pendidikan untuk untuk memelihara, melindungi
dan mengembangkan benih-benih panggilan imam. Tujuan pendidikan di
Seminari Menengah adalah melaksanakan secara bertahap pembinaan manusiawi,
budaya dan rohani untuk mengantar seminaris memasuki Seminari Tinggi dengan
dasar yang memadai dan andal.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Seminari ini, misalnya Seminari
Menengah Mertoyudan memiliki visi: Sanctitas (Kesucian), Scientia
(Pengetahuan) dan Sanitas (Kesehatan). Aspek sanctitas menekankan kehidupan
rohani yang Kristosentris melalui meditasi,doa dan ekaristi, rekoleksi dan ret-ret,
pendalaman kitab susi. Aspek scientia menekankan pengetahuan ilmiah dan
keterampilan. Aspek sanitas menekankan pendidikan dan pemeliharaan
kesehatan fisik dan psikis (Staf Kepamongan Medan Utama, 1996:98-99).
Pada dasarnya Seminari Menengah merupakan lembaga pendidikan awal
calon imam yang bertujuan membentuk manusia kristiani yang Kristosentris
dengan mengembangkan segala aspek kepribadian secara seimbang dan
mengarahkannya kepada imamat. Tugas Seminari Menengah adalah
mempersiapkan seminaris untuk menempuh pendidikan lebih lanjut ke Seminari
16
Tinggi atau memasuki tarekat/ordo tertentu ( Rapat Pimpinan Seminari
Menengah, 1978: 3).
4. Gambaran Lulusan Seminari Menengah
Menurut Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia Bagian Seminari
Menengah, lulusan Seminari Menengah adalah manusia dewasa secara manusiwi
dan kristiani pada tingkatnya serta diperlengkapi dengan kemampuan belajar
secara mandiri, hidup berpola pada Yesus Kristus untuk menuju imamat dengan
meneladan Bunda Maria dalam menghayati panggilannya (Driyanto, 2001: 31).
Dengan demikian seorang lulusan seminari Menengah adalah pribadi yang
dewasa secara menusiawi, pribadi dewasa secara kristiani dan pribadi yang siap
sedia terhadap tuntutan panggilan.
a. Pribadi Dewasa Secara Manusiawi
Pribadi dewasa secara manusiawi adalah pribadi yang mengalami
kepurnaan dan keutuhan jiwa dan badan dalam kesatuan dirinya. Ia tahu dan
menyadari apa yang dilakukannya karena ia sadar akan tujuan yang hendak
dicapainya. Ia dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan dan pergaulan.
Pribadi yang dewasa adalah pribadi yang utuh. Ia mampu mengenal dan akrab
dengan dirinya. Ia merasa bahagia dengan dirinya dan menyadari bahwa ia
berarti bagi sesama. Ia mengenal dan menerima keunggulan maupun
kelemahannya. Ia sadar dan bangga dengan nilai-nilai hidupnya. Ia
menggunakan kemampuannya dengan sepenuhnya. Ia menerima dirinya dan
sesamanya apa adanya. Ia sanggup membangun relasi yang wajar dengan
sesama. Ia berani menghadapi berbagai kenyataan hidupnya. Ia mampu
17
mengatasi konflik-konflik tanpa menjadi bingung dan putus asa ( Driyanto,
2001: 32).
Dalam konteks psikologi kepribadian Allport, pribadi yang dewasa
(matang) adalah pribadi yang memiliki perluasan diri, memiliki hubungan yang
hangat dengan orang lain, memiliki keamanan emosional, memiliki persepsi
yang realistis, memiliki keterampilan-keterampilan dalam tugas, memiliki
pemahaman diri yang obyektif, memiliki filsafat hidup yang mempersatukan
(Schultz, 1991:10-35). Menurut Maslow, pribadi yang dewasa adalah pribadi
yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yakni kebutuhan fisiologis,
keamanan, dimiliki dan cinta, memiliki harga diri dan aktualisasi diri (Alwisol,
2005:257-260).
Disamping itu seminaris mampu membangun relasi yang wajar dengan
orang-orang di sekitarnya. Ia merasakan bahwa nilai-nilai manusiawi yang
tumbuh dari suasana hidup di keluarga dapat berkembang dengan baik dalam
suasana hidup berkomunitas di Seminari. Oleh karena itu seminaris sadar dan
rela menciptakan suasana hidup berkomunitas yang menumbuhkan rasa aman
dan kerasan dalam kehidupan berkomunitas di Seminari (Driyanto, 2001:33).
Dalam kehidupan bersama dengan orang lain ia mengembangkan sikap yang
benar seperti empati, otentik, respek, konfrontasi diri dan mewujudkan diri
(Fuster, 1985: 125).
Sebagai remaja, siswa seminari menyadari perlunya perkembangan bebas
menuju kedewasaan. Oleh karena itu ia menciptakan suasana kebebasan yang
mendukung terwujudnya perkembangan itu. Ia menerima dan menjalani
18
kebebasannya dengan aturan yang mendorongnya kepada kedewasaan. Dalam
kehidupan bersama di Seminari, siswa seminari sudah mulai memperjuangkan
dan mau mewujudkan ciri-ciri pribadi yang dewasa. Misalnya: keseimbangan
antara segi rasional dan afektif, ketekunan, ketabahan, disiplin diri, inisiatif dan
kreatif, menerima dan menghayati seksualitas secara sehat.
Siswa menyadari diri sebagai calon imam yang akan bertanggungjawab
untuk mewartakan sabda Allah dan menanggapi berbagai aspek hidup manusia.
Untuk itu ia tekun dan sabar dalam belajar. Ia menemukan cara belajar yang
baik untuk mencapai perkembangan yang optimal dalam segi intelektual.
Dengan demikian mereka siap mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Ia
memiliki sikap dan kesanggupan belajar terus-menerus.
b. Pribadi Dewasa Secara Kristiani.
Menjadi pribadi yang dewasa pribadi secara kristiani merupakan suatu
proses penerimaan dan penghayatan rahmat Tuhan. Kedewasaan secara
kristiani diperoleh melalui penghayatan hidup rohani yang berpusat pada
Kristus. Seminaris ditantang untuk semakin mengenal Kristus dengan tepat dan
benar sebagai “Jalan, Kebenaran dan Kehidupan” (Yoh 14:6), memiliki
gambaran yang semakin jelas tentang Kristus sebagai “Sang Imam” (Ibr 9:11),
“Nabi dan Raja” (Mat 27:37). Dengan pengenalan tersebut, seminaris semakin
memiliki penghayatan kehidupan rohani yang baik.
Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kehidupan rohani adalah inti
kehidupan dan panggilan hidup kristiani. Kehidupan rohani merupakan nilai
pusat dan menyatukan pribadi maupun hidup sebagai orang kristen. Oleh
19
karena itu pembinaan rohani merupakan poros yang menyatukan dan
menghidupkan kenyataan pribadi (Leteng, 2003: 11). Dengan penegasan
tersebut maka kehidupan rohani merupakan prinsip pemersatu dan identitas diri
serta kegiatan hidup seorang kristiani, juga seminaris sebagai calon imam.
Pribadi yang dewasa secara kristiani juga semakin mengenal Kristus
sebagai saksi sejati akan kehadiran Allah Bapa yang ditampakkan dalam
hidupNya, caraNya berpikir, sikap dan tindakanNya. Kristus adalah pribadi
yang terbuka sepenuhnya kepada kehendak BapaNya. Keterbukaan itu
diungkapkanNya antara lain dalam sikap melayani semua orang dengan setia
demi terwujudnya kehendak Bapa bagi manusia. Sikap dan semangat Kristus
ini menjadi sikap dan semangat seminaris. Keakraban dengan pribadi Kristus
secara nyata diungkapkan dalam hidup sehari-hari dalam komunitas
(Fuellenbach, 2004: 90). Kehidupan dalam kesatuan yang akrab dengan Kristus
dalam kehidupan rohaninya ini mendorong seminaris menjalani hidup di
Seminari sesuai dengan kehendak Allah.
Pedoman Dasar Pembinaan Imam di Indonesia menegaskan bahwa hidup
rohani calon imam hendaknya berpola pada pribadi Yesus Kristus Sang Imam
Agung (Komisi Seminari KWI, 1987: 22). Maka kedewasaan kristiani tampak
dalam usaha membina hidup yang berpolakan pada Kristus. Hidup yang
berpolakan pada Kristus ini dibina melalui ketekunan dan kesetiaan dalam doa
dan refleksi dibawah bimbingan Roh Kudus (Purnomo, 2003:16). Dengan
demikian seminaris semakin peka dalam membedakan roh yang bersuara dan
bekerja dalam dirinya sehingga akhirnya ia sanggup memihak kepada Roh
20
Kudus dan tegas menolak roh jahat. Kerelaan dan kesetiaan dibimbing oleh
Roh Kudus diungkapkan dalam menerima kehadiran Kristus dalam perayaan
ekaristi dan menjalani pertobatan melalui sakramen rekonsiliasi.
Kedewasaan secara kristiani tersebut juga tampak dalam kerelaan dan
kesetiaan seminaris menerima bimbingan rohani dari pembimbing rohani.
Kerelaan membuka diri menjadikannya semakin mampu mengenal panggilan
Allah melalui sejarah hidupnya sehingga ia makin menyadari dan sanggup
menjawab panggilannya yang khas yakni menjadi imam (Driyanto,2001: 35).
c. Pribadi yang Siap dan Bersedia Memenuhi Tuntutan Panggilan
Kesiapan dan kesediaan memenuhi tuntutan panggilan adalah kepatuhan
untuk mendengarkan dan menjawab panggilan Tuhan. Kesiapan dan kesediaan
itu mencakup kemauan bebas dan kesanggupan mengikuti Kristus Sang
Penebus dengan kebesaran jiwa dan hati yang murni (Fuellenbach, 2004: 87).
Kesiapan dan kesediaan tersebut mengandaikan kemauan dan kemampuan
memenuhi tuntutan-tuntutan panggilan: “Setiap orang yang mau mengikuti
Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti
Aku” (Luk 9:23).
Kesanggupan mengikuti tuntutan-tuntutan panggilan dapat dilaksanakan
bila seminaris bersatu dengan Kristus yang memanggil: “Marilah dan kamu
akan melihatnya” (Yoh 1:39). “Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala
manusia” (Mrk 1:17) dan mengutusnya: “...pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
21
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu” (Mrk 28:19).
Kesiapan dan kesediaan mengikuti tuntutan-tuntutan panggilan dapat
dipupuk dan dikembangkan melalui kesadaran dan latihan hidup sebagai
pendoa, sikap melayani tanpa pamrih dan tanpa kenal lelah, keberanian
menyampaikan kebenaran, kerelaan untuk diutus dan diperintah dengan sikap
taat orang beriman. Untuk itu seminaris dapat belajar dari Bunda Maria dalam
menjawabi tuntutan panggilan. Jawaban dan sikap “YA” Maria dalam
menanggapi panggilan Tuhan itu diwujudkan dalam seluruh hidupnya,
konsisten dalam suka dan duka. Paus Yohanes Paulus II mengatakan:
“Melalui contoh dan kepengantaraannya, kita juga belajar untuk percaya dan menerima kekayaan rahmat yang hendak Tuhan curahkan ke atas kita. Dalam sejarah individu- individu dan masyarakat Bunda Marialah yang menyingkapkan pedagogi Allah kepada komunitas-komunitas dan kepada seluruh gereja. Ia membuat kita responsif terhadap iman, kepercayaan dan sambutan yang rendah hati” (Leteng, 2003: 356).
Maria memberi teladan dalam kesiapsediaan bagi seminaris dalam usaha
membina diri memenuhi tuntutan panggilan. Oleh karena itu di dalam
kehidupan sehari-hari, seminaris berusaha membina keakraban dengan Bunda
Maria melalui doa dan devosi.
B. Aspek-Aspek Pembinaan Calon Imam di Seminari Menengah
Pembinaan calon imam dilaksanakan secara integral dan berkesinambungan dalam
aspek-aspek pribadi, hidup kristiani, menanggapi panggilan, intelektual, semangat
kerasulan, sikap dialog antar umat beragama.
22
1. Pembinaan Pribadi
Kepribadian adalah pola menyeluruh dari semua kemampuan, perbuatan
serta kebiasaan seseorang baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun
sosial (Heuken, dkk, 2002:15). Pembinaan pribadi adalah pembinaan untuk
mengenal dan akrab dengan diri sendiri dan orang lain. Pembinaan pada aspek ini
menekankan pemeliharaan diri dan lingkungan, solodaritas dan relasi sosial.
Pengenalan diri mencakup kesadaran akan kekuatan dan kelemahan, bakat dan
minat. Pembinaan pribadi diarahkan antara lain agar seminaris “terbuka untuk
mengetahui dan menerima dirinya dan orang lain” (Prasetya, 1992: 100).
Pengenalan dan penerimaan terhadap diri membuat individu menghargai dan
mempercayai dirinya dan mempu membuat keputusan yang tepat bagi dirinya
(Bennet 2004: 60). Oleh karena itu melalui pengenalan diri tersebut seminaris
semakin dapat menggunakan kemampuannya seoptimal mungkin untuk
mengembangkan diri dan bertumbuh menjadi orang yang bertanggungjawab,
berinisiatif, kreatif, eksploratif, jujur, tekun dan dapat menjadi pemimpin yang
baik. (Driyanto, 2001:37).
Konseli Vatikan II dalam Optatam Totius (Dekrit tentang Pembinaan
Imam) nomor 11 menegaskan bahwa pembinaan kepribadian bertujuan:
“Mencapai kedewasaan kepribadian yang nyata dalam sifat kejiwaan yang stabil, dalam kemampuan mengambil keputusan yang dipertimbangkan, mampu menilai peristiwa-peristiwa dan orang-orang secara saksama, menghargai keutamaan-keutamaan seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan pada janji-janji, sopan-santun dalam perilaku, kesederhanaan dalam berbicara yang diserta cintakasih” (Hardawiryana, 1993:279)
23
Pembinaan diri juga diwujudkan dalam usaha seminaris menjaga
keseimbangan antara hidup individual dan hidup bersama. Briere (2003:57)
mengatakan: “Kristus mengutus para rasul berdua-dua sehingga mereka dapat
saling mencintai. Kristus menghendaki murid-muridNya saling mencintai”. Hidup
bersama dalam asrama membutuhkan suasana yang mendukung pertumbuhan
pribadi dan perkembangan aspek kepemimpinan. Disamping itu perlu pula
seminaris menciptakan suasana kebebasan yang diimbangi dengan kesadaran
bertanggungjawab. Dalam konteks tersebut Prama (2006: 45) mengatakan:
“Dalam rumah......kita diberi kebebasan yang seluas- luasnya untuk mengisinya
dengan apa saja...tapi apapun kegiatan yang digunakan untuk mengisinya
berpengaruh terhadap wajah rumah kita”. Oleh karena itu dalam kehidupan
berasrama seminaris dibiasakan mengembangkan rasa sosial sehingga ia menjadi
pribadi yang sanggup memperhatikan dan melayani kepentingan sesama. Untuk
itu seminaris perlu berlatih untuk mengendalikan diri untuk tidak mementingkan
diri. Hal itu dilakukan karena seminaris menyadari bahwa hidup bersama di
asrama merupakan salah satu bentuk latihan untuk menyiapkan diri guna
memasuki persaudaraan sakramental para imam dalam keuskupan.
Selain itu seminaris berlatih bersikap positif terhadap peraturan seminari.
Peraturan dapat membentuk kedisiplinan dalam diri seminaris. White (2005: 235)
mengatakan: “Tujuan disiplin ialah mendidik seseorang untuk memerintah diri,
bersandar pada diri dan mengendalikan diri”. Dengan demikian peraturan di
seminari tidak diadakan untuk membatasi kebebasan melainkan membantu
seminaris menciptakan suasana hidup bersama yang baik yang menunjang
24
perkembangan pribadi, pertumbuhan hidup rohani, perkembangan panggilan
setiap siswa seminari.
Dalam rangka pembinaan pribadi, seminaris perlu menerima pembinaan
intensif untuk dapat bersikap terbuka dan mudah berkomunikasi dengan orang
lain. Seminaris juga dibimbing untuk mencintai kebenaran, menghargai sesama,
mampu menciptakan rasa percaya diri, mudah menjalin kerjasama, setia kawan,
mempunyai rasa keadilan, memiliki sikap belaskasihan yang tulus, mampu
menyampaikan penilaian secara jernih dan obyektif (Driyanto, 2001: 39).
Salah satu aspek pembinaan pribadi yang sangat penting adalah aspek
seksualitas. Goldman dan Bradley mengatakan: “Pada tingkat individu,
pertumbuhan dan pemahaman seksualitas seseorang akan menambah
perkembangan pribadinya, kepercayaan diri, kedewasaan dan kecakapan
mengambil keputusan. Secara sosial,orang akan beruntung dengan menjadi lebih
berwawasan, lebih waspada, lebih percaya diri “ (Reiss dan Halstead, 2006:406).
Seminaris perlu menghayati dimensi seksualitas secara sehat dan dapat bergaul
dengan lawan jenis secara sehat sehingga seminaris mampu membaktikan diri
seutuhnya kepada Allah melalui pelayanan kepada sesama dalam cintakasih
universal dan tulus. Konsili Vatikan II melalui Optatam Totius (Dekrit tentang
Pembinaan Imam) menyatakan bahwa dengan menghayati seksualitas seminaris
belajar menghayati hidup selibat demi menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan
(Hardawiryana, 1993: 278). Hal tersebut ditegaskan oleh Clark (2002: 168)
dengan menyatakan: “Seorang selibater memberikan kesaksian khusus akan cinta
tapa pamrih dari Allah kita dalam Yesus Kristus dan memberikan kesaksian akan
25
kebenaran bahwa ada suatu kepenuhan dan kedalaman hidup yang melampaui apa
yang kita kihat sekarang”. Untuk mencapai pemahaman dan kedewasaan dalam
aspek seksualitas ini para seminaris diberi penjelasan dan pendampingan pribadi
di bidang seksualitas. Pembinaan dan pendampingan seksualitas diarahkan agar
seminaris mendapat pemahaman yang benar dan wajar serta mampu mewujudkan
kebenaran cinta kasih manusiawi. Dengan penghayatan seksualitas secara sehat
maka seminaris terarah untuk “...menyadari keluhuran kehidupan selibat yang
dikuduskan kepada Kristus sehingga atas pilihan sendiri...mereka membaktikan
diri kepada Tuhan dengan menyerahkan jiwa-raga seutuhnya” (Hardawiryana,
1993: 279).
2. Pembinaan Hidup Kristiani
Pembinaan kristiani yang dimaksudkan adalah pendidikan keagamaan
secara khusus terutama bimbingan rohani yang tepat agar seminaris dapat
mengikuti Kristus dengan jiwa besar dan hati yang murni (Driyanto, 2001:40).
Salah satu cirikhas seorang yang mengikuti Kristus adalah “...terus bersedia dan
setia mengikuti Yesus dengan keberanian yang sungguh-sungguh” (Meier (2001:
193). Kesungguhan mengikuti Kristus tersebut disadari dan diwujudkan para
seminaris dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam pembinaan tersebut
hendaklah disadari bahwa para seminaris adalah kaum muda kristiani yang
mencita-citakan imamat. Mengingat peranan imam sebagai pemimpin rohani
maka perkembangan hidup rohani yang benar dibina dengan sungguh-sungguh
sejak Seminari Menengah.
26
Kristus menjadi sumber dan pola hidup mereka. Sebagai sumber, Kristus
dasar kekuatan bagi perkembangan hidup rohani seperti yang dikatakn oleh Santo
Paulus: “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku” (Gal 2:20). Sebagai pola hidup, sikap kerohanian
Kristus mendasari hidup rohani para seminaris (Habeahan, 2006:87).
Yohanes Paulus II (1992:89) menegaskan bahwa hidup rohani adalah pusat
hidup imam. Oleh karena itu kehidupan rohani adalah inti kehidupan dan
panggilan calon imam juga. Krisnamurti salah seorang alumni Seminari
Mertoyudan mengatakan:
“Kehidupan rohani bagi seorang imam adalah hal yang amat esensial sebab pondasi utama dari kehidupan selibat (tidak menikah) adalah kehidupan rohani. Kehancuran dari kehidupan spiritualitas sama artinya dengan runtuhnya kehidupan imamat seorang selibater.... Oleh karena itu, seminari menengah sebagai lembaga pendidikan dasar dari para kandidat imam diharapkan dengan sangat untuk dapat memberikan pondasi yang kuat bagi para kandidat imam sehingga kelak dapat menjadi imam yang tangguh; apalagi di tengah-tengah badai globalisasi dan kemajuan teknologi ini (2001: http://krisnaster.blogspot.com/2001_03_01_archive.html)
Dengan pembinaan rohani dalam kehidupan bersama di seminari
diharapkan terwujudnya persaudaraan kristiani yang mendukung kedewasaan
hidup rohani. Persaudaraan tersebut dapat dikembangkan melalui hidup doa: doa
pribadi dan doa bersama, kunjungan menghadap sakramen Mahakudus, meditasi
dan renungan pribadi, latihan doa terbimbing, upacara liturgis. Selain itu, upacara
liturgis sebagai ungkapan resmi iman untuk memperteguh hidup rohani:
merayakan ekaristi, menerima sakramen tobat. Pendalaman hidup rohani untuk
memperteguh panggilan dapat dilaksanakan melalui bimbingan rohani secara
27
teratur, refleksi bersama yang terpimpin, pengajaran dan pendalaman kitab suci,
bacaan rohani, rekoleksi dan ret-ret, devosi pribadi dan bersama (Driyanto,
2001:44). Dalam konteks ini Venantius salah seorang staf Seminari Menengah
mengatakan:
“Kehidupan rohani harus menjadi satu keunggulan seminaris yang diharapkan menjadi pemimpin umat kelak. Maka dalam hal ini, seminaris mempunyai keniscayaan mempunyai nilai lebih dari yang lain. Untuk mendukung keunggulan ini, Seminari Menengah memfasilitasi siswa dengan berbagai macam kegiatan seperti misa setiap hari, lectio brevis bacaan rohani, retret dan rekoleksi, latihan meditasi, kerasulan anak sekolah minggu dan doa lingkungan, pengakuan dosa, berkunjung ke tempat-tempat wisata rohani, menulis refleksi harian. Melalui seluruh kegiatan ini, siswa diharapkan akan mempunyai rasa religius yang tinggi. Keunggulan ini tampak dalam rasa empati yang tinggi, pengorbanan terhadap orang lain, kemauan untuk saling meneguhkan dalam panggilan, keterbukaan untuk berbagi hidup, kemampuan untuk mensyukuri, sikap ikut serta menderita bersama teman” (2007: http://seminaripem.wordpress.com/2007/06/08/pendidikan-dan-pembinaan-seminaris-ke-depan/)
3. Pembinaan Menanggapi Panggilan
Berbicara tentang panggilan Tierney (2002:69) mengatakan: “Panggilan
mengandung pengertian bahwa Tuhan itu benar-benar memanggil dan juga
memerlukan suatu tanggapan hidup dan cinta yang penuh rahmat. Panggilan
menuntut kita untuk membuat suatu keputusan tentang masa depan kita”.
Pembinaan menanggapi panggilan merupakan kegiatan pendampingan membantu
seminaris untuk berani dan rela menerima panggilan Tuhan. Seminaris dapat
menanggapi panggilannya kalau ia mempunyai sikap siap-sedia. Sikap siap-sedia
ini mengembangkan sikap terbuka, menumbuhkan kesadaran bertanggungjawab
dan memupuk keberanian berkorban demi sesama (Driyanto, 2001:46). Untuk itu
28
Ponomban (2007: http://yesaya.indocell.net/id766.htm), mengatakan bahwa
peranan para staf pembina, baik rektor maupun sesama imam lainnya menjadi
sangat penting. Mereka bertugas membantu seminaris memurnikan motivasi
panggilannya, membantu seminaris untuk mengatasi berbagai kekurangan dan
masalah panggilan, menolong seminaris untuk mengambil keputusan yang
matang menjadi imam atau tidak. Selain itu seminaris mempunyai peran yang
tidak tergantikan dalam keputusan bebas bebas untuk “menuruti tuntutan-tuntutan
injil: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan (Philibert, 2002:95) yang merupakan
tuntutan utama bagi kehidupan dan panggilan imam dan calon imam.
Pembinaan menanggapi panggilan menjadi imam dilaksanakan melalui
program-program yang membantu seminaris menyadari dan menerima
konsekuensi-konsekuensi mengikuti Tuhan. Mereka perlu dibantu untuk berani
menerima diri secara realistis dan terbuka terhadap kehendak Roh Kudus.
Seminaris perlu memiliki komitmen dalam pangilannya. Artinya, seminaris
memiliki motivasi rohani dan apostolik, terarah kepada penyerahan diri dalam
kebebasan menanggapi panggilan Tuhan
Para seminaris juga perlu mengenal dokumen-dokumen gereja mengenai
calon imam, mengenal imam dioses dan imam tarekat religius supaya pada akhir
masa pendidikan di Seminari Menengah mereka dapat memilih dan meneruskan
ke jenjang selanjutnya sesuai dengan keinginan mereka.
Hidup bersama di seminari dilandasi tangungjawab bersama membina
panggilan. Untuk itu diperlukan pembinaan hidup bersama secara tertib dan
teratur yang dilaksanakan antara lain dengan melaksanakan acara harian secara
29
sadar dan bertanggungawab, menunaikan tugas yang diserahkan kepadanya,
bergaul dengan sopan yang disadari rasa cinta dan hormat terhadap sesama.
4. Pembinaan Intelektual
Paus Yohanes Paulus II (1992:99) mengatakan: “Pembinaan intelektual
merupakan tuntutan mendasar akal budi manusia yang merupakan ‘partisipasi
dalam cahaya budi Allah’ dan melaluinya manusia berusaha meraih
kebijaksanaan yang mengarahkannya mengenal Allah dan berpaut padaNya”.
Konsili Vatikan II dalam Optatam Totius (Dekrit tentang Pembinaan Imam)
nomor 13 menyatakan bahwa para seminaris perlu dibekali dengan pendidikan
humaniora dan ilmiah yang memungkinkan seminaris menempuh pendidikan
lebih tinggi (Hardawiryana, 1993: 281). Oleh karena itu menurut Krisnamurti
(2001: http://krisnaster.blogspot.com/2001_03_01_archive.html) : “....seminari
menengah dalam kapasitasnya sebagai lembaga calon imam tingkat dasar dituntut
untuk dapat memberikan bekal kemampuan intelektualitas yang memadai bagi
para calon imamnya”.
Pembinaan intelektual merupakan upaya yang dilakukan membantu siswa
seminari untuk semakin menguasai ilmu pengetahuan yang relevan dengan
perkembangannya. Hal ini dilakukan agar di kemudian hari seminaris menjadi
orang berpendidikan yang sanggup mewartakan kabar baik kepada sesama.
Pembinaan intelektual meliputi pengetahuan akademik maupun
keterampilan Pembinaan akademik bertujuan meningkatkan kemampuan
seminaris untuk berpengetahuan luas, memiliki pemahaman yang mendalam dan
mempunyai disiplin berpikir. Seminaris dilatih memahami masalah, berpikir
30
secara kritis dan mencari pemecahan sehingga mereka siap mengikuti pendidikan
imamat pada jenjang selanjutnya. Untuk itu sejak awal seminaris perlu mendapat
pemahaman dan penyadaran tentang cara belajar yang efisien dan efektif sesuai
dengan kemampuan mereka, memelihara kebiasaan belajar seumur hidup
(Driyanto,2001:49). Berkaitan dengan hal tersebut Venantius mengatakan:
“Seminaris kiranya unggul secara intelektual, artinya seminaris mempunyai kelebihan yang sungguh signifikan dalam kemampuan intelektual bila dibandingkan dengan anak muda seusianya yang non seminaris. Seminaris hendaknya mampu menelaah, menganalisa suatu masalah. Seminaris dengan kemampuan intelektual yang mumpuni mempunyai daya pikir yang tajam, mampu belajar otodidak” (http://seminaripem.wordpress.com/2007/06/08/pendidikan-dan-pembinaan-seminaris-ke-depan/)
Pembinaan keterampilan bertujuan mengembangkan bakat dan minat
seminaris yang mendukung pelayanan imam di kemudian hari. Tujuan ini
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan terbimbing seperti berpidato, musik dan
paduan suara, orkes, tari, menulis dan mengarang, pertukangan praktis, drama,
olah raga, dan lain- lain.
Seminaris perlu meningkatkan kemampuan memahami bacaan-bacaan yang
bermutu, memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar, kemampuan
berbahasa Inggris dengan penekanan pada kemampuan untuk memahami bacaan
yang bermutu dalam bahasa Inggris dan menterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Selain itu seminaris mengalami pendidikan agama, kitab suci dan studi
sejarah.
31
5. Pembinaan Semangat Misioner atau kerasulan
Pembinaan semangat kerasulan adalah pembinaan semangat mewartakan
injil kepada orang lain. Paus Benediktus XVI (2007: 2) dalam pesannya pada hari
minggu misi sedunia yang ke-81 menegaskan: “Gereja yang telah menerima
pewartaan injil dipanggil dan diutus oleh Gembala yang baik untuk mengabdikan
diri mereka pada misi ad gentes”. Tugas mewartakan injil adalah tugas yang
diemban oleh gereja. Maka seminaris turut mengemban tugas tersebut. Konferensi
Wali Gereja Filipina mengatakan bahwa salah satu cara untuk menanamkan
semangat dan komitmen misioner adalah memberikan pelajaran tentang misi di
Seminari untuk membekali para seminaris dengan mengetahuan dan pemahaman
tentang misi (Patris, 2007:42).
Seminaris perlu memahami ajaran sosial gereja, memahami keadaan nyata
masyarakat melalui berbagai media massa. Dengan bimbingan seorang imam
seminaris merefleksikan, mengevaluasi berbagai situasi tersebut untuk merasakan
dan menangkap pesan Tuhan di balik semua peristiwa tersebut dan mendorong
mereka menanggapinya (Driyanto, 2001: 51).
6. Pembinaan Sikap Dialog Antar Umat Beragama
Pembinaan sikap dialog antar umat beragama merupakan usaha dan
kegiatan yang dilakukan di seminari untuk meningkatkan pemahaman dan
penghargaan terhadap agama-agama lain. Usaha ini dilakukan antara lain melalui
studi dan dialog sederhana dengan umat beragama lain (Driyanto, 2001: 51).
Kesadaran akan nilai-nilai rohani dalam agama lain dapat mengantar seminaris
32
kepada dialog. Dialog itu hendaknya diserta refleksi untuk menjaga otentisitas
iman.
Kesadaran dan upaya dialog ini diungkapkan oleh Konsili Vatikan II
melalui Nostra Aetate (Pernyataan Tentang Hubungan Gereja Dengan Agama-
Agama Bukan Kristen) nomor 1 yang mengatakan:
“Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup,kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang...Maka gereja mendorong para puteranya supaya dengan bjaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerjasama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat pada mereka (Hardawiryana, 1992: 311).
Dialog antar umat beragama memerlukan refleksi iman, pedoman-pedoman
untuk menjaga otentisitas iman, kesadaran akan hubungan dialog dengan
kesaksian kristiani. Selain itu perlu juga dikembangkan sikap-sikap yang
membantu terciptanya dialog seperti kemampuan mendengarkan orang lain,
keterbukaan hati terhadap berbagai situasi dan kebutuhan sesama dalam semangat
cinta kasih.
C. Pembinaan di Seminari Menengah Sinar Buana
1. Gambaran Umum tentang Seminari Menengah Sinar Buana
Seminari Sinar Buana didirikan pada tanggal 4 Oktober 1967 dengan nama
“Asrama Pewarta Injil”. Lembaga ini didirikan dengan tujuan menampung dan
mendidik calon imam dan tenaga pastoral awam seperti guru agama, katekis.
Siswa yang ditampung adalah siswa-siswa yang menempuh pendidikan di SMP
33
St. Aloysius dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) St. Alfonsus Weetebula. Sejak
tahun 1987 asrama Sinar Buana menampung siswa-siswa SMAK St. Thomas
Aquinas yang ingin menjadi imam, biarawan dan katekis. Pada tahun 1990 Sinar
Buana dikukuhkan oleh Uskup Weetebula Mgr. G. Kherubim Pareira, SVD
menjadi Seminari Menengah Sinar Buana. Para siswa Seminari masih menempuh
pendidikan di SMP St. Aloysius dan SMAK St. Thomas Aquinas. Sejak tahun
1999 pendidikan formal SMP dan SMA diselenggarakan di Seminari Menengah
Sinar Buana.
2. Kegiatan Pembinaan di Seminari Menengah Sinar Buana
Seminari Menengah Sinar Buana merupakan lembaga pendidikan calon
imam Keuskupan Weetebula tingkat sekolah lanjutan (SMP dan SMA) dengan
tujuan mempersiapkan kaum muda katolik untuk menjadi imam. Tujuan
pendidikan tersebut tekandung dalam visi dan misi Seminari Menengah yaitu:
“Seminari Menengah Sinar Buana adalah lembaga pendidikan calon imam Keuskupan Weetebula, bercita-cita agar seminaris dididik dan didampingi - para pembina dalam kerjasama dengan orang tua - berkembang secara seimbang dalam sanctitas, sanitas, scientia, sapientia, solidaritas sehingga menjadi orang beriman yang mengikuti Yesus Kristus ke arah imamat dalam Gereja umat Allah” (Sando, 2007:13).
Visi tersebut dijabarkan dalam misi Seminari Menengah Sinar Buana,
yaitu:
“Menjadi orang beriman kristiani yang teguh (sanctitas), menjadi orang beriman yang berilmu (scientia), menjadi orang beriman yang sehat rohani dan jasmani (sanitas), menjadi orang beriman yang berkepribadian matang dan bijaksana berdasarkan moral kristiani (sapientia) peka, tanggap dan solider dengan sesama terutama yang menderita (Sando, 2007: 13).
34
Mengacu pada visi dan misi tersebut maka kegiatan pembinaan di
Seminari Menengah Sinar Buana dapat dijabarkan dalam enam aspek
pembinaan menurut pedoman pembinaan di Seminari Menengah:
a. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian dilaksanakan untuk membantu para siswa
seminari untuk lebih mengenal dan menerima dirinya sehingga siswa
seminari semakin menghargai dan percaya pada dirinya. Pembinaan
kepribadian ini dilakukan dalam kegiatan seperti konferensi kelas
(bimbingan klasikal/kelompok), konsultasi pribadi, refleksi pribadi, kerja
(Opus Manuale).
b. Pembinaan Kehidupan Kristiani
Pembinaan kehidupan kristiani dilaksanakan untuk membantu para
seminaris agar memupuk kehidupan rohani melalui kegiatan doa-doa,
liturgi, sharing kitab suci, adorasi dan bacaan rohani, bimbingan rohani,
penerimaan sakramen tobat, latihan lagu gerejani, rekoleksi dan ret-ret.
Pembinaan kehidupan kristiani dilaksanakan dalam kegiatan-kegiatan:
doa pribadi dan doa bersama, renungan kitab suci, ekaristi dan sakramen
tobat, meditasi pribadi, kunjungan kepada sakramen maha kudus, sharing
kitab suci.
c. Pembinaan Menanggapi Panggilan
Pembinaan menanggapi panggilan merupakan kegiatan membantu
seminaris untuk rela dan berani menerima panggilan Tuhan untuk
menjadi imam dalam gereja katolik. Kegiatan pembinaan menanggapi
35
panggilan dilaksanakan melakui penyadaran (refleksi) akan panggilan
pribadi, pengenalan kehidupan imam tarekat dan diosesan, pengenalan
tarekat/ordo, aksi panggilan.
d. Pembinaan Intelektual
Pembinaan intelektual merupakan upaya membantu seminaris untuk
mengenal dan menguasai ilmu pengetahuan yang relevan. Pembinaan
dalam aspek ini meliputi pengetahuan akademik dan keterampilan.
Pembinaan akademik dilaksanakan sesuai dengan kurikulum nasional
dan kurikulum seminari menengah. Sedangkan pembinaan keterampilan
dilaksanakan melalui kegiatan musik dan paduan suara, berpidato,
drama, olahraga, tulis-menulis, opus manuale atau kerja tangan.
e. Pembinaan Semangat Kerasulan atau Misioner
Pembinaan misioner adalah upaya membantu seminaris untuk
mewartakan injil kepada orang lain. Kegiatan pembinaan semangat
misioner dilaksanakan melalui pendalaman kitab suci, aksi sosial
kemasyarakatan, memimpin ibadat sabda lingkungan, latihan kotbah atau
memberikan renungan harian, kegiatan live in dalam masyarakat,
mendampingi putera altar/misdinar, mendampingi sekami (anak
misioner).
f. Pembinaan Sikap Dialog Antar Umat Beragama
Pembinaan sikap dialog antar umat beragama merupakan upaya
membantu seminaris untuk mengenal dan menghargai agama-agama lain
yang ada di sekitarnya. Kegiatan pembinaan sikap dialog antar umat
36
beragama dilaksanakan melalui studi praktis tentang agama lain,
kunjungan ke tempat ibadat agama lain, live in ke daerah yang mayoritas
beragama lain.
D. Persepsi
1. Arti Persepsi
Secara etimologis, kata persepsi atau dalam kata bahasa Inggris perception
berasal dari kata bahasa Latin perceptio; dari kata percipere yang berarti
menerima atau mengambil. Menurut De Vito (1997), persepsi adalah proses
ketika individu menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi
inderanya (Sobur, 2003: 445). Gulo (1982) mendefinisikan persepsi sebagai
proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui
indera- indera yang dimilikinya (Sobur, 2003:446). Menurut Irwanto, dkk (1989:
71) persepsi merupakan proses diterimanya rangsang (obyek, kualitas, hubungan
antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti.
Menurut Ahmadi (2003: 63), persepsi adalah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan
penuh perhatian untuk menyadari adanya perangsangan. Walgito (1989: 53)
persepsi merupakan seluruh proses integral dalam diri individu yang meliputi
penginderaan terhadap stimulus, pengorganisasian, penginterpretasian stimulus
sehingga individu mengerti tentang stimulus yang diinderainya. Persepsi adalah
pandangan, pengamatan atau tanggapan individu terhadap benda, kejadian,
tingkah laku manusia, dan hal-hal lain yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-
hari (Mulyono 1978:22). Menurut Davidoff (1981), proses persepsi diawali
37
dengan penginderaan terhadap stimulus kemudian stimulus itu diorganisasikan
dan diinterpretasikan menjadi sesuatu yang bermakna (Walgito, 2004: 88).
2. Faktor-Faktor yang berperan dalam persepsi
Ada faktor- faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi. Menurut
Su’adah (2003: 32), faktor- faktor yang berperan terjadinya persepsi adalah obyek
yang dipersepsi, alat indra atau reseptor dan perhatian.
a. Obyek yang dipersepsi
Obyek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera
atau reseptor. Stimulus datang dari luar individu yang mempersepsi.
Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera atau reseptor
yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pencecapan dan kulit
atau peraba. Stimulus dapat datang dari dalam langsung mengenai susunan
syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Stimulus harus cukup kuat agar
dapat disadari oleh individu.
Dengan demikian ada batas kekuatan minimal dari stimulus agar dapat
menimbulkan kesadaran pada individu. Menurut Underwood (1949), batas
minimal kekuatan stimulus yang dapat menimbulkan kesadaran pada
individu disebut ambang absolut sebelah bawah yaitu kekuatan stimulus
minimal yang dapat disadari oleh individu. Apabila kekuatan stimulus
kurang dari ambang batas absolut bawah maka individu tidak akan dapat
menyadari stimulus tersebut. Tetapi kekuatan stimulus tersebut ditambah
maka stimulus akan makin kuat. Sejauhmana individu mampu membedakan
stimulus yang satu dengan stimulus yang lain ditentukan oleh ambang
38
perbedaan. Ada individu yang dapat membedakan stimulus yang satu dengan
yang lain secara tajam tetapi ada individu yang tidak dapat membedakannya.
Pada suatu ketika stimulus ditambah kekuatannya sampai tidak dapat
dirasakan atau disadari oleh individu. Apabila tercapai keadaan yang
demikian maka stimulus tersebut maka menurut Underwoor (1949) mencapai
ambang absolut sebelah atas (Walgito, 2004:104-105), yaitu kekuatan
stimulus maksimal, kekuatan stimulus yang ada di atasnya sudah tidak dapat
disadari lagi. Range antara ambang absolut sebelah bawah dan ambang
absolut sebelah atas merupakan daerah yang dapat disadari oleh individu.
Misalnya, menurut Christian Huygens, kekuatan stimulus untuk penglihatan
terletak antara 390 milimocron dan 760 milimicron. Kekuatan dibawah 390
milimicron adalah sublimanil, sedangkan yang diatas 760 adalah
supralimanil (Walgito, 1989:162).
b. Alat indera, saraf dan pusat susunan saraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus dari
luar individu. Di samping itu, ada saraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima ke pusat susunan saraf. Pusat susunan
saraf adalah otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk
mengadakan respons diperlukan syaraf motorik.
c. Perhatian
Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi seluruh aktifitas
individu kepada stimulus. Dengan demikian perhatian merupakan syarat
psikologis dalam diri individu untuk mengadakan persepsi. Perhatian
39
merupakan langkah pertama dalam diri individu untuk mengadakan persepsi.
Drever (1960) mendefinisikan bahwa perhatian merupakan penyeleksian
terhadap stimulus (Walgito 1989:56). Hal ini terjadi karena stimulus yang
diterima individu dapat berupa sejumlah stimulus atau sekumpulan obyek.
Individu menerima banyak sekali stimulus setiap saat. Meskipun demikian
individu tidak dapat menanggapi semua stimulus. Untuk itu individu
memusatkan perhatian para stimulus-stimulus tertentu saja (Irwanto
1989:96).
Ditinjau dari segi timbulnya perhatian maka perhatian dapat dibedakan
atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan. Perhatian spontan adalah
perhatian yang timbul dengan sendirinya. Perhatian ini mempunyai
hubungan erat dengan minat individu. Bila individu memiliki minat terhadap
sesuatu obyek maka terhadap obyak tersebut biasanya timbul perhatian
spontan. Misalnya, bila individu memiliki minat terhadap sepak bola maka
secara spontan perhatiannya akan tertuju kepada sepak bola. Sedangkan
perhatian tidak spontan adalah perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja,
karena ada kemauan untuk menimbulkannya. Misalnya, seorang murid harus
memperhatikan pelajaran fisika yang sedang diajarkan oleh gurunya
sekalipun ia kurang menyenangi pelajaran tersebut karena ia harus
mempelajarinya (Su’adah, 2003: 36).
Ditinjau dari banyaknya obyek yang dicakup oleh perhatian pada suatu
waktu maka perhatian dapat dibedakan atas perhatian yang sempit dan
perhatian yang luas. Perhatian yang sempit adalah perhatian individu pada
40
suatu waktu pada sedikit obyek. Sedangkan perhatian yang luas adalah
perhatian individu pada suatu waktu kepada banyak obyek. Berkaitan dengan
perhatian yang luas maka perhatian dapat dibedakan atas perhatian yang
terpusat dan perhatian yang terbagi-bagi (Walgito, 2004:100). Perhatian yang
terpusat adalah perhatian individu pada suatu waktu pada suatu obyek.
Perhatian yang terbagi-bagi adalah perhatian individu pada suatu waktu pada
banyak obyek.
3. Proses terjadinya persepsi
Obyek menimbulkan stimulus. Stimulus tersebut mengenai alat indera atau
reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses fisik. Stimulus
yang diterima alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini
disebut sebagai proses fisiologi. Proses selanjutnya terjadi di otak sebagai pusat
kesadaran individu. Di dalam otak terjadi proses pengorganisasian dan
penginterpretasian stimulus sehingga individu menyadari stimulus tersebut.
Proses yang terjadi di dalam otak atau dalam pusat kesadaran ini disebut proses
psikologis. Dengan demikian proses terakhir persepsi adalah individu menyadari
tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses inilah yang
menjadi proses persepsi yang sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil leh individu dalam berbagai-bagai bentuk (Su’adah, 2003: 33).
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan
dalam persepsi. Hal ini terjadi karena individu tidak hanya dikenai oleh satu
stimulus melainkan berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan di
sekitar individu. Namun tidak semua stimulus mendapatkan respon untuk
41
dipersepsi. Stimulus mana yang yang mendapat respon dari individu tergantung
pada perhatian individu yang bersangkutan. Dengan demikian individu akan
diberikan oleh individu terhadap stimulus yang menarik individu.
Secara skematis, proses persepsi dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
L: Lingkungan
S: Stimulus
O: Organisme atau individu
R: Respon atau reaksi.
Menurut Pareek (1996), terjadinya persepsi sampai menghasilkan respon
meliputi tiga proses yaitu proses menerima stimulus, proses menyeleksi stimulus
dan proses pengorganisasian (Sobur, 2003: 451-463). Dalam proses menerima
stimulus, kebanyakan stimulus diterima melalui alat indera. Dalam proses
menyeleksi stimulus individu memperhatikan stimulus yang menarik baginya.
Faktor-faktor intern individu yang mempengaruhi proses seleksi stimulus adalah
kebutuhan psikologis, latar belakang , pengalaman, kepribadian, sikap dan
kepercayaan umum, penerimaan diri individu. Faktor- faktor ekstern individu
yang mempengaruhi proses seleksi stimulus adalah intensitas, ukuran, kontras,
gerakan, ulangan, keakraban (menarik), sesuatu (simulus) yang baru. Proses
L S
O R
42
pengorganisasian memiliki tiga dimensi utama yaitu pengelompokan, bentuk
timbul dan latar, kemantapan persepsi. Pengelompokan simulus dipengaruhi oleh
faktor kesamaan stimulus, kedekatan stimulus dan kecenderungan untuk
melengkapi hal-hal yang belum lengkap. Bentuk timbul dan latar merupakan
pemusatan perhatian pada gejala tertentu yang timbul menonjol sedangkan
simulus yang lain berada di latar belakang. Kemantapan persepsi merupakan
proses menstabilkan persepsi sehingga tidak dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan. Dengan demikian persepsi itu telah terbentuk.
Meskipun telah terjadi kemantapan persepsi, biasanya individu masih selalu
membuat penafsiran terhadap stimulus dengan berbagai cara. Dengan proses
penafsiran ini individu memberi arti stimulus yang diterimanya. Setelah
memberi arti stimulus yang diterima selanjutnya individu memberikan reaksi
terhadap stimulus yang diterimanya.
4. Fungsi dan sifat-sifat dunia persepsi
a. Fungsi persepsi
Fungsi utama persepsi adalah lokalisasi dan pengenalan (Atkinson, tanpa
tahun: 276-277). Fungsi lokalisasi berarti fungsi menentukan letak suatu obyek.
Proses lokalisasi meliputi: segregasi (memisahkan) obyek satu dari yang lain
dan dari latar belakangnya, mengorganisasikan obyek dengan menentukan
posisi obyek dan menentukan pola pergerakannya Sedangkan fungsi
pengenalan adalah fungsi menentukan jenis suatu obyek. Pengenalan
(recognation) obyek dilakukan dengan penggolongan obyek dalam kategori
tertentu berdasarkan letak obyek tersebut.
43
b. Sifat-sifat dunia persepsi
Dunia persepsi pada umumnya mempunyai berbagai sifat. Meskipun
setiap indera memiliki kekhasan dalam mempersepsi namun, beberapa sifat ini
berlaku untuk segala obyek yang dipersepsi, yaitu: (1) Dunia persepsi
mempunyai sifat-sifat ruang; artinya obyek-obyek yang dipersepsi itu
“meruang”, berdimensi ruang. (2) Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu;
artinya proses mempersepsi obyek (yang relatif stabil) itu memerlukan waktu.
Oleh karena itu persepsi dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. (3)
Dunia persepsi memiliki struktur menurut berbagai obyek persepsi; artinya
persepsi terbentuk menurut struktur dari obyek yang dipersepsi. Misalnya,
dalam ruang kelas yang dipersepsi siswa terdapat kursi, meja, papan tulis, maka
terbentuk persepsi tentang meja, kursi, papan tulis, mahasiwa. (4) Dunia
persepsi adalah dunia yang penuh dengan arti; artinya obyek-obyek yang
dipersepsi “mengatakan sesuatu” kepada individu (Sobur, 2003:470).
E. Persepsi Para Siswa Seminari Menengah Sinar Buana
1. Perkembangan Persepsi Siswa Seminari
Para siswa seminari sebagai calon imam sedang mempersiapkan diri untuk
menjawab dan mengikuti panggilan Tuhan (Mat 4:19). Dalam rangka menjawab
dan mengikuti panggilan Tuhan tersebut para siswa perlu mengikuti proses
pembinaan di seminari. Proses pembinaan tersebut dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan-kegiatan pembinaan dan aturan-aturan hidup harian.
Seluruh kegiatan pembinaan di seminari merupakan stimulus bagi siswa.
Stimulus tersebut diproses secara fisiologis dan psikologis dalam diri siswa
44
sehingga menghasilkan tanggapan atau respon. Tanggapan tersebut nampak
dalam aktifitas kognitif seperti terbentuknya pengetahuan perseptual, dan reaksi
perasaan yang mendorong perilaku lahir seperti tindakan menjalankan kegiatan
pembinaan, ketaatan menjalani aturan-aturan hidup harian (Sarimas, 2005: 40).
Tanggapan siswa seminari terhadap kegiatan-kegiatan pembinaan dapat
berkembang seiring dengan semakin lama siswa mengenal dan menjalani proses
pembinaan. Mula-mula, ia tergantung pada stimulus eksternal seperti kehadiran
para pembina yang mengawasinya. Kemudian semakin lama di seminari siswa
diharapkan bisa lebih proaktif menjalani kegiatan-kegiatan pembinaan. Misalnya:
Mula-mula, para siswa seminari mengikuti kegiatan doa malam (completorium)
sebagai suatu kewajiban melaksanakan peraturan harian semata-mata dengan
pengawasan ketat dari para pembina. Ia menjalani tanpa menyadari manfaat dari
kegiatan doa bersama tersebut bagi dirinya. Namun diharapkan semakin lama
siswa semakin menyadari nilai dan manfaat aturan harian dalam hidupnya
sehingga ia menjalani kegiatan doa bersama tersebut tanpa ada pengawasan dari
para pembina di seminari. Ia akan mengikuti kegiatan doa bersama karena ia
menyadari nilai doa bersama tersebut bagi perkembangan hidup rohaninya.
Meskipun tidak ada pembina yang mengawasi, ia menjalani kegiatan doa
bersama dengan tekun dan disiplin. Tindakan ini dilakukan karena ia memiliki
pengetahuan perseptual akan manfaat doa bersama bagi dirinya. Siswa
mengetahui bahwa ia akan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut bagi
perkembangan diri dan panggilannya.
45
Kerap kali siswa belum menyadari manfaat dari kegiatan-kegiatan
pembinaan. Siswa juga dapat mengalami kesulitan-kesulitan dalam menjalani
kegiatan-kegiatan pembinaan tersebut. Oleh karena itu kegiatan bimbingan dan
konseling di seminari perlu dilaksanakan bagi para siswa untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kegiatan dan manfaat, nilai dari kegiatan tersebut.
Bimbingan diberikan untuk memperluas persepsi siswa terhadap kegiatan
pembinaan dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Konseling diberikan
untuk membantu siswa yang memiliki masalah pribadi dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan pembinaan.
2. Perkembangan Persepsi Sisiwa Seminari Terhadap Aspek-Aspek Pembinaan
Calon Imam
Konferensi Wali Gereja Indonesia menetapkan enam aspek pembinaan
calon imam di Seminari Menengah, yaitu: aspek pembinaan pribadi (diri), aspek
pembinaan hidup kristiani, aspek pembinaan menanggapi panggilan, aspek
pembinaan intelektual, aspek pembinaan semangat kerasulan (misioner), aspek
pembinaan sikap dialog antar umat beragama.
Pembinaan siswa seminari dalam aspek-aspek pembinaan tersebut
bertujuan membantu para siswa untuk mencapai kematangan dalam dimensi
personal dan komunal. Dalam dimensi personal, siswa dibantu untuk
mengaktualisasikan dirinya secara penuh dan utuh. Dimensi personal meliputi
aspek kematangan mental (sapientia), intelektual (scientia), kedewasaan rohani
(sanctitas). Dalam dimensi komunal, siswa seminari dibantu untuk membangun
hidup komunitas yang penuh persaudaraan atau solidaritas (Sando, 2007:16).
46
a. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Pembinaan Pribadi.
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan pribadi adalah
pandangan atau tanggapan para siswa seminari terhadap aturan-aturan hidup
harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam aspek-aspek pembinaan diri
yang diselenggarakan di seminari. Aturan-aturan hidup dan kegiatan-kegiatan
pembinaan aspek pembinaan pribadi merupakan stimulus bagi siswa yang
menimbulkan tanggapan tertentu dari siswa. Tanggapan siswa tersebut
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya, kebutuhan-kebutuhannya dan
berbagai pengalaman masa lalunya. Tanggapan tersebut menghasilkan reaksi
kognitif seperti terbentuknya pengetahuan perseptual, dan reaksi afektif yang
mendorong siswa untuk bertindak tertentu seperti mengikuti aturan-aturan
harian serta berbagai kegiatan pembinaan dalam aspek pembinaan pribadi
(diri).
b. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Hidup Kristiani
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan hidup kristiani adalah
pandangan atau tanggapan para siswa seminari terhadap aturan-aturan hidup
harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam aspek-aspek pembinaan hidup
kristiani yang diselenggarakan di seminari. Aturan-aturan hidup dan kegiatan-
kegiatan pembinaan aspek pembinaan hidup kristiani merupakan stimulus
bagi siswa yang menimbulkan tanggapan tertentu dari siswa. Tanggapan siswa
tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya, kebutuhan-kebutuhannya
dan berbagai pengalaman masa lalunya. Tanggapan tersebut menghasilkan
reaksi kognitif seperti terbentuknya pengetahuan perseptual, dan reaksi afaktif
47
yang mendorong siswa untuk bertindak tertentu seperti mengikuti aturan-
aturan harian serta berbagai kegiatan pembinaan dalam aspek pembinaan
hidup kristiani.
c. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Menanggapi Panggilan
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan menanggapi
panggilan adalah pandangan atau tanggapan para siswa seminari terhadap
aturan-aturan hidup harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam aspek-
aspek pembinaan menanggapi panggilan yang diselenggarakan di seminari.
Aturan-aturan hidup dan kegiatan-kegiatan pembinaan aspek pembinaan
menanggapi panggilan merupakan stimulus bagi siswa yang menimbulkan
tanggapan tertentu dari siswa. Tanggapan siswa tersebut dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang dianutnya, kebutuhan-kebutuhannya dan berbagai pengalaman
masa lalunya. Tanggapan tersebut menghasilkan reaksi kognitif seperti
terbentuknya pengetahuan perseptual, dan reaksi afaktif yang mendorong
siswa untuk bertindak tertentu seperti mengikuti aturan-aturan harian serta
berbagai kegiatan pembinaan dalam aspek menanggapi panggilan.
d. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Intelektual
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan intelektual adalah
pandangan atau tanggapan para siswa seminari terhadap aturan-aturan hidup
harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam aspek-aspek pembinaan
intelektual yang diselenggarakan di seminari. Aturan-aturan hidup dan
kegiatan-kegiatan pembinaan aspek pembinaan intelektual merupakan
stimulus bagi siswa yang menimbulkan tanggapan tertentu dari siswa.
48
Tanggapan siswa tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya,
kebutuhan-kebutuhannya dan berbagai pengalaman masa lalunya. Tanggapan
tersebut menghasilkan reaksi kognitif seperti terbentuknya pengetahuan
perseptual, dan reaksi afaktif yang mendorong siswa untuk bertindak tertentu
seperti mengikuti aturan-aturan harian serta berbagai kegiatan pembinaan
dalam aspek pembinaan intelektual.
e. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Semangat Misioner (Kerasulan)
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan misioner adalah
pandangan atau tanggapan para siswa seminari terhadap aturan-aturan hidup
harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam aspek-aspek pembinaan
semangat misioner (kerasulan) yang diselenggarakan di seminari. Aturan-
aturan hidup dan kegiatan-kegiatan pembinaan aspek pembinaan misioner
merupakan stimulus bagi siswa yang menimbulkan tanggapan tertentu dari
siswa. Tanggapan siswa tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya,
kebutuhan-kebutuhannya dan berbagai pengalaman masa lalunya. Tanggapan
tersebut menghasilkan reaksi kognitif seperti terbentuknya pengetahuan
perseptual, dan reaksi afaktif yang mendorong siswa untuk bertindak tertentu
seperti mengikuti aturan-aturan harian serta berbagai kegiatan pembinaan
dalam aspek pembinaan misioner (kerasulan).
f. Persepsi Siswa Seminari terhadap Aspek Sikap Dialog Antar Umat Beragama.
Persepsi siswa seminari terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar
umat beragama adalah pandangan atau tanggapan para siswa seminari
terhadap aturan-aturan hidup harian dan kegiatan-kegiatan pembinaan dalam
49
aspek-aspek pembinaan dialog antar agama yang diselenggarakan di seminari.
Aturan-aturan hidup dan kegiatan-kegiatan pembinaan aspek pembinaan sikap
dialog antar umat beragama merupakan stimulus bagi siswa yang
menimbulkan tanggapan tertentu dari siswa. Tanggapan siswa tersebut
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya, kebutuhan-kebutuhannya dan
berbagai pengalaman masa lalunya. Tanggapan tersebut menghasilkan reaksi
kognitif seperti terbentuknya pengetahuan perseptual, dan reaksi afaktif yang
mendorong siswa untuk bertindak tertentu seperti mengikuti aturan-aturan
harian serta berbagai kegiatan pembinaan dalam aspek pembinaan sikap
dialog antar agama.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran tentang persepsi para siswa
SMA Seminari Menengah Sinar Buana tahun ajaran 2007/2008 terhadap aspek-aspek
pembinaan calon imam. Karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada
saat penelitian dilakukan. Tujuan penelitian deskriptif adalah meluk iskan variabel atau
kondisi apa adanya dalam suatu situasi (Ary, dkk, 2004: 447).
Penelitian ini menggunakan metode survei. Tujuan survei adalah mengumpulkan
informasi tentang variabel (Ary, dkk, 2004: 450). Variabel adalah atribut suatu obyek
yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lain (Sugiyono, 2008: 60). Variabel
dalam penelitian ini adalah persepsi siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar
Buana terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam. Survei yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah survei populasi. Survei populasi adalah survei yang mencakup
seluruh anggota dari kelompok yang diteliti (Ary,dkk, 2004: 451).
B. Populasi Penelitian
Populasi adalah semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau obyek (Ary, dkk,
2004:193). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian populasi yakni seluruh siwa kelas
I dan II SMA Seminari Sinar Buana tahun ajaran 2007/2008. Siswa kelas II adalah siswa
yang berasal dari kelas I SMA Seminari Menengah Sinar Buana. Siswa kelas I adalah
siswa yang berasal dari kelas III SMP dan KPB (Kelas Persiapan Bawah) Seminari
51
Menengah Sinar Buana. Rincian siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar
Buana yang dijadikan populasi penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008 sebagai populasi penelitian.
Berasal dari No Kelas
SMP KPB ∑
1 I 17 (71%) 7 (29%) 24 (100%) 2 II 23 (74%) 8 (26%) 31 (100%)
∑ 40 (73%) 15 (27%) 55 (100%)
Penelitian ini mengenai para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar
Buana. Mereka menjadi subyek penelitian ini karena: (1) belum pernah ada penelitian
yang dilaksanakan di SMA Seminari Menengah Sinar Buana, (2) mempunyai rencana
mengembangkan program pembinaan calon imam di Seminari Menengah.
C. Alat Penelitian
1. Kuesioner Persepsi Siswa
Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah alat
pengumpul data yang berbentuk pertanyaan yang akan diisi atau dijawab oleh
responden (Sugiyono, 2008:199). Kuesioner merupakan suatu cara
mengumpulkan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab
oleh orang yang dikenai, atau disebut responden (Walgito, 2003: 35). Kuesioner
dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang persepsi siswa kjelas I dan II SMA
Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam.
Kuesioner tersebut disusun oleh Emilianus Sarimas dalam skripsinya yang
berjudul : “Tingkat Persepsi Para Siswa Seminari Pius XII Kisol Keuskupan
Ruteng Tahun Ajaran 2005/2006 Terhadap Pembinaan Calon Imam”. Kuesioner
52
tersebut digunakan karena Seminari Menengah Sinar Buana dan Seminari Pius
XII Kisol berada dalam regio Nusa Tenggara, program pembinaan kedua seminari
tersebut disusun bersama oleh para pembina seminari Menengah se-Regio Nusa
Tenggara. Meskipun demikian ada perubahan pada item-item kuesioner yang
menggunakan kata “puas”. Kata “puas” diganti dengan kata “senang”. Alasan
perubahan ini adalah bahwa kata “senang” lebih mudah dipahami oleh para siswa.
Kata “puas” juga tepat untuk keadaan fisiologis sedangkan kata “senang” lebih
tepat untuk keadaan psikologis.
Kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian pertama memuat tujuan
kuesioner, petunjuk pengisian, identitas subyek penelitian. Bagian kedua memuat
pertanyaan-pertanyaan tentang persepsi siswa terhadap aspek-aspek pembinaan
calon imam. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terdiri dari 180 item. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut memuat pengalaman, pandangan dan tanggapan siswa
seminari tentang aspek-aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah
Sinar Buana, yakni: . Aspek-aspek pembinaan calon imam meliputi: aspek
pembinaan pribadi terdiri dari 33 item, aspek pembinaan hidup kristiani terdiri
dari 33 item, aspek pembinaan menanggapi panggilan terdiri dari 33 item, aspek
pembinaan intelektual meliputi 33 item, aspek pembinaan semangat misioner atau
kerasulan meluputi 30 item, aspek pembinaan sikap dialog antar umat beriman
meliputi 18 item. Unsur-unsur yang dinyatakan dalam tiap aspek pembinaan
diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2: Rincian aspek-aspek pembinaan Calon Imam dan nomor Item
53
NO ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM NOMOR ITEM I Pembinaan Pribadi-Sosial
A. Pemeliharaan diri 1,2,3,4,5,6 B. Pemeliharaan Lingkungan 7,8,9 C. Solidaritas 10,11,12,13,14,15 D. Relasi Sosial 16,17,18,19,20,21,
22,23,24,25,26,27
E. Komunikasi 28,29,30,31,32,33 II Pembinaan Hidup Kristiani
A.Bimbingan Rohani 34,35,36 B. Kitab Suci 37,38,39 C. Hidup Doa 40,41,42,43,44,45 D. Ekaristi 46,47,48 E. Sakramen Tobat 48,50,51 F. Rekoleksi/Retret 52,53,54 G. Doa rosario 55,56,57 H. Bacaan Rohani 58,59,60
I. Lagu-Lagu Gereja 61,62,63 J. Petugas Liturgi 64,65,66 III Pembinaan Menanggapi Panggilan
A. Kejujuran 67,68,69,70,71,72 B. Penerimaan Diri 73,74,75 C. Orientasi Komitmen 76,77,78,79,80,81 D. Orientasi Status/Fungsi 82,83,84 E. Pengenalan Cita-cita 85,86,87,88,89,90 F. Pengenalan Dunia 91,92,93
G. Tanggungjawab terhadap panggilan teman
94,95,96,97,98,99
IV Pembinaan Intelektual A. Pengetahuan akademis
1. Pengajaran di kelas 100.101,102, 103,104,105
2. Sikap dan cara belajar 106,107,108,109.110, 111,112,113,114,115, 116,117,118,119,120
B. Keterampilan 121,122,123,124,125, 126,127,128,129,130, 131,132
V Pembinaan Semangat Kerasulan/misioner A. Ambulasi/Pesiar 133,134,135,
136,137,138 B. Asi Panggilan dan aksi sosial
139,140,141,142,143, 144,145,146,147,148, 149,150
C. Mengenal dokumen-dokumen 151,152,153
54
D. Mengenal nilai-nilai budaya 154,155,156, 156,158,159
E. Katekese
160,161,162
VI Pembinaan sikap dialog antar umat beragama
A. Ajaran agama 163,164,165,166,167, 168,169,170,171
B. Relasi sosial 172,173,174,175,176, 177,178,179,180
Dalam aplikasinya, dapat ditemukan prespsi yang tinggi dan rendah. Yang
dimaksudkan dengan persepsi yang tinggi adalah persepsi positif ; artinya para
siswa memiliki pandangan, tanggapan dan penilaian yang baik terhadap aspek-
aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana. Sebaliknya,
persepsi yang rendah berarti persepsi negatif ; artinya para siswa memiliki
pandangan, tanggapan dan penilaian yang kurang/tidak baik terhadap aspek-
aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana.
2. Pengskoran Item Kuesioner
Pengskoran item kuesioner persepsi sebagai berikut: jawaban “selalu”
adalah 4, jawaban “banyak kali” adalah 3, jawaban “kadang-kadang” adalah 2,
jawaban “tidak pernah” adalah 1, kemudian dihitung jumlah seluruh skor untuk
tiap responden.
3. Reliabilitas dan Validitas Kuesioner
a. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat ukur tersebut
dalam mengukur apa saja yang diukur (Ary, 2004: 310). Reliabilitas
sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang
55
mengandung makna kecermatan pengukuran (Aswar, 2006: 83). Reliabilitas
kuesioner ditunjuk oleh koefisien reliabilitas. Mekanisme untuk memeriksa
reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan teknik belah dua
(Split Half Reliability). Pada teknik belah dua pengukuran dilakukan dengan
dua kelompok item yang setara pada saat yang sama. Setiap kelompok item
merupakan separuh dari seluruh item. Biasanya kelompok item pertama
diambil dari item-item yang bernomor gasal, sedangkan kelompok item kedua
diambil dari item-item yang bernomor genap (Djaali, 2000: 84).
b. Validitas Kuesioner
Validitas suatu alat ukur adalah derajat ketepatan dan ketelitian alat
tersebut untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur (Ary, 2004: 293). Validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah
validitas isi (Content validity). Validfitas isi menunjuk pada sejauh mana alat
ukur mencerminkan isi yang dikehendaki (Ary, 2004: 295). Validitas isi
dalam penelitian ini adalah persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari
Menengah Sinar Buana terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam.
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data biasanya dilakukan dengan melewati dua tahap, yaitu tahap uji
kuesioner dan tahap penelitian. Uji kuesioner bertujuan menguji taraf reliabilitas dan taraf
validitas kuesioner yang akan dijadikan alat penelitian. Oleh karena kuesioner penelitian
ini telah diuji taraf reliabilitas dan taraf validitasnya maka tahap uji kuesioner tidak
dilaksanakan lagi. Tahap penelitian dilaksanakan di Seminari Menengah Sinar Buana
56
pada tanggal 31 Mei 2008. Penelitian dilakukan untuk mengetahui persepsi siswa kelas I
dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek-aspek pembinaan calon
imam.
E. Analisa Data
1. Perhitungan Reliabilitas dan Validitas
Langkah- langkah menghitung reliabilitas dan validitas adalah:
a. Reliabilitas
Menghitung reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dilakukan melalui
langkah sebagai berikut: (1) Menghitung koefosien korelasi skor item ganjil-
genap dengan teknik korelasi Product-Moment dari Pearson (Hadi, 2004: 236)
dengan rumus sebagai berikut: YX
xy SDSDNxy
r..
Σ=
Keterangan rumus:
rxy = koefisien korelasi antara X dan Y
xy = product dari x kali y
SDx = Standar Deviasi dari variabel X
SDy = Stabdar Deviasi dari variabel Y
N = Jumlah subyek/populasi
(2) Menghitung koefisien reliabilitas kuesioner dengan mempergunakan
rumus Spearman-Brown: xy
xyxy r
rr
+=
1
)(2 (Ary, 2004:322).
Keterangan rumus:
rxy = koefisien reliabilitas X dan Y
rxy = koefisien ganjil-genap
57
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxy)
yang angkanya berada dalam rentangan dari 0,00 sampai dengan 1,00. Semakin
tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0,00
berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2006:83). Untuk memberi arti
terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh digunakan klasifikasi menurut
Garett (1967:176) sebagai berikut:
Tabel 3: Klasifikasi koefisien korelasi Gareth.
Koefisien Korelasi Klasifikasi 0,70-1,00 Tinggi-sangat tinggi 0,40- 0,70 Cukup 0,20-0,40 Rendah 0,00-0,20 Sangat rendah
b. Validitas
Untuk menghitung koefisien validitas menggunakan rumus:
xyt rr =α (Guiford, 1965: 443).
Keterangan rumus:
∞tr = Koefisien validitas.
rxy = Koefisien Korelasi.
Hasil perhitungan reliabilitas dan validitas kuesioner penelitian asli dan
kuesioner penelitian sesudah dimodifikasi disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4: Rincian Hasil Perhitungan reliabilitas dan validitas kuesioner Persepsi terhadap aspek-aspek pembinaan calon imam para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana tahun ajaran 2007/2008
58
Koefisien Penelitian sebelum Modifikasi Item
Penelitian Sesudah Modifikasi Item
rtt 0,97 0,98 rt ∞ 0,98 0,99
Dari tabel diatas disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukan
reliabilitas dan validitas kuesioner termasuk tinggi-sangat tinggi.
2. Mean
Perhitungan Mean menggunakan rumus Nx
MΣ
= (Ary, dkk, 2004: 158)
Keterangan:
M = Mean (Skor rata-rata)
N = Jumlah siswa
xΣ = Jumlah skor
Rumus ini digunakan untuk menghitung Mean skor persepsi siswa kelas I
dan II. Mean digunakan untuk menentukan tinggi rendah persepsi siswa.
Apabila skor persepsi siswa sama dengan nilai Mean atau di atas nilai Mean
termasuk dalam kategori tinggi. Apabila skor persepsi siswa di bawah nilai
Mean termasuk dalam kategori rendah.
3. Standar Deviasi
Perhitungan standar deviasi menggunakan rumus Nxy
SDΣ
= (Hadi,
2004:239).
4. Uji Hipotesis
Perhitungan uji hipotesis menggunakan rumus Chi kuadrat (Hadi, 2004:
266):
59
))()()(()( 2
2
DBCADCBABCADN
++++−
=χ
Untuk tabel yang selnya di bawah 10 dipakai Chi kuadrat koreksi Yates
dengan rumus:
{ }))()()((
2/)( 22
DBCADCBANBCADN
c ++++−
=χ (Gareth:1967:265).
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Kelas I dan II Seminari Menengah Sinar
Buana Tahun Ajaran 2007/2008 Terhadap Semua Aspek Pembinaan Calon
Imam.
Rentang skor keseluruhan adalah 423-677. Jumlah skor 31178. Dengan
jumlah populasi 55 orang maka diperoleh mean = 567. Rerata (mean) = 567 ini
menjadi patokan batas kategori tinggi dan rendah persepsi para siswa terhadap
semua aspek pembinaan calon imam. Apabila skor ≥ 567 maka termasuk
kategori tinggi. Apabila skor ∠ 567 maka termasuk kategori rendah. Gambaran
umum persepsi siswa kelas I dan II SMA terhadap aspek-aspek pembinaan calon
imam di Seminari Menengah Sinar Buana disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5: Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008
Kelas Persepsi
I II ∑
Tinggi 10 siswa (18,18%) 20 siswa (36,36 %) 30 siswa (54,55%) Rendah 14 siswa (25,45%) 11 siswa (20 %) 25 siswa (45,45%) ∑ 24 siswa (43,64%) 31 siswa (56,36%) 55 siswa (100%)
Berdasarkan data pada tabel di atas disimpulkan:
a. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
semua aspek pembinaan calon imam lebih banyak dari jumlah siswa kelas I
dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
61
b. Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap semua
aspek pembinaan calon imam lebih sedikit (lebih sedikit) daripada jumlah
siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah.
c. Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap semua
aspek pembinaan calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa kelas II
SMA yang mempunyai persepsi rendah.
2. Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Kelas I dan II Seminari Menengah Sinar
Buana Tahun Ajaran 2007/2008 terhadap tiap-tiap aspek pembinaan calon imam
disajikan dalam tabel berikut
Tabel 6: Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Secara Keseluruhan ( Kelas I dan II) SMA Seminari Terhadap Tiap-Tiap Aspek Pembinaan Calon Imam di Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008
Aspek-Aspek Pembinaan Calon Imam Persepsi
I II III IV V VI ∑
Tinggi 34 (61,8%)
27 (49%)
28 (51 %)
34 (61,8%)
33 (60%)
30 (54,5%)
186
Rendah 21 (38,2%)
28 (51%)
27 (49%)
21 (38,2%)
22 (40%)
25 (45,5%)
144
∑ 55 55 55 55 55 55 330
Berdasarkan data pada tabel di atas disimpulkan:
a. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan pribadi calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa
kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
b. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan hidup kristiani calon imam lebih sedikit (lebih kecil)
daripada jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
62
c. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam lebih banyak daripada
jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
d. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan intelektual calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa
kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
e. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan semangat misioner calon imam lebih banyak daripada
jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
f. Jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam lebih banyak
daripada jumlah siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
3. Gambaran umum persepsi para siswa tiap kelas (kelas I dan II) SMA Seminari
Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008 terhadap masing-masing aspek
pembinaan calon imam disajikan dalam tabel berikut
Tabel 7: Gambaran Umum Persepsi Para Siswa Tiap Kelas (Kelas I dan II) SMA Seminari Terhadap Masing-Masing Aspek Pembinaan Calon Imam di Seminari Menengah Sinar Buana Tahun Ajaran 2007/2008
Aspek-Aspek Pembinaan Calon Imam
I II III IV V VI Kelas
(SMA) R T R T R T R T R T R T
∑
I 10 14 12 12 15 9 10 14 14 10 14 10 144 II 11 20 16 15 12 19 11 20 8 23 11 20 186 ∑ 21 34 28 27 27 28 21 34 22 33 25 31 330
63
Berdasarkan data pada tabel di atas disimpulkan:
a. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan pribadi:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan pribadi calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa
kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah.
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan pribadi calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa
kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
b. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan hidup kristiani calon imam:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan hidup kriatiani calon imam tidak lebih daripada jumlah
siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah.
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan hidup kristiani calon imam lebih sedikit (lebih kecil)
daripada jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
c. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam lebih sedikit (lebih
kecil) daripada jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi
rendah.
64
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam lebih banyak
daripada jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
d. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menenga h Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan intelektual calon imam lebih banyak daripada jumlah
siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah.
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan intelektual calon imam lebih banyak daripada jumlah
siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
e. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan semangat misioner calon imam:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan semangat misioner calon imam lebih sedikit (lebih kecil)
daripada jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah.
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan semangat misioner calon imam lebih banyak daripada
jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi rendah.
f. Persepsi para siswa kelas I dan II SMA Seminari Menengah Sinar Buana
terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam:
1) Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam lebih
65
sedikit (lebih kecil) daripada jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai
persepsi rendah.
2) Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam lebih
banyak daripada jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi
rendah.
4. Uji Hipotesis
a. Hipotesis 1
Hipotesis Penelitian
Persepsi para siswa kelas II terhadap aspek pembinaan pribadi calon imam lebih
tinggi daripada persepsi para siswa kelas I SMA Seminari Menengah Sinar Buana
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan pribadi calon imam lebih tinggi
daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan pribadi calon imam tidak lebih tinggi
daripada jumlah siswa kelas I SMA
Tabel 8: Nilai-Nilai Statistik Uji Hipotesis Persepsi Para Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Pribadi
Klasifikasi Kelas
Rendah Tinggi ∑
I 10 (A) 14(B) 24 II 11(C) 20(D) 31 ∑ 21 34 55
66
Nilai χ 2 empiris = 0,22. Nilai χ 2 tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat
kebebasan (db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841. Berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan pribadi antara
kelas I dan kelas II. Dengan demikian hipotesis nol diterima dan hipotesis
statistik ditolak. Jadi, persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan pribadi
calon imam tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
b. Hipotesis 2
Hipotesis Penelitian
Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan hidup kristiani calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA.
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan hidup kristiani calon imam.lebih
tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan hidup kristiani calon imam tidak
lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Tabel 9: Nilai-Nilai Statistik Uji Hipotesis Persepsi Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Hidup Kristiani
Klasifikasi Kelas
Rendah Tinggi ∑
I 12 (A) 12 (B) 24 II 16 (C) 15 (D) 31 ∑ 28 27 55
67
Nilai χ 2 empiris = 0,01. Nilai χ 2 tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat
kebebasan (db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841. Berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan hidup kristiani
antara kelas I dan kelas II. Dengan demikian hipotesis nol diterima dan hipotesis
statistik ditolak. Jadi, persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan hidup
kristiani calon imam tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
c. Hipotesis 3
Hipotesis Penelitian
Persepsi para siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap
aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam lebih tinggi daripada
persepsi para siswa kelas I SMA.
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menenga h Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam
lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan calon imam
tidak lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Tabel 10: Nilai-nilai statistik Uji Hipotesis Persepsi Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Menanggapi Panggilan
Klasifikasi Kelas
Rendah Tinggi ∑
I 15 (A) 9 (B) 24 II 12 (C) 19 (D) 31 ∑ 27 28 55
68
Nilai χ 2 empiris = 2,18. Nilai χ 2
tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat
kebebasan (db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841. Berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan menanggapi
pangilan antara kelas I dan kelas II. Dengan demikian hipotesis nol diterima dan
hipotesis statistik ditolak. Jadi, persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan
menanggapi panggilan calon imam tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa
kelas I.
d. Hipotesis 4
Hipotesis Penelitian
Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan intelektual calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I SMA.
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam lebih tinggi
daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam tidak lebih
tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Tabel 11: Nilai-nilai Statistik Uji Hipotesis Persepsi Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Intelektual
69
Klasifikasi Kelas Rendah Tinggi
∑
I 10 (A) 14 (B) 24 II 11 (C) 20 (D) 31 ∑ 21 34 55
Nilai χ 2 empiris = 0,22 Nilai χ 2 tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat kebebasan
(db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841 . Berarti tidak ada perbedaan yang
signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan intelektual antara kelas I dan kelas
II. Dengan demikian hipotesis nol terima dan hipotesis statistik ditolak. Jadi,
persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam tidak
lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
e. Hipotesis 5
Hipotesis Penelitian
Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan semangat misioner calon imam lebih tinggi daripada siswa kelas I
SMA.
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan semangat misioner calon imam lebih
tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan semangat misioner calon imam tidak
lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
70
Tabel 12: Nilai-nilai Statistik Uji Hipotesis Persepsi Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Semangat Misioner.
Klasifikasi Kelas
Rendah Tinggi ∑
I 14 (A) 10 (B) 24 II 8 (C) 23 (D) 31 ∑ 22 33 55
Nilai χ 2 empiris = 4,68. Nilai χ 2 tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat
kebebasan (db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841. Berarti ada perbedaan
yang signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan semangat misioner antara
kelas I dan kelas II. Dengan demikian hipotesis nol ditolak dan hipotesis statistik
diterima. Jadi, persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan semangat
misioner calon imam lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
f. Hipotesis 6
Hipotesis Penelitian
Persepsi siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek
pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam lebih tinggi daripada
siswa kelas I SMA.
Hipotesis Statistik
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama
calon imam lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Hipotesis Nol
71
Jumlah siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana dalam tingkat
persepsi terhadap terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama
calon imam tidak lebih tinggi daripada jumlah siswa kelas I SMA.
Tabel 13: Nilai-nilai Statistik Uji Hipotesis Persepsi Siswa Terhadap Aspek Pembinaan Sikap Dialog Antar Umat Beragama.
Klasifikasi Kelas
Rendah Tinggi ∑
I 14 (A) 10 (B) 24 II 11 (C) 20 (D) 31 ∑ 25 30 55
Nilai χ 2 empiris = 2,85. Nilai χ 2 tabel (Chi Kuadrat tabel) dengan derajat
kebebasan (db) = 1 untuk taraf signifikan 5% = 3,841. Berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan persepsi terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar
umat beragama antara kelas I dan kelas II. Dengan demikian hipotesis nol
diterima dan hipotesis statistik tolak. Jadi, persepsi siswa kelas II terhadap aspek
pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon imam tidak lebih tinggi
daripada persepsi para siswa kelas I.
B. Pembahasan
Hasil penelitian uji hipotesis menunjukan bahwa: Pertama, persepsi para
siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan
pribadi, aspek pembinaan hidup kristiani, aspek menanggapi panggilan, aspek
pembinaan intelektual dan aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama calon
imam tidak lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I. Kedua, persepsi para
siswa kelas II SMA Seminari Menengah Sinar Buana terhadap aspek pembinaan
semangat misioner lebih tinggi daripada persepsi para siswa kelas I.
72
Pembahasan mengenai hasil-hasil penelitian disajikan sebagai berikut :
1. Persepsi para siswa kelas II terhadap aspek pembinaan pribadi calon imam tidak
lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena sebagian besar siswa kelas I dan II SMA
Seminari Menengah Sinar Buana berusia 16-18 tahun. Dalam rentang usia ini
mereka mengalami proses perubahan dalam diri yang nampak dalam
pertumbuhan fisik, perkembangan emosional, moral dan sosial. Secara umum,
dalam masa remaja awal (12/13-17/18 tahun) terjadi pertumbuhan yang sangat
pesat (Mappiare, 1982: 48). Bahkan dalam rentang usia ini menurut Hurlock
(1978: 114) remaja mengalami “ledakan pertumbuhan pubertas” yang nampak
dalam perubahan ukuran dan proporsi tubuh. Pertumbuhan fisik ini terarah
kepada kematangan biologis. Pertumbuhan fisik ini mempengaruhi
perkembangan psikologi (Sobur, 2003: 130). Misalnya, bertambahnya fungsi
otak memungkinkan anak untuk memperluas pengetahuan, memperluas
pergaulan secara tepat. Menurut Hurlock (1978: 213), perkembangan emosi
dipengaruhi oleh faktor pematangan (maturation) dan faktor belajar dan tidak
semata-mata bergantung pada salah satunya. Perkembangan fungsi otak
memungkinkan seseorang dapat mengetahui, mengingat mengerti suatu
rangsangan mempengaruhi reaksi emosional. Sedangkan, proses dan hasil
belajar amat menunjang perkembangan emosi seseorang. Ekspresi emosi
ditentukan faktor internal (pertimbangan dan keputusan pribadi) dan eksternal
(misalnya pengaruh orang tua, teman sebaya, guru,dll). Menurut Mitchell
(Hurlock, 1980: 225), perkembangan moral yang harus dilakukan remaja adalah:
73
pandangan moral individu makin lama makin lebih abstrak, keyakinan moral
lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, penilaian
moral makin kognitif dan kurang egosentris, penilaian moral merupakan bahan
emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis. Perkembangan sosial remaja
nampak dalam penyesuaian sosial. Dalam proses penyesuaian sosial ini kuat
pengaruh teman atau kelompok sebaya, kelompok sosial yang baru, nilai-nilai
baru dalam persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial,
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1980:213).
Sebagai remaja siswa kelas I dan II SMA Seminari semakin mengenal
dirinya. Mereka mengenal kemampuan dan kelemahan dirinya. Mereka
mengarahkan diri untuk mengembangkan dan memelihara identitas dirinya.
Mereka pun semakin menyadari makna dan tujuan serta keputusan hidupnya. Ia
mengembangkan sifat-sifat pribadi yang diinginkannya. Selain itu mereka
semakin memperhatikan nilai-nilai, norma-norma, etika yang berlaku dalam
lingkungan sosialnya
Sebagian besar siswa kelas I dan II SMA Seminari telah cukup lama
mengalami berbagai pembinaan pribadi. Sebagian besar siswa kelas I berasal
dari SMP Seminari. Kegiatan pembinaan pribadi dilaksanakan bagi seluruh
siswa tanpa membedakan kelas siswa. Maka selama tinggal di Seminari para
siswa semakin berkembang persepsi terhadap pembinaan pribadi calon imam di
Seminari. Proses pendidikan di Seminari memberi kesempatan kepada siswa
Seminari untuk mengembangkan pribadinya. Rentang waktu para siswa SMA
antara 1-3 tahun memberi kesempatan bagi pengenalan, pengembangan dan
74
pemeliharaan terhadap pribadi siswa tanpa kecuali. Pembinaan pribadi siswa di
Seminari merupakan pembinaan yang berkaitan dengan diri internal siswa yang
nampak dalam aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan pembinaan pribadi. Aturan-
aturan dan kegiatan-kegiatan pembinaan pribadi tersebut meliputi: (a) kegiatan
pemeliharaan diri seperti: makan-minum, mandi, tidur, olahraga, kerja, rekreasi;
(b) kegiatan pemeliharaan lingkungan seperti: membersihkan kamar-kamar,
ruang-ruang, menanam dan memeliharan bunga dan pepohonan, menata taman;
(c) membangun sikap solidaritas seperti: mengunjungi teman yang sakit,
menolong teman yang berkekurangan dan mengalami masalah; (d) membangun
relasi sosial seperti menjalin hubungan rengan teman sesama seminaris, menjalin
hubungan teman bukan siswa seminari, menjalin relasi dengan lawan jenis; (e)
menjalin komunikasi seperti bercakap-cakap, berdiskusi.
Pelaksanaan aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan agar
baik para siswa kelas I maupun para siswa kelas II SMA Seminari semakin
mengenal diri dan memahami lingkungan hidup sebagai calon imam. Dengan
pengenalan diri dan lingkungan tersebut para siswa mengembangkan dan
menggunakan berbagai kemampuannya untuk berkembang menjadi pribadi utuh
yang memiliki tanggungjawab, inisiatif, kreativitas, jujur, tekun, komunikatif
dan solider.
2. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan hidup kristiani calon imam
tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I
Hal ini kiranya terjadi karena pembinaan hidup kristiani merupakan suatu
proses yang berkelanjutan; artinya pembinaan hidup kristiani di Seminari
75
merupakan kelanjutan dari pembinaan hidup kristiani dalam keluarga dan
lingkungan siswa sebelum masuk di Seminari. Pembinaan hidup kristiani
dilaksanakan “tanpa mengabaikan pengalaman manusiawi dan hubungan
keluarga mereka” (Driyanto, 2001:40). Pembinaan hidup kristiani di Seminari
tidak dimulai dari nol; artinya sebelum masuk di Seminari para siswa mengalami
pembinaan dan dinamika kehidupan kristiani di dalam keluarga dan lingkungan
tempat tinggal mereka. Pembinaan hidup kristiani tersebut dilanjutkan di
Seminari sehingga para siswa memiliki kehidupan rohani yang baik. Semua
siswa dituntut untuk mengembangkan pola kehidupan kristiani dalam dirinya.
Selain itu pembinaan hidup kristiani yang dilaksanakan di Seminari Menengah
Sinar Buana yang bercorak kolektif; artinya pembinaan dilakukan dengan
mengikuti secara bersama-sama aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang telah
ditentukan, berlaku untuk semua kelas dan terarah kepada pengembangan diri
menjadi imam.
Pembinaan hidup kristiani di Seminari Menengah Sinar Buana nampak
dalam aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan rohani yang kebanyakan
dilaksanakan secara kolektif seperti bimbingan rohani pribadi, membaca dan
merenungkan kitab suci, doa pribadi dan doa bersama, perayaan ekaristi, ibadat
tobat dan pengakuan dosa, rekoleksi dan retret, doa rosario, bacaan rohani,
latihan lagu- lagu gerejani, menjalankan tugas-tugas liturgis seperti lektor, koster,
organis, dan lain- lain.
Pembinaan hidup kristiani yang bercorak berkelanjutan dan kolektif serta
terarah kepada pembentukan hidup rohani calon imam menjadi sarana dan
76
kesempatan bagi siswa Seminari untuk membentuk persepsi mengenai
kehidupan kristiani seorang calon imam. Persepsi siswa seminari terhadap hidup
kristiani semakin obyektif dan berkembang ke arah kesadaran akan tuntutan
hidup rohani seorang calon imam. Persepsi tersebut semakin mengembangkan
kehidupan rohani siswa.
3. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan calon
imam tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena pembinaan menanggapi panggilan
dilaksanakan agar para siswa semakin menyadari dan menjawabi panggilan
Tuhan secara terus-menerus. Pembinaan menanggapi panggilan ditujukan dan
dilaksanakan baik untuk kelas I maupun untuk kelas II SMA. Siswa kelas I dan
II SMA dibina dan diarahkan kepada pilihan menjadi imam. Pembinaan tersebut
meliputi pengembangan sikap kejujuran, penerimaan diri, orientasi komitmen,
pengenalan cita-cita dan tanggungjawab terhadap panggilan teman. Setiap dan
semua siswa dibantu untuk semakin mengenal, menyadari panggilannya dan
menanggapinya secara secara jujur untuk membangun dirinya sesuai dengan
panggilannya. Dengan mengenal diri dan panggilan para siswa memiliki dasar
yang kuat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menanggapi panggilan
Tuhan.
Menurut Konseng (1995), kata ‘panggilan’ dalam gereja katolik
menunjukankan hasrat dan keinginan seseorang untuk mengabdikan hidupnya
bagi pelayanan kepada Allah sebagai imam atau religius (Sarimas, 2006:72).
Keinginan seseorang untuk mengabdikan hidup sebagai imam atau religius
77
dipupuk, dibina dan dikembangkan di Seminari. Pembinaan menanggapi
panggilan di Seminari membantu siswa untuk menyadari, menanggapi panggilan
Tuhan dan menerima berbagai konsekuensi dari panggilan tersebut, sebagaimana
dikatakan penulis injil Matius : ”Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (16:24).
4. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam tidak
lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya didukung oleh upaya pihak lembaga Seminari dan siswa
sendiri untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan intelektual siswa.
Kemampuan intelektual dan upaya pribadi siswa untuk meningkatkan
kemampuan intelektual merupakan tuntutan penting dan pokok menjadi imam.
Tuntutan tersebut berlaku wajib bagi siswa kelas I dan II SMA serta bagi
seluruh siswa Seminari. Siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang
memadai dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh
karena itu setiap siswa terdorong untuk belajar sungguh-sungguh agar memenuhi
tuntutan tersebut. Hal ini penting selain untuk memenuhi syarat akademis juga
untuk mengantisipasi tuntutan tugas pewartaan kelak sebagai imam.
Pembinaan intelektual yang dilaksanakan di Seminari Menengah Sinar
Buana meliputi bidang akademik dan bidang keterampilan. Pembinaan
intelektual dalam bidang akademik membantu siswa memiliki pengetahuan
relevan dengan tugas sebagai imam, memiliki pemahaman yang mendalam
sesuai jenjang pendidikan dan mempunyai disiplin belajar yang baik. Pembinaan
intelektual ini nampak dalam pengajaran di kelas serta pengembangan sikap dan
78
cara belajar yang efektif. Pembinaan intelektual dalam bidang keterampilan
bertujuan mengembangkan kreativitas, bakat dan minat siswa Seminari yang
mendukung pelayanan imam di kemudian hari. Tujuan ini dilaksanakan melalui
berbagai kegiatan terbimbing seperti berpidato, musik dan paduan suara, orkes,
tari, menulis dan mengarang, pertukangan praktis, drama, olah raga.
5. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan semangat misioner calon
imam lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena pembinaan semangat kerasulan pada kelas II
SMA berjalan dengan seiring dengan kesadaran dan tanggapan akan panggilan
Tuhan sebagai calon imam. Sebagai bentuk konkrit pembinaan semangat
kerasulan tersebut para siswa kelas II SMA lebih diarahkan dan dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan doa dan katekese di lingkungan, mengkoordinir kegiatan-
kegiatan aksi panggilan dan aksi sosial, memimpin kegiatan-kegiatan doa dan
katekese di Seminari, membuat laporan- laporan tentang kunjungan umat.
Pada dasarnya sebagai orang kristiani setiap siswa memiliki semangat
merasul melalui karya kerasulan yang bersifat umum dan sama bagi semua
siswa. Hal ini didorong oleh semangat injil :”...pergilah dan jadikanlah semua
bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus”(Mat 28:16). Para siswa sebagai calon imam pun dibina untuk siap
menjalankan tugas kerasulan ini. Siswa Seminari sejak awal masa pendidikan di
Seminari ditanamkan kesadaran dan semangat kerasulan.
Pembinaan semangat kerasulan di Seminari meliputi pelaksanaan aturan-
aturan dan kegiatan-kegiatan seperti: kunjungan kepada umat baik secara pribadi
79
maupun secara kelompok, melakukan aksi-aksi panggilan dan sosial,
mempelajari dokumen-dokumen gereja tentang kerasulan kegeja,
memperkenalkan budaya-budaya daerah dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, melaksanakan kegiatan-kegiatan katekese di seminari.
6. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat
beragama calon imam tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa
kelas I.
Hal ini kiranya didukung oleh latar belakang keluarga siswa yang
majemuk baik dalam keluarga keluarga inti maupun dalam keluaga besar
sehingga siswa mengenal iman dan kehidupan umat beragama lain. Para siswa
tinggal di Seminari yang berada dalam lingkungan majemuk sehingga
memungkinkan siswa menjalin relasi dengan orang yang memeluk agama lain.
Pembinaan sikap dialog antar umat beragama di Seminari dilaksanakan
untuk membantu siswa mengenal dan toleran dengan ajaran agama lain serta
membangun relasi dengan umat beragama lain. Oleh karena itu para siswa kelas
I dan II SMA selalu didorong untuk menjalin hubungan dan membangun dialog
dengan umat beragama lain. Para siswa mengikuti kegiatan kunjungan ke tempat
ibadat agama lain, terlibat dalam kegiatan ekumene; misalnya: membawakan
paduan suara (koor) di Gereja Kristen Sumba (GKS), terlibat kegiatan bersama
dengan remaja-remaja yang beragama lain terutama pada hari raya agama lain.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap 55 orang siswa kelas I dan II SMA Seminari
Menengah Sinar Buana Weetebula tahun ajaran 2007/2008 dan pembahasan yang
telah dikemukakan maka diperoleh gambaran umum tingkat persepsi sebagai
berikut:
1. Jumlah para siswa kelas I dan II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap
semua aspek pembinaan calon imam lebih banyak dari jumlah siswa kelas I dan
II yang mempunyai persepsi rendah.
2. Jumlah siswa kelas I SMA yang mempunyai persepsi rendah terhadap semua
aspek pembinaan calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa kelas I SMA
yang mempunyai persepsi tinggi.
3. Jumlah siswa kelas II SMA yang mempunyai persepsi tinggi terhadap aspek-
aspek pembinaan calon imam lebih banyak daripada jumlah siswa kelas II SMA
yang mempunyai persepsi rendah.
Selain itu uji hipotesis menunjukan bahwa:
1. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan pribadi calon imam tidak
lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini terjadi karena baik siswa kelas I maupun kelas II SMA mengalami
proses pembinaan pribadi di Seminari. Sebagian besar (70 %) siswa kelas I
berasal dari SMP Seminari sehingga proses pembinaan diri sudah dialami
81
dalam waktu yang relatif lama. Selain itu usia kels II dan Ii SMA tidak terpaut
jauh yakni 16-18 tahun.
2. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan hidup kristiani calon imam
tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena baik kelas I maupun kelas II mengalami
pembinaan hidup kristiani secara berkelanjutan dan kolektif di Seminari.
3. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan menanggapi panggilan calon
imam tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena baik kelas I maupun kelas II SMA Seminari telah
dituntut dan diarahkan kepada cita-cita menjadi imam.
4. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan intelektual calon imam tidak
lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini terjadi karena baik kelas I maupun kelas II SMA dituntut (wajib)
memenuhi tuntutan akademik Seminari untuk menjadi imam.
5. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan semangat misioner calon
imam lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa kelas I.
Hal ini kiranya terjadi karena kelas II SMA Seminari lebih banyak diarahkan
dan dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan kerasulan/misioner seperti doa dan
katekese baik di Seminari maupun di lingkungan, mengkoordinir kegiatan aksi
panggilan dan sosial, membuat laporan- laporan tentang aksi dan kunjungan
umat.
82
6. Persepsi siswa kelas II terhadap aspek pembinaan sikap dialog antar umat
beragama calon imam tidak lebih tinggi daripada tingkat persepsi para siswa
kelas I.
Hal ini terjadi kiranya karena baik kelas I maupun kelas II berasal dari
keluarga majemuk. Selain itu lingkungan yang majemuk di sekitar Seminari
memungkinkan mereka mengembangkan relasi dengan umat beragama lain.
Mereka juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan lintas agama seperti aksi
sosial, ibadat bersama, dan lain- lain.
B. Saran
Berkaitan dengan penelitian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Program pembinaan di SMA Seminari Menengah Sinar Buana perlu
dirumuskan dalam aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang terarah dan
terpusat pada upaya membantu para siswa untuk mencapai persepsi yang baik
dan benar terhadap semua aspek pembinaan calon imam. Program pembinaan
perlu dirumuskan secara jelas dan dilaksanaan secara utuh dan berkelanjutan
dalam pembinaan pribadi, hidup kristiani, menanggapi panggilan, intelektual,
semangat misioner dan sikap dialog antar agama secara kelompok bagi kelas I
dan II SMA. Secara khusus perlu ditingkatan kegiatan pembinaan hidup
kristiani bagi kelas I dan II, pembinaan menanggapi panggilan dan sikap dialog
antar umat beragama bagi kelas I. Seluruh pelayanan bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier yang dilaksanakan
secara klasikal perlu juga dirumuskan dan dijalankan secara integral dan
berkelanjutan. Dengan demikian para siswa dibantu untuk semakin mengenal
83
dan mengembangkan diri serta memantapkan pilihan. Kegiatan bimbingan
yang dilaksanakan secara klasikal perlu dilanjutkan dengan konseling pribadi.
2. Lembaga Seminari perlu mengembangkan kerjasama seluruh komponen
pendidikan di Seminari dan pihak-pihal lain yang dapat dilibatkan dengan cara
masing-masing. Dengan demikian seluruh program pembinaan dapat
dilaksanakan secara integral.
3. Pembinaan para siswa menuntut perlu dilaksanakan secara berkualitas dan
profesional. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kualitas pribadi dan profesional
para pembina bagi pengetahuan, keterampilan maupun kepribadian. Untuk itu
diperlukan usaha “bina lanjut” bagi para pembina /guru secara teratur.
84
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu. 2003. Psikologi Umum. Cetakan ke-3. Jakarta: Rineka Cipta.
Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Ary, Donald, dkk. 2004. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Terjemahan Arief
Furchan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Atkinson, Rita L., dkk. tanpa tahun. Pengantar Psikologi. Jilid 1. Edisi kesebelas.
Penerjemah Widjaja Kusuma. Batam: Interaksara.
Azwar, Saifuddin. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
---------------------. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baan, A.G. 1979. Imam dan Calon Imam Di Indonesia. SPEKTRUM. No. 2. Jakarta:
Dokpen MAWI.
Banawiratma, J.B. 1987. Visi Imamat Sebagai Dasar Pendidikan Seminari. ORIENTASI
BARU. No. 1. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Filsafat dan Sosiologi
Pendidikan Program Studi Teologi IKIP Sanata Dharma.
Betu, Kristoforus. 2000. Persepsi Siswa Seminarti Menengah Atas Terhadap Pembinaan
Diri Calon Imam. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Briere, Emile. 2003. Imam Membutuhkan Imam, terjemahan F. Hardjodirono, CM.
Malang: Dioma.
Clark, Matthew H. 2002. Imamat dan Selibat. Dalam Goergen, Donald J (editor). Imam
Masa Kini.Terjemahan Konred Kebung. Ende: Ledalero.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
85
Djaali, H, dkk. 2000. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Driyanto, Y. (Editor) 2001. Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia Bagian
Seminari Menengah. Jakarta: Komisi Seminari KWI.
Fuellenbach, John. 2004. Mewartakan Kerajaan Allah. Cetakan I. Ende: Nusa Indah.
Fuster, J.M. 1985. Teknik Mendewasakan Diri, Tumbuh dan Berkembang Dalam Iman.
Yogyakarta: Kanisius.
Garett, Henry E. 1967. Statistics In Psychology and Education. London: Longmans
Green and Co LTD.
Gitowiratno, St. Menggagas Pendidikan Imam Jaman Sekarang. ROHANI. No.07 tahun
ke-47. Juli 2000.
Guilford, JP. 1965. Fundamental Statistics in Psychology and Education. Tokyo:
Kogakushu Company Ltd.
Habeahan, Salman. 2006. Membangun Hidup Berpolakan Pribadi Yesus. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama.
Hadi, Sutrisno. 2000. Statisti. Jilid 2. Yogyakarta: Andi
Hardawiryana, R. (Penerjemah). 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor.
Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Heuken, A. 1994. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Cipta Loka Caraka
Heuken, Adolf, dkk. 2002. Tantangan Membina Kepribadian. Jakarta: Cipta Loka
Caraka
86
Hill, J. 1987. The Real Troble With Seminaries. Priest of People. Volume 1 No.4.
Durham; The Tablet.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jilid 1. Terjemahan Meitasari
Tjandrasa. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B. tanpa tahun. Perkembangan Anak. Jilid 2. Terjemahan Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elisabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo.
Jakarta: Erlangga.
Irwanto, dkk. 1989. Psikologi Umum. Jakarta: Gramedia.
Komisi seminari KWI. 1987. Pedoman Dasar Pembinaan Imam di Indonesia. Jakarta:
Departemen Dokpen KWI.
Krisnamurti. 2001. KPP dan KPA perlu nggak sih?.
http://krisnaster.blogspot.com/2001_03_01_archive.html
Kusumawanta, D. Gst. Bgs. 2007. Kompendium Laporan Kegiatan Komisi Seminari KWI
Tahun 2003-2006. Jakarya: Komisi Seminari KWI.
Leteng, Hubertus. 2003. Spiritualitas Imamat Motor Kehidupan Imam. Maumere:
Ledalero.
Liem, Yani Mulia. 2006. Pengaruh Buku Cerita Bergambar Terhadap Pemahaman
Cerita Anak Usia 8-9 Tahun. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Meier, Paul dan Meier Jan. 2001. Menjadi Remaja Yang Bahagia. Yogyakarta: Yayasan
Andi.
87
Mulyono, 1978. Masalah Persepsi. ANDA. Volume 19. Jakarta: Yayasan Bina Psikologi.
Mulyono, YR. 2007. Melacak Identitas Imamat. PRESBYTERIUM. Jakarta: Komisi
Seminari KWI.
Nugroho, Ag. Surya. Refleksi Tentang Pendidikan Imam. ROHANI. No. 07. tahun ke-47.
Juli 2000.
Patris, Pa. Menanamkan Semangat Misioner Di Seminari. MISSIO KKI. 21 Oktober
2007. Jakarta: Karya Kepausan Indonesia.
Paus Benediktus XVI. Gereja Bagi Seluruh Dunia. MISSIO KKI. 21 Oktober 2007.
Jakarta: Karya Kepausan Indonesia.
Paus Yohanes paulus II. 1992. Pastores Dabo Vobis, Gembala-Gembala Akan Kuangkat
Bagimu. Terjemahan R. Hardawiryana. Jakarta: Departemen Dokpen KWI.
Philibert, Paul J. 2002. Imamat dalam Konteks Hidup Membiara. Dalam Goergen,
Donald J (editor). Imam Masa Kini. Terjemahan Konrad Kebung. Ende: Ledalero.
Ponomban, Terry. 2007. Seminari: Apa Ini Apa Itu. http://yesaya.indocell.net/id766.htm
Prama, Gede. 2006. Dengan Hati Menuju Tempat Tertinggi, Menemukan Kehidupan
Tertinggi Melalui Jendela Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Prasetya, F. Mardi. Psikologi Hidup Rohani. Jilid 2, Yogyakarta: Kanisius.
Prasetya, F. Mardi. Unsur-Unsur Hakiki dalam Pembinaan. Jilid 2, Yogyakarta:
Kanisius.
Prent, K. dkk.. 1969. Kamus Latin – Indonesia. Semarang: Jajasan Kanisius.
Purnomo, Aloys Budi. 2003. Sapta Karunia Bagi Kita. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama.
88
Rapat Pimpinan Seminari Menengah. 1978. Keputusan Sidang Seminari Menengah Se-
Nusa Tenggara tentang Garis-Garis Besar Pola Pendidikan dan Pembinaan Siswa-
Siswa Seminari Menengah Se-Nusa Tenggara. Ledalero: Seminari Tinggi Santo
Paulus.
Reiss, Michail dan Halstead, J. Mark. 2006. Pendidikan Seks Bagi Remaja, terjemahan
Kuni Khairun Nisak. Yogyakarta: Alenia Press.
Sando, John Kota. (editor). 2007. Buku Kenangan 40 Tahun Seminari Menengah Sinar
Buana. Weetebula: Seminari Menengah Sinar Buana.
Sarimas, Emilianus. 2006. Tingkat Persepsi Para Siswa Seminari Pius XII Kisol
Keuskupan Ruteng Tahun Ajaran 2005/2006 Terhadap Pembinaan Calon Imam.
(Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-Model Keribadian Sehat.
Terjemahan Yustinus. Yogyakarta: Kanisius.
Setyawan, A. Studi Oke, Panggilan Oke. ROHANI. No 11. Tahun ke-50. Nopember 2003.
Sidang MAWI. 1977. Pendidikan Pastoril Para Calon Imam di Indonesia. Jakarta:
Departemen Dokpen MAWI.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Staf Kepamongan Medan Utama. 1996. Follow Me, Langkah-Langkah Kecil Pergumulan
Panggilan Seminari Medan Utama 1995-1996. Magelang: Seminari Menengah
Mertoyudan.
Su’adah. 2003. Pengantar Psikologi. Malang: UMM Press.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
89
Suharman, Th. Maman. 2007. Melacak Identitas Imamat. PRESBYTERIUM. Jakarta:
Komisi Seminarri KWI.
Suyitno, S. Benarkah Panggilan Religius Menurun? ROHANI. No. 09. September 2005.
Yogyakarta: Kanisius.
Tierney, Terence. 2002. Should You Become A Priest? Menjadi Pastor Mengapa Tidak?
Terjemahan Johni Hartono. Yogyakarta: Kanisius.
The Chatolic Encyclopedia For Shcool and Home. 1965. New York: Grolier
Incorporated.
Venantius, Qwei. 2007. Pendidikan dan Pembinaan Seminari Ke Depan:
http://seminaripem.wordpress.com/2007/06/08/pendidikan-dan-pembinaan-
seminaris-ke-depan/
Verhoeven, Th.L. dan Carvello , Marcus. 1969. Kamus Latin-Indonesia. Ende: Nusa
Indah.
Walgito, Bimo. 1989. Pengantar Psikologi Umum. Edisi pertama. Yogyakarta: Andi
Offset.
-----------------. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Edisi keempat. Yogyakarta: Andi.
-----------------. 2003. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi.
Walizae, Michael H dan Wiener, Paul L. 1987. Metode dan Analisis Penelitian Mencari
Hubungan. Jilid 2. Terjemahan Arif Sukadi Sadiman. Jakarta: Erlangga.
White, Ellen G. 2005. Membina Anak Yang Bertanggungjawab. Terjemahan Bahasa
Sumarna. Bandung: Indonesia Publishing House.
1
Lampiran 1 KUESIONER
PERSEPSI TERHADAP ASPEK-ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM KELAS I DAN II SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA
WEETEBULA TAHUN AJARAN 2007/2008
A. PENDAHULUAN Seminari Menengah adalah tempat mendidikan calon imam pada tingkat sekolah
menengah. Para siswa mengalami pembinaan dalam aspek-aspek pembinaan, yaitu: aspek pembinaan pribadi, aspek pembinaan hidup kristiani, aspek pembinaan menjawabi panggilan Tuhan, aspek pembinaan intelektual, aspek pembinaan semangat misioner (kerasulan), aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama. Tujuan dari semua kegiatan pembinaan tersebut adalah agar para siswa mencapai kematangan pribadi untuk menjawabi panggilan Tuhan sebagai calon imam.
B. TUJUAN KUESIONER Tujuan kuesioner ini adalah mengetahui persepsi (pandangan atau pendapat) anda
mengenai aspek-aspek pembinaan calon imam di Seminari Menengah Sinar Buana berdasarkan pengalaman anda sendiri. Anda siharapkan menjawab kuesioner ini sesuai dengan pengalaman anda apa adanya.
C. PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Bacalah pertanyaan-pertanyaan kuesioner di bawah ini dengan teliti 2. Pilihlah salah satu jawaban dari empat (4) kemungkinan jawaban yakni: SL (Selalu),
BK (Banyak Kali), KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah). 3. Berilah tanda centang (V) pada kolom yang anda pilih. 4. Apabila anda keliru menjawab, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang keliru, lalu
pilihlah jawaban baru yang anda anggap tepat. 5. Isilah identitas anda sebelum mengerjakan kuesioner pada kolom di bawah ini.
NO INDENTITAS ANDA 1 Nama Lengkap 2 Umur 3 Kelas 4 Tamatan a. SMP Seminari
b. KPB Seminari 5 Tanggap pengisian kuesioner
NO PERTANYAAN SL BK KK TP 1 Apakah anda tidur secara teratur setiap hari? 2 Apakah anda senang tidur secara teratur setiap hari? 3 Menurut anda, apakah tidur secara teratur itu bermanfaat? 4 Apakah anda berolahraga teratur secara berkala 5 Apakah anda senang berolahraga teratur secara berkala? 6 Menurut anda, apakah kegiatan berolahraga secara teratur itu
bermanfaat?
7 Apakah anda melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti: membersihkan km mandi/wc, kmr tidur, kmr pakaian, kmr cuci, kmr makan, ruang kelas secara teratur?
8 Apakah anda senang melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut? (lihat no 7)
2
9 Menurut anda, apakah melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut itu bermanfaat? (lihat no.7)
10 Apakah anda mengunjungi teman/siswa seminari pada saat ia sakit?
11 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut (lihat no 10)? 12 Menurut anda, apakah mengunjungi teman/siswa seminari
yang sakit itu bermanfaat?
13 Apakah anda menolong teman yang mengalami kesulitan keuangan atau kesulitan dalam pelajaran?
14 Apakah anda senang menolong teman yang mengalami kesulitan keuangan atau dalam pelajaran?
15 Menurut anda, apakah menolong teman yang mengalami kesulitan tersebut itu bermanfaat? (lihat no.13)
16 Apakah anda menyapa/memberi salam kepada guru/pembina di seminari ketika bertemu/ berpapasan di jalan?
17 Apakah senang melakukan hal tersebut? (lihat no 16) 18 Menurut anda, apakah menyapa/memberi salam kepada
guru/pembina di seminari itu bermanfaat?
19 Apakah anda berteman dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang ekonomi, suku, status sosial, daerah asal?
20 Apakah anda senang berteman dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang ekonomi, suku, status sosial, daerah asal?
21 Menurut anda, apakah berteman dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang ekonomi, suku, status sosial, daerah asal itu bermanfaat?
22 Apakah anda berteman dengan wanita seusia anda? 23 Apakah anda senang berteman dengan wanita seusia anda? 24 Menurut anda, apakah berteman dengan wanita seusia anda itu
bermanfaat?
25 Apakah anda ngobrol/bercakap-cakap dengan wanita seusia anda?
26 Apakah anda senang ngobrol/bercakap-cakap dengan teman wanita seusia anda?
27 Menurut anda, apakah ngobrol/bercakap-cakap dengan teman wanita seusia anda itu bermanfaat?
28 Apakah anda bercakap-cakap/ngobrol/bercanda dengan orang lain?
29 Apakah anda senang bercakap-cakap/ngobrol/bercanda dengan orang lain?
30 Menurut anda, apakah bercakap-cakap/ngobrol/bercanda dengan orang lain itu bermanfaat?
31 Apakah anda menerima pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan anda selama bercakap-cakap/ngobrol?
32 Apakah anda senang menerima pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan anda selama bercakap-cakap/ngobrol?
3
33 Menurut anda, apakah menerima pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan anda itu bermanfaat?
34 Apakah anda mengikuti bimbingan rohani pada pembimbing rohani anda?
35 Apakah anda senang mengikuti bimbingan rohani pada pembimbing rohani anda?
36 Menurut anda, apakah mengikuti bimbingan rohani pada pembimbing rohani anda itu bermanfaat?
37 Apakah anda membaca dan merenungkan kitab suci setiap hari?
38 Apakah senang membaca dan merenungkan kitab suci setiap hari?
39 Menurut anda, apakah membaca dan merenungkan kitab suci setiap hari itu bermanfaat?
40 Apakah anda tekun berdoa/ibadat bersama di seminari? 41 Apakah anda senang berdoa/ibadat bersama di seminari? 42 Menurut anda, apakah berdoa/ibadat bersama di seminari itu
bermanfaat?
43 Apakah anda berdoa pribadi setiap hari di seminari? 44 Apakah senang berdoa pribadi setiap hari di seminari? 45 Menurut anda, apakah berdoa pribadi setiap hari di seminari itu
bermanfaat?
46 Apakah anda mengikuti perayaan ekaristi setiap hari? 47 Apakah senang mengikuti perayaan ekaristi setiap hari? 48 Menurut anda, apakah mengikuti perayaan ekaristi setiap hari
itu bermanfaat?
49 Apakah anda melakukan ibadat tobat dan sakramen pengakuan dosa?
50 Apakah anda senang melakukan ibadat tobat dan sakramen pengakuan dosa?
51 Menurut anda, apakah ibadat tobat dan sakramen pengakuan dosa itu bermanfaat?
52 Apakah anda mengikuti rekoleksi/ret-ret? 53 Apakah anda senang mengikuti rekoleksi/ret-ret? 54 Menurut anda, apakah mengikuti rekoleksi/ret-ret itu
bermanfaat?
55 Apakah anda berdoa rosario secara pribadi? 56 Apakah anda senang berdoa rosario secara pribadi? 57 Menurut anda, apakah berdoa rosario secara pribadi itu
bermanfaat?
58 Apakah anda membaca buku-buku rohani/riwayat orang kudus?
59 Apakah anda senang membaca buku-buku rohani/riwayat orang kudus?
60 Menurut anda, apakah membaca buku-buku rohani/riwayat orang kudus itu bermanfaat?
61 Apakah anda mengikuti latihan lagu- lagu gereja?
4
62 Apakah anda senang mengikuti latihan lagu- lagu gereja? 63 Menurut anda, apakah mengikuti latihan lagu-lagu gereja itu
bermanfaat?
64 Apakah anda menjadi misdinar/putera altar, lektor, koster, petugas lainnya dalam liturgi?
65 Apakah anda senang menjadi misdinar/putera altar, lektor, koster, petugas lainnya dalam liturgi?
66 Menurut anda, apakah menjadi misdinar/putera altar, lektor, koster, petugas lainnya dalam liturgi itu bermanfaat?
67 Apakah anda mengakui dengan jujur pelanggaran yang anda lakukan di seminari?
68 Apakah anda senang mengaku dengan jujur pelanggaran anda tersebut?
69 Menurut anda, apakah mengakui dengan jujur pelanggaran yang dilakukan di seminari itu bermanfaat?
70 Apakah anda bila melakukan pelanggaran akan menyampaikan kepada pamong/prefek/pembina?
71 Apakah anda senang dengan sikap tersebut? (lihat no 70)
72 Menurut anda, apakah bermanfaat bila menyampaikan pelanggaran anda kepada pamong/prefek/pembina?
73 Apakah anda menerima dan menghargai diri anda? 74 Apakah anda senang menerima dan menghargai diri anda? 75 Menurut anda, apakah menerima dan menghargai diri itu
bermanfaat?
76 Apakah anda merefleksikan panggilan anda sebagai calon imam?
77 Apakah anda senang dengan refleksi anda tersebut? (lihat no.76)
78 Menurut anda, apakah merefleksikan panggilan anda sebagai calon imam itu bermanfaat bagi anda?
79 Apakah anggota keluarga anda memberi perhatian kepada anda selama di seminari, misalnya mengirim uang, mengunjungi, menelepon, mengirim surat?
80 Apakah anda senang terhadap perhatian keluarga anda? 81 Menurut anda, apakah perhatian keluarga kepada anda itu
bermanfaat?
82 Apakah anda melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada anda?
83 Apakah anda senang melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada anda?
84 Menurut anda, apakah melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada anda itu bermanfaat?
85 Apakah anda mempelajari dokumen-dokumen gereja tentang imam atau pendidikan calon imam (misalnya: Optatam Totius, Pastores Dabo Vobis,dll) atau tulisan-tulisan/artikel lain yang berhubungan dengan imam atau calon imam?
5
86 Apakah anda senang mempelajari dokumen-dokumen/artikel tersebut?
87 Menurut anda, apakah mempelajari dokumen-dokumen gereja dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan imam atau pendidikan calon imam tersebut bermanfaat?
88 Apakah anda berusaha mengenal imam-imam (baik imam diosesan/projo maupun imam religius/imam biarawandari berbagai tarekat/ordo) di lingkungan paroki anda?
89 Apakah senang mengenal imam-imam diosesan/projo maupun imam religius/imam biarawan dari berbagai tarekat/ordo di paroki anda?
90 Menurut anda, apakah mengena l imam-imam baik imam diosesan/projo maupun imam religius/imam biarawan dari berbagai tarekat/ordo di lingkungan paroki anda itu bermanfaat?
91 Apakah anda mencari informasi- informasi dengan cara membaca surat kabar/menonton televisi/bertanya kepada guru/pembina?
92 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (Lihat no. 91) 93 Menurut anda, apakah mencari informasi- informasi dengan
cara membaca surat kabar/menonton televisi/bertanya kepada guru/pembina itu bermanfaat?
94 Apakah anda mendengarkan teman yang mengalami kesulitan dalam panggilannya?
95 Apakah anda senang mendengarkan yang teman yang mengalami kesulitan dalam panggilannya?
96 Menurut anda, apakah mendengarkan teman yang mengalami kesulitan dalam panggilannya itu bermanfaat?
97 Apakah anda mengingatkan teman yang melakukan pelanggaran?
98 Apakah anda senang dengan tindakan tersebut? (lihat no.97) 99 Menurut anda, apakah mengingatkan teman yang melakukan
pelanggaran itu bermanfaat?
100 Apakah anda mengikuti pelajaran di kelas setiap hari? 101 Apakah anda senang mengikuti pelajaran di kelas? 102 Menurut anda, apakah mengikuti pelajaran di kelas setiap hari
itu bermanfaat?
103 Apakah anda bertanya dan menjawab pertanyaan guru selama mengikuti pelajaran?
104 Apakah anda senang bila bertanya dan menjawab pertanyaan guru selama mengikuti pelajaran?
105 Menurut anda, apakah bertanya dan menjawab pertanyaan guru selama mengikuti pelajaran itu bermanfaat?
106 Apakah anda belajar/studi pada sore/malam untuk mempersiapkan pelajaran untuk esok harinya?
107 Apakah anda senang dengan kegiatan belajar/stud i tersebut?
6
108 Menurut anda, apakah belajar/studi pada sore/malam hari itu bermanfaat?
109 Apakah anda mengerjakan pekerjaan rumah (PR)? 110 Apakah senang mengerjakan pekerjaan rumah tersebut? 111 Menurut anda, apakah mengerjakan pekerjaan rumah itu
bermanfaat?
112 Apakah anda belajar secara kelompok? 113 Apakah anda senang belajar secara kelompok? 114 Menurut anda, apakah belajar secara kelompok itu bermanfaat? 115 Apakah anda membaca buku-buku ilmu (buku yang berkaitan
dengan buku pelajaran)?
116 Apakah anda senang membaca buku-buku ilmu tersebut?
117 Menurut anda, apakah membaca buku-buku ilmu itu bermanfaat?
118 Apakah anda mengisi waktu luang dengan kegiatan belajar/membaca buku-buku ilmu?
119 Apakah anda senang mengisi waktu luang kegiatan-kegiatan tersebut?
120 Menurut anda, apakah mengisi waktu luang dengan kegiatan belajar/membaca buku-buku ilmu itu bermanfaat?
121 Apakah anda mengikuti kegiatan perlombaan di seminari seperti kuis, pidato, karya tulis, baca puisi, paduan suara, menyanyi,dll?
122 Apakah anda senang dengan mengikuti semua kegiatan perlombaan tersebut (lihat no.121)?
123 Menurut anda, apakah mengikuti kegiatan-kegiatan perlombaan di seminari itu bermanfaat?
124 Apakah anda berbicara bahasa Iggris pada hari yang ditentukan?
125 Apakah anda senang dengan kegiatan berbicara bahasa Inggris tersebut?
126 Menurut anda, apakah kegiatan berbicara bahasa Inggris pada hari yang ditentukan itu bermanfaat?
127 Apakah anda mengikuti kegiatan musik (misalnya: guitar, jazz, orgel,suling,dll)?
128 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut (no.127)?
129 Menurut anda, apakah kegiatan musik tersebut itu bermanfaat? 130 Apakah anda terlibat dalam kegiatan-kegiatan pentas seni (tari-
tarian, vocal group, drama, lawak,dll)?
131 Apakah anda senang dengan kegiatan-kegiatan pentas seni tersebut? (lihat no.130)
132 Menurut anda, apakah kegiatan-kegiatan pentas seni tersebut bermanfaat?
7
133 Apakah anda berjalan-jalan (pesiar) keluar kompleks seminari pada hari minggu bebas/hari libur?
134 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (lihat no.133) 135 Menurut anda, apakah kegiatan berjalan-jalan/pesiar itu
bermanfaat?
136 Apakah anda berkunjung ke rumah kenalan/rumah umat? 137 Apakah anda senang dengan kegiatan kunjungan rumah
tersebut?
138 Menurut anda, apakah berkunjung ke rumah kenalan/rumah umat itu bermanfaat?
139 Apakah anda mengikuti kegiatan live in atau melakukan kunjungan ke sekolah lain/paroki?
140 Apakah anda senang dengan kegiatan live in tersebut? (lihat no.139)
141 Menurut anda, apakah kegiatan live in tersebut bermanfaat?
142 Apakah anda terlibat dalam kegiatan aksi panggilan di sekolah lain/paroki/stasi pada waktu liburan?
143 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (lihat no.142) 144 Menurut anda, apakah kegiatan aksi panggilan di sekolah
lain/paroki/stasi pada waktu liburan tersebut bermanfaat?
145 Apakah anda terlibat dalam kegiatan memimpin ibadat, membaca kitab suci, memberikan renungan selama di seminari atau pada waktu liburan?
146 Apakah anda senang dengan kegiatan-kegiatan tersebut? (lihat no.145)
147 Menurut anda, apakah kegiatan-kegiatan tersebut bermanfaat? (lihat no.145)
148 Apakah anda mengikuti kegiatan-kegiatan aksi sosial? 149 Apakah anda senang dengan kegiatan-kegiatan aksi sosial
tersebut?
150 Menurut anda, apakah kegiatan aksi-aksi sosial tersebut itu bermanfaat?
151 Apakah anda membaca/mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan agama katolik/ajaran agama katolik?
152 Apakah anda senang membaca/mempelajari buku-buku tersebut? (lihat no.151)
153 Menurut anda, apakah membaca buku-buku yang berhubungan dengan agama katolik/ajaran agama katolik itu bermanfaat?
154 Apakah anda mempelajari budaya dan adat istiadat daerah anda sendiri?
155 Apakah anda senang mempelajari budaya dan adat istiadat anda sendiri?
156 Menurut anda, apakah mempelajari budaya dan adat istiadat daerah anda itu bermanfat?
157 Apakah anda mempelajari budaya, adat istiadat/kebiasaan daerah lain?
8
158 Apakah anda senang mempelajari budaya, adat istiadat/kebiasaan daerah lain?
159 Menurut anda, apakah mempelajari budaya, adat istiadat daerah/kebiasaan lain itu bermanfaat?
160 Apakah anda mengikuti kegiatan katekese/pendalaman iman baik di seminari maupun pada waktu liburan?
161 Apakah anda senang dengan kegiatan-kegiatan tersebut? (lihat no.160)
162 Menurut anda, apakah mengikuti katekese/pendalaman iman itu bermanfaat?
163 Apakah anda mempelajari ajaran agama lain (Hindu, Budha, Islam, Protestan,dll)?
164 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (lihat no.163) 165 Menurut anda, apakah mempelajari ajaran agama lain itu
bermanfaat?
166 Apakah anda menonton acara agama-agama lain yang ditayangkan di televisi?
167 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (lihat no.166) 168 Menurut anda, apakah menonton acara agama-agama lain di
televisi itu bermanfaat?
169 Apakah anda mempelajari kesamaan dan perbedaan agama katolik dengan agama lain?
170 Apakah anda senang dengan kegiatan tersebut? (lihat no.169) 171 Menurut anda, apakah mempelajari kesamaan dan perbedaan
agama katolik dengan agama lain itu bermanfaat?
172 Apakah anda bersedia menerima orang yang beragama lain yang berkunjung ke Seminari?
173 Apakah anda senang dengan sikap anda tersebut? (lihat no.172) 174 Menurut anda, apakah menerima orang beragama lain yang
berkunjung ke seminari itu bermanfaat?
175 Apakah anda bersikap sopan dan tidak mencurigai orang yang tidak seiman dengan anda?
176 Apakah anda senang dengan sikap anda tersebut? (lihat no.175) 177 Menurut anda, apakah bersikap sopan santun dan tidak curiga
bila bertemu dengan orang yang tidak seiman dengan anda itu bermanfaat?
178 Apakah anda tidak canggung/tidak takut berbincang/berdiskusi tentang iman anda dengan orang lain yang berbeda iman dengan anda?
179 Apakah anda senang dengan sikap anda tersebut? (lihat no.178) 180 Menurut anda, apakah sikap tidak canggung/tidak takut
berbincang/berdiskusi dengan orang lain yang berbeda iman dengan anda itu bermanfaat?
Lampiran 2 Skor kelas I dan II Siswa SMA
Dalam Aspek-aspek Pembinaan Calon Imam
I II III IV V VI No Skor
Pri-Sos H. Krist M.Pangln Intelektual Misioner Dialog
1 575 110 110 100 106 94 55 2 550 95 112 102 105 87 49 3 454 91 96 79 70 80 38 4 504 108 95 87 89 89 36 5 591 103 112 107 117 101 51 6 517 98 101 93 95 78 52 7 472 86 99 72 82 78 55 8 561 90 108 92 113 100 58 9 598 107 126 109 107 97 52 10 546 107 115 99 81 88 56 11 461 88 91 85 82 69 46 12 482 105 100 76 82 73 46 13 492 88 98 79 101 69 55 14 423 93 85 72 84 53 36 15 559 106 106 95 106 99 45 16 611 112 116 114 110 97 62 17 620 120 120 109 107 100 64 18 577 117 113 93 100 95 59 19 603 116 119 116 115 86 51 20 677 128 124 116 121 118 70 21 625 119 114 114 113 105 60 22 552 114 107 80 104 97 50 23 573 110 113 102 118 89 41 24 541 111 111 93 111 73 42 25 614 116 122 114 103 106 53 26 570 107 113 98 112 91 49 27 619 117 118 110 110 108 56 28 606 116 106 114 108 102 60 29 535 99 112 97 96 79 52 30 613 120 123 105 100 107 58 31 622 124 107 116 115 109 51 32 481 96 91 98 89 69 38 33 637 111 120 121 119 104 62
34 622 112 114 109 115 111 61 35 603 113 118 112 105 107 48 36 518 105 95 79 102 93 44 37 631 112 119 111 116 108 65 38 582 105 102 106 115 99 55 39 533 94 108 94 108 88 41 40 571 107 112 99 97 97 59 41 561 111 107 92 103 103 45 42 573 106 109 101 111 91 55 43 564 105 116 101 99 95 48 44 622 115 119 105 114 104 65 45 607 109 119 108 104 104 63 46 563 120 109 104 104 85 41 47 649 114 122 120 119 108 66 48 597 113 114 111 104 100 55 49 564 103 109 99 100 93 60 50 529 95 102 94 100 85 53 51 574 114 103 100 106 97 54 52 524 106 103 89 87 96 43 53 559 103 106 99 108 86 57 54 596 109 109 112 105 99 62 55 575 112 106 97 107 100 53
Jumlah 31178 5911 6024 5499 5700 5139 2901
Lampiran 3 SKOR GASAL-GENAP PENELITIAN PERSEPSI Kelas I DAN II
Subyek X (Ganjil)
Y (Genap) x x2 y y2 xy
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 ) 1 291 284 7 49 1 1 7 2 275 275 -9 81 -8 64 72 3 229 225 -55 3,025 -58 3,364 3190 4 246 258 -38 1,444 -25 625 950 5 296 295 12 144 12 144 144 6 257 260 -27 729 -23 529 621 7 234 238 -50 2,500 -45 2,025 2250 8 288 273 4 16 -10 100 -40 9 305 293 21 441 10 100 210 10 271 275 -13 169 -8 64 104 11 231 230 -53 2,809 -53 2,809 2809 12 243 239 -41 1,681 -44 1,936 1804 13 252 240 -32 1,024 -43 1,849 1376 14 214 209 -70 4,900 -74 5,476 5180 15 278 281 -6 36 -2 4 12 16 310 301 26 676 18 324 468 17 310 310 26 676 27 729 702 18 289 288 5 25 5 25 25 19 304 299 20 400 16 256 320 20 338 339 54 2,916 56 3,136 3024 21 315 310 31 961 27 729 837 22 278 274 -6 36 -9 81 54 23 285 288 1 1 5 25 5 24 269 272 -15 225 -11 121 165 25 310 304 26 676 21 441 546 26 290 280 6 36 -3 9 -18 27 303 316 19 361 33 1,089 627 28 308 298 24 576 15 225 360 29 267 268 -17 289 -15 225 255 30 303 310 19 361 27 729 513 31 310 312 26 676 29 841 754 32 240 241 -44 1,936 -42 1,764 1848
33 322 315 38 1,444 32 1,024 1216 34 311 311 27 729 28 784 756 35 302 301 18 324 18 324 324 36 268 250 -16 256 -33 1,089 528 37 316 315 32 1,024 32 1,024 1024 38 286 296 2 4 13 169 26 39 268 265 -16 256 -18 324 288 40 290 281 6 36 -2 4 -12 41 282 279 -2 4 -4 16 8 42 288 285 4 16 2 4 8 43 278 286 -6 36 3 9 -18 44 312 310 28 784 27 729 756 45 309 298 25 625 15 225 375 46 275 288 -9 81 5 25 -45 47 323 326 39 1,521 43 1,849 1677 48 296 301 12 144 18 324 216 49 280 284 -4 16 1 1 -4 50 266 263 -18 324 -20 400 360 51 287 287 3 9 4 16 12 52 265 259 -19 361 -24 576 456 53 280 279 -4 16 -4 16 16 54 296 300 12 144 17 289 204 55 287 288 3 9 5 25 15
TOTAL 15,626 15,552 6 38,038 -13 39,085 37,360
Lampiran 4
PERHITUNGAN RELIABILITAS DAN VALIDITAS PENELITIAN
Mean X (Skor ganjil)
28455
15626
=
=
Σ=
X
X
X
M
M
Nx
M
Mean Y (Skor Genap)
28355
15552
=
=
Σ=
y
y
y
M
M
Ny
M
Standar deviasi X (Skor ganjil)
26
29,266,691
5538038
2
=
==
=
Σ=
x
x
x
x
x
SD
SDSD
SD
Nx
SD
Standar Deviasi Y (Skor Genap)
27
65,26
6,710
5539085
2
=
=
=
=
Σ=
y
y
y
y
y
SD
SD
SD
SD
Ny
SD
Koefisien korelasi X (skor ganjil) dan Y (skor genap):
97,0
9676,03861037360
27.26.5537360
..
=
=
=
=
Σ=
xy
xy
xy
xy
yxxy
r
r
r
r
SDSDNxy
r
Peliablitas Penelitian:
( )
( )
98.097,194,1
97,0197,02
1
2
=
=
+=
+=
xy
xy
xy
xy
xyxy
r
r
r
r
rr
Validitas Penelitian:
99,09899,0
98,0
===
=
∞
∞
∞
∞
rrr
rr xy
Lampiran 5
TABEL FREKUENSI SKOR DAN TINGGI RENDAH SKOR KELAS I DAN II SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA
Mean: 567
KELAS N O SKOR KELAS I T/R SKOR KELAS II T/R
1 575 T 614 T 2 550 R 570 T 3 454 R 619 T 4 504 R 606 T 5 591 T 535 R 6 517 R 613 T 7 472 R 622 T 8 561 R 481 R 9 598 T 637 T 10 546 R 622 T 11 461 R 603 T 12 482 R 518 R 13 492 R 631 T 14 423 R 582 T 15 559 R 533 R 16 611 T 571 T 17 620 T 561 R 18 577 T 573 T 19 603 T 564 R 20 677 T 622 T 21 625 T 607 T 22 552 R 563 R 23 573 T 649 T 24 541 R 597 T 25 564 R 26 529 R 27 574 T 28 524 R 29 559 R 30 596 T 31 575 T
TABEL FREKUENSI SKOR DAN TINGGI RENDAH SKOR TERHADAP SETIAP ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM
SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA
ASPEK-ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM I II III IV V VI
M:107 M: 110 M: 100 M: 104 M: 93 M: 53 NO
SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R 1 110 T 110 T 100 T 106 T 94 T 55 T 2 95 R 112 T 102 T 105 T 87 R 49 R 3 91 R 96 R 79 R 70 R 80 R 38 R 4 108 T 95 R 87 R 89 R 89 R 36 R 5 103 R 112 T 107 T 117 T 101 T 51 R 6 98 R 101 R 93 R 95 R 78 R 52 R 7 86 R 99 R 72 R 82 R 78 R 55 T 8 90 R 108 R 92 R 113 T 100 T 58 T 9 107 T 126 T 109 T 107 T 97 T 52 R 10 107 T 115 T 99 R 81 R 88 R 56 T 11 88 R 91 R 85 R 82 R 69 R 46 R 12 105 T 100 R 76 R 82 R 73 R 46 R 13 88 R 98 R 79 R 101 R 69 R 55 T 14 93 R 85 R 72 R 84 R 53 R 36 R 15 106 R 106 R 95 R 106 T 99 T 45 R 16 112 T 116 T 114 T 110 T 97 T 62 T 17 120 T 120 T 109 T 107 T 100 T 64 T 18 117 T 113 T 93 R 100 R 95 T 59 T 19 116 T 119 T 116 T 115 T 86 R 51 R 20 128 T 124 T 116 T 121 T 118 T 70 T 21 119 T 114 T 114 T 113 T 105 T 60 T 22 114 T 107 R 80 R 104 T 97 T 50 R
23 110 T 113 T 102 T 118 T 89 R 41 R 24 111 T 111 T 93 R 111 T 73 R 42 R 25 116 T 122 T 114 T 103 R 106 T 53 T 26 107 T 113 T 98 R 112 T 91 R 49 R 27 117 T 118 T 110 T 110 T 108 T 56 T 28 116 T 106 R 114 T 108 T 102 T 60 T 29 99 R 112 T 97 R 96 R 79 R 52 R 30 120 T 123 T 105 T 100 R 107 T 58 T 31 124 T 107 R 116 T 115 T 109 T 51 R 32 96 R 91 R 98 R 89 R 69 R 38 R 33 111 T 120 T 121 T 119 T 104 T 62 T 34 112 T 114 T 109 T 115 T 111 T 61 T 35 113 T 118 T 112 T 105 T 107 T 48 R 36 105 R 95 R 79 R 102 R 93 T 44 R 37 112 T 119 T 111 T 116 T 108 T 65 T 38 105 R 102 R 106 T 115 T 99 T 55 T
39 94 R 108 R 94 R 108 T 88 R 41 R 40 107 T 112 T 99 R 97 R 97 T 59 T 41 111 T 107 R 92 R 103 R 103 T 45 R 42 106 R 109 R 101 T 111 T 91 R 55 T 43 105 R 116 T 101 T 99 R 95 T 48 R 44 115 T 119 T 105 T 114 T 104 T 65 T 45 109 T 119 T 108 T 104 T 104 T 63 T 46 120 T 109 R 104 T 104 T 85 R 41 R 47 114 T 122 T 120 T 119 T 108 T 66 T 48 113 T 114 T 111 T 104 T 100 T 55 T 49 103 R 109 R 99 R 100 R 93 T 60 T 50 95 R 102 R 94 R 100 R 85 R 53 T 51 114 T 103 R 100 T 106 T 97 T 54 T 52 106 R 103 R 89 R 87 R 96 T 43 R 53 103 R 106 R 99 R 108 T 86 R 57 T 54 109 T 109 R 112 T 105 T 99 T 62 T 55 112 T 106 R 97 R 107 T 100 T 53 T
TABEL FREKUENSI SKOR DAN TINGGI RENDAH SKOR TERHADAP SETIAP ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM KELAS I SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA
ASPEK I II III IV V VI
M:107 M: 110 M: 100 M: 104 M: 93 M: 53 NO
SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R 1 110 T 110 T 100 T 106 T 94 T 55 T 2 95 R 112 T 102 T 105 T 87 R 49 R 3 91 R 96 R 79 R 70 R 80 R 38 R 4 108 T 95 R 87 R 89 R 89 R 36 R 5 103 R 112 T 107 T 117 T 101 T 51 R 6 98 R 101 R 93 R 95 R 78 R 52 R 7 86 R 99 R 72 R 82 R 78 R 55 T 8 90 R 108 R 92 R 113 T 100 T 58 T 9 107 T 126 T 109 T 107 T 97 T 52 R
10 107 T 115 T 99 R 81 R 88 R 56 T 11 88 R 91 R 85 R 82 R 69 R 46 R 12 105 T 100 R 76 R 82 R 73 R 46 R 13 88 R 98 R 79 R 101 R 69 R 55 T 14 93 R 85 R 72 R 84 R 53 R 36 R 15 106 R 106 R 95 R 106 T 99 T 45 R 16 112 T 116 T 114 T 110 T 97 T 62 T 17 120 T 120 T 109 T 107 T 100 T 64 T 18 117 T 113 T 93 R 100 R 95 T 59 T 19 116 T 119 T 116 T 115 T 86 R 51 R 20 128 T 124 T 116 T 121 T 118 T 70 T 21 119 T 114 T 114 T 113 T 105 T 60 T 22 114 T 107 R 80 R 104 T 97 T 50 R
23 110 T 113 T 102 T 118 T 89 R 41 R 24 111 T 111 T 93 R 111 T 73 R 42 R
TABEL FREKUENSI SKOR DAN TINGGI RENDAH SKOR TERHADAP SETIAP ASPEK PEMBINAAN CALON IMAM
SMA SEMINARI MENENGAH SINAR BUANA
ASPEK I II III IV V VI
M:107 M: 110 M: 100 M: 104 M: 93 M: 53 NO
SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R SKOR T/R 1 116 T 122 T 114 T 103 R 106 T 53 T 2 107 T 113 T 98 R 112 T 91 R 49 R 3 117 T 118 T 110 T 110 T 108 T 56 T 4 116 T 106 R 114 T 108 T 102 T 60 T 5 99 R 112 T 97 R 96 R 79 R 52 R 6 120 T 123 T 105 T 100 R 107 T 58 T 7 124 T 107 R 116 T 115 T 109 T 51 R 8 96 R 91 R 98 R 89 R 69 R 38 R 9 111 T 120 T 121 T 119 T 104 T 62 T 10 112 T 114 T 109 T 115 T 111 T 61 T 11 113 T 118 T 112 T 105 T 107 T 48 R 12 105 R 95 R 79 R 102 R 93 T 44 R 13 112 T 119 T 111 T 116 T 108 T 65 T 14 105 R 102 R 106 T 115 T 99 T 55 T 15 94 R 108 R 94 R 108 T 88 R 41 R 16 107 T 112 T 99 R 97 R 97 T 59 T 17 111 T 107 R 92 R 103 R 103 T 45 R 18 106 R 109 R 101 T 111 T 91 R 55 T 19 105 R 116 T 101 T 99 R 95 T 48 R 20 115 T 119 T 105 T 114 T 104 T 65 T 21 109 T 119 T 108 T 104 T 104 T 63 T 22 120 T 109 R 104 T 104 T 85 R 41 R
23 114 T 122 T 120 T 119 T 108 T 66 T 24 113 T 114 T 111 T 104 T 100 T 55 T 25 103 R 109 R 99 R 100 R 93 T 60 T 26 95 R 102 R 94 R 100 R 85 R 53 T 27 114 T 103 R 100 T 106 T 97 T 54 T 28 106 R 103 R 89 R 87 R 96 T 43 R 27 103 R 106 R 99 R 108 T 86 R 57 T 30 109 T 109 R 112 T 105 T 99 T 62 T 31 112 T 106 R 97 R 107 T 100 T 53 T
TABEL PRODUCT MOMENT KELAS I DAN II SMA
Subyek X Y x x2 y y2 xy
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 ) 1 291 284 7 49 1 1 7 2 275 275 -9 81 -8 64 72 3 229 225 -55 3,025 -58 3,364 3190 4 246 258 -38 1,444 -25 625 950 5 296 295 12 144 12 144 144 6 257 260 -27 729 -23 529 621 7 234 238 -50 2,500 -45 2,025 2250 8 288 273 4 16 -10 100 -40 9 305 293 21 441 10 100 210 10 271 275 -13 169 -8 64 104 11 231 230 -53 2,809 -53 2,809 2809 12 243 239 -41 1,681 -44 1,936 1804 13 252 240 -32 1,024 -43 1,849 1376 14 214 209 -70 4,900 -74 5,476 5180 15 278 281 -6 36 -2 4 12 16 310 301 26 676 18 324 468 17 310 310 26 676 27 729 702 18 289 288 5 25 5 25 25 19 304 299 20 400 16 256 320 20 338 339 54 2,916 56 3,136 3024 21 315 310 31 961 27 729 837 22 278 274 -6 36 -9 81 54 23 285 288 1 1 5 25 5 24 269 272 -15 225 -11 121 165 25 310 304 26 676 21 441 546 26 290 280 6 36 -3 9 -18 27 303 316 19 361 33 1,089 627 28 308 298 24 576 15 225 360 29 267 268 -17 289 -15 225 255 30 303 310 19 361 27 729 513 31 310 312 26 676 29 841 754 32 240 241 -44 1,936 -42 1,764 1848 33 322 315 38 1,444 32 1,024 1216 34 311 311 27 729 28 784 756
35 302 301 18 324 18 324 324 36 268 250 -16 256 -33 1,089 528 37 316 315 32 1,024 32 1,024 1024 38 286 296 2 4 13 169 26 39 268 265 -16 256 -18 324 288 40 290 281 6 36 -2 4 -12 41 282 279 -2 4 -4 16 8 42 288 285 4 16 2 4 8 43 278 286 -6 36 3 9 -18 44 312 310 28 784 27 729 756 45 309 298 25 625 15 225 375 46 275 288 -9 81 5 25 -45 47 323 326 39 1,521 43 1,849 1677 48 296 301 12 144 18 324 216 49 280 284 -4 16 1 1 -4 50 266 263 -18 324 -20 400 360 51 287 287 3 9 4 16 12 52 265 259 -19 361 -24 576 456 53 280 279 -4 16 -4 16 16 54 296 300 12 144 17 289 204 55 287 288 3 9 5 25 15
TOTAL 15,626 15,552 6 38,038 -13 39,085 37,360
Lampiran 6
PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS
1. Rumus-rumus
a. Rumus Chi Kuadrat:
))()()(()( 2
2
DBCADCBABCADN
++++−
=χ
b. Rumus Chi Kuadrat koreksi Yates
{ }))()()((
2/)( 22
DBCADCBANBCADN
c ++++−
=χ
2. Perhitungan uji hipotesis
a. Hipotesis I: Aspek pembinaan pribadi
22,0531216
)46(5534213124)154200(55
)2014)(1110)(1120)(1410()11142010(55
2
22
22
22
=
=
−=
++++−
=
χ
χ
χ
χ
xxx
xx
b. Hipotesis II: Aspek pembinaan hidup kristiani
01,0562464
)12(5527283124)192180(55
)1512)(1612)(1516)(1212()16121512(55
2
22
22
22
=
−=
−=
++++−
=
χ
χ
χ
χ
xxx
xx
c. Hipotesis III: Aspek pembinaan menanggapi panggilan
{ }
{ }
{ }
{ }
18,2562464
25.2235055562464
5,14955562464
)5,27177(5528273124
5,27)108285(55
)199)(12115)(1912)(915(2/55)1291915(55
2
2
22
22
22
22
=
=
=
−=
−−=
++++−−
=
c
c
c
c
c
c
x
xxx
xx
χ
χ
χ
χ
χ
χ
d. Hipotesis IV: Aspek pembinaan intelektual
22,0531216
)46(5534213124)154200(55
)2014)(1110)(1120)(1410()11142010(55
2
22
22
22
=
=
−=
++++−
=
χ
χ
χ
χ
xxx
xx
e. Hipotesis V: Aspek pembinaan semangat misioner
{ }
{ }
{ }
{ }
68,4540144
25,4601055540144
5,21455540144
)5,27242(5533223124
5,27)80322(55
)2310)(814)(238)(1014(2/55)8102314(55
2
2
22
22
22
22
=
=
=
−=
−−=
++++−−
=
c
c
c
c
c
c
x
xxx
xx
χ
χ
χ
χ
χ
χ
f. Hipotesis VI: Aspek pembinaan sikap dialog antar umat beragama
85,2558000
)170(5530253124)110180(55
)2010)(1114)(2011)(1014()11102014(55
2
22
22
22
=
=
−=
++++−
=
χ
χ
χ
χ
xxx
xx
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9