Draft 23 Juni 2014
1
DRAFT
EVALUASI PELAKSANAAN RENSTRA DPR RI TAHUN 2010 – 2014
SAMPAI DENGAN TAHUN KEEMPAT (2010 – 2013)
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan kelembagaan demokrasi yang kuat, DPR
RI dituntut memiliki visi dan misi yang terangkum dalam suatu dokumen
perencanaan. Karena itu DPR RI Periode 2009-2014 menyadari arti penting
dokumen perencanaan sebagai akuntabilitas publik sehingga disusunlah
suatu Rencana Strategis (Renstra) DPR RI 2010-2014.
Renstra DPR RI 2010 – 2014 merupakan wujud penyempurnaan
terhadap berbagai upaya perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Jika sebelumnya gagasan penguatan kelembagaan DPR RI tersebut
dituangkan dalam berbagai rekomendasi yang dihasilkan oleh DPR RI, yaitu:
1) Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI Tahun 2006;
2) Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI Tahun 2009;
3) BURT DPR RI Periode 2004-2009;
4) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
5) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang Tata Tertib;
Selanjutnya dalam proses menyusun Renstra DPR RI 2010-2014
tersebut, sampai dengan tahun 2009 telah tersusun beberapa naskah awal
untuk rancangan Renstra tersebut. Dalam naskah-naskah tersebut
terkandung berbagai gagasan untuk penguatan kelembagaan DPR RI,
peningkatan kinerja dan tugas representasinya. Dokumen tersebut
memadukan berbagai gagasan yang dihasilkan pada periode sebelumnya
yang dinilai sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat dan visi
Anggota DPR RI periode 2009-2014.
Renstra DPR RI 2010-2014 yang diberlakukan pada DPR RI periode
2009-2014 merupakan suatu hal yang baru, karena di era DPR RI
sebelumnya tidak pernah memiliki dokumen Renstra. Keberadaan Renstra
DPR RI 2010-2014 mencerminkan bahwa DPR RI merupakan lembaga
negara yang menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Dalam prakteknya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
terdapat dalam dokumen Renstra ini tidak mudah, karena setiap kegiatan
yang direncanakan memiliki target penyelesaian yang harus dicapai dan
terukur, sementara lembaga DPR RI merupakan lembaga politik yang
sangat dinamis.
Draft 23 Juni 2014
2
Fokus kegiatan yang dilakukan oleh DPR RI dalam Renstra ini tidak
terlepas dari tugas konstitusional yang diamanatkan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan.
Renstra DPR RI 2010-2014 merupakan dokumen yang memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan DPR RI untuk
periode 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2014. Renstra ini ditetapkan
dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi pedoman bagi
segenap unsur yang ada dalam lingkungan DPR RI untuk menyusun
rencana kerja dan rencana anggaran tahunan.
Setelah memasuki tahun kelima, masih dijumpai berbagai persoalan
terhadap pelaksanaan Renstra DPR RI 2010-2014, terutama yang terkait
dengan pencapaian target yang telah direncanakan. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu dilakukan evaluasi terhadap Renstra DPR RI 2010-2014
dan sebagai landasan untuk menyusun Renstra DPR RI 2015-2020.
2. Tujuan
Evaluasi terhadap Renstra DPR RI 2010-2014 bertujuan untuk:
1) Melakukan review atas program pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan serta pelaksanaan program
penguatan kelembagaan yang ditetapkan dalam Renstra DPR RI 2010-
2014;
2) Melakukan review atas pelaksanaan program dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya dan Program sarana dan prasarana
yang ditetapkan dalam Renstra DPR RI 2010-2014;
3) Mengetahui perkembangan target prioritas pencapaian Grand Design
Kelembagaan yang ditetapkan dalam Renstra DPR RI 2010-2014;
4) Memahami hambatan dan tantangan yang muncul dalam pelaksanaan
program dan fungsi maupun prioritas pencapaian Renstra DPR RI 2010-
2014; dan,
5) Memberikan rekomendasi yang diperlukan agar sasaran program
Renstra DPR RI 2010-2014 dalam masa sisa periode perencanaan
dapat tercapai secara lebih optimal.
II. Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Program Dewan dalam Renstra DPR RI
2010-2014
1. Program Pelaksanaan Fungsi Legislasi
Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI selama kurun waktu
perencanaan 2010-2014 telah dituangkan dalam Program Pelaksanaan
Fungsi Legislasi DPR RI. Keberhasilan pelaksanaan program ini tidak hanya
akan memperkuat peran DPR RI dalam menjalankan fungsi
konstitusionalnya tetapi juga momentum peralihan kekuasaan membentuk
undang-undang dari presiden ke DPR RI. Dengan demikian, penguatan
pelaksanaan fungsi ini akan ditentukan oleh sejauh mana DPR RI dapat
Draft 23 Juni 2014
3
mengelola Program Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI secara optimal.
Dalam rangka penguatan pelaksanaan program tersebut hal yang perlu
dievaluasi yaitu pencapaian penyelesaian pembentukan RUU.
Realisasi Produk Legislasi DPR RI dari tahun sidang 2010-2011
sampai dengan 2012-2013 disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan data pada
Tabel 1 di atas, sampai dengan akhir tahun 2013, jumlah RUU yang telah
ditetapkan menjadi undang-undang sebanyak 91 undang-undang atau 35,1
persen dari 259 undang-undang yang menjadi target prolegnas 2010-2014
(Dalam perjalanannya, terdapat penambahan 11 RUU Baru dari Daftar
Prolegnas 2010-2014 yang berjumlah 248 menjadi 259 RUU).
Tabel 1. Jumlah Prioritas RUU dan RUU yang disahkan
Tahun 2010 s.d. 2013
Tahun Prioritas RUU RUU yang disahkan
% Inisiatif
DPR
Pemerintah Inisiatif
DPR
Pemerintah Kumulatif
Terbuka
2010 38 34 6 2 7 20,8
2011 37 33 13 6 5 34,2
2012 46 23 6 4 20 43,4
2013 48 27 6 5 11 29,3
Jumlah 169 117 31 17 43 35,1
Data sampai Desember 2013
Tidak tercapainya target yang direncanakan secara tidak langsung
menunjukkan:
1) Penyelesaian satu RUU membutuhkan waktu yang lama sehingga target
RUU yang direncanakan tidak tercapai; dan,
2) Keterbatasan sumberdaya dalam menyelesaikan RUU.
Dari segi kualitas, dapat dilihat dari data UU yang diuji di Mahkamah
Konstitusi maka menunjukkan bahwa untuk UU yang diundangkan pada
tahun 2010 yang mendapatkan judicial review adalah dua undang-undang
yaitu UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan UU No.47 Tahun 2009
tentang APBN 2010 dan UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
Selanjutnya jumlah UU yang mendapatkan judicial review untuk kurun waktu
UU yang diundangkan dari tahun 2010-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari total undang-undang yang diundangkan pada kurun waktu 2010-
2013 sebanyak 91 undang-undang dan yang mendapatkan judicial review
sebanyak 24 undang-undang atau mencapai 38,46 persennya.
Draft 23 Juni 2014
4
Tabel 2. UU Yang di Judicial Review di Mahkamah Konstitusi
Tahun
Pengundangan Undang-Undang
2010 1. UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.
2. UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
2011 1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
2. UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas. Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
3. UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
4. UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
5. UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
6. UU No. 11 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011.
7. UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
8. UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum.
9. UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
10. UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang intelejen Negara.
11. UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.
12. UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun 2012.
13. UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
14. UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
2012 1. UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
2. UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan UU Nomor 22
Tahun 2011 Tentang APBN TA 2012.
3. UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD.
4. UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
5. UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
6. UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
7. UU Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi
Kalimantan Utara.
2013 UU Nomor 14 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 56 Tahun 2008 Pembentukan Kabupaten
Tambraw Di Provinsi Papua Barat.
Dalam mendukung Program Pelaksanaan Fungsi Legislasi tersebut,
setiap tahunnya dialokasikan anggaran yang cukup besar. Namun dalam
realisasinya anggaran yang terpakai setiap tahunnya rata-rata 32,55 persen.
Adapun perkembangan anggaran dan realisasinya disajikan dalam Tabel 3.
Draft 23 Juni 2014
5
Tabel 3. Realisasi Anggaran DPR RI Terhadap Pelaksanaan Fungsi Legislasi
Per Tahun dari Tahun 2011 Sampai 2013
Tahun Pagu Anggaran Realisasi Anggaran %
2011 Rp.394.557.441.000 Rp. 95.114.571.022 24,11
2012 Rp.375.318.412.000 Rp.150.042.745.855 39,98
2013 Rp.337.925.741.000 Rp.187.631.347.770 53,55
Rendahnya realisasinya anggaran ini sejalan dengan masih kurang
maksimalnya penyelesaian produk legislasinya. Adapun rendahnya realisasi
anggaran dan pencapaian target RUU yang disahkan disebabkan karena
beberapa faktor antara lain sebagai berikut:
1) Keterbatasan waktu pembahasan, yaitu di satu sisi pembahasan
rancangan undang-undang dengan asumsi rata-rata 30 hari kerja per
masa sidang sehingga tersedia 120 hari per tahun untuk menyelesaikan
target prioritas tahunan prolegnas, sementara di sisi lain DPR RI juga
harus melaksanakan fungsi anggaran dan pengawasan;
2) Mekanisme pembahasan yang cukup panjang dan memakan waktu
lama menyebabkan pencapaian target penyelesaian rancangan undang-
undang menjadi mundur dari target waktu penyelesaian; dan,
3) Proses pembahasan yang melibatkan pemerintah turut mempengaruhi
terhadap lamanya proses pembahasan dikarenakan adanya kesiapan
waktu dan kemauan politik pemerintah untuk membahas.
2. Program Pelaksanaan Fungsi Anggaran
Pelaksanaan Fungsi Anggaran DPR RI selama kurun waktu
perencanaan 2010-2014 telah dituangkan dalam Program Pelaksanaan
Fungsi Anggaran DPR RI. Dalam pelaksanaan program tersebut target
penyelesaian penyusunan UU APBN relatif sudah baik karena pembahasan
APBN umumnya tepat waktu sesuai dengan siklus penyusunan dan
pembahasan APBN sebagaimana tercantum dalam UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara bahwa 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran
berakhir, UU APBN tahun berikutnya sudah harus disahkan DPR RI.
Tabel 4. Persandingan Belanja Negara dengan Angka Kemiskinan, Pertumbuhan dan
Tingkat Pengangguran Tahun 2010 s.d. 2014*
Tahun APBN
Angka
Kemiskinan
(%)
Pertumbuhan
(%)
Tingkat
Pengangguran
(%)
2010 1.047.666 13,33 6,2 7,14
2011 1.229.600 12,36 6,5 6,56
2012 1.491.400 11,66 6,4 6,32
2013 1.683.011 11,47 5,81 6,25
2014 1.842.495 - - -
* Data diolah dari BPS
Draft 23 Juni 2014
6
Selain itu, dalam setiap proses pembahasan rencana kerja dan
anggaran Kementerian/Lembaga, DPR telah memperhatikan tujuan
bernegara dan aspirasi publik. Tujuan utama dari pelaksanaan fungsi
anggaran ini adalah upaya DPR RI untuk memastikan bahwa pengalokasian
anggaran setiap tahun sesuai dengan rencana pembangunan jangka
panjang dan jangka menengah yang pro poor, pro growth, pro job dan pro
environment. Untuk melihat bagaimana pengalokasian APBN yang pro poor,
pro growth dan pro job dapat dilakukan dengan melihat pencapaian
Indonesia dalam berupaya menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan
pertumbuhan dan menurunkan tingkat pengangguran seperti Tabel 4.
Meskipun ini dapat dilihat sebagai peran langsung dari pemerintah, tetapi
DPR RI juga berperan secara tidak langsung atas persetujuan alokasi
anggaran lewat politik anggarannya untuk mendukung pro poor, pro growth,
pro job dan pro environment.
Tabel 5. Besaran Alokasi Belanja Negara APBN
Tahun 2010 s.d. 2014 (dalam miliar rupiah)
Tahun RAPBN APBN APBN-P Pertanggungjawaban
APBN
2010 1.009.485 1.047.666 1.126.146 1.042.117
2011 1.202.000 1.229.600 1.320.751 1.294.999
2012 1.418.497 1.491.400 1.548.310 1.491.410
2013 1.657.900 1.683.011 1.726.191 -
2014 1.816.734 1.842.495 - -
Peran DPR dalam menjalankan fungsi anggaran juga dapat dilihat
dari besaran anggaran yang ditetapkan dalam UU baik RAPBN, APBN,
APBN-P maupun realisasi pelaksanaannya sebagaimana dijelaskan dalam
Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut dari pagu yang disusun dalam RAPBN
yang diajukan oleh pemerintah mengalami perubahan ketika pembahasan
dan penetapan di DPR, dimana perubahan harus dilakukan dalam kerangka
menjalankan politik anggaran DPR RI. Namun ke depan dalam kerangka
politik anggaran ini termasuk sikronisasi antara besaran anggaran dengan
program pembangunan.
Dalam mendukung Progam Pelaksanaan Fungsi Anggaran tersebut,
setiap tahunnya dialokasikan anggaran yang cukup besar. Namun dalam
realisasinya anggaran yang terpakai setiap tahunnya rata-rata 49,2 persen.
Adapun perkembangan anggaran dan realisasinya disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Realisasi Anggaran DPR RI Terhadap Pelaksanaan Fungsi Anggaran
Per Tahun Dari Tahun 2011 Sampai 2013
Tahun Pagu Anggaran Realisasi
Rupiah %
2011 33.941.660.000 14.572.440.890 42,93
2012 20.201.300.000 11.809.542.152 58,46
2013 38.365.370.000 18.432.055.850 46,22
Draft 23 Juni 2014
7
Adapun rendahnya realisasi anggaran dalam menjalankan Program
Pelaksanaan Fungsi Anggaran ini ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1) Ada beberapa rencana kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan karena
adanya kebijakan internal DPR RI seperti moratorium studi banding;
dan,
2) Efektivitas pembahasan anggaran sehingga mampu mendorong efisensi
anggaran.
3. Program Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
Rencana kegiatan Fungsi Pengawasan DPR RI selama kurun waktu
perencanaan 2010-2014 telah dituangkan dalam Program Pelaksanaan
Fungsi Pengawasan DPR RI. Program tersebut telah dilaksanakan oleh
Pimpinan DPR, Komisi, BAKN dan Pansus. Penguatan pelaksanaan fungsi
ini juga dapat dilihat dari dinamika pelembagaan panitia kerja dan tim
terhadap sejumlah kebijakan nasional yang menjadi perhatian politik DPR
RI. Sebagai contoh selama masa sidang tahun 2012-2013 telah terbentuk
Panitia Kerja (Panja) sebanyak 52 Panja, di mana 46 Panja dibentuk oleh
Komisi dan 4 Panja oleh Pimpinan. Adapun data perkembangan
pembentukan Panja selama kurun waktu 2009-2013 dapat dilihat pada
Tabel 7. Tabel 7. Pembentukan Panitia Kerja
Dalam Rangka Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI*
Tahun Sidang Pembentukan Panitia Kerja/Tim
Pimpinan Komisi Pansus
2009-2010* 1 3 1
2010-2011* 3 8 1
2011-2012 4 34 0
2012-2013 4 46 0
*Data sementara
Namun demikian, beberapa pencapaian yang masih dirasakan
belum optimal adalah pengaduan masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung yang belum direspon dan ditindaklanjuti oleh AKD secara
maksimal. Pengelolaan pengaduan masyarakat secara baik dan responsif
masih dirasakan belum optimal. Selama ini pengaduan masyarakat yang
sampai ke DPR RI sudah diadministrasikan secara baik, dan sudah
diteruskan ke AKD. Namun pengaduan masyarakat tersebut belum
semuanya dibahas dan ditindaklanjuti di AKD. Adapun data mengenai
pengaduan masyarakat yang sampai ke DPR RI dapat dilihat pada Tabel 8.
Hambatan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPR RI antara
lain belum adanya mekanisme pelaksanaan fungsi pengawasan oleh AKD
dan tindaklanjut hasil pengawasan tersebut. Sementara ini, obyek
pengawasan pada umumnya masih terfokus pada kebijakan pemerintah.
Draft 23 Juni 2014
8
Namun yang terkait dengan peraturan pelaksanaan undang–undang dan
APBN belum menjadi fokus pengawasan.
Tabel 8. Jumlah Pengaduan Masyarakat Yang Ditindaklanjuti AKD
Tahun Sidang Pengaduan Masyarakat Yang Masuk
Surat Website* SMS*
2009 94 - -
2010 87 - -
2011 3.101 582 21.347
2012 4.993 688 37.509
2013 4.160 906 24.477
*Layanan ini mulai diselenggarakan pada tahun 2011
Dalam mendukung Progam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
tersebut, setiap tahunnya dialokasikan anggaran yang cukup besar. Namun
dalam realisasinya anggaran yang terpakai setiap tahunnya rata-rata 60,4
persen. Adapun perkembangan anggaran dan realisasinya disajikan dalam
Tabel 9.
Tabel 9. Realisasi Anggaran DPR RI Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
Per Tahun Dari Tahun 2011 Sampai 2013
Tahun Pagu Anggaran Realisasi
Rupiah %
2011 184.549.827.000 95.101.727.117 51,53
2012 213.906.103.000 121.550.584.731 56,82
2013 166.874.926.000 123.839.208.861 72,97
*Data sampai dengan Triwulan III Tahun 2013
Rendahnya realisasi anggaran dalam menjalankan Program
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1) Adanya beberapa rencana kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan
karena alokasi waktu berhimpitan dengan target penyelesaian undang-
undang;
2) Kegiatan pengawasan sangat dipengaruhi oleh seberapa penting objek
yang menjadi pengawasan (perhatian) DPR sehingga akan berpengaruh
kepada model pengawasan apa yang akan dilakukan oleh DPR
sehingga akan berpengaruh terhadap efektivitas pembahasannya dan
pada akhirnya akan mendorong efisensi anggaran; dan,
3) Adanya kebijakan internal DPR RI seperti moratorium studi banding.
4. Program Penguatan Kelembagaan
Pelaksanaan Fungsi Penguatan Kelembagaan selama kurun waktu
perencanaan 2010 - 2014 dituangkan dalam Program Penguatan
Kelembagaan melalui berbagai kegiatan pokok seperti pembenahan internal
kelembagaan DPR RI, penegakan kode etik, dan peningkatan kinerja Setjen.
Draft 23 Juni 2014
9
Pembenahan internal lembaga DPR RI dilaksanakan melalui
berbagai kegiatan yang ditujukan untuk ke arah yang lebih baik sesuai
dengan harapan masyarakat. Sasaran dari pembenahan internal lembaga
DPR RI adalah terwujudnya pelaksanaan tugas konstitusional DPR RI yang
lebih efektif dan efisien dengan didukung oleh sistem pendukung DPR RI
yang lebih profesional dan sesuai dengan kebutuhan guna mendorong
kinerja DPR RI yang lebih baik.
Selanjutnya kegiatan yang dilakukan antara lain pengalokasian
anggaran berbasis kinerja dengan memperhatikan program dan kegiatan
prioritas DPR RI, kegiatan penyusunan beberapa pedoman pelaksanaan
tugas dan fungsi DPR RI, dan upaya pemutakhiran sistem informasi DPR RI.
Khusus dalam pembenahan tatakelola anggaran, pengalokasian anggaran
diawali dengan penyusunan Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran
(AKUPA) DPR RI yang telah dimulai sejak tahun 2011. Adapun
pembenahan internal lembaga melalui penyusunan berbagai Peraturan DPR
dan Keputusan mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI seperti:
1) Peraturan DPR RI No.1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib DPR RI;
2) Peraturan DPR RI No.1 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi
Publik DPR;
3) Peraturan DPR RI No.2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sidang
Bersama antara DPR dan DPD;
4) Peraturan DPR RI No.1 Tahun 2011 tentang Kode Etik;
5) Peraturan DPR RI No.2 Tahun 2011 tentang Tata Beracara Badan
Kehormatan DPR;
6) Peraturan DPR RI No.1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan
Prolegnas;
7) Peraturan DPR RI No.2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Menyusun RUU;
8) Peraturan DPR RI No.3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembahasan
RUU;
9) Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2013 tentang Peliputan Pers pada
Kegiatan DPR RI;
10) Keputusan BURT No:02/BURT/ DPR RI/I/2010-2011 tentang Pedoman
Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI;
11) Keputusan BURT No:03/BURT/ DPR RI/I/2010-2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat DPR RI;
12) Keputusan BURT No:04/BURT/ DPR RI/I/2010-2011 tentang Pedoman
Pengawasan Terhadap Pelaksanaan dan Pengelolaan Anggaran.
13) Keputusan BURT No:05/BURT/DPR RI/II/2010-2011 tentang Tata Tertib
Penghunian dan Pengelolaan Rumah Jabatan Anggota DPR RI.
14) Keputusan BURT No:06/BURT/ DPR RI/I/2010-2011 Pengawasan
Pelaksanaan Kebijakan Kerumahtanggaan DPR RI;
15) Keputusan BURT No:07/BURT/ DPR RI/I/2010-2011 tentang Pedoman
Umum Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat DPR RI;
Draft 23 Juni 2014
10
16) Keputusan BURT No:09/BURT/ DPR RI/IV/2010-2011 tentang Pedoman
Pengamanan Rumah Jabatan Anggota DPR RI;
17) Keputusan BURT No:10/BURT/ DPR RI/IV/2010-2011 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Penggunaan Gedung Serbaguna RJA DPR RI;
18) Keputusan BURT No:11/BURT/ DPR RI/I/2011-2012 tentang Pedoman
Pengelolaan Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR RI;
19) Keputusan BURT No:14/BURT/DPR RI/I/2011-2012 tentang Pedoman
Pengelolaan Perpustakaan DPR RI;
20) Keputusan BURT No:15/BURT/DPR RI/I/2011-2012 tentang Pedoman
Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi DPR RI;
21) Keputusan BURT No:12/BURT/DPR RI/II/2011-2012 tentang Pedoman
Penyusunan Naskah Dinas DPR RI;
22) Keputusan BURT No:17/BURT/DPR RI/III/2012-2013 tentang Pedoman
Pengelolaan Anggaran Fraksi;
23) Keputusan BURT tentang Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
DPR RI:
24) Keputusan BURT tentang Tata Kerja Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang BURT;
25) Keputusan BKSAP tentang Pedoman Penerimaan Delegasi Luar Negeri;
26) Keputusan BAKN tentang Tata Kerja Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang BAKN; dan,
27) Keputusan BALEG tentang Tata Cara Penarikan Rancangan Undang-
Undang.
Penguatan kelembagaan DPR RI juga dilakukan melalui peran Badan
Kehormatan DPR RI sebagai alat kelengkapan DPR yang ditugaskan dalam
undang-undang sebagai Garda Terdepan penjaga citra dan wibawa DPR RI.
Untuk itu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Badan Kehormatan DPR RI telah
menyusun kode etik yang berisi norma dan wajib dipatuhi oleh setiap
anggota selama menjalankan tugasnya. Penyusunan kode etik tersebut
dimaksudkan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas
DPR RI. DPR RI juga telah menetapkan Peraturan DPR RI tentang Tata
Beracara Badan Kehormatan DPR RI.
Saat ini, Badan Kehormatan sedang melakukan evaluasi dan
penyempurnaan terhadap Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan
DPR RI. Badan Kehormatan menyadari dan memahami bahwa eksistensi
dan peningkatan kualitas kinerja Badan Kehormatan adalah suatu hal yang
pasti untuk memperbaiki citra dan martabat DPR RI baik kelembagaan
maupun individu Anggota DPR RI. Begitu juga untuk menrapkan i Peraturan
DPR RI tentang Tata Tertib Pasal 243 Ayat (1) dan (2) dan dalam rangka
pencitraan DPR RI, maka DPR RI telah mengimplementasikan amanat tata
tertib tersebut melalui penerapan absen elektronik dalam Rapat Paripurna.
Draft 23 Juni 2014
11
Dalam Program Penguatan Kelembagaan ini, DPR RI juga
berkomitmen untuk mengalang kerjasama antar parlemen di forum
internasional. Berbagai forum kerjasama antar parlemen selama kurun
waktu 2010-2013 telah banyak dilakukan baik forum bilateral, regional
maupun internasional. Beberapa forum yang telah diselenggarakan DPR
(termasuk keikutsertaan DPR RI) dalam forum bilateral, regional maupun
internasional misalnya:
1) Dalam Sidang Umum ke-122 IPU di Bangkok, Thailand, pada akhir
Maret 2010, DPR RI juga telah berperan aktif, antara lain dengan
menyampaikan pernyataan tentang reformasi dan demokratisasi PBB,
dan menyarankan agar IPU lebih serius lagi menyelesaikan masalah
Palestina dan pelanggaran Israel terhadap tanah Palestina dan Masjid
Al Aqsa. Dalam Sidang IPU itu juga, Delegasi DPR RI aktif duduk di
drafting committee untuk pembahasan resolusi di Emergency Item
Committee, dan juga berhasil menempatkan 2 (dua) Anggota DPR RI
dalam jabatan-jabatan strategis di IPU, yakni Dr. Nurhayati Ali Assegaf
sebagai First Vice President of Coordinating Committee of Women
Parliamentarians dan Andi Anzhar Cakra Wijaya, SH sebagai anggota
tetap Committee on Promoting the International Humanitarians Law;
2) Pada September 2011, Delegasi DPR RI aktif dalam sidang Women of
the ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (WAIPA);
3) Pada 24-31 Januari 2012, Ketua DPR RI sebagai Presiden PUIC telah
melaksanakan Sidang The Seventh of Parliamentary Union of the OIC
Member States (PUIC) Conference and Related Meetings pada di
Palembang, Sumatera Selatan;
4) Pengiriman Delegasi DPR RI ke Kanada pada 28 Mei 3 Juni 2012, untuk
bertemu dengan Standing Commitee on Foreign Affairs and
International Development, House Of Commons;
5) Pada 8-12 Juli 2012 dalam kerangka AIPA, DPR RI telah menjadi tuan
rumah pelaksanaan Sidang Executive Committee AIPA dan The Ninth
Meeting of AIPA Fact Finding Committee to Combat the Drug Menace
(AIFOCOM) pada 8-12 Juli 2012 di Yogyakarta; dan,
6) Pada Maret 2013, di sidang IPU di Quito Ekuador, Delegasi DPR RI
bersama dengan delegasi anggota IPU lainnya turut aktif membahas
sejumlah agenda sidang, antara lain, mengenai peran parlemen dalam
melindungi dan menjaga kelangsungan hidup masyarakat sipil, dan
peran parlemen dalam menata perdagangan global yang adil dan
perumusan mekanisme pembiayaan yang inovatif untuk pembangunan
berkelanjutan.
Aktivitas DPR RI dalam kerangka pelaksanaan diplomasi parlemen
tidak saja dilakukan melalui pertemuan-pertemuan antaranggota parlemen
dalam rangka kegiatan GKSB DPR RI-Parlemen Negara-negara Sahabat
dan keikutsertaan Anggota DPR RI dalam sidang-sidang forum
Draft 23 Juni 2014
12
antarparlemen dan pertemuan internasional lainnya, tetapi juga dilakukan
melalui berbagai aktifitas Anggota DPR RI lainnya, seperti melalui
pelaksanaan kunjungan kerja Anggota Komisi DPR RI ke luar negeri, dan
juga melalui aktivitas individu Anggota DPR RI melalui kaukus yang dibentuk
dan diikutinya, seperti Kaukus Parlemen Indonesia untuk Palestina dan
Kaukus Parlemen Indonesia-Amerika. Aktivitas diplomasi parlemen DPR RI
kiranya telah turut mewarnai dan memperkuat politik luar negeri Indonesia.
Tabel 10. Realisasi Anggaran DPR RI Terhadap Pelaksanaan Program
Penguatan Kelembagaan Per Tahun Dari Tahun 2011 Sampai 2013
Tahun Pagu Anggaran Realisasi
Rupiah %
2011 142.457.298.000 74.063.081.325 51,99
2012 184.398.410.000 132.908.732.533 72,08
2013 163.786.351.000 118.230.098.306 72,11
*Data sampai dengan Triwulan III Tahun 2013
Dalam mendukung pelaksanaan Program Penguatan Kelembagaan
tersebut, setiap tahunnya dialokasikan anggaran yang cukup besar. Namun
dalam realisasinya anggaran yang terpakai setiap tahunnya rata-rata 65,4
persen. Adapun perkembangan anggaran dan realisasinya disajikan dalam
Tabel 10.
Realisasi anggaran sebesar 57,4 persen merupakan realisasi
terbesar dibandingkan tiga program lainnya. Adapun rendahnya realisasi
anggaran dalam menjalankan Program Penguatan Kelembagaan ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Beberapa rencana kegiatan yang ada tidak dapat dilaksanakan karena
adanya kebijakan internal DPR RI seperti moratorium studi banding
sehingga mendorong efisiensi anggaran; dan,
2) Adanya efektivitas pembahasan/pelaksanaan suatu kegiatan sehingga
juga mendorong terjadinya efisiensi.
III. Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Program Setjen dalam Renstra DPR RI
2010-2014
Selama periode 2010-2013 Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI telah
menetapkan dua program yaitu Program Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya, dan Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana. Kedua Progam tersebut merupakan penjabaran dari tugas dan
fungsi Setjen DPR yaitu memberikan dukungan administrasi, teknis dan
keahlian. Dalam periode 2010-2013, Setjen DPR RI mengarahkan kedua
program tersebut untuk mencapai sasaran melakukan pembenahan baik dari
segi kelembagaan, ketatalaksanaan maupun sumber daya manusia, dalam
rangka meningkatkan dukungan kepada DPR RI baik administratif, teknis
maupun keahlian.
Draft 23 Juni 2014
13
Berbagai inovasi untuk peningkatan kualitas dukungan tersebut, Setjen
DPR RI diperoleh dari berbagai sumber best practises, salah satunya dari
Sekretariat Parlemen di luar negeri antara lain melalui partisipasi Sekjen DPR RI
dalam Sidang-sidang Association of Secretaries General of Parliaments (ASGP)
yang merupakan rangkaian kegiatan dari Sidang Inter-Parliamentary Union
(IPU).
Dalam memperbaiki dukungan manajemen, Setjen DPR RI telah
melakukan penataan organisasinya (tugas pokok dan fungsi unit kerjanya).
Salah satu output yang telah dihasilkan adalah adanya penambahan unit kerja
baru untuk melakukan pengelolaan administraif bagi Tenaga Ahli DPR dan
Asisten Anggota melalui ditetapkannya Peraturan Sekjen DPR RI No.01/Per-
Sekjen/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Sekjen DPR RI No.
400/Sekjen/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan
Peraturan Sekjen DPR RI No.03/Per-Sekjen/2010. Selanjutnya penataan
organisasi ini terintegrasi kedalam perubahan tata kelola kesekretariatan yang
dikemas dalam Reformasi Birokrasi Sekjen DPR RI:.
Secara khusus perbaikan dalam tata kelola kesekretariatan misalnya
perbaikan tata kelola kehumasan melalui berbagai upaya strategis telah
dilakukan untuk menciptakan citra positif DPR RI, diantaranya dengan
menyelenggarakan press gathering dengan para wartawan media cetak dan
elektronik. Kemudian bekerja sama dengan Universitas Indonesia untuk
penyusunan dokumen strategi kehumasan DPR RI, dan kerjasama dengan TV
Swasta dalam hal pemberitaan tentang kegiatan-kegiatan DPR RI.
Hasil dari perbaikan tata kelola kesekretariatan tersebut telah memberikan
hasil positif. Misalnya dalam perbaikan tatakelola keuangan, maka pada kurun
waktu Tahun Sidang 2012-2013 Setjen DPR RI telah meraih tiga penghargaan,
yaitu: Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI empat tahun
berturut-turut; Peringkat kedua BMN Awards dari Kementerian Keuangan RI,
yaitu penghargaan untuk pengelolaan dan kepatuhan dalam melaporkan barang
milik Negara; dan peringkat pertama UMKM Awards Tahun 2012, karena
pengelolaan Koperasi Pegawai Setjen DPR RI yang sangat baik.
Selain itu, Setjen DPR RI sudah berhasil membangun tata kelola
informasi berbasis information technology (IT) seperti menerapkan Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), menyelenggarakan pengaduan
masyarakat berbasis online; dan telah menyelenggarakan pelayanan informasi
publik berbasis online. Dalam pengembangan IT ini, Setjen DPR RI selama
kurun waktu 2010-2013 telah menyelesaikan 46 sistem aplikasi, melebihi
program rencana kegiatan reformasi birokrasi yang berjumlah 35 dan kegiatan
pemeliharaan dan pengembangan aplikasi yang berjumlah 5. Seluruh kegiatan
terkait pengembangan teknologi informasi yang telah dilaksanakan maupun
yang sedang dalam proses dan perencanaan merupakan kegiatan untuk
mendukung pengembangan e-parliament seperti yang dimaksudkan dalam
Rencana Strategi DPR RI 2010-2014, yang meliputi sistem komunikasi yang
Draft 23 Juni 2014
14
aksesibel melalui teknologi informasi yang menjangkau masyarakat secara luas.
Namun sebenarnya masih ada kendala utama dalam pengembangan teknologi
Informasi di lingkungan Sekjen DPR RI, yaitu terkait jumlah SDM yang belum
setara dengan beban kerja dan infrastruktur TI yang butuh penyesuaian.
Dalam bidang pengembangan SDM, Setjen DPR RI telah memberikan
berbagai bea siswa baik, S1, S2 maupun S3. Namun untuk mewujudkan SDM
Setjen DPR RI yang kompeten dan handal, masih terdapat beberapa area yang
perlu mendapat perhatian serta membutuhkan penanganan segera, seperti:
penyempurnaan analisis jabatan yang akan disusun berdasarkan fungsi dan
kompetensi sesungguhnya yang dipersyaratkan, pengunaan analisis jabatan
dan evaluasi jabatan sebagai dasar untuk menentukan formasi kebutuhan
pegawai dan pembinaan karir, peningkatan pemahaman pegawai terhadap
tupoksinya secara utuh melalui penyempurnaan job description, penyusunan
profil kompetensi jabatan, dan menyusun sistem penilaian kinerja pegawai,
penyempurnaan sistem database, serta penyusunan kebutuhan diklat yang
diperlukan bagi pegawai berbasis kompetensi.
Dalam memberikan dukungan keahlian, khusus untuk mengoptimalkan
dukungan fungsi anggaran, Setjen DPR RI telah melakukan kajian-kajian analisa
APBN yang dapat diakses anggota DPR RI melalui website DPR RI. Sementara
itu, untuk dukungan terhadap fungsi legislasi Setjen DPR RI terus berupaya
meningkatan kualitas penyusunan naskah akademik dan draft awal RUU.
Dukungan terhadap fungsi pengawasan dilakukan diantaranya dengan
melakukan kajian terhadap hasil pengawasan BPK.
Dalam mengoptimalkan dukungan substansi Setjen DPR RI memberikan
materi kajian dan analisis yang dapat dengan mudah diakses melalui situs
www.dpr.go.id. Kajian-kajian yang tersedia diantaranya analisa APBN dan info
singkat yang membahas isu-isu terbaru seputar politik dalam negeri, hubungan
internasional, kesejahteraan sosial, hukum, serta ekonomi dan kebijakan publik.
Terkait dengan pelaksanaan Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana, menghadapi permasalahan karena kebutuhan sarana dan
prasarana secara fisik yang terus meningkat tapi tidak didukung dengan
pembangunan yang signifikan. Hal ini menjadi penting karena pembangunan
fisik mendapatkan respon negatif dari pubik. Untuk itu selama periode 2010-
2013 kebutuhan sarana dan prasarana lebih banyak ditujukan kepada
pemeliharaan. Tabel 11. Realisasi Anggaran Setjen DPR RI Per Tahun
Dari Tahun 2011 Sampai 2013
Tahun Pagu Anggaran Realisasi
Rupiah %
2011 696.385.549.000 573.616.317.984 82,37
2012 722.039.991.000 503.666.094.147 69,76
2013 730.211.213.000 542.852.978.181 74,34
Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Setjen DPR RI
tersebut, setiap tahunnya dialokasikan anggaran yang cukup besar. Namun
Draft 23 Juni 2014
15
dalam realisasinya anggaran yang terpakai setiap tahunnya rata-rata 75,4
persen. Selanjutnya perkembangan anggaran dan realisasinya disajikan dalam
tabel 10. Adapun rendahnya realisasi anggaran salah satunya disebabkan
karena:
1) Beberapa rencana kegiatan yang ada tidak dapat dilaksanakan karena
adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penghematan; dan,
2) Adanya ketidaktepatan perencanaan kegiatan sehingga adanya
pengurangan alokasi anggaran dan pada akhirnya mendorong efisiensi
anggaran.
IV. Evaluasi Terhadap Grand Design Kelembagaan DPR RI (Target Prioritas
Pencapaian dalam Renstra DPR RI 2010-2014)
1. Penguatan Kelembagaan
a. Pembentukan Badan Fungsional Keahlian (BFK)
Pembentukan BFK merupakan amanat Undang-Undang Nomor
27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yaitu Pembentukan
BFK melalui peraturan DPR setelah dikonsultasikan dengan pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, Setjen DPR RI diminta untuk menyusun
konsep pembentukan Badan Fungsional Keahlian. Selanjutnya untuk
menyusun konsep tersebut, BURT meminta Setjen DPR RI untuk
bekerjasama dengan konsorsium (Akademisi dari UI, UGM dan ITB).
Kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka penyusunan konsep
pembentukan BFK adalah melakukan Focus Group Discussion (FGD)
dengan Pimpinan AKD, Pimpinan Fraksi-Fraksi, beberapa Anggota,
Pejabat Struktural dan Fungsional Sekretariat Jenderal serta Tenaga
Ahli AKD dalam rangka meminta masukan dan pandangan terkait
rancangan pembentukan BFK.
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan tersebut, maka
diperlukan tambahan waktu untuk pembentukan BFK. Tahapan-tahapan
yang diperlukan sampai dengan terbentuknya BFK adalah:
1) Penyusunan naskah akademis;
2) Penyusunan rancangan peraturan DPR RI tentang BFK;
3) Konsultasi dengan pemerintah tentang BFK;
4) Pembahasan Peraturan DPR RI tentang BFK;
5) Penetapan Peraturan DPR RI tentang BFK;
6) Persiapan pembentukan BFK; dan,
7) Pembentukan BFK.
Dengan memperhatikan rangkaian kegiatan yang harus dilalui
dalam pembentukan BFK, maka target waktu penyelesaian
pembentukan BFK mengalami penyesuaian dari semula tahun 2011
menjadi tahun 2014.
Sampai dengan awal Tahun 2014, tahapan pembentukan BFK
baru memasuki tahap konsultasi dengan Pemerintah, yaitu expose
Draft 23 Juni 2014
16
dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB) yang kemudian dilanjutkan dengan konsultasi
antara Menpan RB dengan Pimpinan DPR RI. Dalam konsultasi juga
muncul agenda bahwa pembentukan BFK dengan Peraturan DPR RI
menimbulkan persoalan. Untuk itu pembahasan berikutnya adalah
menunggu diamandemennya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang akan mengatur bahwa
pembentukan BFK dilakukan melalui Peraturan Presiden.
b. Pembentukan Unit Pengawasan Internal
Sesuai dengan Renstra DPR RI 2010-2014, Unit Pengawasan
Internal ditargetkan selesai tahun 2011. Namun, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bahwa penambahan atau pengurangan
unit kerja dalam struktur organisasi K/L harus dikonsultasikan dengan
Pemerintah.
Tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka
pembentukan Unit Pengawasan Internal adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan naskah akademis;
2) Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang unit
pengawasan internal;
3) Pembahasan Peraturan Presiden tentang unit pengawasan internal;
4) Penetapan peraturan presiden tentang unit pengawasan internal;
5) Persiapan pembentukan unit pengawasan internal; dan,
6) Pembentukan unit pengawasan internal.
Dengan memperhatikan rangkaian kegiatan yang harus dilalui
dalam pembentukan unit pengawasan internal, maka target waktu
penyelesaian pembentukan unit pengawasan internal perlu disesuaikan
dari semula tahun 2011 menjadi tahun 2014.
Bersamaan dengan pembahasan mengenai pembentukan BFK
yang baru memasuki tahap konsultasi dengan Pemerintah, juga
dilakukan pembahasan mengenai Unit Pengawasan Internal dalam
bentuk expose dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang kemudian dilanjutkan
dengan konsultasi antara Menpan RB dengan Pimpinan DPR RI.
c. Reformasi Kesetjenan
Reformasi kesetjenan dalam Renstra DPR RI 2010-2014
ditargetkan selesai pada tahun 2011. Proses reformasi kesetjenan ini
sudah dimulai sejak adanya rekomendasi Tim Peningkatan Kinerja DPR
RI pada tahun 2006 dan 2009 yang kemudian diperkuat melalui agenda
prioritas pencapaian Renstra DPR RI 2010-2014. Reformasi kesetjenan
secara keseluruhan ditargetkan selesai tahun 2025.
Draft 23 Juni 2014
17
Reformasi kesetjenan merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi
secara nasional yang harus sesuai dengan Perpres No. 81 tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Peraturan
Menpan No. 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014. Oleh karena petunjuk teknis pelaksanaan Reformasi
Birokrasi baru ditetapkan pada tanggal 25 Februari 2011 melalui
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 9 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan
Road Map Reformasi Birokrasi K/L dan Pemerintah Daerah, maka
dokumen reformasi kesetjenan baru tersusun pada tahun 2011.
Dokumen reformasi kesetjenan tersebut mencakup sembilan area
perubahan, yaitu:
1) Manajemen perubahan;
2) Penataan peraturan perundang-undangan;
3) Penataan dan penguatan organisasi
4) Penataan tata laksana;
5) Penataan sistem manajemen SDM aparatur;
6) Penguatan pengawasan;
7) Penguatan akuntabilitas kinerja;
8) Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan
9) Monitoring dan evaluasi.
Hasil atau capaian dari proses reformasi birokasi (pelaksanaan
Road Map Reformasi Birokrasi) secara umum tersebut pada tahun 2012
mendapatkan nilai 47. Sedangkan secara khusus capaian diperlihatkan,
dengan:
1) Dalam area Manajemen Perubahan, Setjen DPR RI telah merumuskan nilai-nilai budaya organisasi yang disebut dengan RAPI (Religius, Akuntabel, Profesional dan Integritas);
2) Dalam area Penataan Peraturan Perundang-Undangan telah
menyusun peta permasalahan peraturan perundangan-undangan
yang sedang diselesaikan oleh Setjen DPR RI;
3) Dalam area Penataan Dan Penguatan Organisasi, salah satunya
telah melakukan perubahan pada Struktur Organisasi Setjen DPR RI.
4) Dalam area penataan tata laksana sampai dengan tahun 2013,
Setjen DPR RI telah menetapkan 544 SOP;
5) Dalam area Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur;
diantaranya telah mulai dilakukan penataan sistem rekrutmen
pegawai, dan menyusun uraian jabatan yang digunakan untuk
analisis jabatan;
6) Dalam area Penguatan Pengawasan salah satunya memperkluat
SDM pengawasan melalui pembentukan jabatan fungsional auditor;
7) Dalam area Penguatan Akuntabilitas Kinerja, capaiannya adalah
penilaian terhadap LAKIP Setjen yang terus mengalami peningkatan
Draft 23 Juni 2014
18
dari tahun 2009 dengan nilai D, kemudian tahun 2010 menjadi nilai
C. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 mendapat nilai CC, dan
akhirnya nilai CCC pada tahun 2013;
8) Dalam area Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik sedang dimulai
terutama dalam memperbaiki komunikasi antara DPR dengan
masyarakat dengan memberikan layanan pengaduan masayarakat
baik dengan media online maupun dengan SMS. Selain itu, untuk
meningkatkan efisiensi pengundangan anggota dalam mengikuti
rapat, Setjen DPR telah menggunakan teknologi SMS Gateway; dan,
9) Untuk memantau proses reformasi birokras tersebut, monitoring dan
evaluasi selalu dilakukan secara kesinambungan.
Salah satu kegiatan Reformasi Birokrasi adalah adanya program
percepatan (Quick Wins). Di tahun pertama Reformasi Birokrasi, Setjen
DPR RI telah menetapkan tiga program percepatan (Quick Wins) untuk
peningkatan dukungan terhadap fungsi Dewan yaitu peningkatan
penyelesaian risalah rapat, skenario rapat, dan laporan singkat rapat.
Untuk mendukung keberhasilan quick wins Setjen DPR RI
mengembangkan program i-perisalah yaitu voice to text.
2. Penguatan Kehumasan DPR RI
Penguatan kehumasan DPR RI dapat dimaknai sebagai penilaian
aktivitas kehumasan DPR RI yang telah dilaksanakan dan masih terus
dilakukan hingga tahun 2013 serta optimalisasinya di masa yang akan
datang, dalam rangka menyosialisasikan kinerja Dewan dan meningkatkan
kepercayaan serta citra DPR RI di masyarakat. Penguatan kehumasan DPR
RI yang dimaksudkan dalam Renstra DPR RI 2010-2014 meliputi:
a. Membangun arus informasi internal DPR RI yang sistematis;
b. Terintegrasinya penggunaan akses media informasi;
c. Strategi pengelolaan kehumasan yang sistematis, terintegrasi dan
terkoordinasi; dan
d. Optimalisasi dukungan kehumasan yang dilakukan supporting system
DPR RI.
Implementasi dari penguatan kehumasan DPR RI sebagaimana dimaksud
dalam Renstra DPR RI, sesungguhnya dapat diidentifikasikan pada aktivitas
kehumasan, pemberitaan dan keprotokolan yang dilakukan secara
sistematis dan terintegrasi yang diwujudkan melalui:
a. Kehumasan
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam konteks
kehumasan antara lain:
1) Penerimaan Tamu Kunjungan studi ke DPR RI;
2) Penyaluran Delegasi Apirasi Masyarakat;
3) Kegiatan Sosialisasi kedewanan melalui Parlemen Remaja;
Draft 23 Juni 2014
19
4) Kegiatan Sosialisasi Kedewanan melalui Parlemen Kampus;
5) Kegiatan Sosialisasi Kedewanan melalui Pagelaran Budaya;
6) Kegiatan Sosialisasi Kedewanan melalui Seminar Kehumasan;
7) Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik; dan,
8) Kerjasama dengan CEPP Universitas Indonesia.
b. Pemberitaan
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam konteks
pemberitaan antara lain:
1) Informasi aktivitas DPR RI secara tercetak melalui Buletin dan
Majalah Parlementaria;
2) Penyebarluasan Buletin dan Majalah Parlementaria kepada seluruh
pemangku kepentingan di seluruh wilayah Indonesia;
3) Peliputan melalui TV Parlemen dan streaming TV Parlemen pada
website DPR RI;
4) Penyelenggaraan media gathering dengan wartawan koordinatoriat
DPR RI;
5) Publikasi DPR RI melalui iklan layanan masyarakat di media massa;
6) Sosialisasi kegiatan DPR RI melalui release media dan konferensi
pers;
7) Sosialisasi kegiatan DPR RI melalui blocking waktu dan/atau
halaman media massa;
8) Membangun hubungan interdependensi dengan wartawan
koordinatoriat DPR RI;
9) Diskusi mingguan wartawan koordinatoriat DPR RI;
10) Menyusun Peraturan DPR RI tentang Peliputan Pers pada Kegiatan
DPR; dan,
11) Kerjasama pemberitaan dengan Berita Satu.
c. Keprotokolan
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam konteks
keprotokolan antara lain.
1) Pengaturan penerimaan kunjungan delegasi Negara lain ke DPR RI;
2) Pengaturan acara atau konfrensi yang diselenggarakan DPR RI;
dan,
3) Penyelenggaraan acara kenegaraan di DPR RI.
Implementasi dari wujud kegiatan kehumasan DPR RI
sebagaimana telah disebutkan diatas, memang tidak selamanya dapat
dilakukan dengan tepat sesuai perencanaan kehumasan. Beberapa
kendala penguatan kehumasan DPR RI diantaranya:
1) Jumlah sumber informasi internal dan potensi beragamnya motif
komunikasi atas materi informasi internal DPR RI;
2) Opini publik yang cenderung dibentuk media massa;
Draft 23 Juni 2014
20
3) Dinamika aktivitas jurnalistik media massa dalam melakukan
interaksi dengan DPR RI;
4) Tuntutan keterbukaan informasi publik dan pelayanan informasi
publik yang sangat beragam;
5) Penyesuaian terhadap penggunaan media informasi; dan
6) Dukungan kehumasan yang dilakukan supporting system DPR RI.
Namun demikian dalam rangka penguatan kehumasan DPR RI
guna terbangunnya strategi pengelolaan kehumasan yang sistematis,
terintegrasi dan terkoordinasi sudah dihasilkan:
1) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Keterbukaan
Informasi Publik di DPR RI yang memberikan pengaturan tentang
jenis-jenis informasi publik di DPR RI, mekanisme informasi publik,
pejabat pengelola informasi dokumentasi (PPID);
2) Pedoman Pengelolaan Kehumasan DPR RI yang mengatur tentang
tugas dan fungsi Pimpinan Alat Kelengkapan DPR RI, Pimpinan
DPR RI sebagai juru bicara DPR RI, dibentuknya Tim Kehumasan
DPR RI dengan didukung oleh konsultan kehumasan dan konsultan
media massa;
3) Peningkatan kualitas maupun kuantitas sosialisasi kegiatan Dewan
melalui penerangan kepada pengunjung, parlemen remaja, dan
mitra kerja DPR RI;
4) Peningkatan kerjasama dengan media massa dalam rangka
menyosialisasikan kegiatan Dewan;
5) Penyelenggaraan konferensi antar parlemen baik ditingkat regional
maupun internasional;
6) Peningkatan kualitas pengelolaan keterbukaan informasi di DPR RI
sehingga bisa dijadikan model pengelolaan keterbukaan informasi
publik bagi instansi lain;
7) Pelayanan informasi publik melalui sistem online pada laman DPR
RI; dan,
8) Peningkatan kewenangan PPID untuk melakukan uji konsekuensi
atas informasi yang dikecualikan di DPR RI, sebagaimana diatur di
dalam peraturan perundang-undangan.
3. Kemandirian Pengelolaan Anggaran DPR RI
Kemandirian pengelolaan anggaran DPR RI yang ditargetkan selesai
pada Tahun 2011 belum dapat direalisasikan karena terbentur dengan
peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan, dan UU
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
Saat ini sudah terbentuk Rencana Kegiatan Tahunan DPR; Pedoman
Umum Pengelolaan Anggaran DPR dan Arah Kebijakan Anggaran DPR.
Draft 23 Juni 2014
21
Ketiga dokumen ini merupakan langkah awal dari proses kemandirian
pengelolaan anggaran DPR.
4. Pengembangan Prasarana Utama
DPR RI telah menyusun dan melakukan sosialisasi Grand Design
Penataan Kawasan DPR RI kepada internal dan eksternal DPR RI. Namun,
pengembangan prasarana utama yang ditargetkan selesai tahun 2012
belum dapat direalisasikan, dikarenakan adanya tekanan publik dan
keputusan politik untuk menunda pelaksanaannya. Untuk itu, selama
periode 2010-2013 kebutuhan prasarana lebih banyak ditujukan kepada
pemeliharaan prasarana yang sudah ada.
5. Perpustakaan Parlemen
Renstra 2010-2014 memprioritaskan pembangunan dan
pengembangan perpustakaan parlemen pada tahun 2011 sebagai bagian
terpadu prasarana parlemen. Namun dengan adanya keputusan Rapat
Konsultasi antara Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi dan
Pimpinan BURT DPR RI sehingga DPR RI menunda pengembangan
prasarana utama DPR RI dan menyerahkan pembangunan gedung DPR
kepada Kementerian Pekerjaan Umum sehingga pembangunan
perpustakaan parlemen yang merupakan bagian terpadu dari
pengembangan prasarana utama DPR RI tidak dapat dilaksanakan.
Namun demikian, upaya pengembangan perpustakaan parlemen
tetap dilakukan dalam bentuk:
1) Penetapan Pedoman Umum Pengelolaan Perpustakaan DPR RI;
2) Pembuatan laman (website) perpustakan online
http://perpustakaan.dpr.go.id;
3) Katalog koleksi buku perpustakaan DPR sudah terhubung dengan
website http://www.dpr.go.id dapat diakses dari seluruh unit kerja;
4) koleksi kliping yang dapat diakses oleh pengguna unit kerja di seluruh
DPR RI melalui kliping.dpr.go.id.;
5) Koleksi peraturan perundang-undangan berlangganan dari
pik.kompas.co.id dan hukumonline.com hanya dapat diakses di
Perpustakaan DPR RI;
6) Koleksi semua terbitan DPR RI (antara lain: buku pedoman, hasil kajian,
jurnal, dan sebagainya) yang menjadi ciri khas dari Perpustakaan DPR
RI;
7) Penambahan koleksi Perpustakaan DPR RI;
8) Standard Operation Procedure (SOP) tentang kegiatan layanan
Perpustakaan DPR RI; dan,
9) Penyusunan abstraksi koleksi Perpustakaan DPR RI.
Draft 23 Juni 2014
22
6. Penguatan Sarana Representasi
Penguatan sarana representasi yang seharusnya diwujudkan dalam
pembentukan rumah aspirasi sesuai Tata Tertib DPR RI dan ditargetkan
selesai pada Tahun 2012, belum dapat direalisasikan karena:
1) Belum adanya kesatuan pandangan diantara Anggota dan Fraksi
mengenai konsep rumah aspirasi tersebut;
2) Resistensi publik terhadap rencana pembentukan rumah aspirasi; dan,
3) Hasil sosialisasi merekomendasikan ke arah program aspirasi.
Namun untuk memperkuat sarana representasi Anggota tersebut
sudah dilakukan melalui peningkatan jumlah kegiatan penyerapan aspirasi
masyarakat dalam kunjungan kerja Anggota di daerah pemilihan
sebagaimana yang disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Peningkatan Jumlah Kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat Dalam
Kunjungan Kerja Perorangan Anggota ke Daerah Pemilihan*
Jenis Kunjungan Kerja
2011
2012
2013
Perubahan 2013
2014
Masa Reses 7 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
14 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
7 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
10 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
15 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
Sesuai Tata Tertib
2 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
2 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
3 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
5 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
7 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
1 kali setahun
3 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
3 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
2 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
5 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
10 kegiatan penyerapan aspirasi / kunjungan
* Data diperoleh dari Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI Tahunan
7. Pengembangan e-Parliament
Pengembangan e-parliament yang dimaksudkan dalam Renstra DPR
RI meliputi sistem komunikasi yang aksesibel melalui teknologi informasi
yang menjangkau masyarakat secara luas yang ditargetkan selesai Tahun
2011. Pengembangan e-parliament tersebut telah dilaksanakan melalui:
1) Sistem pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat dengan
mengacu pada Pedoman Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan
Masyarakat;
2) Penyusunan dan penetapan Pedoman Umum Pengelolaan Teknologi
Informasi DPR RI;
3) Sistem sosialisasi kegiatan DPR RI melalui LCD TV dan Big Screen LED
di lingkungan Gedung DPR RI; dan,
4) Pembangunan 40 (empat puluh) sistem aplikasi.
Draft 23 Juni 2014
23
Perencanaan sistem aplikasi dalam kurun waktu 2010-2013 adalah
terciptanya penggunaan 46 sistem aplikasi dan pengembangan/
pemeliharaan sistem jaringan komputer yang dikelompokan dalam internet
dan intranet:
a. Internet:
Pencapaian modrenisasi tatakelola kesekretariatan melalui
pengembangan jaringan internet dapat dilihat dari beberapa produk
seperti:
1) website http://www.dpr.go.id;
2) E-mail http://mail.dpr.go.id;
3) Pengaduan http://pengaduan.dpr.go.id;
4) PPID http://ppid.dpr.go.id;
5) LPSE http://lpse.dpr.go.id;
6) Perpustakaan http://perpustakaan.dpr.go.id;
7) SMS Aspirasi http://pengaduan.dpr.go.id/kirim/sms;
8) TV Streaming http://www.dpr.go.id/id/serba-serbi/tv-parlemen;
9) Mobile Website http://m.dpr.go.id; dan,
10) Kiosk Informasi sebanyak 10 kiosk informasi di Gedung DPR RI.
Hal menarik dari pencapaian IT internet ini adalah website
www.dpr.go.id menempati ranking 2 per 17 Mei 2011. Rangkin ini
disusun berdasarkan Kategori Regional Asia di Indonesia dengan jumlah
website 1.483.
b. Intranet:
Pencapaian modernisasi tatakelola kesekretariatan melalui
pengembangan jaringan intranet dapat dilihat dari beberapa produk
seperti:
1) Sistem Informasi Tenaga Ahli dan Asisten Anggota (Sitanang);
2) Sistem Penilaian Prestasi Kerja (PPKP);
3) Sistem Tata Persuratan;
4) Koleksi Perundang-undangan;
5) Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
(Simak BMN);
6) Analisa BPK/DPD;
7) Sistem Informasi Keuangan Akuntansi (Siska);
8) SMS Gateway DPR RI;
9) SMS Gateway Setjen RI;
10) Piket Monitoring Server;
11) Administrasi Keanggotaan Dewan (Minangwan);
12) Ticketing helpdesk Local Area Network (LAN);
13) Sistem Informasi Pegawai (Simpeg);
14) Publikasi hasil kajian; dan,
Draft 23 Juni 2014
24
15) Pusat data share.
V. Hambatan dan Tantangan
Berdasarkan evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra DPR RI Tahun 2010-2014 sampai dengan tahun Keempat (2010-2013) menunjukkan bahwa pencapaian dibandingkan dengan perencanaan, maka secara umum pelaksanaan Renstra 2010-2013 belum optimal. Namun demikian capaian yang dihasilkan bukan berarti menujukan kinerja yang buruk. Hal ini dikarenakan beberapa hal: 1) Indikator dibuat kurang memperhitungkan kondisi objektif atau penetapan
target dilakukan secara optimistik; dan, 2) Hal di atas dipengaruhi secara tidak langsung oleh adanya permasalahan
secara internal kelembagaan, seperti pembagian peran anggota dalam AKD sehingga beban alokasi waktu untuk menjalankan tigas dan fungsinya menjadi begitu padat.
Sedangkan tantangan yang dihadapi oleh DPR RI kedepannya adalah:
1) Di sisa waktu perencanaan, maka DPR RI harus lebih menonjolkan skala
prioritas pada kegiatan-kegiatan yang tingkat kepastian tercapainya tinggi;
dan,
2) Hal yang perlu juga diperhatikan adakah memperkuat DPR RI sebagai
lembaga perwakilan sehingga program dan kegiatan DPR RI secara filosofis
harus bisa dilihat dan dipercaya oleh publik. Karena itu pula sebagai akhir
dari peran, tugas dan fungsi yaitu produk yang dihasilkan oleh DPR RI,
misalnya undang-undang harus sesuai dengan common sense (keinginan
masyarakat). Untuk itu sebagai langkah penguatan atas substansi atas
produk yang dihasilkan DPR RI perlu meningkatkan kerjasama denga
perguruan tinggi.
VI. Rekomendasi Untuk Penyusunan Renstra DPR Berikutnya
Setelah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra DPR RI 2010-
2014, maka secara umum perlu ada perbaikan dalam menyusun Renstra ke
depan sehingga perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Penetapan visi perlu memperhatikan: 1) Penetapan visi sebaiknya harus dapat diwujudkan oleh DPR melalui
peran langsungnya bukan dengan peran tidak langsungnya; 2) Karena itu rumusan visi yang tepat untuk DPR adalah, “Terwujudnya
DPR RI sebagai Lembaga Perwakilan yang Kredibel”; dan, 3) Visi yang akan ditetapkan oleh DPR RI dapat memilih di antara visi
jangka panjang (25 tahun) atau visi 5 tahun. 2. Perumusan misi maka terminologi yang seharusnya adalah “melaksanakan”
bukan “mewujudkan”; 3. Penetapan tujuan setidaknya memenuhi prinsip SMART yaitu specific (harus
jelas), measurable (dapat terukur), accurate (tepat sesuai pengukurannya), realistic (dapat dicapai), time-bound (akan dicapai dalam kurun waktu tertentu);
4. Perumusan nilai-nilai dasar harus memperhatikan:
Draft 23 Juni 2014
25
1) Disamping mengunakan nilai-nilai ideal yang diinginkan juga harus memperhatikan nilai-nilai positif yang selama ini ada, misalnya nilai-nilai permusyawaratan (lobying positif); dan,
2) Kerangka nilai dasar seharusnya terhubungkan dengan cara kerja (proses kegiatan) yang dilaksanakan di DPR RI.
5. Dalam hal Program, Arah Kebijakan dan Strategi beberapa masukan penting adalah: 1) Untuk memudahkan menarik benang merah dari analisis SWOT
terhadap Program (Arah Kebijakan dan Strategi), maka sebaiknya harus dapat dihubungkan dari setiap SWOT ke Program, terutama kebijakan dan strateginya, misalnya dari kekuatan akan melahirkan kebijakan dan strategi apa, atau dari kelemahan yang adalah mengharuskan kebijakan dan strategi apa;
2) Program dan kegiatan yang ada dalam Renstra 2010-2014 dapat menjadi milestone untuk menyusun Renstra berikutnya;
3) Untuk program legislasi perlu dipertimbangkan adanya evaluasi legislasi. 4) Untuk program anggaran perlu ditonjolkan proses legislasi APBN-nya; 5) Untuk program pengawasan yang perlu diperhatikan adalah
pengawasan anggaran; 6) Persoalan kepercayaan publik terhadap DPR harus tetap dijaga. Karena
itu dalam Renstra periode berikutnya (Renstra 2015-2020) kegiatan kehumasan masih dibutuhkan dan perlu ditingkatkan;
7) Penguatan kelembagaan DPR harus tetap dilaksanakan dan dikuatkan; 8) Beberapa prioritas yang ada dalam Renstra 2010-2014 harus diperkuat
dalam tetap Renstra 2015-2020. Misalnya pembentukan Badan Fungsional Keahlian (BFK) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) harus menjadi prioritas; dan,
9) Pengembangan sistem tatakelola DPR RI harus terus ditingkatkan, termasuk kesekretariatan. Secara khusus kesekretariatan harus tetap disejalankan dengan kerangka Reformasi Birokrasi.
6. Dalam hal penetapan indikator, maka: 1) Dapat mengunakan ukuran output (keluaran), outcame (hasil), benefit
(manfaat), impact (dampak) atau process (proses); dan, 2) Penetapan target dari kegiatan tidak harus bersifat pengukuran
kuantitatif tetapi juga dapat mengunakan pengukuran kualitatif.
Di samping hal di atas, perlu ada sinerji antara DPR dengan masa kritis (jejaring sosial yang kuat) dalam rangka mendukung kinerja DPR. Hal ini juga secara tidak langsung akan mendukung bagi pencapaian-pencapaian yang dirumuskan dalam Renstra DPR RI. Pengunaan jejaring sosial secara tidak langsung juga memperlihatkan bahwa publik dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan. Dalam mengunakan jejaring sosial tersebut, selah satunya pelibatan akademisi atau kampus sebagai mitra DPR RI.
Kemudian secara khusus perlu dipertimbangkan hal-hal yang terkait
Pelaksanaan Progam Dewan, Program Setjen dan Grand Design Kelembagaan
DPR RI.
Draft 23 Juni 2014
26
1. Pelaksanaan Program Dewan
a. Melakukan internalisasi mekanisme pelaksanaan fungsi legislasi dan
pengawasan yang telah ditetapkan, serta perlu dirumuskan mekanisme
pelaksanaan fungsi anggaran yang lebih efektif dan efisien;
b. Dalam penyusunan prolegnas ke depan harus disesuaikan dengan
sasaran-sasaran pembangunan dalam RPJM sehingga UU yang
dibentuk dapat menopang pencapaian target pembangunan. Hal ini
diperlukan agar prolegnas yang disusun berdasarkan kebutuhan bukan
berdasarkan keinginan;
c. Untuk dapat mencapai target prolegnas sesuai dengan yang
direncanakan maka ke depan diperlukan perubahan kelembagaan DPR,
di mana salah satu alternatifnya adalah penambahan jumlah komisi bisa
lebih dari 11 komisi;
d. Secara khusus pelaksanaan fungsi anggaran ke depan harus diarahkan
kepada:
1) Pencapaian anggaran sesuai dengan RPJMN dan secara kualitas
memberikan dampak pada pro growth, pro poor, pro job and pro
environment; dan,
2) Mengendalikan anggaran yang bersifat mandatoris, sehingga
tercipta ruang fiskal yang cukup untuk dapat meningkatkan
anggaran pembangunan.
e. Pelaksanaan fungsi pengawasan perlu ditingkatkan melalui optimalisasi
pemanfaatan laporan hasil pemeriksaan BPK, tindaklanjut pengaduan
masyarakat, dan tindaklanjut dari hasil keputusan Komisi/Pansus/Tim
pengawasan.
2. Pelaksanaan Program Setjen
a. Mewujudkan pengembangan sarana dan prasarana yang representatif
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi dewan;
b. Memastikan terwujudnya unsur pendukung yang profesional dalam
melaksanakan tugas-tugasnya;
c. Meningkatkan pengamanan di Kawasan Gedung MPR/DPR/DPD RI,
karena dengan semakin kompleksnya persoalan keamanan, dan
semakin terbukanya masyarakat dalam menyampaikan pendapat serta
persepsi publik terhadap DPR RI yang masih kurang begitu baik, maka
potensi yang dapat menganggu proses Pengamanan Dalam di Komplek
Perkantoran DPR RI penting untuk terus diperhatikan. Kerjasama
dengan Kepolisian Republik Indonesia menjadi sangat penting dan
harus berkelanjutan. Beberapa kegiatan mendesak yang dapat
dilakukan adalah:
1) Pengembangan Sistem Pengamanan Dalam, berupa pembinaan
sistem dan metode dalam rangka mendukung tugas pokok
organisasi/Satuan Pengamanan Dalam Setjen DPR RI serta
pengembangan sistem informasi pengelolaan keamanan;
Draft 23 Juni 2014
27
2) Meningkatan profesionalitas sumber daya manusia (tenaga satuan
pengamanan dalam); dan,
3) Pengkajian potensi konflik dan kerawanan yang dapat muncul di
Kawasan Perkantoran DPR RI termasuk melakukan deteksi dini dan
antisipasi maksimal agar hal-hal negatif tidak terjadi.
3. Prioritas Pencapaian Grand Design Kelembagaan DPR RI
a. Penguatan Kelembagaan
1) Perlu mengintensifkan pembahasan rancangan Pembentukan BFK
dengan target waktu pencapaian Pembentukkan BFK pada akhir
periode perencanaan (Tahun 2014);
2) Pembentukan Unit Pengawasan Internal didorong melalui kerangka
Reformasi Kesetjenan (Reformasi Birokrasi) dengan target waktu
penyelesaian pada akhir periode perencanaan (Tahun 2014);
3) Reformasi Kesetjenan harus terus didorong dengan percepatan
perubahan struktur organisasi agar sejalan dengan Pembentukan
BFK dan Unit Pengawasan Internal, yang target waktu penyelesaian
pada akhir periode perencanaan (Tahun 2014); dan,
4) Optimalisasi dukungan keahlian terhadap DPR juga dilakukan
dengan penambahan Tenaga Ahli minimal 3 sesuai dengan fungsi
yang dimiliki DPR.
b. Penguatan Kehumasan
Penguatan kehumasan perlu dilakukan dengan memberikan
penekanan pada:
1) Optimalisasi peran tim kehumasan dalam membangun opini publik,
analisis isi media dan menyusun media treatment;
2) Pemaksimalan peran Pimpinan AKD untuk mengkomunikasikan
hasil kegiatan AKD yang perlu disampaikan kepada publik,
sebagaimana diamanatkan di dalam Tatib DPR RI;
3) Optimalisasi dukungan kehumasan kepada Pimpinan DPR RI
sebagai juru bicara DPR RI;
4) Peningkatan kerjasama dengan media massa dalam rangka
menyosialisasikan kinerja dan peningkatan citra DPR RI di
masyarakat; dan,
5) Untuk penguatan kehumasan DPR RI, maka implementasi
Peraturan DPR mengenai keterbukaan informasi publik di DPR RI
dan peliputan media massa di DPR RI, serta Pedoman Pengelolaan
Kehumasan DPR RI perlu dimaksimalkan dengan didukung oleh
ketersediaan anggaran, sarana, dan prasarana kehumasan yang
memadai.
c. Kemandirian Pengelolaan Anggaran DPR RI difokuskan pada konsep
pengelolaan anggaran yang memuat:
1) Kemandirian anggaran dimulai dengan proses penetapan alokasi
anggaran yang mandiri. Dalam hal ini, rancangan anggaran DPR RI
Draft 23 Juni 2014
28
yang sudah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI tidak lagi
dibahas oleh Pemerintah;
2) Dalam penyusunan anggaran, DPR sebagai Lembaga Negara harus
memiliki Standar Biaya Khusus (SBK); dan,
3) Kemandirian anggaran DPR RI harus dibarengi dengan akuntabilitas
melalui pertanggungjawaban anggaran.
d. Pengembangan prasarana utama diarahkan kepada optimalisasi
pemanfaatan prasarana utama dan menegaskan kembali perlunya
pembangunan Gedung Baru. Begitu juga dalam pembangunan Gedung
Baru harus mampu mendesain tata ruang yang mengakomodasi ruang
untuk penyampaian aspirasi publik. Namun Pembangunan Gedung
tersebut diarahkan kepada Pemerintah (Kementerian Pekerjaan Umum);
e. Perpustakaan Parlemen tetap harus menjadi prioritas. Ke depannya
pengembangan ini harus diiringi dengan peningkatan kunjungan ke
perpustakaan. Di samping itu juga perlu adanya pengembangan musium
DPR;
f. Penguatan Sarana Representasi diarahkan pada penyusunan konsep
tentang Program Aspirasi; dan,
g. Pengembangan e-Parliament tetap harus menjadi prioritas.
----ooo----