PEMIKIRAN KRITIS TENTANG
ETIKA BISNIS
Disusun Oleh :
Muhamad Sofi Zevananda 12010113120033
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis
terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan
luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang
mengikuti mekanisme pasar. Pelanggaran etika bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi
upaya untuk menegakan etika perlu digalakkan. Misalnya, perusahaan tidak perlu berbuat
curang dalam meraih keuntungan, agar tidak terjadi pelanggaran etika bisnis, ataupun
melanggar peraturan yang berlaku.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Biasanya dimulai dari
perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan
perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena mampu mengurangi
biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik internal perusahaan maupun
dengan eksternal, mampu meningkatkan motivasi pekerja, melindungi prinsip kebebasan
berniaga, mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan
memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,
misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain
sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya
termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama
apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam
sistem remunerasi atau jenjang karier. Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset
yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin
harus mempertahankan karyawannya.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Tanpa disadari,
kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara
tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan
berbisnis. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering
dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab. Praktek bisnis yang terjadi selama
ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktek-
praktek tidak terpuji.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para
pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang
juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain; untuk
memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut
merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan
berbagai cara. Padahal penerapan perilaku etika dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang
penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak sesuai dengan etika akan
merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang
baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis
tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Bagaimana bentuk pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis?
3. Apa faktor-faktor yang mendorong pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika
bisnis ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu
masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yg baik, aturan hidup yg baik
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari
satu generasi ke generasi yg lain. Istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Ada yang
menyebutkan bahwa etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun
hasil penelaahan itu sendiri. Sedangkan bisnis di dalam ilmu ekonomi merupakan suatu
organisasi yang menghasilkan dan menjual produk atau jasa yang dibutuhkan konsumen pada
tingkat keuntungan tertentu. Jadi, etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Perlu diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti dan membahas
secara ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku pembisnis sebagai manusia yang bermoral
manusiawi. Pendekatan ini menganalisa fakta-fakta keputusan bisnis dan patokan bermoral
serta mampu menggambarkan pengambilan sikap moral dan menyusun kode etik atau kitab
UU berdasarkan keyakinan moral. Oleh sebab itu didefenisikan secara kritis istilah etika seperti
keadilan, baik, yang utama atau prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan perusahaan, kejujuran
dan lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan moral. Dalam berbisnis kita juga
harus mengetahui tentang deontologi karena deontologi didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan
ilmu ekonomi yang berproses pada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebelum
pengambilan keputusan bisnis dan didasarkan pada aturan-aturan moral atau etika yang
mengatur proses yang berakhir pada keputusan bisnis. Jadi, deontologi menilai baik buruknya
aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah
prinsip-prinsip sudah dijalankan serta merupakan kewajiban bagi pelaku atau yang terlibat
didalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan bisnis tersebut.
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita
tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan
usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana
standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern
untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dan diterapkan kepada orang-orang
yang ada didalam organisasi.
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Beberapa
orang berpendapat bahwa orang yang terlibat dalam bisnis hendaknya berfokus pada pencarian
keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber
daya perusahaan untuk melakukan pekerjaan baik. Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis
dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktifitas manusia yang disengaja, dan karena
bisnis aktivitas manusia yang disengaja, etika juga hendaknya berperan dalam bisnis.
Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika
pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban,
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa
berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak
berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan
masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita
mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan
toleransi.
2.2 Bentuk Pelanggaran Etika Bisnis
Mempraktekkan bisnis dengan etika berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan
dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etika
berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis,
dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang
tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan, tidak lekas
tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata
lain, etika bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling
menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan.
Ciri-ciri bisnis yang beretika, yaitu :
1. Tidak merugikan siapapun
2. Tidak menyalahi aturan-aturan dan norma yang ada
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menjelek-jelekan saingan bisnis
5. Mempunyai surat izin usaha
Beberapa bentuk pelanggaran etika dalam kegiatan berbisnis di Indonesia :
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
3. Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik
curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara.
Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang
baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat
ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar
dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat
ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etika bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan
etika perlu digalakkan. Misalknya, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih
keuntungan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau
kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi. Banyak perusahaan-perusahaan yang
melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi
membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu
hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap
menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena
yang sudah sering terjadi. Contoh adalah pada kasus PT. Megarsari Makmur. HIT yang
promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena
bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak
puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan
berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu,
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian
Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu
rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup
udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Kasus lainnya di Indonesia, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang
sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Minuman. Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses
internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan
kinerja keuangannya. Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi
strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik
yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang
mendukung.
Contoh kasus yang lain di luar Indonesia, seperti yang kita ketahui bahwa Samsung,
Android dan Apple saling berselisih, diberbagai belahan dunia saling tuduh menuduh tentang
hak paten dan seakan tak berkesudahaan. Perang hak paten antara perusahaan teknologi
terbesar ini ada artikelnya pada laman situs BussinesWeek yang amat panjang, tetapi menarik
untuk di baca. Pada atikel BussinesWeek itu memaparkan perang paten antara Apple dan
berbagai produsen yang memproduksi produk-produk Android dan juga artikel itu memberikan
rincian bagaimana Apple terlibat dalam litigasi paten dengan sejumlah pembuat smartphone
Android, termasuk Samsung, Motorola dan HTC.
Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang dipertaruhkan.
Perusahaan terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi pemenang,” kata
pengacara dari Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg, Jumat, 24 Agustus
2012. Menurut dia, ketika persoalan hak cipta sudah sampai di meja hijau, maka perusahaan
tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus menghemat pengeluaran keuangan.
Sebagai gambaran, Grant mengatakan, pengacara Apple diketahui memperoleh komisi
US$ 1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa
Samsung Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone Apple. Perusahaan
yang dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta atau sekitar Rp 18,9
miliar hanya untuk menghadirkan saksi ahli.
Meski kelihatan besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut sebenarnya tergolong
kecil dan masih masuk akal di “kantong” Apple ataupun Google. Sebagai contoh, biaya US$
32 juta yang dikeluarkan Apple dalam perang paten melawan Motorola Mobility setara dengan
hasil penjualan Apple iPhone selama enam jam.
Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung,
termasuk Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan iPhone 4, juga
demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda 25 juta Won, sedangkan
Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara US$ 35.400.
Pelanggaran yang dilakukan kedua perusahaan teknologi terbesar ini tentu akan membawa
dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga
bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua perusahaan technology ini
secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat.
Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk
mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya
dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat.
2.3 Faktor-faktor Pelanggaran Etika Bisnis
Berbagai permasalahan etika di perusahaan dapat muncul dalam berbagai bentuk
sebagaimana telah dijelaskan di atas. Identifikasi terhadap berbagai faktor yang umum ditemui
sebagai penyebab munculnya permasalahan etika di perusahaan, merupakan suatu langkah
penting untuk meminimalkan pengaruh masalah etika bisnis terhadap kinerja perusahaan.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan,
yaitu; mengejar keuntungan dan kepentingan pribadi (Personal Gain and Selfish Interest),
tekanan persaingan terhadap laba perusahaan (Competitive Pressure on Profits), pertentangan
antara tujuan perusahaan dengan perorangan (Business Goals versus Personal Values),
pertentangan etika lintas budaya (Cross-Cultural Contradiction).
Mengejar keuntungan dan kepentingan pribadi (Personal Gain and Selfish Interest).
Merupakan sikap serakah dapat mengakibatkan masalah etika. Perusahaan kadang-kadang
mempekerjakan karyawan yang memiliki nilai-nilai pribadi tidak layak. Para pekerja ini akan
menempatkan kepentingannya untuk memperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya
meski pun dalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja lainnya,
perusahaan, dan masyarakat.
Tekanan persaingan terhadap laba perusahaan (Competitive Pressure on Profits). Ketika
perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali terlibat
dalam berbagai aktivitas bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat proftabilitas mereka.
Berbagai perusahaan makanan dan minuman di Indonesia di tengarai menggunakan bahan
pewarna makanan dan minuman yang tidak aman untuk di konsumsi manusia tetapi harganya
murah, agar mereka dapat menekan biaya produksi dan mendapatkan harga jual produk yang
rendah. Bahkan industri makanan berani menggunakan formalin yang merupakan bahan
pengawet mayat sebagai pengawet makanan.
Pertentangan antara nilai-nilai perusahaan dengan perorangan (Business Goals versus
Personal Values). Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru yang tidak dapat diterima oleh
para pekerjaannya.
BAB III
KESIMPULAN
Etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana diperlukan suatu landasan yang kokoh
untuk mencapai itu semua. Dan biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang
baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta
etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Bisnis adalah bagian
penting dalam masyarakat, selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan,
bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak-
pihak yang melakukannya. Etika bisnis berperan penting dalam memberikan kepercayaan
terhadap kelompok atau individu yang berkepentingan dengan jalannya perusahaan. Dengan
ditanamkannya etika bisnis di dalam kegiatan bisnis, maka bisnis tersebut akan berkembang
baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan
bisnis itu sendiri.
Jangan menganggap remeh suatu etika bisnis itu karena etika tersebut sangat penting bagi
kemajuan perusahaan itu sendiri. Tanpa adanya suatu etika dalam bisnis mungkin perusahaan
tidak akan bertahan lama karena akan menghancurkan nama baik perusahaan itu sendiri. Oleh
karena itu wajib bagi semua perusahaan untuk menerapkan suatu etika bisnis dalam
perusahaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, 2009
Agoes, Sukrisno dan Ardana, I Cenik. Etika Bisnis dan Profesi:Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya - Jakarta : Salemba Empat, 2009
http://www.BussinesWeek.com