1
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN
DELEGASI DPR-RI KE NEW ZEALAND
DALAM RANGKA TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
22-28 MEI 2018
I. PENDAHULUAN
Tiga tahun telah berselang sejak pengesahan SDGs sebagai agenda pembangunan global di Sidang
Umum PBB di New York 2015 silam. Para pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional hingga
global berpacu mengimplementasikan tujuan, target, dan indikator SDGs di berbagai sektor hingga
tahun 2030. Dalam hal pencapaian SDGs, kemitraan dan kolaborasi di tingkat bilateral maupun
multilateral dibutuhkan untuk memecahkan tantangan dan mencari solusi terbaik.
Salah satu prinsip dalam SDGs adalah inklusivitas baik itu dalam masa embrio, perencanaan, dan di
tingkat pelaksanaan. Artinya, semua pemangku kepentingan—mulai dari pemerintah, pelaku usaha,
kampus, filantropi, organisasi internasional dan regional, lembaga riset serta tidak terkecuali
parlemen—terlibat dalam kerja mewujudkan SDGs pada tataran konkret. Dokumen SDGs sendiri
menyebut secara tegas peran parlemen sebagai organ yang mempunyai signifikansi dalam
pengarusutamaan dan implementasi SDGs di tingkat nasional.
Mengingat peran penting parlemen dalam implementasi SDGs, BKSAP sebagai alat kelengkapan
DPR RI yang menjadi penjuru diplomasi parlemen membentuk Panitia Kerja SDGs untuk membantu
pemerintah RI dalam implementasi dan pengarusutamaan SDGs di dalam negeri. Seturut dengan itu,
BKSAP DPR RI berupaya memperkaya khazanah praktik dan pengalaman SDGs dengan
mengadakan kunjungan kerja ke negara-negara tertentu yang dinilai mempunyai keunggulan
komparatif. Salah satu negara yang dikunjungi adalah New Zealand.
Kedatangan BKSAP DPR RI ke New Zealand membawa misi diplomasi parlemen bertemu dengan
para pemangku kepentingan di New Zealand guna saling bertukar pikiran, pandangan, pengalaman
dan praktik cerdas terkait implementasi SDGs baik di Indonesia maupun New Zealand. Kunjungan
BKSAP DPR RI mengeksplorasi upaya Parlemen New Zealand dalam memantau implementasi
nasional SDGs dan dalam menyediakan kebijakan yang tepat dan relevan untuk mendukung SDGs.
2
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan kunjungan kerja ke New Zealand adalah sebagai berikut:
1) Kunjungan kerja BKSAP DPR RI ke New Zealand adalah sebagai komitmen untuk
mengarusutamakan SDGs di tingkat nasional dan global.
2) Kunjungan kerja BKSAP DPR RI ke New Zealand adalah untuk memainkan peran diplomasi
parlemen dalam mengarusutamakan SDGs di tingkat regional dan global.
3) Kunjungan BKSAP DPR RI adalah juga untuk mendiseminasikan World Parliamentary Forum on
Sustainable Development (WPFSD) yang akan dihelat oleh BKSAP DPR RI pada 12-13
September 2018 di Bali. WPFSD mengangkat tema “Partnership Toward Sustainable Energies
for All.”
4) Kunjungan kerja BKSAP dengan membawa isu SDGs adalah juga untuk menaikkan pamor
Indonesia dalam kancah diplomasi parlemen.
Keberangkatan delegasi BKSAP DPR RI ke New Zealand ini berdasarkan kepada SK Pimpinan
DPR RI Nomor: 205/PIMP/IV/2017-2018, dengan susunan delegasi sebagai berikut:
NO NAMA JABATAN
DELEGASI DPR RI
1 Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si.
A-432
Ketua Delegasi
Ketua BKSAP/Anggota Komisi XI
Fraksi Partai Demokrat
President of the Committee to Promote
Respect for International Humanitarian Law
of IPU
2 Siti Hediati Soeharto
A-281
Anggota Delegasi
Wakil Ketua BKSAP/Ketua Desk Kerjasama
Internasional
Anggota Komisi IV
Fraksi Partai Golongan Karya
3 Nurhayati Monoarfa
A-521
Anggota Delegasi
Wakil Ketua BKSAP DPR RI
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
Komisi V
4 Ono Surono
A-163
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Komisi IV
5 Dwi Ria Latifa
A-143
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Komisi II
3
6 Aryo P.S. Djojohadikusumo
A-342
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya
Komisi VII
7 G. Budisatrio Djiwandono
A-386
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya
Komisi IV
8 Dr. H. Sjarifuddin Hasan, SE., MM., MBA
A-416
Fraksi Partai Demokrat
Komisi X
9 Venna Melinda, SE
A-433
Fraksi Partai Demokrat
Komisi X
10 Amelia Anggraini
A-17
Fraksi Partai Nasional Demokrat
Komisi IX
11 M. Arief S. Suditomo, S.H., M.A.
A-550
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
Komisi I
II. PERTEMUAN-PERTEMUAN
Delegasi BKSAP DPR RI mengadakan pertemuan dengan beberapa pihak, di antaranya:
A. Meeting with the Parliamentary Friendship Group of the House of Representatives of
New Zealand (Wellington, 23 Mei 2018 | 12.00-14.00)
Pertemuan antara GKSB Parlemen New Zealand untuk Negara-Negara Asia Selatan dan Asia
Tenggara dan BKSAP DPR RI dilaksanakan di Gedung Parlemen pada 23 Mei 2018. Delegasi
BKSAP dipimpin oleh Wakil Ketua BKSAP Siti Hediati Soeharto. Sementara itu, GKSB Parlemen
New Zealand dipimpin oleh dua orang Co-Chair of Parliamentary Friendship Group New Zealand-
South and South East Asia, Mr. Kanwaljit Singh Bakshi dan Mr. Greg O'Connor.
Pada kesempatan pertama, Siti Hediati Soeharto mengapresiasi Parlemen New Zealand yang telah
menerima kunjungan BKSAP DPR RI di tengah kesibukan masa sidang Parlemen New Zealand. Siti
Hediati Soeharto juga memperkenalkan delegasi BKSAP DPR RI. Dalam sambutannya sebagai
Ketua Delegasi, Siti Hediati Soeharto menjelaskan bahwa Parlemen dan anggota parlemen adalah
elemen kunci dalam memajukan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di dalam dan di luar
negeri. Peran mereka dalam mengawasi pemerintah untuk bertanggung jawab selama proses dan
pelaksanaan SDGs, memastikan transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting. Sesuai dengan
premis itu, BKSAP DPR RI membentuk Panitia Kerja SDGs. Tujuan dibentuknya Panja SDGs adalah
untuk: (1) inisiatif parlemen dalam mengarusutamakan SDGs dengan memperhatikan peran legislasi,
pengawasan, dan penganggarannya. (2) untuk membangkitkan kesadaran pemahaman SDGs dalam
rapat-rapat Parlemen; selama rapat pleno; dalam konteks partai politik; ke Kementerian terkait;
kepada perwakilan media (wartawan, TV, radio, dll.). Lebih lanjut, Panja SDGs secara berkala
menginformasikan dan mengusulkan rekomendasi kepada Pemerintah tentang kemajuan dan prioritas
dalam penerapan SDGs untuk menekankan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam SDGs.
4
Dalam kunjungan kerja ini, DPR RI ingin membandingkan pengetahuan dan praktik-praktik terbaik
dari Parlemen New Zealand dalam mendukung penerapan SDGs. Sebagai Ketua Delegasi, Siti
Hediati Soeharto benar-benar berharap bahwa kerja sama bilateral yang konstruktif dan kemitraan
dalam pembangunan berkelanjutan antara Indonesia dan New Zealand akan semakin diperkuat
melalui kunjungan ini. Dirinya berharap melalui mekanisme kelompok persahabatan antarparlemen,
kerangka kerja kerjasama parlemen Indonesia dan New Zealand dapat lebih lanjut didirikan untuk
merebut peluang kerja sama di masa depan.
BKSAP DPR RI menghelat Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (WPFSD)
untuk kedua kalinya di Bali pada 12-13 September 2018. Dalam memfokuskan energi sebagai tema
besar WPFSD, DPR RI mengambil SDG goal-7 tentang energi yang terjangkau dan bersih untuk
memberikan perspektif parlemen dalam mengejar layanan energi yang dapat diandalkan,
berkelanjutan, dan terjangkau berfungsi dengan lancar dan berkembang secara adil. Dalam
kesempatan itu, Siti Hediati mengundang Parlemen New Zealand untuk berpartisipasi dalam
WPFSD.
Sementara Parlemen New Zealand menjelaskan bahwa adalah suatu kehormatan bagi Parlemen New
Zealand dapat menerima kedatangan delegasi BKSAP DPR RI. Parlemen New Zealand
menggarisbawahi Indonesia dan New Zealand adalah teman dekat di kawasan Asia-Pasifik. Terlebih
Indonesia dan New Zealand adalah mitra strategis yang memiliki demokrasi yang kuat dan terbuka.
GKSB Parlemen New Zealand menjelaskan bahwa New Zealand adalah negara yang berkomitmen
terhadap pengembangan energi berkelanjutan yang ramah lingkungan. Mr. Greg O'Connor menyebut
New Zealand terus mengembangkan energi panas bumi (geotermal).
Menurut Mr. Kanwaljit Singh Bakshi, New Zealand aktif dalam mengembangkan energi
berkelanjutan didasari oleh alasan bahwa energi adalah kunci dalam pengembangan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, New Zealand juga berupaya meningkatkan dana
bantuan internasional terutama negara-negara Pasifik, seperti Fiji dan negara-negara terbelakang
lainnya (LDCs). Bantuan ini sebagai wujud kemitraan New Zealand dalam mewujudkan inklusivitas
SDGs di dunia.
Dalam sesi tanya jawab, Amelia Anggraini menanyakan usaha Parlemen dalam mempromosikan
good governance bagaimana peran parlemen dalam pembangunan nasional
Arif Suditomo mengatakan bahwa energi baru dan terbarukan adalah peran signifikan New Zealand
dalam pembangunan berkelanjutan. Seturut hal tersebut, ia menanyakan peran parlemen dalam
mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan terutama dari sisi legislasi.
Syarif Hasan ingin mengetahui lebih lanjut dari Parlemen New Zealand tentang pertumbuhan
ekonomi New Zealand terutama upaya negara tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan menurunkan angka kemiskinan. Syarif Hasan lebih lanjut ingin berbagi pandangan bagaimana
New Zealand membuat kebijakan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dua negara.
5
Vena Melinda menyebut bahwasanya telah diakui bahwa pariwisata memiliki peran penting dalam
penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan inklusif, selaras dengan SDG 8 tentang 'pekerjaan yang
layak dan pertumbuhan ekonomi'. Lebih jauh ia ingin mendengar kebijakan New Zealand dalam
berkontribusi pada pariwisata berkelanjutan. Ia menanyakan kemungkinan kedua negara untuk
menerapkan visa gratis. Ia mendorong Pemerintah Indonesia dan Pemerintah New Zealand untuk
menerapkan kebijakan timbal-balik tentang visa gratis. Ia menanyakan bagaimana New Zealand
mengembangkan ekoturisme serta upaya mencegah deforestasi.
Ono Surono menanyakan kebijakan seputar food security yang sangat ketat sekali di New Zealand.
Ia ingin mengetahui lebih jauh kebijakan tersebut.
Menjawab pertanyaan delegasi BKSAP DPR RI, Mr. Kanwaljit Singh Bakshi mengatakan bahwa
good governance adalah kemestian sebagai agenda pemerintah. Dalam konteks good governance,
sistem parlementer sangat bisa dipertanggungjawabkan dan terpercaya. Parlemen sebagai
representasi rakyat mempunyai banyak select committee (komisi) yang dibentuk untuk mengawasi
bidang-bidang pemerintahan. Masyarakat luas dapat mengajukan kritik dan saran atas suatu
perundang-undangan. Komite kemudian akan memproses sebagai laporan dari masyarakat.
Dalam mengukur pembangunan, New Zealand menerapkan kerangka kerja standar hidup dengan
menggunakan indikator berupa: data yang valid, kapital sosial, dan infrastruktur. Dari indikator itulah
New Zealand menyiapkan penganggaran dan kebijakan nasional untuk periode berikutnya.
Dalam hal energi, New Zealand menganjurkan rakyatnya untuk menggunakan energi baru dan
terbarukan seperti tenaga surya yang ramah lingkungan. New Zealand memang tidak memiliki
instalasi pembangkit tenaga nuklir. Hal ini dikarenakan terdapat ketentuan yang melarang
penggunaan tenaga nuklir dikarenakan New Zealand adalah negara yang bebas nuklir.
New Zealand juga mengembangkan tenaga air dikarenakan sumber daya air yang melimpah. New
Zealand juga tengah mengembangkan tenaga angin dengan memanfaatkan fungsi baling-baling dan
kincir. Bersama dengan 27 negara lainnya, New Zealand tergabung dalam negara yang berkomitmen
menggunakan eco-culture untuk menekan emisi gas rumah kaca. Salah satu misi yang diemban
negara eco-culture adalah menekan bahan bakar fosil.
Sementara itu, Mr. Greg O'Connor menekankan distribusi kekayaan di penjuru negeri adalah kunci
sukses pembangunan nasional suatu negara. Mengenai distribusi ini akan selalu terdapat pro dan
kontra di tengah masyarakat. Sebagai komitmen New Zealand bagi negara-negara tetangga di
regional Pasifik, New Zealand menggelontorkan dana untuk pembangunan negara-negara Pasifik.
Menurutnya, untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-New Zealand, perdagangan adalah
salah satu cara untuk membangun hubungan baik kedua negara. Perdagangan diyakininya juga akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua negara.
Mr. Greg O'Connor mengatakan bahwa perkembangan turisme di New Zealand sangat masif, oleh
karena itu harus dibuatkan infrastruktur yang memadai. New Zealand terkenal dengan reputasinya
6
sebagai negara yang menerapkan pembangunan hijau oleh karenanya Pemerintah New Zealand
sangat memperhatikan green infrastructure dalam membangun industri turisme.
Terkait dengan keamanan pangan, Mr. Lee menjelaskan bahwa kebijakan keamanan pangan sangat
ketat di New Zealand dikarenakan kuman dari makanan dan buah dapat menghancurkan holtikultura.
Misalnya penyakit ternak yang cepat menyebar oleh karena itu New Zealand memang sangat ketat
terhadap food security.
B. Meeting with the Select Committee on Environment of the House of Representatives of
New Zealand (Wellington, 24 Mei 2018 |10.00-11.00)
Dalam pertemuan dengan Komite Lingkungan Parlemen New Zealand, Ketua BKSAP DPR RI Dr.
Nurhayati Ali Aseegaf membuka percakapan dengan menjelaskan secara ringkas hal-ihwal tentang
BKSAP, Panja SDGs, dan WPFSD serta tujuan kedatangan BKSAP DPR RI ke New Zealand.
BKSAP, seperti dituturkan oleh Dr. Nurhayati Ali Assegaf, adalah alat kelengkapan DPR RI yang
menggawangi diplomasi parlemen. BKSAP adalah penjuru (focal-point). Dalam konteks
pembangunan berkelanjutan, BKSAP membentuk Panitia Kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Panja SDGs) guna ikut meningkatkan kesadaran tentang SDGs di kalangan anggota parlemen. Panja
SDGs dibentuk juga untuk mengarusutamakan SDGs. Panja SDGs dibentuk mewakili partai dan
komisi yang berbeda. Panja SDGs mewakili kepentingan yang representatif dalam mengawasi
implementasi SDGs oleh pemerintah.
Kerja-kerja yang telah dijalankan oleh BKSAP DPR RI adalah dengan mengadakan kolaborasi
dengan pemerintah, kampus, dan NGO. BKSAP setiap tahun mengeluarkan rekomendasi untuk
pemerintah dan parlemen. Yang penting dan utama sesuai fungsi DPR RI adalah kerja pengesahan
undang-undang yang bermuatan SDGs.
Dr. Nurhayati Ali Assegaf menyampaikan kepada Komite Lingkungan Parlemen New Zealand bahwa
parlemen sebagai jantung SDGs oleh karena itu peran parlemen dalam menyukseskan SDGs sangat
penting dan strategis. Belajar dari pengalaman MDGs yang telah lewat, letak kegagalan MDGs karena
peran parlemen diabaikan. Menyadari peran penting parlemen, BKSAP DPR RI menghelat acara
World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) yang pertama di Bali pada 11-
13 September 2017. WPFSD menghadirkan 50 parlemen dan perwakilan negara sahabat. WPFSD ini
juga akan dihelat untuk kedua kali di Bali pada. Ia juga mengundang Parlemen New Zealand
menghadiri acara tersebut guna mewujudkan kemitraan global di tingkat parlemen dunia. Tema
WPFSD yang kedua mengambil tema energi terbarukan dan mengundang para pembicara dari
parlemen, kampus, lembaga riset, dan pemerintah lintas keahlian.
Dr. Nurhayati Ali Assegaf lebih lanjut mengatakan bahwa Indonesia adalah aktor internasional dalam
penyusunan SDGs dengan keterlibatan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono—bersama
Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris—dalam
High Level Panel of Eminent Person (HLPEP) bentukan Sekjen PBB.
7
Pada kesempatan tersebut, Dr. Nurhayati Ali Assegaf mengatakan bahwa kedatangan BKSAP DPR
RI adalah berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang pelaksanaan SDGs sekaligus juga
memperkuat hubungan kerja sama bilateral Indonesia dan New Zealand. Dubes RI untuk New
Zealand Tantowi Yahya menyampaikan apresiasi kepada Komite Lingkungan Parlemen New
Zealand atas kesediaan menerima kedatangan delegasi DPR RI. Ia memulai bahwa SDGs adalah
komitmen global yang sudah dicanangkan oleh negara-negara anggota PBB oleh karena itu butuh
komitmen negara-negara yang telah menandatanginya meskipun SDGs bukanlah kesepakatan yang
legally binding.
Lebih jauh, Tantowi Yahya mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan 17 goals SDGs
dibutuhkan kemitraan antara negara-negara. Tanpa komunikasi dan kemitraan antarnegara mustahil
SDGs dapat diimplementasikan dalam tataran konkret. Dalam konteks ini, peran parlemen teramat
penting dan strategis dalam menjalin kemitraan bilateral dan global. DPR RI dan Parlemen New
Zealand dapat berbagi dan menjalin kerja sama dengan perannya masing-masing dalam
mengimplementasikan SDGs di tingkat bilateral dan global.
Pihak Komite Lingkungan Parlemen New Zealand seperti diwakili oleh Ketua Komite Deborah
Russel mengatakan bahwa perubahan iklim adalah tantangan nyata yang dihadapi New Zealand.
Kebijakan perundang-undangan nasional New Zealand didesain untuk menjawab tantangan hal
tersebut. Peraturan perundang-undangan diarahkan kepada kebijakan di bidang energi air,
transportasi bersih, dan kebudayaan air. Parlemen New Zealand juga mendorong Pemerintah New
Zealand mengadopsi sebuah peta jalan nasional bagi kepentingan New Zealand ke depan.
Setiap kebijakan tentang SDGs dibicarakan di Parlemen antara partai pemerintah dan partai oposisi
secara kolektif kolegial. Pandangan antara partai pemerintah dan partai oposisi mewakili pandangan
ideologis yang berbeda yang terumuskan lewat debat antarpartai yang ada di parlemen.
Komite Lingkungan Parlemen New Zealand berpandangan bahwa SDGs memberikan tujuan jangka
panjang yang harus dicapai di tingkat lokal, nasional, maupun global. New Zealand befokus pada
terutama lingkungan dan energi sebagai penggerak sektor ekonomi. New Zealand berkomitmen untuk
menjalankan kebijakan ekonomi hijau yang mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
New Zealand selama ini berfokus pada air bersih dan sanitasi (goal 6), energi bersih (goal 7), kota
berkelanjutan (goal 11), aksi iklim (13), kehidupan di bawah air (14), kehidupan di darat (15), dan
kemitraan (17).
Lebih lanjut, Deborah Russel menjelaskan bahwa kemitraan New Zealand difokuskan pada negara-
negara Pasifik—seperti Fiji dan Samoa—dengan bantuan dana dan capacity-building pada negara-
negara rawan bencana. Pengembangan kapasitas diarahkan untuk tujuan membentuk masyarakat
tangguh. Selain itu, alokasi dana untuk negara-negara Pasifik dilakukan dengan membentuk forum
pertemuan setingkat menteri.
Dr. Nurhayati Ali Assegaf mengatakan bahwa peran parlemen sudah dirasakan penting ketika
implementasi MDGs. DPR RI periode lalu sukses membuat undang-undang di bidang kesehatan
terutama meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta menekan kematian ibu.
8
Sementara itu, Aryo Djojohadikusumo mengatakan bahwa DPR RI menjalankan ratifikasi tercepat
sepanjang sejarah tentang Paris Agreement. Usaha ini menunjukkan kepedulian parlemen Indonesia
terhadap perubahan iklim yang semakin menjadi ancaman nyata bagi penduduk bumi.
Parlemen New Zealand menggarisbawahi bahwa istilah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tidak
terlalu populer dalam kosa kata keseharian di lingkungan Pemerintah maupun Parlemen New
Zealand. Akan tetapi, New Zealand telah lama hidup dengan menerapkan prinsip-prinsip hijau dalam
pembangunan nasional. Parlemen New Zealand tidak mempunyai komite khusus yang mengawasi
implementasi SDGs. Masing-masing tujuan dalam SDGs diawasi oleh select committe.
DPR RI dan Parlemen New Zealand menyepakati pentingnya peran dan dukungan parlemen untuk
upaya pencarian energi baru dan terbarukan bagi pembangunan hijau yang ramah lingkungan.
C. Pertemuan dengan KBRI Wellington, New Zealand (KBRI Wellington, 24 Mei 2018)
Pada pertemuan di KBRI Wellington, Dubes Tantowi Yahya menyampaikan penjelasan singkat
tentang situasi kekinian tentang hubungan bilateral RI-New Zealand, pasifik, dan masalah situasi
terkini di New Zealand.
Dubes Tantowi Yahya menjelaskan sekelumit sejarah New Zealand. Sejarah kolonialisme di New
Zealand berbeda dengan di Australia maupun di tempat-tempat lain. Orang-orang kulit putih yang
datang ke New Zealand adalah orang yang beradab dan terpelajar. Mereka datang ke New Zealand
untuk mencari kehidupan baru yang lebih baik. Maka, ketika orang-orang kulit putih mulai
menduduki New Zealand mereka menandatangani pakta hidup bersama dengan orang-orang Mauri
yang merupakan penduduk lokal. Pakta itu disebut sebagai Waitangi Treaty. Pakta itu mengakui hak
hidup Orang Mauri, hak hidup bahasa Maori, dan emansipasi perempuan.
Dalam masalah politik, New Zealand menerapkan sistem pemilu tiga tahunan bagi parlemen New
Zealand dan perdana menterinya. Sementara pemilihan gubernur jendral diadakan empat tahun sekali.
Yang patut dicatat dalam perkembangan politik terkini New Zealand adalah peran perempuan yang
semakin menonjol. Di cabang legislatif, terhitung 46 dari 120 anggota Parlemen New Zealand adalah
perempuan. Begitu pula di cabang eksekutif, Gubernur Jendral New Zealand adalah seorang
perempuan bernama Dean Patsy Ready berusia 61 tahun. Gubernur Jendral adalah jabatan strategis
karena ia merupakan representasi ratu Inggris yang merupakan kepala negara. Sementara perdana
Menteri dijabat oleh Jacinda Arden yang baru berusia 37 tahun.
Sistem Pemilu menggunakan apa yang disebut sebagai mix-member proportional. Sistem ini
memungkinkan pemilih untuk mencoblos calon anggota parlemen dari dua kategori: (1) mewakili
partai politik, dan (2) mewakili daerah pemilihan. Sistem campuran seperti ini memungkinkan
kualitas calon terpilih akan terjaga. Penduduk yang berhak menggunakan suaranya adalah mereka
yang berusia 18 tahun yang merupakan warga negara, permanent residence atau mereka yang telah
tinggal selama 12 tahun di New Zealand. Pemilu dalam sistem politik dan hukum New Zealand bukan
merupakan kewajiban. Pemilu terakhir pada 2017 yang lalu diikuti oleh 70 % penduduk New Zealand
yang terbagi dalam 71 daerah pemilihan. Partai Nasional sebetulnya adalah pemenang Pemilu akan
tetapi tidak dapat membentuk mayoritas di parlemen yang mengharuskan raihan 61 kursi untuk
9
membentuk pemerintahan. Partai Buruh dapat menggalang koalisi sehingga dapat membentuk
pemerintahan. Dampaknya adalah Ketua Partai Nasional mundur dari jabatannya sebagai Ketua
Partai dan Ketua Fraksi.
Pihak yang kalah membentuk oposisi di parlemen. Mereka menyebut istilah oposisi dengan istilah
government in waiting. Mereka juga menunjuk shadow minister untuk bidang tertentu untuk
mengawasi jalannya pemerintahan.
Legislasi dapat diusulkan melalui beberapa tingkatan. Undang-undang dapat diusulkan atas inisiatif
(1) pemerintah pusat, (2) anggota, (3) pemerintah daerah, (4) penduduk. Semua rancangan undang-
undang dibahas dalam select committee untuk kemudian dibahas dalama paripurna untuk kemudian
disahkan. Undang-undang yang telah disahkan di Parlemen New Zealand harus mendapat persetujuan
Gubernur Jendral untuk diberlakukan secara resmi sebagai undang-undang.
Dalam konteks hubungan bilateral Indonesia-New Zealand Dubes Tantowi Yahya menjelaskan
bahwa Indonesia dan New Zealand telah membangun hubungan diplomatik selama 60 tahun. New
Zealand adalah salah satu negara yang tercatat pertama kali mengakui kedaulatan Indonesia. Isu
krusial di New Zealand adalah perdagangan. Ia mengibaratkan perdagangan adalah agama orang New
Zealand. Indonesia menempati urutan ke-12 perdagangan di New Zealand. Ada beberapa isu
perdagangan New Zealand-Indonesia yang disengketakan di WTO. Seperti diketahui bahwa New
Zealand anti dengan produk kelapa sawit dan turunannya karena mereka menganggap kelapa sawit
melanggar HAM dan lingkungan. Dalam tuntutannya mereka menginginkan amandemen 9 peraturan
menteri pertanian dalam jangka 8 bulan. Mereka juga menuntut dalam jangka 19 bulan amandemen
lima undang-undang.
Yang patut diperhatikan adalah dana bantuan internasional New Zealand kepada negara-negara
pasifik. Seperti diketahui dana bantuan New Zealand bersifat konsensional. Artinya, melalui dana
bantuan internasional, New Zealand mengontrol 14 negara-negara pasifik. Negara-negara pasifik
mengampanyekan agar persoalan Papua diinternasionalisasi dengan mengampanyekan solidaritas ras
tepatnya dark skin solidarity Afro-Carribean. Sebetulnya Indonesia sangat berkepentingan terhadap
New Zealand ini untuk menekan negara-negara pasifik. Jadi meskipun New Zealand ini kecil tapi
sangat menentukan terhadap isu Papua.
Sementara itu Ketua BKSAP Dr. Nurhayati Ali Assegaf mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia
tidak ofensif terhadap isu-isu kelapa sawit. Hal itu ditemuinya ketika melawat ke Brussel bertemu
dengan para pemangku kepentingan Uni Eropa. Terakhir ia juga mendorong KBRI Wellington untuk
memulai tradisi melibatkan dalam isu keparlemenan sehingga isu-isu Parlemen New Zealand
langsung bisa direspons oleh DPR RI.
D. Meeting with Head of the UN, Human Rights and Commonwealth Division Head of the
Development Policy and Effective Unit New Zealand Ministry of Foreign Affairs Head of
Stats New Zealand (KBRI Wellington, 24 Mei 2018 | 13.00-16.00)
Pertemuan antara delegasi BKSAP DPR RI, Kementerian Luar Negeri dan Badan Pusat Statistik New
Zealand berlangsung di KBRI Wellington. Sebagai tuan rumah Dubes Tantowi Yahya memberikan
10
sambutan dalam pertemuan tersebut. Dubes Tantowi Yahya menyampaikan bahwa semua negara
perlu bekerja keras dalam mengimplementasikan SDGs karena agenda global. Letak keberhasilan
SDGs diukur dari pelaksanaan di negara-negara anggota PBB. New Zealand meskipun tidak secara
eksplisit menyebut SDGs sebagai dasar pembangunan nasional, akan tetapi adalah negara yang telah
lama hidup dengan prinsip-prinsip berkelanjutan oleh karena itu perlu berbagi dengan Indonesia
terkait upaya dan aksi nyata New Zealand dalam menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan di dalam
negeri. Lebih lanjut, Dubes Tantowi Yahya menggarisbawahi bahwa SDGs tidak dapat dijalankan
hanya oleh pemerintah. SDGs perlu kolaborasi antara pemerintah, kampus, media, LSO dan tidak
terkecuali parlemen. Dia menambahkan bahwa dokumen SDGs secara eksplisit menyatakan bahwa
parlemen memiliki peran penting dan strategis dalam berkontribusi terhadap pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan dan berfungsi sebagai penggerak untuk implementasi dan
pengarusutamaan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam konteks nasional.
Ketua BKSAP DPR RI Dr. Nurhayati Ali Assegaf dalam sambutannya menyampaikan apresiasi
kepada Kementerian Luar Negeri New Zealand yang telah menerima kedatangan DPR RI. Ia
menyampaikan Indonesia mempunyai peran historis dalam penyusunan SDGs dengan ditunjuknya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu High Level Panel of Eminent Person
(HLPEP). Keterlibatan Indonesia dalam SDGs menunjukkan komitmen dalam persetujuan global.
Menyambung apa yang disampaikan Dubes RI, Dr. Nurhayati Ali Assegaf bahwa peran parlemen
amat krusial dalam implementasi SDGs. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagai
lembaga legislatif yang ada di Indonesia, memegang peran penting dalam mencapai pembangunan
berkelanjutan dengan memberlakukan undang-undang yang relevan dan memantau secara ketat
pelaksanaan berbagai program dan inisiatif.
Memperhatikan peran tersebut, BKSAP DPR RI membentuk Panitia Kerja SDGs untuk
meningkatkan kesadaran anggota parlemen akan pentingnya SDGs serta mengarusutamakan SDGs
dalam undang-undang yang merupakan produk legislasi DPR RI. Untuk menggalang komitmen
global dari parlemen-parlemen dunia, BKSAP Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia akan
menyelenggarakan Forum Parlemen Dunia Kedua tentang Pembangunan Berkelanjutan (WPFSD)
pada 12-13 September 2018 di Bali. WPFSD akan diselenggarakan dengan tema “Kemitraan Menuju
Energi Berkelanjutan untuk Semua.” Forum ini akan membawa para ahli, anggota parlemen dan
masyarakat sipil ke dalam dialog tentang SDGs. Selanjutnya, forum ini dilakukan untuk
mengorganisir dialog multi-stakeholder serta membina kemitraan untuk mencapai sasaran energi dan
sumber daya yang terjangkau dan bersih. Selain itu, WPFSD kedua merupakan kelanjutan dari
WPFSD yang pertama di dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan yang berlangsung di Bali tahun
lalu dihadiri oleh lebih dari 50 negara dan mengadopsi Deklarasi Bali. Deklarasi tersebut mengajak
semua pihak untuk mempromosikan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan (tanpa
meninggalkan siapa pun), untuk mengakhiri kekerasan dan untuk mempertahankan perdamaian, dan
meningkatkan aksi iklim. Dalam kesempatan itu, Dr. Nurhayati Ali Assegaf menyampaikan
undangan kepada Parlemen New Zealand untuk berpartisipasi dalam Forum Parlemen untuk
Pembangunan Berkelanjutan pada bulan September mendatang.
Philip Taula mengatakan bahwa fokus New Zealand terkait dengan pelaksanaan SDGs terbagi
menjadi domestik dan mancanegara. Untuk tingkat domestik, New Zealand tengah melakukan
11
koordinasi antarkementerian dan lembaga di tingkat pusat dan daerah mengenai pelaksanaan SDGs.
Sementara untuk tingkat mancanegara, Pemerintah New Zealand fokus dalam memberikan bantuan
internasional bagi negara-negara pasifik yang secara geografis terdampak bencana. Bantuan
Pemerintah New Zealand berupa pendanaan dan peningkatan kapasitas. Ia melanjutkan paparannya
dengan menyampaikan bahwa SDGs adalah tujuan global bersama maka New Zealand
memberlakukan development assistance policy framework untuk memberikan bantuan internasional
bagi negara-negara pasifik. Selain itu, bantuan internasional New Zealand juga menyasar negara-
negara Afrika, Afghanistan serta negara-negara terdampak konflik lainnya. Ia mengakui New Zealand
belum menyusun sistem pelacakan dan pengukuran efektivitas bantuan di negara-negara tersebut.
Dalam keterangannya, Badan Pusat Statistik New Zealand (Stats NZ) mengatakan sesuai dengan
kapasitas serta tugas yang diemban bertanggung jawab menyusun data serta indikator dari masing-
masing tujuan SDGs dan mengoperasikannya dalam tataran praktis. Dari data dan indikator yang
dibuat, New Zealand dapat membuat laporan komprehensif dan terukur. Ini juga sebagai bahan untuk
membuat laporan bagi komunitas internasional.
Peter Zwart menekankan pentingnya pembangunan kebijakan serta memadukan kebijakan tersebut
untuk sinergi antar kementerian dan lembaga. Ia menyampaikan ada beberapa persoalan di New
Zealand. Sistem pemerintahan parlementer membuat pergantian pemerintahan berimplikasi terhadap
perubahan dalam kebijakan, legislasi, dan anggaran. SDGs yang mencakup pembangunan berdimensi
ekonomi, sosial, dan lingkungan juga terdampak dengan kebijakan yang berganti di tingkat domestik.
Menurutnya, saat ini New Zealand sedang mempersiapkan Voluntary National Review (VNR) 2019
yang berusaha memetakan sinergi antara pemerintah, parlemen, CSO, dan pelaku bisnis. Pelaporan
ini mutlak menggunakan data yang terukur agar laporan perkembangan (progress report) dapat diuji
secara valid.
Lebih lanjut, Peter Zwart menyampaikan bahwa New Zealand adalah negosisator yang mewakili
kepentingan negara-negara pasifik. Suara New Zealand adalah suara negara-negara pulau. Dalam
implementasi SDGs, New Zealand memfokuskan energi dan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Energi adalah masalah krusial yang mempengaruhi masa depan manusia.
Dalam sesi tanya jawab, Vena Melinda menyampaikan sejumlah pertanyaan seputar kebijakan apa
yang diterapkan New Zealand untuk mewujudkan good governance. Ia juga menanyakan strategi
New Zealand dalam mengimplementasikan konsep kota berkelanjutan yang merupakan goal 11. Ia
pun menyebut bahwa pada 2016 New Zealand dinobatkan sebagai negara dengan tingkat korupsi
rendah. Ia menanyakan bagaimana menumbuhkan integrasi di kalangan anak-anak.
Amelia Anggraini menanyakan bagaimana Pemerintah New Zealand menangani isu DRR guna
menciptakan masyarakat yang tangguh. Selanjutnya ia ingin mengetahui cara Pemerintah menangani
lokalisasi dan implementasi SDGs di antara komunitas pedesaan di New Zealand.
Aryo Djojohadikusumo ingin membandingkan pengambilan kebijakan antara sistem presidensial dan
sistem parlementer. Perbandingan ini menarik untuk melihat efektivitas implementasi SDGs.
12
Budi Djiwandono menanyakan bagaimana data dan ukuran diambil dan digunakan secara seragam
untuk kementerian dan lembaga yang ada di New Zealand.
Syarif Hasan menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen penuh terhadap pelaksanaan SDGs. Hal
ini dapat dibuktikan dengan komitmen penurunan emisi, penurunan angka kemiskinan. Ia
menanyakan bagaimana New Zealand menggerakkan pertumbuhan ekonominya di atas 5 persen. Ia
juga menyinggung bagaimana membuat kebijakan untuk merubaha kebiasaan merokok.
Merespons delegasi BKSAP DPR RI, delegasi New Zealand memberikan perspektif terhadap sistem
pemerintahan parlementer. Sistem parlementer menyaratkan kebijakan ada di pemerintahan koalisi
yang terbentuk melalui penguasaan kursi di parlemen. Kebijakan biasanya tergantung pada filosofi
masing-masing partai. Partai-partai di luar pemerintah membentuk oposisi di parlemen. Sebuah
kebijakan biasanya dibahas antara partai pemerintah dan partai oposisi. Pembahasan menukik pada
persoalan filosofi dasar hingga persoalan teknis untuk memperkuat checks and balances system.
Bergantinya pemerintahan berdampak pada terjadinya perubahan kebijakan nasional. Yang penting
untuk diketahui adalah tidak semua minister masuk dalam kabinet. Dan PNS harus netral dari politik.
Phillip Taula menjelaskan dalam mewujudkan good governance, transparansi, antikorupsi
dibutuhkan sistem pendidikan jangka panjang. Pendidikan akan mengubah pola perilaku yang akan
mempengaruhi suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah investasi penting. Dalam
implementasi SDGs, Pemerintah melibatkan komunitas pedesaan dalam mencapai tujuan yang ada
dalam SDGs.
Stats NZ bukanlah satu-satunya lembaga yang merilis data statistik yang mengakibatkan perbedaan
data di antara kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga yang ada di New Zealand. Untuk
mengatasi data yang saling bertentangan tersebut, New Zealand menerapkan ukuran kunci dan
indikator yang valid dalam membaca data tersebut.
Peter Zwart menceritakan sejak 1980 terjadi arus liberaliasi di New Zealand yang mengubah pola
perencanaan usia kerja dan penurunan pengangguran. Fokus pemerintah ke arah ekonomi. Berat pada
awalnya namun itu harus dilakukan New Zealand. Pemerintah New Zealand mengembangkan
pembangunan inklusif yang berfokus pada kesejahteraan, kebijakan perdagangan, kapital sosial, dan
transportasi publik.
Beberapa catatan yang diambil kedua delegasi adalah VNR yang diajukan oleh New Zealand tidak
melibatkan perspektif parlemen. Data dan indikator perlu untuk menyusun prioritas kebijakan. Yang
penting untuk dibuat adalah membangun sistem pelacakan agar data dan indikator berjalan sesuai
dengan rencana.
E. Meeting with GNS Science New Zealand (Wellington, 25 Mei 2018 | 12.00-14.00)
Delegasi BKSAP DPR RI disambut oleh Direktur GNS Science Ian Simpson. Ia mengaku senang
mendapat kehormatan dapat dikunjungi oleh Parlemen Indonesia. Menurutnya kunjungan DPR RI
adalah kunjungan pertama dari parlemen negara sahabat.
13
Dr. Nurhayati Ali Assegaf dalam sambutannya menekankan bahwa sekarang, kita berada di tahun
ketiga aksi dan implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan. Hingga kini, perdebatan seputar
SDGs terutama berkaitan dengan penetapan tujuan dan indikator. Kita kurang mendiskusikan apa
yang diperlukan sains untuk merespon dengan dampak dan keberhasilan penerapan SDG? Ia
berpendapat bahwa sains harus menjadi inti dari rencana aksi dan implementasi untuk Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) karena menyediakan, basis bukti, solusi, teknologi dan inovasi.
Dalam ruang tantangan multi-dimensi ini, peran pendanaan ilmu pengetahuan adalah sangat penting.
Disebutkan oleh Dr. Nurhayati Ali Assegaf bahwa kedatangan delegasi BKSAP DPR RI ke New
Zealand adalah upaya berkelanjutan dari DPR RI untuk memberikan banyak penekanan pada
pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Oleh karena itu, pertemuan ini memberikan
kesempatan untuk berbagi dan berdiskusi dengan GNS Science tentang bagaimana kerja parlemen
dapat mempercepat transisi ke sistem energi yang terjangkau, dapat diandalkan dan berkelanjutan.
Selanjutnya, Dr. Nurhayati Ali Assegaf menjelaskan DPR RI akan menghelat WPFSD II yang akan
berlangsung pada 12-13 September 2018 di Bali. Forum ini akan membawa para ahli, anggota
parlemen dan masyarakat sipil ke dalam dialog tentang SDGs dengan fokus pada isu-isu “Kemitraan
Menuju Energi Berkelanjutan untuk Semua.” Ini adalah kekhawatiran global bahwa kita terlalu lama
bergantung pada bahan bakar fosil yang murah dan padat energi, yang juga merupakan sumber utama
emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Namun, diharapkan solusi
teknologi baru dan bersih tersedia yang dapat mengarahkan kembali pembangunan di sepanjang
lintasan yang lebih berkelanjutan. Lebih lanjut, Indonesia telah mulai mengelola sumber daya energi
baru dan terbarukan yang sangat besar, seperti: panas bumi, tenaga air, energi matahari, biomassa,
dan energi angin. Kunjungan kerja ke New Zealand adalah untuk mencari potensi dan peluang dalam
menginvestasikan sumber daya energi terbarukan, memprioritaskan praktik hemat energi, dan
mengadopsi teknologi dan infrastruktur energi bersih. Ia juga meminta kepada GNS Science untuk
membangun kemitraan dan membuka kunci keuangan untuk mencapai akses universal ke energi
berkelanjutan, sebagai kontribusi untuk dunia yang lebih bersih, adil dan makmur bagi semua.
Ian Simpson menjelaskan bahwa GNS Science adalah crown entity. Yang dimaksud crown entity
adalah BUMN yang dimiliki negara. GNS Science bergerak di bidang sains, riset dan teknologi.
Sebagai BUMN yang dimiliki pemerintah, GNS Science menerima dana dari pemerintah untuk
memajukan kepentingan publik. Lembaga ini juga berorientasi mencari keuntungan (profit-oriented)
dengan memberikan jasa seperti: studi kelayakan, studi potensi, peta nasional, data, konsultansi,
pelatihan, dan riset. GNS Science telah menghimpun 36 multidisiplin sains, dan memiliki staf teknik
dan laboratorium. Tercatat lembaga pemerintah dan swasta dalam negeri maupun mancanegara telah
memanfaatkan jasa GNS Science untuk pembangunan.
Dasar pendirian GNS Science adalah sains harus dimanfaatkan untuk New Zealand yang lebih baik.
Sains harus digunakan lebih lanjut guna menjadikan New Zealand sebagai negara bersih, aman, dan
sejahtera.
Di antara 36 sains multidisiplin yang dikembangkan GNS Science adalah: (1) ground water, (2)
climate change, (3) emisi gas (GHG emission), (4) air quality, (5) extremophile atau geotermal
kimiawi, (6) authentication atau arthefact significance, (7) gempa bumi, (8) gunung api, (9) geological
14
engineering, (10) tsunami, (11) tanah longsor, (12) geological mapping, (13) minyak dan gas bumi,
(14) energi panas bumi, (15) mineral, (16) advanced minerals, (17) oceanografi, dan (18)
palaentology.
GNS Science adalah pionir dalam pengembangan energi geotermal. Pengembangan ini berasal dari
ilmu bumi yang dikembangkan di New Zealand sejak dekade 1950-1960. GNS Science
mengintegrasikan semua data dan sumber daya untuk memahami sistem geotermal sebelum
memutuskan memanfaatkan energi panas bumi untuk listrik, pertanian, pengairan, dan lain-lain. New
Zealand dalam mengembangkan geotermal ini telah menghabiskan dana investasi tinggi serta
memberikan banyak insentif bisni membangun kawasan terpadu geotermal. Sejumlah 84 persen
energi New Zealand memanfaatkan energi terbarukan yang bersumber dari geotermal dan tenaga air.
Menurut Kevin Faure, kunci sukses pengembangan geotermal di New Zealand terletak pada tiga hal:
(1) pendanaan pemerintah untuk riset inovasi produk unggulan dan berbasis pemecahan masalah; (2)
fasilitas dan peralatan teknologi yang memadai; dan (3) hubungan antara kalangan industri dan
ilmuwan yang terjalin solid dan saling menguntungkan. Selain itu, New Zealand juga
mengembangkan (1) sistem komprehensif untuk menggali pemahaman baru; (2) monitor terhadap
dampak lingkungan; (3) dukungan laboratorium untuk membuat model; (4) database geotermal; (5)
pemecahan masalah dengan eksperimen kimia; (5) pengolahan limbah menjadi potensi ekonomi; dan
(6) pendidikan, training, dan workshop.
Dalam sesi dialog, Dr. Nurhayati menanyakan bagaimana skema pinjaman apakah berasal dari
internasional atau lokal. Amelia Anggraini menanyakan seputar mitigasi berbasis budaya lokal yang
dikembangkan New Zealand. Vena Melinda menyinggung pengembangan kota yang berkelanjutan
dan energi. Sementara Budi Djiwandono menanyakan upaya New Zealand dalam mengurangi emisi
gas rumah kaca dan upaya peningkatan produk pertanian New Zealand. Aryo Djojohadikusumo
menyinggung masalah perubahan iklim yang merupakan ancaman nyata dunia. Menurutnya, DPR RI
telah meratifikasi Paris Agreement menjadi undang-undang dalam tempo 48 jam.
Dalam penjelasannya, Ian Simpson menerangkan bahwa sains berfungsi menerangkan, menjelaskan
dan membuktikan. Itulah yang dipakai sebagai dasar untuk menginformasikan kepada publik. Dalam
eksplorasi sumber daya energi di suatu tempat, otoritas New Zealand melakukan pendekatan kepada
komunitas lokal dengan memberikan CSR, pemberdayaan komunitas dengan implementasi banyak
program penguatan komunitas, hingga share holders dengan komunitas setempat. New Zealand
meyakini cara persuasif adalah cara terbaik untuk mencapai kepentingan publik yang lebih luas.
New Zealand sangat berkepentingan terhadap komunitas rural dan urban untuk menjadi komunitas
yang tangguh terhadap konflik dan bencana. Oleh karena itu, Pemerintah New Zealand menyediakan
infrastruktur seperti transportasi yang memadai untuk memajukan kesejahteraan warga. Pemerintah
New Zealand memberlakukan syarat analisis dampak lingkungan untuk sebuah pengerjaan
eksplorasi. Syarat itulah yang harus dibuktikan bahwa pengerjaan suatu proyek aman terhadap
lingkungan. Fungsi GNS Science salah satunya memberikan bantuan teknis atas uji lingkungan suatu
proyek. Pengembangan riset dan teknologi juga diarahkan untuk pemajuan pertanian warga New
Zealand. Misalnya pembangunan teknologi pertanian secara otomatis akan meningkatkan produk
pertanian.
15
Dalam hal perubahan iklim dan mitigasi bencana, Ian Simpson menegaskan bahwa otoritas New
Zealand memberikan konsultasi kepada komunitas lokal tentang dampak negatif tsunami dan bencana
lainnya serta cara penanggulangannya. Pemerintah New Zealand juga memanfaatkan kearifan lokal
yang ada di komunitas untuk pengembangan mitigasi yang komprehensif.
Satu hal yang menarik dicatat dari pertemuan di atas adalah New Zealand menggunakan dua sudut
dalam pengambilan kebijakan publik: yang pertama sains memimpin debat dan diskusi publik
terhadap suatu masalah. Kemudian yang kedua adalah implementasi kebijakan publik diberlakukan
berdasarkan sains dan riset mendalam. Dampaknya adalah sebuah kebijakan publik teruji secara
ilmiah.
III. KESIMPULAN & SARAN
a. Kesimpulan
1) Kunjungan kerja ke New Zealand berjalan lancar dengan pertemuan antara delegasi BKSAP
DPR RI dan para pemangku kepentingan di New Zealand.
2) Indonesia dan New Zealand merupakan aktor internasional dalam penyusunan SDGs. Indonesia
diwakili oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono duduk sebagai High Level Panel on
Eminent Person (HLPEP) bentukan Sekjen PBB. Sementara New Zealand adalah negara yang
menjadi perunding SDGs yang mewakili kepentingan negara-negara pasifik.
3) SDGs secara peristilahan tidak begitu populer di kalangan masyarakat New Zealand. Akan
tetapi nilai-nilai pembangunan berkelanjutan telah lama hidup menjadi prioritas pembangunan
nasional New Zealand.
4) Parlemen New Zealand tidak secara spesifik mempunyai organ khusus di Parlemen yang
menjadi penjuru SDGs. Fungsi-fungsi di bidang pengawasan, legislasi, dan anggaran tentang
tujuan, target, dan indikator SDGs diletakkan pada masing-masing select committee yang
membawahi kementerian dengan portofolio masing-masing.
5) Pembahasan legislasi terkait dengan SDGs di tingkat select committee dirumuskan secara
bersama-sama oleh partai pemerintah dan partai oposisi sebelum diambil keputusan final.
Perdebatan antarpartai dipenuhi dengan pandangan filosofis masing-masing partai tersebut.
6) New Zealand juga memanfaatkan energinya dari energi angin, bioenergi, matahari dan laut.
Sejak tahun 2016, 40% pasokan energi New Zealand bersumber dari energi terbarukan.
7) New Zealand mempunyai program bantuan internasional (official development assistance)
yang menyasar negara-negara pasifik.
16
b. Saran
1) Kunjungan kerja BKSAP dengan membawa isu SDGs ke forum internasional dan bilateral
perlu diintensifkan karena berdampak mengangkat pamor Indonesia dalam kancah diplomasi
khususnya diplomasi parlemen.
2) Hasil-hasil kunjungan kerja BKSAP DPR RI ke New Zealand hendaknya dapat dilaporkan dan
disampaikan secara luas dalam rapat paripurna, rapat komisi, dan rapat badan untuk
pengarusutamaan SDGs di kalangan DPR RI.
3) Hasil-hasil kunjungan kerja BKSAP DPR RI ke New Zealand hendaknya dapat disampaikan
kepada pemerintah pada saat rapat kerja, rapat dengar pendapat baik itu di komisi maupun
badan. Hasil-hasil tersebut dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam
mengimplementasikan SDGs di tingkat lokal maupun nasional.
4) Hasil-hasil kunjungan kerja BKSAP DPR RI hendaknya dapat didiseminasikan secara luas
melalui media massa, media sosial, dan jaringan berita daring. Diseminasi ini diharapkan
menjadi konsumsi publik sebagai bagian peningkatan kesadaran SDGs di masyarakat.
5) Pemerintah perlu merajut kemitraan dengan lembaga riset seperti GNS Science untuk
pengembangan sains dan riset.
6) Pemerintah Indonesia perlu mengirimkan sebanyak mungkin tenaga pendidik, periset, dan
perekayasa ke lembaga GNS Science untuk pengembangan kapasitas.
7) Untuk diperhatikan Pemerintah Indonesia bahwa sudah saatnya pengembangan energi dan
energi terbarukan menjadi fokus kerja pemerintah dalam upaya pencapaian energi bersih
dan terjangkau.
17
V. PENUTUP
Demikianlah pokok-pokok Laporan Delegasi DPR-RI dalam rangka Kunjungan Kerja Pantia
Kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke New Zealand yang telah berlangsung pada tanggal
22- 28 Mei 2018. Laporan ini dilampiri dengan dokumen terkait lainnya. Saya mengucapkan
terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang mulia bagi bangsa
dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2018
Ketua Delegasi DPR RI,
ttd
Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si
A-432
18
LAMPIRAN FOTO
Ibu Siti Hediati memimpin Pertemuan dengan Parliamentary Friendship Group of the House of
Representatives of New Zealand
Delegasi Indonesia melakukan pertemuan dengan Parliamentary Friendship Group of the House of
Representatives of New Zealand
19
Pertemuan Delegasi DPR-RI dengan Duta Besar RI untuk Wellington beserta jajarannya di KBRI
Wellington
Delegasi DPR-RI dengan Duta Besar RI berfoto bersama dengan Select Committee on Environment
of the House of Representatives of New Zealand
20
Ketua Delegasi, Dr. Nurhayati Ali Assegaf didampingi oleh Duta Besar RI melakukan pertemuan
dengan Select Committee on Environment of the House of Representatives of New Zealand
Pertemuan delegasi DPR-RI dengan GNS Science New Zealand