Berikut ini penulis akan menampilkan kalkulasi sederhana koefisien drag pada bluff body sederhana yang dikenakan
aliran udara pada suhu 298 K. Beberapa kajian mendetail mengenai koefisien drag dapat dibaca pada referensi [1]
dan tidak akan dijelaskan di sini demi singkatnya penulisan.Secara umum, koefisien drag dapat dihitung berdasarkan
persamaan seperti di bawah ini.
persamaan 1
dengan kondisi aliran secara umum (merujuk terhadap simulasi yang akan dilakukan) seperti pada gambar 1, maka
gaya drag perlu dihitung terlebih dahulu dengan mengintegrasikan nilai tekanan berdasarkan luasan tertentu di
sebelah kiri dan kanan bluff body, berikut kiranya integrasi yang perlu dilakukan
dengan dA adalah luas infinitesimal yang bergantung terhadap diskritisasi volume pada simulasi, dimana
karena simulasi yang dilakukan adalah dua dimensi (sesuai dengan kriteria simulasi
2d pada program CFDSOF yang akan digunakan), maka
Gambar 1. Kondisi aliran pada simulasi
Pada persamaan dA di atas, dy bergantung terhadap diskritisasi volume yang dilakukan pada simulasi. Berikut
contoh diskritisasi volume pada domain yang disiapkan untuk simulasi koefisien drag pada rasio bluff body sama
dengan 1.
Gambar 2. diskritisasi volume pada rasio bluff body sama dengan 1
Pertama – tama perlu dijelaskan sedikit mengenai definisi rasio bluff body yang akan digunakan pada tulisan ini
seperti yang dapat dijelaskan dari gambar berikut, adalah a/b.
Gambar 3. Definisi rasio bluff body pada tulisan ini
Pada simulasi yang akan dilakukan, digunakan diskritisasi volume dengan ukuran dx dan dy sebesar 0.01 m. Oleh
karena itu, persamaan integrasi dapat dibentuk seperti di bawah ini dengan dy sebesar 0.01 m, dengan juga
mengingat bahwa dz adalah sebesar 1 m.
Jadi, gaya drag dapat dihitung dengan terlebih dahulu mensimulasikan aliran pada CFDSOF. Setelah itu, nilai – nilai
tekanan pada sebelah kiri (region 1) dan kanan (region 2) bluff body diintegrasikan, seperti yang dapat diperhatikan
pada gambar 4.
Gambar 4. Region Bluff Body
Setelah memperoleh data – data tekanan dalam setiap arah y infinitesimal (dy), integrasi dilakukan secara numerik.
Dalam integrasi numerik, terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu metode trapezoidal dan Simpson.
Pembahasan mendetail mengenai metode ini dapat dilihat pada referensi [2]. Berikut persamaan berdasarkan
metode – metode numerik tersebut.
Gambar 5. Integrasi Trapezoidal
Gambar 6. Integrasi Simpson
Dalam tulisan ini, akan digunakan kombinasi kedua persamaan integrasi di atas, dengan penggunaan metode
trapezoidal pada dua data pertama dan Simpson pada data – data selanjutnya jika banyaknya data yang ingin
diintegrasikan berjumlah genap. Hal ini dikarenakan metode simpson memerlukan jumlah data yang ganjil. Tidak
digunakannya metode trapezoidal saja, karena menurut [2] metode Simpson memiliki keakuratan yang lebih tinggi
dikarenakan metode integrasinya yang diturunkan dari aproksimasi fungsi kuadrat pada setiap tiga data dari
sejumlah data yang ingin diintegrasikan.
Berikut domain – domain pada simulasi dengan rasio bluf body 1, 0.625, dan 1.6.
Gambar 7. Domain
pada rasio bluff body sebesar 1
Gambar 8. Domain
pada rasio bluff body sebesar 0.625
Gambar 9. Domain pada rasio bluff body sebesar 1.6
Berdasarkan gambar 7 sampai gambar 9, aliran pada bluff body terdapat di antara dua plat yang berjarak 50 cm.
Jadi, dengan penetapan fluida udara yang mempunyai kerapatan sebesar 1.184 kg/m^3, viskositas dinamik sebesar
1.8 Ns/m^2, serta alokasi kecepatan sebesar 10 m/s dari inlet sebelah kiri (warna biru pada gambar 7 sampai
gambar 9), maka bilangan Reynold pada aliran yang disimulasikan sebesar 320000. Berdasarkan nilai bilangan
reynold, maka dapat diasumsikan, pada simulasi, aliran yang terjadi adalah aliran turbulen. Dengan demikian,
dimodelkan aliran turbulen k epsilon pada simulasi.
Berikut data tekanan dari hasil simulasi pada setiap rasio bluff body beserta nilai koefisien dragnya berdasarkan
kalkulasi dari persamaan 1, dimana integrasi tekanan pada region 1 dan 2 dilakukan dengan metode numerik seperti
yang telah dijelaskan. Setelah integrasi tekanan pada setiap region diperoleh, integrasi tekanan pada region 1 (gaya
drag pada region 1) dikurangi dengan integrasi tekanan pada region 2 (gaya drag pada reregion 2) sebelum
disubtitusi ke persamaan 1 untuk menghitung koefisien drag,
Tabel 1. Drag koefisien pada rasio bluff body sebesar 1
Tabel 2. Drag Coefficient pada rasio bluff body sebesar0.625
Tabel 3. Drag coefficient pada rasio bluff body sebesar 1.6
Dari hasil simulasi pada software CFDSOF dan kalkulasi yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sementara
(berdasarkan tabel 1 sampai tabel 3), bahwa semakin besar rasio bluff body, berdasarkan gambar 3, maka akan
semakin kecil pula koefisien dragnya.
[1] Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. Fluid Mechanics 4th Edition . John Wiley & Sons, Inc.
2002.
[2] V. Rajaraman. Computer Oriented Numerical Methods 3th Edition. Prentice – Hall of Indoa. 1996
2012
05/22CATEGORY
Computational Fluid Dynamic
Komputasi Teknik
TAGS
CFDSOF
Computational Fluid Dynamic
Integrasi Numerik
Koefisien Drag
Komputasi Teknik
Tinggalkan komentar
Solusi transien terhadap distribusi temperatur pada hukum fourier 1 dimensi
Berikut permasalahan yang trdapat pada referensi [1]. Pada tulisan kali ini, penulis ingin mencoba menyelesaikan
permasalahan ini dengan menggunakan software CFDSOF. Sepertiyang tertulis pada soal, penyelesaian yang
diinginkan adalah distribusi temperatur transien yang terdapat pada batang pada waktu 40 etik, 80 detik, dan 120
detik. Sedangkan kalkulasi ulang pada waktu 40 detik dengan menggunakan interval waktu yang seperti terdapat
pada gambar 2 serta perbandingannya dengan hasil analitis dari Ozisik (1985) seperti yang terdapat pada gambar 3,
akan ditulis pada kesempatan selanjutnya.
Gambar 1. Permasalahan seperti yang terdapat pada referensi [1]
Gambar 2. Interval waktu pada referensi [1]
Gambar 3. Solusi analitis oleh Ozisik (1985)
Seperti yang tertulis pada gambar 1, bahwa permasalahan dapat diselesaikan dengan pendekatan satu dimensi
pada persamaan konduksi panas (hukum fourier) seperti di bawah ini,
Maka untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan menggunakan software CFDSOF, cukup dengan mengatur
atau menetapkan domain perhitungan satu dimensi. Dapat diperhatikan pada gambar 1, bahwa distribusi temperatur
ingin diselesaikan pada geometri dengan panjang L = 2 cm. Pada penyelesaian dengan menggunakan software
CFDSOF ini, geometri yang ditetapkan agak berbeda, yaitu dengan panjang sebesar 50 cm dan tinggi sebesar 2 cm.
Diskritisasi volume (pembagian grid) yang dilakukan pada software dapaet diperhatikan pada gambar 4, dengan
pada arah x (panjang) terdapat 10 volume diskrit dan 3 volume diskrit pada arah y (tinggi). Dapat pula diperhatikan
pada gambar 5 pengaturan peran cell pada setiap diskritisasi volume yang sudah dilakukan, yaitu dengan warna
hijau yang berfungsi sebagai dinding (sel yang merepresentasikan volume yang di dalamnya terdapat aliran termal
dimana variabel temperatur menjadi solusi yang diinginkan) dan warna kuning yang merepresentasikan sel simetri
(lingkungan ambien).
Gambar 4. set – up geometri dan diskritisasi volume pada software CFDSOF
Gambar 5. Pengaturan diskrit volume
pada software CFDSOF
Seperti pada permasalahan utama (gambar 1) bahwa ujung barat dari geometri padat diinsulasi dengan temperatur
sebesar 473 K. Kemudian secara tiba – tiba, ujung timur dari geometri diturunkan temperaturnya menjadi 273 K.
Dengan demikian, ditetapkan tiga geometri padat yang berberda pada set – up simulasi yaitu W1, W2, dan W3.
Dimana W1 adalah geometri padat yang merepresentasikan ujun barat geometri padat yang diinsulasi, W2 yang
merupakan geometri padat yang menjadi medium perpindahan panas antara ujung barat dan ujung timur geometri
padat, dan W3 yang adalah ujung timur dari geometri padat itu sendiri dengan.
Jadi, untuk set – up simulasi, W1 yang merupakan ujung barat geometri yang diinsulasi diberikan fluks panas
sebesar 0 kW/m^2, serta penetapan temperatur awal sebesar 473 K pada W2 dimana konduktivitas termalnya
sebesar 10 W/mK. Penetapan fluks panas pada W1, Temperatur awal W2, konduktivitas termal W2 dapat
diperhatikan pada gambar 6 – gambar 8.
Gambar 6. Penetapan fluks panas pada W1
Gambar 7. Penetapan temperatur awal sebesar 473 K pada W2
Gambar 8. Penetapan konduktivitas thermal pada W2
Setelah semua penetapan kondisi awal simulasi dilakukan dengan interval waktu sebesar 1 detik, iterasi dilakukan
untuk mengetahui distribusi temperatur pada detik ke 40, 80, dan 120. Berikut hasil iterasi yang menunjukkan
distribusi temperatur pada detik ke 40, 80, dan 120.
Gambar 9. Distribusi temperatur pada detik ke 40
Gambar 10. Distribusi temperatur pada detik ke 80
Gambar 11.
Distribusi temperatur pada detik ke 120
Dapat diperhatikan dari gambar 9 sampai gambar 11 bahwa akibat dari adanya punurunan temperatur secara
mendadak, temperatur W2 yang berada didekat ujung timur geometri padat menjadi menurun dikarenakan adanya
aliran termal yang menuju ujung timur dari geometri padat. Aliran ini terjadi berdasarkan kondisi termodinamika yang
selalu ingin untuk menetapkan dirinya untuk berada pada kondisi kesetimbangan. Dapat diperhatikan bahwa pada
120 s, kondisi geometri padat belum seutuhnya berada pada kondisi temperatur yang seragam. Lalu, pertanyaan
berikutnya yang mungkin akan sedikit membingungkan adalah, “apakah geometri padat sudah berada pada kondisi
kesetimbangan?”. Jawaban atas pertanyaan ini belum tentu “belum”. Penyelesaian analitis terhadap hukum
termodinamika kedua atau bahkan simulasi sampai waktu dimana kondisi temperatur tidak berubah lagi perlu
dilakuan perlu dilakukan. “Sama atau seragam belum tentu adil”.
Referensi:
[1] HK Versteeg. Malalasekera W. An Introduction to Computational Fluid Dynamic : Chapter 7. Longman Scientific
and Technical. 1995.
2012
05/22CATEGORY
Computational Fluid Dynamic
TAGS
CFDSOF
Computational Fluid Dynamic
Hukum Fourier
Tinggalkan komentar
Solusi Persamaan Diskrit
Persamaan – persamaan hasil diskritisasi volume untuk perhitungan numeric, seperti pada gambar 1, dapat
diselesaikan dengan berbagai metode. Metode – metode apapun yang digunakan, pada prinsipnya, dapat
menyelesaikan persamaan – persamaan ini untuk mencari solusi dari sistem persamaannya sendiri. Namun, untuk
perhitungan – perhitungan yang rumit dengan jumlah persamaan dan variable yang banyak, dimana computer
digunakan, algoritma kalkulasi yang efisien serta bersahabat dengan performa computer yang ekonomis perlu untuk
dipahami.
Secara umum, metode yang digunakan adalah metode langsung (Direct) dan tidak langsung (Indirect atau Iterative).
Yang dimaksud dengan metode langsung adalah suatu metode analitis yang digunakan langsung untuk mencari
solusi dari sistem persamaan, contohnya adalah metode aturan cramer dan eliminasi Gauss. Pada metode ini,
jumlah operasi perhitungan yang dilakukan dapat diketahui sebelumnya, yaitu, untuk menyelesaikan sebanyak N
persamaan dengan N variable yang tidak diketahui, diperlukan N3 operasi dimana sebanyak N2 koefisien harus
disimpan pada memori computer.
Gambar 1. Contoh sistem persamaan linear
Tentunya, hal ini menjadi suatu hambatan tersendiri jika kemampuan computer yang akan digunakan mempunyai
performa yang minim pada saat ingin dilakukan komputasi mengenai permasalahan, yang pada saat sudah
didiskritisasi, membentuk suatu sistem persamaan dengan jumlah persamaan dan jumlah variable yang banyak
sehingga akan diperlukan memori computer yang besar untuk menyimpan N2 koefisien.
Sedangkan metode tidak langsung atau iterative, merupakan metode yang berbasiskan terhadap aplikasi dari
langkah – langkah/algoritma sederhana yang diulang – ulang pada sistem persamaan tersebut hingga sistem
persamaan mencapai keadaan konvergen yang merepresentasikan solusi dari sistem persamaan tersebut. Pada
metode iterative, banyaknya langkah – langkah perhitungan yang dilakukan tidak dapat diprediksi, dimana tipikalnya
adalah sebanyak N perhitungan per satu kali iterasi. Kekurangan lainnya adalah, jika sistem persamaan tidak berada
pada kondisi yang kondusif, maka konvergensi dari suatu sistem persamaan tidak dapat terjamin. Satu – satunya
kelebihan dari penggunaan metode iterative adalah sedikitnya memori computer yang digunakan sebagai akibat dari
algoritma yang mendesain agar computer hanya menyimpan koefisien – koefisien yang tidak nol. Simulasi – simulasi
aliran fluida dapat memiliki jumlah persamaan dan variabel yang sangat banyak, mulai dari 1000 – 2 juta persamaan,
yang tentunya dari sistem persamaan tersebut akan terdapat koefisien – koefisien nol, yang jika tidak disimpan pada
memori computer, akan menghemat banyak ruang untuk performa computer.
Dikarenakan sistem persamaan Jacobi dan Gauss – Siedel yang lambat mencapai konvergensi pada saat sistem
persamaan yang ditinjau mempunyai jumlah persamaan dan variable yang banyak, maka metode ini tidak digunakan
pada prosedur kalkulasi CFD. Metode iterative selain Jacobi dan Gauss – Siedel, metode lain yang dapat digunakan
adalah kalkulasi dengan menggunakan algoritma matrix tri – diagonal (TDMA) yang diperkenalkan oleh Thomas
pada tahun 1949.
Tri – Diagonal Matrix Algorithm (TDMA)
TDMA merupakan metode kalkulasi iterative untuk komputasi CFD dua atau tiga dimensi dan merupakan algoritma
standar untuk kalkulasi solusi persamaan aliran pada koordinat cartesius. Dapat diperhatikan salah satu contoh
matriks tri – diagonal pada gambar 2.
Gambar 2. Contoh sistem persamaan yang membentuk matriks tri – diagonal
Pada gambar di atas, ϕ1 dan ϕn+1 adalah merupakan nilai batas yang diketahui. Bentuk umum dari setiap persamaan
adalah seperti berikut,
Persamaan – persamaan pada gambar 2 dapat di atur ulang seperti berikut,
Gambar 3.
Untuk mendapatkan solusi terhadap ϕ, langkah kalkulasi yang pertama dilakukan adalahforward elimination dengan
kemudian dilakukan back substitution untuk mendapatkan nilai – nilai ϕ. Inti dari forward elimination adalah mengatur
ulang persamaan – persamaan pada gambar di atas. Dapat diperhatikan urutannya seperti pada gambar 4 untuk
contoh forward elimination untuk ϕ3. Untuk langkah pertama, ϕ2 disubtitusi dari persamaan pertama seperti pada
gambar 3 di atas.
Gambar 4. Forward Elimination pada ϕ3
Setelah langkah pada gambar 4 diteruskan sampai ϕn, langkah back substitution dilakukan untuk kalkulasi solusi
terhadap nilai – nilai ϕ. Dengan Back Substitution adalah langkah yang mencari solusi variable dari persamaan yang
terakhir, dengan kemudian mensubtitusi persamaan terakhir tersebut ke persamaan sebelumnya, langkah ini terus
dilakukan hingga nilai semua variable diperoleh.
Aplikasi TDMA
Pada kasus dua dimensi (lihat gambar 5), TDMA akan dilakukan dengan mengkalkulasi sistem persamaan pada satu
arah dengan kemudian berpindah ke garis lainnya. Untuk lebih jelasnya, misal akan dilakukan suatu kalkulasi pada
bidang dua dimensi seperti pada gambar 5, maka perlu dibuat sistem persamaan dari 1 sampai titik n. Setelah
kalkulasi dari titik satu sampai titik n selesai, kalkulasi berpindah ke samping dengan arah yang sama dengan
kalkulasi sebelumnya.
Gambar 5. Bidang dua dimensi
Misal, pada titik 2, persamaan yang terbentuk dapat berupa seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 6.
Untuk menyesuaikannya seperti persamaan pada gambar 2, maka persamaan di atas diatur seperti di bawah ini.
Gambar 7.
Dengan subskrip S, N, W, E, P adalah masing – masing koefisien dan variable sebelah selatan titik, koefisien dan
variable sebelah utara titik, koefisien dan variable sebelah barat titik, koefisien dan variable sebelah timur titik, dan
titik yang bersangkutan, serta b yang adalah suku sumber atau factor yang berkontribusi terhadap perubahan nilai –
nilai atau distribusi variable ϕ pada daerah komputasi. Karena perhitungan bergerak dari selatan ke utara, maka nilai
– nilai yang bersangkutan dengan titik sebelah barat dan sebelah timur titik yang bersangkutan dianggap diketahui
(biasanya diberikan nilai nol). Begitu terus perhitungan dilakukan hingga variable – variable ϕ di setiap titik pada
bidang diperoleh. Setelah itu, perhitungan dilakukan lagi (diulang/iterasi) hingga error terhadap solusi dari sistem
persamaan mencapai toleransi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan untuk kasus tiga dimensi, perhitungan pada dasarnya sama seperti pada kasus dua dimensi. Namun,
sebelum kalkulasi sistem persamaan diiterasi, pergerakan perhitungan bergerak ke atas/ bawah terlebih dahulu
untuk mendapatkan variable pada semua daerah komputasi. Berikut contoh gambar untuk memperjelas aplikasi
TDMA pada kasus tiga dimensi.
Gambar 8. Daerah komputasi tiga dimensi
Serta berikut contoh persamaan pada setiap titik di kasus komputasi tiga dimensi.
Untuk contoh kalkulasi pada model fisikanya, referensi versteeg [1] dapat menjadi bahan acuan. Sedangkan
beberapa contoh – contoh kalkulasi iterasi dapat diperhatikan padaMetoda Iterative Bisection dalam kalkulasi
solusi persamaan polynomial orde tiga ,Kalkulasi ketinggian cairan pada tanki horizontal dengan
menggunakan Microsoft Visual Basic . Serta berikut pembahasan – pembahasan singkat mengenai kalkulasi
solusi sistem persamaan, Kalkulasi solusi persamaan aljabar simultan , Metoda Iterasi .
Referensi:
[1] HK Versteeg. Malalasekera W. An Introduction to Computational Fluid Dynamic : Chapter 7. Longman Scientific
and Technical. 1995.
2012
05/21CATEGORY
Computational Fluid Dynamic
Komputasi Teknik
TAGS
CFD
Computational Fluid Dynamic
Eliminasi Gauss
Gauss - Siedel
Jacobian
Komputasi Teknik
Metode Aturan Cramer
Metode Iterasi
persamaan diskrit
sistem persamaan linear
Tinggalkan komentar
Introduksi Computational Fluid Dynamic
Beberapa aspek fisik dari bidang suatu aliran adalah merupakan pemahaman mengenai:
1. Konservasi Massa
2. Konservasi Momentum
3. Konservasi Energi
4. Fenomena Fisik lainnya (misal reaksi kimia pembakaran)
dan yang dimaksud dengan CFD adalah mengaplikasikan variabel – variabel pada persamaan – persamaan
konservasi di atas, yang biasanya dalam bentuk differensial parsial, dengan angka – angka pada bidang aliran
tertentu sehingga solusi – solusi seperti tekanan, temperatur, dan lain – lain, dapat diperoleh pada bidang yang
diinginkan dengan melalui berbagai metode numerik kalkulasi. Berikut contoh ilustrasinya.
Berikut contoh ilustrasi hasil simulasi CFD.