BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen. Hipokrates memberikan definisi diare sebagai suatu keadaan
abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan
oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus
umumnya bersifat sel limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatkan
adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di
pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
1
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan
berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodnya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.1
1.2 TUJUAN
Memberikan pemahaman lebih jauh dan detail mulai dari definisi diare ,
klasifikasi , etiologi , patofisiologi , manifestasi klinis , pengobatan dan komplikasi
dalam sebuah tinjauan menyeluruh .
1.3 PERMASALAHAN
Definisi, epidemiologi dan faktor resiko diare akut pada anak
Etiologi, patogenesis, dan manifestasi klinik diare akut pada anak
Diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan diare akut pada anak
1.4 MANFAAT
Dalam rangka untuk menyajikan informasi dan pengetahuan yang lebih rinci bagi
pembaca lain , khususnya untuk petuga tenaga kesehatan
Menyediakan literatur yang memadai sebagai referensi yang dapat digunakan
untuk menulis tulisan ilmiah berikutnya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare Akut
2.2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan
bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
Diare akut secara umum diartikan sebagai penurunan dalam konsistensi
feses (lunak atau cair) dan/atau peningkatan frekuensi buang air besar (biasanya ≥ 3
kali dalam 24 jam), dengan atau tanpa demam atau muntah, tetapi perubahan pada
konsistensi feses dibanding dengan konsistensi feses sebelumnya lebih indikatif
pada diare, dibanding jumlah feses, terutama pada usia awal bulan. Diare akut
biasanya terjadi <7 hari dan >14 hari.6
2.2.2 Epidemiologi
Rotavirus adalah penyebab tersering dari diare, tetapi norovirus menjadi
penyebab utama pada negara yang tinggi cakupan vaksin rotavirus. Penyebab
yang paling umum dari bakteri adalah campylobacter atau salmonella, tergantung
pada negara. Infeksi usus adalah penyebab utama dari infeksi nosokomial.6
3
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi
di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan
oleh diare sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare
masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24% untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.1
2.2.3 Cara penelularan dan faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4F = fingers, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
4
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar
dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1
biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia<
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia selatan. Pada akhir tahun
1992, dikenal dtrain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia
dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1
5
2.2.4 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada
kasus yang datang darana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe
dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut:
Bakteri :
1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostiridium perfringens
5. Clostiridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica
6
Virus :
1. Astovirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus*
8. Cytomegalovirus*
Parasit :
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
5. Giardia lamblia
6. Isospora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichuria
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak, yaitu: Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan
sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukka berbagai
tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-
perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala
klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak
7
terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk
kuboid yang belum matag sehingga fungsinya belum baik. villus mengalami atrofi
dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. selanjutnya, cairan
dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan
yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik
dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida
dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut
bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel
yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan
merupaka pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus
selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio
penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat
kompleks, terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun
penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan
kerentanan bayi (dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai
morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan
sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas
spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik seperti asam
lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus
terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi
makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan
8
Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak
berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat
menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut
sarat otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare
pada anak antara lain:
Kesulitan makan
Defek Anatomis
- Malrotasi
- Penyakit Hirchsprung
- Short Bowel Syndrome
- Atrofi mirovilli
- Stricture
Malabsorpsi
- Defisiensi disakaridase
- Malabsorpsi glukosa – galaktosa
- Cystic fibrosis
- Cholestosis
- Penyakit Celiac
Endokrinopati
- Thyrotoksikosis
- Penyakit Addison
- Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
- Logam Berat
- Mushrooms
Neoplasma
- Neuroblastoma
- Phaeochromocytoma
9
- Sindroma Zolliger Ellison
Lain-lain :
- Infeksi non gastrointestinal
- Alergi susu sapi
- Penyakit Crohn
- Defisiensi imun
- Colitis ulserosa
- Gangguan motilitas usus
- Pellagra
10
2.2.5 Mekanisme Diare
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
Absorbsi
Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus
normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.
Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti :
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih besar
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pad ausus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan
ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada
11
bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen
illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan,
akan memberikan dampak yang sama.
Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino dan
monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory
bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan
anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan
insuficiensi eksokrin pannkreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorbsi
dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan
karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare
osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorbsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian
Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada
hipermotalitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan
gangguan absorpsi nutrisi laktose.
12
Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam
lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel
cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peingkatan
pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat
menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit
Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi
garam empedu, lemak.
Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju, diare
sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti
ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neopplasma pankreas, sel non-beta yang
menghasilkan VIP, Polipeptida panreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe
hypokalemia achlorhydria (WDHA)). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang.
Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi
akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis
intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
13
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas
pada aksus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare
pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah
merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi
absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Peranan bakteri enteral patogen
pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua
komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi
chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. Difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction,
sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe
III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh
menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor
spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang
dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A,
PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi komplek antigen-antibodi dalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan
14
kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan
basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak
terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell)
ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan
IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merngsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.1,2
2.2.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal
bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa
berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh,
contoh:
15
Tabel 1. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Bila terj
Bila terjadi panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat
dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya
usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporodium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa
saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat
penting.1-3
Manifestasi Enteropatogen terkait
Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter,
Clostridium difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, yersinia
Hemolytic
Uremic Syndrome
S. dysentrie, E. coli
16
Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala
klinik
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC
Masa tunas 17-72 jam 24-48
jam
6-72 jam 6-72 jam
Panas + ++ ++ -
Mual
muntah
Sering Jarang Jarang +
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus
kramp
Tenesmus
kolik
-
Nyeri
kepala
- + + -
Lamanya
sakit
5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering
Konsistens
i
Cair Lembek Lembek Cair
Darah - Sering Kadang -
Bau Langu + Busuk +
Warna Kuning
hijau
Merah-
hijau
Kehijauan Tak
berwarna
Leukosit - + + -
Lain-lain Anorexia Kejang + Sepsis + Meteorismu
17
s
Bakteri
Di negara berkembang , enterik bakteri dan parasit lebih banyak terjadi daripada virus
dan biasanya paling banyak terjadi selama musim panas .
Diare yang disebabkan oleh Escherichia coli. Distribusi bervariasi di berbagai
negara , tetapi enterohemorrhagic E . Coli (ehec , termasuk E . coli O157: H7 ) menyebabkan
penyakit lebih umum di negara maju .
• Enterotoxigenic E. coli (ETEC) menyebabkan traveler’s diarrhea.
• Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyebabkan penyakit pada dewasa
Enteroinvasive E. coli (EIEC)* menyebabkan diare mukoid berdarah
(disentr i ) , jarang terjadi demam
• Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)* menyebabkan diare berdarah, colitis hemoragik
berat , dan sindrom uremic hemolitik di 6- 8 % kasus; hewan ternak adalah host reservoir
utama
Hampir semua jenis menyebabkan penyakit pada anak-anak di negara berkembang yaitu
• Enteroaggregative E. coli (EAggEC) menyebabkan diare berair pada anak-anak dan
diare persisten pada anak-anak dengan human immunodeficiency virus (HIV)
• Enterotoxigenic E. coli (ETEC) menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak di
negara berkembang
• Enteropathogenic E. coli (EPEC) menyebabkan penyakit lebih sering pada anak anak
< 2 tahun, dan diare persisten pada anak-anak.
* EIEC dan EHEC tidak ditemukan (atau mempunyai tingka prevalensi sangat rendah
pada beberapa negara berkembang.
Campylobacter:
• Infeksi asimptomatik sangat sering terjadi pada negara beerkembang dan berhubungan
dengan hewan ternak yang dekat dengan tempat tinggal.
• Infeksi ini terkait dengan diare berair; kadang-kadang disentri.
18
• Sindrom Guillain–Barré berkembang pada sekitar 1:1000 orang dengan Campylobacter
colitis; Diperkirakan akan memicu sekitar 20 - 40 % dari semua kasus sindrom guillain
barre . Kebanyakan orang sembuh , tetapi kelemahan otot tidak selalu sembuh total.
• Unggas merupakan sumber penting dari infeksi Campylobacter di negara maju, dan
semakin meningkat di negara berkembang, dimana unggas berkembang biak dengan
cepat.
• Terdapatnya binatang pada area memasak adalah suatu faktor resiko pada negara
berkembang.
Campylobacter adalah salah satu dari bakteri paling sering terisolasi dari kotoran bayi dan
anak-anak di negara berkembang, dengan puncak tingkat isolasi pada anak-anak usia 2 tahun
dan lebih muda.
Shigella:
• Hipoglikemi, berhubungan dengan tingkat kematian sangat tinggi (43%) terjadi lebih
sering daripada penyakit diare tipe lain.
S. sonnei sering terjadi pada negara berkembang, menyebabkan sakit ringan, dan
dapa t menyebabkan wabah
S. flexneri merupakan penyebab endemik pada banyak negara
berkembang dan menyebabkan gejala disentri dan sakit persisten,
jarang terjadi pada negara maju
S. dysenteriae type 1 (Sd1) — s a t u - s a t u n y a s e r o t i p e yang menghasilkan
toksin Shiga, seperti halnya EHEC. Ini juga merupakan serotype epidemi yang telah
dikaitkan dengan banyak wabah dengan angka tingkt kematian mencapai 10% pada
Asia, Africa, dan Central America..
Mencapai 160 juta kejadian terjadi pada negara berkembang, terutama pada anak-
anak. Lebih sering terjadi pada balita dan anak lebih tua dibanding infant.
Vibrio cholerae
• Banyak spesies dari Vibrio menyebabkan diare pada negara berkembang.
• Semua serotipe (>2000) merupakan patogen pada manusia
19
• Hanya V. cholerae serogroups O1 dan O139 yang menyebabka cholera berat,
dan wabah serta epidemik.
• Jika tidak dilakukan rehidrasi cepat dan memadai, dehidrasi berat menyebabkan
syok hipovolemik dan kematian dapat terjadi dalam 12-18 jam setelah onset gejala
pertama.
• Feses cair, tidak berwarna, dan dengan bercak lendir, sering disebut sebagai feses
seperti air cucian beras.
• Muntah umum terjadi; biasanya tidak ada
demam.
• Ada potensi untuk penyebaran epidemi; infeksi harus dilaporkan segera kepada
otoritas kesehatan masyarakat.
Salmonella:
• Demam enteric— Salmonella enterica serovar Typhi dan Paratyphi A, B, atau
C ( demam typhoid ); demam berlangsung selama 3 minggu atau lebih; buang air
besar mungkin normal, konstipasi atau diare
.• Binatang adalah reservoir utama untuk salmonellae. Manusia merupakan satu-
satunya karier dari Sallmonella Thypoid.
• Pada salmonellosis n o n t h y p o i d (Salmonella gastroenteritis), terdapat onset
akut mual, muntah dan diare yang mungkin berair atau disentri di sebagian kecil
dari kasus.
Virus
Di negara-negara industri dan berkembang, virus merupakan penyebab dominan diare
akut, terutama di musim dingin.
Rotavirus
• Tercatat merupakan penyebab 1/3 diare di rumah sakit dan menyebabkan 500.000
kematian diseluruh dunia setiap taun
• Terkait dengan gastroenteritis dengan keparahan di atas rata-rata.
• Penyebab utama diare dengan dehidrasi berat pada
20
• Hampir semua anak-anak di negara-negara industri dan berkembang terinfeksi pada saat
mereka berumur 3-5 tahun
• Infeksi neonatal umum terjadi, tetapi sering asimptomatik.
• Insiden puncak dari klinis penyakit pada anak-anak antara usia 4 dan 23 bulan
Human caliciviruses (HuCVs)
• Termasuk famili Caliciviridae—noroviruses dan sapoviruses (sebelumnya disebut
“Norwalk-like viruses” dam “Sapporo-like viruses.”
• Noroviruses merupakan penyebab wadah t e r se r ing da r i d i a re ,
meng in feks i s emua ke lompok umur .
Parasit
Cryptosporidium parvum, Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis jarang terjadi negara maju, dan biasanya pada these are
uncommon in the developed world and are usually terbatas pada traveler.
• Proporsi yang relatif kecil dari kasus-kasus infeksi penyakit diare pada anak-anak di
negara berkembang.
• G. intestinalis mempunyai prevalensi rendah (mendekati 2–5%) pada anak-anak
dinegara berkembang.
• Cryptosporidium dan Cyclospora umu terjadi pada anak yang berada di negara
berkembang; biasanya asimptomatik.
2.2.7 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan lain yang telah dilakukan
21
ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah
Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya: ubun-ubun cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
22
Tabel Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031
Penilaian
beratnya atau
derajat
dehidrasi
dapat
ditentukan
Simptom Minimal atau
tanpa
dehidrasi,
kehilangan
BB <3%
Dehidrasi
Ringan-
Sedang,
Kehilangan
BB 3%-9%
Dehidrasi Berat,
Kehilangan BB
>9%
Kesadaran Baik Normal, lelah,
gelisah,
irritable
Apathis, letargi,
tidak sadar
Denyut
jantung
Normal Normal –
meningkat
Takikardi,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas
nadi
Normal Normal –
melemah
Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit
cowong
Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan
llidah
Basah Kering Sangat kering
Cubitan
kulit
Segera
kembali
Kembali < 2
detik
Kembali > 2 detik
Cappillary
refill
Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Karakteristik 0 1 2
Keadaan
Umum
Baik Haus, lelah
atau letargi.,
iritable ketika
disentuh
Mengantuk,
lemah, dingin atau
berkeringat ±koma
Mata Normal Sedikit
cekung
Samgat cekung
Membran
Mukosa
(Lidah)
Lembab Lengket Kering
Air Mata Mengeluarkan
Air mata
Air mata
berkurang
Air mata tidal
keluar23
dengan cara
obyektif yaitu
dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Penggunaan sistem skoring tergantung
pada setting dan operator. Tidak ada metode tunggal standar yang harus digunakan. Walaupun
dehidrasi merupakan parameter utama untuk menentukan tingkat keparahan diare, masalah tersebut
bukan satu-satunya.6 Cara subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, CDS, Score Maurice
King, kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.1,3
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951
Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut CDS6
3. Laboratorium
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan
umum
Baik,
sadar
*Gelisah,
rewel
*Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan
lidah
Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum
biasa,
tidak haus
*Haus, ingin
minum banyak
*Malas minum
atau tidak bisa
minum
Periksa:
turgor kulit
Kembali
cepat
*Kemballi
lambat
*Kembali sangat
lambat
Hasil
pemeriksaan
:
Tanpa
dehidrasi
Dehidrasi
ringan /
sedang
Bila ada 1
tanda *
ditambah 1
atau lebih
tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Terapi: Rencana
Terapi A
Rencana
Terapi B
Rencana Terapi C
24
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut pada penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran
kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja : pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasikan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.1
25
Tabel 7. Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. Enterocolitica, V. Parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.
Typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya,
pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam
jumlah
Test Laboratorium Organisme diduga / identifikasi
Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang
memproduksi sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporodium, I. Belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Stongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standar E. coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Spesial Y. enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, C. difficile, E.. coli,
O 157 : H 7
Enzym imunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. Lamblia, enteric
adenovirus, C. difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth
enrichment
Salmonella, Shigella
Test yang dilakukan di laboratorium
riset
Bakteri yang memproduksi toksin,
EIEC, EAEC, PCR untuk genus yang
virulen
26
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang
dicurigai menderita diare yang disebabkangiardiasis,cryptosporidiosis, isosporiasis dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum
adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan
protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista
ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan
kista amuba. pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi
juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan
amubiasis hati. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan
pada penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. Enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli O157 : H 7 dan Campylobacter
membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada
label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C.
difficile sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin
membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita sengan simptom kolitis berat atau
penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan.1
2.2.8 TERAPI
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan
merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit-rumah
sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki
27
kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Indikasi Rawat Inap6
Rekomendasi untuk rawat inap di rumah sakit berdasarkan konsensus dan diikuti oleh
kondisi sebagai berikut :
1.Syok
2.Dehidrasi Berat (>9% berat badan)
3.Kelainan neurologis (letargi, kejang)
4.Intractable, bilious vomiting
5.Kegalalan rehidrasi oral
6.Diduga kelainan bedah
7. Kondisi untuk follow up yang aman dan managemen dirumah tidak dapat
dilakukan
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula
lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan
karena disentrim yang menyebabkan berurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama
natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi
yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah
28
disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan
elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit
dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati
osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama
dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit
formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Tabel 8. Komposisi Oralit Baru
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap kali BAB
Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245
29
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak.
Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence
based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien
anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk micronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dala sistem kekebalan
tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatn diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga
dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak
yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dengan air matang atau oralit.
30
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada
diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostiridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang,
makan dan minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit
dan memberantas organisme peyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan
dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih
berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan
31
dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam
keadaan dehidrasi sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai
komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi
antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral
hanya untuk kasus dehidrasi berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi, seperti: air tajin. Larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan
adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-
200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang
lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila
terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1
sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat.
Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu
banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila
dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang :
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
32
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan segera
diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75
cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur
< 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa
adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya
diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan
volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara
dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat
diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-oral, oralit
dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20
ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat
dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan
dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik
adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaika dalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan
infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan
intravena (+ 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4 jam
(untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk
memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan
pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat
dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB,
33
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30 cc/kgBB
dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat dipercepat. Setelah
6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yang sesuai yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Tabel 9. Metode Holliday – Segar untuk menghitung cairan maintenance6
4. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO tunggal yang
mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20. Chlorida 80, Basa 30 dan Glukosa 111
(2%).
Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan saja untuk digunakan pada
pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab bahan infeksius yang disertai dengan
berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare Rotavirus berhubungan dengan
kehilangan natrium bersama tinja 30-40 mEq/L, ETEC 50-60 mEq/L dan V. Cholera > 90-120
mEq/L. CRO – WHO (Oralit) telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk
terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa mendukung
penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan osmolaritasnya yang lebih
rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran tinja yang lebih sedikit, berkurangnya
pemberian intravena dibandingkan dengan CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Berat Badan Baseline Kebutuhan Cairan Harian
1-10 kg 100 ml/kgBB
10-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB untuk setiap kg >10 kg
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB untuk setiap kg >20 kg
34
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO osmolaritas rendah
dengan CRO standard kecuali angka hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang penggunaan CRO
dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara global. Pada tahun 2002 WHO
mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan rekomendasi tersebut dengan 75
mEq/L natrium, 75 mmol/L glucosa dan osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini
juga direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa dengn kolera, meskipun post
marketing surveilans sedang dilakukan untuk memastikan keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk kotransport natrium
(contoh : asam amino glycine, alanine, glutamin) atau substitusi glukosa dengan komplek
karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif
dari CRO tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup
latihan dan penyediaan dirumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektif untuk mengobati
dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket dinegara berkembang dan secara
komersial tersedia CRO dinegara maju, maka CRO standard tetap merupakan pilihan utama
dari sebagian besar klinisi.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase resistent starch
derivat dari jagung) dan partilly hydrolized guar gum. Mekanisme kerja yang diharapkan
adalah meningkatkan uptake natrium oleh kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan
lain dari perbaikan komposisi CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng
dan protein polimer.
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi
yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang
penting antara lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya
dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng
35
dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama
dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi dan
pemberian ASI. Pada anak dengan usia <6 bulan, suplemen zinc tidak mempengaruhi rata-rata
durasi dari diare dan dapat meningkatkan resiko diare persisten sampai hari ke 7.6 Sejak tahun
2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare
dengan dosis 20 mg perhari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg
perhari selama 10-14 hari.1
Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan
makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung
kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.
Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan
anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau.
Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak
diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa
atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan
diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan
dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi
dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari
kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama
2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari makanan
36
dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari : makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang,
gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10
ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus
dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan
dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau
pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sati buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindari.
7. Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu
perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh
untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang
normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini
biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
8. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika, antdiare,
adsorben, antiemetik dan obat yang memperngaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umut kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.
Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar
diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. Cholera,
Shigella, Eterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Campylobacter dan sebagainya.1
37
Tabel 10. Antibiotik pada diare
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah :
Adsorben
(Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine). Obat-obat ini
dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan
menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella
dysentery
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-
5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada
kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
38
(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tinctura opii, paregoric,
codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi
tidak mengurangi volume tinja pada anak. lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik
yang berat yang dapat datal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat
eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu
pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan
diare akut sebanyak 30% akan tetapi cara ini jarang digunakan.
Kombinasi obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat
mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai macam diare.
Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada
bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan
obat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain:
Antimuntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan
mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti
muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila
penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulan
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi. Pengobatan yang
tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit yang seimbang. Penggunaan
cardiac stimulan dan obat vasoaktif seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah
diindikasikan.
Darah atau plasma
Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan dehidrasi oleh
karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari kehilangan air dan elektrolit.
Walaupun demikian, terapi rehidrasi tersebut dapat diberikan untuk penderita dengan
hipovolemia oleh karena renjatan septik.
Steroid
39
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.1,2
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi 3 :4
1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang
3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.
40
41
2.2.9 KOMPLIKASI
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu
misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah
yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan
intravena.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh
karena: hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40oC,
hipernatremi atau hiponatremi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline –
5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap
500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
nnormal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.
42
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua
anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal
Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :
jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis.
Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya : (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq
/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 –
kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.1
43
2.2.10 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal – oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare antara lai:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisas campak.
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan
seng dalam pencegahan diare.1,2
PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN
(Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun
2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk
44
pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya
bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan
Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5- 24 bulan
yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31%
menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo
menjadi 10% pada kelompok probiotik.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti
mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Probiotik mempunyai efek protektif terhadap diare, efeketif dalam
mengurangi durasi dan intensitas gejala dari diare. Penelitian terbaru telah
membuktikan bahwa probiotik efektif dalam mengurangi durasi dari gejala diare
pada anak.6
PREBIOTIK
Prebiotik bukan merupaan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe
prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobaacilli dan
Bifidobacteria didalam kolon bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian
RCT di Peru th. 2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal yang
disuplementasi dengan Fruktooligosakarida ( FOS ) tidak menunjukkan peurunan
angka kejadian diare. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun
1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa
melihat penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare,
dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya
dibanding placebo.
45
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih
perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.1
46
BAB III
KESIMPULAN
Diare akut, persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang
mempengaruhi tingkat kematian anak di Indonesia dan dunia. Dibutuhkan terapi
yang adekuat agar diare akut tidak berkepanjangan menjadi diare persisten atau
kronis. Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat
kompleks. Hubungan antara diare persisten dengan malnutrisi bagaikan lingkaran
setan yang memerlukan penanganan yang integratif dan bertahap sehingga terapi
yang dibutuhkan tidak hanya terapi medikamentosa akan tetapi dibutuhkan pula
terapi nutrisi yang optimal.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h. 481-6.
3. Behrman R, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak, Ed 15, Vol 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 929-35.
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit.2009. h.131-156
5. Farthing M.,Salam M.,Lindberg G, et al. 2012. Acute diarrhea in adults and
children : a global perspective. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines
6. Guarino A., Ashkenazi S., Gendrel D., et al. 2014. Naples.. European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition / European Society for
Pediatric Infectious Diseases Evidence-Based Guidelines for the Management of
Acute Gastroenteritis ini Children in Eurpoe : Update 2014
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.Panduan sosialisasi tatalaksana diare
balita
8. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
9. Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
10. Dit. jen PPM,PLP Dep. Kes. RI. PMPD. Buku Ajar Diare.1996
48