FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN
MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA
ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun oleh :
RANDY SEPTIANSYAH
NIM : 1110101000057
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2014/1435 H
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2014
Randy Septiansyah
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2014
Randy Septiansyah, NIM : 1110101000057
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN
MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA
ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014
(xiii + 85 halaman, 6 Tabel, 1 Gambar, 2 Bagan dan 15 lampiran)
ABSTRAK
Penggunaan komputer secara berlebihan akan meningkatkan risiko
gangguan kesehatan kerja. Salah satunya adalah gangguan kesehatan mata.
Gangguan kesehatan pada mata terjadi akibat mata mengalami kelelahan.
Kelelahan mata muncul karena otot – otot mata dipaksa bekerja keras terutama
dalam melihat objek dekat dalam jangka waktu lama seperti pekerja pengguna
komputer. Selain itu juga gelombang elektromagnetik yang dihasilkan layar
komputer menyebabkan radiasi dan bisa menggangu kesehatan mata yang
menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, perlu diketahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan kelelahan mata seperti faktor usia, istirahat mata, kelainan
refraksi, jarak monitor, durasi penggunaan komputer maupun tingkat
pencahayaan.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel
pada penelitian ini ditentukan dengan cara Total Sampling yaitu 50 pekerja
pengguna komputer. Data penelitian didapat dengan menggunakan kuesioner yang
diisi oleh pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, usia, istirahat mata
dan durasi penggunaan komputer. Kelelahan mata dan kelainan refraksi
ditentukan dengan pemeriksaan langsung oleh tenaga medis dan tenaga ahli
refraksionis. Sedangkan tingkat pencahayaan dan jarak monitor diukur dengan
menggunakan lux meter dan penggaris.
Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja
pengguna komputer mengalami kelelahan mata. Selain itu terdapat hubungan
antara kelainan refraksi (Pvalue 0,015), durasi penggunaan komputer (Pvalue 0,007),
jarak monitor dengan (Pvalue 0,039) dan tingkat pencahayaan (Pvalue 0,043).
Variabel durasi penggunaan komputer memiliki OR terbesar diantara variabel lain
yaitu 17,000 sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan komputer memiliki
risiko 17 kali terhadap kelelahan mata. Faktor lain
Untuk mengurangi kelelahan mata pada pekerja, saran yang diajukan
untuk perusahaan adalah meningkatkan kualitas pencahayaan sesuai standar yang
dianjurkan, menata kembali ruangan, melakukan perawatan lampu, memasang
filter pada monitor, memasukkan program untuk mengingatkan istirahat mata
pada komputer dan mengadakan pemeriksaan mata secara berkala bagi pekerja.
Sumber Bacaan: 62 (1988- 2014)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAM STUDY PUBLIC HEALTH
MAJORING OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduated Thesis, June 2014
Randy Septiansyah, NIM : 1110101000057
FACTORS ASSOCIATED WITH EYESTRAIN IN COMPUTER USERS
WORKER AT PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA JAKARTA SELATAN OF
YEAR 2014
(xiii + 85 Pages, 6 Tables, 1 Pictures, 2 Graphics, 15 Attachments)
ABSTRACT
The over use of a computer will increase risk of disturbance occupational
health. One of them is disturbance eye health. The problem in eye health caused
by fatigue. Eyestrain arises because eye muscles are forced to work hard
especially in seeing close objects for long periods, ex: computer users. It’s also
because the electromagnetic wave which is generated by the monitor can cause
the radiation and can interfere the health of our eyes which is impact to the
eyestrain. Therefore, it needs to know the factors which are related with eye
complaints such as age factor, rest the eyes, refractive disorder, distance of
monitor, duration of the computer and use lighting levels.
This research is quantities with the cross sectional method. The sample in
this study was determined by total sampling of 50 computer users. Reasearch data
obtained by using a questionnaire to determine eyestrain complain, age, rest the
eyes, and duration of the computer use. Eyestrain and refractive disorder
determined by direct examination by a doctor and refractions optician.
Meanwhile, lighting level and the distance of monitor measured directly by using
luxmeter and a ruler.
The result of the chi square statistic test shows that the majority of
computer users eyestrain symptom. In addition there is a correlation between
refractive disorder (Pvalue 0.015), duration of the computer (Pvalue 0.007),
distance of the monitor (Pvalue 0.039) and lighting levels (Pvalue 0.043).
Variable duration of the computer had the largest OR than the other variables with
OR value is 17,000. It can be seen that the use of the computer has 17 times the
risk of eyestrain.
To reduce eyestrain symptom, the proposed suggestions for the company
is increasing the lighting quality standard for the computer user, does the lamp
treatment, installing filter monitor, installing programs to remind the eye rest on
the computer and does the eyes check periodically.
References: 62 (1988- 2014)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014
Telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
RANDY SEPTIANSYAH
NIM. 1110101000057
Jakarta, Juli 2014
Pembimbing I
Yuli Amran, SKM., MKM
NIP. 19800506 200801 2 015
Pembimbing II
Iting Shofwati, ST., M.KKK
NIP. 19760808 200604 2 001
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Juli 2014
Ketua
Riastuti KusumaWardhani, MKM
Anggota I
Meilani Anwar, M.Kes
Anggota II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Randy Septiansyah
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tempat / Tanggal Lahir : Palembang, 28 September 1992
Alamat : Jln. Putri Kembang Dadar
Agama : Islam
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 55 Kg
Kewarganegaraan : Indonesia
No HP : 085217309692
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 - 1998 : TK Kencana Palembang
1998 - 2004 : Sekolah Dasar Negeri 3 Palembang
2004 - 2007 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Palembang
2007 - 2010 : Madrasah Aliyah Negeri 3 MODEL Palembang
2010 - sekarang : Program S1- Peminatan Keselamatan Kesehtan Kerja (K3)
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
RIWAYAT ORGANISASI
2005 - 2006 : Ketua Pramuka SMP Negeri 17 Palembang
2008 - 2009 : OSIS Madrasah Aliyah Negeri 3 MODEL Palembang
2012 : Ketua Training ESQ Basic di Universitas Islam Negeri
(UIN)
2012 : Ketua Milad FKIK UIN Jakarta ke-8
2013-Sekarang : Manajer IT Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
2013-Sekarang : Sekretaris Menteri Kesehatan DEMA UIN Syarif
Hidayatullahhgk
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan ke hadirat Illahi Robbi yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini sesuai dengan rencana. Skripsi ini disusun
dalam rangka tugas akhir dengan judul “Faktor- faktor yang berhubungan dengan
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona
Girinda Tahun 2014”.
Saya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini yaitu:
a. Orang tua kami yang telah memberikan doa dan dukungan secara penuh.
b. Ibu Yuli Amran, M.KM dan Ibu Iting Shofwati, M.KKK yang telah
membimbing dalam menyusun skripsi ini.
c. Teman – teman Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan moral dan
semangat untuk terus maju pantang menyerah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk hal
tersebut kami mengharapkan saran guna memperbaiki skripsi ini sehingga menjadi lebih
sempurna. Harapan kami semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami dan para
pembaca.
Ciputat, Juni 2014
Randy Septiansyah
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................................................ ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ x
DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xi
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 9
1.5.1 Bagi Perusahaan ................................................................................................ 9
1.5.2 Bagi Peneliti ...................................................................................................... 9
1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10
2.1 Organ Mata ............................................................................................................ 10
2.1.1 Anatomi Mata ................................................................................................. 10
2.1.2 Fisiologi Mata ................................................................................................. 13
2.1.3 Akibat Pengguanan Komputer ........................................................................ 13
2.1.4 Kelelahan Mata ............................................................................................... 15
2.1.5 Gejala Kelelahan Mata .................................................................................... 16
2.2 Faktor – Faktor Penyebab Kelelahan Mata ............................................................. 17
2.2.1 Faktor Karakteristik Individu .......................................................................... 17
ix
2.2.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan ........................................................................ 21
2.2.3 Faktor Karakteristik Lingkungan Kerja ........................................................... 23
2.3 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Penggunaan Komputer .............................. 29
2.4 Kerangka Teori....................................................................................................... 35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................ 37
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 37
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................... 39
3.3 Hipotesis ................................................................................................................ 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 42
4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 42
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 42
4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................... 43
4.5 Metode Pengumpulan Data .................................................................................... 44
4.6 Pengolahan Data..................................................................................................... 47
4.7 Analisis Data .......................................................................................................... 48
BAB V HASIL ................................................................................................................ 50
5.1 Profil Perusahaan ................................................................................................... 50
5.1.1 Visi & Misi Perusahaan................................................................................... 51
5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja .................................................................... 51
5.3 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja .................................................................... 51
5.4 Analisis Univariat ................................................................................................... 52
5.4.1 Gambaran Kelelahan Mata ......................................................................... 52
5.4.2 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ........ 54
5.5 Analisis Bivariat ..................................................................................................... 57
1. Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................ 58
2. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ............ 59
3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
x
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ............. 59
4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ............. 60
5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda ............ 60
6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ........... 61
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................ 62
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 62
6.2 Kelelahan Mata ...................................................................................................... 62
6.3 Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata ..................................................... 65
6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata ................................ 66
6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata ...................................... 68
6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata ...................................... 69
6.7 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata ............ 71
6.8 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata .......................... 72
BAB VII PENUTUP....................................................................................................... 74
7.1 Simpulan ................................................................................................................ 74
7.2 Saran ...................................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 78
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
2.1 Korelasi antara usia dan daya akomodasi ............................................................... 18
2.2 Intensitas Cahaya di Ruang Kerja ......................................................................... 24
2.2 Jenis Pekerjaan berdasarkan Standar Pengukuran Pencahayaan
di PT. Duta Astakona Girinda ...................................................................................... 46
5.1 Gambaran Kelelahan Mata Pada Pekerja ............................................................ 52
5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................. 54
5.3 Analisis hubungan Variabel Independen dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................. 57
xii
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori....................................................................................................... 36
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 38
xiii
DAFTAR GRAFIK
5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer
di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 .................................................................. 53
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Aturan 20-20-20 untuk istirahat mata ............................................................... 32
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bekerja merupakan suatu aktivitas yang bersifat produktif dan dilakukan oleh
seseorang yang sehat, normal dan ada peluang untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Dalam melakukan pekerjaan, seseorang sering mengalami masalah antara lain tidak
hadir karena berbagai sebab misalnya sakit, kecelakaan akibat kerja, konflik antara
sesama pekerja. Masalah tersebut dapat menghambat terwujudnya keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).
Perkembangan teknologi informasi semakin mendukung berbagai bidang
pekerjaan, yang menuntut manusia untuk berhubungan dengan komputer. Menurut biro
penelitian Forrester Research, jumlah pengguna komputer di dunia pada tahun 2008
mencapai angka 1 miliar dan diprediksi akan meningkat hingga 2 miliar pada tahun
2015. Penggunaan komputer membuat pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah dan
cepat. Meskipun sudah banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pemakaian komputer,
namun belum banyak yang menyadari bahwa pemakaian komputer juga dapat
menimbulkan masalah tersendiri. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang
disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan
kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan
kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1991).
2
Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot –
ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam
jangka waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel – sel otot yaitu otot eksternal
yang mengatur gerakan bola mata, ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan
otot iris yang mengatur sinar masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan
dengan pemaksaan otot – otot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah.
Gejala mata terasa pegal biasanya akan muncul setelah beberapa jam kerja. Pada
saat otot mata menjadi letih, mata akan menjadi tidak nyaman atau sakit. Sedangkan
menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi –
fungsi mata seperti terhadap otot – otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras.
Gejala kelelahan mata dibagi menjadi 3 yaitu gejala visual seperti penglihatan
rangkap, gejala okular seperti nyeri pada kedua mata, dan gejala referral seperti mual
dan sakit kepala (Pakasi 1999). Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik
seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya
diwaktu malam, mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman
penglihatan dan berbagai masalah lainnya, dampak lain dari kelelahan mata di dunia
kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya
keluhan – keluhan penglihatan (Taylor & Francis, 1997).
Penelitian yang dilakukan oleh The American Optometric Association, bahwa
penggunaan komputer menyebabkan gangguan terhadap penglihatan yang dinamakan
Computer Vision Syndrome (CVS) yaitu suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai
keluhan antara lain mata lelah dan kering, sakit kepala, pandangan buram, dan sensitif
3
terhadap cahaya (Affandi, 2006). Sedangkan menurut Pheasant (1991) gejala – gejala
seseorang mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar
mata, pandangan kabur, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih, mata merah,
mata berair, sakit kepala, dan pusing disertai mual. Faktor yang dapat mempengaruhi
kelelahan mata menurut Occupational Health and Safety Unit Universitas Queensland
adalah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, istirahat mata), faktor
karakteristik pekerjaan (durasi penggunaan komputer), dan faktor perangkat kerja (jarak
monitor).
Kelelahan mata menurut Treivino Pakasi (1999) dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi faktor okular dan
sistemik. Sedangkan untuk faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pencahayaan dan
distribusi penyebaran cahaya di area kerja. Gejala visual menurut (OSHA, 1997). Usia
pekerja menurut Guyton (1994) juga mempengaruhi kelelahan mata, North (1993)
menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan
individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi, ukuran objek,
kesilauan dan kekontrasan.
Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia menyatakan
bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin memburuk
selama kita meneruskan pekerjaan dengan jam kerja panjang dan bergantung pada
komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko
tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasi bahwa 35 – 48 % dari pekerja
kantor menderita problema tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana 2008). Penelitian yang
4
dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga didapatkan bahwa proporsi
keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6%.
Di Indonesia kelelahan mata merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
karena adanya interaksi mata secara terus menerus dengan penggunaan komputer. Hasil
penelitian yang dilakukan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi
Indonesia pada tahun 2009 didapatkan angka prevalensi kelelahan mata pada pekerja
komputer sebesar 90,2 % (Nourmayanti, 2009). Penggunaan komputer yang dilakukan
lebih dari 2 jam per hari akan membuat mata lelah dan kering karena mata terus
digunakaan untuk melihat layar monitor (Broumand, 2008). Selain itu, gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa
mengganggu kesehatan mata. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat,
pancaran radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan oleh monitor komputer
dapat menyebabkan kerusakan pada retina. Pancaran radioaktif ini akan terus aktif
hingga meluruh habis selama 20 tahun. Kerusakan pada mata tidak bersifat langsung,
tetapi bersifat gradual (Subitha, 2013). Untuk mencegah hal tersebut kita perlu
memperhatikan visual ergonomic dalam menggunakan komputer seperti jarak mata
dengan layar monitor, pencahayaan ruangan serta posisi monitor terhadap mata agar
pekerja mendapatkan kenyamanan pandangan (visual comfort) saat melakukan
pekerjaanya.
PT. Duta Astakona Girinda adalah sebuah perusahaan jasa konsultasi mengenai
pengembangan sistem dan integrasi, strategi dan implementasi dengan akses terkemuka.
Dalam pekerjaan tersebut, pekerja sangat bergantung pada komputer dalam pemakaian
5
waktu yang cukup lama dan terus menerus sehingga dapat menimbulkan konsekuensi
negatif pada kesehatan tubuh terutama kesehatan mata.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Duta Astakona Girinda,
penulis melakukan pengukuran pencahayaan pada 10 meja pekerja di kantor PT. Duta
Astakona Girinda dengan hasil yaitu 7 dari 10 titik yang dilakukan pengukuran atau 70%
nya belum memenuhi standar pencahayaan di perkantoran. Nilai standar minimal
berdasarkan KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02 untuk intensitas
pencahayaan di lingkungan kerja perkantoran adalah 100 lux. Selain itu, berdasarkan
hasil interview dengan pekerja PT. Duta Astakona Girinda, mereka merasakan keluhan
kelelahan mata seperti mata merah dan terasa perih dan juga cahaya ruangan yang dirasa
kurang terang karena ada beberapa lampu ruangan yang mati. Hingga saat ini belum
pernah dilakukan suatu kegiatan penelitian terhadap kesehatan pekerja yang
berhubungan dengan terjadinya gangguan penglihatan kesehatan mata, terutama
kelelahan mata pada pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda. Untuk itu
peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda.
1.2. Rumusan Masalah
Penggunaan komputer merupakan kebutuhan sebagian banyak orang terutama
pada pekerja di perkantoran. Penggunaan komputer secara berlebihan dapat
meningkatkan risiko kesehatan kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu
gangguan kesehatan mata yang paling sering terjadi adalah kelelahan mata. Berdasarkan
studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2014, diketahui bahwa
6
pada 10 pekerja yang menggunakan komputer di PT. Duta Astakona Girinda didapatkan
7 pekerja (70%) menyatakan mengalami keluhan kelelahan mata. Pemeriksaan ini
dilakukan pada jam istirahat 12.00 WIB pada jam kerja. Selain itu, berdasarkan hasil
interview dengan pekerja PT. Duta Astakona Girinda, mereka merasakan keluhan
kelelahan mata seperti mata merah dan terasa perih dan juga cahaya ruangan yang dirasa
kurang terang karena ada beberapa lampu ruangan yang mati.
Penulis juga melakukan pengukuran pencahayaan pada 10 meja pekerja di kantor
PT. Duta Astakona Girinda dengan hasil yaitu 7 dari 10 titik yang dilakukan pengukuran
atau 70% nya belum memenuhi standar pencahayaan di perkantoran. Nilai standar
minimal berdasarkan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02 untuk intensitas
pencahayaan di lingkungan kerja perkantoran adalah 100 lux. Berdasarkan teori dan data
– data di atas, terdapat resiko gangguan kelelahan mata akibat penggunaan komputer.
Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang
berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan
istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun
2014?
7
3. Bagaimana gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda tahun 2014?
4. Bagaimana gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna komputer
di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
5. Bagaimana gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda tahun
2014?
6. Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata)
berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda tahun 2014?
7. Apakah jarak monitor berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
8. Apakah durasi penggunaan komputer berhubungan dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
9. Apakah tingkat pencahayaan berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT.
Duta Astakona Girinda tahun 2014.
8
2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan
istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda
tahun 2014.
3. Diketahuinya gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT.
Duta Astakona Girinda tahun 2014.
4. Diketahuinya gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna
komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
5. Diketahuinya gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda
tahun 2014.
6. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan
istirahat mata) dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT.
Duta Astakona Girinda tahun 2014.
7. Diketahuinya hubungan jarak monitor dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
8. Diketahuinya hubungan durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
9. Diketahuinya hubungan tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Perusahaan
Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan
mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja
9
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan agar pekerja merasa aman dan
nyaman dalam bekerja.
1.5.2. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai referensi dan informasi
tentang hal – hal yang berhubungan dengan kelelahan mata khususnya untuk
mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan
dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda
Jakarta Selatan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode
penelitian cross sectional (potong lintang). Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei sampai Juni 2014. Penelitian ini menetapkan karyawan di PT. Duta Astakona
Girinda yang berjumlah 50 orang sebagai populasi. Jumlah sampel dalam penelitian
ditentukan dengan cara total sampling, sehingga keseluruhan populasi diambil sebagai
sampel yaitu sebanyak 50 orang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, pemeriksaan refraksi mata, diagnosa oleh
dokter, pengukuran jarak monitor dan pengukuran tingkat pencahayaan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organ Mata
2.1.1 Anatomi Mata
Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya:
a. Kelopak mata
Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena berfungsi sebagai
proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film air mata ke
konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al,
2006).
b. Retina
Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang sangat peka terhadap
cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan berfungsi untuk melihat pada siang
hari. Sedangkan sel kerucut kurang peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna
serta berfungsi untuk melihat pada malam hari, Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu
bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf
kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Suatu
objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fovea.
Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil
seperti kegiatan membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)
11
c. Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak dibelakang iris dan
disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa memiliki pembungkus lentur yang
ditopang di bawah tegangan oleh serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan
pada binting kuning retina. Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang
berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap
tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada objek jauh.
Sedangkat saat seseorang melihat objek yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron,
et al, 2006).
d. Kornea
Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan bayangan dengan
membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Besarnya pembiasan (refraksi)
bergantung pada kelengkungan permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa
dibandingkan pada benda sekitar (indeks bias relatif). Indeks bias hampir konstan untuk
semua kornea, tetapi kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan
besar dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata akan
berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea kurang maka mata akan
berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang tidak merata akan menyebabkan
astigmatisme (Cameron, et al, 2006).
12
e. Iris
Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang dapat berubah
ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Iris memiliki lapisan batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan
kolagen serta stroma selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi
oleh sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006).
f. Pupil
Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil dapat mengecil
sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur kebutuhan cahaya yang diperlukan mata
untuk membantu proses penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil
yang tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang berat. Selain
itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi kelelahan saraf atau deplesi
(Cameron, et al, 2006).
g. Alat-alat penggerak bola mata
Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot
penggerak bola mata, yaitu:
1. Musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke arah medial.
2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke arah
lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis
(abduksi)
3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas.
4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah.
13
5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah
dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endorotasi).
6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah nasal atas dan
menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi) (Ganong, 2001).
2.1.2 Fisiologi Mata
Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Diameter
bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan
rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem
pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk
mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
2.1.3 Akibat Penggunaan Komputer
Penggunaan komputer bisa menimbulkan efek yang negatif terhadap kesehatan
khususnya bagi para pekerja yang menggunakan komputer secara terus – menerus dan
dalam jangka waktu yang lama. Efek negatif tersebut seperti Sindrom Mata kering,
Kelelahan Mata maupun CVS (Compute Vision Syndrom).
No Gangguan Definisi Alat Ukur
1. Dry Eye
Syndrom
/Sindrom
Mata
Kering
(Pearce et
Kondisi di mana air mata
tidak cukup untuk
melumasi dan
menyehatkan mata, yang
ditandai dengan gejala
spesifik yaitu gatal,
Kuesioner keluhan gejala Sindrom Mata
Kering dan penilaian Visual analogue
scale (VAS) untuk melihat tingkat
keparahan. Keluhan tersebut antara lain:
1. mata terbakar,
2. gatal,
14
al, 2005)
penglihatan kabur
(membaik jika berkedip),
berpasir, dan atau
sensitive terhadap cahaya
3. penglihatan kabur,
4. mata berat/lelah,
5. mata berair,
6. mata merah,
7. mata berpasir,
8. mata perih, dan
9. sensitive terhadap cahaya.
2. Kelelahan
Mata
(Pheasant,
1990)
Suatu kondisi subjektif
yang disebabkan oleh
penggunaan otot mata
secara berlebihan.
Kuesioner dengan keluhan berupa:
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar
mata.
2. Pandangan kabur.
3. Pandangan ganda.
4. Sulit dalam memfokuskan
penglihatan.
5. Mata perih.
6. Mata merah.
7. Mata berair.
8. Sakit kepala, dan
9. Pusing disertai mual
3. CVS
(Compute
Vision
Syndrom)
(Affandi,
2005)
Sindroma penglihatan pada
pemakaian komputer.
Kuesioner dengan keluhan berupa:
1. Mata lelah / tegang (asthenopia)
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata kering
5. Sakit pada leher dan punggung
6. Peka terhadap cahaya
7. Penglihatan ganda
15
Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer, oleh The
American Optometric Association dinamakan Compute Vision Syndrom (CVS) yaitu
suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata lelah dan
kering, sakit kepala, pandangan buram dan sensitif terhadap cahaya (Fauzi, 2006).
Sindrom mata kering (Dry Eye Syndrom) dan kelelahan mata merupakan 2 gejala CVS
(Compute Vision Syndrom) dari 7 gejala yang disebutkan oleh Affandi (2005).
Kelelahan mata juga dikenal dengan asthenopia dimana terjadi ketegangan pada organ
visual. Menurut Pheasant (1990) gejala – gejala seseorang mengalami kelelahan mata
antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur, pandangan
ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih mata merah, mata berair, sakit
kepala dan pusing disertai mual.
2.1.4 Kelelahan Mata
Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras.
Menurut Padmanaba (2006), kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas
iluminasi, kualitas ilumiasi dan distribusi cahaya. Kualitas iluminasi adalah tingkat
pencahayaan yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak
memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas
penerangan yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta
warna penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan
16
kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga
menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras.
Kelelahan mata timbul karena ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk
melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi
pandangan yang tidak nyaman. (Phesant, 1991).
2.1.5 Gejala Kelelahan Mata
Saat seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak
dekat secara terus – menerus dalam jangka waktu tertentu, menyebakan mata harus
berakomodasi dalam jangka waktu yang panjang. Kelelahan mata oleh karena lama
paparan yang terlalu lama akan menyebabkan daya akomodasi menurun.
Menurut Pheasant (1991) gejala – gejala seseorang mengalami kelelahan mata yaitu :
1. Nyeri atau terasa berdenyut di
sekitar mata.
2. Pandangan kabur.
3. Pandangan ganda.
4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan
5. Mata perih.
6. Mata merah.
7. Mata berair.
8. Sakit kepala, dan
9. Pusing disertai mual.
Sedangkan menurut Asyari (2002) terdapat dua gejala kelelahan mata yaitu
gejala okular seperti mata merasa tidak nyaman, panas, sakit, cepat lelah, merah dan
berair dan gejala visual yang terjadi karena mata mengalami gangguan untuk
17
memfokuskan bayangan pada retina. Kelelahan ini akan menyebabkan penglihatan
ganda atau kabur.
Gejala umum lainnya yang sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah rasa
sakit kepala, sakit punggung, pinggang dan vertigo (Tjidarbumi, 2002).
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata.
2.2.1 Faktor Karakteristik Individu
1. Usia
Menurut Guyton (1991) menyebutkan bahwa daya akomodasi menurun pada
usia 45 – 50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang
kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin
kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot
semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda
seseorang maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang
lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi.
Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari
suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum
proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi
maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada
18
saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Berikut Tabel 2.1 Korelasi
antara usia dan daya akomodasi.
Tabel 2.1 Korelasi antara usia dan daya akomodasi
Usia (tahun) Titik Dekat (cm)
10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
Sumber: (Ilyas, 2008)
Hasil penelitian yang dilakukan di Corporate Customer Care Center (C4) PT.
Telekomunikasi Indonesia pada tahun 2009 didapatkan bahwa persentase hubungan
antara usia pekerja ≥ 45 tahun dengan keluhan kelelahan mata lebih besar daripada usia
pekerja < 45 tahun yaitu 94,1% (Nourmayanti, 2009).
2. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar
tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas, 2004).
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat
di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan
refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa,
perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu
19
keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan
istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan
dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.
Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu:
1) Miopia (rabun dekat)
Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena bola mata yang
panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan retina.
2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh)
Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan
sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada titik di belakang retina.
3) Astigmatisme
Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya pararel
yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda.
4) Presbiopia (penglihatan tua)
Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi ini maka
seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan
setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih.
Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu per
satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu snallen. Kartu snallen
adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang sesuai
20
ukuran snallen dan dipakai untuk menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan
dengan meletakkan kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan
kondisi mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan baris
huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter, dan akhirnya baris
pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut seluruh huruf membentuk sudut
penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1
menit. Mata normal diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen
yang ke- 7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.
3. Istirahat Mata
Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi
pengguna komputer, diantaranya:
1) Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit
bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan
mengedipkan mata secara relaks.
2) Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama lima menit
dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga
melihat jauh dengan objek yang berbeda – beda.
3) Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti
jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang.
Menurut Joseffina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang diperlukan
bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10 menit/jam
(dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu).
21
Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan otot mata
kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang ruangan atau ke arah
luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA,
1997). Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka pekerja perlu
mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama
beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap
basah (Zendi, 2009).
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam
(Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap
pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk
memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna
komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang
waktu bekerja dapat mengurangi kelelahan mata.
2.2.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan
1. Durasi Penggunaan Komputer
Melihat dalam waktu lama berisiko terkena mata lelah atau astenopia (Afandi,
2002). Kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, salah satu gangguan
kesehatan yang terjadi adalah Computer Vision Syndrome (CVS). Parwati (2004)
menyatakan gejala CVS timbul setelah 2 jam penggunaan komputer terus-menerus dan
penelitian Broumand et al (2008) juga menunjukkan perburukan gejala kelelahan mata
pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari. Berbagai gejala yang timbul pada
pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang
22
masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih
sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata
menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005). Durasi kerja bagi seseorang
menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari
secara baik pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan
produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan
(Aryanti, 2006).
Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143
juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata
waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari
atau 69% dari total jam kerja mereka (Wasisto, 2005).
2. Bentuk dan Ukuran Objek Kerja
Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek,
derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan,
yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya
melihat (Suma’mur, 2009).
3. Jarak Monitor
Menurut Jaschinski (1991), melihat ke layar dengan jarak 20 inci dirasakan
terlalu dekat. Jarak yang sesuai adalah 40 inci. Sedangkan menurut Grandjean (1991),
menyebutkan bahwa jarak rata-rata ideal melihat ke layar adalah 30 inci. Menurut
Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat menggunakan
komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch
23
atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi
tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis antara layar
monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm
(Hanun, 2008).
4. Beban Kerja
Beban kerja berat akan berpengaruh pada kelelahan mata seseorang karena jika
beban kerja berat maka dibutuhkan penglihatan yang maksimal saat bekerja dalam
jangka waktu yang lama (Mangunkusumo, 2002). The University of North Carolina di
Asheville mengelompokkan beban kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja
sebagai berikut:
1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama
waktu kerja 4 jam sehari secara terus – menerus.
2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama
waktu kerja 2 – 4 jam sehari secara terus – menerus.
3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama
waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus – menerus.
2.2.3 Faktor Lingkungan Kerja
1. Tingkat Pencahayaan
a. Pencahayaan
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas,
24
cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu, penerangan yang buruk
dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan
memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan,
keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan di suatu
tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminasi yang
menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas tetapi juga oleh kualitas dari
pencahayaan tersebut diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi
cahaya, tipe dan tingkat kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya
mengenai warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat
penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006).
Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek
pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan
produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat kerja harus cukup.
Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan
kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang
intensitasnya kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah
maupun kuat bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002, pencahayaan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Berdasarkan KEPMENKES RI. No.
1405/MENKES/SK/XI/02, tingkat pencahayaan di ruang kerja pada lingkungan
25
kerja perkantoran yaitu minimal 100 lux. Sedangkan tingkat pencahayaan pada
lingkungan kerja industri dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Intensitas Cahaya di Ruang Kerja
JENIS KEGIATAN TINGKAT
PENCAHAYAAN
MINIMAL (LUX)
KETERANGAN
Pekerjaan kasar dan
tidak terus menerus
100 Ruang penyimpanan & ruang
peralatan/instalasi yang
memerlukan pekerjaan yang
kontinyu.
Pekerjaan kasar &
terus menerus
200 Pekerjaan dengan mesin dan
perakitan kasar.
Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin & perakitan/
penyusun.
Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau
berkerja dengan mesin kantor
pekerja pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan
tekstil, pekerjaan mesin halus
& perakitan halus
Pekerjaan amat halus 1500
Tidak menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan mesin
dan perakitan yang sangat
halus
Pekerjaan terinci 3000
Tidak menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan sangat halus
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
26
b. Sumber Pencahayaan
Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan
alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006).
1) Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi
menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan dari sumber matahari dirasa
kurang efektif dibandingkan dengan pencahayaan buatan, hal ini disebabkan
karena matahari tidak dapat memberikan intensitas cahaya yang tetap.
2) Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak
memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami
dapat dipergunakan pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan.
b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada
tempat kerja.
c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.
27
c. Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni General lighting
dan Local lighting. General lighting digunakan untuk pencahayaan menyeluruh atau
sistem pencahayaan yang digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang merata.
Contohnya seperti penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja.
Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai aksen pada
suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan kerataan pencahayaan.
Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk menerangi sebagian ruangan dengan
sumber cahaya dan biasanya berada dekat dengan permukaan yang diterangi.
Contohnya lampu yang terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009).
Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat menyebabkan
kesilauan, maka local lighting perlu dikoordinasikan dengan general lighting
(Aryanti, 2006).
d. Pengukuran Pencahayaan
Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan dinyatakan
dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan, menggunakan alat ukur
light meter atau lux meter untuk mengukur intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas
sebuah fotosel sensitif yang menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada
permukaan sel ini. Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi
intensitas penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di
seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada penerangan
28
lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin diketahui intensitasnya
(Santoso, 2004).
2. Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kulitas udara
untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009).
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja.
Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga
akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso,
2004).
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi cuaca kerja dalam
lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar
antara 24oC – 26
oC bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat
menurunnya prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu rendah dapat
mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit
pernafasan. (Suma’mur, 1996)
Tingkat kelembaban yang rendah akan berefek pada penguapan air mata.
Menurut Herold, penguapan air mata bergantung pada uap air di sekitar mata.
Roestijawati melaporkan sebanyak 60% karyawan yang bekerja di ruangan
bertemperatur < 24ºC atau > 26ºC mengalami sindroma dry eye yang menyebabkan
kelelahan mata.
29
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI tahun
2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran bahwa suhu udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-28oC, sedang
untuk kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran memenuhi
persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya bila suhu udara ruangan
melebihi 28oC perlu dipasang Air Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya.
Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer sangat luas
sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu udara, mengukur suhu ruang,
dan sebagainya (Gabriel, 2001).
.
2.3 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Penggunaan Komputer
10 langkah mudah untuk mengurangi risiko kelelahan mata termasuk Computer
Vision Syndrom (CVS) pada pekerja pengguna komputer termasuk (Heiting, 2014):
1. Melakukan pemeriksaan mata secara rutin
Melakukan pemeriksaan mata secara rutin adalah hal yang paling penting
yang dapat pekerja pengguna komputer lakukan untuk mencegah atau mengobati
masalah penglihatan pada komputer. Menurut Institut Nasional Keselamatan dan
Kesehatan (NIOSH), pengguna komputer harus melakukan pemeriksaan mata
sebelum mereka mulai bekerja pada komputer dan sekali setahun sesudahnya.
2. Gunakan pencahayaan yang tepat
Kelelahan mata sering disebabkan oleh cahaya yang kurang atau terlalu
terang, baik dari sinar matahari di luar ruangan yang masuk melalui jendela atau dari
30
pencahayaan interior yang keras. Ketika menggunakan komputer, pencahayaan
lingkungan harus sesuai standar jenis pekerjaan yang dilakukan.
Upaya yang bisa dilakukan seperti menghilangkan cahaya eksterior dengan
menutup tirai, nuansa atau tirai. Melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau
kusam. Mengurangi atau menambahkan pencahayaan interior dengan menggunakan
bola lampu yang hemat energi atau intensitas rendah. Selain itu perlu diperhatikan
juga tata letak penempatan lampu agar tingkat pencahayaan di tempat kerja merata
dan memenuhi standar yang telah ditentukan. Jika mungkin, atur posisi monitor
komputer atau layar sehingga jendela berada di samping, bukan di depan atau
belakangnya.
3. Minimalkan silau
Silau pada dinding dan permukaan lantai, serta refleksi pada layar komputer
juga dapat menyebabkan kelelahan mata. Pertimbangkan untuk memasang layar anti-
silau pada monitor dan jika mungkin, ganti cat dinding putih dengan warna yang
lebih soft. Sekali lagi, tutup jendela. Ketika cahaya luar tidak dapat dikurangi,
pertimbangkan untuk menggunakan hood komputer.
Jika mengenakan kacamata, gunakan lensa dengan anti-reflektif (AR)
coating. AR coating mengurangi silau dengan meminimalkan jumlah cahaya
terpantul di permukaan depan dan belakang lensa kacamata.
4. Upgrade jenis layar komputer
Lakukan penggantian tabung monitor lama (disebut tabung sinar katoda atau
CRT) dengan layar datar liquid crystal display (LCD), seperti pada komputer laptop.
31
Selain itu, perlu dipasang kaca pelindung (filter) pada layar monitor komputer untuk
mengurangi radiasi maupun tingkat kesilauan monitor.
Layar LCD biasanya lebih nyaman pada mata dan memiliki permukaan anti-
reflektif. Layar CRT kuno menyebabkan gambar terlihat "flicker " atau berkelip-
kelip, yang merupakan penyebab utama dari kelelahan mata karena penggunaan
komputer. Bahkan jika flicker ini tak terlihat, masih bisa memberikan kontribusi
untuk kelelahan mata selama menggunakan komputer.
5. Sesuaikan tampilan monitor
Menyesuaikan pengaturan tampilan pada komputer untuk membantu
mengurangi kelelahan mata. Umumnya, penyesuaian ini dapat menguntungkan.
Berikut pengaturan pada monitor:
a. Brightness. Mengatur kecerahan layar sehingga kurang lebih sama seperti
kecerahan workstation sekitar. Seperti, melihat latar belakang putih pada
layar komputer. Jika ia tampak seperti sumber cahaya, itu artinya brightness
terlalu terang. Jika tampak kusam dan abu-abu, mungkin brightness terlalu
gelap.
b. Ukuran teks dan kontras. Sesuaikan ukuran teks dan kontras untuk
kenyamanan, terutama ketika membaca atau menulis dokumen panjang.
Biasanya, warna teks hitam pada latar belakang putih adalah kombinasi
terbaik untuk kenyamanan.
c. Temperatur warna. Ini adalah istilah teknis yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum cahaya tampak yang dipancarkan oleh color
display. Cahaya biru adalah panjang – pendek gelombang cahaya yang
32
terlihat dan yang berhubungan dengan kelelahan mata seperti warna oranye
dan merah. Mengurangi temperatur warna tampilan dengan menurunkan
jumlah cahaya biru yang dipancarkan oleh color display untuk kenyamanan
menonton jangka panjang yang lebih baik.
6. Sering berkedip
Berkedip sangat penting ketika bekerja di depan komputer, berkedip
membasahi mata untuk mencegah kekeringan dan iritasi. Ketika bekerja di depan
komputer, orang lebih jarang berkedip - sekitar sepertiga sesering seperti biasa. Air
mata yang melapisi mata menguap lebih cepat selama fase tidak berkedip dan ini
dapat menyebabkan mata kering . Selain itu, udara di lingkungan kantor yang kering
dapat meningkatkan seberapa cepat air mata menguap, hal ini menimbulkan risiko
yang lebih besar untuk terjadinya kelelahan mata.
Untuk mengurangi risiko mata kering selama penggunaan komputer, cobalah
latihan ini: Setiap 20 menit, berkedip 10 kali dengan menutup mata seolah-olah jatuh
tertidur (sangat lambat). Ini akan membantu membasahkan mata. Lakukan secara
rutin untuk mencegah terjadinya kelelahan mata.
7. Latihan mata
Penyebab lain dari ketegangan mata pada pengguna komputer adalah mata
sering berfokus. Untuk mengurangi risiko kelelahan mata dengan terus-menerus
berfokus pada layar monitor adalah dengan berpaling dari komputer setidaknya
setiap 20 menit dan menatap sebuah objek yang jauh (setidaknya 20 kaki atau 6
33
meter) selama 20 detik. Beberapa dokter mata menyebutnya "aturan 20-20-20".
(Flammini, 2013)
Gambar 2.1 Aturan 20-20-20 untuk istirahat mata
Sumber: http://visianinfo.com/the-20-20-20-rule-preventing-digital-eye-strain/
Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu
mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat
menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering
jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang. Selain
itu, perlu dilakukan training atau penyuluhan tentang cara melakukan istirahat mata
yang efektif, posisi kerja ergonomi yang baik untuk mencegah penyakit akibat kerja
terutama karena penggunaan komputer.
8. Ambil waktu istirahat
Untuk mengurangi risiko kelelahan mata dan leher, nyeri punggung dan
bahu, sering-seringlah beristirahat selama menggunakan komputer. Banyak pekerja
34
yang kurang istirahat selama menggunakan komputer mereka sepanjang hari kerja.
Dalam hal ini disarankan National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) VDT Studies and Information untuk melakukan istirahat selama 15 menit
terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur
berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan
bagi pengguna komputer (Murtopo dan Sarimurni, 2005).
Istirahat tidak mengurangi produktivitas pekerja. Kecepatan entri data secara
signifikan lebih cepat sebagai akibat dari istirahat ekstra, sehingga output kerja
dipertahankan meskipun pekerja memiliki 20 menit ekstra waktu istirahat setiap
hari. Selama istirahat komputer, lakukan juga berdiri, bergerak dan meregangkan
lengan, kaki, punggung, leher dan bahu untuk mengurangi ketegangan dan kelelahan
otot.
Tetapi sebagian besar pekerja terkadang tidak sempat untuk melakukan hal
tersebut, dan kadang kondisi ruang kerja tidak ada jarak sejauh 6 meter untuk
mengistirahatkan mata. Alternatifnya, bisa menggunakan bantuan software atau
program untuk mengingatkan waktu istirahat mata saat menggunakan komputer
(Agarwal, 2014). Eye Defender, merupakan salah satu program gratis yang
memberikan peringatan untuk istirahat sejenak, disediakan Visual Training sekitar 1
menit agar mata kita bisa lebih segar. Program istirahat mata lainnya yang secara
gratis bisa di download yaitu WorkRave, yang juga membantu mengingatkan untuk
mengistirahatkan mata sejenak dengan menyediakan dua metode ( micro-break dan
rest-break).
35
9. Mengatur tempat kerja
Faktor ergonomis sendiri sangat perlu diperhatikan untuk memperoleh
kenyamanan dan posisi ideal yang sehat bagi tubuh selama pemakaian komputer
(Garodia, 2008). Jika sering melihat bolak-balik antara dokumen dan layar
komputer, hal ini dapat menyebabkan kelelahan mata. Tempatkan dokumen pada
posisi berdiri berdekatan dengan monitor. Postur yang tidak tepat selama bekerja
komputer juga berkontribusi terhadap kelelahan mata pada komputer. Sesuaikan
komputer dan kursi pada ketinggian yang tepat.
Gunakan furniture ergonomis untuk dapat mengatur posisi layar
komputer 20 sampai 24 inci dari mata. Bagian tengah layar harus sekitar 10 sampai
15 derajat di bawah mata untuk penentuan posisi yang nyaman terhadap kepala dan
leher pekerja. Pekerja pengguna komputer juga sebaiknya menjaga jarak mata pada
saat menggunakan komputer untuk tidak terlalu dekat, minimal 50 cm.
10. Pertimbangkan kacamata khusus komputer
Untuk kenyamanan dalam menggunakan komputer, pekerja yang sudah
memiliki kelainan refraksi atau menggunakan kacamata lensa progresif (biasanya
tidak optimal untuk jarak ke layar monitor) sebaiknya menggunakan kacamata yang
dirancang khusus untuk menggunakan komputer yaitu bagian atas lensa untuk
melihat komputer dan bagian bawahnya untuk membaca. Selain itu, hindari
penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata
akan lebih cepat terasa dan mata menjadi tidak nyaman.
36
2.4 Kerangka Teori
Beberapa penelitian mengenai kelelahan mata pada pekerja yang menggunakan
komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009), faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer diantaranya usia, lama
penggunaan komputer, istirahat mata, dan tingkat pencahayaan. Menurut (Santoso,
2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991),
kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004), ukuran objek (OHS Universitas
Queensland) dan jarak melihat monitor (Pheasant, 1991) juga berhubungan dengan
kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006) menambahkan faktor durasi
penggunaan komputer.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka kerangka
teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor Individu
Usia
Kelainan Refraksi
Istirahat Mata Faktor Pekerjaan
Durasi Penggunaan
Komputer
Jarak Monitor
Ukuran Objek
Beban Kerja
Posisi Monitor Faktor Lingkungan
Tingkat Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kelelahan Mata
37
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa kerangka teori
yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata
diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban, dan istirahat mata
(Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri
Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant, 1991). Selain itu, faktor durasi
penggunaan komputer, beban kerja dan posisi pandang juga berhubungan dengan
keluhan kelelahan mata (Suswanto, 1993) dalam (Aryanti, 2006).
Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak dimasukkan karena suhu
udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara sentral dengan suhu
21°C-24°C sehingga suhu dan kelembaban di setiap ruangan relatif sama. Faktor
beban kerja tidak dimasukkan karena sebagian besar pekerja memiliki lama waktu
kerja > 4 jam dan tidak ada pekerja yang bekerja kurang dari 2 jam meskipun
berbeda jabatan namun durasi penggunaan komputer pekerja sebagian besar > 4 jam
baik pada lini manager maupun karyawan. Selain itu juga posisi pandang tidak ikut
dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor komputer di posisi
depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan. Sedangkan variabel
ukuran objek yang dikemukakan oleh OHS Universitas Queensland, tidak
dimasukkan karena ukuran objek disesuaikan dengan pengaturan zoom pada
38
pekerjaan masing – masing pekerja. Untuk durasi penggunaan komputer, ada
beberapa pekerja yang menggunakan komputer tidak lebih dari 4 jam/hari.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan
variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel terikat
adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel independent
terdiri atas faktor pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), faktor
pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer), dan faktor lingkungan
kerja (tingkat pencahayaan). Hubungan antara variabel dependent dan variabel
independent tersebut dapat dilihat pada Bagan 3.1 berikut:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Individu
Usia
Kelainan Refraksi
Istirahat Mata
Faktor Pekerjaan
Jarak Monitor
Durasi Penggunaan Komputer
Faktor Lingkungan
Tingkat Pencahayaan
Kelelahan Mata
39
3.2. Definisi Operasional
Faktor Individu
No. Variabel
Independen
Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Usia Lama hidup pekerja dihitung
sejak tahun kelahiran sampai
saat dilakukan penelitian.
Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
Kuesioner 1. ≥ 45 tahun
2. < 45 tahun
(Guyton, 1991)
Ordinal
2. Kelainan Refraksi Suatu ketidakseimbangan
sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur.
Pemeriksaan mata
pekerja oleh
Refraksionis
Trial Lens,
Snellen Chart dan
Autorefraktometer
1. Ada kelainan
2. Tidak ada
kelainan
Ordinal
No. Variabel Dependen Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Kelelahan Mata Suatu kondisi subjektif yang
disebabkan oleh penggunaan
otot mata secara berlebihan.
Gejalanya berupa:
1. Nyeri atau terasa berdenyut
di sekitar mata.
2. Pandangan kabur.
3. Pandangan ganda.
4. Sulit dalam memfokuskan
penglihatan
5. Mata perih.
6. Mata merah.
7. Mata berair.
8. Sakit kepala, dan
9. Pusing disertai mual
Melakukan
pemeriksaan
tentang kelelahan
mata pada pekerja
oleh tenaga medis
yaitu dokter untuk
memastikan
keluhan tersebut
benar – benar
disebabkan karena
penggunaan
komputer.
Diagnosa
Dokter
1. Ya
2. Tidak
Ordinal
40
Faktor Individu
No. Variabel
Independen
Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
3. Istirahat Mata Kegiatan mengistirahatkan
mata dari layar monitor setiap
satu jam sekali selama 10
menit. (Joseffina, 1999)
Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
Kuesioner 1. Tidak
2. Ya
Ordinal
Faktor Pekerjaan
No. Variabel
Independen
Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
4. Jarak Monitor Jarak antara mata pekerja
dengan layar monitor pada saat
posisi nyaman bekerja
menggunakan komputer.
Pengukuran
langsung
menggunakan
mistar dari mata
ke bagian tengah
layar pada posisi
nyaman pekerja.
Mistar 1. < 50 cm
2. ≥ 50 cm
(OSHA, 1997)
Ordinal
5. Durasi Penggunaan
Komputer
Waktu yang digunakan pekerja
selama bekerja dengan
komputer.
Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
Kuesioner 1. > 4 jam
2. ≤ 4 jam
Ordinal
Faktor Lingkungan
No. Variabel
Independen
Definisi Cara Ukur Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
6. Tingkat
Pencahayaan
Jumlah cahaya yang
diterima di area titik
dilakukannya pengukuran
dan dinyatakan dengan lux,
diukur pada meja pekerja
atau tempat diletakkannya
monitor komputer
Pengukuran
langsung dengan
direct reading
instrument
Lux
meter
1. Tidak memenuhi standar
2. Memenuhi standar
Disesuaikan dengan standar tingkat
pencahayaan dari KEPMENKES RI.
No. 1405/MENKES/ SK/XI/02 di
lingkungan industri.
Ordinal
41
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer
di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
2. Ada hubungan antara kelainan refraksi dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
4. Ada hubungan antara jarak monitor dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
5. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
6. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
42
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan menggunakan desain
studi cross sectional atau potong lintang karena variabel independen dan variabel
dependen diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di PT. Duta
Astakona Girinda Jakarta Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
memiliki karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Umar, 1996). Penelitian ini menetapkan karyawan di PT. Duta
Astakona Girinda yang berjumlah 50 orang sebagai populasi.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2009). Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi sebagai
sampel (Arikunto, 2002). Kelebihan dari metode ini terhadap penelitian adalah dapat
menggambarkan keseluruhan anggota populasi yang diteliti. Menurut Dooley (dalam
43
Arief, 2003) semakin besar sampel maka semakin tepat dalam memperkirakan populasi
dan mampu memberikan hasil yang akurat daripada jumlah sampel yang kecil. Untuk itu
sampel penelitian ini mengambil keseluruhan populasi yaitu 50 orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, kelainan
refraksi, karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja dengan cara
menyebarkan kuesioner dan melakukan pengisian kuesioner oleh masing – masing
pekerja.
2. Lux meter
Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan dengan satuan lux
(lx) dengan menangkap cahaya yang menghasilkan arus listrik ke bagian photocell pada
alat ini. Semakin kuat intensitas cahaya maka semakin besar arus yang dihasilkan.
3. Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang
dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari titik tengah layar
monitor sampai ke mata pekerja.
4. Trial Lens, Snellen Chart dan Autorefrakometer
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan mata agar diketahui apakah ada kelainan
refraksi pada mata pekerja.
44
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data
primer. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang
terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependen dan
independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
pernah digunakan oleh Maryamah (2011). Selain itu, pengumpulan data yang perlu
pengukuran khusus dilakukan oleh tenaga ahli yang kompeten untuk menjaga
objektifitas data penelitian.
Pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu:
a. Kelelahan Mata
Kelelahan mata diketahui dengan cara pemeriksaan langsung oleh tenaga medis
yaitu dokter. Dokter tersebut akan menanyakan keluhan terkait gejala kelelahan mata
setelah pekerja menggunakan komputer lebih dari 2 jam dan selanjutnya melakukan
pemeriksaan kondisi fisik pekerja terutama pada bagian mata untuk memastikan gejala
tersebut benar – benar disebabkan karena penggunaan komputer.
Selain itu dilakukan pengukuran menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar
checklist gejala kelelahan mata. Jika responden menjawab atau memberi checklist pada
salah satu gejala selain gejala mata perih, mata merah, dan mata berair maka responden
tersebut mengalami kelelahan mata. Mata merah, mata perih dan mata berair merupakan
gejala yang disebabkan karena dry eye syndrom. (Salibello & Nilsen, 1995; Rey &
Maer, 2007)
45
Pengukuran kuesioner dilakukan hanya untuk melihat gambaran keluhan
kelelahan mata, bukan untuk menentukan pekerja tersebut mengalami kelelahan mata
atau tidak. Kelelahan mata ditentukan dari hasil diagnosa dokter.
b. Usia
Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai dengan
dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner
yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia pekerja telah melebihi 6 bulan, maka
pada usia pekerja dilakukan pembulatan penghitungan menjadi satu tahun.
c. Istirahat Mata
Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai pola
istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan komputer.
d. Kelainan Refraksi Mata
Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan penglihatan seperti
rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur oleh Refraksionis dengan menggunakan
Trial Lens dan Autorefratometer.
e. Durasi Penggunaan Komputer
Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja
menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun membaca di
depan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner.
Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain:
f. Tingkat Pencahayaan
46
Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan,
adapun cara untuk mengukurnya adalah :
- Pastikan alat dalam kondisi “ON”
- Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah
pada sumber cahaya.
- Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan
dibandingkan dengan standard tingkat pencahyaan di lingkungan industri
berdasarkan KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02.
Standar pencahayaan untuk pekerjaan tidak terus – menerus yaitu minimal 100
lux, pekerjaan terus – menerus yaitu minimal 200 lux, dan untuk pekerjaan rutin
minimal 300 lux (KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02). Klasifikasi
pekerjaan tersebut berdasarkan jenis pekerjaan di PT. Duta Astakona Girinda adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jenis Pekerjaan berdasarkan Standar Pengukuran Pencahayaan
di PT. Duta Astakona Girinda
No. Jenis Pekerjaan Pekerjaan Intensitas
Cahaya
Hasil Ukur
1. Pekerjaan tidak terus
– menerus
General Affair, Marketing,
Ruang Data, Hardware.
100 lux 1. ≥ 100 lux
2. < 100 lux
2. Pekerjaan terus –
menerus
Maintainance, Admin,
Manager.
200 lux 1. ≥ 200 lux
2. < 200 lux
3. Pekerjaan rutin Finance, Progammer. 300 lux 1. ≥ 300 lux
2. < 300 lux
47
Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak
menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan
oleh pakaian operator.
g. Jarak Monitor
Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran yang
dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai dari mata
pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.
4.6 Pengolahan Data
1. Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap
variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga
mempercepat pada saat proses entry data.
Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan Mata: 1 = Ya, 2 = Tidak
b. Usia: 1 = ≥ 45 tahun, 2 = < 45 tahun
c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan
d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya
e. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm
f. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam
48
g. Tingkat Pencahayaan: 1 = Tidak memenuhi standar, 2 = Memenuhi standar.
Disesuaikan dengan standar tingkat pencahayaan berdasarkan KEPMENKES RI.
No. 1405/MENKES/SK/XI/02 tentang tingkat pencahayaan pada lingkungan
kerja industri.
2. Editing
Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan pengukuran
diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti kelengkapan pengisian,
kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap jawaban meliputi variabel
dependen yaitu kelelahan mata dan hasil variabel independen yaitu usia, istirahat mata,
kelainan refraksi mata, dan durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari
tingkat pencahayaan dan jarak monitor.
3. Entry
Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya
melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan komputer
sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.
4. Cleaning
Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam
pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah pembersihan
data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
4.7 Analisa Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer. Adapun
analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:
49
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia, istirahat
mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi
penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu kelelahan mata.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat
pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel
dependen kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05 artinya secara
statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Rumus umum uji statistik :
Df = (b-1).(k-1)
P = < 0,05
(O-E)2
X2 = ∑
E
Keterangan:
X2 = Chi- Square
O = nilai onservasi
E = nilai ekspektasi (nilai harapan)
b = jumlah baris
k = jumlah kolom
50
BAB V
HASIL
5.1 Profil Perusahaan
PT. Duta Astakona Girinda didirikan pada awal 1987 menyediakan jasa
konsultasi mengenai pengembangan sistem dan integrasi, strategi dan implementasi
dengan akses terkemuka studi kasus metodologi, survei dan analisis. Juga mengalami
beberapa teknologi e-commerce, web dan spasial.
Sebagai sebuah perusahaan konsultan, PT. Duta Astakona Girinda menyediakan
konsultasi Teknologi Informasi, Manajemen Informasi Spasial melalui integrasi dan
diversifikasi khusus untuk quarantee hubungan bisnis yang saling menguntungkan.
Keberhasilan pelaksanaan dilakukan oleh sekelompok orang yang berdedikasi tinggi dan
inovatif dengan pemahaman yang komprehensif tentang sekarang dan masa depan
teknologi informasi.
Pekerja PT. Duta Astakona memiliki visi strategis yang memungkinkan kliennya
melihat kebutuhan bisnis Commerce Internet mereka untuk menjadi layanan yang dapat
memimpin pasar lokal di bidang teknologi informasi. PT. Duta Astakona Girinda telah
bekerjasama dengan hardware teknologi e-Bisnis terkemuka dan vendor perangkat
lunak, termasuk Cisco, Microsoft, Hewlett Packard, Oracle, Sun, MapInfo, Corvu, lihat
SQL, GRM (Manajemen Sumber Daya Global), GAP (GRM Application Product) dan
lain-lain.
51
5.1.1 Visi dan Misi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan
a. Visi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan
Menjadi perusahaan professional berteknologi tinggi yang menyediakan jasa
teknologi informasi dan komunikasi terbaik di Indonesia dengan dukungan sumber
daya manusia yang inovatif dan berdedikasi tinggi serta pemahaman teknologi
informasi yang komprehensif baik sekarang maupun masa yang akan datang
b. Misi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan
Misi PT. Duta Astakona Girinda adalah:
1. Mengembangkan solusi teknologi informasi yang berkesinambungan.
2. Mitra kerja yang terpercaya dan dapat diandalkan.
3. Memberikan benefit dan value bagi pelanggan dan seluruh stakeholder.
4. Membangun jaringan kerjasama untuk menumbuhkan industri teknologi
informasi di Indonesia.
5.2 Gambaran Beban Kerja
Pekerja PT. Duta Astakona Girinda sehari – hari bekerja duduk di depan
komputer dengan waktu yang relatif sama. Pekerja memiliki lama waktu kerja >4 jam
dan tidak ada pekerja yang bekerja kurang dari 2 jam meskipun berbeda jabatan baik
pada lini manager maupun karyawan.
5.3 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja
PT. Duta Astakona Girinda berada di Gedung Gratia Center yang terdiri dari 4
lantai dengan aksesnya menggunakan tangga dan lift. Setiap ruang terdapat jumlah
52
pekerja yang berbeda – beda, tergantung dengan kebutuhan pekerjaan di perusahaan.
Setiap pekerja memiliki perangkat komputer dengan besar layar monitor 21 inci. Sekat
pada ruangan berupa tembok dengan warna cat putih serta ac di ruangan diatur sama
dengan suhu 21°C-24°C.
5.4 Analisis Univariat
5.4.1 Gambaran Kelelahan Mata
Untuk mengetahui gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di
PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 dilakukan dengan pemeriksaan langsung oleh
tenaga medis dan juga penyebaran kuesioner pada pekerja untuk melihat gambaran jenis
keluhan kelelahan mata. Hasil pengukuran kelelahan mata hanya berdasarkan hasil
diagnosa dokter walaupun hasil kuesioner tersebut mengalami keluhan dari kelelahan
mata. Hal ini bertujuan agar hasil pengukuran yang didapat lebih akurat dan objektif.
Analisis univariat gambaran kelelahan mata pada pengguna komputer di PT.
Duta Astakona Girinda Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Gambaran Kelelahan Mata Pada Pekerja
Gambaran
Kelelahan Mata
Jumlah Persentase
(%)
Ya 35 70
Tidak 15 30
Total 50 100
53
Berdasarkan tabel 5.1 di atas bahwa dari 50 pekerja, yang mengalami kelelahan
mata yaitu sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja
mengalami kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi. Keluhan yang
paling banyak dirasakan pekerja yaitu penglihatan kabur, mata perih, sakit kepala dan
mata berair.
Grafik 5.1
Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer
di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling
banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah penglihatan kabur sebanyak 46% pekerja.
Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja
adalah pusing mual sebanyak 12%. Sebagian besar pekerja mengeluhkan jenis keluhan
berupa penglihatan kabur. Hal ini mungkin disebabkan layar monitor yang digunakan
26
46
14
26
44 38
32 38
12 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Per
sen
tase
%
Jenis Keluhan Kelelahan Mata
Keluhan Kelelahan Mata
54
pekerja tidak menggunakan anti glare dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang
kurang. Jenis keluhan lainnya yang banyak dikeluhkan yaitu mata perih (44%), mata
berair (38%) dan sakit kepala (38%).
5.4.2 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner dan
pemeriksaan refraksi oleh refraksionis didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia,
istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
No Variabel Kategori Jumlah
(n=50)
Persentase
(%)
1 Usia
≥ 45 3 6
< 45 47 94
Total 50 100
2 Kelainan Refraksi
Ada kelainan 27 54
Tidak ada kelainan 23 46
Total 50 100
3 Istirahat Mata
Tidak 31 62
Ya 19 38
Total 50 100
4 Jarak Monitor
< 50 cm 14 28
≥ 50 cm 36 72
Total 50 100
55
No Variabel Kategori Jumlah
(n=50)
Persentase
(%)
5 Durasi Penggunaan
Komputer
> 4 jam 44 88
≤ 4 jam 6 12
Total 50 100
6 Tingkat
Pencahayaan
Tidak memenuhi
standar
42 84
Memenuhi standar 8 16
Total 50 100
1. Usia
Distribusi pekerja berdasarkan variabel usia diperoleh dengan cara menyebarkan
kuesioner kepada pekerja. Pada kuesioner tersebut, pekerja mengisi tanggal
kelahiran untuk kemudian dihitung secara akurat jumlah usia pekerja tersebut.
Variabel usia dikategorikan menjadi usia ≥ 45 tahun dan usia < 45 tahun.
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian
besar pekerja memiliki usia < 45 tahun yaitu sebanyak 94% pekerja.
2. Kelainan Refraksi
Distribusi pekerja berdasarkan variabel kelainan refraksi didapatkan melalui
pengukuran refraksi pada pekerja oleh tenaga refraksionis. Pekerja digolongkan
ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi dan tidak memiliki
kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui
bahwa sebagian besar pekerja memiliki kelainan refraksi yaitu sebanyak 54%
pekerja.
56
3. Istirahat Mata
Distribusi pekerja berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara
menyebarkan kuesioner kepada pekerja. Pada variabel istirahat mata, pekerja
dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak. Berdasarkan hasil analisis
univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa lebih banyak pekerja yang tidak
melakukan istirahat mata yaitu sebanyak 62% pekerja.
4. Jarak Monitor
Distribusi pekerja berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan cara melakukan
pengukuran langsung pada sampel dengan kategori pekerja yang bekerja dengan
jarak < 50 cm dan ≥ 50 cm. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2,
diketahui bahwa sebagian besar pekerja bekerja dengan jarak monitor ≥ 50cm
(72% pekerja).
5. Durasi Penggunaan Komputer
Distribusi pekerja berdasarkan variabel durasi penggunaan komputer diperoleh
dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pekerja. Pekerja digolongkan
menjadi dua kategori yaitu pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam dan ≤
4 jam. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa
sebagian besar pekerja yaitu 88% pekerja menggunakan komputer dalam durasi
penggunaan komputer selama > 4 jam. Sedangkan pekerja yang menggunakan
komputer dengan durasi penggunaan komputer selama ≤ 4 jam hanya 12%
pekerja.
57
6. Tingkat Pencahayaan
Pengukuran variabel tingkat pencahayaan dilakukan pada masing – masing meja
pekerja. Pada penelitian ini, tingkat pencahayaan digolongkan menjadi dua yaitu
tingkat pencahayaan yang memenuhi standar dan tidak memenuhi standar.
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa tingkat
pencahayaan pada meja pekerja yang tidak memenuhi standar ada sebanyak 84%
pekerja. Sedangkan tingkat pencahayaan pada meja pekerja yang memenuhi
standar ada hanya 16% pekerja. Hal ini menunjukan sebagian besar pekerja
berada pada tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar.
5.5 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, kelainan refraksi
mata, istirahat mata, jarak monitor, durasi penggunaan komputer dan tingkat
pencahayaan,) dengan variabel dependen (kelelahan mata) pada pengguna komputer di
PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014, dilakukan analisis bivariat dengan metode
statistik menggunakan uji Chi Square . Berikut hasil untuk masing-masing variabel.
Tabel 5.3
Analisis hubungan Variabel Independen dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
No Variabel Hasil Ukur
Kelelahan Mata P.
Value OR Ya Tidak Total
n % n % n %
1 Usia ≥ 45 tahun 2 66,7 1 33,3 3 100
1,000 0,841
(0,071-10,137) < 45 tahun 33 70,2 14 29,8 47 100
Total 35 70 15 30 50 100
58
No Variabel Hasil Ukur
Kelelahan Mata P.
Value OR Ya Tidak Total
n % n % n %
2 Kelainan
Refraksi
Ada
Kelainan
23 85,2 4 14,8 27 100 0,015 5,271
(1,380-20,138)
Tidak Ada
Kelainan
12 52,2 11 47,8 23 100
Total 35 70 15 30 50 100
3 Istirahat
Mata
Tidak 24 77,4 7 22,6 31 100 0,205 2,494
(0,721-8,619) Ya 11 57,9 8 42,1 19 100
Total 35 70 15 30 50 100
4 Jarak
Monitor
< 50 cm 13 92,9 1 7,1 14 100 0,039 8,273
(0,972-70,418) ≥ 50 cm 22 61,1 14 39,8 36 100
Total 35 70 15 30 50 100
5 Durasi
Penggunaan
Komputer
> 4 jam 34 77,3 10 22,7 44 100 0,007 17,000
(1,774-
162,887)
≤ 4 jam 1 16,7 5 83,3 6
Total 35 70 15 30 50 100
6 Tingkat
Pencahayaan
Tidak
memenuhi
standar
32 76,2 10 23,8 42 100 0,043 5,333
(1,079-26,538)
Memenuhi
standar
3 37,5 5 62,5 8 100
Total 35 70 15 30 50 100
1. Hubungan Usia dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di
PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Pekerja yang berusia ≥ 45 tahun hanya 4% pekerja yang mengalami
kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang berusia < 45 tahun sebagian besar (70,2%)
juga mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pada
59
derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 1,000 sehingga p > 0,05. Jadi, antara
usia dengan kelelahan mata tidak memiliki hubungan yang bermakna. Dari hasil
perhitungan risk estimate didapatkan OR = 0,841 (95% CI ; 0,071-10,137), artinya
pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,841 kali mengalami
kelelahan mata dibandingkan dengan yang memiliki usia < 45 tahun.
2. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 85,2% mengalami
kelelahan mata dan pekerja yang tidak memiliki kelainan refraksi mata sebanyak
52,2% yang mengalami kelelahan mata. Dari hasil uji statistik chi square pada
derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,015 atau (p < 0,05) sehingga ada
hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata. Dari
hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 5,271 (95% CI ; 1,380-20,138),
artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi memiliki risiko 5,271 kali
mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan
refraksi mata.
3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Pekerja yang tidak melakukan istirahat mata, sebagian besar mengalami
kelelahan mata yaitu 77,4% pekerja. Pekerja yang melakukan istirahat mata juga
mengalami kelelahan mata sebanyak 57,9% pekerja. Hasil uji statistik chi square
menunjukkan bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,205
60
atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata
dengan kejadian kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR
= 2,494 (95% CI ; 0,721-8,619), artinya pekerja yang tidak melakukan istirahat mata
memiliki peluang 2,494 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang
melakukan istirahat mata.
4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm
sebagian besar mengalami kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm dan mengalami kelelahan mata sebanyak 92,9%. Sedangkan
pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm dan mengalami kelelahan mata
sebanyak 61,1%. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa Pvalue = 0,039 atau (p
< 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan
kelelahan mata memiliki hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate
didapatkan OR = 8,273 (95% CI 0,972-70,418). Artinya, pekerja yang bekerja
dengan jarak monitor < 50 cm memiliki peluang 8,273 kali mengalami kelelahan
mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm.
5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014
Pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam sebagian besar mengalami
kelelahan mata yaitu sebanyak 77,3%. Pekerja yang menggunakan komputer < 4 jam
61
hanya 16,7% yang mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa Pvalue = 0,007 atau (p < 0,05) sehingga pada α = 5% dapat
disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan kelelahan mata memiliki hubungan
yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 17,000 (95% CI
1,774-162,887). Artinya, pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam memiliki
peluang 17,000 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang
menggunakan komputer < 4 jam.
6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Sebagian besar pekerja bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak
memenuhi standar dan pekerja yang mengalami kelelahan mata sebanyak 76,2%
pekerja. Hanya 37,5 % pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan memenuhi
standar dan juga mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi squrae didapatkan
Pvalue = 0,043. Artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Hasil
perhitungan risk estimate didapatkan OR = 5,3333 (95% CI 1,079-26,538). Artinya
pekerja yang bekerja pada tingkat pencahayaan tidak memenuhi standar memiliki
risiko 5,333 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang
bekerja dengan tingkat pencahayaan memenuhi standar.
62
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 ini,
penulis mengumpulkan data primer dengan menyebar kuesioner kepada 50 pekerja.
Penulis menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan penelitian ini antara lain:
1. Tidak melakukan pengecekan terhadap setting display layar monitor.
2. Tidak mengukur tinggi rendahnya mata terhadap layar monitor.
6.2. Kelelahan Mata
Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Trevino
Pakasi (1999) menyebutkan bahwa kelelahan mata merupakan suatu kondisi subjektif
yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Keadaan mata yang lelah
ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang,
membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil serta kurangnya kedipan.
Kelelahan mata juga disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam
bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama
dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman, sehingga banyak
penyakit yang dapat menyerang mata dan menyebabkan gangguan penglihatan atau
63
kelainan refraksi mata (Shiozawa, 2006; Francis, 2005; Evi, 2011). Selain itu, dapat
diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan
membaca dengan cahaya yang kurang (Amrizal, 2010).
Hasil dari penelitian yang dilakukan pada pekerja yang menggunakan komputer
di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 50 pekerja yang
diteliti, sebagian besar mengalami kelelahan mata. Hal ini dapat dilihat dari durasi
penggunaan komputer yang bisa mencapai rata – rata lebih dari 6 jam/hari. Penelitian
Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan gejala kelelahan mata pada pengguna
komputer lebih dari 2 jam per hari. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Saliberrl
& Nilsen (1995) telah menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan komputer lebih
dari 2 jam per hari, sebanyak 90% mengalami gejala gangguan penglihatan.
Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia menyatakan
bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin memburuk
selama kita meneruskan pekerjaan dengan jam kerja panjang dan bergantung pada
komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko
tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasi bahwa 35 – 48 % dari pekerja
kantor menderita masalah tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana, 2008). Penelitian yang
dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga menyatakan bahwa proporsi
keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6%.
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Duta Astakona Girinda, diketahui bahwa
sebagian besar pekerja bekerja > 4 jam dan mengalami kelelahan mata sebanyak 77,3%
pekerja. Menurut data EyeCare Technology (1995) didapatkan bahwa terdapat 60 juta
orang yang menderita gangguan penglihatan karena menggunakan Video Display
64
Terminal (VDT) untuk penggunaan 3 jam atau lebih dalam sehari. Hal tersebut juga
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap
pengguna monitor di sebuah industri pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan
perbedaan yang signifikan mengenai gangguan pada mata antara pengguna monito yang
bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam per hari
(Oborn, 1995).
Pada penelitian ini juga diketahui bahwa pekerja yang memiliki kelainan refraksi
sebagian besar mengalami kelelahan mata. Bagi pekerja dengan jarak monitor < 50 cm,
hampir seluruhnya mengalami kelelahan mata. Tetapi sebagian besar pekerja bekerja
dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Pekerja yang melakukan istirahat mata maupun tidak
melakukan istirahat mata dan pekerja yang berusia < 45 tahun maupun ≥ 45 tahun
sebagian besar juga mengalami kelelahan mata.
Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan kelelahan
mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting)
akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata.
Sedangkan, pencahayaan yang intensitasnya kuat dapat menimbulkan kesilauan
sehingga diperlukan pencahayaan yang cukup dan sesuai dengan karakteristik
pekerjaannya. Sebagian besar pekerja bekerja dengan tingkat pencahayan yang tidak
memenuhi standar, dan sebagian besar pekerja tersebut mengalami kelelahan mata.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan (Pvalue = 0,043) antara
tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata.
Untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat komputer, para dokter mata
menganjurkan aturan 20 – 20 – 20. Aturan ini menganjurkan setiap 20 menit bekerja di
65
depan komputer, pekerja harus istirahat paling tidak 20 detik dengan melihat obyek atau
benda yang jaraknya sekitar 20 kaki (20 feet = 6 meter). (Flammini, 2013)
6.3. Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata
Daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50 tahun karena pada umumnya
manusia dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun. Semakin tua usia
seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Hal ini disebabkan setiap tahun
lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk
menyesuaikan diri sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin
sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang
maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan
kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. (Guyton, 1991)
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja
yang bekerja di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 berusia ≤ 45 tahun dan hanya
6% yang berusia > 45 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 1,000, artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kelelahan mata. Baik pekerja yang
berusia > 45 tahun maupun yang ≤ 45 tahun sama-sama mengalami kelelahan mata. Hal
ini mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang
kurang. Menurut Suma’mur (1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat
pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Jarak monitor juga
bisa mempengaruhi terjadinya kelelahan mata, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada pekerja berusia ≤ 45 tahun yang menggunakan komputer dengan jarak < 50 cm
mengalami kelelahan mata sebanyak 92,3% pekerja. Selain itu juga, bisa dipengaruhi
66
oleh durasi penggunaan komputer yang ≥ 4 jam per hari. Pekerja berusia ≤ 45 tahun
yang menggunakan komputer dengan durasi ≥ 4 jam mengalami kelelahan mata
sebanyak 81% pekerja. Penelitian Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan
gejala kelelahan mata pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari. Begitu juga
penelitian yang dilakukan oleh Saliberrl & Nilsen (1995) telah menunjukkan bahwa
pekerja yang menggunakan komputer lebih dari 2 jam per hari, sebanyak 90%
mengalami gejala gangguan penglihatan.
Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan bagi lampu yang
padam atau kusam untuk mendapatkan pencahayaan ruangan yang memenuhi standar
dan mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. Selain itu pekerja juga
sebaiknya melakukan istirahat mata secara rutin dengan aturan 20-20-20 dimana setiap
20 menit bekerja di depan komputer, pekerja harus istirahat paling tidak 20 detik dengan
melihat obyek atau benda yang jaraknya sekitar 20 kaki (20 feet = 6 meter). (Flammini,
2013)
6.4. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar
tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas, 2004; Hael,
2006). Kelainan refraksi mata bisa disebabkan oleh adanya faktor radiasi cahaya yang
berlebihan atau kurang yang diterima oleh mata. Situasi tersebut menyebabkan otot yang
membuat akomodasi pada mata akan bekerja bersama, hal ini merupakan salah satu
penyebab mata cepat lelah (Rosenfield, 2010).
67
Hasil penelitian dengan pengukuran refraksi yang dilakukan oleh tenaga
refraksionis menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja PT. Duta Astakona Girinda
memiliki kelainan refraksi dan dari pekerja tersebut juga sebagian besar mengalami
kelelahan mata. Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa 54% pekerja
yang memiliki kelainan refraksi, hanya 14,8% pekerja yang tidak mengalami kelelahan
mata. Hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,015, artinya ada hubungan yang bermakna
antara kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata. Hasil dari penelitian ini selaras
dengan teori yang mengemukakan bahwa gangguan refraksi mata seperti gangguan
penglihatan jarak jauh (myopia), gangguan penglihatan jarak dekat (hipermetropia),
perbedaan dalam lengkung kornea (astigmatisme), dan ketidaksinambungan otot
(phoria) dapat menyebabkan kelelahan mata karena terus menerus berakomodasi untuk
dapat melihat subyek yang lebih jelas (Nendyah Roestjawati, 2007:31). Ada beberapa
pekerja yang tidak mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya. Pekerja beranggapan
bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata mereka dalam keadaan
normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak terkoreksi visus matanya.
Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada
keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Pekerja yang
memiliki kelainan refraksi akan mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang
diakomodasikan secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,
2007). Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lensa kontak
karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang mengedip sehingga dalam
suhu ruangan yang menggunakan AC, mata akan menjadi cepat kering. Upaya
selanjutnya yang dapat dilakukan bagi pekerja yang sudah memiliki kelainan refraksi
68
adalah dengan menggunakan kacamata yang dirancang khusus untuk menggunakan
komputer yaitu bagian atas lensa untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk
membaca serta menghindari penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan
komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa.
6.5. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata
David L. Goetsch (2002) mengatakan bahwa operator komputer seharusnya
melakukan banyak istirahat – istirahat pendek namun sering dan teratur. Menurut
NIOSH, kondisi kerja sangat berperan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja
termasuk beban kerja, waktu kerja yang lama dan kurangnya istirahat.
Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan
istirahat mata 62% dan yang melakukan istirahat mata sebanyak 38%. Pekerja yang
tidak melakukan istirahat mata maupun pekerja yang melakukan istirahat mata sebagian
besar mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada
derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,205 atau (p > 0,05) sehingga tidak ada
hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian kelelahan mata. Hal ini
mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang
kurang, durasi penggunaan komputer > 4 jam dan kelainan refraksi yang belum
dikoreksi sehingga pekerja yang sudah melakukan istirahat mata tetap saja mengalami
kelelahan mata. Selain itu, mungkin dikarenakan pekerja belum memahami bagaimana
durasi ataupun metode istirahat mata dilakukan dengan efektif disela – sela aktivitas
kerjanya dengan komputer agar istirahat yang dilakukan bisa maksimal dalam
mengurangi kelelahan mata. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong
69
rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer
(Murtopo dan Sarimurni, 2005).
Upaya yang bisa dilakukan pekerja yaitu meng-install program untuk membantu
mengingatkan waktu istirahat mata pada masing – masing komputer pekerja. Istirahat
secara teratur dapat memotong rantai kelelahan tetapi karena pekerjaan yang sibuk
banyak pekerja yang tidak beristirahat secara teratur setelah penggunaan komputer
setiap jam secara berturut- turut. Menurut Joseffina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama
istirahat yang diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah
selama 10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu).
Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata
sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik.
Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan
dengan istirahat yang lama tetapi jarang.
6.6. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata
Jarak monitor yang cukup dekat akan membuat mata selalu berakomodasi dan
terfokus pada layar monitor sehingga menyebabkan mata pekerja menjadi cepat lelah.
Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat
menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya
adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat
mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan.
Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm
sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).
70
Pada variabel jarak monitor, pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm
yaitu 28% maupun ≥ 50 cm yaitu 72% sebagian besar mengalami kelelahan mata.
Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengalami kelelahan mata ada
sebanyak 92,9%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Pvalue = 0,039 atau (p >
0,05) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan
kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian Cahyono (2005) pada petugas
Operator Komputer Sistem Informasi RSU Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta bahwa
gangguan kelelahan mata juga dipengaruhi oleh jarak pandang pengguna komputer
dengan layar monitor. Penelitian Rey and Meyer (1998) juga menyatakan bahwa
operator komputer lebih mudah mengeluhkan kelelahan pada mata apabila pada jarak
yang tidak tepat. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian Noermayanti (2009) yang
menyatakan adanya hubungan antara jarak mata ke monitor dengan keluhan kelelahan
mata dimana kelelahan mata memiliki hubungan signifikan dengan kelelahan mata.
Saat menggunakan komputer, mata dipaksa untuk memfokuskan kerja pada
komputer. Seseorang pengguna komputer harus terus-menerus memfokuskan matanya
untuk menjaga agar gambar tetap tajam (Roestijawati, 2007). Sebaiknya pekerja
pengguna komputer lebih memperhatikan jarak mata pada saat menggunakan komputer
untuk tidak terlalu dekat, minimal 50 cm. Selain itu, perlu dipasang kaca pelindung
(filter) pada layar monitor komputer untuk mengurangi radiasi maupun tingkat kesilauan
monitor.
71
6.7. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata
Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja
yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8
jam kerja (Wasisto, 2005). Semakin lama berinteraksi dengan layar monitor,
kemampuan fisiologis otot-otot di sekitar mata akan mengalami penurunan. Akibatnya
mata akan mengalami kelelahan.
Hasil penelitian di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 menunjukkan bahwa
sebagian besar pekerja menggunakan komputer > 4 jam sebanyak 88% dan dari pekerja
tersebut sebagian besar mengalami kelelahan mata yaitu sebanyak 77,3%. Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa Pvalue = 0,007 atau (p > 0,05) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan kelelahan mata. Hal ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprisupiati (2007) dan penelitian oleh Dewi dkk
(2009) bahwa ada hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan komputer dengan
kelelahan mata.
Triwiyono (2002) menganjurkan lamanya penggunaan komputer tidak lebih dari
4 jam sehari. Apabila melebihi waktu tersebut, mata cenderung mengalami refraksi
(Sari, 2002). Dalam hal ini disarankan National Institute for Occupational Safety and
Health (NIOSH) VDT Studies and Information untuk melakukan istirahat selama 15
menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur
berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi
pengguna komputer (Murtopo dan Sarimurni, 2005)
72
6.8. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan
berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan
sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan
(Brewer, 2006; Sakai, 2009). Penerangan yang baik adalah penerangan yang
memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat
dan tanpa upaya yang tidak perlu (Hoffman, 2008; Richa, 2009).
Untuk variabel pencahayaan, hasil yang didapatkan dari analisis bivariat adalah
sebagian besar pekerja PT. Duta Astakona Girinda bekerja dengan tingkat pencahayaan
yang tidak memenuhi standar dan pekerja yang mengalami kelelahan mata sebanyak
76,2% pekerja. Dalam penelitian didapatkan Pvalue = 0,043 yang menunjukkan terdapat
hubungan bermakna antara tingkat pencahyaan dengan kelelahan mata. Dari hasil
analisis bivariat ini juga diketahui bahwa responden yang bekerja dengan tingkat
pencahayaan yang tidak memenuhi standar memiliki risiko 5,3 kali untuk mengalami
kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan
memenuhi standar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nourmayanti (2009) di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk yaitu terdapat hubungan
positif antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata (Pvalue = 0,023).
Distribusi pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda belum merata. Ada
sebagian lampu padam dan ada yang memang sengaja dimatikan. Selain itu, belum ada
sinkronisasi tata letak meja pekerja maupun posisi lampu di ruangan sehingga ada
sebagian pekerja yang jauh dari pencahayaan yang memadai.
73
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta mempunyai kaitan dengan produktivitas
kerja. Penerangan yang buruk juga akan mengakibatkan rendahnya produktivitas
kualitas maupun sakit mata, lelah, dan pening kepala bagi pekerja. Penerangan yang
lebih baik dapat memberikan hal berupa efisiensi yang lebih tinggi, dapat meningkatkan
produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap pekerjaan.
Upaya yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki tingkat
pencahayaan yang dibawah standar tersebut agar pekerja tidak mengalami kelelahan
mata adalah dengan mengganti lampu di ruangan yang mati, menyalakan semua lampu
di ruang kerja, menambah watt pada lampu atau menggantinya dengan lampu hemat
energi yang memiliki tingkat pencahayaan yang lebih optimal serta mengatur posisi
tempat kerja ataupun posisi bola lampu agar menghasilkan penyinaran yang optimum
dan sesuai standar.
74
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
1. Gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda tahun 2014, sebanyak 70% pekerja mengalami kelelahan mata
dan 30% tidak mengalami kelelahan mata.
2. Gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata)
pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014
yaitu:
a. 94% pekerja pengguna komputer berusia < 45 tahun dan hanya 6% pekerja
yang berusia ≥ 45 tahun.
b. Sebanyak 54% pekerja memiliki kelainan refraksi dan yang tidak memiliki
kelainan refraksi sebanyak 46% pekerja.
c. Pekerja yang melakukan istirahat mata saat menggunakaan komputer
sebanyak 62% dan yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 38%
pekerja.
3. Gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT. Duta
Astakona Girinda tahun 2014 bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 72% pekerja
menggunakan komputer dengan jarak ≥ 50 cm dan sebanyak 28% pekerja
menggunakan komputer dengan jarak < 50 cm.
75
4. Gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna komputer di PT.
Duta Astakona Girinda tahun 2014 bahwa sebagian besar pekerja menggunakan
komputer > 4 jam dengan persentase 88% dan pekerja yang menggunakan
komputer ≤ 4 jam dengan persentase 12%.
5. Gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 bahwa
sebagian besar pekerja bekerja pada tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi
standar.
6. Tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
7. Ada hubungan bermakna antara kelainan refraksi dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
8. Tidak ada hubungan bermakna antara istirahat mata dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
9. Ada hubungan bermakna antara jarak monitor dengan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
10. Ada hubungan bermakna antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun
2014.
11. Ada hubungan bermakna antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
76
7.2 Saran
Bagi Perusahaan
1. Pencahayaan di tempat kerja masih banyak yang belum memenuhi standar sehingga
perlu dilakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam. Pencahyaan yang
buruk berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Selain itu perlu diperhatikan juga tata letak penempatan lampu agar tingkat
pencahayaan di tempat kerja merata dan memenuhi standar yang telah ditentukan.
2. Perlu dipasang filter atau kaca anti glare untuk mengurangi tingkat kesilauan dan
meminimalisir radiasi dari layar monitor.
3. Untuk mengatasi kurangnya istirahat mata yang teratur sebaiknya di Install software
atau program untuk mengingatkan waktu istirahat mata pada masing masing
komputer pekerja. Selain itu, ruang kerja juga sebaiknya di setting kembali dengan
meletakkan benda - benda yang memiliki kontras yang dapat menyejukkan mata
seperti lukisan, tanaman, dll agar pekerja dapat merelaksasikan mata dengan
memandang benda – benda tersebut.
4. Sebaiknya pihak perusahaan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang cara
melakukan istirahat mata yang efektif, ergonomi atau posisi kerja yang baik dan
pemeriksaan mata secara berkala untuk mencegah penyakit akibat kerja terutama
karena penggunaan komputer.
77
Bagi Pekerja
1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dengan metode 20 – 20 – 20
dimana setiap 20 menit bekerja di depan komputer, pekerja harus istirahat paling
tidak 20 detik dengan melihat objek atau benda yang jaraknya sekitar 20 kaki. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya otot – otot mata yang tegang dan bisa
menyebabkan kelelahan mata.
2. Upayakan tidak bekerja dengan jarak monitor dengan mata < 50 cm karena jarak
monitor yang terlalu dekat mengakibatkan terjadinya mata tegang, cepat lelah, dan
potensi ganggguan penglihatan.
3. Pekerja sebaiknya tidak mematikan lampu ketika menggunakan komputer karena
pencahayaan ruangan akan turun dan tidak memenuhi standar sehingga berisiko
menimbulkan kelelahan mata pada pekerja tersebut.
4. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebaiknya menghindari menggunakan lensa
kontak karena akan meningkatkan risiko terjadinya kelelahan mata.
Bagi Peneliti Lain
1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengukur tinggi rendahnya mata terhadap
layar monitor dan melakukan pengecekan terhadap setting display layar monitor
yang telah direkomendasikan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Afandi. 2002. Kesehatan Mata Penguna Komputer. Dari:
http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html. Diunggah pada
tanggal 16 November 2013.
Affandi E.S. 2005. Computer vision syndrome (Sindrom penglihatan komputer). Dalam
Majalah Kedokteran Indonesia.
Agarwal, Emit. 2014. The 20-20-20 Rule for Reducing Computer Eyestrain. Diakses
dari http://www.labnol.org/software/computer-eye-exercise/14069/ pada
tanggal 20 Mei 2014.
Aprisupriati. 2007. Hubungan Penggunaan Visual Display Terminal dan Intensitas
Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pengguna Komputer di PT.Sriwijaya
Perdana Palembang. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
kedokteran Universitas Sriwijaya.
Arief, D. 2003. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen Dosen pada
Institut Pertanian Bogor. Tesis. Program Sarjana Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara
denganKelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama
KaryaWilayah IV Semarang. Skripsi. Dari:
79
http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada
tanggal 16 November 2013.
Badan Standar Nasional. 2001. SNI 03-6575-2001. Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung.
Brewer, Shelley. 2006. Workplace interventions to prevent musculoskeletal and visual
symptoms and disorders among computer users: A systematic review. Journal
of Occupational Rehabilitation,16(3): 317-350
Broumand, M.G and M. Ayatollahi, 2008. Evaluation of the Frequencyof Complications
of Working with Computers in a Group of Young Adult Computer Users. Pak. J.
Med. Sci, 24 (5): 702-706.
Cahyono; P. Herry, 2005. Hubungan Penerangan dan Jarak Pandang ke Layar Monitor
Komputer dengan Tingkat Kelelahan Mata Petugas Operator Komputer Sistim
Informasi RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Dari:
http://digilib.unnes.ac.id/ Diunggah pada tanggal 15 Mei 2014.
Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra. Lamyarni I
sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto.
Evi Widowati. 2011. Getaran Benang Lusi Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kemas, 7
(1): 1-6
Fauzi, Ahmad.2006. Penyakit akibat kerja karena penggunaan komputer. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Lampung. Dari:
http://digilb.unila.ac.id/files/disk1/13/lapyunilapp-gdl-jou-2007-afauzi-617-
penyakit-r.pdf. Diunggah pada tanggal 16 November 2013.
80
Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang
Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Flammini, Franceso, dkk. 2013. Effective Surveillance for Homeland Security:
Balancing Technology and Social Issues. CRC Press Taylor & Francis
Group:Boca Raton
Francis C. 2005. Effects of two eye drop products on computer users with subjective
ocular discomfort. Journal of the American Optometric Association, 76(1): 47-
54
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari E.
Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC.
Garodia, dr. Vinay. 2008. Dry Eye And Computer Vision Syndrom. New Delhi. Visitech
Eye Centre
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational
Ergonomics, 4th Edition London: Taylor & Francis.
Guyton, AC. 1991. Fisiologi Kedokteran II. Diterjemahkan oleh Adji Dharma, Jakarta:
EGC Buku Kedokteran
Hana, Lilian. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait
Keluhan Subyektif Kelelahan Mata Pada Pekerja Yang Menggunakan
Komputer Di Ruangan Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant
Bulan Desember Tahun 2008. Universitas Indonesia. Depok
81
Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer untuk
Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun
2008. Tesis. Dari:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../doc.pdf
Diunggah pada tanggal 16 November 2013.
Hael, Mughrabi. 2006. Specific features and mechanisms of fatigue in the ultrahigh-
cycle regime. International Journal of Fatigue, 28(11): 1501–1508
Haeny, Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata pada.
Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-5700-
Analisis%20faktor-Literatur.pdf Diunggah pada tanggal 16 November 2013.
Heiting, Gary dan Larry Wan. D. 2014. Computer Eye Strain: 10 Steps for Relief.
Computer Vision. Diakses dari http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm
pada tanggal 20 Mei 2014.
Hoffman, David M. 2008. Vergence–accommodation conflicts hinder visual
performance and cause visual fatigue. Journal of Vision, 8(3)
Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta. 2004. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Ilyas, Sidarta. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Jaschinski, 1990. Jarak Melihat Layar VDU dan Dokumen di Dempat Kerja. Dari:
http://ww8.yuwie.com/blog/?id=919758. Diunggah pada tanggal 16 November
2013.
James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.
82
KEPMENKES RI, 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Dari:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201405%
20ttg%20Persyaratan%20Kesehatan%20Lingkungan%20Kerja%20Perkantoran
%20Dan%20Industri.pdf . Diunggah pada tanggal 6 November 2013.
Maryamah, Siti. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call Gedung Graha
Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011. Skripsi S1.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap
Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi,
volume 6 No. 2 ; 153-163.
Nendyah Roestijawati, 2007, Syndrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display
Terminal (VTD). Cermin Dunia Kedokteran, No 154
Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer
Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi S1.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Occupational Health and Safety Unit. Visual Fatigue. 2011. The University of
Queensland. Journal of Optometry: A Report on 2011. Dari:
83
http://www.nccahccnsa.ca/230/Promoting_Aboriginal_Vision_Health.nncah
Diunggah pada tanggal 16 November 2013.
OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U. S. Department og Labor
Occupational Safety and Health Administration. Dari:
http://www.osha.gov/Publications/osha3092.pdf. Diunggah pada tanggal 16
November 2013.
Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh penerangan dalam Ruang Terhadap Aktivitas
Kerja Mahasiswa desain Interior. Skripsi. Program Studi Desain Interior
Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institute Seni Indonesia Denpasar.
Pakasi, Trevino. 1999. The Eye Problem of Public Transportation’s Drivers and Its
Prevention. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXXII No. 1 hal 22-
25. Jakarta.
Parwati, I.O., 2004. Pengaruh masa kerja dan Intensitas Pencahayaan terhadap
Efisiensi Penglihatan Opertor Telepon Bagian Pelayanan Pelanggan PT.
Telkom Divre IV Semarang. Dari:
http://www.eprints.undip.ac.id/7597/I/1948.pdf Diunggah pada tanggal 7 Mei
2014.
Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury
(RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc.
Rinilda, Nur. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Sindrom Mata
Kering (Dry Eye Sydrome) Pada Pekerja Operator Komputer Bagian
Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2012.
84
Skripsi S1. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Roestijawati N. 2004. Hubungan penggunaan visual display terminal (VDT), faktor
pekerja dan lingkungan kerja dengan sindroma dry eye. Tesis dari Universitas
Indonesia Dari: http://www.eprints.ui.ac.id. Diunggah pada tanggal 31 Februari
2014.
Roestijawati N. 2007. Sindrom dry eye pada pengguna visual display terminal (VDT).
Jurnal Kedokteran Yarsi;13(2):205-217.
Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Prasetyo, Eko. 2006. Hubungan tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja dengan Keluhan
Kelelahan Visual pada Pekerja Di Area Produksi OBA &Chemicals PT.
Clariant Indonesia Tangerang Tahun 2006. Universitas Indonesia, Depok.
Richa, Talwar. 2009. A Study of Visual and Musculoskeletal Health Disorders among
Computer Professionals in NCR Delhi. Indian J Community Med, 34(4): 326-
328
Rosenfield, Mark. 2010. Computer Vision Syndrome: Accomodative & Vergence
Facility. Journal of Behavioral Optometry, 21(5): 119- 122
Sakai, Tatsuo. 2009. Review and Prospects for Current Studies on Very High Cycle
Fatigue of Metallic Materials for Machine Structural Use. Journal of Solid
Mechanics and Materials Engineering, 3(3): 425-439
85
Saliberrl & Nilsen. 1995. Is there a typical VDT patient? A demographic analysis. J. Am
Optom Assoc. Hal. 479-83
Shiozawa, K. 2006. Subsurface crack initiation and propagation mechanism in high-
strength steel in a very high cycle fatigue regime. International Journal of
Fatigue, 28(11): 1521– 1532
Subitha, M. 2013. Pengaruh Komputer Terhadap Kesehatan Mata. Jakarta : Universitas
Guna Dharma.
Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto
Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Produktivitas.
UNIBA Press, Surakarta.
Taylor & Francis. 1997. Aspek Keselamatan Kerja pada Pemakaian Komputer. Elektro
Indonesia Edisi ke Tujuh, April 1997. Dari:
http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html. Diunggah pada
tanggal 16 November 2013.
Tjidarbumi D, Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, present and future. Jpn J
Clin Oncol 32:S17S21.
Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Dari:
http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 7 November 2013.
Yuhardin. 2007. Tahun 2015, jumlah Komputer Dunia Capai 2 Miliar. Dari:
http://scriptintermedia.com/view.php?id=605. Diunggah pada tanggal 7 Januari
2014.
LAMPIRAN
A. HASIL ANALISIS UNIVARIAT
Kelelahan_Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 35 70.0 70.0 70.0
Tidak 15 30.0 30.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Usia_45
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >=45 3 6.0 6.0 6.0
<45 47 94.0 94.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Kelainan Refraksi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 27 54.0 54.0 54.0
2 23 46.0 46.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Istirahat Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 31 62.0 62.0 62.0
Ya 19 38.0 38.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Jarak_Monitor
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <50 14 28.0 28.0 28.0
>=50 36 72.0 72.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Durasi Penggunaan Komputer
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >=4 44 88.0 88.0 88.0
<4 6 12.0 12.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Cahaya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak memenuhi standar 42 84.0 84.0 84.0
Memenuhi standar 8 16.0 16.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
B. HASIL ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation
umur_45
Total >=45 <45
Kelelahan_Mata Ya 2 33 35
Tidak 1 14 15
Total 3 47 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .017a 1 .897
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .017 1 .898
Fisher's Exact Test 1.000 .666
Linear-by-Linear Association .017 1 .898
N of Valid Casesb 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak)
.848 .071 10.137
For cohort umur_45 = >=45 .857 .084 8.748
For cohort umur_45 = <45 1.010 .863 1.183
N of Valid Cases 50
2. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan_Mata * Refraksi Crosstabulation
Count
Refraksi
Total 1 2
Kelelahan_Mata Ya 23 12 35
Tidak 4 11 15
Total 27 23 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.445a 1 .011
Continuity Correctionb 4.969 1 .026
Likelihood Ratio 6.593 1 .010
Fisher's Exact Test .015 .012
Linear-by-Linear Association 6.316 1 .012
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak)
5.271 1.380 20.138
For cohort Refraksi = 1 2.464 1.030 5.898
For cohort Refraksi = 2 .468 .269 .811
N of Valid Cases 50
3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata
Kelelahan_Mata * Istirahat Crosstabulation
Count
Istirahat
Total Tidak Ya
Kelelahan_Mata Ya 24 11 35
Tidak 7 8 15
Total 31 19 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.138a 1 .144
Continuity Correctionb 1.310 1 .252
Likelihood Ratio 2.105 1 .147
Fisher's Exact Test .205 .127
Linear-by-Linear Association 2.096 1 .148
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,70.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak)
2.494 .721 8.619
For cohort Istirahat = Tidak 1.469 .818 2.639
For cohort Istirahat = Ya .589 .298 1.164
N of Valid Cases 50
4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata
Kelelahan_Mata * Jarak_Monitor Crosstabulation
Count
Jarak_Monitor
Total <50 >=50
Kelelahan_Mata Ya 13 22 35
Tidak 1 14 15
Total 14 36 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.837a 1 .028
Continuity Correctionb 3.444 1 .063
Likelihood Ratio 5.768 1 .016
Fisher's Exact Test .039 .026
Linear-by-Linear Association 4.741 1 .029
N of Valid Casesb 50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,20.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak)
8.273 .972 70.418
For cohort Jarak_Monitor = <50
5.571 .799 38.845
For cohort Jarak_Monitor = >=50
.673 .505 .899
N of Valid Cases 50
5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata
Kelelahan_Mata * Durasikomp Crosstabulation
Durasikomp
Total >=4 <4
Kelelahan_Mata Ya 34 1 35
Tidak 10 5 15
Total 44 6 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.235a 1 .002
Continuity Correctionb 6.575 1 .010
Likelihood Ratio 8.515 1 .004
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear Association 9.051 1 .003
N of Valid Casesb 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) 17.000 1.774 162.887
For cohort Durasikomp =
>=4 1.457 1.014 2.093
For cohort Durasikomp = <4 .086 .011 .673
N of Valid Cases 50
6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata
Kelelahan_Mata * Cahaya Crosstabulation
Count
Cahaya
Total Tidak memenuhi
standar Memenuhi
standar
Kelelahan_Mata Ya 32 3 35
Tidak 10 5 15
Total 42 8 50
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.790a 1 .029
Continuity Correctionb 3.125 1 .077
Likelihood Ratio 4.396 1 .036
Fisher's Exact Test .043 .043
Linear-by-Linear Association 4.694 1 .030
N of Valid Casesb 50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak)
5.333 1.079 26.358
For cohort Cahaya = Tidak memenuhi standar
1.371 .945 1.989
For cohort Cahaya = Memenuhi standar
.257 .070 .941
N of Valid Cases 50
KUESIONER
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA
Assalammualaikum Wr. Wb.
Perkenalkan saya:
Nama : Randy Septiansyah
NIM : 1110101000057
Saya bermaksud meneliti tentang “FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014”. Penelitian ini merupakan
tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada
kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin
kerahasiannya.
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda ceklist (√ ) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap jawaban
yang Anda isikan.
Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah (_______)
yang tersedia
No. Responden
LEMBAR KUESIONER
A. Pekerja
A1. Nama :
A2. No. Handphone :
A3. Tanggal Lahir :
Note: Pilihlah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara melingkari.(A4-A7)
A4. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?
1.Ya
2.Tidak
(Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A6)
A5. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?
1. Kacamata minus/plus
2. Kacamata bifokus
3. Kacamata lensa biasa tanpa efek
A6. Apakah setiap satu jam pemakaian komputer anda mengistirahatkan mata minimal
10 menit ?
1. Tidak
2. Ya
A7. Apa bagian pekerjaan Anda?
1. General Affair, Marketing, Ruang Data, Hardware.
2. Maintainance, Admin, Manager.
3. Finance, Programmer
Khusus pekerja, isi pertanyaan
yang hurufnya BERWARNA UNGU
Note: Jawablah pertanyaan dibawah ini.(A8-A9)
A8. Berapa lama rata-rata anda bekerja dalam ruang kantor dalam 1 hari?
________________ jam
A9. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor?
________________ jam
B. Keluhan Kelelahan Mata
B1. Setelah menggunakan komputer lebih dari 2 jam, apakah Anda mengalami
gangguan atau gejala seperti di bawah ini?
No. Keluhan Ya Tidak
1. Nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata
2. Penglihatan kabur
3. Penglihatan rangkap/ganda
4. Mata merah
5. Mata terasa perih
6. Mata berair
7. Sulit fokus
8. Sakit kepala (berat/nyut -nyutan)
9. Pusing disertai mual
(Sumber: Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc.)
C. Hasil Pengukuran
1. Lux Meter : ......, ........, .......... = ......... (diisi peneliti)
1. Tidak memenuhi standar
2. Memenuhi Standar
2. Jarak Monitor : ........... cm (diisi peneliti)
1. < 50 cm
2. ≥ 50 cm
3. Pengukuran Refraksi mata (diisi oleh Refraksionis)
1. Ada kelainan
2. Tidak ada kelainan
________________Terima Kasih________________
Recommended